Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan
nikmatn-Nya yang tiada perna ada akhirnya. Sholawat dan salam tercurah limpah bagi Nabi kita
Muhammad SAW yang atas bimbingannya kita menjadi umat terbaik sepanjang zaman.
Alhamdulillah saya dapat menyelesaikan makalah sebagai tugas Ujian Akhir Semester
genap mata kuliah Kesehatan Mental ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya.
Dan juga saya ucapkan terima kasih pada Bapak Dr. Isep Zaenal Arifin, M.Ag, selaku Dosen mata
kuliah Kesehatan Mental Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung yang telah
memberikan tugas ini kepada saya.
Makalah ini berisi tentang arti kesehatan mental, hubungan antara Kesehatan mental
dengan Agama Islam, konsep kesehatan mental berdasarkan Al-Quran dan Hadist, ciri-ciri mental
yang sehat menurut Islam, metode pemerolehan dan pemeliharaan kesehatan mental dalam Islam,
serta Prinsip-prinsip Islam dalam Pengembangan pribadi dan Kesehatan mental
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi saya sendiri maupun orang yang
membacanya. Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini,
Oleh sebab itu, saya berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah.Semoga
makalah ini dapat diterima dan bisa menjadi manfaat bagi kita semua.
Penulis
i
DAFTAR ISI
BAB I .............................................................................................................................................. 3
PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 3
C. TUJUAN .............................................................................................................................. 5
BAB II............................................................................................................................................. 5
PEMBAHASAN ............................................................................................................................. 5
A. Kesehatan Mental................................................................................................................. 5
PENUTUP..................................................................................................................................... 45
A. Kesimpulan ........................................................................................................................ 45
B. Saran .................................................................................................................................. 45
Berbagai tingkah laku masyarakat yang beraneka ragam mendorong para ahli ilmu jiwa untuk
menyelidiki apa penyebab perbedaan tingkah laku orang-orang dalam kehidupan bermasyarakat
sekalipun dalam kondisi yang sama. Selain itu, juga menyelidiki penyebab seseorang tidak mampu
mendapatkan ketenangan dan kebahagiaan dalam hidupnya. Usaha ini kemudian menimbulkan
satu cabang ilmu jiwa yaitu kesehatan mental.
Kesehatan mental dalam kehidupan manusia merupakan masalah yang amat penting karena
menyangkut soal kualitas dan kebahagian manusia. Tanpa kesehatan yang baik orang tidak akan
mungkin mendapatkan kebahagian dan kualitas sumber daya manusia yang tinggi
Kenapa hal itu bisa terjadi? Jawabannya karena kesehatan mental tersebut menyangkut segala
aspek kehidupan yang menyelimuti manusia mulai dari kehidupan pribadi, keluarga, sosial, politik,
agama serta sampai pada bidang pekerjaaan dan profesi hidup manusia. Kehidupan mewah dan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak akan menjamin kebahagian manusia. Hal itu
karena yang bisa menjamin kebahagian manusia tersebut adalah kejiwaan, kesehatan dan
keberagamaan yang dimiliki manusia. Tiga faktor tersebut sangat sejalan sekali dalam mencapai
kebahagian hidup manusia didunia dan akhirat, karena kebahagian yang harus dicapai itu tidak
hanya kebahagian didunia melainkan juga kebahagian diakhirat kelak.
Dengan memahami ilmu kesehatan mental dalam arti mengerti, mau, dan mampu
mengaktualisasikan dirinya, maka seseorang tidak akan mengalami bermacam-macam
ketegangan, ketakutan, konflik batin. Selain itu, ia melakukan upaya agar jiwanya menjadi
seimbang dan kepribadiannya pun terintegrasi dengan baik. Ia juga akan mampu memecahkan
segala permasalahan hidup. Dalam tulisannya, ‘Pengantar dalam Kesehatan Jiwa’ (1982),
Saparinah Sadli, guru besar Fakultas Psikologi UI mengemukakan tiga orientasi yang dapat
dijadikan ukuran kesehatan jiwa, yakni :
1) Orientasi Klasik: Seseorang dianggap sehat bila ia tak mempunyai keluhan tertentu, seperti:
ketegangan, rasa lelah, cemas, rendah diri atau perasaan tidak berguna, yang semuanya
2) Orientasi Penyesuaian Diri: Seseorang dianggap sehat secara psikologis bila ia mampu
mengembangkan dirinya sesuai dengan tuntunan orang-orang lain serta lingkungan sekitarnya;
3) Orientasi Pengembangan Potensi: Seseorang dianggap mencapai taraf kesehatan jiwa, bila
ia mendapat kesempatan untuk mengembangkan potensialitasnya menuju kedewasaan sehingga ia
bisa dihargai oleh orang lain dan dirinya sendiri.
