Disusun oleh:
Kelompok 14
Laporan seminar kasus ini, dibuat dan diambil oleh mahasiswa kelompok 14
program profesi ners di ruang bedah bougenvile RSUD Dr. Soetomo Surabaya
pada masa praktik 08-13 April 2019.
Mengetahui,
Kepala Ruang Bedah B
PENDAHULUAN
hubungan yang abnormal antara saluran gastrointestinal (GI) dan kulit yang
ahli bedah; kondisi pasien, seperti status gizi dan imunologi atau faktor yang
terkait dengan jenis operasi itu sendiri dan patologi yang mendasarinya. Teixeria
pasien adalah 16,9%. Insiden pembentukan fistula spontan akibat penyakit radang
penyakit Crohn (CD) adalah 22,1% . Setelah penyebab iatrogenik, fistula spontan
telah dilaporkan 23% -48% sebagai akibat dari kondisi penyakit seperti CD dan
enterokutan ini bervariasi antara 6,5-39%. Kondisi pasien dan jenis operasi
menentukan prognosis pasien. Pada operasi usus besar dan operasi dubur,
kejadian fistula sebesar 3-12% (Valle et al., 2016). Sedangkan menurut (Dumas et
al 2017) 90% pasien dengan fistula mengalami masalah berkaitan dengan
eksoriasi kulit, dehidrasi, hingga sepsis. Selain itu angka kematian yang
ditimbulkan oleh fistula berisar antara 5-20% tergantung pada beberapa aktor
termasuk infeksi yang mendasari dan lokasi fistula. Mortalitas meningkat sebesar
16 kali lipat pada kasus sepsis dan 22 kali lipat jika pengaturan infeksi tidak
terkontrol. Mortalitas juga meningkat 26% pada pasien fistula dengan output
cairan, elektrolit, dan nutrisi rendah (Dumas, Moore and Sims, 2017).
pencernaan baik karena operasi atau penyakit, atau keduanya. Ini paling sering
terlihat dalam pengaturan pasca operasi dan dikaitkan dengan morbiditas dan
gangguan metabolisme akibatnya. Oleh karena itu, pronosis pada pasien dengan
al, 2011).
ECF terjadi sebagai akibat dari serangkaian faktor: kesalahan operasi adalah
usus, terapi pasca radiasi untuk keganasan,obstruksi distal; iatrogenik atau cedera
2017).
manajemen perawatan kesehatan pada penderita membutuhkan tim ahli gizi multi-
disiplin, perawat perawatan luka dan ahli bedah untuk memastikan hasil yang
baik. Pentingnya pusat perawatan dengan keahlian tinggi tidak boleh di bawah
perkiraan dan telah terbukti secara signifikan menurunkan angka kematian dari
TINJAUAN TEORI
2.1 DEFINISI
organ dalam atau berjalan dari suatu organ dalam ke permukaan tubuh. Fistula
organ gastrointestinal dan kulit. Fistel berarti adanya hubungan abnormal antara
ruang yang satu dengan ruang yang lainnya. Jadi Fistel enterokutaneus adalah
celah atau saluran abnormal antara usus dengan kulit abdomen. Berdasarkan atas
hubungan dengan dunia luar, maka fistel dibagi menjadi 2 bagian yaitu fistel
external dan fistel internal. Fistel eksternal dimaksudkan pada fistel yang
adalah fistel yng menghubungkan dua bagian tubuh yang kedua-duanya masih
2.2 KLASIFIKASI
pasien.
Fistula dengan high-output apabila pengeluaran cairan intestinal
2.3 ETIOLOGI
yaitu fistula yang terjadi secara spontan dan akibat komplikasi postoperasi.
Fistula yang terjadi secara spontan, terjadi sekitar 15-25% dari seluruh
pada kanker dan penyakit radang pada usus.Selain itu dapat juga disebabkan oleh
radiasi, penyakit divertikular, appendicitis, dan ulkus perforasi atau iskhemi pada
usus.
akibat postoperasi dapat disebabkan oleh faktor pasien dan faktor tehnik.Faktor
pasien yaitu malnutrisi, infeksi atau sepsis, anemia, dan hypothermia.Sedangkan
harus dievaluasi terlebih dahulu keadaan nutrisi pasien karena kehilangan 10-15%
berat badan, kadar albumin kurang dari 3,0 gr/dL, rendahnya kadar transferin dan
pada daerah operasi, hipotensi sistemik, tekanan berlebih pada anastomosis, dan
timbulnya fistula, keadaan pasien harus normovolemia / tidak anemis agar aliran
oksigen menjadi lebih optimal.Selain itu pada saat operasi harus diberikan
antibiotik profilaksis untuk mencegah timbulnya infeksi dan abses yang dapat
menimbulkan fistula.
prolonged ileus, rasa tidak nyaman pada abdomen, dan infeksi pada luka.
