Anda di halaman 1dari 90

SKRIPSI

HUBUNGAN ASUPAN ZAT GIZI DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA


WANITA PRAKONSEPSI DI KECAMATAN UJUNG TANAH DAN
KECAMATAN BIRINGKANAYA KOTA MAKASSAR
TAHUN 2013

KURNIATI
K211 09 008

Skripsi ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Gizi

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
RINGKASAN

Universitas Hasanuddin
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Ilmu Gizi
Skripsi Juli 2013

Kurniati
Hubungan Asupan Zat Gizi dengan Kejadian Anemia pada Wanita
Prakonsepsi di Kecamatan Ujung Tanah dan Kecamatan Biringkanaya Kota
Makassar Tahun 2013
(xii+74 Halaman+12Tabel+7Lampiran)

Masalah gizi dapat menurunkan status kesehatan yang berdampak buruk


pada kualitas sumber daya manusia. Anemia merupakan salah satu dari empat
masalah gizi utama di Indonesia dan paling banyak di jumpai pada kelompok
Wanita Usia Subur (WUS). Kelompok WUS rentan terhadap anemia gizi karena
beberapa permasalahan yang dialami WUS seperti menstruasi tiap bulan,
mengalami kehamilan, kurang asupan zat besi dalam makanan, infeksi parasit
seperti malaria dan kecacingan. Kondisi-kondisi inilah yang dapat memperberat
anemia gizi pada WUS sehingga tidaklah dipungkiri bahwa WUS sebagai
kelompok yang rawan anemia dan membutuhkan perhatian dalam
penanganannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan
antara asupan zat gizi dengan anemia pada wanita prakonsepsi.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian survei analitik dengan
rancangan cross sectional. Tehnik pengambilan sampel yaitu dengan tehnik
purposive sampling yang didasarkan dengan kriteria yang sudah di tentukan yaitu
wanita prakonsepsi, sudah menikah, belum pernah hamil dan umur 18-35 tahun.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar asupan zat gizi
responden termasuk kategori kurang tidak sesuai dengan standar AKG yaitu
Energi (60,9%), Zat Besi (98,4%), Vitamin C (84,4%), Vitamin A (56,2%),
Vitamin B6 (82,8%) dan Asam Folat (98,4%). Untuk kategori cukup yaitu Protein
(82,8%) dan Vitamin B12 (71,9%) Tidak ada hubungan yang signifikan antara
asupan Energi (p=0,70), asupan Protein (p=0,16), asupan Zat Besi (p=1,00),
asupan vitamin C (p=0,79), asupan vitamin A (p=0,72), asupan vitamin B12
(p=0,52), asupan B6 (p=0,53) dan Asam Folat (p=1,00) dengan anemia pada
wanita prakonsepsi.
Disarankan bagi wanita prakonsepsi agar lebih memperhatikan kualitas
makanan yang dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan asupan zat gizi dan
mencegah terjadinya anemia sebelum dan pada saat mengalami kehamilan.
DaftarPustaka: 44 (2003-2012)
Kata Kunci: Asupan Zat Gizi, Wanita Prakonsepsi dan Anemia
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat dan

hidayah-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan penyusunan skripsi ini

dengan sebaik mungkin. Salawat serta salam senantiasa tercurah kepada baginda

Rasulullah SAW. Adapun penulisan skripsi yang berjudul “Hubungan Asupan Zat

Gizi dengan Kejadian Anemia pada Wanita Prakonsepsi di Kecamatan Ujung

Tanah dan Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar Tahun 2013”. Dilakukan

sebagai salah satu syarat guna mencapai gelar sarjana gizi pada program studi

Ilmu Gizi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin Makassar.

Ucapan terimah kasih penulis sampaikan kepada Bapak

Prof.Dr.dr.A.Razak Thaha, MSC selaku dosen pembimbing I dan Ibu

Dr.Dra.Nurhaedar Jafar, Apt,M.Kes selaku pembimbing II yang telah meluangkan

waktu, memberikan arahan, kritik dan saran serta dorongan untuk menyelesaikan

tugas akhir ini.

Selanjutnya penulis juga mengucapkan banyak terimah kasih kepada:

1. Kedua orang tuaku yang tercinta dan tersayang, ayahanda Syarifuddin P dan

Ibunda Hj.Syamsia yang selalu mendoakan segala yang terbaik termasuk

dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Ibu Ulfah Najamuddin, SSi, M.kes, Dr.Masni, Apt, MSPH dan dr.Devintha

Virani, S.Ked selaku dosen penguji, yang telah memberikan kritik dan saran

dalam proses penyusunan skripsi ini.


3. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin

atas segalah jerih payah dan pengorbanan dalam memberikan pengetahuan

selama ini.

4. dr.Anang S Otoluwa dan teman-teman Tim MMN (Multi Mikro Nutrien) yang

telah memberi arahan dan dukungan dalam melakukan penelitian hingga

akhir.

5. Sahabat Nabonk’s Q sayang yang baik hatinya, selalu memberi dukungan dan

yakin bisa meraih gelar S.Gz

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran masih sangat diharapkan. Penulis

berharap penelitian ini dapat memberikan informasi dan bermamfaat bagi semua.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Makassar, Juli 2013

Kurniati
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

LEMBAR PERSETUJUAN ........................................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... iii

RINGKASAN…… ......................................................................................... iv

KATA PENGANTAR…… ............................................................................ v

DAFTAR ISI…… .......................................................................................... vii

DAFTAR TABEL .......................................................................................... ix

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... x

DAFTAR LAMPIRAN…… ........................................................................... xi

BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................. 1

A. Latar Belakang .................................................................................. 1


B. Rumusan Masalah ............................................................................. 8
C. Tujuan Penelitian .............................................................................. 9
D. Manfaat Penelitian ........................................................................... 11
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 12

A. Tinjauan Umum Tentang Anemia .................................................... 12


B. Tinjauan Umum Tentang Asupan ..................................................... 22
C. Tinjauan Umum Tentang Zat Gizi .................................................... 23
D. Tinjauan Umum Tentang Wanita Prakonsepsi .................................. 32
E. KerangkaTeori .................................................................................. 34
F. Kerangka Konsep.............................................................................. 35
G. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif ....................................... 36
H. Hipotesis Penelitian .......................................................................... 36
BAB III. METODE PENELITIAN................................................................. 40

A. Jenis Penelitian ................................................................................ 40


B. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................... 40
C. Populasi dan Sampel Penelitian ....................................................... 40
D. Instrumen Penelitian ........................................................................ 42
E. Pengumpulan Data ........................................................................... 42
F. Pengolahan dan Analisis Data .......................................................... 43
G. Penyajian Data ................................................................................. 44
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN......................................................... 45

A. Gambaran Umum Lokasi penelitian.................................................. 45


B. Hasil Penelitian ................................................................................. 48
C. Pembahasan ..................................................................................... 58
D. Katerbatasan Penelitian .................................................................... 72
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 73

A. Kesimpulan ...................................................................................... 73
B. Saran ................................................................................................ 74
DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Nilai Cut of Points Kategori Anemia ............................................... 15

Tabel 4.1 Distribusi Responden Menurut Karakteristik Umum Wanita


Prakonsepsi di Kecamatan Ujung Tanah dan Kecamatan
Biringkanaya Kota Makassar Tahun 2013 . ...................................... 48

Tabel 4.2 Distribusi Wanita Prakonsepsi Berdasarkan Status Hemoglobin di


Kecamatan Ujung Tanah dan Kecamatan Biringkanaya Kota
Makassar Tahun 2013 ..................................................................... 49

Tabel 4.3 Distribusi Wanita Prakonsepsi Berdasarkan Nilai Rata-Rata


Asupan Zat Gizi di Kecamatan Ujung Tanah dan Kecamatan
Biringkanaya Kota Makassar Tahun 2013 ........................................ 50

Tabel 4.4 Distribusi Wanita Prakonsepsi Berdasarkan Asupan Zat Gizi makro
dan Mikro di Kecamatan Ujung Tanah dan Kecamatan
Biringkanaya Kota Makassar Tahun 2013 ........................................ 51

Tabel 4.5 Hubungan Asupan Energi dengan Kejadian Anemia pada Wanita
Prakonsepsi di Kecamatan Ujung Tanah dan Kecamatan
Biringkanaya Kota Makassar Tahun 2013 ........................................ 52

Tabel 4.6 Hubungan Asupan Protein dengan Kejadian Anemia pada Wanita
Prakonsepsi di Kecamatan Ujung Tanah dan Kecamatan
Biringkanaya Kota Makassar Tahun 2013 ........................................ 53

Tabel 4.7 Hubungan Asupan Zat Besi dengan Kejadian Anemia pada Wanita
Prakonsepsi di Kecamatan Ujung Tanah dan Kecamatan
Biringkanaya Kota Makassar Tahun 2013 ....................................... 53
Tabel 4.8 Hubungan Asupan Vitamin C dengan Kejadian Anemia pada
Wanita Prakonsepsi di Kecamatan Ujung Tanah dan Kecamatan
Biringkanaya Kota Makassar Tahun 2013 ........................................ 54

Tabel 4.9 Hubungan Asupan Vitamin A dengan Kejadian Anemia pada


Wanita Prakonsepsi di Kecamatan Ujung Tanah dan Kecamatan
Biringkanaya Kota Makassar Tahun 2013 ........................................ 55

Tabel 4.10 Hubungan Asupan Vitamin B12 dengan Kejadian Anemia pada
Wanita Prakonsepsi di Kecamatan Ujung Tanah dan Kecamatan
Biringkanaya Kota Makassar Tahun 2013 ........................................ 56

Tabel 4.11 Hubungan Asupan Vitamin B6 dengan Kejadian Anemia pada


Wanita Prakonsepsi di Kecamatan Ujung Tanah dan Kecamatan
Biringkanaya Kota Makassar Tahun 2013 ........................................ 57

Tabel 4.12 Hubungan Asupan Asam Folat dengan Kejadian Anemia pada
Wanita Prakonsepsi di Kecamatan Ujung Tanah dan Kecamatan
Biringkanaya Kota Makassar Tahun 2013 ........................................ 58
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian ............................................................. 34

Gambar 2.4 Kerangka Konsep Penelitian ......................................................... 35


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Tabel Sintesa Penelitian Terkait


Lampiran 2 Kuesioner Penelitian
Lampiran 3 Kuisioner Food Recall 2 x 24 jam
Lampiran 4 Master Tabel Penelitian
Lampiran 5 Hasil Analisis Data (SPSS)
Lampiran 6 Foto Standarisasi Makanan
Lampiran 7 Dokumentasi Penelitian
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia.

Kekurangan gizi dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan fisik dan

perkembangan kecerdasan terganggu, menurunnya produktifitas kerja dan

daya tahan tubuh yang berakibat meningkatnya angka kesakitan dan

kematian. Kecukupan gizi sangat diperlukan oleh setiap individu sejak janin

masih didalam kandungan, bayi, anak–anak, masa remaja, dewasa sampai

usia lanjut (Depkes RI 2001 dalam Supriyono 2010).

Masalah gizi dapat menurunkan status kesehatan yang berdampak buruk

pada kualitas sumber daya manusia, oleh karena itu upaya penanggulangan

masalah gizi masyarakat harus di tingkatkan melalui program peningkatan

kesehatan dan ekonomi. Anemia merupakan salah satu dari empat masalah

gizi utama di Indonesia yang di alami oleh sekitar 51% ibu hamil (SKRT,

1995). Masalah anemia merupakan masalah gizi mikro terbesar dan tersulit di

atasi di seluruh dunia (Darlina, 2003).

Anemia Gizi Besi (AGB) merupakan salah satu masalah gizi di

lndonesia dan merupakan masalah gizi yang paling banyak dijumpai pada

kelompok Wanita Usia Subur (WUS). Kelompok WUS rentan terhadap

AGB karena beberapa permasalahan yang dialami WUS seperti mengalami

menstruasi tiap bulan, mengalami kehamilan, kurang asupan zat besi


makanan, infeksi parasit seperti malaria dan kecacingan serta mayoritas

WUS menjadi angkatan kerja. Kondisi-kondisi inilah yang dapat

memperberat AGB pada WUS sehingga tidaklah dipungkiri bahwa WUS

sebagai kelompok yang rawan AGB dan membutuhkan perhatian dalam

penanganannya. Apabila AGB pada WUS tidak diatasi akan mengakibatkan

risiko kematian maternal, resiko kematian prenatal dan perinatal, rendahnya

akivitas dan produktifitas kerja serta meningkatnya morbiditas (Gillespie 1

998; Almatsier 2001 dalam Hastono 2008 ).

Konsepsi atau hubungan suami istri secara legal dilakukan oleh

pasangan yang telah menikah. Pasangan yang menikah umumnya

diasumsikan telah mencapai tahapan usia dewasa. Oleh karena itu, masa

prakonsepsi atau masa sebelum pernikahan banyak diartikan sebagai masa

remaja, sehingga gizi prakonsepsi juga berkaitan dengan pemenuhan gizi saat

remaja. Pada remaja yang menderita anemia dapat mengalami gangguan

pertumbuhan yang optimal dan menjadi kurang cerdas (Depkes RI, 1996).

Remaja putri yang menderita anemia dapat mengalami gangguan

pertumbuhan, penurunan daya konsentrasi belajar, kurang bersemangat dalam

beraktivitas karena cepat merasa lelah (Almatsier 1989 dalam Farida 2007).

Akibat jangka panjang dari anemia pada remaja putri adalah apabila

remaja putri hamil, maka ia tidak akan mampu memenuhi kebutuhan zat-zat

gizi bagi dirinya dan juga janin dalam kandungannya. Oleh karena itu

keguguran, kematian bayi dalam kandungan, berat badan lahir rendah atau
kelahiran prematur rawan terjadi pada ibu hamil yang menderita anemia

(Depkes RI, 1998).

Wanita lebih sering menderita anemia dibandingkan laki-laki, terutama

wanita hamil, wanita muda, dan miskin (Scholl, 1992). Hal ini sesuai dengan

kebutuhan fisiologis wanita yang meningkat saat hamil, dan juga faktor

perdarahan melalui menstruasi yang terjadi setiap bulan (Depkes, 2003). 45,7

% wanita usia subur (WUS) di Asia Tenggara dan 47,5 % di Afrika

dilaporkan menderita anemia (WHO, 2008). Di Bangladesh, 26 % kematian

ibu disebabkan oleh anemia dan perdarahan setelah melahirkan (Ahmed,

2000). Berdasarkan data WHO (2008), prevalensi anemia tahun 1993-2005

pada WUS di Indonesia mencapai 33,1 %, angka ini lebih tinggi di

bandingkan negara-negara Asia Tenggara lainnya, seperti Brunei (20,4 %),

Malaysia (30,1 %), Vietnam (24,3 %), dan Thailand (17,8 %). Dari hasil

Riskesdas tahun 2007, diketahui bahwa prevalensi anemia pada perempuan

dewasa sebesar 19,7 % (Depkes 2008 dalam Nursari 2010).

Defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia di seluruh dunia.

Diperkirakan 30% penduduk dunia menderita anemia dan lebih kurang 500-

600 juta menderita anemia defisiensi besi. Prevalensi yang tinggi terjadi di

Negara yang sedang berkembang. Di Amerika Serikat anemia defisiensi besi

terdapat pada 25% bayi dan 6% anak. Di Asia Tenggara prevalensi pada

kelompok prasekolah dan wanita hamil diperkirakan antara 50% dan 70%.

Anemia defisiensi besi terjadi bila asupan besi ke dalam eritroid di sumsum

tulang sangat terganggu menyebabkan konsentrasi hemoglobin menurun.


Keadaan ini menyebabkan sel eritrosit mikrositosis dan hipokromia secara

progresif (Irsa, 2002).

Anemia terjadi ketika tidak memiliki cukup tenaga atau energi

karena sel-sel darah merah tidak mampu membawa oksigen ke seluruh tubuh

Anda. Sel-sel darah merah ini mungkin tidak memiliki cukup

hemoglobin, yakni protein yang memberikan warna merah pada darah

(Sondang, 2013).