Kesehatan mental model Barat berpusat diri manusia, sehingga membahayakan jiwa manusia,
karena pada kenyataannya manusia memiliki keterbatasan dalam mengatasi permasalahan hidup.
Paradigma Islam justru meniadakan self (diri) untuk diserahkan kepada Allah (Hollins, 2006).
Pilar Islam adalah kalimat Lailaha ilallah, tiada Tuhan selain Allah menyuruh manusia
meniadakan semua keterikatan kecuali hanya kepada Allah. Berkaitan dengan kesehatan jiwa
(mental) Islam memandang bahwa keterikatan kepada Allah sebagai sumber kebahagiaan,
sehingga kebahagiaan dunia dan akhirat sebagai tolok ukur kebahagiaan sejati. Keselamatan
(kebahagiaan) dunia dan akhirat sebagai hal yang sangat penting untuk dijadikan visi dan tujuan
hidup manusia. Kebahagiaan dunia dan akhirat bukan sebagai hal yang terpisah, namun untuk
meraih keduanya Al Quran dan Hadist banyak menjelaskan bahwa untuk meraih ketentraman,
kebahagiaan dan terhindar dari kekhawatiran manusia harus mengutamakan akhirat dari pada
dunia. Prioritas terhadap akhirat memberikan dampak kebahagiaan sempurna (dunia dan akhirat).
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kesehatan Mental
1
Rita L. Atkinson, dkk., Pengantar Psikologi, terj. Widjaja Kusuma, judul asli “Introduction to Psychology”,
(Batam: Interaksara, tt.), jilid II, hlm. 404-406.
Psychological well-being adalah keadaan individu yang memiliki mental yang baik atau
sejahtera. Hal ini dilihat dari indikator-indikator yang dirasakan oleh individu seperti, kepuasan
dalam hidup atau life statisfaction, emotional ties, dan general positive affect. Individu yang
memiliki kesejahteraan psikologis yang baik akan memiliki kepuasan tehadap dirinya sendiri,
keterikatan emosi dengan orang-orang yang berada disekitarnya, dan selalu memiliki tujuan-
tujuan atau pencapaian-pencapaian yang realistis.
Ada tiga prinsip pokok secara umum untuk mendapatkan kesehatan mental (Kartono &
Andari, 1989), yaitu:
a) Pemenuhan
Kebutuhan pokok Setiap individu sangat sering memiliki dorongan dan
kebutuhankebutuhan pokok yang bersifat fisik dan psikis serta yang bersifat sosial. Kebutuhan-
kebutuhan dan dorongan-dorongan itu menuntut akan pemuasan. Akan timbul ketegangan-
ketegangan dalam usaha pencapaiannya. Ketegangan cenderung menurun jika
kebutuhankebutuhan terpenuhi dan cenderung naik/makin banyak jika mengalami frustasi atau
hambatan-hambatan.
b) Kepuasan
Setiap orang menginginkan kepuasan, yang bersifat jasmaniah maupun yang bersifat
rohaniah. Seseorang ingin merasa kenyang, aman, terlindungi, ingin puas dalam hubungan
seksnya, ingin mendapat simpati dan diakui harkatnya. Intinya ia ingin puas di segala bidang, lalu
timbullah Sense of Importancy dan Sense of Mastery, (kesadaran nilai dirinya dan kesadaran
penguasaan) yang memberi rasa senang, puas dan bahagia.
c) Posisi dan status sosial
Setiap individu sangat sering berusaha mencari posisi sosial dan status sosial dalam
lingkungannya. Tiap manusia membutuhkan cinta kasih dan simpati. Sebab cinta kasih dan simpati
menumbuhkan rasa diri aman/assurance, keberanian dan harapan-harapan di masa mendatang.
Orang lalu menjadi optimis dan bergairah. Oleh karena itu individuindividu yang mengalami
gangguan mental, biasanya merasa dirinya tidak aman. Mereka senantiasa dikejar-kejar dan sangat
sering dalam kondisi ketakutan. Dia tidak mempunyai kepercayaan pada diri sendiri dan hari esok,
jiwanya senantiasa bimbang dan tidak seimbang.
Seseorang itu dapat berusaha memelihara kesehatan mentalnya dengan menegakkan
prinsip-prinsipnya dalam kehidupan, yaitu:
(1) Mempunyai self image atau gambaran dan sikap terhadap diri sendiri yang positif,
(2) memiliki integrasi diri atau keseimbangan fungsi-fungsi jiwa dalam mengatasi problema
hidup termasuk stress,
Banyak teori yang dikemukan oleh ahli jiwa tentang kesehatan mental, misalnya teori
psikoanalisis, behavioris dan humamisme. Sungguhpun demikian teori tersebut memiliki batasan-
batasan dan tidak menyentuh seluruh dimensi (aspek) dan aktivitas kehidupan manusia sebagai
makhluk multidimensional dan multipotensial. Manusia sebagai makhluk multidimensional
setidak-tidaknya memiliki dimensi jasmani, rohani, agama, akhlak, sosial, akal, dan seni (estetika).
