Anda di halaman 1dari 38

A.

ANATOMI GINJAL MANUSIA


a. Bagian-bagian ginjal
Ginjal terletak di sepanjang dinding otot bagian belakang
(otot posterior) rongga perut. Bentuk ginjal menyerupai kacang
yang berukuran sekepalan tangan. Ginjal dilengkapi dengan
sepasang ureter, sebuah kandung kemih dan uretra yang membawa
urine keluar.
Posisi ginjal Manusia memiliki sepasang ginjal yang bagian
kirinya terletak sedikit lebih tinggi daripada ginjal kanan, karena
adanya organ hati yang mendesak ginjal kanan. Ginjal juga
dilindungi oleh tulang rusuk dan otot punggung. Selain itu,
jaringan adiposa (jaringan lemak) mengelilingi ginjal dan berperan
sebagai bantalan pelindung ginjal.
Secara umum, anatomi ginjal manusia dibagi menjadi tiga
bagian dari yang paling luar ke paling dalam, yaitu korteks ginjal,
medula ginjal, dan pelvis ginjal.

1. Korteks (Cortex)
Korteks ginjal adalah bagian ginjal paling luar. Tepi
luar korteks ginjal dikelilingi oleh kapsul ginjal dan jaringan
lemak, untuk melindungi bagian dalam ginjal.
2. Medula (medulla)
Medula ginjal adalah jaringan ginjal yang halus dan
dalam. Medula berisi lengkung Henle serta piramida ginjal,
yaitu struktur kecil yang terdapat nefron dan tubulus.

1
Tubulus ini mengangkut cairan ke ginjal yang kemudian
bergerak menjauh dari nefron menuju bagian yang
mengumpulkan dan mengangkut urine keluar dari ginjal.
3. Pelvis ginjal (renal pelvis)
Pelvis ginjal adalah ruang berbentuk corong di bagian
paling dalam dari ginjal. Ini berfungsi sebagai jalur untuk
cairan dalam perjalanan ke kandung kemih. Bagian pertama
dari pelvis ginjal mengandung calyces. Ini adalah ruang
berbentuk cangkir kecil yang mengumpulkan cairan sebelum
bergerak ke kandung kemih.
Hilum adalah lubang kecil yang terletak di bagian
dalam ginjal, di mana ia melengkung ke dalam untuk
menciptakan bentuk seperti kacang yang berbeda. Pelvis ginjal
melewatinya, serta:
 Arteri ginjal, membawa darah yang kaya akan oksigen dari
jantung ke ginjal untuk proses filtrasi.
 Vena ginjal, membawa darah yang disaring dari ginjal
kembali ke jantung.
 Ureter adalah tabung otot yang mendorong urine ke dalam
kandung kemih.
Mengenal nefron, bagian ginjal yang menyaring darah

Nefron adalah bagian anatomi ginjal yang bertanggung


jawab untuk penyaringan darah. Nefron mengambil darah,
memetabolisme nutrisi, dan membantu mengedarkan produk
limbah hasil penyaringan.

2
Nefron meluas melewati area korteks dan medulla
ginjal. Setiap ginjal memiliki sekitar satu juta nefron, yang
masing-masing memiliki struktur internal sendiri. Berikut
adalah bagian dari nefron:
1. Badan malphigi
Setelah darah masuk ke nefron, darah masuk ke
badan malpighi (korpus ginjal). Badan malphigi
mengandung dua struktur tambahan yaitu:

 Glomerulus Tempat penyaringan darah yang akan


menyaring air, garam, asam amino, glukosa, dan urea.
Menghasilkan urin primer.
 Kapsul Bowman Adalah semacam kantong/kapsul yang
membungkus glomerulusn.
2. Tubulus ginjal
Tubulus ginjal adalah serangkaian tabung yang
dimulai setelah kapsul Bowman dan berakhir di tubulus
pengumpul (collecting duct). Setiap tubulus memiliki
beberapa bagian:
 Tubulus proksimal merupakan tubulus yang paling
dekat dengan glomerulus, bentuk tubulus ini berbelit-
belit. Berfungsi untuk menyerap air, natrium, dan
glukosa kembali ke dalam darah.
 Lengkungan Henle (loop of henle) merupakan bagian
dari tubulus ginjal yang membentuk lengkungan ke
bawah, dan berada di antara tubulus proksimal dan

3
distal. Berfungsi menyerap kalium, klorida, dan natrium
ke dalam darah.
 Tubulus distal merupakan tubulus yang berada di akhir
rangkaian tubulus ginjal yang bentuknya berbelit-belit.
Berfungsi untuk menyerap lebih banyak natrium ke
dalam darah dan mengambil kalium serta asam.
 Limbah atau cairan yang disaring dari nefron
dilewatkan ke dalam tubulus pengumpul, yang
mengarahkan urine ke pelvis ginjal. Pelvis ginjal
dengan ureter memungkinkan urine mengalir ke
kandung kemih untuk ekskresi.
b. Hormon pada ginjal
Epinefrin dan Norepinefrin
Kedua hormon ini disekresikan oleh bagian dalam kelenjar
adrenal yaitu medula adrenal dan biasanya dikenal pula sebagai
adrenalin. Epinefrin dan norepinefrin disebut katekolamin karena
disekresikan untuk merespon kondisi stres fisik atau mental.
Epinefrin, juga dikenal sebagai adrenalin, memainkan peran
penting dalam konversi glikogen menjadi glukosa. Hormon ini juga
diperlukan oleh tubuh untuk kelancaran arus darah ke otak dan
otot. Selain itu, epinefrin juga berperan meningkatkan denyut
jantung dan melemaskan otot polos paru-paru.
Selain itu, hormon ini juga memicu pelebaran pembuluh
darah kecil di paru-paru, jantung, ginjal, dan otot. Singkatnya,
epinefrin membuat tubuh bersiap untuk melakukan ‘pertempuran’.
Seiring dengan epinefrin, norepinefrin juga mengaktifkan
mekanisme tubuh untuk respon melawan/melarikan diri.

4
c. Saraf Pada Ginjal

 Saraf Simpatik
Bagian dari saraf simpatik berpangkal di sumsum tulang
belakang (medula spinalis) di bagian toraks dan lumbar.
Ganglion saraf simpatik terletak di sepanjang tulang belakang
yang menempel pada sumsum tulang belakang. Ganglion atau
ganglia adalah kelompok sel saraf yang berlokasi di dalam
sistem saraf otonomik. Ganglia adalah tempat bagi syaraf
afferent. Terdapat 25 pasangan ganglion (simpul syaraf) pada
sistem syaraf simpatik. Saraf Simpatik memiliki tindakan yang
berlawanan dengan tindakan syaraf para simpatik.
Saraf Simpatik dan Parasimpatik Terdapat dua jenis
neuron yang terlibat dalam mentransmisikan sinyal yang
dikirim oleh saraf simpatik, yaitu pre-ganglionik dan post
ganglionik. Neuron preganglionik bermula dari daerah
thoracolumbar tulang belakang dan melintasi ganglion. Pada
sinapsis ganglia, asetilkolin dilepaskan oleh neuron
preganglionik. Asetilkolin adalah neurotransmiter yang
mengaktivasi reseptor nicotinik asetilkolin yang terdapat pada
neuron postganglionik.
Sebagai respon dari stimulus post-ganglionik, akan
dilepaskan norepinephrine yang akan mengativasikan reseptor
adrenergik pada jaringan target peripheral. Aktivasi dari