Diagnosis menjadi jelas bila didapatkan drainase material usus pada luka di
mentranspor produk dari pencernaan usus atas melalui lumen terkonstriksi dan
dirangsang oleh makana, maka nyeri biasanya timbul setelah makan. Untuk
nutrisi normal tidak terpenuhi. Akibatnya penurunan berat badan, malnutrisi, dan
ke kolon dari usus yang tipis, bengkak, yang menyebabkan diare kronis.
Kekurangan nutria juga bisa terjadi karena gangguan pada absorbs. Akibanya
adalah individu menjadi kurus karena masukan makanan tidak adekuat dan cairan
hilang secara terusmenerus. Pada beberapa pasien, usus yang terinflamasi dapat
enterokutaneous dan kebocoran segmen usus. Tehnik ini kurang mampu untuk
b. USG
c. Fistulogram
menggunakan tehnik pemeriksaan ini, dapat diketahui berbagai hal yaitu : Sumber
bagian distal, keadaan usus yang berdekatan dengan fistula (striktur, inflamasi)
halus, dan kolon. Tujuannya untuk mengetahui penyebab timbulnya fistula seperti
e. CT scan
2.6 PENATALAKSANAAN
1. Stabilization
a. Identification
erythema pada luka. Luka akan terbuka dan terdapat drainase cairan purulen
yang terdiri dari cairan usus. Pasien dapat mengalami malnutrisi yang
disebabkan karena sedikit atau tidak diberikan nutrisi dalam waktu lama.
Pasien dapat menjadi dehidrasi, anemis, dan kadar albumin yang rendah.
b. Resuscitation
c. Control of sepsis
d. Nutritional support
perlu diberikan elektrolit dan vitamin seperti vitamin C, vitamin B12, zinc,
asam folat.
fistula yaitu simple gauze dressing, skin barriers, pauches, dan suction
2. Investigation
Pada tahap ini, dilakukan investigasi terhadap sumber dan jalur fistula.
b. USG
c. Fistulogram
d. Barium enema
e. CT scan
3. Decision
pada pasien dengan pemberian nutrisi adekuat dan terbebas dari sepsis.Penutupan
spontan dapat terjadi pada sekitar 30% kasus.Fistula yang terdapat pada lambung,
menutup secara spontan.Hal ini berlaku juga pada fistula dengan keadaan terdapat
abses besar, traktus fistula yang pendek, striktur usus, diskontinuitas usus, dan
obstruksi distal. Pada kasus-kasus tersebut, apabila fistula tidak menutup (output
operasi reseksi. Pada rencana melakukan tidakan operasi, ahli bedah harus
enterokutaneous yang tidak dapat menutup secara spontan adalah tindakan yang
tepat.Sebelumnya, pasien harus dalam kondisi nutrisi yang optimal dan terbebas
dari sepsis.
Pada saat isolasi segmen usus yang mengandung fistula, reseksi pada
5. Healing
berkurangnya elektrolit dan cairan tubuh. Fistula dapat menimbulkan abses local,
infeksi jaringan, peritonitis hingga sepsis. Selain itu, fistula enterokutaneous dapat
meningkatkan pengeluaran isi usus yang kaya akan protein dan cairan tubuh serta
elektrolit dan cairan tubuh. Pemberian nutrisi parenteral (TPN) sangat diperlukan,
karena TPN dapat meningkatkan penutupan fistula secara spontan. Pada pasien
I. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas
Status sosial ekonomi dan pendidikan yang rendah merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan pasien. Pada pasien dengan EFC
nutrisi yang harus berkolaborasi dengan ahli gizi untuk maintenance kebutuhan
nutrisi klien, perawaatan luka yang dilakukan oleh perawat dan ahli bedah guna
menguraangi risiko infeksi pada permukaan luka post laparotomi pada klien
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Pasien biasanya mengeluh demam, rasa tidak nyaman pada perut, dan
melaporkan infeksi pada luka. Selain hal tersebut pasien juga mengeluhkan
adanya penurunan berat badan, malnutrisi, dan kelemahan (Brunner & Suddarth,
2002).
karakteristik nyeri abdomen, adanya diare atau dorongan fekal, mual, anoreksia
atau penurunan berat badan dan riwayat keluarga tentang penyakit usus inflamasi.