Sedangkan sebagai makhluk multi potensial manusia memiliki potensi yang amat banyak yang
dikaruniakan Allah SWT kepadanya yang dalam islam terkandung dalam asma ulhusna. Salah
satunya adalah agama. Agama tampaknya memang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan
manusia. Pengingkaran manusia terhadap agama mungkin karena faktor-faktor tertentu baik yang
Pandangan islam terhadap kesehatan mental antara lain dapat dilihat dari peranan islam
itu sendiri bagi kehidupan manusia, yang dapat dikemukakan sebagai berikut:2
a. Agama islam memberikan tugas dan tujuan bagi kehidupan manusia di dunia dan akhirat.
b. Ajaran islam memberikan bantuan kejiwaan kepada manusia dalam menghadapi cobaan
dan mengatasi kehidupan hidupnya, seperti dengan cara shalat dan sabar.
c. Ajaran islam membantu orang dalam menumbuhkan dan membina pribadinya, yakni
melalui penghayatan nilai-nilai ketakwaan dan keteladanan yang diberikan Nabi
Muhammad saw.
d. Agama islam memberikan tuntunan kepada akal agar benar dalam berpikir dengan melalui
bimbingan wahyu (kitab suci Al-Quran).
e. Ajaran islam beserta seluruh petunjuk yang ada di dalamnya merupakan obat (syifa) bagi
jiwa atau penyembuh segala penyakit hati yang terdapat dalam diri manusia (rohani).
f. Ajaran islam memberikan tuntunan bagi manusia dalam mengadakan hubungan yang baik,
baik hubungan dengan diri sendiri, hubungan dengan Tuhan, hubungan dengan orang lain,
maupun hubungan dengan alam dan lingkungan.
2
Yahya Jaya. Peranan Taubat dan Maaf Dalam Kesehatan Mental, (Jakarta: CV Ruhama, 1995), h. 44-45
Tuntunan agama Islam untuk kesehatan mental dikemukakan dalam dua hal, yaitu:
a) Ayat-ayat al-Qur’an (dan al-Hadits) yang berkaitan dengan tolak ukur kesehatan mental.
b) Prinsip-prinsip Islam untuk pengembangan pribadi pada umumnya dan mengembangan
kesehatan mental pada khususnya.
Agama sebagai terapi dalam kesehatan mental, dalam Islam ditunjukkan secara
jelas dalam ayat-ayat Al-Qur’an, diantaranya:
ۖ ً ص ا ل ِ ًح ا ِم ْن ذ َ كَ ٍر أ َ ْو أ ُن ْ ث َ ٰى َو ه ُ َو ُم ْؤ ِم ٌن ف َ ل َ ن ُ ْح ي ِ ي َ ن َّ ه ُ َح ي َ ا ة ً ط َ ي ِ ب َ ة َ َم ْن ع َ ِم َل
َو ل َ ن َ ْج ِز ي َ ن َّ هُ ْم أ َ ْج َر ه ُ ْم ب ِ أ َ ْح سَ ِن َم ا كَ ا ن ُوا ي َ ع ْ َم ل ُ و َن
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam
Keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang
baik dan Sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih
baik dari apa yang telah mereka kerjakan” (Q.S An-Nahl : 97)
Dari ayat diatas ditekankan bahwa laki-laki dan perempuan dalam Islam mendapat
pahala yang sama dan bahwa amal saleh harus disertai Iman. Keimanan dapat
menghasilkan ketenangan jiwa yang merupakan salah satu indikasi mental yang sehat.
Allah SWT berfirman tentang hubungan iman dengan ketenangan mental yang berbunyi:
ُ ال َّ ِذ ي َن آ َم ن ُوا َو ت َطْ َم ئ ِ ُّن ق ُ ل ُ و ب ُهُ ْم ب ِ ِذ كْ ِر َّللاَّ ِ ۗ أ َ ََل ب ِ ِذ كْ ِر َّللاَّ ِ ت َطْ َم ئ ِ ُّن ال ْ ق ُ ل ُو
ب
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat
Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (Q.S Ar-Rad
: 28).
Pada ayat diatas dinyatakan bahwa zikir itu bisa membentuk hati manusia untuk
mencapai ketentraman. Zikir berasal dari kata Zakara artinya mengingat, memperhatikan,
3
Zakiah Daradjat, Islam dan Kesehatan Mental, (Jakarta: Gunung Agung, 1983), h. 10
Al-Qur’an menjelaskan zikir berarti membangkitkan daya ingatan: “Dengan mengingat Allah
(zikrullah), hati orang-orang beriman menjadi tenang”. Zikir berarti pula ingat akan hukum-
hukum Allah. Allah berfirman dalam QS. An-Nahl ayat 90 artinya: “Sesungguhnya Allah
menyuruh kamu berlaku adil dalam berbuat kebajikan, memberikan bantuan kepada kaum
kerabat, dan Allah melarang perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dan memberi
pengajaran kepada kamu agar kamu zikir (dapat mengambil pelajaran).”