5
jaringan reseptor inilah yang berasosiasi dengan sistem
simpatik.
Akson pada syaraf simpatik meninggalkan sumsum
tulang belang melalui akar anterior dan memasuki rami anterior
syaraf tulang belakang. Untuk mencapai organ dan kelenjar
yang ditargetkan, akson harus menempuh perjalanan jauh.
Untuk melakukannya akson akan menyampaikan pesan ke sel
lainnya melalui transmisi sinaptik. Sel pertama yang disebut
sebagai selprasinaptik mengirimkan neurotransmitter pada
celah sinaps yang akan mengaktifkan sel kedua atau sel
postsinaptik dan membawa pesan ke tujuan akhir.
Secara umum kinerja dari syaraf simpatik adalah
mendorong atau memacu kinerja organ-organ tubuh, meski
terdapat juga sejumlah aktifitas yang bertujuan untuk
menghambat aktifitas pada organ yang dilakukannya. Syaraf
simpatik memiliki sejumlah fungsi yang sangat penting bagi
tubuh kita misalnya dalam memompa jantung dan merangsang
sekresi glukosa dalam hati (liver) (Baca ; sistem ekskresi
manusia & fungsi hati).
Sistem syaraf simpatis memungkinkan tubuh agar dapat
menyesuaikan diri dalam situasi stres,sebab dapat memacu
kineja jantung dan membangkitkan rasa takut, marah, atau
bersemangat. Sehingga mekanisme yang dilakukan oleh syaraf
simpatik disebut dengan mekanisme flight-or-fight (lari atau
lawan).
Adapun fungsi dan aktivitas dari syaraf simpatik antara lain:
o Mempertahankan dan meningkatkan aliran darah ke otot
rangka dan paru-paru
o Memungkinkan pertukaran oksigen alveolar dengan
volume yang lebih besar dengan melebarkan bronkiolus
paru-paru.
o Memberikan mekanisme untuk peningkatan aliran darah
dengan meningkatkan denyut jantung dan kontraktilitas
miosit atau sel jantung

6
o Mempersempit pembuluh darah
o Melebarkan pupil dan melemaskan lensa mata sehingga
memungkinkan lebih banyak cahaya yang dapat masuk ke
mata (Baca : Bagian bagian mata).
o Meningkatkan sekresi adrenalin
o Menghambat mekanisme gerak peristaltic
o Meenghambat kontraksi pada kantung kemih
o Menghambat pembentukan empedu dan menghambat aliran
saliva.
o Mengaktivasikan kelenjar keringat
 Saraf Parasimpatik
Saraf peristatlik berpangkal pada sumsum lanjutan
(medulla oblongata) serta pada sakrum. Syaraf parasimpatis
disebut juga sebagai syaraf craniosacral. Susuna syaraf
parasimpatik berupa serabut jaringan yang saling berhubungan
dengan ganglion. Perbedaan atara syaraf simpatik dan
parasimpatik bisa dilihat dari keberadaan ganglionnya.
Ganglion syaraf parasimpatik ini terletak diantara organ
visceral dan syaraf pusat. Syaraf parasimpatik ini memiliki
fungsi dan tindakan yang cenderung berlawanan dengan fungsi
syaraf simpatik.
Sama seperti pada sistem saraf simpatik, sinyal syaraf
parasimpatik juga ditransmisikan dari sistem syaraf pusat ke
organ tujuan melalui sistem dua neuron yaitu lewat neuron
pregangloinik dan postganglionik. Akson pada sel syaraf
preganglion parasimpatik biasanya sangat panjang, bermula
dari sistem syaraf cranial ke ganglion, sangat dekat dengan
organ target yang dibantunya. Hal ini menyebabkan neuron
postganglion parasimpatik menjadi sangat pendek.
Serabut saraf preganglionik pada syaraf parasimpatik
juga memproduksi asetilkolin, produsi asetilkolin ini yang
membuat sifat sel saraf preganglionik disebut koligernik.
Terdapat perbedaan pada rilisan neurotransmitter dari syaraf
postganglionik. Pada sistem saraf parasimpatik, neron
postganglioniknya memiliki sifat koligernik berbeda pada

7
sistem simpatik yang postganglionnya bersifat adregenik
karena melepaskan adrenaline atau norepinephrine.
Saraf para simpatik memiliki dua reseptor, yaitu
reseptor muskarinik dan reseptor nikotik.Reseptor muskarinik
terdapat pada neuron postganglion. Reseptor muskarinik di
aktivasi oleh neotransmitter asetikolin. Reseptor nikotinik
adalah reseptor yang berada di ujung myoneral dan ganglio
syaraf otonom. Reseptor ini juga distimulasi oleh asetikolin.
Mekanisme yang dilakukan oleh syaraf para simpatik
sering di asosiasikan dengan istilah rest-and-digest.Hal ini
disebabkan karena aktifitas syaraf para simpatik cenderung
berhubungan dengan pengaturan organ tubuh saat dalam posisi
istirahat dan membantu dalam mengendalikan proses
pencernaan dan ekskresi.
Fungsi dan aktivitas saraf para simpatik meliputi:
o Menghambat percepatan detak jantung dan membatasi
percepatan aliran darah ke otot dan rangka dan paru-paru
o Memperkecil bronkus paru-paru ketika kebutuhan tubuh
akan oksigen telah berkurang.
o Memperkecil pupil mata untuk menghalau cahaya yang
masuk ke mata terlalu banyak
o Memperlebar diameter pembuluh darah dan meningkatkan
aliran darah ke saluran pencernaan sehingga mendukung
kinerja usus dalam proses mencerna makanan.
o Mempercepat kontraksi pada kantung kemih (Fungsi
kelenjar prostat dan cowper)
o Mempercepat mekanisme gerakan peristaltic
o Mempercepat produksi empedu dan mempercepat sekresi
saliva
o Menurunkan produksi adrenalin
o Pada pria, menstimulasi aktivitas kelenjar kelamin
o Mendukung sintesis glikogen
Gangguan atau kerusakan yang berkaitan dengan sistem
syaraf para simpatik dan parasimpatik dapat mengganggu
kinerja dan bahkan merusak organ-organ tubuh yang diaturnya.

8
Ketika saraf simpatetik bertindak melebihi batas maka
akan terjadi sejumlah kondisi yang membahayakan. Salah
satunya adalah gagal jantung. Pada kondisi gagal jantung saraf
simpatik meningkat aktivitasnya dan menyebabkan
penungkatan tekanan kontraksi otot. Kelainan lainnya adalah
Symphaticotonia yang merupakan kondisi yang distimulasi
oleh saraf simpatik yang menyebabkan gejalla berupa kejang di
pembuluh darah dan tekanan darah tinggi.
Masalah medis yang mungkin terjadi akibat gangguan
saraf parasimpatik diantaranya adalah disfungsi ereksi,
disfungsi pada kinerja pencernaan seperti kerusakan pada organ
lambung dan usus, migrain akibat pelebaran pembuluh darah,
sindrom Holmes Adie yaitu penyakit yang timbul akibat
kerusakan pada sel saraf postganglionik di saraf parasimpatik.

B. PEMERIKSAAN FISIK GINJAL


a. Palpasi Ginjal (Renal)
1. Atur Posisi pasien dengan tidur terlentang
2. Untuk pemeriksaan ginjal abdomen prosedur tambahannya
dengan melakukan palpasi Ginjal Kanan: Posisi di sebelah
kanan pasien.

3. Tangan kiri diletakkan di belakang penderita, paralel pada costa


ke-12, ujung cari menyentuh sudut costovertebral (angkat untuk
mendorong ginjal ke depan).
4. Tangan kanan diletakkan dengan lembut pada kuadran kanan
atas di lateral otot rectus, minta pasien menarik nafas dalam,
pada puncak inspirasi tekan tangan kanan dalam-dalam di

9
bawah arcus aorta untuk menangkap ginjal di antar kedua
tangan (tentukan ukuran, nyeri tekan ga).

5. Pasien diminta membuang nafas dan berhenti napas, lepaskan


tangan kanan, dan rasakan bagaimana ginjal kembali waktu
ekspirasi.
6. Dilanjutkan dengan palpasi Ginjal Kiri: Pindah di sebelah kiri
penderita, Tangan kanan untuk menyangga dan mengangkat
dari belakan.
7. Tangan kiri diletakkan dengan lembut pada kuadran kiri atas di
lateral otot rectus, minta pasien menarik nafas dalam, pada
puncak inspirasi tekan tangan kiri dalam-dalam di bawah arcus
aorta untuk menangkap ginjal di antar kedua tangan (normalnya
jarang teraba).
b. Perkusi Ginjal (Renal)
Untuk pemeriksaan Perkusi ginjal prosedur tambahannya
dengan memperlsilahkan penderita untuk duduk menghadap ke
salah satu sisi, dan pemeriksa berdiri di belakang penderita.
1. Satu tangan diletakkan pada sudut kostovertebra kanan setinggi
vertebra torakalis 12 dan lumbal 1 dan memukul dengan sisi
ulnar dengan kepalan tangan (ginjal kanan).

