Anda di halaman 1dari 18

KINERJA PDAM TIRTA MOEDAL DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN AIR

BERSIH

PROPOSAL

Untuk memenuhi prasyarat Skripsi

DISUSUN OLEH :

Aldinovryanto Taher

7111411079

JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2015
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Badan usaha milik pemerintah sejatinya adalah kepanjangan tangan dari pemerintah
dalam memenuhi kebutuhan masyarakat suatu negara baik berbentuk Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Seperti yang tertuang dalam
landasan hukum BUMD yaitu, dalam Undang-Undang Republik Indonesia No 5 Thn 1962
tentang Perusahaan Daerah Bab II Sifat, Tudjuan dan Lapangan Usaha pasal 5 ayat (2)
Tudjuan Perusahaan Daerah ialah untuk turut serta melaksanakan pembangunan Daerah
chususnja dan pembangunan ekonomi nasional umumnja dalam rangka ekonomi terpimpin
untuk memenuhi kebutuhan rakjat dengan mengutamakan industrialisasi dan ketenteraman
serta kesenangan kerdja dalam perusahaan, menudju masjarakat jang adil dan makmur.
Perusahaan Daerah ialah semua perusahaan yang didirikan berdasarkan Undang-
undang ini yang modalnya untuk seluruhnya atau untuk sebagian merupakan kekayaan
Daerah yang dipisahkan, kecuali jika ditentukan lain dengan atau berdasarkan Undang-
undang. Berjalannya BUMD ini diperuntukan bagi masyarakat, masyarakat sebagai objek
seharusnya diprioritaskan. Agar dapat terpenuhi segala kebutuhan dari segala aspek terkait
yang tujuannya adalah kepuasan masyarakat. Meskipun begitu pendapat umum dari
masyarakat tentang BUMD sekedar pada taraf efektifitas pemenuhan kebutuhan pelayanan
publik dari masing-masing perusahaan mereka atau kepanjangan tangan BUMN. Sejatinya
kepuasan konsumen disini masyarakat tidak sebatas pada terpenuhinya kebutuhan barang
publik tersebut, akan tetapi aspek lain atau aspek lanjutan yang antara lain tarif yang
dikenakan, kenyamanan pengguanaan, pelayanan dan lain-lain.
Pelayanan publik menurut keputusan menteri pendayagunaan aparatur negara nomor
81 tahun 1993 yang kemudian disempurnakandengan keputusan menteri pendayagunaan
aparatur negara nomor 63 tahun 2003 mendefinisikan pelayanan umum sebagai berikut : "
Segala bentuk pelayanan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat ,di daerah,
dan dilingkungan badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dalam bentuk
barang dan jasa,baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam
rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan ( MENPAN NOMOR
63/2003)
Tugas utama dari setiap instansi pemerintahan adalah memberikan pelayanan atau
menyelenggarakan pelayanan publik (public service) agar terwujud kesejahteraan bagi
rakyat (public welfare). Menurut Tampubolon (2001:139-141) pelayanan berarti, “Orang
yang melakukan sesuatu yang baik bagi orang lain… karena itu, seorang pelayan yang baik
ialah “melayani, bukan dilayani”. Sebagaimana, menurut Zeithaml dkk (2006:4) pelayanan
adalah “ Economic activities whose output is not a physical product or construction, is
generally consumed at the time it is produced, and provides added value in forms (such as
convenience, amusement, timeliness, comfort, or health) that are essentially ingtangible
concerns of its firts purchaser.
Pelayanan yang ideal acap kali diartikan pelayanan prima yang merupakan
terjemahan dari istilah service excellent yang secara harfiah berarti pelayanan yang sangat
terbaik, karena sesuai dengan standart pelayanan yang berlaku atau dimiliki oleh instansi
yang memberikan pelayanan. Definisi pelayanan prima mengandung tiga hal pokok, yaitu
adanya pendekatan sikap yang berkaitan dengan kepedulian kepada pelanggan, upaya
melayani dengan tindakan yang terbaik, dan adanya tujuan untuk memuaskan pelanggan
dengan beroreantasi pada standart layanan tertentu (Swastika, 2005: 3).
Tujuan dari pelayanan prima adalah kepuasan pelanggan, dari kepuasan ini bisa
melancarkan hubungan dua arah antara produsen dan konsumen sehingga dan melahirkan
hal baik lainnya seperti kepercayaan. Dalam mencapai tujuan ini diperlukan prilaku asertif,
Perilaku asertif merupakan terjemahan dari istilah assertiveness atau assertion,yang artinya
titik tengah antara perilaku non asertif dan perilaku agresif . Dalam bersikap asertif,
seseorang dituntut untuk jujur terhadap dirinya dan jujur pula dalam mengekspresikan
perasaan, pendapat dan kebutuhan secara proporsional, tanpa ada maksud untuk
memanipulasi, memanfaatkan ataupun merugikan pihak lainnya (Pratanti, 2007).
Pelayanan yang baik biasanya disandang oleh perusahaan swasta dengan yang profit
oriented, seakan pelayanan yang baik adalah dagangan utama bagi para perusahaan swasta
berlomba-lomba memberikan pelayanan terbaik bagi konsumennya. Tidak jarang dengan
alasan ini para konsumen berpindah ke penyedia layanan yang mereka anggap lebih baik
ini. Hal yang berbanding terbalik pelayanan yang baik seolah-olah jarang ditemui di
perusahaan publik milik pemerintah, meski dapat dipahami karena pada umumnya di
perusahaan publik pemerintah memiliki pelanggan yang jumlahnya sangat banyak dengan
banyak batasan yang telah ditetapkan, belum lagi standar tinggi yang wajib terpenuhi.
Tuntutan yang besar tidak hanya dari pemerintah akan tetapi dari masyarakat selaku
konsumen dimana sorotan media sangat sensitif terhadap kinerja penyedia layanan publik,
tidak jarang menghiasi berita sebuah instansi dianggap tidak memberikan pelayanan yang
baik mendapat tanggapan sinis oleh banyak orang dan mejadi pemberitaan yang besar di
media sosial sehingga kesalahan kecil pun bisa memberikan efek panjang yang berlarut-
larut.
PDAM atau Perusahaan Daerah Air Minum merupakan salah satu unit usaha milik
daerah. Perusahaan Daerah ialah semua perusahaan yang didirikan berdasarkan Undang-
undang ini yang modalnya untuk seluruhnya atau untuk sebagian merupakan kekayaan
Daerah yang dipisahkan, kecuali jika ditentukan lain dengan atau berdasarkan Undang-
undang. PDAM termasuk dalam BUMD yang bergerak dalam distribusi air bersih bagi
masyarakat umum. PDAM terdapat di setiap provinsi, kabupaten, dan kotamadya di seluruh
Indonesia. PDAM merupakan perusahaan daerah sebagai sarana penyedia air bersih yang
diawasi dan dimonitor oleh aparataparat eksekutif maupun legislatif daerah.
Disini penulis memfokuskan akan pentingnya aspek pelayanan di perusahaan
BUMD yang melayani kebutuhan konsumsi air bersih yakni, PDAM. PDAM Tirta Moedal
Kota Semarang merupakan perusahaan BUMD yang bergerak di bidang pelayanan
masyarakat yang menyediakan air bersih untuk masyarakat Kota Semarang. PDAM Tirta
Moedal dengan jumlah pelanggan aktif sampai dengan bulan Februari 2014 sebanyak
145.638 Pelanggan di bedakan menjadi 5 daerah pelayanan yang terdiri dari :
Tabel 1.1
Unit Kerja Wilaah Operasi PDAM Tirta Moedal Kota Semarang