Kurangnya asupan vitamin pada menu harian kita bisa mengakibatkan

timbulnya masalah anemia (Anonim, 2013). Vitamin B12 dan folat sangat

diperlukan dalam proses pembentukan sel darah merah. Vitamin ini dikenal

sebagai penjaga nafsu makan dan mencegah terjadinya anemia (kurang

darah) dengan membentuk sel darah merah (Kusumasari, 2012).

Selain itu, kekurangan vitamin A juga dapat menyebabkan anemia pada

beberapa orang serta peradangan pada kulit (dermatitis) sehingga hal ini

meningkatkan kemungkinan kulit terkena infeksi (Alisa, 2011).

Bagi penderita anemia karena kekurangan zat besi, sebaiknya

memperbanyak konsumsi makanan yang kaya akan zat besi, seperti bayam.

Juga makanan yang banyak mengandung vitamin C karena bisa

meningkatkan penyerapan zat besi (Radjawane, 2010).

Kekurangan asam folat dapat menyebabkan anemia megaloblastik.

Komsumsi asam folat yang cukup dapat menurunkan serum homosistein dan

dapat dapat proteksi terhadap penyakit jantung koroner. Peran asam folat

yang paling penting adalah saat terjadi pertumbuhan secara cepat seperti
pertumbuhan janin, dan saat regenerasi sel secara cepat seperti pembentukan

sel darah merah dan sel imun. Selain Asam folat, vitamin B6 merupakan salah

satu bagian dari vitamin B kompleks yang berperan dalam pembentukan sel

darah merah dan juga di butuhkan dalam reaksi kimia yang di perlukan untuk

mencerna protein (Sandjaja, 2009).

Anemia merupakan permasalahan kesehatan yang mendunia dan

memiliki prevalensi yang tinggi di berbagai negara di seluruh dunia.

Berdasarkan data WHO dalam Worldwide Prevalence of Anaemia (2008)

diketahui bahwa total keseluruhan penduduk dunia yang menderita anemia

adalah 1,62 miliar orang dengan prevalensi 48,8%. Prevalensi berdasarkan

umur tertinggi terdapat pada balita (47,4%) dan ibu hamil (41,8%),

sedangkan pada anak sekolah juga termasuk tinggi yaitu 25,4% dan 49

prevalensi ini menyatakan bahwa 305 juta anak sekolah di seluruh dunia

menderita anemia. Penyebab terjadinya anemia bermacam-macam, akan

tetapi penyebab terbanyak adalah defisiensi zat besi. Diasumsikan 50%

kejadian anemia disebabkan oleh defisiensi zat besi (WHO 2008 dalam Izah

2011).

Dari hasil Riskesdas 2007 di ketahui bahwa prevalensi anemia di

Indonesia pada perempuan dewasa perkotaan 19,7%, untuk laki-laki dewasa

13,1%, serta untuk anak-anak 9,8%. Selanjutnya dari total 33 provinsi, ibu

hamil yang menjadi responden biomedis (diambil darahnya) adalah sebanyak

278 orang. 68 orang (24,5%) di antaranya menderita anemia. Prevalensi


Sulawesi Selatan pada perempuan dewasa perkotaan 19,7 %, untuk laki-laki

dewasa 16,1%, dan anak-anak 11,9%.

Propinsi Sulawesi Selatan berdasarkan SKRT pada tahun 1992

prevalensi anemia gizi khususnya pada ibu hamil berkisar 45,5 – 71,2 % dan

pada tahun 1994 meningkat menjadi 76,17 % (Ridwan, dkk,2004). Data yang

di peroleh dari Dinas Kesehatan Kota Makassar tahun 2009, ibu hamil yang

mengalami anemia sebanyak 2.220 orang dengan klasifikasi sebagai berikut :

anemia ringan 1.755 orang (79,1%) anemia sedang 367 orang (16,5%),

anemia berat 98 orang (4,4 %) (Azikin, 2011).

Berdasarkan data Puskesmas Pattingaloang Kec. Ujung Tanah tahun

2012, prevalensi anemia ibu hamil di kelurahan Pattingaloang Baru sebesar

72,7%, kelurahan Pattingaloang sebesar 60,5%, kelurahan Cambayya 65,5%

dan kelurahan Camba Berua sebesar 48,5%.

Upaya yang dilakukan pemerintah untuk menurunkan prevalensi anemia

pada kehamilan yaitu dengan menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan

secara langsung kepada masyarakat melalui berbagai penyuluhan pada ibu

hamil tentang kebutuhan gizi seimbang dan pola makan yang sehat.

Pemerintah menetapkan standart pelayanan 7 T yang meliputi timbang berat

badan, ukur tekanan darah, ukur tinggi fundus uteri, pemberian imunisasi TT

lengkap, pemberian tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan, tes

terhadap penyakit menular seksual, temu wicara dalam rangka persiapan

rujukan serta memberikan pertolongan persalinan yang merupakan bentuk


upaya pemerintah dalam memenuhi kebutuhan kesehatan atau pelayanan

medis secara menyeluruh sampai ke pelosok desa (Wijanti, 2012).

Keanekaragaman konsumsi makanan berperan penting dalam membantu

meningkatkan penyerapan zat besi di dalam tubuh. Absorpsi besi yang efektif

dan efisien memerlukan suasana asam dan adanya reduktor, seperti vitamin

C. Sifat yang dimiliki vitamin C adalah sebagai promotor terhadap absorpsi

besi dengan cara mereduksi besi ferri menjadi ferro. Vitamin A memiliki

peran dalam hematopoiesis dimana defisiensi vitamin A menyebabkan

mobilisasi besi terganggu dan simpanan besi tidak dapat dimanfaatkan untuk

eritropoesis (Kirana, 2011).

Penelitian yang dilakukan oleh Suyardi, dkk 2009 pada tenaga kerja

wanita di Tangerang, Banteng menunjukkan bahwa prevalensi anemia

seluruhnya 78 orang (62,4%) terdiri dari anemia gizi 55 orang (44,0%),

anemia yang belum di ketahui sebabnya 23 orang (18,4%). Anemia gizi

meliputi anemia defisiensi Fe 44 orang (35,2%), anemia defisiensi vitamin

B12 dua orang (1,6%), anemia defisiensi Fe + vit. B12 empat orang (3,2%),

anemia defisiensi vit. B12 + asam folat seorang (0,8%), anemia defisiensi Fe

+ vit. B12 + asam folat dua orang (1,6%).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ani, dkk 2010 mengenai kadar

feritin serum dan hemoglobin pada wanita pasangan pengantin baru di Bali

menunjukkan bahwa 47,1% wanita pasangan pengantin baru mengalami

defisiensi besi dan 36,2% wanita pasangan pengantin baru mengalami

anemia.
Penelitian yang dilakukan oleh Kirana 2011 hubungan asupan zat gizi

dan pola menstruasi dengan kejadian anemia pada remaja putri di SMA N 2

Semarang menunjukkan bahwa sebanyak 36,7% subjek termasuk dalam

kategori anemia.

Penelitian ini merupakan salah satu penelitian payung yang di

laksanakan oleh dr.Anang S. Otuluwa dengan judul “Pengaruh Pemberian

Kapsul Multi Zat Gizi Mikro pada Periode Prekonsepsional Terhadap

Pencegahan Kerusakan DNA Ibu Hamil”.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul ”Hubungan Asupan Zat Gizi dengan Kejadian

Anemia Pada Wanita Prakonsepsi di Kecamatana Ujung Tanah dan

Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar Tahun 2013”.

B. Rumusan Masalah

1. Adakah hubungan asupan energi dengan kejadian anemia pada wanita

prakonsepsi di Kecamatan Ujung Tanah dan Kecamatan Biringkanaya

Kota Makassar tahun 2013

2. Adakah hubungan asupan protein dengan kejadian anemia pada wanita

prakonsepsi di Kecamatan Ujung Tanah dan Kecamatan Biringkanaya

Kota Makassar tahun 2013

3. Adakah hubungan asupan zat besi dengan kejadian anemia pada wanita

prakonsepsi di Kecamatan Ujung Tanah dan Kecamatan Biringkanaya

Kota Makassar tahun 2013


4. Adakah hubungan asupan Vitamin C dengan kejadian anemia pada wanita

prakonsepsi di Kecamatan Ujung Tanah dan Kecamatan Biringkanaya

Kota Makassar tahun 2013

5. Adakah hubungan asupan Vitamin A dengan kejadian anemia pada wanita

prakonsepsi di Kecamatan Ujung Tanah dan Kecamatan Biringkanaya

Kota Makassar tahun 2013

6. Adakah hubungan asupan Vitamin B12 dengan kejadian anemia pada

wanita prakonsepsi di Kecamatan Ujung Tanah dan Kecamatan

Biringkanaya Kota Makassar tahun 2013

7. Adakah hubungan asupan Vitamin B6 dengan kejadian anemia pada

wanita prakonsepsi di Kecamatan Ujung Tanah dan Kecamatan

Biringkanaya Kota Makassar tahun 2013

8. Adakah hubungan asupan asam folat dengan kejadian anemia pada wanita

prakonsepsi di Kecamatan Ujung Tanah dan Kecamatan Biringkanaya

Kota Makassar tahun 2013

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

apakah ada hubungan antara asupan zat gizi dengan kejadian anemia pada

wanita prakonsepsi di Kecamatan Ujung Tanah dan Kecamatan Biringkanaya

Kota Makassar tahun 2013


2. Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini yaitu :

a. Untuk mengetahui hubungan asupan energi dengan kejadian anemia pada

wanita prakonsepsi di Kecamatan Ujung Tanah dan Kecamatan

Biringkanaya Kota Makassar tahun 2013

b. Untuk mengetahui hubungan asupan protein dengan kejadian anemia pada

wanita prakonsepsi di Kecamatan Ujung Tanah dan Kecamatan

Biringkanaya Kota Makassar tahun 2013

c. Untuk mengetahui hubungan asupan zat besi dengan kejadian anemia pada

wanita prakonsepsi di Kecamatan Ujung Tanah dan Kecamatan

Biringkanaya Kota Makassar tahun 2013

d. Untuk mengetahui hubungan asupan Vitamin C dengan kejadian anemia

pada wanita prakonsepsi di Kecamatan Ujung Tanah dan Kecamatan

Biringkanaya Kota Makassar tahun 2013

e. Untuk mengetahui hubungan asupan A dengan kejadian anemia pada

wanita prakonsepsi di Kecamatan Ujung Tanah dan Kecamatan

Biringkanaya Kota Makassar tahun 2013

f. Untuk mengetahui hubungan asupan B12 dengan kejadian anemia pada

wanita prakonsepsi di Kecamatan Ujung Tanah dan Kecamatan

Biringkanaya Kota Makassar 2013.

g. Adakah hubungan asupan Vitamin B6 dengan kejadian anemia pada

wanita prakonsepsi di Kecamatan Ujung Tanah dan Kecamatan

Biringkanaya Kota Makassar tahun 2013.


h. Adakah hubungan asupan asam folat dengan kejadian anemia pada wanita

prakonsepsi di Kecamatan Ujung Tanah dan Kecamatan Biringkanaya

Kota Makassar tahun 2013

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Ilmiah

Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi bahan acuan untuk

perkembangan ilmu pengetahuan khususnya pada bidang gizi, khususnya

mengenai hubungan asupan dengan anemia pada ibu prakonsepsi.

2. Manfaat Praktis

Hasil dari penelitian ini secara praktis dapat digunakan sebagai bahan

referensi bagi siapapun dan sebagai bahan informasi kepada peneliti lainnya

dalam penyusunan suatu karya ilmiah.

3. Manfaat Bagi Peneliti

Penelitian ini merupakan pengalaman yang sangat berharga bagi

peneliti dalam memperluas wawasan, pengetahuan, dan pengalaman serta

dapat menerapkan ilmu yang diperoleh selama menempuh pendidikan di

bangku kuliah.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

C. Tinjauan Umum Tentang Anemia

1. Pengertian Anemia

Anemia merupakan masalah kesehatan masyarakat terbesar di dunia

terutama bagi kelompok wanita usia produksi (WUS). Anemia pada WUS

dapat menimbulkan kelelahan, badan lemah, penurunan kapasitas/kemampuan

atau produktivitas kerja. Bagi ibu hamil, anemia berperan pada peningkatan

prevalensi kematian dan kesakitan ibu, dan bagi bayi dapat meningkatkan

resiko kesakitan dan kematian bayi serta BBLR (Achadi, 2007).

Anemia Adalah penurunan Kuantitas sel-sel darah merah dalam

sirkulasi, abnormalitas kandungan hemoglobin sel darah merah, atau keduanya.

Anemia dapat disebabkan oleh gangguan pembentukan sel darah merah atau

peningkatan kehilangan sel darah merah melalui pendarahan kronis,

pendarahan mendadak, atau lisis (destruksi) sel darah merah yang berlebihan.

(Corwin, 2009).

Anemia oleh orang awam dikenal sebagai kurang darah. Anemia adalah

suatu penyakit dimana kadar Hemoglobin (Hb) dalam darah kurang dari

normal. Anemia berbeda dengan tekanan darah rendah. Tekanan darah rendah

adalah kurangnya kemampuan otot jantung untuk memompa darah ke seluruh

tubuh sehingga menyebabkan kurangnya aliran darah yang sampai ke otak dan

bagian tubuh lainnya (Depkes RI 1998 dalam Adriana 2010).


Anemia yang terjadi pada seseorang lebih banyak disebabkan karena

karena efek samping dari keadaan penyakit tertentu atau suatu keadaan

patologis. Seperti karena penyakit malaria, cacing tambang dan infeksi-infeksi

yang lain yang banyak terjadi khususnya di negara tropis. Biasanya semakin

rendah kadar Hb maka dapat dikatakan bahwa anemia yang terjadi semakin

berat dan perlu penanganan segera.

Menurut World Health Organization (WHO) anemia pada ibu hamil

adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin (Hb) dalam darahnya kurang dari

11,0 g%. Sedangkan menurut Saifuddin anemia dalam kehamilan adalah

kondisi ibu dengan kadar hemoglobin di bawah 11,0 g% pada trimester 1 dan

III atau kadar <10,5 g% pada trimester II (Depkes RI 2003b dalam

Simanjuntak 2009).

2. Etiologi Anemia

Anemia dalam kehamilan yang paling sering dijumpai adalah anemia

gizi besi disebabkan kurangnya asupan zat besi dalam makanan karena

gangguan resorpsi. Tingginya prevalensi anemia pada ibu hamil dapat

memberikan dampak negatif terhadap janin yang dikandungnya dan ibu dalam

kehamilan, persalinan maupun nifas diantaranya akan lahir bayi dengan berat

badan lahir rendah, prematur, perdarahan post partum, dan lain-lain (Puji,

2010).

Seseorang dapat menjadi anemia karena perdarahan dan kehilangan sel

sel darah merah dari tubuh terlalu banyak. Pada ibu hamil lebih banyak terjadi

perdarahan kronis, yaitu perdarahan sedikit-sedikit tetapi terus menerus


dalamwaktu yang lama (Riyadi, Hardinsyah, & Anwar 1997). Anemia juga

bisa terjadi karena kerusakan sel darah merah akibat kurang gizi, adanya zat

beracun atau patogen, faktor keturunan (genesis), penyakit Hodgkin atau

kanker pada organ penyimpanan serta pembentukan darah seperti hati, limpa,

dan sumsum tulang (Tristiyanti, 2006).

Anemia gizi disebabkan oleh defesiensi zat besi, dan vitamin B12 yang

kesemuanya berakar pada asupan yang tidak adekuat, ketersediaan hayati

rendah (buruk), dan kecacingan yang masih tinggi. Dari katiga penyebab

tersebut, defesiensi vitamin B12 (anemia pernisiosa) merupakan penyebab

yang paling jarang terjadi selama kehamilan. Jenis anemia lain yang juga

kerap terjadi selama kehamilan adalah anemia aplastik dan anemia hemolitik

yang diimbas oleh obat (Arisman, 2004).