Pengkajian pola eliminasi usus mencakup karakter, frekuensi dan adanya darah,
pus, lemak, atau mucus. Alergi penting untuk dokumnetasi, khususnya intoleransi
usus atau lactose. Pasien menunjukkan gangguan pola tidur bila diare atau nyeri
karakteristiknya, palpasi abdomen terhadap distensi, nyeri tekan, atau nyeri dan
inspeksi kulit terhadap bukti adanya saluran fistula atau gejala dehidrasi. Feses di
inspeksi terhadap adanya darah dan mucus. Gejala paling utama adalah nyeri
intermitten yang terjadi pada diare tetapi tidak hilang setelah defekasi. Nyeri pada
daerah periumbilikal biasanya menunjukkan keterlibatan ileum terminalis
a. B1 (Breath)
b. B2 ( Blood)
c. B3 (Brain)
Nyeri pada luka stoma, nyeri tekan, nyeri pada daerah periumbilikal
infeksi
d. B4 (Bladder)
e. B5 (Bowel)
penurunan berat badan, malnutrisi, terdapat kebocoran pus, darah atau feses
f. B6 (Bone)
1. Defisit nutrisi b.d asupan makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan
2. Hipovolemia b.d kehilangan cairan aktif d.d nadi meningkat, nadi teraba
(D.0130)
4. Nyeri akut b.d abses pada luka operasi d.d tampak meringis,gelisah,
(D.0071)
5. Defisit perawatan diri b.d kelemahan fisik d.d tidak mampu mandi,
No. Diagnosa
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Diagnosa Keperawatan
1. Defisit nutrisi b.d Setelah dilakukan intervensi 1. Kolaborasi untuk pemberian 1. Mencegah mual dan muntah
asupan makanan keperawatan selama 3 x 8 jam, antiemetik sebelum makan pada saat makan
yang tidak sesuai status nutrisi membaik dengan 2. Lakukan oral hygiene 2. Agar mulut dan membran
dengan kebutuhan kriteria hasil : sebelum makan mukosa bersih dan lembab
d.d bising usus Status nutrisi (L.03030) 3. Sajikan makanan saat masih 3. Meningkatkan nafsu makan
hiperaktif, BB 1. Porsi makan yang dalam keadaan hangat pasien dan mencegah mual
menurun minimal dihabiskan meningkat (1 4. Kolaborasi dengan ahli gizi saat makan
10% dibawah porsi) untuk menentukan diet yang 4. Menentukan diet yang tepat
rentang ideal, 2. Nafsu makan membaik tepat sesuai dengan kondisi pasien
diare, membran 3. Mukosa mulut lembab dan 5. Monitor asupan makanan 5. Mengetahui asupan makanan
mukosa pucat bersih dan albumin pasien pasien dan kadar albumin
(D.0019) 4. Peristaltik usus normal (5 - pasien
30x/m)
5. Albumin normal (3,4 – 5,0
g/dL)
2. Hipovolemia b.d Setelah dilakukan intervensi 1. Hitung kebutuhan cairan. 1. Pengeluaran cairan berlebihan
kehilangan cairan keperawatan selama 3 x 8 jam, dapat menyebabkan hipovolemia
aktif d.d nadi status cairan membaik dengan 2. Berikan asupan cairan oral. 2.Menghindari hipovolemia
meningkat, nadi kriteria hasil: 3. Anjurkan memperbanyak 3. Mencegah hipovolemia
teraba lemah, Status cairan (L.03028) asupan cairan oral.
turgorkulit 1. Turgor kulit yang membaik 4. Kolaborasi pemberian 4. Membantu rehidrasi
menurun, 2. Output urine meningkat cairan IV isotonis (mis. RL,
hematorit 3. Frekuensi nadi normal (60 – NaCl).
No. Diagnosa
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Diagnosa Keperawatan
meningkat 100x/m) 5. Kolaborasi dalam 5. Menghindari syok hipovolemia
(D.0023) 4. Tekanan darah normal (120/80 pemberian produk darah.
mmHg) 6. Periksa tanda dan gejala 6. Perubahan tanda vital dan hasil
5. Kadar Hb membaik hipovolemia (mis. pemeriksaan laboratorium
6. Intake cairan membaik Frekuensi nadi meningkat, mengindikasikan terjadinya
nadi teraba lemah, tekanan hipovolemia
darah menurun, tekanan
nadi menyempit, turgor
kulit menurun, membran
mukosa kering, volume urin
menurun, hematokrit
meningkat, haus, lemah).