Wilayah Jumlah Pelanggan


Cabang Semarang Selatan 24.848
Cabang Semarang Barat 31.232
Cabang Semarang Timur 40.566
Cabang Semarang Utara 29.179
Cabang Semarang Tengah 19.813
Sumber: PDAM Tirta Moedal Kota Semarang 2014
Permasalahan yang dihadapi Kota Semarang yaitu mengenai pertumbuhan
pelanggan yang rendah dari tahun ke tahunnya meskipun cakupan yang mereka sediakan
kepada warga di kota Semarang belum menyeluruh. Hal ini dikarenakan kondisi geografis
kota Semarang yang memiliki gunung, masyarakat gunung pati umumnya menggunakan air
sumur untuk memenuhi kebutuhan air sehari-harinya. Hal ini yang menyebabkan distribusi
air bersih dari PDAM tidak merata. Selain masalah cakupan distribusi air dan pertumbuhan
pelanggan, PDAM juga memiliki masalah pengoprasian yang dianggap terlalu banyak
kehilangan air.
Maka agar dapat mengetahui kualitas pelayanan PDAM Tirta Moedal perlu melihat
kinerja perusahaan nya, bagaimana perusahaan tersebut dapat menyelesaikan masalah nya
dan masalah yang akan datang mendatang menyangkut penyediaan air bersih apakah sudah
baik atau belum nya. Dalam menilai baik tidak nya suatu perusahaan PDAM memiliki
tanggung jawab baik secara administratif kepada pemerintah juga sosial pada masyarakat
sebagai konsumen air bersih yang diproduksi.
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian diatas maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan, yaitu:
1. Bagaimana kinerja Perusahaan Daerah Air Minum Kota Semarang dalam
penyediaan air bersih?
2. Faktor apa yang menghambat kinerja Perusahaan Daerah Air Minum Kota
Semarang dalam penediaan air bersih?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitan antara lain:
1. Untuk mengetahui sejauh mana kinerja Perusahaan Daerah Air Minum Kota
Semarang dalam penyediaan air bersih?
2. Untuk mengetahui faktor apa yang menghambat kinerja Perusahaan Daerah Air
Minum Kota Semarang dalam penediaan air bersih?
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang bisa diambil dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan bagi
perkembangan ilmu ekonomi pembangunan khususna mengenai kinerja.
b. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi bagi peneliti lainnya.
2. Manfaat Praktis
a. Untuk memberi informasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan mengenai
disrtribusi air bersih oleh PDAM Kota Semarang.
b. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi seluruh pihak sebagai bahan
pemikiran untuk memperbaiki kinerja dalam rangka meningkatkan kulaitas
kepada masarakat.
c. Untuk memenuhi prasyarat dalam mencapai gelar sarjana S-1 pada jurusan
Ekonomi Pembangunan Universitas Negri Semarang.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
1. Pengertian
Kinerja merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dapat dicapai oleh
seorang pegawai dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya. Definisi kinerja menurut Bambang Kusriyanto dalam A.A. Anwar
Prabu Mangkunegara (2005: 9) adalah perbandingan hasil yang dicapai dengan peran
serta tenaga kerja per satuan waktu (lazimnya per jam). Faustino Cardosa Gomes dalam
A.A. Anwar Prabu Mangkunegara, (2005: 9) mengemukakan definisi kinerja sebagai
ungkapan seperti output, efisiensi serta efektivitas sering dihubungkan dengan
produktivitas. Sedangkan Menurut A.A. Anwar Prabu Mangkunegara (2005: 9), kinerja
karyawan (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai
oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab
yang diberikan kepadanya. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa kinerja SDM
adalah prestasi kerja, atau hasil kerja (output) baik kualitas maupun kuantitas yang
dicapai SDM per satuan periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai
dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Penilaian prestasi kerja merupakan
usaha yang dilakukan pimpinan untuk menilai hasil kerja bawahannya. Menurut Leon
C. Mengginson dalam A.A. Anwar Prabu Mangkunegara, (2005: 10), penilaian prestasi
kerja (performance appraisal) adalah suatu proses yang digunakan pimpinan untuk
menentukan apakah seorang karyawan melakukan pekerjaannya sesuai dengan tugas
dan tanggung jawabnya. Selanjutnya Andrew E. Sikula dalam A.A. Anwar Prabu
Mangkunegara, (2005: 10) mengemukakan bahwa penilaian pegawai merupakan
evaluasi yang sistematis dari pekerjaan pegawai dan potensi yang dapat dikembangkan.
Penilaian dalam proses penafsiran atau penentuan nilai, kualitas atau status dari
beberapa obyek orang ataupun sesuatu barang.Menurut T. Hani Handoko (2001: 235),
penilaian prestasi kerja (performance appraisal) adalah proses melalui mana organisasi-
organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan. Kegiatan ini dapat
memperbaiki keputusan-keputusan personalia dan memberikan umpan balik kepada
para karyawan tentang pelaksanaan kerja mereka.
Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa penilaian
prestasi kerja (kinerja) adalah penilaian yang dilakukan secara sistematis untuk
mengetahui hasil pekerjaan karyawan dan kinerja organisasi. Disamping itu, juga untuk
menentukan pelatihan kerja secara tepat, memberikan tanggapan yang lebih baik di
masa mendatang dan sebagai dasar untuk menentukan kebijakan dalam hal promosi
jabatan dan penentuan imbalan.
2. Penilaian Tenaga Kerja
Tujuan dari penilaian prestasi kerja (kinerja) adalah untuk memperbaiki atau
meningkatkan kinerja organisasi dari SDM organisasi. Secara spesifik, tujuan dari