10
2. Satu tangan diletakkan pada sudut kostovertebra kanan setinggi
vertebra torakalis 12 dan lumbal 1 dan memukul dengan sisi
ulnar dengan kepalan tangan (ginjal kiri).
3. Penderita diminta untuk memberiksan respons terhadap
pemeriksaan bila ada rasa sakit.

C. GLOMERULONEFRITIS
a. Pengertian Glomerulonefritis
Glomerulonefritis adalah salah satu jenis penyakit ginjal di
mana terjadi peradangan pada glomerulus. Glomerulus merupakan
bagian ginjal yang berfungsi sebagai penyaring dan membuang cairan
serta elektrolit berlebih, juga zat sisa (sampah) dari aliran darah.
Kerusakan pada glomelurus akan menyebabkan terbuangnya darah
serta protein melalui urine.Kondisi glomerulonefritis pada masing-
masing penderita bisa berbeda-beda. Ada yang mengalaminya dalam
waktu singkat (akut) dan ada yang jangka panjang (kronis). Penyakit
ini juga bisa berkembang pesat sehingga mengakibatkan kerusakan
ginjal dalam beberapa minggu atau bulan, keadaan ini disebut rapidly
progressive glomerulonephritis (RPGN).
Glomerulonefritis akut biasanya merupakan respons tubuh
terhadap infeksi yang sedang terjadi pada tubuh. Sedangkan
glomerulonefritis kronis seringkali tidak diketahui penyebabnya dan
tidak bergejala, sehingga dapat menyebabkan kerusakan ginjal yang
tidak dapat diperbaiki kembali. Glomerulonefritis kronis yang
ditemukan awal, dapat dicegah perkembangannya.
b. Pembagian Glomerulonefritis
Ada dua pembagian glomerulonefhritis yaitu akut dan kronis,
sebagai berikut:
1. GLOMERULONEFRITIS AKUT
1. Pengertian
Glomerulonefritis akut adalah suatu reaksi imunologi
pada ginjal terhadap bakteri atau virus tertentu, seperti
kuman Streptococcus Beta-hemolitikus group A.

11
2. Etiologi
Lebih banyak terjadi pada anak – anak dan dewasa
muda bisa juga pada semua kelompok umur. Organisme
penyebab utama biasanya Strepococcus Beta-hemolitikus
Group A tipe 12 dan 4.
3. Patofisiologi
Mula – mula terjadi peradangan pada bagian tubuh
lain sehingga tubuh berusaha memproduksi antibodi untuk
melawan kuman penyebabnya. Apabila pengobatan terhadap
peradangan pada tubuh lain itu tidak adekuat, maka tubuh
akan memproduksi antibodi dan antibodi dalam tubuh akan
meningkat jumlahnya dan lama kelamaan akan merusak
glomerulus ginjal dan menimbulkan peradangan. Akibat dari
peradangan tersebut, maka glomerulus ginjal tidak dapat lagi
menjalankan fungsinya dengan baik karena menurunnya laju
filtrasi ginjal ( GFR ) dan aliran darah ke ginjal ( REF )
mengalami penurunan.
Darah, protein dan substansi lainnya yang masuk ke
ginjal tidak dapat terfiltrasi dan ikut terbuang didalam urine
sehingga dapat menyebabkan terjadinya proteinuria dan
hematuria. Pelepasan sejumlah protein secara terus menerus
ini akan mengakibatkan hipoprotein. Hal ini menyebabkan
tekanan osmotik sel akan akan menurun dan menjadi lebih
kecil dari tekanan hidrostatik sehingga cairan akan
berpindah dari plasma keruangan interstisial dan
menyebabkan edema fasial yang bermula dari kelopak mata
dan pada kondisi kronik edema ini akan mengenai seluruh
tubuh.
Adanya peningkatan tekanan darah akibat
mekanisme renin angiontensin yang merupakan respon
tubuh untuk mengurangi sirkulasi volume cairan dan

12
reabsorbsi air dan natrium ditubuh bertambah sehingga
terjadilah edema.
2. GLOMERULONEFRITIS KRONIK
1. Pengertian
Glomerulonefritis kronik adalah suatu gejala yang
menggambarkan penyakit peradangan pada glomerulos
tahap akhir, yang ditandai dengan kerusakan glomerulos
secara progresif lambat akibat glomerulonefritis yang
perkembangannya perlahan – lahan dan membahayakan
serta berlangsung lama (10 – 30 tahun).
2. Etiologi
Penyakit ini timbul tanpa diketahui asal usulnya, dan
biasanya baru ditemukan pada stadium yang sudah lanjut,
ketika gejala – gejala insufiensi ginjal timbul (ginjal atrofi).
Manifestasi renal karena penyakit – penyakit sistemik
seperti : SLE, DM, Amyloid disease. GNK merupakan
penyebab utama penyakit renal tahap akhir.
3. Patofisiologi
GNK memiliki karakteristik kerusakan glomerulos
secara progresif lambat dan kehilangan filtrasi renal secara
perlahan – lahan. Ukuran ginjal sedikit berkurang sekitar
seperlima dari ukuran normal dan terdiri dari jaringan
fibrosa yang luas. Korteks mengecil menjadi lapisan yang
tebalnya 1 sampai 2 mm atau kurang. Berkas jaringan parut
merusak korteks, menyebabkan permukaan ginjal kasar dan
irreguler. Sejulah glomerulus dan tubulusnya berubah
menjadi jaringan parut dan cabang – cabang arteri menebal.
Akhirnya terjadi kerusakan glomerulus yang parah,
menghasilkan penyakit ginjal tahap akhir.
c. Gejala-gejala Glomerulonefritis
Gejala yang muncul pada penderita glomerulonefritis
bergantung kepada jenis penyakit ini, apakah akut atau kronis. Gejala
yang umumnya muncul, antara lain adalah:

13
 Urine yang berbuih dan berwarna kemerahan.
 Hipertensi.
 Pembengkakan pada wajah, tangan, kaki, dan perut.
 Kelelahan.
 Frekuensi buang air kecil berkurang.
 Munculnya cairan di paru-paru yang menyebabkan batuk.
Glomerulonefritis kronis seringkali sulit terdeteksi karena dapat
berkembang tanpa menimbulkan gejala. Apabila muncul gejala,
gejalanya dapat serupa dengan gejala yang ada pada glomerulonefritis
akut. Namun, berbeda dengan glomerulonefritis akut, pada
glomerulonefritis kronik dapat terjadi frekuensi buang air kecil yang
meningkat di malam hari.
d. Penyebab dan Faktor Pemicu Glomerulonefritis
Glomerulonefritis dapat terjadi akibat berbagai kondisi, seperti
infeksi, kelainan sistem imun, dan gangguan pembuluh darah.
Umumnya, glomerulonefritis akut memiliki penyebab yang lebih jelas
dibanding glomerulonefritis kronis. Beberapa hal yang dapat
menyebabkan glomerulonefritis akut, antara lain adalah:
 Infeksi.
Glomerfulonefritis dapat terjadi akibat infeksi bakteri atau virus.
Infeksi yang terjadi pada tubuh mengakibatkan reaksi kekebalan
tubuh yang berlebihan sehingga mengakibatkan peradangan pada
ginjal dan terjadi glomerulonefritis. Contoh infeksi yang dapat
menyebabkan glomerulonefritis, antara lain adalah infeksi
bakteri Streptococcus pada tenggorokan, infeksi gigi,
endokarditis bakteri, HIV, hepatitis B, dan hepatitis C.
 Kelainan sistem imun.
Contohnya adalah penyakit lupus yang menyebabkan peradangan
pada berbagai organ tubuh, termasuk ginjal. Selain itu
glomerulonefritis juga dapat disebabkan oleh kelainan sistem imun
lainnya, seperti sindrom Goodpasture yang
menyerupai pneumonia dan menyebabkan perdarahan di paru-paru
dan ginjal, serta nefropati IgA yang menyebabkan endapan salah
satu protein sistem pertahanan tubuh (IgA) pada glomerulus ginjal.
 Vaskulitis. Vaskulitis dapat terjadi pada berbagai organ, termasuk
ginjal. Contoh penyakit vaskulitis yang menyerang pembuluh
darah ginjal dan mengakibatkan glomerulonefritis adalah
poliarteritis dan granulomatosis Wegener.