7. Monitor intake dan output 7.Ketidakseimbangan antara
cairan. intake dan output cairan dapat
menyebabkan hipvolemia
3. Hipertermia b.d Setelah dilakukan intervensi 1. Lakukan pendinginan 1. Membantu menurunkan suhu
reaksi inflamasi keperawatan selama 3 x 8 jam, eksternal (kompres dingin tubuh pasien
akibat termoregulasi membaik dengan pada dahi dan aksila)
pembentukan kriteria hasil : 2. Berikan cairan oral 2. Mencegah kehilangan cairan
ulkus pada usus Termoregulasi (L.14134) pada pasien
d.d suhu tubuh 1. Tidak ada menggigil 3. Kolaborasi untuk pemberian 3. Mencegah kehilangan cairan
diatas normal, kulit 2. Kulit tidak kemerahan cairan intravena akibat panas tubuh
terasa hangat, 3. Suhu kulit tidak panas 4. Longgarkan pakaian pasien 4. Meningkatkan pelepasan
takikardia, 4. Suhu tubuh normal (36- panas tubuh pasien
takipnea (D.0130) 37,50C) 5. Monitor suhu tubuh 5. Mengetahui suhu tubuh
pasien
No. Diagnosa
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Diagnosa Keperawatan
4. Nyeri akut b.d Setelah dilakukan intervensi 1. Kolaborasi untuk pemberian 1. Mengurangi nyeri yang
abses pada luka keperawatan selama 3 x 8 jam, obat analgesik dirasakan
operasi d.d tampak tingkat nyeri menurun dengan 2. Monitor efektifitas 2. Mengetahui respon dari obat
meringis,gelisah, kriteria hasil : pemberian analgesik yang diberikan
frekuensi nadi Tingkat nyeri (L.08066) 3. Berikan teknik 3. Mengurangi nyeri yang
meningkat, 1. Keluhan nyeri tidak ada nonfarmakologi untuk dirasakan
tekanan darah 2. Tidak ada ekspresi wajah mengurangi nyeri
meningkat, pola meringis 4. Identifikasi respon nyeri non 4. Mengetahui respon non verbal
nafas berubah 3. Tidak ada gelisah verbal pasien terhadap nyeri yang
(D.0071) 4. Tidak ada keluhan sulit 5. Ajarkan teknik dirasakan
tidur nonfarmakologi untuk 5. Membantu pasien dalam
5. Frekuensi nadi normal (60 mengurangi nyeri menurunkan nyeri yang
– 100x/m) 6. Monitor tanda-tanda vital dirasakan
6. Tekanan darah normal 6. Mengetahui tanda-tanda vital
(120/80 mmHg) pasien
7. Skala nyeri 0
Hari Rawat Ke :2
IDENTITAS
KELUHAN UTAMA
Riwayat penyakit sekarang:Perut pasien membesar dan sesak ± 3 hari yang lalu, perut terasa
kembung dan mual bila makan, riwayat operasi tutup stoma 3 bulan yang lalu. Pasien dirujuk
dari RS Bojonegoro dengan diagnosa fistula enterokutan. Selama di UGD RSDS, pasien
merasakan nyeri pada luka operasi, sulit BAB, mual dan muntah setiap kali makan dan berat
badan yang menurun sejak sakit.
Pada saat pengkajian pasien masih merasakan badannya demam dan nyeri dengan P : luka
post operasi, Q : nyeri dirasakan sepeti teriris, R : pada perut, S : skala nyeri 5 dan T : nyeri
terasa hilang timbul, nyeri bertambah saat bergerak. Luka operasi terlihat kemerahan dan
terpasang kantong stoma, dari luka operasi keluar cairan berwarna kehujauan dan berbau,
mual saat makan dan nafsu makan yang menurun, suhu 39,2.
1. Pernah dirawat : Pasien pernah dirawat di RS Bojonegoro sejak tanggal 21 Maret 2019
dengan diagnosa fistula enterokutan.
2. Riwayat penyakit kronik dan menular : Tidak ada
Riwayat kontrol : Tidak ada
Riwayat penggunaan obat : Cefotaxime, metronidazole, dulcolax.