evaluasi kinerja sebagaimana dikemukakan Agus Sunyoto dalam A.A. Anwar Prabu
Mangkunegara, (2005: 10) adalah:
 Meningkatkan saling pengertian antara karyawan tentang persyaratan kinerja.
 Mencatat dan mengakui hasil kerja seseorang karyawan, sehingga mereka
termotivasi untuk berbuat yang lebih baik, atau sekurang-kurangnya berprestasi
sama dengan prestasi yang terdahulu.
 Memberikan peluang kepada karyawan untuk mendiskusikan keinginan dan
aspirasinya dan meningkatkan kepedulian terhadap karir atau terhadap pekerjaan
yang diembannya sekarang.
 Mendefinisikan atau merumuskan kembali sasaran masa depan, sehingga
karyawan termotivasi untuk berprestasi sesuai dengan potensinya.
 Memeriksa rencana pelaksanaan dan pengembangan yang sesuai dengan
kebutuhan pelatihan, khusus rencana diklat, dan kemudian menyetujui rencana
itu jika tidak ada hal-hal yang perlu diubah.
Penilaian kinerja pegawai memiliki beberapa sasaran seperti yang dikemukakan
Agus Sunyoto dalam A.A. Anwar Prabu Mangkunegara, (2005: 11) yaitu:
 Membuat analisis kerangka dari waktu yang lalu secara berkesinambungan dan
periodik baik kinerja karyawan maupun kinerja organisasi.
 Membuat evaluasi kebutuhan pelatihan dari para karyawan melalui audit
keterampilan dan pengetahuan sehingga dapat mengembangkan kemampuan
dirinya. Atas dasar evaluasi kebutuhan pelatihan ini dapat menyelenggarakan
program pelatihan dengan tepat.
 Menentukan sasaran dari kinerja yang akan datang dan memberikan tanggung
jawab perorangan dan kelompok sehingga untuk periode selanjutnya jelas apa
yang harus diperbuat oleh karyawan, mutu dan bahan baku yang harus dicapai,
sarana dan prasarana yang diperlukan untuk meningkatkan kinerja karyawan.
 Menentukan potensi karyawan yang berhak memperoleh promosi, dan kalau
berdasarkan hasil diskusi antara karyawan dengan pimpinan itu untuk menyusun
suatu proposal mengenai sistem bijak (merit system) dan sistem promosi
lainnya, seperti imbalan (yaitu reward system recommendation)
Sedangkan T. Hani Handoko (2001: 138-139), penilaian hendaknya memberikan
gambaran akurat mengenai prestasi kerja karyawan sehingga untuk mencapai tujuan ini
sistem penilaian harus mempunyai hubungan dengan pekerjaan (jon related), praktis,
mempunyai standar-standar dan menggunakan berbagai ukuran yang dapat diandalkan.
Job related berarti bahwa sistem menilai perilaku-perilaku kritis yang mewujudkan
keberhasilan perusahaan. Sedangkan suatu sistem disebut praktis bila dipahami atau
dimengerti oleh para penilai dan karyawan. Di samping harus job related dan praktis,
evaluasi prestasi kerja memerlukan standar-standar pelaksanaan kerja (performance
standard) dengan mana prestasi kerja diukur. Agar efektif, standar hendaknya
berhubungan dengan hasil-hasil yang diinginkan pada setiap pekerjaan. Lebih lanjut,
evaluasi juga memerlukan ukuran-ukuran prestasi kerja yang dapat diandalkan
(performance measures). Berbagai ukuran ini, agar berguna, harus mudah digunakan,
reliabel dan melaporkan perilaku-perilaku kritis yang menentukan prestasi-prestasi
kerja.
Menurut B. Siswanto Sastrohadiwiryo (2005: 232), penilaian kinerja (prestasi kerja)
merupakan proses subjektif yang menyangkut penilaian manusia. Dikatakan penilaian
kinerja subyektif, karena kebanyakan pekerjaan benar-benar tidak mungkin diukur
secara obyektif, hal ini disebabkan beberapa alasan, termasuk alasan kerumitan dalam
tugas pengukuran, lingkaran yang berubah-ubah, dan kesulitan dalam merumuskan
tugas dan pekerjaan individual tenaga kerja secara rinci. Dengan demikian, penilaian
kinerja sangat mungkin keliru dan sangat mudah dipengaruhi oleh sumber yang tidak
aktual. Tidak sedikit sumber tersebut mempengaruhi proses penilaian sehingga harus
diperhitungkan dan dipertimbangkan dengan wajar. Penilaian kinerja dianggap
memenuhi sasaran apabila memiliki dampak yang baik pada tenaga kerja yang baru
dinilai kinerja/keragaannya.
Menurut Henry Simamora (2004: 362-363), meskipun mustahil mengidentifikasi
setiap kriteria kinerja yang universal yang dapat diterapkan pada semua pekerjaan,
adalah mungkin menentukan beberapa karakteristik yang harus dimiliki oleh kriteria
apabila kriteria itu diharapkan bermanfaat bagi penilaian kinerja. Karakteristiknya
adalah:
3. Kriteria Tenaga Kerja
Kriteria yang baik harus mampu diukur dengan cara-cara yang dapat dipercaya.
Konsep keandalan pengukuran mempunyai dua komponen: stabilitas dan konsistensi.
Stabilitas menyiratkan bahwa pengukuran kriteria yang dilaksanakan pada waktu yang
berbeda haruslah mencapai hasil yang kira-kira serupa. Konsistensi menunjukkan bahwa
pengukuran kriteria yang dilakukan dengan metode yang berbeda atau orang yang
berbeda harus mencapai hasil yang kira-kira sama.
Kriteria yang baik harus mampu membedakan individu-individu sesuai dengan
kinerja mereka. Salah satu tujuan penilaian kinerja adalah evaluasi kinerja anggota
organisasi. Jikalau kriteria semcam itu memberikan skor yang identik kepada semua
orang, maka kriteria tersebut tidak berguna untuk mendistribusikan kompensasi atas
kinerja, merekomendasikan kandidat untuk promosi, ataupun menilai kebutuhan-
kebutuhan pelatihan dan pengembangan.
Kriteria yang baik haruslah sensitif terhadap masukan dan tindakan pemegang
jabatan. Karena tujuan penilaian kinerja adalah untuk menilai efektivitas individu
anggota organisasi, kriteria efektivitas yang dipakai dalam sistem itu haruslah terutama