14
Glomerulonefritis kronis seringkali tidak memiliki penyebab
yang khusus. Salah satu penyakit genetik, yaitu sindrom Alport dapat
menyebabkan glomerulonefritis kronis. Paparan zat kimia pelarut
hidrokarbon dan riwayat kanker juga diduga memicu terjadinya
glomerulonefritis kronis
e. Pemeriksaan penujang
Untuk memastikan diagnosis, dokter akan menganjurkan
beberapa pemeriksaan, seperti:
1. Pemeriksaan urine.
Pemeriksaan urine merupakan metode terpenting dalam
mendiagnosis glomerulonefritis karena dapat mendeteksi adanya
kerusakan struktur glomerulus. Beberapa parameter yang dianalisis
melalui pemeriksaan urine, antara lain adalah:
o Keberadaan sel darah merah sebagai penanda adanya
kerusakan glomerulus.
o Keberadaan sel darah putih sebagai penanda adanya
peradangan.
o Menurunnya berat jenis urine.
o Keberadaan protein sebagai penanda adanya kerusakan sel
ginjal.
2. Tes darah.
Tes darah dapat memberikan informasi tambahan terkait kerusakan
ginjal. Beberapa hal yang dapat diperiksa pada darah untuk melihat
kerusakan ginjal, antara lain:
o Menurunnya kadar hemoglobin (anemia).
o Meningkatnya kadar zat sisa seperti ureum dan kreatinin.
o Menurunnya kadar protein albumin dalam darah karena
keluar melalui urine.
3. Tes Imunologi.
Tes imunologi dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai
kelainan sistem imun. Pemeriksaan tersebut antara lain antinuclear
antibodies (ANA), komplemen, antineutrophil cytoplasmic
antibody (ANCA), dan antiglomerular basement membrane (anti-
GBM).
4. Pencitraan.
Pencitraan bertujuan untuk memperlihatkan gambaran kondisi
ginjal secara visual. Metode pencitraan yang dapat digunakan,
antara lain adalah foto Rontgen, CT scan dan USG.
5. Biopsi ginjal.

15
Dilakukan dengan mengambil sampel jaringan ginjal dan diperiksa
di bawah mikroskop untuk memastikan pasien menderita Biopsi
juga akan membantu dokter untuk mencari penyebab dari
glomerulonefritis tersebut.
f. Pengobatan Glomerulonefritis
Langkah pengobatan untuk tiap penderita glomerulonefritis
tentu berbeda-beda. Perbedaan ini ditentukan oleh beberapa faktor,
yaitu jenis glomerulonefritis yang diderita (kronis atau akut),
penyebabnya, serta tingkat keparahan gejala yang dialami.
Tujuan utama pengobatan glomerulonefritis adalah untuk
mencegah kerusakan ginjal yang lebih parah. Glomerulonefritis akut
terkadang bisa sembuh dengan sendirinya tanpa membutuhkan
penanganan tertentu, biasanya yang diakibatkan oleh infeksi
Streptokokus pada tenggorokan.
Beberapa jenis pengobatan glomerulonefritis yang dapat
diberikan, antara lain adalah:
 Obat imunosupresan.
Imunosupresan dapat diberikan untuk menangani
glomerulonephritis akibat gangguan sistem imun. Contoh obat ini
adalah kortikosteroid, cyclophosphamide, ciclosporin, mycopheno
ate mofetil, dan azathioprine.
 Obat pengatur tekanan darah.
Glomerulonefritis dapat menyebabkan tekanan darah meningkat
dan menimbulkan kerusakan ginjal yang lebih parah. Oleh karena
itu, tekanan darah penderita glomerulonefritis perlu diatur untuk
mencegah kerusakan ginjal. Dua golongan obat yang dapat
digunakan untuk mengatur tekanan darah adalah ACE
inhibitors (contohnya captropil dan lisinopril) dan ARB
(contohnya losartan dan valsartan). Selain itu, kedua golongan obat
tersebut juga dapat mengurangi kadar protein yang bocor melalui
urine, sehingga obat bisa tetap diberikan walaupun tekanan darah
tidak tinggi.
 Plasmapheresis.
Dapat dilakukan pada penderita dengan hasil tes imunologi ANCA
dan anti-GBM positif. Protein sistem imun (antibodi) yang
terdeteksi melalui pemeriksaan imunologi biasanya terkandung
dalam plasma darah. Untuk membuang antibodi tersebut,
dilakukan pembuangan plasma darah penderita, melalui sebuah

16
prosedur yang disebut plamapheresis. Plasma darah yang dibuang
akan digantikan dengan plasma pengganti atau cairan infus.
 Obat-obatan lain.
Obat lain yang dapat diberikan, di antaranya adalah diuretik untuk
mengurangi bengkak, dan suplemen kalsium.
Jika glomerulonefritis diketahui sejak awal, kerusakan
ginjal yang disebabkan oleh glomerulonefritis akut dapat
diperbaiki kembali. Jika glomerulonefritis yang terjadi bertambah
parah dan menyebabkan gagal ginjal, penderita dapat menjalani
proses hemodialisis (cuci darah) untuk menyaring darah. Selain itu,
penderita juga dapat menjalani operasi cangkok ginjal.
Agar kerusakan ginjal tidak bertambah parah, penderita
glomerulonefritis dapat menerapkan langkah-langkah pendukung
pengobatan seperti berikut ini:
 Menjaga berat badan.
 Berhenti merokok.
 Mengurangi asupan kalium.
 Mengurangi asupan protein.
 Mengurangi konsumsi garam.
g. Komplikasi Glomerulonefritis
Glomerulonefritis akut terkadang bisa sembuh tanpa
penanganan tertentu. Tetapi secara umum, baik glomerulonefritis akut
maupun kronis bila tidak ditangani secara benar, bisa bertambah parah
dan memicu penyakit lain. Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi
adalah:
 Hipertensi.
 Sindrom nefrotik.
 Gagal ginjal akut.
 Penyakit ginjal kronis.
 Gagal jantung dan edema paru akibat cairan yang
menumpuk dalam tubuh.
 Gangguan kesimbangan elektrolit seperti natrium dan
kalium.
 Rentan terhadap infeksi.
h. Masalah keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman b/d gejala terkait penyakit
Definisi: Merasa kurang nyaman, lega, dan sempurna dalam
dimensi fisik, psikospiritual, lingkungan, budaya, dan/atau sosial.

17
NIC: a) Manajemen Nyeri
- Ajarkan penggunaan teknik non farmakologi (seperti
bio feedback, TENS, hypnosis, relaksasi, bimbingan
antisipatif, terapi musik, terapi bermain, terapi aktivitas,
aku pressur, aplikasi panas/dingin dan pijatan, sebelum
dan sesudah dan jika memungkinkan ketika melakukan
aktivitas yang menimbulkan nyeri, sebelum nyeri
terjadi atau meningkat dan bersamaan dengan tindakan
penurunan rasa nyeri lainnya.

