Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Salah satu filsafat yang terpenting dalam kajian matematika adalah matematika

merupakan aktivitas manusia, sehingga kehidupan manusia tidak terlepas dari

matematika, baik secara teori maupun praktek. Ada banyak pekerjaan yang

menghendaki pengetahuan dan keterampilan-keterampilan matematika, oleh karena

itu siswa perlu dibekali dengan kemampuan matematika yang memadai agar mereka

dapat bersaing di era teknologi dan informasi yang berkembang dengan pesat.

Upaya untuk meningkatkan kemampuan siswa tentu melibatkan beberapa faktor,

diantaranya adalah kurikulum dan metode pembelajaran yang merupakan komponen

vital yang dapat membuat proses pembelajaran berlangsung secara efektif dan sesuai

dengan tujuan yang telah ditetapkan. Salah satu ciri dari pembelajaran matematika

masa kini adalah penyajiannya didasarkan pada teori psikologi pembelajaran yang

pada saat ini sedang populer dibicarakan oleh para pakar pendidikan.

Banyak teori belajar yang telah didesain dalam pelaksanaan pembelajaran

matematika, diantaranya adalah konstruktivisme. Seperti halnya behaviorisme dan

kognitivisme, konstruktivisme dapat diterapkan dalam berbagai aktivitas belajar baik

pada ilmu-ilmu social maupun ilmu eksakta. Dalam matematika, konstruktivisme

telah banyak diteliti, diterapkan, dan diuji coba pada situasi ruangan kelas yang

berbeda-beda. Dari berbagai percobaan itu telah banyak menghasilkan berbagai

pandangan yang ikut mempengaruhi perkembangan, modifikasi, dan inovasi

pembelajaran. Lahirnya berbagai pendekatan seperti pembelajaran kooperatif, sosio-

kultur, pembelajaran kontekstual, dan lain-lain merupakan hasil inovasi dan

modifikasi dari teori pembelajaran.


B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah :

1. Apa pengertian teori kontruktivisme?

2. Bagaiaman teori kontruktivisme vygotsky ?

3. Bagaimana penerapan teori kontruktivis vygotsky dalam pembelajaran matematika?

C. TUJUAN PENULISAN

1. Untuk mengetahui teori kontruktivisme.

2. Untuk mengetahui teori kontruktivisme Vygotsky.

3. Untuk mengetahui penerapan teori kontruktivis Vygotsky dalam pembelajaran

matematika.
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN TEORI KONTRUKTIVISME

Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat

generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari.

Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui

dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi

pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih

dinamis. Pendekatan konstruktivisme mempunyai beberapa konsep umum seperti:

1. Pelajar aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah ada.

2. Dalam konteks pembelajaran, pelajar seharusnya membina sendiri pengetahuan

mereka.

3. Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui proses

saling memengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru.

4. Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina pengetahuan dirinya secara

aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan pemahamannya yang sudah

ada.

5. Ketidakseimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama. Faktor ini

berlaku apabila seorang pelajar menyadari gagasan-gagasannya tidak konsisten atau

sesuai dengan pengetahuan ilmiah.

6. Bahan pengajaran yang disediakan perlu mempunyai perkaitan dengan pengalaman

pelajar untuk menarik miknat pelajar.

Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat

generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda dengan

aliran behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat

mekanistik antara stimulus respon, kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai

kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna

pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamanya. Konstruktivisme sebenarnya bukan


merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini

merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan

seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis.

Menurut teori ini, satu prinsip yang mendasar adalah guru tidak hanya

memberikan pengetahuan kepada siswa, namun siswa juga harus berperan aktif

membangun sendiri pengetahuan di dalam memorinya. Dalam hal ini, guru dapat

memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan membri kesempatan kepada siswa

untuk menemukan atau menerapkan ide – ide mereka sendiri, dan mengajar siswa

menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru

dapat memberikan siswa anak tangga yang membawasiswa ke tingkat pemahaman yang

lebih tinggi dengan catatan siswa sendiri yang mereka tulis dengan bahasa dan kata – kata

mereka sendiri.

Dari uraian tersebut dapat dikatakan, bahwa makna belajar menurut

konstruktivisme adalah aktivitas yang aktif, dimana pesrta didik membina sendiri

pengtahuannya, mencari arti dari apa yang mereka pelajari dan merupakan proses

menyelesaikan konsep dan idea-idea baru dengan kerangka berfikir yang telah ada dan

dimilikinya.

B. TEORI KONTRUKTIVISME VYGOTSKY

Konstruktivisme Vygotskian memandang bahwa pengetahuan dikonstruksi secara

kolaboratif antar individual dan keadaan tersebut dapat disesuaikan oleh setiap individu.