di bawah kebijakan pengendalian orang yang sedang dinilai.
Kriteria yang baik harus dapat diterima oleh individu yang mengetahui kinerjanya
sedang dinilai. Adalah penting agar orang-orang yang kinerjanya sedang diukur merasa
bahwa kinerja yang sedang digunakan memberikan petunjuk yang adil dan benar
tentang kinerja mereka.
Menurut B. Siswanto Sastrohadiwiryo (2005: 235), belum adanya kesamaan antara
perusahaan yang satu dengan perusahaan lainnya dalam menentukan unsur yang harus
dinilai dalam proses penilaian kinerja yang dilakukan manajemen/penyelia penilai
disebabkan selain terdapat perbedaan yang diharapkan dari masing-masing perusahaan,
juga karena belum terdapat standar baku tentang unsur-unsur yang perlu diadakan
penilaian. Pada umumnya unsur-unsur yang perlu diadakan penilaian dalam proses
penilaian kinerja adalah kesetiaan, prestasi kerja, tanggung jawab, ketaatan, kejujuran,
kerjasama, prakarsa, dan kepemimpinan.
 Kesetiaan
kesetiaan yang dimaksud adalah tekad dan kesanggupan mentaati, melaksanakan
dan mengamalkan sesuatu yang ditaati dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab.
Tekad dan kesanggupan tersebut harus dibuktikan dengan sikap dan perilaku tenaga
kerja yang bersangkutan dalam kegiatan sehari-hari serta dalam melaksanaan tugas dan
pekerjaan yang diberikan kepadanya. Kesetiaan tenaga kerja terhadap perusahaan sangat
berhubungan dengan pengabdiannya. Pengabdian yang dimaksud adalah sumbangan
pikiran dan tenaga yang ikhlas dengan mengutamakan kepentingan publik
 Hasil kerja
Yang dimaksud dengan hasil kerja adalah kinerja yang dicapai oleh seorang tenaga
kerja dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan yang diberikan kepadanya. Pada
umumnya kerja seorang tenaga kerja antara lain dipengaruhi oleh kecakapan,
keterampilan, pengalaman, dan kesungguhan tenaga kerja yang bersangkutan.
 Tanggung jawab
Tanggung jawab adalah kesanggupan seorang tenaga kerja dalam menyelesaikan
tugas dan pekerjaan yang diserahkan kepadanya dengan sebaik-baiknya dan tepat waktu
serta berani memikul resiko atas keputusan yang diambilnya atau tindakan yang
dilakukannya.
 Ketaatan
Yang dimaksud ketaatan adalah kesanggupan seorang tenaga kerja untuk mentaati
segala ketetapan, peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku,
mentaati perintah kedinasan yang diberikan atasan yang berwenang, serta kesanggupan
untuk tidak melanggar larangan yang telah ditetapkan perusahaan maupun pemerintah,
baik secara tertulis maupun tidak tertulis.
 Kejujuran
Yang dimaksud dengan kejujuran adalah ketulusan hati seorang tenaga kerja dalam
melaksanakan tugas dan pekerjaan serta kemampuan untuk tidak menyalahgunakan
wewenang yang telah diberikan kepadanya.
 Kerjasama
Kerjasama adalah kemampuan seorang tenaga kerja untuk bekerja sama dengan
orang lain dalam menyelesaikan suatu tugas dan pekerjaan yang telah ditetapkan,
sehingga mencapai daya guna dan hasil guna yang sebesar-besarnya.
 Prakarsa
Prakarsa adalah kemampuan seorang tenaga kerja untuk mengambil keputusan,
langkah-langkah atau melaksanakan sesuatu tindakan yang diperlukan dalam
melaksanakan tugas pokok tanpa menunggu perintah dan bimbingan dari manajemen
lainnya.
 Kepemimpinan
Yang dimaksud dengan kepemimpinan adalah kemampuan yang dimiliki seorang
tenaga kerja untuk meyakinkan orang lain (tenaga kerja lain) sehingga dapat dikerahkan
secara maksimum untuk melaksanakan tugas pokok. Penilaian unsur kepemimpinan
bagi tenaga kerja sebenarnya khusus diperuntukkan bagi tenaga kerja yang memiliki
jabatan di seluruh hirarki dalam perusahaan.
4. Proses Penilaian Tenaga Kerja
Proses penilaian prestasi kerja menghasilkan suatu evaluasi atau prestasi kerja
karyawan di waktu yang lalu dan atau prediksi prestasi kerja di waktu yang akan datang.
Proses penilaian ini kurang mempunyai nilai bila para karyawan tidak menerima umpan
balik mengenai prestasi kerja mereka. Tanpa umpan balik, perilaku karyawan tidak akan
dapat diperbaiki. Oleh karena itu, bagian kritis proses penilaian adalah wawancara
eksklusif. Menurut T. Hani Handoko (2001: 152-153), wawancara eksklusif adalah
proses peninjauan kembali prestasi kerja yang memberikan kepada karyawan umpan
balik tentang prestasi kerja di masa lalu dan potensi mereka. Penilai bisa memberikan
umpan balik ini melalui beberapa pendekatan:
 Tell and Sell Approach
Mereview prestasi kerja karyawan dan mencoba untuk meyakinkan karyawan untuk
berprestasi lebih baik. Pendekatan ini paling baik digunakan untuk para karyawan baru.
 Tell and Listen Approach
Memungkinkan karyawan untuk menjelaskan berbagia alasan latar belakang dan
perasaan defensif mengenai prestasi kerja. Ini bermaksud untuk mengatasi reaksi-reaksi
tersebut dengan konseling tentang bagaimana cara berprestasi lebih baik.
 Problem Solving Approach
Mengidentifikasi masalah-masalah yang menggangu prestasi kerja karyawan.
Kemudian melalui latihan, coaching atau konseling, upaya-upaya dilakukan untuk
memecahkan penyimpangan-penyimpangan (sering diikuti dengan penetapan sasaran-
sasaran prestasi kerja di waktu yang akan datang).
Berdasarkan uraian-uraian di atas maka unsur-unsur kinerja yang akan dilihat dalam
penelitian ini adalah (1) prestasi, (2) ketaatan, dan (3) prakarsa. Dengan alasan ketiga
unsur tersebut diasumsikan sudah cukup mewakili unsur-unsur kinerja yang akan dikaji
dalam penelitian ini. Hal ini mengingat sangat luasnya kajian teoritis tentang kinerja dan