Makanan yang banyak mengandung zat besi adalah bahan makanan yang

berasal dari daging hewan. Di samping banyak mengandung zat besi, serapan

zat besi dari sumber makanan tersebut mempunyai angka keterbatasan sebesar

20-30%. Sayangnya sebagian besar penduduk di Negara yang (belum) sedang

berkembang tidak (belum) mampu menghadirkan bahan makanan tersebut di

meja makan. Di tambah dengan kebiasaan mengkomsumsi makanan yang

dapat mengganggu penyerapan zat besi (seperti kopi dan teh) secara

bersamaan pada waktu makan menyebabkan serapan zat besi semakin rendah.

WHO (2008 dalam Izah 2011) menyebutkan bahwa faktor utama

pencetus anemia defisiensi besi adalah karena tiga faktor :

1) Rendahnya konsumsi zat besi (low intake of iron)


2) Rendahnya penyerapan zat besi (poor absorption of iron)

3) Periode dimana kebutuhan tubuh akan zat besi tinggi (period of life

when iron requirements are especially high) yaitu pada masa

pertumbuhan dan kehamilan.

3. Batasan Anemia

Untuk menentukan apakah seseorang menderita anemia atau tidak,

umumnya digunakan nilai-nilai batas normal yang tercantum dalam SK

Menkes RI No. 736a/Menkes/XI/1989, yaitu:

a. Hb laki-laki dewasa = ≥ 13 g/dl

b. Hb perempuan dewasa = ≥ 12 g/dl

c. Hb anak-anak = ≥ 11 g/dl

d. Hb ibu hamil = ≥ 11 g/dl

Seseorang dikatakan menderita anemia apabila kadar Hb nya kurang dari

nilai baku tersebut di atas (Riskesdas 2007).

Batasan normal kadar hemoglobin (Hb) pada masa kehamilan adalah 11

gr%, apabila kurang maka disebut dengan anemia

Tabel 1. Nilai Cut Of Points Kategori Anemia

Kelompok Umur Nilai (gr/dl)


Anak Usia 6 Bulan – 5 Tahun 11.0
Anak Usia 5-11 Tahun 11.5
Anak Usia 12-13 Tahun 12.0
Wanita Dewasa 12.0
Wanita Hamil 11.0
Laki-laki 13.0
Sumber: indicator for Assesing iron Deficency and strategis for its Prevention
WHO/UNICEF, UNU, 2010 dalam Nursin 2012.
4. Klasifikasi Anemia

Klasifikasi anemia dalam kehamilan menurut Mochtar (1998 dalam

Simanjuntak 2009) adalah sebagai berikut :

a. Anemia Defesiensi Besi

Adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam darah

b. Anemia Megaloblastik

Adalah anemia yang disebabkan kekurangan asam folat

c. Anemia Hipoplastik

Adalah anemia yang disebabkan oleh hipofungsi sumsum tulang ,

membentuk sel darah merah.

d. Anemia Hemolitik

Adalah anemia yang di sebabkan penghancuran atau pemecahan sel

darah merah yang lebih cepat dari pembuatannya. Gejala utama adalah

anemia dengan kelainan-kelainan gambaran darah, kelelahan,

kelemahan, serta gejala komplikasi bila terjadi kelainan pada organ-

organ vital.

Klasifikasi anemia menurut Corwin (2009, hal 411) adalah sebagai

berikut :

a. Anemia akibat gangguan pembentukan sel darah merah, terjadi jika

jumlah zat besi tidak adekuat atau tidak dapat di akses, atau

kekurangan asam folat, vitamin B12, atau globulin. Produksi sel darah

merah juga dapat tifak mencukupi jika mengalami penyakit sumsum

tulang, seperti yang terjadi pada leukemia, setelah terpajan radiasi, atau
penyakit sumsum tulang lainnya. Defesiensi eritroprotein, yang dapat

terjadi pada gagal ginjal, juga dapat menyebabkan penurunan produksi

sel darah merah. Anemia akibat gangguan pembentukan sel darah

merah dapat menyebabkan sel darah merah berukuran terlalu kecil

(mikrositik) atau terlalu besar (makrositik), dan kandungan

hemoglobin yang secara abnormal rendah (hipokromik).

b. Anemia akibat pendarahan atau lisis yang mendadak atau kronis,

mengakibatkan penurunan jumlah total sel darah merah dalam

sirkulasi. Anemia jenis ini dapat berhubungan penting dengan

peningkatan persentase sel darah merah imatur (retikulosit) dalam

sirkulasi. Sel darah merah normal mampu hidup berkisar 120 hari.

Destruksi atau hilangnya sel darah merah yang terjadi sebelum 100

hari bersifat abnormal.

5. Dampak Anemia

Keluhan “3L” (lemah, letih, lesu) karena anemia adalah keluhan fisik yang

nyata dan dirasakan oleh penderita anemia (Soekirman 2000 diacu dalam

Wijianto 2002). Di samping itu muka tampak pucat, kehilangan selera makan,

apatis, sering pusing, sulit berkonsentrasi, serta mudah terserang penyakit

(Harli 1999). Karena menderita kekurangan darah, maka tenaga yang

dihasilkan oleh tubuh berkurang dan badan menjadi cepat lelah. Rasa cepat

lelah disebabkan pengolahan (metabolisme) energi untuk otot tidak berjalan

sempurna karena otot kekurangan oksigen. Pada penderita anemia, jumlah

hemoglobin yang berfungsi sebagai alat pengangkut oksigen berkurang


sehingga jatah oksigen untuk otot juga berkurang. Berkurangnya jatah oksigen

mengakibatkan otot membatasi produksi energi dan akibatnya orang yang

menderita anemia akan cepat lelah bila bekerja (Tristiyanti, 2006).

Pada ibu hamil, anemia dapat mengakibatkan keguguran, lahir mati,

kelahiran bayi dengan berat badan lahir rendah, perdarahan sebelum atau

sewaktu melahirkan, dan kematian ibu.

6. Gejala dan Tanda

Tanda dan gejala anemia defesiensi besi biasanya tidak khas dan sering

tidak jelas, seperti pucat, mudah lelah, berdebar dan sesak napas. Kepucatan

tidak bisa di periksa pada telapak tangan, kuku, dan konjungtiva palpebra.

Tanda yang khas meliputi anemia, angular stomatitis, glositis, disfagia,

hipoklorida, koilonika, pagofagia. Tanda yang kurang khas berupa kelelahan,

anoreksia, kepekaan terhadap infeksi meningkat, kelainan perilaku tertentu,

kinerja intelektual serta kemampuan kerja menyusut (Arisman, 2004).

Sudoyo (2009 dalam Izah 2011) menyatakan bahwa gejala anemia

defisiensi besi dapat digolongkan menjadi 3 golongan besar, yaitu: Gejala

umum anemia, gejala khas akibat defisiensi besi, dan gejala penyakit dasar.

a. Gejala umum anemia

Gejala umum anemia yang disebut juga sebagai sindrom anemia (anemic

syndrome) dijumpai pada anemia defisiensi besi apabila kadar hemoglobin

turun di bawah 7-8 g/dl. Gejala ini berupa badan lemah, lesu, cepat lelah,

mata berkunang-kunang, serta telinga mendenging. Pada anemia defisiensi

besi karena penurunan kadar hemoglobin yang terjadi secara perlahan-


lahan sehingga seringkali gejalanya tidak terlalu menyolok dibandingkan

dengan anemia lain yang penurunan kadar hemoglobinnya terjadi lebih

cepat.

b. Gejala khas defisiensi besi

Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tetapi tidak dijumpai pada

anemia jenis lain adalah:

1) Koilonychia: kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris

garis vertikal dan menjadi cekung sehingga mirip sendok.

2) Atrofi papil lidah: permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap

karena papil lidah menghilang.

3) Stomatitis angularis (cheilosis): adanya keradangan pada sudut mulut

sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan.

4) Disfagia: nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring.

5) Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia.

6) Pica: keinginan untuk memakan bahan yang tidak lazim. Seperti: tanah

liat, es, lem, dan lain-lain.

7) Sindrom Plummer Vinson atau disebut juga sindrom Paterson Kelly

adalah kumpulan gejala yang terdiri dari anemia hipokromik

mikrositer, atrofi papil lidah, dan disfagia.

c. Gejala penyakit dasar

Pada anemia defisiensi besi dapat dijumpai gejala-gejala penyakit yang

menjadi penyebab anemia defisiensi besi tersebut. Misalnya pada anemia

akibat penyakit cacing tambang dijumpai dispepsia, parotis membengkak,


dan kulit telapak tangan berwarna kuning seperti jerami. Pada anemia

karena perdarahan kronik akibat kanker kolon dijumpai gejala gangguan

kebiasaan buang air besar atau gejala lain tergantung dari lokasi kanker

tersebut.

7. Faktor Resiko yang Mempengaruhi Kejadian Anemia

Faktor resiko yang berhubungan dengan anemia diuaraikan sebagai berikut

(Gabney, dkk 2008):

1. Simpanan zat besi yang buruk

Simpanan zat besi dalam tubuh orang-orang Asia memiliki jumlah yang

tidak besar, terbukti dari rendahnya kadar hemosiderin dalam sumsum

tulang dan rendahnya simpanan zat besiyang buruk, maka defesiensi ini

akan semakin parah pada bayi yang hanya mendapat ASI saja dalam

periode waktu yang lama.

2. Ketidakcukupan Gizi

Penyebab utama anemia karena defesiensi zat besi khususnya di Negara

berkembang adalah komsumsi gizi yang tidak memadai. Banyak orang

bergantung hanya pada makanan nabati yang memiliki absorpsi zat besi

yang buruk dan terdapat beberapa zat dalam makanan tersebut yang

mempengaruhi absorpsi besi.

3. Hemoglobinopati

Pembentukan hemoglobin yang abnormal, seperti pada thalasemia dan

anemia sel sabit merupakan factor nongizi yang penting.


4. Obat dan Faktor Lainnya

Indiosinkrasi obat (respon yang tidak biasa terhadap obat), leukemia,

terapi radiasi, obat antikanker, dan antikonvulsan merupakan beberapa

factor resiko. Diantara orang-orang dewasa, anemia defesiensi zat besi

berkaitan dengan keadaan inflamasi yang kronis seperti arthritis,

kelhilangan darah melalui saluran pencernaan akibat pemakaian obat,

seperti aspirin, dalam jangka waktu lama, dan tumor.

8. Pencegahan dan Penanggulangan Anemia

Prinsip dasar dalam pencegahan anemia karena defesiensi zat besi adalah

memastikan komsumsi zat besi secara teratur untuk memenuhi kebutuhan

tubuh dan untuk meningkatkan kandungan serta biovailabilitas (ketersediaan

hayati) zat besi dalam makanan. Ada empat pendekatan utama:

1. Penyediaan suplemen makanan.

2. Fortifikasi bahan pangan yang biasa dikomsumsi dengan zat besi.

3. Edukasi gizi.

4. Pendekatan berbasis hortikultur untuk memperbaiki ketersediaan

hayati zat besi pada bahan pangan yang umum (Gibney, dkk 2008).

Ada beberapa pendekatan yang digunakan oleh pemerintah untuk

mencegah atau mengurangi terhadap kejadian kekurangan zat besi, usaha-usaha

yang dilakukan tersebut antara lain:

1. Meningkatkan konsumsi makanan bergizi dengan diet tinggi zat besi dan

vitamin C.

2. Menambah pemasukkan zat besi ke dalam tubuh dengan minum Tablet


Tambah Darah (TTD).

3. Mengobati penyakit yang menyebabkan atau memperberat anemia seperti:

kecacingan, malaria, dan TBC (Depkes RI 1998 dalam Adriana 2010).

D. Tinjauan Umum Tentang Asupan

Asupan makanan merupakan banyaknya atau jumlah pangan secara

tunggal maupun beragam jenis, yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok

orang yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis, psikologis dan

sosiologis. Tujuan fisiologis adalah upaya untuk memenuhi keinginan makan

(rasa lapar) atau untuk memperoleh zat-zat gizi yang diperlukan tubuh. Tujuan

psikologis adalah untuk memenuhi kepuasan emosional atau selera,

sedangkan tujuan sosiologis adalah untuk memelihara hubungan manusia

dalam keluarga dan masyarakat (Susanti, 2012).

Asupan makanan merupakan faktor utama untuk memenuhi kebutuhan

gizi sebagai sumber tenaga, mempertahankan ketahanan tubuh dalam

menghadapi serangan penyakit dan untuk pertumbuhan. Berdasarkan hasil

penelitian Sophia menunjukkan bahwa makanan yang dikonsumsi dalam

jumlah sedikit merupakan faktor utama yang menyebabkan kurangnya

konsumsi energi dan protein pada santri putri.

Keadaan kesehatan gizi tergantung dari tingkat asupan makanan. Asupan

makanan ditentukan oleh kualitas dan kuantitas hidangan. Jika susunan

hidangannya memenuhi kebutuhan tubuh, baik dari kualitas maupun

kuantitasnya, maka tubuh akan mendapat kondisi kesehatan gizi yang baik.
Perbaikan asupan makan dapat menggunakan analisis yang bersifat

individual maupun kelompok dengan mengacu kepada Angka Kecukupan Gizi

(AKG). AKG ini diantaranya dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, dan faktor

infeksi.

E. Tinjauan Umum Tentang Zat Gizi

1. Zat Gizi Makro

a. Energi

Manusia membutuhkan energy untuk mempertahankan hidup guna

menunjang proses pertumbuhan dan melakukan aktivitas seharian.

Makanan yang mengandung karbohidrat, lemak dan protein di gunakan

sebagai sumber energy untuk kegiatan tersebut. Kebutuhan energy

untuk setiap orang berbeda-beda. Energy yang masuk melalui makanan

harus seimbang dengan kebutuhan energy seseorang, bila hal tersebut

tidak tercapai akan terjadi pergeseran keseimbangan kea rah negatif

atau positif (Achadi, 2007).

Berdasarkan Rikerdas nasional rata-rata kecukupan konsumsi

energi penduduk usia 16-18 tahun berkisar antara 69,5% - 84,3%, dan

sebanyak 54,5 % remaja mengonsumsi energi dibawah kebutuhan

minimal. Manusia yang kekurangan makan akan lemah, baik daya

kegiatan, pekerjaan fisik, maupun daya pemikirannya karena

kekurangan zat-zat makanan yang dapat menghasilkan energi dalam

tubuh (Susanti, 2012).


Menurut Wirakusumah (1999 dalam Nursari 2010) kekurangan

konsumsi energi dapat menyebabkan anemia, hal ini terjadi karena

pemecahan protein tidak lagi ditujukan untuk pembentukan sel darah

merah dengan sendirinya menjadi kurang. Pemecahan protein untuk

energi dapat menyebabkan ketidakseimbangan dalam tubuh.

Energi dibutuhkan tubuh untuk memelihara fungsi dasar tubuh

yang disebut metabolisme basal sebesar 60-70% dari kebutuhan energi

total. Kebutuhan energi untuk metabolisme basal dan diperlukan untuk

fungsi tubuh seperti mencerna, mengolah dan menyerap makanan

dalam alat pencernaan, serta untuk bergerak, berjalan, bekerja dan

beraktivitas lainnya.

b. Protein

Protein adalah komponen dasar dan utama makanan yang di

perlukan oleh semua mahluk hidup sebagai bagian dari daging,

jaringan kulit, otot, otak, sel darah merah dan jaringan tubuh lainnya.

Protein berfungsi untuk pertumbuhan, memperbaiki sel tubuh yang

rusak, bahan pembentuk plasma kelenjar, hormone dan enzim,

cadangan energy jika kekurangan, dan menjaga keseimbangan asam

amino darah (Sandjaja, 2009).