Islam berkaitan dengan kesehatan mental. Di dalam ajaran Islam kesehatan mental dapat
dicapai dengan membina hubungan vertikal, horizontal, dan diagonal. Hubungan vertikal
dibangun dengan hubungan manusia dengan beriman kepada Allah SWT, beriman kepada
malaikat, Kitab Allah, Rasul-rasul Allah, hari kiamat, dan beriman kepada qada’ dan qadar.
Hubungan horizontal dibangun melalui hubungan manusia dengan dirinya sendiri dan orang
lain. Hubungan dengan diri sendiri dimulai dengan mengenali diri, memaksimalkan potensi yang
baik dan mengendalikan potensi jelek yang ada dalam diri. Jujur, berani, bertanggungjawab,
ikhlas, konstruktif, komitmen dalam menjalankan kewajiban, merupakan sifat- sifat yang harus
dimiliki dalam membangun hubungan dengan diri sendiri.
Hubungan dengan orang lain dibina dengan sikap saling menghormati, tenggang rasa, suka
menolong, empati mencintai, adil, rendah hati dan lain sebagainya. Hubungan dengan orang lain
meliputi hubungan dengan anggota keluarga, orangtua, tetangga, isteri, suami, dan masyarakat
yang lebih luas.
Hubungan diagonal dibangun melalui hubungan dengan alam semesta. Hubungan dengan alam
akan tercipta jika seseorang ikut memelihara kelestarian alam, menikmati keindahan alam, dan
tidak mengeksplorasi alam. Hal ini dapat terwujud jika seseorang menyadari bahwa alam juga
merupakan makhluk Allah SWT yang harus dimuliakan
Didalam buku Yahya Jaya menjelaskan bahwa kesehatan mental menurut islam yaitu, identik
dengan ibadah atau pengembangan potensi diri yang dimiliki manusia dalam rangka pengabdian
kepada Allah dan agama-Nya untuk mendapatkan Al-nafs Al-muthmainnah (jiwa yang tenang dan
bahagia) dengan kesempurnaan iman dalam hidupnya.
Sedangkan dalam bukunya Abdul Mujib dan Yusuf Mudzkir kesehatan menurut islam yang
dkutip dari Musthafa fahmi, menemukan dua pola dalam mendefenisikan kesehatan mental:
Pola negatif (salaby), bahwa kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari
neurosis (al-amhradh al-’ashabiyah) dan psikosis (al-amhradh al-dzihaniyah).
Pola positif (ijabiy), bahwa kesehatan mental adalah kemampuan individu dalam
penyesuaian terhadap diri sendiri dan terhadap lingkungan sosial.
Menurut al-Kindi, pusat daya jiwa adalah otak. Pendapat ini berbeda dengan pendapat
Aristoteles, yang menyebutkan bahwa pusat daya inderawi adalah hati. Hati yang selalu
berdekatan atau identik dengan kesedihan dan kesenangan. Al-Kindi mengemukakan, kesedihan
merupakan gangguan kejiwaan, maka harus serius mencegah gangguan kejiwaan/psikis ini
sebagaimana kita mencegah gangguan fisik.
Pemikiran al-Farabi tentang kesehatan mental berkaitan dengan daya fantasi. jika daya
fantasi pada seseorang sangat kuat, tidak disibukan dengan hal-hal inderawi yang masuk
kedalamnya melalui indera, tidak sedang melayani daya rasional, maka ia bisa mengkhayalkan
segala hal yang diberikan akal aktif melalui peniruannya terhadap hal-hal yang bersifat inderawi
dan terlihat. Kemudian ia membuat sketsa untuk objek inderawi itu di dalam daya penginderaan.
Kesehatan jiwa atau kesehatan mental datang dari akal aktif manusia, jika akal aktif dalam kondisi
sehat, maka kondisi kesehatan mentalnya akan sehat. Jika akal aktifnya sakit, maka kondisi
kesehatan mentalnya akan sakit.
Berdasarkan ayat-ayat dan hadist di atas, dapat dikatakan bahwa jiwa adalah sesuatu yang
menggerakkan manusia untuk cenderung berbuat kebaikan (taqwa) atau keburukan (fasik),
sehingga jiwa yang taqwa senantiasa mengajak kepada amal-amal kebaikan, sedangkan jiwa yang
fasik mengarahkan manusia kepada pengingkaran dan kejahatan.