keterbatasan penulis untuk dapat menggali seluruh unsur yang ada di dalamnya.
5. Faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi (determinan) kinerja individu, perlu
dilakukan pengkajian terhadap teori kinerja. Secara umum faktor fisik dan non fisik
sangat mempengaruhi. Berbagai kondisi lingkungan fisik sangat mempengaruhi kondisi
karyawan dalam bekerja. Selain itu, kondisi lingkungan fisik juga akan mempengaruhi
berfungsinya faktor lingkungan non fisik. Pada kesempatan ini pembahasan kita
fokuskan pada lingkungan non-fisik, yaitu kondisi-kondisi yang sebenarnya sangat
melekat dengan sistem manajerial perusahaan.
Menurut Prawirosentono (1999) kinerja seorang pegawai akan baik, jika pegawai
mempunyai keahlian yang tinggi, kesediaan untuk bekerja, adanya imbalan/upah yang
layak dan mempunyai harapan masa depan. Secara teoritis ada tiga kelompok variabel
yang mempengaruhi perilaku kerja dan kinerja individu, yaitu: variabel individu,
variabel organisasi dan variabel psikologis. Menurut Gibson (1987)
Kelompok variabel individu terdiri dari variabel kemampuan dan ketrampilan, latar
belakang pribadi dan demografis. Menurut Gibson (1987), variabel kemampuan dan
ketrampilan merupakan faktor utama yang mempengaruhi perilaku kerja dan kinerja
individu. Sedangkan variabel demografis mempunyai pengaruh yang tidak langsung.
Kelompok variabel psikologis terdiri dari variabel persepsi, sikap, kepribadian,
belajar dan motivasi. Variabel ini menurut Gibson (1987) banyak dipengaruhi oleh
keluarga, tingkat sosial, pengalaman kerja sebelumnya dan variabel demografis.
Kelompok variabel organisasi menurut Gibson (1987) terdiri dari variabel sumber
daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan. Menurut Kopelman
(1986), variabel imbalan akan berpengaruh terhadap variabel motivasi, yang pada
akhirnya secara langsung mempengaruhi kinerja individu. Penelitian Robinson dan
Larsen (1990) terhadap para pegawai penyuluh kesehatan pedesaan di Columbia
menunjukkan bahwa pemberian imbalan mempunyai pengaruh yang lebih besar
terhadap kinerja pegawai dibanding pada kelompok pegawai yang tidak diberi. Menurut
Mitchell dalam Timpe (1999), motivasi bersifat individual, dalam arti bahwa setiap
orang termotivasi oleh berbagai pengaruh hingga berbagai tingkat. Mengingat sifatnya
ini, untuk peningkatan kinerja individu dalam organisasi, menuntut para manajer untuk
mengambil pendekatan tidak langsung, menciptakan motivasi melalui suasana
organisasi yang mendorong para pegawai untuk lebih propduktif. Suasana ini tercipta
melalui pengelolaan faktor-faktor organisasi dalam bentuk pengaturan sistem imbalan,
struktur, desain pekerjaan serta pemeliharaan komunikasi melalui praktek
kepemimpinan yang mendorong rasa saling percaya.
Tiga faktor utama yang memengaruhi kinerja individu menurut Mathis dan Robert L
(2006, p113) adalah kemampuan individu melakukan pekerjaan tersebut, tingkat usaha
yang dicurahkan dan dukungan organisasi. Dalam konteks pemerintahan sebagai sektor
publik menurut Mahsun (2006) bahwa ada beberapa aspek yang dapat dinilai
kinerjanya :
 Kelompok Masukan ( input ).
 Kelompok Proses ( Proccess ).
 Kelompok Keluaran ( Output ).
 Kelompok Hasil ( Outcome ).
 Kelompok Manfaat ( Benefit ).
 Kelompok Dampak ( Impact ).
Fokus pengukuran kinerja sektor publik justru terletak pada outcome dan bukan
input dan proses outcome yang dimaksudkan adalah outcome yang dihasilkan oleh
individu ataupun organisasi secara keseluruhan, outcome harus mampu memenuhi
harapan dan kebutuhan masyarakat menjadi tol a k ukur keberhasilan organisasi sektor
publik.
Menurut Mangkunegara (2006) terdapat aspek-aspek standar pekerjaan yang terdiri
dari aspek kuantitatif dan aspek kualitatif meliputi :
 Aspek kuantitatif yaitu :
 Proses kerja dan kondisi pekerjaan,
 Waktu yang dipergunakan atau lamanya melaksanakan pekerjaan,
 Jumlah kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan, dan
 Jumlah dan jenis pemberian pelayanan dalam bekerja
 Aspek kualitatif yaitu :
 Ketepatan kerja dan kualitas pekerjaan,
 Tingkat kemampuan dalam bekerja,
 Kemampuan menganalisis data/informasi, kemampuan/kegagalan
menggunakan mesin/peralatan, dan
 Kemampuan mengevaluasi (keluhan/keberatan konsumen/masyarakat).
Kinerja yang merupakan prestasi kerja individu selain dapat dipengaruhi oleh
kepuasan kerja, juga dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Ada beberapa faktor
penentu yang berlaku sebagai variabel pemediasi (perantara) yang mempengaruhi
kepuasan kerja terhadap kinerja individu, diantaranya adalah self esteem dan self
efficacy.
Self esteem merupakan keyakinan nilai diri sendiri berdasarkan evaluasi secara
keseluruhan yang diharapkan dapat menjelaskan seberapa besar pengaruh kepuasan
kerja terhadap kinerja individual. Para peneliti mendefinisikan organization based self
esteem (OBSE) atau self esteem dalam organisasi sebagai nilai yang dimiliki oleh
individu atas dirinya sendiri sebagai anggota organisasi yang bertindak dalam konteks
organisasi. Kepuasan kerja juga tergantung pada apa yang dirasakan individu terhadap
pekerjaannya. Individu yang memiliki keyakinan nilai diri sendiri yang tinggi cenderung
memandang diri mereka sendiri sebagai orang yang penting, berharga, berpengaruh dan
berarti dalam konteks organisasi yang mempekerjakan mereka (Kreitner & Kinicki,