Mutu protein di tentukan oleh jenis dan proporsi asam amino yang

di kandungnya. Protein komplet atau dengan nilai biologi yang tinggi

atau bermutu tinggi adalah protein yang mengandung semua jenis

asam amino esensial dalam proporsi yang sesuasi untuk pertumbuhan.


Semua protein hewani, kecuali gelatin merupakan protein komplet

(Nursin, 2012).

Protein memegang peranan esensial dalam mengangkut zat-zat gizi

dari saluran cerna ke dalam darah, dari darah ke jaringan, dan melalui

membrane sel ke dalam sel. Selain itu protein berperan sebagai

pembentuk ikatan esensial tubuh misalnya hemoglobin. Jika tubuh

kekurangan protein maka pembentukan ikatan esensial tubuh akan

terganggu, termasuk terganggunya fungsi hemoglobin.

2. Zat Gizi Mikro

a. Zat besi (Fe)

Salah satu mikronutrien bagi manusia adalah zat besi (Fe) yang

merupakan mineral makro paling banyak dalam tubuh yaitu sebanyak 3-5

gram di dalam tubuh. Walaupun terdapat luas di dalam makanan, namun

banyak penduduk dunia termasuk Indonesia yang mengalami kekurangan

besi (Manampiring 2008).

Zat besi sangat penting untuk pembentukan hemoglobin yang

berfungsi sebagai pengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh

khususnya pernapasan seluler untuk menghasilkan energy bagi sel tubuh.

Besi merupakan mikronutrien yang paling banyak di kaji karena meskipun

banyak makanan yang merupakan sumber besi tetapi defesiensi besimasih

banyak terjadi terutama pada ibu hamil. Sumber besi antara lain seperti,

hati, daging, kuning telur, kacang-kacangan, sayuran dan kentang.

(Khasanah, 2003).
Banyaknya besi yang dimanfaatkana untuk pembentukan

hemoglobin umumnya sebesar 20-25 mg per hari. Pada kondisi dimana

sumsum tulang berfungsi baik, dapat memproduksi sel darah merah dan

hemoglobin sebesar 6x. Besi yang berlebihan disimpan sebagai cadangan

dalam bentuk feritin dan hemosiderin di dalam sel parenkhim hepatik, sel

retikuloendotelial sumsum tulang hati dan limfa. Ekskresi besi dari tubuh

sebanyak 0,5-1 mg perhari, dikeluarkan bersama-sama urin, keringat dan

feses. Dapat pula besi dalam hemoglobin keluar dari tubuh melalui

pendarahan, menstruasi dan saluran urine (Citrakesumasari, 2012).

Di dalam tubuh zat besi mempunyai fungsi yang berhubungan

dengan pengangkutan, penyimpanan dan pemamfaatan oksigen yang

berada dalam bentuk hemoglobin, myoglobin atau cytochrome. Untuk

memenuhi kebutuhan guna pembentukan hemoglobin, sebagian besar zat

besi yang berasal dari pemecahan sel darah akan di manfaatkan kembali.

Kemudian baru kekurangannya harus di penuhi dan di peroleh melalui

makanan (Rasmaliah, 2004).

Anemia pada ibu hamil di negara berkembang sering di sebabkan

oleh defesiensi besi, defesiensi mikronutrien lain dan inflamasi. Pada

kehamilan terjadi perubahan-perubahan pisiologis yang menyebabkan

asupan makanan, asupan besi, absorpsi dan utilasinya terganggu. Pada

setiap semester terjadi keadaan sfesifik baik dalam kebutuhan zat gizi

maupun penggunaannya dalam tubuh (Khasanah, 2003).


b. Vitamin C

Vitamin C adalah kristal putih yang mudah larut dalam air. Dalam

keadaan kering vitamin C cukup stabil, tetapi dalam keadaan larut vitamin

C mudah rusak karena bersentuhan dengan udara terutama bila terkena

panas. Vitamin C tidak stabil dalam larutan alkali, tetapi cukup stabil

dalam larutan asam (Almatsier, 2003). Secara biokimia vitamin C

mempunyai berbagai peran yaitu: memperkaya reduktan biologi sebagai

suatu kofaktor penting untuk reaksi-reaksi reduksi logam seperti besi dan

tembaga, sebagai suatu antioksidan protektif, kofaktor reduktif untuk

hydroksilasi selama pembentukan kolagen, berperan dalam fungsi sistem

oksigenasi, biosintesis karnitin, dan meningkatkan penyerapan serta

metabolisme zat besi (Zulaekah 2007).

Vitamin C mempunyai peranan yang sangat penting dalam

penyerapan besi terutama besi non hem yang banyak di temukan dalam

makanan nabati. Bahan makanan yang mengandung besi hem mampu di

serap sebanyak 37% sedangkan bahan makanan golongan besi non hem

dapat di ingatkan dengan kehadiran zat pendorong penyerapan seperti

vitamin C dan factor pendorong lainnya seperti daging, ayam, ikan

(Zarianis 2006).

c. Vitamin A

Vitamin A adalah salah satu vitamin yang larut dalam lemak yang

mempunyai berbagai peranan dalam tubuh yaitu diferesiensi sel,

pertumbuhan dan perkembangan jani dan plasenta, pertumbuhan badan


dan penglihatan. Vitamin A adalah komponen sentral pada berbagai

struktur mata untuk penglihatan yang sehat. Dalam tubuh vitamin A di

simpan dalam hati. Kekurangan vitamin A tahap awal menyebabkan

adaptasi yang lambat terhadap sinar, di ikuti dengan buta senja,

xeroftalmia, keratomalasia (luka pada kornea) dan kebutaan (Sandjaja,

2009).

Vitamin A adalah istilah umum yang digunakan untuk

m,enerangkan seluruh retinoid yang mempunyai aktifitas biologi dari all-

trans retinol. Vitamin A, suatu alcohol Kristal yang berwarna kuning

muda, dinamakan retino berdasarkan fungsi spesifikasinya dalam retina

mata (Nursin 2012).

Peningkatan yang dianjurkan untuk ibu hamil dan menyusui adalah

untuk memberikan sebagian kepada fetus dan tersedianya vitamin A yang

cukup pada ASI (Hadju, 2001). Vitamin A dibutuhkan oleh ibu hamil

namun tidak boleh berlebihan karena dapat menimbulkan cacat bawaan.

Isotretinion (asam 13-cic-retinoat) yaitu suatu analog vitamin A telah di

buktikan menyebabkan pola kelainan yang khas yaitu embriopati

isotretinoin vitamin A dengan cirri-ciri antara lain celah langit-langit,

hidrosefali, cacat tuba neufralis dan cacat jantung.

Vitamin A membantu penyerapan besi (Linder, 1992). Vitamin A

berhubungan dengan transpor besi dan pelepasan besi dari hati.

Kekurangan vitamin A memberikan efek anemia di mana transpor besi dan

sintesis protein pembawa besi terganggu (Farida, 2007).


d. Vitamin B12

Vitamin B12 merupakan salah satu vitamin larut dalam air yang

berfungsi dalam menjaga aktivitas system saraf pusat, sintesa DNA dan

asam lemak, pembelahan sel, metabolism sel dalam pelepasan energy dan

pembentukan darah. Selain itu berperan dalam metabolism asam folat dan

vitamin B6 untuk mengontrol kadar homosisteine. Kelebihan homosisteine

meningkatkan resiko penyakit jantung koroner, stroke, dan penyakit

lainnya seperti osteoporosis dan Alzheimer. Kekurangan Vitamin B12

dapat menyebabkan anemia pernisiosa dan gejala kelelahan. Bahan

makanan sumber vitamin B12 adlaah makanan hewani seperti produk susu,

ikan, daging, unggas dan telur (Sandjaja, 2009).

Vitamin B12 atau kobalamin terdiri atas cincin mirip-porfirin

seperti hem, yang mengandung kobal serta terkait pada ribose dan asam

folat. Bentuk sintetik siano-kobalamin, terdapat dalam jumlah sedikit

dalam makanan dan jaringan tubuh. Bentuk utama vitamin B12 dalam

makanan adalah 5-deoksiadenosilkobalamin, metilkobalamin, dan

hidroksokobalamin (Almatsir, 2009).

Defisiensi vitamin B12 hampir sama dengan asam folat yaitu

menyebabkan anemia makrositik. Manifestasi defisiensi vitamin B12

terjadi pada tahap awal dengan konsentrasi serum yang rendah kemudian

ada indikasi transcobalamin II yang rendah, pada tahap berikutnya

konsentrasi vitamin dalam sel yang rendah dan selanjutnya defisiensi

secara biokimia dengan terjadinya penurunan sintesis DNA. (Groff, et al,


2005). Anemia pernisiosa yang disertai rasa letih yang parah merupakan

akibat dari defisiensi vitamin B12. Vitamin B12 ini sangat penting dalam

pembentukan RBC (Red Blood Cell). Di negara berkembang prevalensi

defisiensi vitamin B12 ditemukan pada semua umur. Hal ini disebabkan

intake makanan yang rendah (Ramakrishnan, 2001).

Vitamin B12 mempunyai fungsi mengubah asam folat menjadi

bentuk aktif, dan berperan dalam fungsi normal metabolism semua sel,

terutama sel-sel saluran cerna, sumsum tulang dan jaringan saraf. Vitamin

B12 merupakan kofaktor dua jenis enzim pada manusia, yaitu methionin

dan metilmalonil-KoA mutase (Diana, 2003).

e. Vitamin B6

Salah satu vitamin yang larut dalam air dan merupakan salah satu

bagian dari vitamin B kompleks, mempunyai tiga bentuk, yaitu piridoksin,

piridoksal dan piridoksamin. Vitamin B6 mempunyai fungsi penting

sebagai koenzim pada reaksi yang melibatkan asam amino, pada sintesis

antibody dalam sintesis kekebalan tubuh, sintesis sistein porfirin (bagian

heme yang mengandung zat besi), sintesis niasin dari triptopan, membantu

mempertahankan fungsi saraf dan juga berperan dalam pembentukan sel

darah merah (Sandjaja, 2009).

Vitamin B6 juga di butuhkan dalam reaksi kimia yang di perlukan

untuk mencerna protein. Semakin tinggi asupan protein semakin tinggi

kebutuhan vitamin B6. Kekurangan vitamin ini dapat menyebabkan


ganguan metabolisme asam amino, sariawan mulut dan lidah, iritasi, dan

depresi.

f. Asam Folat

Folat dalam makanan terdapat sebagai poliglutamat yang terlebih

dahulu harus dihidrolisis menjadi bentuk monoglutamat di dalam mukosa

usus halus, sebelum ditransportasi secara aktif ke dalam sel usus halus.

Pencernaan ini dilakukan oleh enzim hidrolase, terutama conjugase pada

mukosa bagian atas usus halus. Hidrolisis poliglutamat folat dibantu oleh

seng (Almatsier, 2009).

Setalh di hidrolisis, monoglutamat folat di ikat oleh reseptor folat

khusus pada mikrovili dinding usus halus yang kemungkinan juga

merupakan alat angkut vitamin tersebut. Folat di dalam sel kemudian di

ubah menjadi 5-metil-tetrahidrofolat dan dibawa ke hati melalui sirkulasi

darah portal untuk di simpan.

Asam folat termasuk anggota vitamin B kompleks yang sangat

peka terhadap oksidasi. Fungsinya antara lain dalam pembentukan sel

darah merah dan dalam metabolism beberapa asam amino. Bersama-sama

dengan vitamin B12 berperan dalam sintesis DNA dan RNA (Tirtawinata,

2006).

Kekurangan asam folat mengganggu pembentukan sel darah merah

seperti halnya pada kekurangan vitamin B12, sehingga mengakibatkan

anemia megaloblastik. Sintesis asam nukleat DNA dan RNA terganggu


dan mengakibatkan perubahan dalam morfologi inti sel, misalnya pada sel

darah merah dan sel darah putih.

F. Tinjauan Umum Tentang Wanita Prakonsepsi

Masa prakonsepsi adalah masa dimana sebelum terjadinya kehamilan,

yakni pada masa kanak-kanak, remaja dan dewasa. Pada masa ini calon ayah

dan calon ibu perlu menyiapkan diri agar pada masa kehamilan, persalinan

dan bayi yang akan lahir nantinya dalam keadaan sehat. Oleh karena itu,

persiapan pernikahan untuk melahirkan generasi kedepan yang lebih baik

seharusnya mulai dilakukan jauh sebelum masa ini (Bardosono, 2012).

Kecukupan gizi pada masa kehamilan merupakan suatu siklus dimana

ketika ibu hamil mengalami kekurangan gizi maka akan menyebabkan janin

yang dikandungnya juga mengalami kekurangan gizi. Janin yang kekurangan

gizi dapat menyebabkan bayi lahir dengan kondisi BBLR (berat bayi lahir

rendah) yang lebih rentan terhadap infeksi dan penyakit dan atau bayi

prematur. Bayi dengan kondisi kekurangan gizi apabila asupan gizinya tidak

diperbaiki akan tumbuh dan berkembang menjadi anak dan remaja yang

kekurangan gizi. Kondisi ini akan terus berlangsung sampai ia dewasa. Siklus

ini tidak akan berhenti apabila tidak ada perbaikan status gizi pada masa

prakonsepsi. Dampaknya akan menyebabkan ia menjadi calon ayah atau calon

ibu dengan status gizi yang kurang.

Kecukupan gizi tidak tergantung pada status ekonomi saja. Pengetahuan

dan kesadaran yang kurang tentang pentingnya makan makanan bergizi pada
masa prakonsepsi menjadi salah satu faktor penyebabnya. Pola makan yang

tidak teratur, konsumsi berlebihan terhadap satu atau beberapa jenis makanan,

junkfood dan diet berlebihan harus dapat diubah sebelum terlambat.

Masa pra-hamil yang dimaksud adalah masa dengan rentangan usia remaja

hingga usia reproduktif. Sedangkan masa pre-konsepsi masih sulit ditentukan

oleh karena sebagian besar kehamilan tidak direncanakan, khusus- nya di

Propinsi Bali. Masa prahamil yang paling mendekati dengan masa kehamilan

adalah masa pernikahan karena pada masa ini berhubungan dengan masa

reproduksi, dimana sebagian besar pasangan pengantin berharap segera

mendapat kehamilan. Sehingga, bila kelompok wanita pasangan pengantin

baru mengalami ADB maka dipandang dari aspek pencegahan, masa

perkawinan ini merupakan saat yang tepat untuk memulai program pence-

gahan anemia pada ibu hamil (Ani, dkk 2010).

Nutrisi yang baik ogmerupakan komponen penting untuk mencapai

kehamilan yang sehat dan kelahiran. Saat ini, wanita usia subur tidak biasanya

menerima informasi tentang nutrisi yang tepat sampai mereka siap hamil,

selama masa kehamilan. Penting bagi wanita untuk menerima informasi

tentang gizi selama periode prenatal dan postnatal mencapai nutrisi yang tepat

sebelum konsepsi menyediakan banyak manfaat kesehatan bagi ubi dan bayi

(Anonim, 2010).
G. Kerangka Teori

Sosisal ekonomi keluarga


1. Pendapatan keluarga
2. Pendidikan
3. Besar keluarga

Ketersediaan
pangan
Rumah
Tangga Kebiasaan makan
1. Frekuensi makan
Kondisi ekonomi,
2. Kebiasaan diet
politik dan sosial
masyarakat 3. Kebiasaan minum
teh/kopi
Pengetahuan 4. Konsumsi suplemen
dan sikap 5. Makanan pantangan
Anemia

Tingkat konsumsi gizi


1. Energi
2. Protein
3. Besi (Fe)
4. Vitamin A
5. Vitamin B

Status kesehatan
1. Indeks massa tubuh
2. Pola menstruasi
3. Infeksi (malaria,
perdarahan, ISPA,
TBC, diare,
kecacingan)

Gambar 2.1. Kerangka Teori


Sumber: WHO/UNICEF, 1998 dalam Siahaan, 2011
H. Kerangka Konsep

Sosial ekonomi
keluarga:
1. Pendapatan keluarga
2. Pendidikan
3. Besar keluarga

Kebiasaan makan (pola


konsumsi) ANEMIA

Asupan zat gizi


(Energi, Protein, Fe, Vit
A, Vit C, Vit B12,Vit B6,
Asam Folat)

Status kesehatan:
1. Indeks massa tubuh
2. Pola menstruasi
3. Infeksi

Keterangan:

: Variabel Independen

: Variabel Dependen

: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti

Gambar 2.2 Kerangka Konsep


I. Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif

a. Asupan

Asupan merupakan jumlah jenis bahan makanan yang dikonsumsi

sesuai dengan standar AKG dan dinilai menggunakan food recall 2 x 24

jam.

