Tari Kecak biasa disebut Tari Cak atau tari api. Tarian ini merupakan tarian pertunjukkan
hiburan masal yang menggambarkan seni peran dan tidak diiringi oleh alat musik atau gamelan.
Namun, hanya diiringi oleh paduan suara sekelompok penari laki-laki berjumlah sekitar 70 orang
yang berbaris melingkar memakai kain penutup kotak-kotak berbentuk papan catur. Tarian ini
sangat sakral, terlihat dari penarinya yang terbakar api, namun mengalami kekebalan dan tidak
terbakar.
Tari Kecak juga sering disebut Tari Sanghyang yang dipertunjukkan sewaktu-waktu untuk
upacara keagamaan. Penari biasanya kemasukan roh dan bisa berkomunikasi dengan para dewa
atau para leluhur yang telah disucikan. Penari tersebut dijadikan sebagai media untuk
menyatakan sabda-Nya. Saat kerasukan, mereka juga akan melakukan tindakan yang di luar
dugaan, seperti melakukan gerakan berbahaya atau mengeluarkan suara yang mereka tidak
pernah keluarkan sebelumnya.
1
Di dalam lingkaran, para penari lainnnya beraksi. Mereka memainkan tarian yang diambil dari
episode cerita Ramayana yang berusaha menyelamatkan Shinta dari tangan jahat Rahwana. Tak
jarang, Tari Kecak juga melibatkan pengunjung yang tengah menonton aksi tarian tersebut.
Meskipun nggak diiringi musik atau gamelan, tapi Tari Kecak tetap terlihat indah dan kompak.
Gerakan yang dibuat para penarinya bisa tetap seirama! Itulah yang membuatnya bernilai seni
tinggi dan dicintai oleh para turis. Meskipun turis yang menonton Tari Kecak bukan beragama
Hindu, namun mereka tetap senang menonton Tari Kecak. Rasanya seperti ada yang kurang
kalau ke Bali nggak nonton Tari Kecak!
Di Tari Kecak, ada adegan di mana Rama meminta pertolongan pada Dewata. Hal itu
membuktikan bahwa Rama memercayai kekuatan Tuhan untuk menolomg dirinya. Tari Kecak
juga dipercaya sebagai salah satu ritual untuk memanggil dewi yang bisa mengusir penyakit dan
melindungi warga dan kekuatan jahat. Dewi yang biasanya dipanggil dalam ritual tersebut adalah
Dewi Suprabha atau Tilotama.
Tari Kecak memiliki cerita mendalam dan menyampaikan pesan moral untuk penontonnya.
Seperti, kesetiaan Shinta pada suaminya Rama. Juga Burung Garuda yang rela mengorbankan
sayapnya demi menyelamatkan Shinta dari cengkeraman Rahwana. Dari cerita itu, kita juga
diajarkan agar tidak memiliki sifat buruk seperti Rahwana yang serakah dan suka mengambil
milik orang lain secara paksa.