2003 dalam Cecillia Engko, 2006). Individu yang memiliki self esteem yang tinggi
dimana mereka yakin akan kemampuan dirinya sendiri dan merasa berharga di
lingkungannya, maka semakin tinggi presentasi kinerja individunya.
Self efficacy adalah keyakinan seseorang mengenai peluangnya untuk berhasil
mencapai tugas tertentu. Self efficacy merupakan karakteristik yang melekat pada diri
individu. Menurut Pajares (2002, dalam Janu Tri Parmawati, 2004) self efficacy
mempengaruhi pilihan-pilihan dan tindakantindakan individu serta berpengaruh juga
terhadap tingkat stress dan kegelisahan individu. Bandura (1986, dalam Janu Tri
Parmawati, 2004) mengembangkan konsep yang berkaitan dengan sejauh mana
keyakinan individu memperkirakan kemampuan yang dimilikinya dalam melaksanakan
tugas atau melakukan suatu tugas yang diperlukan untuk mencapai suatu hasil tertentu
yang disebut self efficacy. Keyakinan dalam self efficacy tersebut dalam proses kerja
sangat berkaitan dengan penilaian bagaimana sebaiknya seseorang melakukan tindakan-
tindakan tertentu yang diperlukan untuk menghadapi hambatan atau pengalaman yang
tidak menyenangkan. Lebih lanjut Bandura (1986, dalam Janu Tri Parmawati, 2004)
mengungkapkan individu dengan tingkat self efficacy yang tinggi cenderung tidak
mudah menyerah, lebih sedikit mengalami keraguan pada diri sendiri dan menyenangi
aktivitas baru yang menantang. Semakin tinggi self efficacy yang dimiliki seseorang
dimana dia yakin akan kemampuannya untuk mendapatkan hasil terbaik dari
pekerjaannya, maka semakin tinggi pula peluangnya untuk maju atau berhasil.
Menjaga agar atmosphere lingkungan di tempat kerja menjamin motivasi karyawan
tetap tinggi merupakan pekerjaan vital seorang manajer. Meminjam konsep Gibson,
bahwa aspek motivasi itu merupakan faktor utama yang langsung mempengaruhi kinerja
karyawan. Namun tidak mudah, selain dibutuhkan teknik dan kemampuan manajer,
aspek motivasi sangatlah subyektif dan unik kadarnya masing-masing karyawan. Tidak
selalu menurunnya motivasi karyawan karena ketidakpuasan terhadap upah atau
kegagalan karier dalam pekerjaan.
Baru-baru ini saya mendengar keluhan dan mengamati semangat kerja karyawan.
Sikapnya mencerminkan kebosanan dan tidak berminat lagi dengan pekerjaannya.
Semangat kerjanya hilang, bahkan muncul rasa putus asa. Meskipun jika dilihat posisi
dalam pekerjaan, boleh dibilang lebih mapan dan mempunyai kedudukan yang strategis
dibanding rekan seangkatannya. Mereka sinis akan banyak hal.
Orang-orang yang demikian, menurut Schwartz, tidak akan pernah mencapai
keberhasilan maksimum, sebelum mereka meninggalkan pekerjaannya yang sekarang
dan menemukan pekerjaan dalam bidang yang diinginkannya. Persoalan motivasi
banyak berhubungan dengan mentalitas dan pola pikir. Perbedaan keduanya pada
masing-masing karyawan tercermin dari tujuan dan keinginan yang dimilikinya.
Kuatkan tujuan untuk membantu mereka bertumbuh dan bersemangat!
6. Tujuan
Tujuan adalah sasaran, cita-cita. Tujuan lebih dari sekedar mimpi; tujuan adalah
mimpi yang diwujudkan. Untuk itu, tetapkan tujuan. Sebelum memulai, ketahuilah
tempat yang anda tuju. Yang penting bukan dimana anda berada dahulu atau dimana
anda sekarang, melainkan kemana anda ingin tiba. Ini sebuah mentalitas. Semua
organisasi bisnis modern atau siapapun orang yang berhasil, tidak menyerahkan masa
depannya pada kebetulan; tetapi melalui proses perencanaan dan penetapan tujuan
secara matang.
Tanpa tujuan yang ditetapkan, maka tidak ada sesuatu akan terjadi dan tidak ada
langkah maju. Orang hanya berkeliaran, tanpa mengetahui ke mana mereka pergi; dan
akibatnya mereka tidak pernah sampai ke mana-mana. Tujuan mutlak perlu bagi
keberhasilan sebagaimana udara bagi kehidupan. Sehingga seseorang harus mengetahui
gambaran yang jelas tentang tujuan, sebelum mereka memutuskan pergi. Adapun tujuan
mereka antara lain:
 Keinginan
Untuk mewujudkan keberhasilan kita tidak bisa mengharapkan bantuan orang lain
atau akan datangnya sebuah keajaiban. Sesuatu dapat kita wujudkan, cita-cita dapat kita
raih, syaratnya jika kita benar-benar ingin melakukannya. Keinginan yang kuat untuk
meraih kemajuan itulah kuncinya! Keinginan, jika diarahkan, merupakan kekuatan.
Jika kita gagal mengikuti keinginan atau gagal melakukan hal yang paling ingin kita
lakukan, maka kita akan menjadi orang yang biasa-biasa saja, tidak akan kemana-mana.
Namun jika hari ini, kita dapat beralih dari apa yang tidak suka, dan mengerjakan hal-
hal yang kita sukai dan ingin kita kerjakan, maka kita telah memperoleh kekuatan dan
tidak lama lagi kita akan memperoleh banyak sukses dengan kepuasan pribadi yang luar
biasa!
Ini sebenarnya sebuah pola pikir dan merupakan pilihan. Kita semua memiliki
keinginan, dan memimpikan apa yang benar-benar ingin kita kerjakan. Akan tetapi
hanya sedikit dari kita yang benar-benar menuruti keinginan, karena sebagian besar oleh
pola pikir kita sendiri telah membunuhnya. Hal-hal yang dapat merusak pola pikir kita
diantaranya adalah:
 Depresiasi negatif, adalah perasaan menyalahkan diri sendiri secara berlebihan.
“saya kurang menguasai”, ”kalaupun saya harus mencoba, saya pasti gagal”
 Perasaan terjamin. ”saya memiliki jaminan dalam posisi sekarang”
 Takut berkompetisi. ”Bidang pekerjaan itu sudah terlalu penuh” ”orang-orang
dalam perusahaan itu saling menjatuhkan”
 Dikte orang tua. ”saya ingin benar-benar berkonsentrasi dalam bidang ini, tetapi
orang tua menghendaki lain”