Dari Tsauban Radhiyallahu 'Anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
صعَتِ َها فَقَا َل قَائِ ٌل َو ِم ْن قِلَّ ٍة نَحْ ُن يَ ْو َمئِ ٍذ قَا َل بَ ْل أ َ ْنت ُ ْم يَ ْو َمئِ ٍذ ْ َعى ْاْل َ َكلَةُ ِإلَى ق َ علَ ْي ُك ْم َك َما تَدَا
َ عى َ يُو ِشكُ ْاْل ُ َم ُم أ َ ْن تَدَا
َّللاُ فِي قُلُو ِب ُك ْم ْال َو ْهنَ فَقَا َل َّ عد ُِو ُك ْم ْال َم َهابَةَ ِم ْن ُك ْم َولَيَ ْق ِذفَ َّن
َ ُور
ِ صدُ َّللاُ ِم ْن َ َس ْي ِل َولَيَ ْنز
َّ ع َّن َّ اء ال ُ ير َولَ ِكنَّ ُك ْم
ِ َ غثَا ٌء َكغُث ٌ َِكث
ِ َّللاِ َو َما ْال َو ْه ُن قَا َل حُبُّ الدُّ ْنيَا َو َك َرا ِهيَةُ ْال َم ْو
ت ُ قَائِ ٌل يَا َر
َّ سو َل
“Hampir saja para umat (yang kafir dan sesat) mengerumuni kalian dari berbagai penjuru,
sebagaimana mereka berkumpul menghadapi makanan dalam piring”. Kemudian seseorang
bertanya,”Katakanlah wahai Rasulullah, apakah kami pada saat itu sedikit?” Rasulullah
bersabda,”Bahkan kalian pada saat itu banyak. Akan tetapi kalian bagai sampah yang dibawa oleh
air hujan. Allah akan menghilangkan rasa takut pada hati musuh kalian dan akan menimpakan
dalam hati kalian ’Wahn’. Kemudian seseorang bertanya,”Apa itu ’wahn’?” Rasulullah
berkata,”Cinta dunia dan takut mati.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad)
Segala macam penyakit hati seperti kecemasan, depresi, waham, semuanya bersumber dari
kecintaan kepada dunia. Dunia sering digambarkan sebagai harta, tahta (kedudukan, gelar), dan
wanita (nafsu seksual). Ketiga macam godaan tersebut sering melalaikan manusia dan
menjerumuskan manusia ke dalam kehinaan dunia dan akhirat. Orang-orang yang bertaqwa akan
lebih mementingkan akhirat dari pada dunia, karena mereka memahami bahwa mereka akan
mendapatkan kebahagiaan yang berlipat ganda. Pada kenyataannya sebagian besar orang yang
mengalami kehancuran adalah mereka yang haus kekuasaan, gelar, status, dan pujian dari orang
banyak (AL-Ghazali, 2007). Sesungguhnya tujuan hakiki manusia adalah kebahagiaan akhirat.
Manusia, harta benda, kekayaan, gelar dan ibadah kita hanyalah perantara untuk menuju Allah.
a. Kecintaan pada akhirat sebagai sumber kesehatan jiwa
Allah sudah menjelaskan dalam ayat-ayat Al Quran berikut ini bahwa kehidupan dunia
merupakan permainan dan kesenangan yang menipu. QS Al Hadid (57) ayat 20:
“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang
melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang
banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani;
kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur.
Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan
kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.”
Lebih lanjut difirmankan dalam QS Al An’aam (6) ayat 32, bahwa orang bertaqwa memahami
bahwa kehidupan dunia ini sebagai permainan dan sendau gurau, sehingga akan lebih
mementingkan kehidupan akhirat dari pada dunia. Orang-orang yang lebih mengutamakan dunia
dikatakan sebagai orang yang melampaui batas, sebagaimana Allah berfirman dalam QS An
Naazi’aat (79), ayat 37-41: “Adapun orang yang melampaui batas, dan lebih mengutamakan
kehidupan dunia, maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggal(nya), Dan adapun orang-orang
yang takut kepada kebesaran Tunannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka
sesungguhnya syurgalah tempat tinggal(nya).”
QS Ali Imran (3) ayat 14 memberikan gambaran tentang kesenangan hidup di dunia berupa
harta kekayaan, sawah, ladang, binatang ternak, wanita dan anak-anak, namun Allah menegaskan
bahwa tempat kembali yang paling baik ada di sisi Allah yaitu syurga. Al Quran surat Asy Syuraa
(42) ayat 20 menjelaskan bahwa: Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan
Kami tambah keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia
Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu
bahagianpun di akhirat.