Cukup : ≥ 77 % AKG

Kurang : ≤ 77 % AKG

(Sumber: Gibson 2005)

b. Anemia

Anemia merupakan suatu keadaan dimana kadar Hb <12 g/dl yang

diukur melalui hemoque

Anemia bila kadar Hb <12 g/dl

Tidak anemia bila kadar Hb ≥ 12 g/dl

(Sumber: Riskesdas, 2007).

c. Wanita Prakonsepsi

Wanita prakonsepsi adalah wanita pasangan pengantin baru < 6 bulan

yang belum hamil.

J. Hipotesis Penelitian

Hipotesis Nol (H0)

a. Tidak ada hubungan antara asupan energi dengan kejadian anemia pada

wanita prakonsepsi di Kecamatan Ujung Tanah dan Kecamatan

Biringkanaya Kota Makassar Tahun 2013


b. Tidak ada hubungan antara asupan protein dengan kejadian anemia pada

wanita prakonsepsi di Kecamatan Ujung Tanah dan Kecamatan

Biringkanaya Kota Makassar Tahun 2013

c. Tidak ada hubungan antara asupan zat gizi besi (Fe) dengan kejadian

anemia pada wanita prakonsepsi di Kecamatan Ujung Tanah dan

Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar Tahun 2013

d. Tidak ada hubungan antara asupan Vitamin C dengan kejadian anemia pada

wanita prakonsepsi di Kecamatan Ujung Tanah dan Kecamatan

Biringkanaya Kota Makassar Tahun 2013

e. Tidak ada hubungan antara asupan Vitamin A dengan kejadian anemia pada

wanita prakonsepsi di Kecamatan Ujung Tanah dan Kecamatan

Biringkanaya Kota Makassar Tahun 2013

f. Tidak ada hubungan antara asupan Vitamin B12 dengan kejadian anemia

pada wanita prakonsepsi di Kecamatan Ujung Tanah dan Kecamatan

Biringkanaya Kota Makassar Tahun 2013

g. Tidak ada hubungan antara asupan Vitamin B6 dengan kejadian anemia

pada wanita prakonsepsi di Kecamatan Ujung Tanah dan Kecamatan

Biringkanaya Kota Makassar Tahun 2013

h. Tidak ada hubungan antara asupan asam folat dengan kejadian anemia pada

wanita prakonsepsi di Kecamatan Ujung Tanah dan Kecamatan

Biringkanaya Kota Makassar Tahun 2013


Hipotesis Alternatif (Ha)

a. Ada hubungan antara asupan energi dengan kejadian anemia pada wanita

prakonsepsi di Kecamatan Ujung Tanah dan Kecamatan Biringkanaya Kota

Makassar Tahun 2013

b. Ada hubungan antara asupan protein dengan kejadian anemia pada wanita

prakonsepsi di Kecamatan Ujung Tanah dan Kecamatan Biringkanaya Kota

Makassar Tahun 2013

c. Ada hubungan antara asupan zat besi (Fe) dengan kejadian anemia pada

wanita prakonsepsi di Kecamatan Ujung Tanah dan Kecamatan

Biringkanaya Kota Makassar Tahun 2013

d. Ada hubungan antara asupan Vitamin C dengan kejadian anemia pada

wanita prakonsepsi di Kecamatan Ujung Tanah dan Kecamatan

Biringkanaya Kota Makassar Tahun 2013

e. Ada hubungan antara asupan Vitamin A dengan kejadian anemia pada

wanita prakonsepsi di Kecamatan Ujung Tanah dan Kecamatan

Biringkanaya Kota Makassar Tahun 2013

f. Ada hubungan antara asupan Vitamin B12 dengan kejadian anemia pada

wanita prakonsepsi di Kecamatan Ujung Tanah dan Kecamatan

Biringkanaya Kota Makassar Tahun 2013

g. Ada hubungan antara asupan Vitamin B6 dengan kejadian anemia pada

wanita prakonsepsi di Kecamatan Ujung Tanah dan Kecamatan

Biringkanaya Kota Makassar Tahun 2013.


h. Ada hubungan antara asupan asam folat dengan kejadian anemia pada

wanita prakonsepsi di Kecamatan Ujung Tanah dan Kecamatan

Biringkanaya Kota Makassar Tahun 2013.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. JenisPenelitian

Jenis Penelitian yang digunakan adalah penelitian survei analitik dengan

rancangan cross sectional, yaitu suatu rancangan dimana analisis variabel

bersumber dari fakta yang telah ada atau sedang berlangsung, dimana variabel

dependen dan independen diamati pada saat bersamaan.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Ujung Tanah dan Kecamatan

Biringkanaya Kota Makassar Sulawesi selatan. Lokasi penelitian ini di

pilih dengan alasan masih tingginya angka kejadian anemia pada ibu hamil

di masing-masing wilaya kerja puskesmas Kecamatan Ujung Tanah dan

Kecamatan Biringkanaya

2. Penelitian ini akan berlangsung pada bulan Januari-Maret 2013.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua wanita prakonsepsi yang ada

di Kecamatan Ujung Tanah dan Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar

Sulawesi Selatan.
2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah semua wanita prakonsepsi yang ada di

Kecamatan Ujung Tanah dan Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar

Sulawesi Selatan pada saat penelitian dengan menggunakan teknik

pengambilan sampel yaitu non-random (non-probability) dengan teknik

purposive sampling dari penelitian payung dengan judul Pengaruh

Pemberian Kapsul Multi Zat Gizi Mikro Pada Periode Perikonsepsional

Terhadap Pencegahan Kerusakan DNA Ibu Hamil hingga Bulan Maret

2013. Purposive Sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang di

dasarkan pada suatu pertimbangan tertentu sesuai dengan kriteria inklusi

dan ekslusi.

Kriteria Inklusi :

1. Wanita prakonsepsi

2. Telah menikah

3. Belum pernah hamil

4. Umur 18-35 tahun

Kriteria Eksklusi :

1. Wanita prakonsepsi dengan hiperglimeia (DM), gagal ginjal,

hipertensi, dan TB

2. Menggunakan alat KB.

3. Bukan Penghuni tetap di wilayah tersebut, (tinggal <6 bulan).

4. Tidak tinggal bersama suami.

5. Anemia berat (<7 gr/dl).


D. Instrumen Penelitian

1. Formulir Recall 24 jam

2. Clipcart gambar makanan yang sudah di standarisasi

3. Metode pengukuran Hb

4. Program komputer SPSS dan Nutri Survey

E. Pengumpulan Data

1. Data Primer

a. Asupan pangan yang di lakukan dengan tehnik wawancara (dengan

menggunakan Clipcart gambar) kepada ibu prakonsepsi dengan

menggunakan kuesioner metode recall 24 jam dimana responden

diminta untuk mengingat seluruh makanan yang dikomsumsi sehari

sebelumnya.

b. Kadar Hb wanita prakonsepsi

Cara pengukuran kadar Hb melalui pembuluh darah vena:

- Lakukan pembendungan dengan torniket

- Dilakukan tindakan aseptic dengan alkohol 70 % dengan arah

putaran melebar menjauhi titik tengah, biarkan kering

- Ambil spuit dengan arah mulut jarum dan skala menghadap ke

atas.

- Arah tusukan jarum membentuk sudut sekitar 10-30° terhadap

permukaan kulit.
- Bila sudah terkena venanya, isap pelan-pelan darah supaya tidak

terjadi hemolisis, cabut jarum, dengan sebelumnya melepas dan

menekan daerah tusukan.

- Jarum dilepas kemudian alirkan darah ke dalam penampung

melalui dinding penampung perlahan-lahan sehingga tidak

hemolisis.

2. Data Sekunder

a. Pengumpulan data prevalensi anemia di puskesmas Kecamatan Ujung

Tanah dan Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar.

b. Pengumpulan data prevalensi wanita prakonsepsi di Kantor Urusan

Agama Kecamatan Ujung Tanah dan Kecamatan Biringkanaya Kota

Makassar.

F. Pengolahan dan Analisis Data

1. Pengolahan Data

Pengumpulan data di lakukan dengan menggunakan program komputer,

dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Editing

Penyuntingan data di mulai di lapangan dan setelah data terkumpul

kuesioner diperiksa kembali, apabila terdapat kuesioner yang tidak

lengkap jawabannya, makan kuesioner tersebut akan dilengkapi

kembali.
b. Coding

Apabila semua data terkumpul dan selesai diedit di lapangan,

kemudian akan dilakukan pengkodean variabel sebelum di pindahkan

ke format aplikasi komputer.

c. Entry Data

Data selajutnya diinput ke dalam lembar kerja SPSS untuk masing-

masing variabel. Urutan input data berdasarkan nomor responden

dalam kuesioner,

2. Analisis Data

Metode Analisis data yang dilakukan sebagai berikut :

a. Analisis univariat yang dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil

penelitian dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi sehingga

menghasilkan distribusi dan presentase setiap variabel peneltian.

b. Analisis bivariat di lakukan untuk mengetahui hubungan variabel

dependen dan independen dalam bentuk tabulasi silang (crosstab),

dengan menggunakan uji statistik chi-square dengan tingkat

kemaknaan α = 0,05.

G. Penyajian Data

Data yang telah diolah akan disajikan dalam bentuk tabel dan narasi untuk

membahas hasil penelitian.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kota Makassar, yang kadang dieja Macassar atau Mangkasar, dari 1971

hingga 1999 secara resmi dikenal sebagai Ujung Pandang adalah kotamadya

dan sekaligus ibu kota provinsi Sulawesi Selatan. Kota Makassar mempunyai

posisi strategis karena berada di persimpangan jalur lalu lintas dari arah

selatan dan utara dalam propinsi di Sulawesi, dari wilayah kawasan Barat ke

wilayah kawasan Timur Indonesia dan dari wilayah utara ke wilayah selatan

Indonesia. Secara goegrafis wilayah kota Makassar berada pada koordinat 119

derajat bujur timur dan 5,8 derajat lintang selatan dengan ketinggian yang

bervariasi antara 1-25 meter dari permukaan laut.

Dengan batas wilayah :

Utara : Kabupaten Kepulauan Pangkajenne

Selatan : Kabupaten Bone

Barat : Selat Makassar

Timur : Kabupaten Maros

Kota Makassar merupakan daerah pantai yang datar dengan kemiringan

0-5 derajat ke arah barat, diapit dua muara sungai yakni sungai. Tallo yang

bermuara di bagian utara kota dan sungai Jeneberang yang bermuara di selatan

kota. Luas wilayah kota Makassar seluruhnya berjumlah kurang lebih 175,77

Km2 daratan dan termasuk 11 pulau di selat Makassar ditambah luas wilayah
perairan kurang lebih 100 Km², dengan jumlah penduduk sebesar kurang lebih

1,25 juta jiwa. Jumlah kecamatan di kota Makassar sebanyak 14 kecamatan

dan memiliki 143 kelurahan. Diantara kecamat-an tersebut, ada tujuh

kecamatan yang berbatasan dengan pantai yaitu kecamatan Tamalate, Mariso,

Wajo, Ujung Tanah, Tallo, Tamalanrea dan Biringkanaya.

Adapun lokasi dalam penelitin ini yaitu:

a. Kecamatan Ujung Tanah

Kecamatan Ujung Tanah merupakan salah satu kecamatan yang

mempunyai wilayah yang berbatasan langsung dengan pantai/laut bahkan

ada tiga Kelurahan merupakan daerah Kepulauan, secara administratif

lokasi Kecamatan Ujung Tanah adalah sebagai berikut:

- Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Makassar

- Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Tallo

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Wajo dan Kecamatan

Bontoala

- Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Makassar

Kecamatan Ujung Tanah terdiri dari 12 Kelurahan, 50 Rukun Warga

(RW) dan 246 Rukun Tetangga (RT). Luas Kecamatan Ujung Tanah 594

Ha dengan jumlah penduduk 67.791 jiwa, kepadatan penduduk 114

Jiwa/Ha.

Kecamatan Ujung Tanah terletak pada ketinggian 0-2,5 m di atas

permukaan laut, kawasan ini memiliki bentuk wilayah datar sampai

berombak dengan kemiringan 0-2%, suhu minimum 28C dan maksimum


32C, banyaknya curah hujan rata-rata 309 mm/tahun dengan jumlah

curah hujan terbanyak 90 hari.

b. Kecamatan Biringkanaya

Kecamatan Biringkanaya merupakan salah satu dari 14 Kecamatan di

kota Makassar dengan luas wilayah 48,22 km2, kecamatan ini berbatasan

dengan:

- Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Ujung Tanah

- Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Tallo

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Makassar

- Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Ujung Pandang

Kecamtan Biringkanaya merupakan daerah bukan pantai dengan

topografi ketinggian antara permukaan laut. Kecamatan Biringkanaya

terdiri dari 7 kelurahan yaitu Kelurahan Paccerakkang, Kelurahan Daya,

Kelurahan Pai, Kelurahan Sudiang Raya, Kelurahan Sudiang, Kelurahan

Bulurokeng dan Kelurahan Untia. Menurut jaraknya, letak masing-masing

kelurahahan ke ibu kota kecamatan berkisar anatara 1-2 km.


B. Hasil Penelitian

1. Gambaran Karakteristik Umum Responden

Tabel 4.1
Distribusi Responden Menurut Karakteristik Umur Wanita Prakonsepsi
di Kecamatan Ujung Tanah dan Kecamatan Biringkanaya
Kota Makassar Tahun 2013

Karakteristik n %
Kelompok Umur (Th)
18 11 17,2
19-29 47 73,4
>30 6 9,4
Pekerjaan
Buruh Harian 1 1,6
IRT 41 64
Lainnya 5 7,8
Pedagang 7 10,9
Peg.Swasta 6 9,4
PNS 4 6,2
Pendidikan
Tidak Tamat SD/MI 4 6,2
Tamat SD/MI 11 17,2
SMP/MTs/Sederajat 16 25,0
SMA/MA/Sederajat 22 34,4
Diploma 1 1,6
Universitas 10 15,6
Total 64 100
Sumber : Data Primer Diolah, 2013

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa dari 64 responden mayoritas pada umur

19-29 tahun (73,4%) dan paling sedikit umur >30 tahun (9,4%). Berdasarkan
jenis pekerjaan sebagian responden bekerja sebagai Ibu Rumah Tangga (IRT)

yaitu 41 orang (64%) dan 1 orang (1,6%) bekerja sebagai buruh harian. Untuk

jenis pendidikan responden lebih banyak pada pendidikan SMA/MA/Sederajat

yaitu 22 orang (34,4%) di banding diploma 1 orang (1,6%).