3. Riwayat alergi : Tidak ada
4. Riwayat operasi : Riwayat operasi tutup stoma bulan Januari 2019
5. Lain-lain : Tidak ada
1. Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 95 x/m
Pernapasan : 20 x/m
Suhu : 39,20C
Kesadaran : Compos mentis
2. Sistim Pernapasan
a. RR : 20 x/m Masalah Keperawatan :
b. Keluhan : Tidak ada keluhan sesak maupun nyeri Tidak ada
Batuk : Tidak ada
Sekret : Tidak ada
c. Penggunaan otot bantu nafas : Tidak ada
d. PCH : Tidak ada
e. Irama napas : Teratur
f. Pola napas : Tidak ada dispneu
g. Suara nafas : Vesikuler
h. Alat bantu nafas : Tidak ada
i. Penggunaan WSD : Tidak ada
j. Tracheostomy : Tidak ada
k. Lain-lain : Tidak ada
3. Sistim Kardiovaskuler
a. Tekanan darah : 120/70 mmHg Masalah Keperawatan :
b. Nadi : 95 x/m Tidak ada
c. HR : 95 x/m
d. Keluhan nyeri dada : Tidak ada
e. Irama jantung : Reguler
f. Suara jantung : Normal (S1/S2 tunggal)
g. CRT : < 2 detik
h. Akral : Hangat kering merah
i. Sirkulasi perifer : normal
j. JVP : Tidak ada peninngkatan tekanan vena jugularis
k. CVP : Tidak dilakukan
l. ECG dan interpretasi : Sinus tachycardia
m. Lain-lain : Tidak ada
4. Sistim Persyarafan
a. S : 39,20C
Masalah Keperawatan :
b. GCS : 15 (E : 4, V : 5, M : 6)
Hipertermia (D.0130)
c. Refleks fisiologis : refleks patela
d. Reflleks patologis : Tidak ada
e. Keluhan pusing : Tidak ada
f. Pemeriksaan saraf kranial :
N1 : Fungsi penciuman normal
N2 : Penglihatan tidak terganggu
N3 : Refleks pupil normal
N4 : Gerakan mata normal
N5 : Menguyah baik
N6 : Deviasi mata ke lateral normal
N7 : Gerakan wajah normal
N8 : Pendengaran baik
N9 : Bisa membedakan rasa
N10 : Tidak ada muntah, refleks menelan baik
N11 : Dapat menggerakan bahu dengan baik
N12 : Dapat menggerakan lidah
g. Pupil : isokor
h. Sclera : anikterus
i. Konjungtiva : anemis
j. Istirahat/tidur : 6 – 7 jam/hari dan merasa sulit tidur karena nyeri
k. Lain-lain : Tidak ada
5. Sistim Perkemihan
a. Kebersihan genetalia : Bersih Masalah Keperawatan :
b. Sekret : Tidak ada
Tidak ada
c. Ulkus : Tidak ada
d. Kebersihan meatus uretra : Bersih
e. Keluhan kencing : Tidak ada
f. Kemampuan berkemih : Menggunakan alat bantu folley chateter ukuran 18 hari ke 2.
g. Produksi urine : 2400 ml/hari
h. Kandung kemih : Tidak membesar
i. Nyeri tekan : Tidak ada nyeri tekan
j. Intake cairan : oral : 700 ml/hari, parenteral : 2000 ml/hari
k. Balance cairan : Intake = Output (2.700 ml/ hari = 2.400 ml/ hari)
l. Lain-lain : Tidak ada
6. Sistim Pencernaan
a. TB : 165 cm Masalah Keperawatan :
b. BB : 45 kg Defisit nutrisi (D.0019)
2
c. IMT : 16,53 kg/m Nyeri akut (D.0077)
Interpretasi : Berat badan kurang Resiko infeksi (D.0142)
d. LILA : 19 cm
e. Mulut : Keadaan mulut pasien terlihat agak kotor
f. Membran mukosa : Kering
g. Tenggorokan : Tidak ada kesulitan menelan
h. Abdomen : Tegang
i. Nyeri tekan : ada nyeri tekan pada perut
P : luka post operasi, Q : nyeri dirasakan sepeti teriris, R : pada perut, S : skala nyeri 5
dan T : nyeri terasa hilang timbul, nyeri bertambah saat bergerak.
j. Luka operasi : ada luka operasi
Tanggal operasi : Januari 2019
Jenis operasi : Tutup stoma
Lokasi : Perut sampai perut bawah
Keadaan : Luka kelihatan kemerahan, keluar cairan berwarna kehijauan, ukuran
luka P x l = 20 cm x 3 cm
Drain :Tidak ada tetapi terdapat kantong stoma dengan isi cairan berwarna
kehijauan
k. Peristaltik : 10 x/m
l. BAB : Konsistensi lunak
Konsistensi : 1 x/hari, terakhir tanggal 09 April 2019
m. Diet : Makanan TKTP lunak
n. Diet khusus : Tidak ada
o. Nafsu makan : Menurun
p. Porsi makan : Pasien hanya menghabiskan ½ porsi makanan yang disediakan
q. Lain-lain : Tidak ada
7. Sistim penglihatan