Penjelasan dalam ayat-ayat Al Quran tersebut di atas memberikan pesan bahwa kehidupan
akhirat lebih menjanjikan kebahagiaan yang berlipat ganda dibandingkan kehidupan dunia yang
bersifat sementara (sebentar) seperti gambaran dalam QS An-nisaa (4) : 77. Allah membolehkan
menikmati kesenangan dunia, namun dengan cara yang tidak melampaui batas, agar manusia tidak
lalai dan meraih kebahagiaan hakiki.
"Allah menganugerahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah)
kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-
benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang
dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah). (Q.S Al-Baqarah: 269).
Beberapa ayat berikut ini menunjukkan kecenderungan hati manusia yang dapat mengarah
kepada kebaikan yaitu ketaatan, kerendahan hati, serta mengarah kepada pengingkaran,
kesombongan dan keputusasaan.
Kesombongan merupakan salah satu sumber penyakit hati yang berbahaya, seperti
digambarkan oleh Rasulullah sebagai kesukaan dipuji dan ketakutan untuk dicela. Allah juga
sangat membenci kesombongan karena sifat tersebut akan menjauhkan manusia dari kebenaran
dan ketaatan kepada Allah, serta menyebabkan kerusakan. Dalam QS Al A’raf, ayat 36:
ِ َّ ب ال ن
ار ۖ ه ُ ْم ف ِ ي هَ ا َخ ا ل ِ د ُو َن ُ ص َح ا َ ِ َو ال َّ ِذ ي َن ك َ ذ َّب ُوا ب ِ آ ي َ ا ت ِ ن َا َو ا سْ ت َكْ ب َ ُر وا عَ نْ َه ا أ ُو لٰ َ ئ
ْ َك أ
Ayat tersebut menegaskan bahwa orang yang tidak mentaati Allah dikatakan sebagai orang
yang sombong dan akan dimasukkan ke dalam neraka. Rasulullah menegaskan dalam sabdanya:
Tidak masuk syurga orang yang di dalam hatinya ada kesombongan meskipun hanya sebiji sawi.
Barang siapa datang pada hari kiamat dalam keadaan bebas dari tiga perkara maka ia masuk
syurga: takabur, khianat, hutang. Sifat sombong menghalangi orang masuk syurga, karena
“Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan
di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka
mengucapkan kata-kata (yang keselamatan).”
Kesombongan menyebabkan manusia tertutup hatinya dari rahmat Allah sehingga seperti
keadaan yang dijelaskan dalam QS Yusuf (12) ayat 87 :
“Dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat
Allah, melainkan kaum yang kafir.”
Orang yang sombong menganggap bahwa semua yang diraih merupakan usahanya sendiri,
sehingga akan sangat bersedih bahkan berputus asa jika mengalami kehilangan dan sangat gembira
jika mendapatkan sesuatu yang diinginkannya. QS Al Hadid (57) ayat 23 memperingatkan kepada
manusia sebagai berikut:
ور
ٍ خُ َ ب ك ُ َّل ُم ْخ ت َا ٍل ف ُ كَ ي ََْل ت َأ ْسَ ْو ا عَ ل َ ٰى َم ا ف َ ا ت َك ُ ْم َو ََل ت َف ْ َر
ُّ ح وا ب ِ َم ا آ ت َا ك ُ ْم ۗ َو َّللاَّ ُ ََل ي ُِح
“Supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan
terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap
orang yang sombong lagi membanggakan diri.”
Berdasarkan kajian Al Quran dan hadist di atas kesehatan jiwa mengandung arti
kecenderungan jiwa kepada kebaikan yang mengarahkan kepada ketaatan kepada Allah, kecintaan
kepada akhirat, menyebabkan sifat rendah hati dan jauh dari kesombongan, sehingga akan diraih
ketenangan jiwa yang berbuah kebahagiaan dunia dan akhirat. Puncak kesehatan jiwa adalah
keberuntungan yang akan diraih yaitu syurga. Ketaqwaan sebagai tolok ukur kesehatan jiwa,
karena disebutkan oleh Allah sendiri dalam firman Nya bahwa manusia yang paling mulia di sisi
Allah adalah yang paling bertaqwa.
َ س َْل َ َّم
ٌار ة ٌ ب ِ ال س ُّ و ِء إ ِ ََّل َم ا َر ِح مَ َر ب ِ ي ۚ إ ِ َّن َر ب ِ ي غ َ ف ُ و ٌر َر ِح ي م ُ َم ا أ ُب َ ِر
َ ْ ئ ن َ فْ ِس ي ۚ إ ِ َّن ال ن َّ ف
Konsep Kesehatan Mental Perspektif Agama Islam | 25
‘Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu
menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya
Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.’ (QS. Yusuf: 53)
Ayat-Ayat Al-Qur’an Yang Berkaitan Dengan Pentingnya Agama Untuk Kesehatan
Mental
Sudah tentu semua ayat-ayat Al-Qur’an menunjukkan pentingnya agama untuk
keselamatan hidup di dunia dan akhirat, termasuk meraih jiwa yang sehat. Zakiah Daradjat dalam
tulisan-tulisannya mengenai Agama dan Kesehatan Jiwa menunjukkan pengaruh positif dari
pelaksanaan rukun iman dan rukun islam terhadap kondisi kesehatan mental.