D. SINDROM NEFROTIK
a. Definisi
Sindrom nefrotik adalah merupakan manifestasi klinik
dari glomerulonefritis ( GN ) ditandai dengan gejala
edema,proteinuria massif > 3,5g/hari, hipoalbuminemia <3,5 g/dl,
lipiduria dan hiperkolesterolemia. Kadang-kadang terdapat
hematuria,hipertensi dan penurunan fungsi ginjal. Sindrom
nefrotik paling banyak terjadi pada anak umur 3-4 tahun dengan
perbandingan pasien wanita dan pria.
b. Etiologi
Menurut Patrick Davey penyakit penyebab sindrom
nefrotk seperti diabetes ( yang telah berlangsung Lama ) ,
glomerulonefritis ( lesi minimal,membranosa,fokal segmental ),
amiloid ginjal ( primer, Meleloma ),penyakit autoimun,misalnya
SLE,obat-obatan misalnya preparat emas,penisilamin.
c. Patofisiologi
Manifestasi primer sindrom nefrotik adalah hilangnya
plasma protein, terutama albumin, kedalam urin. Meskipun hati
mampu meningkatkan produksi albumin, namun organ ini tidak
mampu untuk terus mempertahankannya jika albumin terus
menerus hilang melalui ginjal. Akhirnya terjadi hipoalbuminemia.
Menurunnya tekanan onkotik meyebabkan edema
generalisata akibat cairan yang berpindah dari sistem vaskuler

18
kedalam ruang cairan ekstraseluler. Penurunan sirkulasi volume
darah mengaktifkan sistem renin-angio-tensin, menyebabkan
retensi natrium dan edema lebih lanjut. Hilangnya protein dalam
serum menstimulasi sinesis lipoprotein di hati dan peningkatan
konsentrasi lemak dalam darah (hiperlipidemia)
Sindrom nefrotik dapat terjadi dihampir setiap penyakit
renal instrinstik atau sitemik yang mempengaruhi glomerulus.
Meskipun secara umum penyakit ini dianggap menyerang anak-
anak, namun sindrom nefrotik juga terjadi pada orang dewasa
termasuk lansia. Penyebab mencakup glomerulonefritis kronis,
diabetes militus disertai glomerulosklerosis interkapiler,
amiloidosis ginjal, penyakit lupus erythematosus sitemik, dan
trombosis vena renal
d. Manifestasi Klinis
1. Edema
2. Oliguria
3. Tekanan Darah normal
4. Proteinuria sedang sampai berat
5. Hipoproteinemia dengan rasio albumin : globulin terbalik
6. Hiperkolesterolemia
7. Ureum/kreatinin darah normal atau meninggi
8. Beta 1C globulin (C3) normal
e. Pemeiksaan penunjang
1. Pemeriksaan elektrolit,kreatinin,brsihan kreatinin,tes dipstick
urine
2. USG saluran ginjal
3. Immunoglobulin ( elektroforesis protein ), glukosa, ANF,
ANCA
4. Biopsy ginjal ( untuk mengetahui penyabab proteinuria)
f. Penatalaksanaan
Pengobatan SN terdiri dari pengobatan spesifik yang
ditunjukkan terhadap penyakit dasar dan Pengobatan non-spesifik

19
untuk mengurangi protenuria,mengkontrol odema dan mengobati
komplikasi. Etiologi sekunder dari sindrom nefrontik harus dicari
dan diberi terapi,dan obat-obatan yang menjadi penyebabnya
disingkirkan.
1. Diuretik: Diuretik kuat (loop diuretic) misalnya furosemid
(dosis awal 20-40 mg/hari) atau golongan tiazid dengan atau
tanpa kombinasi dengan potassium sparing diuretic
(spironolakton) Digunakan untuk mengobati edema dan
hipertensi. Penurunan berat badan tidak boleh melebihi 0,5
kg/hari.
2. Diet: Diet untuk pasien SN adalah 35 kal/kgbb/hari,sebagian
besar terdiri dari karbonhidrat.
Diet rendah garam (2-3 gr/hari) ,rendah lemak harus
diberikan. Pembatasan asupan protein 0,8-1,0 gr/kgBB/hari
dapat mengurangi proteinuria. Tambahan vitamin D dapat
diberikan kalau pasien mengalami kekurangan vitamin ini.
3. Terapi antikoagulan: bila didiagnosis adanya peristiwa
tromboembolism,terapi antikoagulan dengan heparin harus
dimulai. Jumlah heparin yang diperlukan untuk mencapai
waktu tromboplastin persial (PTT) terapeutik mungkin
meningkat karena adanya penurunan jumlah antitrombin III.
Setelah terapi heparin intravena,antikoagulasi oral dengan
warfarin dilanjutkan sampai sindrom nefrontik dapat diatasi.
4. Terapi obat: terapi khusus untuk sindrom nefrontik adalah
pemberian kortikosteroid yaitu prednisone 1-1,5
mg/kgBB/hari dosis tunggal pagi hari ini selama 4-6 minggu.
Kemudian dikurangi 5 mg /minggu sampai tercapai dosis
maintenance ( 5-10 mg ) kemudian diberikan 5 mg selang
sehari dan dihentikan dalam 1-2 minggu. Bila pada saat
tapering off,kemudian keadaan penderita memburuk kembali
( timbul edema,protenuri ), diberikan kembali full dose
selama 4 minggu kemudian taparing off kembali.

20
g. Masalah Keperawatan
1. Intoleransi aktivitas b/d kelelahan
Definisi: Ketidakcukupan energi psikologis atau fisiologis
untuk mempertahankan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan
sehari-hari yang harus atau yang ingin dilakukan.
NIC: a) Latihan aktivitas terjadwal
- Misal latih kepala kemudian ekstermitas atas kemudian
ekstermitas bawah.

E. GAGAL GINJAL AKUT


a. Pengertian
Gagal ginjal akut atau Acute Kidney Failure merupakan
istilah yang merujuk pada kondisi ketika ginjal seseorang rusak
secara mendadak, sehingga tidak bisa berfungsi. Gagal ginjal akut
terjadi ketika ginjal tiba-tiba tidak bisa menyaring limbah kimiawi
dari darah yang bisa memicu bertumpuknya limbah tersebut.
Biasanya, gagal ginjal akut terjadi sebagai komplikasi dari
penyakit serius lainnya, dan umumnya diderita oleh orang tua atau
pasien perawatan intensif di rumah sakit. Ginjal dapat mengalami
kondisi gagal ginjal akut secara cepat, hanya dalam beberapa jam
saja. Jika tidak ditangani dengan segera, gagal ginjal akut bisa
membahayakan nyawa penderitanya
b. Gejala
Beberapa gejala gagal ginjal akut yang umumnya muncul adalah:
o Berkurangnya produksi urine.
o Mual dan muntah.
o Nafsu makan berkurang.
o Bau napas menjadi tidak sedap.
o Sesak.
o Tingginya tekanan darah.
o Mudah lelah.

21
o Penumpukan cairan dalam tubuh (edema), yang dapat
menyebabkan pembengkakan pada tungkai atau kaki.
o Penurunan kesadaran.
o Dehidrasi.
o Kejang.
o Tremor.
o Nyeri pada punggung, di bawah tulang rusuk (flank pain).
o Pada fase awal, gagal ginjal akut biasanya tidak
menunjukkan gejala apa pun. Namun, penyakit ini bisa
memburuk dengan cepat dan tiba-tiba penderita mengalami
beberapa gejala di atas.
c. Penyebab
 Penyebab gagal ginjal akut prerenal
Gagal ginjal akut prerenal adalah bentuk gagal ginjal akut
yang paling sering ditemukan dan menunjukkan suatu respon
fisiologis terhadap hipoperfusi ginjal ringan sedang. Gagal ginjal
prerenal mudah diperbaiki dengan cara memulihka aliran darah
ginjal dan teakanan ultrafiltrasi. Hipoperfusi yang lebuih parah bisa
menyebabkan cedera iskhemia parenkim ginjal dang gagal ginjal
akut renal intrinsik.
 Penyebab gagal ginjal akut intrinsik
Gagal ginjal akut intrinsik dapat disebabkan oleh penyakit-
penyakit yang menyerang glomeruli, tubulus renal, interstitum,
atau vaskulatur. Secara keseluruhan, penyebab yang paling lazim
adalah nekrosis tubulus akut yang terjadi berlanjutnya proses
patofisiologi yang sama dan menyebabkan hipoperfusi prerenal.
 Penyebab gagal ginjal akut postrenal
Nefopati obstruktif terlihat sebagai gagal ginjal akut yang
relatif jarang namun perlu dikenali. Diagnosis secara cepat dan
intervensi secara dini dapat memperbaiki atau bahkan memulihkan
fungsi ginjal secra sempurna