a. Pengkajian segmen anterior dan posterior
OD OS
Tidak diukur Visus Tidak diukur
Simetris Palpebra Simetris
Anemis Konjungtiva Anemis
Normal Kornea Normal
Tidak diukur BMD Tidak diukur
Isokor Pupil Isokor
Normal Iris Normal
Normal Lensa Normal
Tidak diukur TIO Tidak diukur
8. Sistim Pendengaran
a. Pengkajian segmen anterior dan posterior
OD OS
Normal Aurcicila Normal
Normal MAE Normal
Normal Membran Thympani Normal
Tidak diukur Rinne Tidak diukur
Tidak diukur Webber Tidak diukur
Tidak diukur swabach Tidak diukur
9. Sistim muskuloskeletal
a. Pergerakan sendi : bebas
Masalah Keperawatan :
b. Kekuatan otot :
5 Tidak ada
5
5 5
PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
a. Persepsi pasien terhadap penyakitnya : Pasien merasa khawatir Masalah Keperawatan :
dengan penyakit yang Tidak ada
dideritanya
b. Ekspresi klien terhadap penyakitnya : Murung dan diam
c. Reaksi saat interaksi : Kurang kooperatif
d. Gangguan konsep diri : Tidak ada
e. Lain-lain : Tidak ada
PENGKAJIAN SPIRITUAL
a. Kebiasaan beribadah : Masalah Keperawatan :
Tidak ada
Sebelum sakit : sering
Setelah sakit : tidak pernah
b. Bantuan yang diperlukan pasien untuk memenuhi kebutuhan beribadah : Kebutuhan untuk
beribadah pasien, disediakan oleh istri pasien, memotivasi untuk berdoa
TERAPI
Tanggal : 09 April 2019
1. IVFD Tutofusin 2000 ml/24 jam 24 tpm
2. Metoclopramide inj. 3 x 10 mg IV
3. Ranitidine inj. 2 x 50 mg IV
4. Levofloxacine 1 x 750 mg Drip IV 48 tpm
5. Metamizole sodium inj. 3 x 1000 mg IV
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium tanggal 07 April 2019
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
1. Leukosit 5,53 x 103/L L 3,8 – 10,6 x 103/L
2. Hb 8,7 g/dL L 13,2 – 17,3 g/dL
3. Trombosit 294 x 103/L 150 – 400 x 103/L
4. Eritrosit 2,98 x 106/L 3,69 – 5,46 x 106/L
5. Albumin 3,2 g/dL 3,4 – 5,0 g/dL
6. BUN 14,0 mg/dL 7 – 18 mg/dL
7. Kreatinin 0,42 mg/dL 0,6 – 1,3 mmg/dL
Kelompok 14
ANALISA DATA
2. Nyeri akut b.d agen cidera fisiologis (infeksi pada luka operasi) d.d tampak
berubah (D.0071)
3. Defisit nutrisi b.d asupan makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan d.d bising
usus hiperaktif, BB menurun minimal 10% dibawah rentang ideal, diare, membran
4. Defisit perawatan diri b.d kelemahan fisik d.d tidak mampu mandi, mengenakan
Hari
Waktu Diagnosa Keperawatan Intervensi Rasional
Tanggal
Selasa 08.00 1. Hipertermia b.d reaksi inflamasi akibatManajemen Hipertermia (I.15506) 1. Membantu menurunkan suhu
pembentukan ulkus pada usus d.d suhu Observasi tubuh pasien
09 April tubuh diatas normal, kulit terasa 1. Monitor suhu tubuh
2019 hangat, takikardia, takipnea (D.0130) Terapeutik 2. Mencegah kehilangan cairan pada
2. Lakukan pendinginan eksternal pasien
Setelah dilakukan intervensi (kompres dingin pada dahi dan 3. Mencegah kehilangan cairan
keperawatan selama 3 x 8 jam, aksila) akibat panas tubuh
termoregulasi membaik dengan 3. Berikan cairan oral 4. Meningkatkan pelepasan panas
kriteria hasil : 4. Longgarkan pakian pasien tubuh pasien
Edukasi 5. Mengetahui suhu tubuh pasien
Termoregulasi (L.14134)
5. Anjurkan tirah baring
Tidak ada menggigil
Kolaborasi
Kulit tidak kemerahan 6. Kolaborasi untuk pemberian cairan
Suhu kulit tidak panas intravena
Suhu tubuh normal (36 -37,50C)
Selasa 08.00 3. Defisit nutrisi b.d asupan makanan Manajemen Nutrisi (I.03119) 1. Mencegah mual dan muntah pada
yang tidak sesuai dengan kebutuhan Observasi saat makan
09 April d.d bising usus hiperaktif, BB 1. Monitor asupan makanan dan 2. Agar mulut dan membran mukosa
2019 menurun minimal 10% dibawah albumin pasien bersih dan lembab
rentang ideal, diare, membran Terapeutik 3. Meningkatkan nafsu makan pasien