Mengingat masalah agama merupakan masalah yang sangat luas dan kompleks, maka
tulisan ini hanya mengungkapkan ayat-ayat di Al Qur’an yang berkaitan dengan tiga pilar agama
Islam, yaitu: iman (akidah), Islam (syari’ah), dan Ihsan (akhlak).
4
Muhammad Mahmud Mahmud, op.cit, hlm. 342-349.
5
Abi al-Fadh Jamal al-Din Muhammad ibn Mukarram ibn Manzur, Lisan Arab (Beirut: Dar al-Shadir, 1990), jilid
XIII, hlm. 214.
6
Ibid., hlm. 213.
7
Anxiety adalah kekhawatiran atau ketakutan yang kuat dan meluap-luap. Atau, rasa takut atau kekhawatiran kronis
pada tingkat yang ringan. J.P Chaplin, op.cit., hlm. 32.
8
Wahbah al-Zuhaili, Tafsir al-Munir, (Beirut: Daral al-Fikr al-Ma’ashir, 1991), jilid, XXVI, hlm. 154, 183, 195.
9
Ibid., jilid 10, hlm. 218.
10
Ibnu Qayyim al-Jauziyah membagi sakinah dalam tiga tingkatan: (1) ketenangan dalam kekhusyuan saat melakukan
ibadah (QS. Al-Hadid:16); (2) ketenangan dalam bergaul dengan mengevaluasi diri, bersikap lemah lembut pada
makhluk dan tidak melupakan hak-hak Allah; dan (3) ketenangan yang memperteguh keridhaan dalam menerima
bagian. Madarij al-Salikin bayn Manazil lyyaka Na’budu wa lyyaka Nasta’in, (Cairo: Dar al-Fikr, 1992), jilid II, hlm.
503-512.
11
Ibnu Qayyim membagi thuma’ninah dalam tiga tingkatan: (1) thuma’ninah karena berdzikir kepada Alah, sehingga
menghilangkan ketakutan dan mendatangkan harapan; (2) thuma’ninah ruh ketika mencapai tujuan kasyaf
(terbukanya rahasia Tuhan), rindu akan janji, dan berkumpul setelah berpisah; dan (3) thuma’ninah karena
menyaksikan kehadiran kasih sayang Tuhan, menggapai kebakaan, dan mencapai kedudukan pada cahaya yang abadi.
Ibnu Qayyim sl-Jauziyah, op.cit., hlm. 512-518.
Bastaman menjelaskan ada beberapa karakteristik mental yang sehat dan ia singkat menjadi
SHALIH (Sabar, Hikmat, Amal-Soleh, Lidah, Ilmu, dan Hati-Nurani)47di antaranya adalah
sebagai berikut:
1). Sabar
12
Motif (motive) adalah suatu keadaan ketegangan di dalam individu, yang membangkitkan, memelihara dan
mengarahkan tingkah laku menuju pada satu tujuan atau sasaran; atau, alasan yang disadari, yang diberikan individu
bagi tingkah lakunya.
13
Keith Devis and John W. Newstrom, Perilaku dalam Organisasi, terj Agus Dharma (Jakarta: Erlangga, 1996), hlm.
105-106.
14
Philip R. Newman and Barbara M. Newman, Psychology (Homewood, Illinois: The Dorsey Press, 1983), hlm.
412.
15
Komarudin Hidayat, ‘Manusia dan Proses Penyempurnaan Diri’, dalam Budhy Munawar-Rachman (editor),
Kontekstualisasi Doktrn Islan dalam Sejarah (Jakarta; Paramadina; 1995), hlm. 191-192
16
Afif Abd al-Fatah, Ruub al-Din al-Islamiy (Damascus: Syarif Khalil Syakar, 1966), hlm. 18
17
Ibrahim Basyuniy, Nasy’at al-Tasbawwuf al-Islamiy, (Mesir; Dar al-Ma’arif, tt) hlm. 17-25
18
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Beberapa Aspeknya, (Jakarta; UI-Press, 1979), jilid II, hlm. 83
Dengan kejelasan ayat Al-Qur’an diatas dapat ditegaskan bahwa kesehatan mental
(shihiyat al nafs) dalam arti yang luas adalah tujuan dari risalah Nabi Muhammad SAW
diangkat jadi rasul Allah SWT, karena asas, cirri, karakteristik dan sifat dari orang yang
bermental itu terkandung dalam misi dan tujuan risalahnya. Dan juga dalam hal ini al-Qur’an
berfungsi sebagai petunjuk, obat, rahmat dan mu’jizat (pengajaran) bagi kehidupan jiwa
manusia dalam menuju kebahagian dan peningkatan kualitasnya sebagai mana yang ditegaskan
dalam ayat berikut:
Artinya: Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar;
merekalah orang-orang yang beruntung. (Q.S. Ali Imran: 104)
Manusia dalam melakukan hubungan dan interaksi dengan lingkungannya baik materiil
maupun sosial, semua itu tidak keluar dari tindakan penyesuaian diri atau adjustment. Tetapi
apabila seseorang tersebut tidak dapat atau tidak bisa menyesuaikan diri dikatakan kesehatan
mentalnya terganggu atau diragukan.19
19
Zakiah Daradjat, Islam dan Kesehatan Mental, (Jakarta: Gunung Agung, 1983), h. 10
Agama tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Fitrah manusia sebagai makhluk
ciptaan Allah SWT ialah manusia diciptakan mempunyai naluri beragama yaitu agama tauhid.