Proses dalam kognisi diarahkan melalui adaptasi intelektual dalam konteks social budaya.

Proses penyesuaian itu equivalent dengan pengkonstruksian pengetahuan secara intra

individual yakni melalui proses regulasi diri internal. Dalam hubungan ini, para

konstruktivis Vygotskian lebih menekankan pada penerapan teknik saling tukar gagasan

antar individual. Terdapat dua prinsip penting yang diturunkan dari teori Vigotsky adalah:
1. Mengenai fungsi dan pentingnya bahasa dalam komunikasi social yang dimulai

proses pencanderaan terhadap tanda (sign) sampai kepada tukar menukar

informasi dan pengetahuan,

2. Zona of Proximal Development (ZPD) Pembelajar sebagai mediator memiliki

peran mendorong dan menjembatani siswa dalam upayanya membangun

pengetahuan, pengertian dan kompetensi.

Dalam interaksi sosial dikelas, ketika terjadi saling tukar pendapat antar siswa

dalam memecahkan suatu masalah, siswa yang lebih pandai memberi bantuan kepada

siswa yang mengalami kesulitan berupa petunjuk bagaimana cara memecahkan masalah

tersebut, maka terjadi scaffolding, siswa yang mengalami kesulitan tersebut terbantu oleh

teman yang lebih pandai. Ketika guru membantu secukupnya kepada siswa yang

mengalami kesulitan dalam belajarnya, maka terjadi scaffolding.

Konsep ZPD Vigotsky berdasar pada ide bahwa perkembangan pengetahuan

siswa ditentukan oleh keduanya yaitu apa yang dapat dilakukan oleh siswa sendiri dan

apa yang dilakukan oleh siswa ketika mendapat bantuan orang yang lebih dewasa atau

teman sebaya yang berkompeten (Daniels dan Wertsch dalam Slavin 2000: 47).

Berdasarkan teori Vygotsky yang telah dikemukakan di atas maka pembelajaran

dapat dirancang/didesain dalam model pembelajaran konstruktivis di kelas sebagai

berikut:

1. Identifikasi prior knowledge dan miskonsepsi.

Identifikasi awal terhadap gagasan intuitif yang mereka miliki terhadap

lingkungannya dijaring untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan akan munculnya

miskonsepsi yang menghinggapi struktur kognitif siswa. Identifikasi ini dilakukan dengan

tes awal, interview.

2. Penyusunan program pembelajaran.

Program pembelajaran dijabarkan dalam bentuk satuan pelajaran.

3. Orientasi dan elicitasi.

Situasi pembelajaran yang kondusif dan mengasyikkan sangatlah perlu diciptakan

pada awal-awal pembelajaran untuk membangkitkan minat mereka terhadap topik yang
akan dibahas. Siswa dituntun agar mereka mau mengemukakan gagasan intuitifnya

sebanyak mungkin tentang gejala-gejala fisika yang mereka amati dalam lingkungan

hidupnya sehari-hari. Pengungkapan gagasan tersebut dapat memalui diskusi, menulis,

ilustrasi gambar dan sebagainya. Gagasan-gagasan tersebut kemudian dipertimbangkan

bersama. Suasana pembelajaran dibuat santai dan tidak menakutkan agar siswa tidak

khawatir dicemooh dan ditertawakan bila gagasan-gagasannya salah. Guru harus menahan

diri untuk tidak menghakiminya. Kebenaran akan gagasan siswa akan terjawab dan

terungkap dengan sendirinya melalui penalarannya dalam tahap konflik kognitif.

4. Refleksi. Dalam tahap ini, berbagai macam gagasan-gagasan yang bersifat miskonsepsi

yang muncul pada tahap orientasi dan elicitasi direflesikan dengan miskonsepsi yang

telah dijaring pada tahap awal. Miskonsepsi ini diklasifikasi berdasarkan tingkat

kesalahan dan kekonsistenannya untuk memudahkan merestrukturisasikannya.

5. Resrtukturisasi ide, berupa:

(a) Tantangan, siswa diberikan pertanyaan-pertanyaan tentang gejala-gejala yang

kemudian dapat diperagakan atau diselidiki dalam praktikum. Mereka diminta untuk

meramalkan hasil percobaan dan memberikan alasan untuk mendukung ramalannya

itu.

(b) Konflik kognitif dan diskusi kelas. Siswa akan dapat melihat sendiri apakah

ramalan mereka benar atau salah. Mereka didorong untuk menguji keyakinan dengan

melakukan percobaan. Bila ramalan mereka meleset, mereka akan mengalami konflik

kognitif dan mulai tidak puas dengan gagasan mereka. Kemudian mereka didorong

untuk memikirkan penjelasan paling sederhana yang dapat menerangkan sebanyak

mungkin gejala yang telah mereka lihat. Usaha untuk mencari penjelasan ini dilakukan

dengan proses konfrontasi melalui diskusi dengan teman atau guru yang pada

kapasistasnya sebagai fasilitator dan mediator.