2. Analisis Univariat

a. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Status Hemoglobin

Tabel 4.2
Distribusi Wanita Prakonsepsi Berdasarkan Status Hemoglobin
di Kecamatan Ujung Tanah dan Kecamatan Biringkanaya
Kota Makassar Tahun 2013
Kejadian Anemia n %
Anemia 8 12.5
Normal 56 87.5
Total 64 100.0
Sumber: Data Primer 2013

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa dari 64 responden yang mengalami

anemia yaitu 8 orang (12.5%) sedangkan yang normal sebanyak 56 orang

(87,5%).
b. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Nilai Minimum,

Maksimun dan Rata-Rata Asupan Zat Gizi

Tabel 4.3
Distribusi Wanita Prakonsepsi Berdasarkan Nilai Rata-Rata Asupan
Zat Gizi di Kecamatan Ujung Tanah dan Kecamatan Biringkanaya
Kota Makassar Tahun 2013
Kejadian Energi Protein Fe Vit C Vit A Vit B12 Vit B6 A.Folat
Anemia (kkal) (gr) (mg) (mg) (RE) (µg) (mg) (µg)
Anemia
Minimum 1156,20 37,40 3,0 4,30 87,90 1,10 0,50 37,40
Maksimum 1985,25 67,10 10,20 108,60 1135,10 3,70 1,10 134,40
Mean 1409,45 49,06 5,20 28,33 4,81 2,57 0,77 94,80
Normal
Minimum 624,15 23,80 2,80 0,0 48 0,30 0,30 30,60
Maksimum 2487,50 91,30 57,30 214,80 1377,30 16,80 3,30 396,60
Mean 1334,31 49,69 6,46 30,30 4,31 2,70 0,80 114,99
Total
Minimum 624,15 23,80 2,80 0,0 48,00 0,30 0,30 30,60
Maksimum 2487,50 91,30 57,30 214,80 1377,30 16,80 3,30 396,60
Mean 1343,71 49,61 6,30 30,05 4,37 2,68 0,79 112,46
Sumber: Data Primer 2013

Tabel 4.3, menunjukan nilai bahwa rata-rata asupan zat gizi yang

dikomsumsi responden yang mengalami anemia yaitu Energi sebanyak

1409,45 kkal, asupan Protein 49,06 gr, Zat Besi 5,20 mg, Vitamin C 28,3

mg, Vitamin A 4,81 RE, Vitamin B12 2,57 µg, Vitamin B6 0,77 mg dan

Asam Folat 94,80 µg. Untuk responden yang tidak anemia memiliki rata-

asupan Energi 1334,3 kkal, Protein 49,69 gr, Zat Besi 6,46 mg, Vitamin C
30,3 mg, Vitamin A 4,31 RE, Vitamin B12 2,7 µg, Vitamin B6 0,8 mg dan

Asam Folat 114,99 µg.

c. Distribusi Responden Berdasarkan Asupan Zat Gizi Makro dan

Mikro

Tabel 4.4
Distribusi Wanita Prakonsepsi Berdasarkan Asupan Zat Gizi Makro dan
Mikro di Kecamatan Ujung Tanah dan Kecamatan Biringkanaya
Tahun 2013

Kecukupan Asupan
Asupan Zat Gizi Total
Kurang Cukup
Makro dan Mikro
n % n % n %
Energi 39 60,9 25 39,1 64 100
Protein 11 17,2 53 82,8 64 100
Zat Besi 63 98,4 1 1,6 64 100
Vitamin C 54 84,4 10 15,6 64 100
Vitamin A 36 56,2 28 43,8 64 100
Vitamin B12 18 28,1 46 71,9 64 100
Vitamin B6 53 82,8 11 17,2 64 100
Asam Folat 63 98,4 1 1,6 64 100
Sumber: Data Primer 2013

Tabel 4.4, menunjukkan bahwa dari 64 responden sebagian besar

memiliki asupan dengan kategori kurang yaitu Energi (60,9%), Zat Besi

(98,4%), Vitamin C (84,4%), Vitamin A (56,2%), Vitamin B6 (82,8%), dan

Asam Folat (98,4%). Sementara untuk kategori cukup yaitu Protein (82,8%)

dan Vitamin B12 (71,9%).


3. Analisis Bivariat

a. Hubungan Asupan Energi dengan Anemia

Tabel 4.5
Hubungan Asupan Energi dengan Kejadian Anemia pada
Wanita Prakonsepsi di Kecamatan Ujung Tanah dan
Kecamatan Biringkanaya Tahun 2013

Kejadian Anemia
Asupan Total
Anemia Normal P
Energi
n % n % n %
Kurang 4 6,2 35 54,7 39 60,9
Cukup 4 6,2 21 32,8 25 39,1 0,70
Total 8 12,5 56 87,5 64 100,0
Sumber: Data Primer 2013

Tabel 4.5, menunjukkan bahwa responden yang mengalami anemia

memiliki asupan energi dengan kategori kurang maupun kategori cukup

masing-masing sebanyak 4 responden (6,2%). Berdasarkan hasil uji Chi

Square dengan nilai P=0,70 (P>0,05), maka dapat di simpulkan bahwa

tidak ada hubungan yang disignifikan antara asupan energi dengan

kejadian anemia sehingga hipotesis nol (H0) di terima.


b. Hubungan Asupan Protein dengan Anemia

Tabel 4.6
Hubungan Asupan Protein dengan Kejadian Anemia pada
Wanita Prakonsepsi di Kecamatan Ujung Tanah dan
Kecamatan Biringkanaya Tahun 2013
Kejadian Anemia
Asupan Total
Anemia Normal P
Protein
n % n % n %
Kurang 0 0 11 17,2 11 17,2
Cukup 8 12,5 45 70,3 53 82,8 0,16
Total 8 12,5 56 87,5 64 100,0
Sumber: Data Primer 2013

Tabel 4.6, menunjukkan bahwa responden yang mengalami anemia

memiliki asupan protein dengan kategori cukup sebanyak 8 orang (12,5%).

Berdasarkan hasil uji Chi Square dengan nilai P= 0,16 (P>0,05), maka

dapat di simpulkan bahwa tidak ada hubungan yang disignifikan antara

asupan protein dengan anemia sehingga hipotesis nol (H0) di terima.

c. Hubungan Asupan Zat Besi (Fe) dengan Anemia

Tabel 4.7
Hubungan Asupan Zat Besi (Fe) dengan Kejadian Anemia pada
Wanita Prakonsepsi di Kecamatan Ujung Tanah dan
Kecamatan Biringkanaya Tahun 2013
Asupan zat Kejadian Anemia
Total P
besi (Fe) Anemia Normal
n % n % n %
Kurang 8 12,5 55 85,9 63 98,4
Cukup 0 0 1 1,6 1 1,6 1,00
Total 8 12,5 56 87,5 64 100,0
Sumber: Data Primer 2013

Tabel 4.7, menunjukkan bahwa responden yang mengalami anemia

memiliki asupan zat besi dengan kategori kurang sebanyak 8 responden

(12,5%). Berdasarkan hasil uji Chi Square dengan nilai P= 1,00 (P>0,05),

maka dapat di simpulkan bahwa tidak ada hubungan yang disignifikan

antara asupan zat besi (Fe) dengan anemia sehingga hipotesis nol (H0) di

terima.

d. Hubungan Asupan Vitamin C dengan Anemia

Tabel 4.8
Hubungan Asupan Vitamin C dengan Kejadian Anemia pada Wanita
Prakonsepsi di Kecamatan Ujung Tanah dan Kecamatan
Biringkanaya Tahun 2013

Kategori Anemia
Asupan Total
Anemia Normal P
Vitamin C
n % n % n %
Kurang 7 10,9 47 73,4 54 84,4
Cukup 1 1,6 9 14,1 10 15,6 0,79
Total 8 12,5 56 87,5 64 100,0
Sumber: Data Primer 2013

Tabel 4.8, menunjukkan bahwa responden yang mengalami anemia

memiliki asupan vitamin C dengan kategori kurang sebanyak 7 responden

(10,9%) dan untuk kategori cukup sebanyak 1 responden (1,6%).


Berdasarkan hasil uji Chi Square dengan nilai P= 0,79 (P>0,05), maka

dapat di simpulkan bahwa tidak ada hubungan yang disignifikan antara

asupan vitamin C dengan anemia sehingga hipotesis nol (H0) di terima.

e. Hubungan Asupan Vitamin A dengan Anemia

Tabel 4.9
Hubungan Asupan Vitamin A dengan Kejadian Anemia pada
Wanita Prakonsepsi di Kecamatan Ujung Tanah dan
Kecamatan Biringkanaya Tahun 2013

Kejadian Anemia
Asupan Total
Anemia Normal P
Vitamin A
n % n % n %
Kurang 4 6,2 32 50,0 36 56,2
Cukup 4 6,2 24 37,5 28 43,8 0,72
Total 8 12,5 56 87,5 64 100,0
Sumber: Data Primer 2013

Tabel 4.9, menunjukkan bahwa responden yang mengalami anemia

memiliki asupan vitamin A dengan kategori kurang maupun cukup

masing-masing sebanyak 4 responden (6,2%). Berdasarkan hasil uji Chi

Square dengan nilai P= 0,72 (P>0,05), maka dapat di simpulkan bahwa

tidak ada hubungan yang disignifikan antara asupan vitamin A dengan

anemia sehingga hipotesis nol (H0) di terima.


f. Hubungan Asupan Vitamin B12 dengan Anemia

Tabel 4.10
Hubungan Asupan Vitamin B12 dengan Kejadian Anemia pada
Wanita Prakonsepsi di Kecamatan Ujung Tanah dan
Kecamatan Biringkanaya Tahun 2013

Kejadian Anemia
Asupan Total
Anemia Normal P
Vitamin B12
n % n % n %
Kurang 3 4,7 15 23,4 18 28,1
Cukup 5 7,8 41 64,1 46 71,9 0,52
Total 8 12,5 56 87,5 64 100,0
Sumber: Data Primer 2013

Tabel 4.10, menunjukkan bahwa responden yang mengalami

anemia memiliki asupan vitamin B12 dengan kategori kurang sebanyak 3

responden (4,7%) dan untuk kategori cukup sebanyak 5 responden (7,8%).

Berdasarkan hasil uji Chi Square dengan nilai P= 0,52 (P>0,05), maka

dapat di simpulkan bahwa tidak ada hubungan yang disignifikan antara

asupan vitamin B12 dengan anemia sehingga hipotesis nol (H0) di terima.
g. Hubungan Asupan Vitamin B6 dengan Kejadian Anemia

Tabel 4.11
Hubungan Asupan Vitamin B6 dengan Kejadian Anemia pada
Wanita Prakonsepsi di Kecamatan Ujung Tanah dan
Kecamatan Biringkanaya Tahun 2013

Kejadian Anemia
Asupan Total
Anemia Normal P
Vitamin B6
n % N % n %
Kurang 6 9,4 47 73,4 53 82,8
Cukup 2 3,1 9 14,1 11 17,2 0,53
Total 8 12,5 56 87,5 64 100,0
Sumber: Data Primer 2013

Tabel 4.11, menunjukkan bahwa responden yang mengalami

anemia memiliki asupan vitamin B6 dengan kategori kurang sebanyak 6

responden (9,4%) dan untuk kategori cukup sebanyak 2 responden (3,1%).

Berdasarkan hasil uji Chi Square dengan nilai P= 0,53 (P>0,05), maka

dapat di simpulkan bahwa tidak ada hubungan yang disignifikan antara

asupan vitamin B6 dengan anemia sehingga hipotesis nol (H0) di terima.


h. Hubungan Asupan Asam Folat dengan Kejadian Anemia

Tabel 4.12
Hubungan Asupan Asam Folat dengan Kejadian Anemia pada
Wanita Prakonsepsi di Kecamatan Ujung Tanah dan
Kecamatan Biringkanaya Tahun 2013
Kejadian Anemia
Asupan Total
Anemia Normal P
Asam Folat
n % n % n %
Kurang 8 12,5 55 85,9 63 98,4
Cukup 0 0 1 1,6 1 1,6 1,00
Total 8 12,5 56 87,5 64 100,0
Sumber: Data Primer 2013

Tabel 4.12, menunjukkan bahwa responden yang mengalami

anemia memiliki asupan Asam Folat dengan kategori kurang sebanyak

8 responden (12,5%). Berdasarkan hasil uji Chi Square dengan nilai

P=1,00 (P>0,05), maka dapat di simpulkan bahwa tidak ada hubungan

yang disignifikan antara asupan vitamin B6 dengan anemia sehingga

hipotesis nol (H0) di terima.

C. Pembahasan

1. Karakteristik Responden
Responden pada penelitian ini adalah wanita prakonsepsi yaitu

wanita pasangan pengantin baru <6 bulan yang belum hamil dengan

rentang umur 18-35 tahun. Usia ini merupakan usia produktif yang

beresiko untuk terjadinya anemia. Hal ini dikarenakan pada usia ini adalah

usia pernikahan, biasanya responden melakukan pengurangan porsi makan

sehari-hari agar tubuh tetap langsing. Bila pengurangan dilaksanakan

dalam waktu lama maka pada akhirnya dapat menyebabkan anemia.

Sebagian besar responden dengan pekerjaan sebagai IRT (Ibu

Rumah Tannga) yaitu 64% dan hal ini tentunya akan mempengaruhi

pendapatan keluarga yang mempunyai peranan besar dalam masalah gizi

dan kebiasaan makan keluarga.

Tinggkat pendidikan responden bervareasi mulai dari dari Sekolah

Dasar hingga Sarjana/Universitas dan dari hasil yang di peroleh bahwa

pendidikan SMA merupakan persentase yag lebih tinggi 34,4%. Tingkat

pendidikan akan mempengaruhi tingkat komsumsi pangan seseorang

dalam memilih pangan demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Suhardjo

(1989) mengatakan bahwa orang yang bependidikan tinggi biasanya akan

memilih untuk mengkomsumsi makanan yang bernilai gizi tinggi sesuai

dengan pangan yang tersedia sehingga kebutuhan gizinya tetap terpenuhi.

2. Status Hemoglobin (Hb) Pada Wanita Prakonsepsi

Hemoglobin merupakan parameter yang paling umum di gunakan

untuk menetapkan prevalensi anemia. Kadar hemoglobin yang rendah

kurang dari normal mengindikasikan kejadian anemia.


Anemia lebih di kenal di masyarakat sebagai penyakit kurang

darah dan di defenisikan sebagai suatu keadaan di mna rendahnya

konsentrasi Hemoglobin (Hb) atau hematokrit berdasarkan nilai ambang

batas (referensi) yang di sebabkan oleh rendahnya produksi sel darah

merah (eritrosit) dan Hb, meningkatnya kerusakan eritrosit (hemolisis),

atau kelihangan darah yang berlebihan.

Dalam penelitian ini di gunakan standar yang telah di tetapkan oleh

Riskesdas 2007 sebagai parameter untuk menetapkan anemia atau yang

memiliki kadar Hb <12 g/dl dan tidak anemia >12 g/dl.

Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa wanita

prakonsepsi yang mengalami anemia sekitar 12,5% dan termasuk kategori

ringan. Meskipun 87,5% responden yang tidak anemia tetapi resiko untuk

terjadinya anemia pada responden kemungkinan dapat terjadi apabila

responden dalam mengkonsumsi bahan makanan tidak diperhatikan

kuantitas dan kualitas (daya serap dan bahan makanan yang mempunyai

nilai biologis tinggi). Hal ini perlu di perhatikan dan dicegah untuk

meningkatkan kualitas hidup manusia.

Rendahnya kadar hemoglobin yang terjadi pada responden di

sebabkan karena kurangnya asupan makanan yang dapat membantu

penyerapan besi di dalam tubuh, selain itu sebagian besar responden

mengkomsumsi makanan yang monoton dari pagi hingga malam.

Komsumsi makanan yang tidak beragam juga tidak cukup untuk

memenuhi asupan zat gizi yang dibutuhkan tubuh.


3. Asupan Energi dengan Anemia pada Wanita Prakonsepsi

Energi yang dibutuhkan oleh tubuh bukan hanya di peroleh dari

proses katabolisme zat gizi yang tersimpan dalam tubuh, tapi juga berasal

dari energi yang terkandung dalam manakanan yang kita komsumsi.

Muatan energi didalam makanan bergantung terutaman pada kandungan

protein, lemak, karbohidrat dan alkoholnya. Komponen organic lain

(seperti asam organik) menyumbang hanya sejumlah kecil energi

dibandingkan sebagian besar makanan (Arisman, 2004).