mukosa pucat (D.0019) 2. Lakukan oral hygiene sebelum dan mencegah mual saat makan
makan 4. Menentukan diet yang tepat sesuai
Setelah dilakukan intervensi 3. Sajikan makanan saat masih dalam dengan kondisi pasien
keperawatan selama 3 x 8 jam, status keadaan hangat 5. Mengetahui asupan makanan
nutrisi membaik dengan kriteria hasil: Edukasi pasien dan kadar albumin pasien
4. Ajarkan diet yang diprogramkan
Status nutrisi (L.03030)
Kolaborasi
Porsi makan yang dihabiskan 5. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
Hari
Waktu Diagnosa Keperawatan Intervensi Rasional
Tanggal
No
Hari/Tgl/shift Jam Implementasi Paraf Jam Evaluasi Paraf
DK
No
Hari/Tgl/shift Jam Implementasi Paraf Jam Evaluasi Paraf
DK
P : Lanjutkan intervensi :
1. Kolaborasi untuk pemberian
antiemetik sebelum makan
2. Lakukan oral hygiene
sebelum makan
3. Sajikan makanan saat masih
dalam keadaan hangat
5. Monitor asupan makanan
dan albumin pasien
P : Lanjutkan intervensi :
1. Kolaborasi untuk pemberian
antiemetik sebelum makan
2. Lakukan oral hygiene
sebelum makan
3. Sajikan makanan saat masih
dalam keadaan hangat
5. Monitor asupan makanan
dan albumin pasien
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
No
Hari/Tgl/shift Jam Implementasi Paraf Jam Evaluasi Paraf
DK
21.30
4. Melakukan observasi ulang suhu Kulit masih kemerahan
R/ didapatkan hasil 40,3 0C Tubuh pasien masih terasa panas
21.45 5. Memberikan paracetamol infussion Suhu : 40,1 0C
1 g/100 ml
22.00
6. Melakukan observasi ulang suhu
A : Masalah hipertermia teratasi
R/ didapatkan hasil 40,1 0C
7. Melakukan pemeriksaan darah, P : Intervensi dihentikan pasien
22.05 meninggal pukul 23.30 WIB
karena pasien dicurigai mengalami
sepsis
R/menunggu hasil
23.05
8. Dilakukan RJP dikarenkan pasien
mengalami arrest
R/ pasien meninggal
23.30 9. Melakukan perawatan jenazah
No
Hari/Tgl/shift Jam Implementasi Paraf Jam Evaluasi Paraf
DK
mengurangi nyeri
4. Identifikasi respon nyeri non
verbal
6. Monitor tanda-tanda vital
P : Lanjutkan intervensi :
1. Kolaborasi untuk pemberian
antiemetik sebelum makan
2. Lakukan oral hygiene
sebelum makan
3. Sajikan makanan saat masih
dalam keadaan hangat
5. Monitor asupan makanan
dan albumin pasien
WOC
Komplikasi operasi Trauma atau kecelakaan Kanker, radiasi, penyakit Infeksi atau
Fistula Enterokutan
↓ ↓ ↓
Membran usus
↓ Diare ↓
B3
Transport produk ↓
MK : Hipertermi
B2
makanan pada usus
MK :
↓ ↓ ↓ ↓
Hipovolemi
Nyeri abdomen Nyeri pada Demam B3
↓ tempat abses ↓ Resiko
MK :
Resiko
Infeksi
Kecenderuman untuk ↓ eksi
B3
Membatasi asupan makanan B3 Hiperter
MK :
↓ Hipertermi
MK : Nyeri
Kebutuhan nutrisi tidak Penurunan BB dan akut
terpenuhi malnutrisi
↓ ↓
B5 Anemia
MK : Defisit nutrisi ↓
Kelemahan fisik
↓
B6
MK : Defisit
perawatan diri
BAB 4
PEMBAHASAN
Pengkajian dilaksanakan pada hari selasa, tanggal 09 April 2019 pukul 08.00 hari
rawat ke-2. Pasien dengan identitas Tn. M MRS 07 April 2019 dengan usia 37 tahun,
beralamatkan kediri jawa timur, pendidikan terakhir adalah strata satu, perkerjaan guru
swasta, dengan diagnosa masuk: Fistula Enterokutan + malnutrisi. Pasien pernah dilakukan
laparotomi dan beberapa tindakan pembedahan sebanyak empat kali dan pada januari 2019
dilakukan penutupan stoma di RS Bojonegoro. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Teixeria
(2009) melaporkan kejadian 1,5% ECF yang dikembangkan setelah laparotomi. Beberapa
tahun sebelumnya, Tsuei et al. (2004) menemukan bahwa kejadian fistula sebagai komplikasi
pankreatitis atau trauma) untuk 71 pasien adalah 16,9%. Insiden pembentukan fistula spontan
akibat penyakit radang usus juga belum diteliti secara memadai (Falconi, 2001).