(c) Membangun ulang kerangka konseptual. Siswa dituntun untuk menemukan

sendiri bahwa konsep-konsep yang baru itu memiliki konsistensi internal.

Menunjukkan bahwa konsep ilmiah yang baru itu memiliki keunggulan dari gagasan

yang lama.
5. Aplikasi. Menyakinkan siswa akan manfaat untuk beralih konsepsi dari

miskonsepsi menuju konsepsi ilmiah. Menganjurkan mereka untuk menerapkan

konsep ilmiahnya tersebut dalam berbagai macam situasi untuk memecahkan

masalah yang instruktif dan kemudian menguji penyelesaian secara empiris.

Mereka akan mampu membandingkan secara eksplisit miskonsepsi mereka dengan

penjelasa secara keilmuan.

6. Review dilakukan untuk meninjau keberhasilan strategi pembelajaran yang telah

berlangsung dalam upaya mereduksi miskonsepsi yang muncul pada awal

pembelajaran. Revisi terhadap strategi pembelajaran dilakukan bila miskonsepsi

yang muncul kembali bersifat sangar resisten. Hal ini penting dilakukan agar

miskonsepsi yang resisten tersebut tidak selamanya menghinggapi struktur

kognitif, yang pada akhirnya akan bermuara pada kesulitan belajar dan rendahnya

prestasi siswa bersangkutan.

C. Penerapan Teori Kontruktivis Vygotsky Dalam Pembelajaran Matematika.

Setelah guru memberikan kasus misalnya contoh-contoh,siswa mengamati,

membandingkan, mengenal karakteristik, dan berusaha menyerap berbagai informasi

yang terkandung dalam kasus tersebut untuk digunaka memperoleh kesimpulan. Ini

merupakan bagian kegiatan yang penting dalam pembelajaran matematika beracuan

kosntruktivisme. Melalui pengamatan pada siswa. Dengan demikian terjadi aktivitas aktif

siswa dalam mengkonstruk matematika melalui proses asimilasi dan akomodasi.

Berikut contoh LKS materi SMP.

Lembar Kerja Siswa

Topik : Menggunakan konsep skala dan perbandingan di dalam pemecahan masalah

Kelas/semester: VII/Satu

Anggota Kelompok :

1.

2.

3.
Petunjuk

1. Pelajari Lembar Kerja Siswa tentang memahami pengertian skala sebagai suatu

perbandingan serta penggunaannya dalam memecahkan masalah, secara berdiskusi

dengan teman-teman sekelompokmu.

2. Diskusikan dan bahas secara bersama soal- soal serta permasalahan yang ada pada

kelompokmu, jika dalam kelompokmu menemukan kesulitan dan tidak menemukan

jawaban dalam menyelesaikan permasalahan tersebut, coba tanyakan pada gurumu.

1. Pengertian skala sebagai suatu perbandingan

 Pernakah kamu melukis sebuah lemari yang ada di rumahmu?

(……………………………………….),

 apakah ukuran panjang, lebar, dan tinggi lemari yang kamu lukis pada bukumu sama

dengan panjang, lebar dan tinggi lemari

sebenarnya?(………………………………………..),

 bagaimanakah cara kamu menentukan panjang, lebar dan tinggi dari lemari tersebut pada

lukisanmu agar sesuia dengan ukuran lemari yang sebenarnya?

(……………………………………………).

Setelah kamu selesai melukis lemari tersebut dengan ukuran yang kamu sesuaikan dengan

ukuran lemari yang sebenarnya, cobalah kamu bandingkan ukuran panjang, lebar, dan tinggi

tersebut dengan ukuran panjang, lebar dan tinggi lemari sebenarnya, sehingga terbentuk suatu

perbandingan antara ukuran pada gambar dengan ukuran yang sebenarnya.

Ukuran Pada gambar Ukuran sebenarnya


Panjang
Lebar
Tinggi

Kemudian tulislah dalam bentuk perbandingan di bawah ini!

1. .......... =............
2. ...........=............
3. ...........=............
Jadi dari percobaan atau permasalahan di atas apakah yang kamu ketahui tentang skala dan

bagaimanakah menurutmu penulisan bentuk suatu perbandingan apakah sama dengan penulisan

bentuk pada suatu pecahan?

Jawab:

…………………………………………………………………………………..........................

KESIMPULAN:
.......................................................................................................................
.......................................................................................................................
.......................................................................................................................
.......................................................................................................................
.......................................................................................................................

Anda mungkin juga menyukai