Berdasarkan hasil penelitian ini dilihat bahwa asupan energi

responden dengan kategori kurang maupun cukup masing-masing

sebanyak 6,2%. Dari hasil uji statistik dengan nilai p=0,70 (>0,05)

menunjukkan bahwa tidak hubungan yang bermakna antara asupan energi

dengan anemia pada wanita prakonsepsi yang di sebabkan karena rata-rata

asupan energi dari responden tidak sesuai dengan standar AKG yang

seharusnya di komsumsi yaitu 1343,71 kkal. Selain itu daya absorpsi zat

besi dari pangan karbohidrat yang di peroleh sebagai sumber energi

termasuk rendah. Sehingga tidak memberikan sumbangan zat besi dalam

jumlah yang banyak (Misterianingtiyas, 2007).

Kekurangan konsumsi energi dapat menyebabkan anemia, hal ini

terjadi karena pemecahan protein tidak lagi ditujukan untuk pembentukan

sel darah merah dengan sendirinya menjadi kurang. Pemecahan protein

untuk energi dapat menyebabkan ketidakseimbangan dalam tubuh

(Nursari, 2010).
Bahan makanan sumber energi diperoleh dari karbohidrat. Energi

merupakan sumber pembentukkan eritrosit, sedangkan hemoglobin adalah

bagian dari eritrosit sehingga apabila asupan energi kurang akan

menyebabkan penurunan pembentukkan eritrosit dan mengakibatkan kadar

Hb menurun.

4. Asupan Protein dengan Anemia pada Wanita Prakonsepsi

Protein merupakan bagian dari semua sel hidup dan merupakan

bagian terbesar tubuh sesudah air. Protein memegang peranan esensial

dalam mengangkut zat-zat gizi dari saluran cerna ke dalam darah, dari

darah kejaringan, dan melalui membrane sel ke dalam sel. Selain itu,

protein berperan sebagai pembentuk ikatan esensial tubuh misalnya

hemoglobin. Jika tubuh kekurangan protein maka pembentukan ikatan

esensial tubuh akan terganggu, termasuk terganggunya fungsi hemoglobin

(Nursin, 2012).

Komsumsi protein hewani dapat meningkatkan penyerapan besi

dalam tubuh. Protein merupakan salah satu zat gizi yang di butuhkan

untuk penyerapan zat besi. Dengan rendahnya konsumsi protein maka

dapat menyebabkan rendahnya penyerapan zat besi oleh tubuh. Keadaan

ini dapat mengakibatkan tubuh kekurangan zat besi dan dapat

menyababkan anemia atau penurunan kadar hemoglobin (Hb).


Berdasarkan hasil yang didapatkan bahwa responden yang

mengalami anemia sebanyak 12,5% memiliki asupan protein dengan

kategori cukup dan hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada

hubungan yang signifikan antara asupan protein dengan anemia, sejalan

dengan penelitian yang dilakukan oleh Tristiyanti yang menyatakan

bahawa tidak terdapat hubungan yang nyata antara komsumsi protein

dengan kadar Hb. Hal tersebut diduga karena makanan sumber protein

nabati lebih sering dikomsumsi dibanding protein hewani seperti daging

yang banyak mengandung besi. Sebagaimana diketahui bahwa pangan

nabati merupakan sumber zat besi non heme. Dalam penyerapannya,

sumber zat besi non heme lebih rendah dibandingkan dengan sumber zat

besi heme (Tristiyanti, 2006). Komsumsi protein hewani dapat

meningkatkan penyerapan besi dalam tubuh. Dengan rendahnya konsumsi

protein maka dapat menyebabkan rendahnya penyerapan zat besi oleh

tubuh. Keadaan ini dapat mengakibatkan tubuh kekurangan zat besi dan

dapat menyababkan anemia atau penurunan kadar hemoglobin (Hb)

(Nursin, 2012).

Protein itu disebut transferring yang disintesa di dalam hati dan

transferin akan membawa zat besi dalam darah untuk digunakan pada

sintesa hemoglobin. Dengan berkurangnya asupan protein dalam makanan,

sintesa transferring akan terganggu sehingga kadar dalam darah akan

turun. Rendahnya kadar transferring dapat menyebabkan transportasi zat


besi tidak dapat berjalan dengan baik, akibatnya kadar Hb akan menurun

(Hallberg 1988 dalam Nursari 2010).

Bridges (2008) menyatakan bahwa protein juga mempunyai

peranan penting dalam transportasi zat besi dalam tubuh. Kurangnya

asupan protein akan mengakibatkan transportasi zat besi terlambat

sehingga akan terjadi defisiensi zat besi, disamping itu makanan yang

tinggi protein terutama berasal dari daging, ikan dan unggas juga banyak

mengandung zat besi.

5. Asupan Zat Besi (Fe) dengan Anemia pada Wanita Prakonsepsi

Zat besi merupakan salah mineral mikro yang penting dalam

proses pembentukan sel darah merah. Secara alamiah zat besi di peroleh

dari makanan. Kekurangan zat besi dalam menu makanan sehari-hari dapat

menimbulkan anemia gizi atau kurang darah (Kusumasari, 2012).

Zat besi dalam tubuh manusia sebagian besar terdapat sel darah

merah yaitu sekitar 65%, dalam jaringan hati, limpa dan sumsum tulang

30% dan sekitar 5% terdapat dalam inti sel, dalam plasma dan dalam otot

sebagai mioglobin.. Sebagaimana di ketahui, dalam sel darah merah

terdapat hemoglobin yaitu molekul protein yang mengandung zat besi dan

merupakan pigmen darah yang membuat darah berwarna merah. Zat besi

merupakan komponen yang sangat penting dari hemoglobin (Tirtawinata,

2006).

Zat besi dalam tubuh terdiri dari dua bagian, yaitu fungsional dan

reserve (simpanan). Zat besi yang fungsional sebagian besar adalah dalam
bentuk hemoglobin (Hb), sebagian kecil dalam bentuk myoglobin, dan

jumlah yang sangat kecil vital adalah hem enzim dan non hem enzim. Bila

tubuh kekurangan Fe, penyebaran Fe non hem dapat meningkat sepuluh

kali dan penyebaran Fe hem meningkat samapi dua kali (Nursin, 2012).

Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa responden yang

mengalami anemia memiliki asupan zat besi (Fe) kurang sebesar 12,5%.

Dari hasil uji statistik menunjukkan tidak adanya hubungan antara asupan

zat besi (Fe) dengan anemia pada wanita prakonsepsi, sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Priswanti yang menyatakan bahwa tidak

ada hubungan antara tingkat komsumsi Fe dengan kejadian anemia. Hal ini

di sebabkan karena komsumsi makanan yang kurang seimbang sehingga

dapat menggangu absorpsi besi dalam tubuh. Sebagian besar responden

lebih banyak mengkonsumsi protein nabati dari pada protein hewani,

sehingga cenderung akan mempengaruhi absorpsi Fe (Priswanti, 2004).

Selain itu makanan yang dikomsumsi kurang beragam, biasanya

responden mengkomsumsi makanan yang sama mulai pagi hingga

dimalam hari.

Anemia gizi di sebabkan oleh kekurangan zat gizi yang berperan

dalam pembentukan hemoglobin, baik karena kekurangan komsumsi atau

karena ganguan absorpsi. Sebagian besar anemia gizi besi di sebabkan

oleh makanan yang dimakan kurang mengandung zat besi terutama dalam

bentuk besi hem, di samping itu pada wanita karena kehilangan darah saat

mengalami mestruasi (Almatsier, 2009).


Penyebab utama anemia disebabkan karena konsumsi zat besi yang

tidak cukup dan absorbsi zat besi yang rendah dari kebiasaan makanan

yang sebagian besar terdiri dari nasi, dan menu yang kurang beraneka

ragam.

6. Asupan Vitamin C dengan Anemia pada Wanita Prakonsepsi

Zat gizi yang telah di kenal luas sangat berperan dalam

meningkatkan absorpsi zat besi adalah vitamin C. Vitamin C

meningkatkan absorpsi besi non heme sampai empat kali lipat. Diketahui

bahwa vitamin C dengan zat besi mempunyai senyawa askorbat besi

komplek yang larut sehingga lebih mudah untuk diabsorpsi dalam usus.

Vitamin C merupakan factor untuk menkonversi Fe3+ menjadi Fe2+

sehingga mudah di serap tubuh. Oleh karena itu, kekurangan vitamin C

dapat menghambat proses absorpsi besi sehingga lebih mudah terjadi

anemia. Selain itu, vitamin C dapat menghambat pembentukan

hemosiderin yang sukar dimobilisasi untuk membebaskan besi jika di

perlukan. Vitamin C juga memiliki peran dalam pemindahan besi dari

transferin di dalam plasma ke feritin hati .

Vitamin C tidak di produksi sendiri oleh tubuh, sehingga sangat

penting untuk mendapatkan asupan vitamin C dari makanan yang

dikomsumsi. Vitamin C umumnya terdapat di dalam pangan nabati yaitu

sayur dan buah terutama asam, seperti jeruk, nenas, rambutan, papaya dan

tomat. Vitamin C juga banyak terdapat pada sayuran daun-daunan dan

beberapa jenis kol (Almatsier, 2009).


Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada wanita

prakonsepsi di Kecamatan Ujung Tanah dan Kecamatan Biringkanaya

menunjukkan bahwa responden yang mengalami anemia dengan asupan

Vitamin C kurang sebanyak 10,9% dan kategori cukup sebanyak 1,6%.

Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna

antara asupan vitamin C dengan anemia pada wanita prakonsepsi sesuai

dengan penelitian yang dilakukan oleh Setijowati yang menyatakan tidak

ada hubungan yang bermakna antara asupan Vitamin C dengan status

anemia. Diketahui bahwa vitamin C dapat membantu penyerapan zat besi

dalam pencegahan terjadinya anemia, namun apabila zat besi yang

dikonsumsi dalam jumlah yang terbatas maka fungsi vitamin C sebagai

enhancer zat besi tidak akan berjalan (Setijowati, 2012). Hal ini di

sebabkan karena responden kurang mengkomsumsi sayuran dan buah

yang merupakan sumber vitamin dan mineral yang baik, terutama vitamin

C dapat meningkatatkan absorpsi besi dalam tubuh.

Vitamin C mempunyai peranan yang sangat penting dalam

penyerapan besi terutama besi non hem yang banyak di temukan dalam

makanan nabati. Oleh sebab itu apabila kurang mengkomsumsi sayuran

dan buah dapat menghambat penyerapan besi dalam tubuh yang dapat

menyebabkan terjadianya anemia.

7. Asupan Vitamin A dengan Anemia pada Wanita Prakonsepsi

Vitamin A berperan dalam memobilisasi cadangan besi di dalam

tubuh untuk dapat mensintesa hemoglobin. Status vitamin A yang buruk


berhubungan dengan perubahan metabolisme besi pada kasus kekurangan

besi (Gillespie, 1998). Beberapa hasil studi cross sectional menunjukkan

bahwa peningkatan asupan vitamin A dapat mendorong ke arah

peningkatan status besi (Zarianis, 2007).

Vitamin A berpengaruh terhadap transferin saturasi, tetapi tidak

berpengaruh pada peningkatan cadangan besi dalam tubuh. Mekanisme

yang pasti tentang peranan vitamin A terhadap status besi belum jelas

benar. Diperkirakan bahwa kekurangan vitamin A dapat menghambat

penggunaan kembali cadangan besi yang disimpan dalam hati.

Dari penelitian ini di terlihat bahwa responden yang mengalami

anemia memiliki asupan vitamin A dengan kategori kurang maupun cukup

sebesar 6,2%. Dari hasil tersebut berdasarkan uji statistik menunjukkan

bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara asupan vitamin A

dengan anemia pada wanita prakonsepsi di Kecamatan Ujung Tanah dan

Biringkanaya kota Makassar.

Asupan vitamin A yang kurang tersebut diduga disebabkan oleh

komsumsi sayuran dan buah yang kurang terutama sayuran hijau. Pada

umumnya sayuran merupakan sumber vitamin yang baik, sehingga

komsumsi sayuran akan membawa pengaruh terhadap tingkat komsumsi

vitamin A. Seperti halnya dengan dengan vitamin C, vitamin A juga

berperan dalam penyerapan besi dalam tubuh sehingga dibutuhkan asupan

yang cukup untuk memperlancar penyerapan besi, terutama komsumsi

buah dan sayuran yang mengandung kaya akan vitamin. Vitamin A


merupakan vitamin larut lemak yang dapat membantu absorpsi dan

mobilisasi zat besi untuk pembentukan eritrosit. Rendahnya status vitamin

A akan membuat simpanan besi tidak dapat dimanfaatkan untuk proses

eritropoesis. Selain itu, Vitamin A dan β-karoten akan membentuk suatu

kompeks dengan besi untuk membuat besi tetap larut dalam lumen usus

sehingga absorbsi besi dapat terbantu (Kirana, 2011).

8. Asupan Vitamin B12 dengan Anemia pada Wanita Prakonsepsi

Vitamin ini dikenal sebagai penjaga nafsu makan dan menjegah

terjadinya anemia (kurang darah) dengan membentuk sel darah merah.

Karena peranannya dalam pembentukan sel, defesiensi kobalamin bisa

mengganggu pembentukan sel darah merah, sehingga menimbulkan

berkurangnya jumlah sel darah merah. Akibatnya terjadi anemia.

Gejalanya meliputi kelelahan, kehilangan nafsu makan, diare, dan murung.

Defesiensi berat vitamin B12 potensial menyebabkan bentuk anemia fatal

yang di sebut Pernicious anemia (Kusumasari, 2012).

Kebutuhan tubuh terhadap vitamin B12 sama pentingnnya dengan

mineral besi. Vitamin B12 ini bersama-sama besi berfungsi sebagai bahan

pembentukan darah merah. Bahkan kekurangan vitamin ini tidak hanya

memicu anemia, melainkan dapat mengganggu system saraf. Kekurangan

vitamin B12 dapat terjadi karena gangguan dari dalam tubuh kita sendiri

atau sebab luar. Saluran cerna akan menyerap semua unsur gizi dalam

makanan, termasuk vitamin B12.


Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa

responden yang mengalami anemia dengan asupan Vitamin B12 cukup

sebesar 7,8% lebih tinggi dibanding asupan Vitamin B12 kategori kurang

sebanyak 4,7%. Dari hasil uji statistik dapat di lihat bahwa tidak ada

hubungan yang bermakna antara asupan vitamin B12 dengan anemia pada

wanita prakonsepsi. Hal ini disebabkan kurangnya dalam mengkonsumsi

makanan sumber Vitamin B12 yang baik (hati, daging, udang dan kerang)

dan makanan yang dikomsumsi memiliki daya absorpsi besi rendah,

sehingga asupan besi dalam tubuh tidak terlalu banyak. Penyebab anemia

bukan hanya di sebabkan oleh masukan zat gizi yang kurang. Apabila

masukan zat gizi cukup tetapi dalam proses produksi sel darah merah

terganggu karena tidak berfungsinya pencernaan dengan baik atau

kelainan lambung sehingga zat-zat gizi yang penting tidak dapat di serap

dan terbuang bersama kotoran, maka lama kelamaan tubuh akan

mengalami anemia (Raharjo, 2003).

9. Asupan Vitamin B6 dengan Kejadian Anemia pada Wanita

Prakonsepsi

Kekurangan vitamin B6 jarang terjadi dan bila terjadi, biasanya

secara bersamaan dengan beberapa jenis vitamin B-kompleks lainnya.

Kekurangan Vitamin ini menimbulkan gejala-gejala yang berkaitan

dengan gangguan metabolism protein, seperti lemah, mudah tersinggung

dan sukar tidur. Kekurangan lebih lanjut menyebabkan gangguan

pertumbuhan, gangguan fungsi motorik, kejang-kejang dan anemia.