22
d. pemeriksaan penujang
Hasil Pemeriksaan Laboratorium Gagal Ginjal Akut
1. Darah : ureum, kreatinin, elektrolit, serta osmolaritas.
2. 2.Urin : ureum, kreatinin, elektrolit, osmolaritas, dan berat
jenis.
3. Kenaikan sisa metabolisme proteinureum kreatinin dan asam
urat.
4. Gangguan keseimbangan asam basa : asidosis metabolik.
5. Gangguan keseimbangan elektrolit : hiperkalemia.
hipernatremia atau hiponatremia, hipokalsemia dan
hiperfosfatemia.
6. Volume urine biasanya kurang dari 400 ml/24 jam yang terjadi
dalam 24 jam setelah ginjal rusak.
7. Warna urine : kotor, sedimen kecoklatan menunjukan adanya
darah, Hb, Mioglobin, porfirin.
8. Berat jenis urine : kurang dari 1,020 menunjukan penyakit
ginjal, contoh : glomerulonefritis, piolonefritis dengan
kehilangankemampuan untuk memekatkan; menetap pada
1,010menunjukan kerusakan ginjal berat.
9. PH. Urine : lebih dari 7 ditemukan pada ISK., nekrosis tubular
ginjal, dan gagal ginjal kronik.
10. Osmolaritas urine : kurang dari 350 mOsm/kg menunjukan
kerusakan ginjal, dan ratio urine/serum sering 1:1.
11. Klierens kreatinin urine : mungkin secara bermakna menurun
sebelum BUN dan kreatinin serum menunjukan peningkatan
bermakna.
12. Natrium Urine : Biasanya menurun tetapi dapat lebih dari 40
mEq/L bila ginjal tidak mampu mengabsorbsi natrium.
13. Bikarbonat urine : Meningkat bila ada asidosis metabolik.
14. SDM urine : mungkin ada karena infeksi, batu, trauma, tumor,
atau peningkatan GF.

23
15. Protein : protenuria derajat tinggi (3-4+) sangat menunjukan
kerusakan glomerulus bila SDM dan warna tambahan juga ada.
Proteinuria derajat rendah (1-2+) dan SDM menunjukan infeksi
atau nefritis interstisial. Pada NTA biasanya ada proteinuria
minimal.
16. Warna tambahan : Biasanya tanpa penyakit ginjal ataui infeksi.
Warna tambahan selular dengan pigmen kecoklatan dan
sejumlah sel epitel tubular ginjal terdiagnostik pada NTA.
Tambahan warna merah diduga nefritis glomular.
Darah :
1. Hb. : menurun pada adanya anemia.
2. Sel Darah Merah : Sering menurun mengikuti peningkatan
kerapuhan/penurunan hidup.
3. PH : Asidosis metabolik (kurang dari 7,2) dapat terjadi karena
penurunan kemampuan ginjal untuk mengeksresikan hidrogen
dan hasil akhir metabolisme.
4. BUN/Kreatinin : biasanya meningkat pada proporsi ratio 10:1
5. Osmolaritas serum : lebih beras dari 285 mOsm/kg; sering
sama dengan urine.
6. Kalium : meningkat sehubungan dengan retensi seiring dengan
perpindahan selular ( asidosis) atau pengeluaran jaringan
(hemolisis sel darah merah).
7. Natrium : Biasanya meningkat tetapi dengan bervariasi.
8. Ph; kalium, dan bikarbonat menurun.
9. Klorida, fosfat dan magnesium meningkat.
10. Protein : penurunan pada kadar serum dapat menunjukan
kehilangan protein melalui urine, perpindahan cairan,
penurunan pemasukan, dan penurunan sintesis,karena
kekurangan asam amino esensial
11. CT.Skan
12. MRI

24
13. EKG mungkin abnormal menunjukan ketidakseimbangan
elektrolit dan asam/basa.
e. patofisiologi
Gagal ginjal akut merupakan penyakit yang bersifat
multifaktor meliputi gangguan hemodinamik renal, obstruksi
intratubular , gangguan sel serta metabolik dan gangguan
suseptibel nefron yang spesifik. Vasokonstriksi renal diduga
merupakan peranan utama terjadinya gagal ginjal akut (GGA).
Penelitian pada manusia dan hewan menunjukan bahwa penurunan
laju filtrasi glomerolus (LFG) terjadi sebagai akibat vasokonstriksi
persisten yang terjadi akibat peningkatan solut pada maskula densa
serta mengaktifkan feedback dari tubulus dan glomerolus.
Terjadinya vasokonstriksi preglomerolus persisten diduga sebagai
penyebab utama gangguan LFG. Bahan yang menyebabkan
vasokonstriksi ginjal adalah angiotensin II, tromboksan A2,
leulotrienes C4, dan D4, endotelin-1, adenosin, endhotelium
derived prostaglandin H2, serta rangsangan saraf simpatis. Pada
keadaan iskhemia ginjal terjadi peningkatan kadar endotelin-1.
Pemberian antibodi antiendotelin atau agonis reseptor endotelin
diduga dapat melindungi ginjal dari keadaan iskhemia. Walaupun
vasokonstriksi merupakan penyebab utama patofisiologi gagal
ginjal akut, namun pemberian vasodilator seperti dopamin, atrial
nitriuretik peptida tidak terbukti dapat dipaki sebagai pencegahan
atau terapi iskhemia pada gagal ginjal akut. Peningkatan solut di
nefron bagian distal terjadi akibat hilangnya polaritas dari tubulus
proksimal dengan berpindahnya posisi enzim Na-K ATPase serta
gangguan ntegritas dari taut kedap (tight junction).
f. Masalah keperawatan
1. Nyeri akut b/d agens cidera biologis (infeksi)
Definisi: Pengalaman sensori dan emosional tidak
menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan aktual
atau yang digambarkan sebagai kerusakan (International

25
Association fot the Study of Pain); awitan yang tiba tiba atau
lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang
dapat di antisipasi atau diprediksi.
NIC: a) lakukan teknik distraksi relaksasi
- Distraksi: Seperti hobi yang disukai (misal main game ,
mendengarkan musik, dll)
- Relaksasi: Nafas dalam
2. Ansietas b/d Stresor
Definisi: Perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar
disertai respons otonom (sumber sering kali tidak spesifik atau
tidak diketahui oleh individu) perasaan takut yang disebabkan
oleh antisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat
kewaspadaan yang memperingatkan individu akan adanya
bahaya dan memampukan individu untuk bertindak menhadapi
ancaman.\
NIC: a) Pengurangan Kecemasan
- Instruksikan klien untuk menggunakan teknik relaksasi
seperti latihan pernafasan, teknik peregangan, dan terapi
pijat, berjalan, meditasi, mandi air hangat.

F. GAGAL GINJAL KRONIS (Cronic renal failure)


a. Definisi
Gagal ginjal kronis (Chronic Renal Failure) adalah kerusakan
ginjal progresif yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia
(urea dan limbah nitrogen lainnya yang beredar dalam darah serta
komplikasinya jika tidakdilakukan dialisis atau transplantasi
ginjal), (Nursalam, 2006). Gagal ginjal kronis merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga
terjadi uremia.( Smeltzer, Suzanne C, 2002).
Menurut Doenges, 1999, Chronic Kidney Disease biasanya