Kalau ada manusia tidak beragama tauhid, maka tidak wajar, mereka tidak beragama tauhid itu
hanya karena pengaruh lingkungan.Hal itu karena yang bisa menjamin kebahagian manusia
tersebut adalah kejiwaan, kesehatan dan keberagamaan yang dimiliki manusia. Tiga faktor tersebut
sangat sejalan sekali dalam mencapai kebahagian hidup manusia didunia dan akhirat, karena
kebahagian yang harus dicapai itu tidak hanya kebahagian didunia melainkan juga kebahagian
diakhirat kelak.Islam memiliki konsep tersendiri dan khas tentang kesehatan mental. Pandangan
islam tentang kesehatan jiwa berdasarkan atas prinsip keagamaan dan pemikiran falsafat yang
terdapat dalam ajaran-ajaran islam.
Al-Quran berfungsi sebagai asySyifa atau obat untuk menyembuhkan penyakit fisik
maupun rohani. Dalam Al-Quran banyak sekali yang menjelaskan tentang kesehatan. Ketenangan
jiwa dapat dicapai dengan zikir (mengingat) Allah. Rasa taqwa dan perbuatan baik adalah metode
pencegahan dari rasa takut dan sedih.
Terdapat tiga pola yang mengungkapkan metode pemerolehan dan pemeliharaan kesehatan
mental dalam perspektif Islam: Pertama, metode tahali, takhalli, dan tajalli; Kedua, metode
syariah, thariqah, haqiqah dan ma’rifat; dan ketiga, metode iman, Islam dan ihsan. Sebuah hadits
menunjukkan tiga metode yang mengungkapkan metode pemerolehan dan pemeliharaan
kesehatan mental yaitu: 1) metode iman yang; 2) metode Islam; 3) metode ihsan.
B. Saran
Demikian makalah yang saya susun, semoga dapat memberikan manfaat bagi penulis
khususnya dan bagi pembaca umumnya. Penyusun menyadari bahwa makalah ini jauh dari
kesempurnaan, maka dari itu saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan makalah ini.
Bastaman, H. D. 1995. Integrasi psikologi dengan Islam, menuju psikologi Islami. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Daradjat, Zakiah. 1982. Islam dan kesehatan mental. Jakarta: PT Gunung Agung.
Jaya, Yahya. 1995. Peranan Taubat dan Maaf Dalam Kesehatan Mental, Jakarta: CV Ruhama.
Notosoedirdjo & Latipun, 2005. Kesehatan Mental, Konsep dan Penerapan, Jakarta: EGC.
Sy. Dt. Parpatih. 2011. Suluk dan Kesehatan Mental. Padang: Hafya Press.
El Quusiy, Abdul Aziz. Diterjemahan oleh Zakia Drajat. 1974. Pokok-Pokok Kesehatan
Jiwa/Mental
Referensi Jurnal
Firmansyah, MA. 2017. PemikiranKesehatan Mental Islami Dalam Pendidikan Islam. Jurnal
Analytica Islamica. 6(1) : 24-31
Dr. Phil. 2015. Qurotul Uyun, S. Psi. M. Si. Kesehatan Jiwa Menurut Paradigma Islam (Kajian
Berdasarkan Al Quran Dan Hadist).
Purmansyah Ariadi. 2013. Kesehatan Mental dalam Perspektif Islam. Jurnal Kedokteran dan
Kesehatan. 3(2) : 120-121
http://update-makalah.blogspot.com/2015/12/pandangan-islam-terhadap-kesehatan-psikologi-
agama.html
http://indrawr25.blogspot.com/2013/10/kesehatan-mental-dalam-perspektif-islam.html
http://madanionline.org/prinsip-dalam-kesehatan-mental/
http://tapsikusuka.blogspot.com/2013/06/kesehatan-mental-dalam-perspektif-islam.html