Anemia ini di sebut juga dengan siderotic. Keadaannya mirip

dengan anemia gizi besi . namun darahnya di uji secara laboratoris, serum

biasanya normal. Kekurangan Vitamin B6 akan mengganggu sintesis

(pembentukan) Hemoglobin.

Vitamin B6 berperan dalam glukoneogenesis yaitu pembentukan

glukosan dari lemak dan protein melalui reaksi transaminase dan glikogen

fosforilase. Juga berperan dalam metabolism sel darah merah.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan menujukkan bahwa

tidak ada hubungan yang signifikan antara asupan vitamin B6 dengan

kejadian anemia. Hal ini di sebabkan oleh kebiasaan makan responden

yang monoton dan kurang beragam sehingga vitamin B6 yang terkandung

dalam makanan tidak terserap banyak oleh tubuh. Selain itu ketersediaan

makanan sumber protein hewani yang kurang di komsumsi responden

menjadi salah satu penyebab terjadinya tidak ada hubungan dalam

penelitian ini karena vitamin B6 dalam bahan makanan hewani lebih

mudah di absorpsi dari pada yang terdapat dalam bahan makanan nabati.

Asupan riboflavin dan penyerapan Fe umumnya rendah jika

mengkonsumsi produk hewani termasuk susu dalam jumlah terbatas.

Defisiensi riboflavin membuat defisiensi besi tambah buruk dengan

meningkatnya kehilangan besi, menurunnya absorbsi besi (Mukwahida,

2009).

10. Asupan Asam Folat dengan Kejadian Anemia pada Wanita

Prakonsepsi
Asam folat dibutuhkan dalam pemebentukan sel darah merah dan

sel darah putih dalam sumsum tulang dan untuk pendewasaannya. Folat

berperan sebagai pembawa karbon tunggal dalam pembentukan hem.

Suplementasi folat dapat banyak menyembuhkan anemia pernisiosa,

namun gejala gastrointestinal, dan gangguan sarat tetap bertahan

(Almatsier, 2009).

Folat terutama terdapat di dalam sayuran hijau, hati, daging tanpa

lemak, serealia utuh, biji-bijian, kacang-kacangan, dan jeruk. Vitamin C

dalam jeruk menghambat kerusakan folat.

Berdasarkan hasil penelitian yang di dapatkan bahwa responden

yang mengalami anemia sebanyak 12,5% memiliki asupan asam folat

dengan kategori kurang. Dari hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak

ada hubungan bermakna antara asupan asam folat dengan kejadian anemia

pada wanita prakonsepsi. Kekurangan asam folat pada responden di

sebabkan karena sebagian besar asupan makanan yang dikomsumsi tidak

beragam sehingga tidak cukup untuk memenuhi asupan asam folat yang

seharusnya.

Kekurangan folat dapat terjadi karena kurangnya komsumsi,

terganggunya absopsi, kebutuhan metabolism yang meningkat. Kurangnya

komsumsi folat terutama terjadi pada masyarakat berpenghasilan rendah

yang tidak dapat memperoleh makanan kaya folat secara teratur

(Almatsier, 2009). Defesiensi folat juga bisa terjadi akibat bahan makanan

sumber asam folat seperti sayuran berdaun hijau rusak akibat proses
pemasakan. Tidak ada anemia yang disebabkan hanya kekurangan asam

folat saja. Anemia kekurangan asam folat selalu disertai kekurangan zat

gizi lainnya (Suyardi, 2009).

D. Keterbatasan Penelitian

Dengan menggunakan metode Recall 2 x 24 jam yang mengandalkan daya

ingat responden memberi pengaruh terhadap data primer yang akan

dikumpulkan.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Tidak ada hubungan antara asupan energi dengan kejadian anemia

pada wanita prakonsepsi di Kecamatan Ujung Tanah dan Kecamatan

Biringkanaya. Hal ini di sebabkan karena daya absorpsi zat besi dari

pangan karbohidrat yang di peroleh sebagai sumber energi termasuk

rendah

2. Tidak ada hubungan antara asupan protein dengan kejadian anemia

pada wanita prakonsepsi di Kecamatan Ujung Tanah dan Kecamatan

Biringkanaya. Hal ini di sebabkan karena kurangnya asupan protein

hewani yang mengakibatkan transportasi zat besi terlambat.

3. Tidak ada hubungan antara asupan zat besi dengan kejadian anemia

pada wanita prakonsepsi di Kecamatan Ujung Tanah dan Kecamatan

Biringkanaya. Hal ini di sebabkan karena komsumsi makanan yang

tidak seimbang sehingga dapat mengganggu absorpsi besi dalam

tubuh.

4. Tidak ada hubungan antara asupan vitamin C dengan kejadian anemia

pada wanita prakonsepsi di Kecamatan Ujung Tanah dan Kecamatan

Biringkanaya. Hal ini di sebabkan karena kurangnya komsumsi buah

dan sayur yang membantu penyerapan besi terutama besi non hem.
5. Tidak ada hubungan antara asupan vitamin A dengan kejadian anemia

pada wanita prakonsepsi di Kecamatan Ujung Tanah dan Kecamatan

Biringkanaya. Hal ini di sebabkan karena komsumsi sayuran dan buah

yang merupakan sumber vitamin yang baik.

6. Tidak ada hubungan antara asupan vitamin B12 dengan kejadian

anemia pada wanita prakonsepsi di Kecamatan Ujung Tanah dan

Kecamatan Biringkanaya. Hal ini di sebabkan karena makanan yang

dikomsumsi memiliki daya absorpsi besi rendah, sehingga asupan besi

dalam tubuh tidak terlalu banyak.

7. Tidak ada hubungan antara asupan vitamin B6 dengan kejadian anemia

pada wanita prakonsepsi di Kecamatan Ujung Tanah dan Kecamatan

Biringkanaya. Hal ini di sebabkan karena asupan makanan yang

monoton dan kurang beragam sehingga mempengaruhi penyerapan

vitamin dalam tubuh.

8. Tidak ada hubungan antara asupan Asam Folat dengan kejadian

anemia pada wanita prakonsepsi di Kecamatan Ujung Tanah dan

Kecamatan Biringkanaya. Hal ini di sebabkan karena asupan makanan

yang dikomsumsi tidak beragam sehingga tidak cukup untuk

memenuhi asupan asam folat yang di butuhkan dalam tubuh.

B. Saran
Bagi wanita prakonsepsi agar lebih memperhatikan kualitas

makanan yang dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan asupan zat gizi dan

mencegah terjadinya anemia sbelum dan pada saat mengalami kehamilan.


DAFTAR PUSTAKA

Arisman. 2004. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: ECG.

Achadi, Endang L. 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. PT Raja Grafindo


Persada. Jakarta

Almatsir, Sunita. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama

Ani Luh Seri, dkk. 2010. Kadar Feritin Serum dan Hemoglobin pada Wanita Pasangan
Pengantin Baru di Bali. 26-30.

Adriana, 2010. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Anemia Remaja Putri
di Madrasah Aliyah Negeri 2 Bogor Tahun 2010. Skripsi Sarjana. Fakultas
Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Jakarta

Anonim, 2010. Preconception Nutrition. Georgia: Department of Human


Resourcer.

Alisha.2011. Vitamin A. http://www.kesehatan123.com/author/alisha/. Diakses


pada Rabu, 24 mei pukul 19.00 WITA

Azikin, 2010. Gambaran tentang Kejadian Anemia pada Ibu Hamil yang Di
Batasi pada Masalah Umur Ibu, Paritas dan Pendidikan. [Online]
http://kebidanan-kti.blogspot.com/2011/12/gambaran-ttg-kejadian-anemia-
pada.html [Diaskses pada minggu 20 januari 2013 pukul 20.00 WITA].

Bardosono, Saptawati. 2012. Pentingnya Gizi Prakonsepsi. Seminar Premarital


Nutrition. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC

Citra Kusumasari, 2012. Anemia Gizi Masalah dan Pencegahannya. Kalika:


Yogyakarta
Diana, Tri Rettagung. 2003. Hubungan Status Gizi MIkro Folat, Vitamin B12, Seng
dan Vitamin A Pra Suplementasi dengan Pencapaian Kadar Hemoglobin
Harapan Ibu Hami . Tesis. Program Pasca Serjana. Universitas Dipenogoro.
Semarang.

Darlina, dan Hardiansyah. 2003. Faktor Resiko Anemia pada Ibu Hamil di Kota
Bogor. Media Gizi dan Keluarga. 34-41.
Farida, Ida. 2007. Determinan Kejadian Anemia Pada Remaja Putri Di
Kecamatan Gebog Kabupaten Kudus Tahun 2006. Tesis Magister Gizi
Masyarakat. Universitas Diponegoro. Semarang.

Gibney J Michael, dkk. 2009. Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Kedokteran


EGC.

Hastono, Susanto Priyo. 2008. Pengaruh Edukasi Kelompok Sebaya Terhadap


Perubahan Perilaku Pencegahan Anemia Gizi Besi pada Wanita Usia Subur
Di Kota Semarang. Jurnal Keperawatan. Vol. 2 No.1. 35 – 38.

Irsa Lily. 2002. Gangguan Kognitif pada Anemia Defisiensi Besi. Vol. 4, No. 3,:
114 – 118.

Izah, Saifi Nailul. 2011. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Status


Anemia Defisiensi Besi Anak Sekolah Kelas V Dan Vi Di Mi Negeri 02
Cempaka Putih Ciputat Timur Tangerang Selatan Tahun 2011. Skripsi
Sarjana. Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan. Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah. Jakarta

Khasana, Nur. 2003. Hubungan Status Protein, Besi, Seng, Vitamin A, Folat, dan
Antropometri Ibu Hamil Trimester II dengan Bayi Berat Lahir Rendah.
Tesis. Program Pasca Serjana. Universitas Dipenogoro. Semarang.

Kirana Dian Purwitaningtyas. 2011. Hubungan Asupan Zat Gizi Dan Pola
Menstruasi Dengan Kejadian Anemia Pada Remaja Putri Di Sma N 2
Semarang. Artikel Penelitian. Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro.

Maria. 2002. Hubungan Antara Kadar Zn dengan Kadar Feritin dan Hemoglobin
pada Ibu Hamil. Karya Akhir Ilmiah. Bagian Patologi Klinik Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro-RSUP. Dr. Kariadi.

Manampiring, Aaltje E. 2008. Prevalensi Anemia dan Tingkat Kecukupan Zat


Besi pada Anak Sekolah Dasar di Desa Minaesa Kecamatan Wori
Kabupaten Minahasa Utara. Karya Ilmiah. Fakultas Kedokteran Universitas
Sam Ratulangi. Manado

Misterianingtiyas Wawin. 2007. Hubungan Tingkat Konsumsi Energi Dan Zat


Gizi Dengan Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil Trimester Iii Di Desa
Jatiguwi, Kecamatan Sumberpucung, Kabupaten Malang. Jurnal. Jurusan
Gizi Politeknik Kesehatan Malang.

Mukwahida, 2009. Efek Suplementasi Fe, Asam Folat Dan Vitamin B 12


Terhadap Peningkatan Kadar Hemoglobin (Hb) Pada Pekerja Wanita (Di
Kabupaten Sukoharjo). Tesis. Program Pasca Serjana. Universitas
Dipenogoro. Semarang.

Nursari, Dillah. 2010. Gambaran Kejadian Anemia Pada Remaja Putri SMP
Negeri 18 Kota Bogor Tahun 2009. Skripsi Sarjana. Fakultas Kedokteran
Dan Ilmu Kesehatan. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta
Nursin. 2012. Hubungan Pola Komsumsi dengan Kadar Hemoglobin Ibu Hamil
Di Puskesmas Sudiang Raya Makassar Tahun 2012. Skripsi Sarjana.
Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Puji A.Esse, dkk. 2010. Hubungan Pengetahuan Ibu Dan Pola Konsumsi Dengan
Kejadian Anemia Gizi Pada Ibu Hamil Di Puskesmas Kassi-Kassi. Media
Gizi Pangan, Vol. X, Edisi 2

Priswanti. 2004. Hubungan Ketersediaan Pangan Keluarga Dan Tingkat


Konsumsi Energi Protein, Fe, Asam Folat, Vitamin B12 Dengan Kejadian
Kurang Energi Kronis (Kek) Dan Anemia Pada Ibu Hamil. Artikel
Penelitian. Program Studi Ilmu Gizi (S1). Fakultas Kedokteran. Universitas
Diponegoro

Rasmalia. 2004. Anemia Kurang Besi Dalam Hubungannya Dengan Infeksi


Cacing Pada Ibu Hamil. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara.

Riskesdas 2007. Laopran Nasional Riset Kesehatan dasar (RISKESDAS) 2007.


Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI:
Jakarta.

Radjawane Sylvia. 2010. Anemia Pada Anak.


http://keluargasehat.wordpress.com/2010/05/12anemia-pada-anak-2/
Diakses pada Rabu, 24 mei pukul 19.00 WITA

Raharjo Bejo. 2003. Beberapa Faktor Resiko yang Berhubungan dengan


Kejadian Anemia pada Pekerja Perempuan di Kelurahan Jetis, Kecamatan
Sukoharjo. Tesis. Program Pasca Serjana. Universitas Dipenogoro.
Semarang.

Suyardi M. Arifin, dkk. 2009. Gambaran Anemia Gizi dan Kaitannya Dengan
Asupan Serta Pola Makan Pada Tenaga Kerja Wanita di Tangerang,
Banteng. Jurnal Kedokteran Yarsi 17 (1) : 031-039.

Simanjuntak, Nelly Agustini. 2009. Hubungan Anemia pada Ibu Hamil dengan
Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di Badan Pengelola Rumah
Sakit Umum (BPRSU) Rantauprapat Kabupaten Labuhan Batu Tahun 2008.
Skripsi Sarjana. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatera
Utara.
Supriyono, 2010. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Anemia Gizi Besi Pada
Tenaga Kerja Wanita Di Pt Hm Sampoerna. Widyaiswara Pusdiklat
Aparatur Kemenkes RI

Susanti, Diah Ayu. 2012. Perbedaan Asupan Energi, Protein Dan Status Gizi
Pada Remaja Panti Asuhan Dan Pondok Pesantren. Karya Tulis Ilmiah.
Fakultas Kedokteran. Universitas Diponegoro

Sandjaja, dkk. 2010. Kamus Gizi. Jakarta: Kompas.

Sondang. 2013. 7 Penyebab Anemia. http://www.tabloidnova.com/Nova/7-


penyebab-anemia. Diakses pada Rabu, 24 mei pukul 19.00 WITA

Setijowati Nanik. 2012. Pengaruh Karakteristik Ibu Dan Konsumsi Pangan


Terhadap Status Anemia Pada Ibu Hamil Di Puskesmas Dinoyo Kota
Malang. Jurnal Program Studi Ilmu Gizi FKUB

Tristiyanti Wara Fitria. 2006. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Anemia


Pada Ibu Hamil Di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Skripsi Sarjana. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Tirtawinata, Tien Ch. 2006. Makanan dalam Perspektif Al-Quar’an dan Ilmu
Gizi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Wijanti, Ribut Eko, dkk. 2012. Hubungan Pola Makan Ibu Hamil Trimester III
dengan Kejadian Anemia. 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan. Volume
II Nomor 2.

Zarianis. 2006. Efek Suplementasi Besi-Vitamin C dan Vitamin C Terhadap


Kadar Hemoglobin Anak Sekolah Dasar yang Anemia Di Kecamatan
Sayung Kabupaten Demak. Tesis Magister Gizi Masyarakat. Universitas
Diponegoro. Semarang.

Zulaekah, Siti. 2007. Efek Suplementasi Besi, Vitamin C Dan Pendidikan Gizi
Terhadap Perubahan Kadar Hemoglobin Anak Sekolah Dasar Yang Anemia
Di Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo. Tesis Magister Gizi
Masyarakat. Universitas Diponegoro. Semarang.

Anda mungkin juga menyukai