26
berakibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap.
Penyebab termasuk glomerulonefritis, infeksi kronis, penyakit
vascular (nefrosklerosis), proses obstruktif (kalkuli), penyakit
kolagen (lupus sistemik), agen nefrotik (aminoglikosida), penyakit
endokrin (diabetes). Bertahapnya sindrom ini melalui tahap dan
menghasilkan perubahan utama pada semua sistem tubuh.
Gagal ginjal kronik (Chronic Renal Failure) terjadi apabila kedua
ginjal sudah tidak mampu mempertahankan lingkungan yang
cocok untuk kelangsungan hidup, yang bersifat irreversible,
(Baradero, Mary). Dari beberapa pengertian diatas penulis
menyimpulkan bahwa gagal ginjal kronik adalah gangguan fungsi
renal yang irreversible dan berlangsung
lambat sehingga ginjal tidak mampu mempertahankan metabolism
tubuh dan keseimbangan cairan dan elektrolit dan menyebabkan
uremia.
b. Etiologi
Menurut Price dan Wilson (2005) klasifikasi penyebab gagal ginjal
kronik adalah sebagai berikut :
1. Penyakit infeksi tubulointerstitial: Pielonefritis kronik atau
refluks nefropati.
2. Penyakit peradangan: Glomerulonefritis
3. Penyakit vaskuler hipertensif: Nefrosklerosis benigna,
Nefrosklerosis maligna, Stenosis arteria renalis
4. Gangguan jaringan ikat: Lupus eritematosus sistemik,
poliarteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif
5. Gangguan congenital dan herediter: Penyakit ginjal polikistik,
asidosis tubulus ginjal
6. Penyakit metabolik: Diabetes mellitus, gout,
hiperparatiroidisme,amiloidosis
7. Nefropati toksik: Penyalahgunaan analgesi, nefropati timah
8. Nefropati obstruktif: Traktus urinarius bagian atas (batu/calculi,
neoplasma, fibrosis, retroperitineal), traktus urinarius bawah

27
(hipertropi prostat, striktur uretra, anomaly congenital leher vesika
urinaria dan uretra)
c. Patofisiologi
Berdasarkan proses perjalanan penyakit dari berbagai penyebab
pada akhirnya akan terjadi kerusakan nefron. Bila nefron rusak
maka akan terjadi penurunan laju filtrasi glomerolus dan terjadilah
penyakit gagal ginjal kronik yang mana ginjal mengalami
gangguan dalam fungsi eksresi dan dan fungsi non-eksresi.
Gangguan fungsi non-eksresi diantaranya adalah gangguan
metabolism vitamin D yaitu tubuh mengalami defisiensi vitamin D
yang mana vitamin D bergunan untuk menstimulasi usus dalam
mengabsorpsi kalsium, maka absorbs kalsium di usus menjadi
berkurang akibatnya terjadi hipokalsemia dan menimbulkan
demineralisasi ulang yang akhirnya tulang menjadi rusak.
Penurunan sekresi eritropoetin sebagai factor penting dalam
stimulasi produksi sel darah merah oleh sumsum tulang
menyebabkan produk hemoglobin berkurang dan terjadi anemia
sehingga peningkatan oksigen oleh hemoglobin (oksihemoglobin)
berkurang maka tubuh akan mengalami keadaan lemas dan tidak
bertenaga. Gangguan clerence renal terjadi akibat penurunan
jumlah glomerulus yang berfungsi.penurunan laju filtrasi
glomerulus di deteksi dengan memeriksa clerence kretinin urine
tamping 24 jam yang menunjukkan penurunan clerence kreatinin
dan peningkatan kadar kreatinin serum. Retensi cairan dan natrium
dapat megakibatkan edema, CHF dan hipertensi. Hipotensi dapat
terjadi karena aktivitasbaksis rennin angiostenin dan kerjasama
keduanya meningkatkan sekresi aldosteron. Kehilangan garam
mengakibatkan resiko hipotensi dan hipovolemia. Muntah dan
diare menyebabkan perpisahan air dan natrium sehingga status
uremik memburuk. Asidosis metabolic akibat ginjal tidak mampu
menyekresi asam (H+) yang berlebihan. Penurunan sekrsi asam
akibat tubulus ginjal tidak mampu menyekresi ammonia (NH3-)

28
dan megapsorbsi natrium bikarbonat (HCO3-). Penurunan eksresi
fosfat dan asam organic yang terjadi. Anemia terjadi akibat
produksi eritropoietin yang tidak memadai, memendeknya usia sel
darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk
mengalami perdarahan akibat status uremik pasien terutama dari
saluran pencernaan. Eritropoietin yang dipreduksi oleh ginjal
menstimulasi sumsum tulang untuk menghasilkan sel darah merah
dan produksi eritropoitein menurun sehingga mengakibatkan
anemia berat yang disertai dengan keletihan, angina dan sesak
nafas. Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat merupakan gangguan
metabolism. Kadar kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan
timbal balik. Jika salah satunya meningkat maka fungsi yang lain
akan menurun. Dengan menurunnya filtrasi melaui glomerulus
ginjal maka meningkatkan kadar fosfat serum, dan sebaliknya,
kadar serum kalsium menurun. Penurunan kadar kalsium serum
menyebabkan sekresi parahhormon dari kelenjar paratiroid, tetapi
gagal ginjal tubuh tidak dapat merspons normal terhadap
peningkatan sekresi parathormon sehingga kalsium ditulang
menurun, menyebabkan terjadinya perubahan tulang dan penyakit
tulang. (Nurlasam, 2007).

d. Stadium gagal ginjal kronik


1. Pembagian stadium gagal ginjal kronik menurut Smletzer dan
Bare (2001) dan Le Mone dan Burke (2000) adalah :
a) Stadium I
Stadium I ini disebut dengan penurunan cadangan
ginjal, tahap inilah yang paling ringan, dimana faal ginjal
masih baik. Pada tahap ini penderita ini belum merasakan
gejala-gejala dan pemeriksaan laboratorium faal ginjal
masih dalam batas normal. Selama tahap ini kreatinin
serum dan kadar BUN (Blood Urea Nitrogen) dalam batas
normal dan penderita asimtomatik, laju filtrasi

29
glomerolus/glomerular Filtration rate (GFR) < 50 % dari
normal, bersihan kreatinin 32,5-130 ml/menit. Gangguan
fungsi ginjal mungkin hanya dapat diketahui dengan
memberikan beban kerja yang berat, sepersti tes pemekatan
kemih yang lama atau dengan mengadakan test GFR yang
teliti.
b) Stadium II
Stadium II ini disebut dengan Insufiensi ginjal, pada
tahap ini lebih dari 75 % jaringan yang berfungsi telah
rusak, GFR besarnya 25 % dari normal, kadar BUN baru
mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan
konsentrasi BUN ini berbeda beda, tergantung dari kadar
protein dalam diit. Pada stadium ini kadar kreatinin serum
mulai meningkat melebihi kadar normal. Pasien mengalami
nokturia dan poliuria, perbandingan jumlah kemih siang
hari dan malam hari adalah 3:1 atau 4:1, bersihan kreatinin
10-30 ml/menit. Poliuria akibat gagalginjal biasanya lebih
besar pada penyakit yang terutama menyerang tubulus,
meskipun poliuria bersifat sedang dan jarang lebih dari 3
liter/hari. Biasanya ditemukan anemia pada gagal ginjal
dengan faal ginjal diantara 5 %-25 % . faal ginjal jelas
sangat menurun dan timbul gejala gejala kekurangan darah,
tekanan darah akan naik, aktifitas penderita mulai
terganggu.
c) Stadium III
Stadium ini disebut gagal ginjal tahap akhir atau
uremia, timbul karena 90% dari massa nefron telah hancur
atau sekitar 200.000 nefron yang utuh, Nilai GFR nya 10%
dari keadaan normal dan kadar kreatinin mungkin sebesar
5-10 ml/menit atau kurang, uremia akan meningkat dengan
mencolok dan kemih isoosmosis. Pada stadium akhir gagal
ginjal, penderita mulai merasakan gejala yang cukup parah

30
karena ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan
homeostatis caiaran dan elektrolit dalam tubuh. Penderita
biasanya menjadi oliguria (pengeluaran kemih) kurang dari
500/hari karena kegagalan glomerulus meskipun proses
penyakit mula-mula menyerang tubulus ginjal, kompleks
perubahan biokimia dan gejala gejala yang dinamakan
sindrom uremik mempengaruhi setiap sistem dalam tubuh,
dengan pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau
dialisis.
2. Sedangkan tahap cronic kidney disease (CKD) menurut
kidney.org/professionals (2007) dan Kidney.org.uk (2007)
adalah:
a) Tahap I : kerusakan ginjal dengan GFR normal arau
meningkat, GFR > 90 ml/menit/1,73 m.
b) Tahap II : penurunan GFR ringan, GFR 60-89
ml/menit/1,73 m.
c) Tahap III : penurunan GFR sedang yaitu 30-59
ml/menit/1,73 m.
d) Tahap IV : penurunan GFR berat yaitu 15-29 ml/menit/1,73
m.
e) Tahap V : gagal ginjal dengan GFR < 15 ml/menit/1,73 m.
e. Penyebab
Kondisi atau penyakit tertentu yang memberi tekanan pada
ginjal menjadi penyebab utama terjadinya penyakit ginjal. Tekanan
berlebih yang dialirkan jantung melalui pembuluh darah besar
maupun kecil dapat merusak organ tubuh, termasuk ginjal.
Penyakit ginjal terutama disebabkan oleh tekanan darah tinggi atau
hipertensi dan diabetes.
1. Gangguan Ginjal pada Pengidap Diabetes
Diabetes merupakan salah satu penyebab utama
terhadap penyakit gagal ginjal kronis. Terdapat dua tipe utama
diabetes:

31
a. Diabetes tipe 1 adalah kondisi saat tubuh tidak atau sedikit
memproduksi insulin.
b. Diabetes tipe 2 adalah kondisi saat produksi insulin cukup,
tapi tubuh tidak menggunakan insulin dengan efektif.
c. Hal-hal Lain yang Menyebabkan Gangguan Ginjal Kronis
d. Gangguan ginjal polisistik: kondisi saat kedua ginjal
berukuran lebih besar dari normal karena pertambahan
massa kista. Kondisi ini adalah kondisi yang diturunkan.
e. Glomerulonefitis atau peradangan pada ginjal.
f. Pielonefritis atau infeksi pada ginjal.
g. Penyumbatan atau gangguan jangka panjang pada saluran
kemih, seperti yang disebabkan batu ginjal atau gangguan
prostat
h. Suatu kondisi yang menyebabkan urin kembali ke dalam
ginjal, disebut dengan vesicoureteral reflux.
i. Penggunaan rutin obat-obatan tertentu dalam jangka
panjang, seperti obat anti-inflamasi non-steroid (non-
steroidal anti-inflammatory drugs/NSAIDs), termasuk
aspirin dan ibuprofen.
j. Lupus eritematosus sistemik (kondisi saat sistem kekebalan
tubuh menyerang dan mengenali ginjal sebagai jaringan
asing).
k. Kegagalan pertumbuhan ginjal pada janin saat dalam
kandungan.
Insulin dibutuhkan oleh tubuh untuk menjalankan fungsi-fungsi
berikut ini:
a) Mengatur kadar glukosa (gula) dalam darah.
b) Membatasi agar glukosa tidak meningkat terlalu
tinggi setelah makan.
c) Menjaga agar kadar glukosa tidak terlalu rendah
pada jeda antara waktu makan.

32
d) Jika glukosa dalam darah terlalu tinggi, ini dapat
memengaruhi kemampuan ginjal untuk menyaring
kotoran dalam darah dengan merusak sistem
penyaringan ginjal. Maka itu sangat penting bagi
penderita diabetes untuk menjaga tingkat glukosa
(gula darah) mereka melalui pola makan yang sehat
dan mengonsumsi obat-obat antidiabetes sesuai
aturan dari dokter.
Gagal ginjal diperkirakan diderita sekitar 1-2 dari 5
pengidap diabetes tipe 1 sebelum umur mereka mencapai 50
tahun. Hal ini juga terjadi pada pengidap diabetes tipe 2 yang 1
dari 3 di antaranya juga mengalami tanda-tanda kerusakan ginjal.
f. Tanda dan gejala
Gejala umum yang dapat mencakup
a. Mendadak air kencing yang keluar lebih sedikit dari biasannya
b. Buang air kecil berlebihan di malam hari
c. Nyeri pada satu sisi punggung, di atas pinggang dan tepat di
bawah tulang rusuk
d. Pembengkakan tidak normal pada kaki
e. Kehilangan nafsu makan
f. Muntah disertai diare
g. Dehidrasi
h. Gelisah
i. Rasa logam di mulut
j. Kelelahan
k. Mimisan
l. Cegukan
m. Suasana hati perubahan
n. Mudah memar
o. Napas buruk
p. Tinja berdarah
q. Ketika fungsi ginjal menurun, zat-zat seperti ureum, kreatinin,
dan elektrolit tertentu mulai meningkat kadarnya di dalam
darah. Pemeriksaan ureum, kreatinin, dan elektrolit penting
dilakukan untuk menjadi suatu ukuran seberapa baik ginjal
bekerja.

33
g. Pemeriksaan penujang
Ketika fungsi ginjal menurun, zat-zat seperti ureum,
kreatinin, dan elektrolit tertentu mulai meningkat kadarnya di
dalam darah. Pemeriksaan ureum, kreatinin, dan elektrolit penting
dilakukan untuk menjadi suatu ukuran seberapa baik ginjal
bekerja, adapun penjelasanya adalah.
1. Tes kreatinin darah membantu untuk memperkirakan laju
filtrasi glomerulus (GFR) dengan mengukur tingkat
kreatinin dalam darah. Dokter dapat menggunakan GFR
secara teratur untuk memeriksa seberapa baik ginjal bekerja
dan untuk tahap penyakit ginjal Anda.
2. Perhitungan nitrogen urea darah (BUN) untuk mengukur
seberapa banyak nitrogen dari produksi limbah urea dalam
darah. Tingkat BUN naik bila ginjal tidak bekerja cukup
baik untuk menghilangkan urea dari darah.
3. Tes gula darah puasa dilakukan untuk mengukur gula
darah. Kadar gula yang tinggi akan merusak pembuluh
darah di ginjal.
4. Elektrolit dalam darah akan meningkat jika ginjal tidak
menjalankan fungsinya untuk membuang sejumlah
elektrolit tubuh.
5. Tes darah untuk hormon paratiroid (PTH) memeriksa
tingkat PTH, yang membantu mengontrol kadar kalsium
dan fosfor.
6. Urinalisis (UA) dan tes urine untuk mikroalbumin, atau tes
urine lainnya, dapat mengukur protein dalam urine. Urine
normal seharusnya tidak mengandung protein.
7. Tes darah, terutama hemoglobin untuk mengetahui kondisi
anemia. Jika ginjal tidak menghasilkan cukup hormon
eritropoetin untuk membuat sel darah merah, maka anemia
dapat terjadi. Selain pemeriksaan hemoglobin, pemeriksaan
lain dapat dilakukan untuk mengetahui:
8. Jumlah retikulosit menunjukkan berapa banyak sel darah
merah sedang diproduksi oleh sumsum tulang. Retikulosit
yang banyak menunjukkan bahwa tubuh kekurangan sel
darah merah.
9. Pemeriksaan tingkat zat besi, hal ini dibutuhkan untuk
eritropoetin agar dapat bekerja dengan cara yang
seharusnya.

34
10. Tes serum ferritin mengukur protein yang mengikat zat besi
dalam tubuh.
h. Masalah keperawatan
2. Kelebihan volume cairan b.d penurunan kemampuan ginjal
untuk mengeluarkan air dan menahan natrium
Hasil yang diharapkan:
- Masukan dan haluaran seimbang
- Berat badan stabil
- Bunyi nafas dan jantung normal
- Elektrolit dalam batas normal
Intervensi:
- Pantau balance cairan/24 jam
- Timbang BB harian
- Pantau peningkatan tekanan darah
- Monitor elektrolit darah
- Kaji edema perifer dan distensi vena leher
- Batasi masukan cairan

35
G. SOAL

36
BAB III
PENUTUP

37
DAFTAR PUSTAKA
https://www.alodokter.com/glomerulonefritis
https://www.google.co.id/amp/doktersehat.com/gagal-ginjalkronik/amp/
https://www.amazine.co/18099/fungsi-adrenal-4-hormon-yang-dihasilkan-
kelenjar-adrenal/
http://ayoncrayon1.blogspot.com/2013/01/pemeriksaan-fisik-ginjal.html?m=1
Sindrom Nefrontik. Cohen E.P. dan Lemann J. “ The Role of The
Laboratory in Evaluation of Kidney Function.” Clin Chem . 37:785-769/1991.
https://dosenbiologi.com/manusia/fungsi-saraf-simpatik-dan-parasimpatik

38

Anda mungkin juga menyukai