 Peran manajer
Motivasi erat kaitannya dengan membangkitkan aktivitas motif dalam diri
seseorang, sifatnya subyektif dan individualistik. Sehingga peran manajer dalam
membangkitkan motivasi, lebih pada menginspirasikan dan memberi penguatan-
penguatan (reinforcements). Ada langkah-langkah yang mungkin dapat membantu
diantaranya:
Visualisasikan tujuan dengan cara membuat gambaran detil, seriil mungkin seolah
nyata, dari tujuan kita
 Tentukan hal-hal yang memuaskan dan harus kita wujudkan
 Tetapkan hal-hal apa saja yang harus diperbuat untuk mewujudkannya
 Tuluslah dalam penerimaan, dan
 Berikan pujian setiap ada kemajuan/keberhasilan sekecil apapun pada karyawan
BAB III
METODE PENELITIAN

1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kantor PDAM Tirta Moedal Kota Semarang dengan
pertimbangan bahwa PDAM tersebut merupakan unsur pelaksana pemerintah daerah
yang mempunyai kedudukan, fungsi, dan tugas yang cukup penting dalam kegiatan
penediaan air bersih bagi masyarakat Kota Semarang.
2. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan didukung data kualitatif,
dimana peneliti ini berusaha untuk mengungkapkan suatu fakta atau realita fenomena
sosial tertentu sebagaimana adanya dan memberikan gambaran secara objektif tentang
keadaan atau permasalahan yang mungkin dihadapai. Menurut Lexy J. Moloeng
(2000:6) penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami
fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi,
motivasi, tindakan dan lain-lain dan dengan cara deskripsi kualitatif dalam kata-kata dan
bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dengan memanfatkan berbagai metode
ilmiah. Jenis penelitian deskripsi kualitatif dimaksudkan untuk menerangkan,
menggambarkan, dan melukiskan suatu fenomena yang ada untuk memecahkan suatu
masalah.
Dalam penelitian ini, peneliti berusaha mendeskripsikan kinerja yang dilakukan oleh
PDAM Tirta Moedal dengan menggunakan beberapa indikator yaitu efektivitas,
responsivitas dan akuntabilitas dalam menilai kinerja PDAM Tirta Moedal. Sebagian
data yang ada berupa kata-kata, namun disajikan pula data yang berupa angka. Data-
data yang terkumpul ini dipaparkan dan dianalisis sesuai dengan apa yang ditemui di
lapangan.
3. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua, yaitu:
 Narasumber (Informan)
Jenis sumber data yang berupa manusia dalam penelitian kualitatif dikenal sebagai
informan. Posisi sumber data manusia (narasumber) sangat penting perannya sebagai
individu yang memiliki informasinya. Peneliti di dalam memilih narasumber harus bisa
memahami posisi dengan beragam peran dan keterlibatannya dengan kemungkinan
akses informasi yang dimilikinya sesuai dengan kebutuhan penelitian yang dilakukan.
Dalam penelitian ini yang menjadi narasumber (informan) adalah pihak-pihak yang
mengetahui informasi yang dibutuhkan yaitu pegawai PDAM Tirta Moedal serta calon
pelanggan dan pelanggan PDAM.
 Dokumen dan arsip
Dokumen dan arsip merupakan bahan tertulis yang bergayutan dengan suatu
peristiwa atau aktivitas dari PDAM Tirta Moedal. Sumber data yang berupa dokumen
dalam penelitian ini diambil dari http://www.pdamkotasmg.co.id.
4. Sampling
Teknik penarikan sampel dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Dalam
purposive sampling, peneliti cenderung untuk memilih informan yang dianggap
mengetahui informasi dan permasalahan secara mendalam dan dapat dipercaya untuk
menjadi sumber data yang dipercaya. (H B Sutopo, 2002 : 56). Pemilihan sampel ini
diarahkan pada informan yang dipandang memilki data yang penting yang berkaitan
dengan permasalahan yang diteliti. Selain itu juga digunakan teknik snowball sampling
di mana pemilihan informasi pada waktu itu lokasi penelitian berdasarkan petunjuk dari
informan sebelumnya, dan seterusnya bergulir sehingga didapatkan data yang lengkap
dan akurat. Dalam hal ini sampel penelitiannya adalah karyawan PDAM yang dianggap
memiliki informasi yang mendalam mengenai permasalahan yang dihadapi, yaitu
karyawan PDAM di Bidang Umum baik dari tingkat direksi maupun seksi-seksi.
5. Teknik Pengumpulan Data