Keluhan utama pasien adalah demam, dengan suhu : 39,20C dengan riwayat penyakit
sekarang, perut pasien membesar dan sesak ± 3 hari yang lalu, perut terasa kembung dan mual
bila makan, riwayat operasi tutup stoma 3 bulan yang lalu. Pasien dirujuk dari RS Bojonegoro
dengan diagnosa fistula enterokutan. Selama di UGD RSDS, pasien merasakan nyeri pada
luka operasi, sulit BAB, mual dan muntah setiap kali makan dan berat badan yang menurun
sejak sakit.Pada saat pengkajian pasien masih merasakan badannya demam dan nyeri dengan
P : luka post operasi, Q : nyeri dirasakan sepeti teriris, R : pada perut, S : skala nyeri 5 dan T :
nyeri terasa hilang timbul, nyeri bertambah saat bergerak. Luka operasi terlihat kemerahan
dan terpasang kantong stoma, dari luka operasi keluar cairan berwarna kehujauan dan berbau,
mual saat makan dan nafsu makan yang menurun, suhu 39,2. Tanda-tanda vital pasien :
tekanan darah : 120/70 mmHg, nadi : 95x/m, pernapasan : 20 x/m, suhu : 39,20C dengan
kesadaran : Compos mentis. Hal tersebut sesuai dengan gejala awal dari fistula
enterokutaneous adalah demam, leukositosis, prolonged ileus, rasa tidak nyaman pada
abdomen, dan infeksi pada luka. Diagnosis menjadi jelas bila didapatkan drainase material
usus pada luka di abdomen. Penyempitan lumen usus tadi mempengaruhi kemampuan usus
untuk mentranspor produk dari pencernaan usus atas melalui lumen terkonstriksi dan akhirnya
mengakibatkan nyeri abdomen berupa kram. Karena peristaltic usus dirangsang oleh makana,
maka nyeri biasanya timbul setelah makan. Untuk menghindari nyeri ini, maka sebagian
pasien cenderung untuk membatasi masukan makanan, mengurangi jumlah dan jenis makanan
sehingga kebutuhan nutrisi normal tidak terpenuhi. Akibatnya penurunan berat badan,
Selain itu, pembentukan ulkus di lapisan membrane usus dan ditempat terjadinya
inflamasi, akan menghasilkan rabas pengiritasi konstan yang dialirkan ke kolon dari usus
yang tipis, bengkak, yang menyebabkan diare kronis. Kekurangan nutrisi juga bisa terjadi
karena gangguan pada absorbs. Akibanya adalah individu menjadi kurus karena masukan
makanan tidak adekuat dan cairan hilang secara terusmenerus. Pada beberapa pasien, usus
yang terinflamasi dapat mengalami demam dan leukositosis (Brunner & Suddarth, 2002).
penegakan diagnosa berdsarkan sumber SDKI (2017), yaitu Hipertermia dengan data subjektif
: Keluarga dan pasien mengatakan tubuh pasien terasa panas. Data objektif : Suhu : 39,70C,
Tubuh pasien terasa panas, Kulit pasien terlihat kemerahan. Menurut () Hipertermi yang
sehingga menimbulkan reaksi inflamasi, yang ditandai dengan peningkatan suhu tubuh,
adalah nyeri akut dengan data subjektif : Pasien mengatakan merasakan nyeri pada luka post
operasi P : Luka post operasi, Q : Nyeri dirasakan seperti teriris, R : Pada perut, S : Skala
nyeri 5, T : Nyeri terasa hilang timbul, nyeri bertambah saat bergerak. Data objektif : Wajah
pasien tampak meringis, pasien terlihat gelisah, frekuensi nadi : 88 x/m. Menurut Brunner ()
pada pasien dengan fistula enterokutan, pada luka stoma keluar cairan dari usus melalui kulit,
kemudian menyebabkan abses pada luka operasi, sehingga merangsang saraf pada kulit, dan
Masalah keperawatan yang ketiga adalah defisit nutrisi dengan data subjektif : Keluarga
pasien mengatakan berat badan pasien menurun sejak sakit, keluarga pasien mengatakan
nafsu makan pasien menurun. Data objektif : Nafsu makan pasien menurun, Mukosa mulut
terlihat kering dan pucat, pasien hanya menghabiskan ½ porsi makanan yang diberikan, Mual
bila makan, Peristaltik usus 10 x/m, IMT : 16,53 kg/m2, Albumin : 2,5 g/dL. Masalah defisit
nutrisi disebabkan karena pada pasien fistula enterokutan mengalami penebalan pada usus
akibatnya terjadi fibrotic usus sehingga lumen usus menyempit dan mengakibatkan nyeri pada
sehingga kebutuhan nutrisi tidak terpenuhi. Sesuai dengan penelitian Kumar (2011)
Enterocutaneous fistula (ECF) dapat terjadi karena gangguan pada saluran pencernaan baik
karena operasi atau penyakit, atau keduanya. Ini paling sering terlihat dalam pengaturan pasca
operasi dan dikaitkan dengan morbiditas dan mortalitas yang signifikan. Kesulitan yang
Lee, S. (2012) ‘Surgical Management of Enterocutaneous Fistula’, 13(Suppl 1), pp. 17–20.
10.1016/j.suronc.2016.05.025.