 Wawancara
Merupakan kegiatan untuk mendapatkan informasi dengan cara bertanya langsung
kepada responden, dimana peneliti membuat kerangka dan garis-garis besar pokok-
pokok yang ditanyakan dalam proses wawancara. Dalam penelitian ini dilakukan
dengan mengadakan percakapan yang mendalam yang diarahkan pada masalah tertentu
dengan para informan yang sudah dipilih untuk mendapatkan data yang diperlukan.
Teknik wawancara ini tidak dilakukan dengan stuktur yang ketat dan formal agar
informasi yang dikumpulkan memiliki kapasitas yang cukup, hanya saja untuk
memberikan pedoman dalam rangka wawancara maka penulis membuat pedoman
wawancara.
 Studi Dokumentasi
Teknik pengumpulan data dengan cara mencatat data-data, dokumen-dokumen,
dalam rangka mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan objek penelitian yang
diambil dari beberapa sumber demi kesempurnaan penganalisisan. Data tersebut berupa
buku-buku, arsip-arsip, tabel-tabel, dan bahan dokumentasi lainnya yang bermanfaat
sebagai sumber penelitian.
 Observasi
Teknik pengumpulan data dengan cara pengamatan langsung dengan menggunakan
alat indera pendengaran dan penglihatan terhadap fenomena sosial dan gejala-gejala
yang terjadi. Artinya data diperoleh dengan cara memandang, melihat dan mengamati
objek, sehingga dengan itu peneliti memperoleh pengetahuan apa yang dibutuhkan.
6. Validitas Data
Validitas data digunakan sebagai alat pembuktian bahwa data yang diperoleh
peneliti sesuai dengan apa yang benar-benar terjadi di lapangan, untuk menguji validitas
data maka peneliti menggunakan metode triangulasi, di mana untuk mendapatkan data
tidak hanya diambil dari satu sumber saja melainkan dari beberapa sumber. Untuk
menguji validitas data menggunakan teknik tringulasi data atau sumber.
Menurut H.B Sutopo (2002:79) triangulasi data atau sumber memanfaatkan jenis
sumber data yang berbeda-beda untuk menggali data yang sejenis. Triangulasi data
adalah teknik memeriksa keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang diluar data
untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding sebagai data tersebut. Dalam
penelitian ini digunakan triangulasi data atau sumber yang mana peneliti bisa
memperoleh informasi dari narasumber (manusia) yang berbeda-beda posisinya dengan
teknik wawancara mendalam, sehingga informasi dari narasumber yang satu bisa
dibandingkan dengan informasi dari narasumber lainnya.
7. Teknik Analisis Data
Analisa data ialah langkah selanjutnya untuk mengolah data dari hasil penelitian
menjadi data, dimana data yang diperoleh, dikerjakan dan dimanfaatkan sedemikian
rupa untuk menyimpulkan persoalan yang diajukan dalam menyusun hasil penelitian.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model analisa interaktif
(interactive model of analysis).
Dalam model ini terdapat 3 komponen pokok. Menurut Miles dan Huberman dalam
H.B. Sutopo (2002:94-96), ketiga komponen tersebut yaitu:
 Reduksi Data
Reduksi data merupakan komponen pertama analisis data yang mempertegas,
memperpendek, membuat fokus, membuang hal yang tidak penting dan mengatur data
sedemikian rupa sehingga simpulan peneliti dapat dilakukan.
 Sajian Data
Sajian data merupakan suatu rakitan informasi yang memungkinkan kesimpulan.
Secara singkat dapat berarti cerita sistematis dan logis supaya makna peristiwanya
menjadi lebih mudah dipahami.
 Penarikan Simpulan
Dalam awal pengumpulan data peneliti sudah harus mulai mengerti apa arti dari hal-
hal yang ia temui dengan mencatat peraturan-peraturan sebab akibat, dan berbagai
proporsi sehingga penarikan kesimpulan dapat dipertanggung jawabkan. Proses analisa
data dengan menggunakan model interaktif ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Pengumpulan Data

Reduksi Data Sajian Data

Penarikan Simpulan
Gambar 3.1
Bagan Model Analisis Interaktif
(Sumber: H.B Sutopo, 2002:96)

Anda mungkin juga menyukai