Anda di halaman 1dari 46

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan
nikmatn-Nya yang tiada perna ada akhirnya. Sholawat dan salam tercurah limpah bagi Nabi kita
Muhammad SAW yang atas bimbingannya kita menjadi umat terbaik sepanjang zaman.

Alhamdulillah saya dapat menyelesaikan makalah sebagai tugas Ujian Akhir Semester
genap mata kuliah Kesehatan Mental ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya.
Dan juga saya ucapkan terima kasih pada Bapak Dr. Isep Zaenal Arifin, M.Ag, selaku Dosen mata
kuliah Kesehatan Mental Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung yang telah
memberikan tugas ini kepada saya.

Makalah ini berisi tentang arti kesehatan mental, hubungan antara Kesehatan mental
dengan Agama Islam, konsep kesehatan mental berdasarkan Al-Quran dan Hadist, ciri-ciri mental
yang sehat menurut Islam, metode pemerolehan dan pemeliharaan kesehatan mental dalam Islam,
serta Prinsip-prinsip Islam dalam Pengembangan pribadi dan Kesehatan mental

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi saya sendiri maupun orang yang
membacanya. Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini,
Oleh sebab itu, saya berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah.Semoga
makalah ini dapat diterima dan bisa menjadi manfaat bagi kita semua.

Bandung, 08 Mei 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI
BAB I .............................................................................................................................................. 3

PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 3

A. LATAR BELAKANG ......................................................................................................... 3

B. RUMUSAN MASALAH ..................................................................................................... 4

C. TUJUAN .............................................................................................................................. 5

BAB II............................................................................................................................................. 5

PEMBAHASAN ............................................................................................................................. 5

A. Kesehatan Mental................................................................................................................. 5

B. Konsep Kesehatan Mental dalam hubungannya dengan Islam.......................................... 12

C. Konsep Kesehatan Mental berdasarkan Al-Quran dan Hadist .......................................... 16

D. Ciri-Ciri Mental yang Sehat Menurut Islam ...................................................................... 26

E. Metode Pemerolehan dan Pemeliharaan Kesehatan Mental dalam Islam ......................... 37

F. Prinsip-Prinsip Islam dalam Pengembangan Pribadi dan Kesehatan mental..................... 42

BAB III ......................................................................................................................................... 45

PENUTUP..................................................................................................................................... 45

A. Kesimpulan ........................................................................................................................ 45

B. Saran .................................................................................................................................. 45

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 46

Konsep Kesehatan Mental Perspektif Agama Islam | 2


BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Berbagai tingkah laku masyarakat yang beraneka ragam mendorong para ahli ilmu jiwa untuk
menyelidiki apa penyebab perbedaan tingkah laku orang-orang dalam kehidupan bermasyarakat
sekalipun dalam kondisi yang sama. Selain itu, juga menyelidiki penyebab seseorang tidak mampu
mendapatkan ketenangan dan kebahagiaan dalam hidupnya. Usaha ini kemudian menimbulkan
satu cabang ilmu jiwa yaitu kesehatan mental.

Kesehatan mental dalam kehidupan manusia merupakan masalah yang amat penting karena
menyangkut soal kualitas dan kebahagian manusia. Tanpa kesehatan yang baik orang tidak akan
mungkin mendapatkan kebahagian dan kualitas sumber daya manusia yang tinggi

Kenapa hal itu bisa terjadi? Jawabannya karena kesehatan mental tersebut menyangkut segala
aspek kehidupan yang menyelimuti manusia mulai dari kehidupan pribadi, keluarga, sosial, politik,
agama serta sampai pada bidang pekerjaaan dan profesi hidup manusia. Kehidupan mewah dan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak akan menjamin kebahagian manusia. Hal itu
karena yang bisa menjamin kebahagian manusia tersebut adalah kejiwaan, kesehatan dan
keberagamaan yang dimiliki manusia. Tiga faktor tersebut sangat sejalan sekali dalam mencapai
kebahagian hidup manusia didunia dan akhirat, karena kebahagian yang harus dicapai itu tidak
hanya kebahagian didunia melainkan juga kebahagian diakhirat kelak.

Dengan memahami ilmu kesehatan mental dalam arti mengerti, mau, dan mampu
mengaktualisasikan dirinya, maka seseorang tidak akan mengalami bermacam-macam
ketegangan, ketakutan, konflik batin. Selain itu, ia melakukan upaya agar jiwanya menjadi
seimbang dan kepribadiannya pun terintegrasi dengan baik. Ia juga akan mampu memecahkan
segala permasalahan hidup. Dalam tulisannya, ‘Pengantar dalam Kesehatan Jiwa’ (1982),
Saparinah Sadli, guru besar Fakultas Psikologi UI mengemukakan tiga orientasi yang dapat
dijadikan ukuran kesehatan jiwa, yakni :

1) Orientasi Klasik: Seseorang dianggap sehat bila ia tak mempunyai keluhan tertentu, seperti:
ketegangan, rasa lelah, cemas, rendah diri atau perasaan tidak berguna, yang semuanya

Konsep Kesehatan Mental Perspektif Agama Islam | 3


menimbulkan perasaan ‘sakit’ atau ‘rasa tidak sehat’ serta mengganggu efisiensi kegiatan sehari-
hari. Orientasi ini banyak dianut di dunia kedokteran;

2) Orientasi Penyesuaian Diri: Seseorang dianggap sehat secara psikologis bila ia mampu
mengembangkan dirinya sesuai dengan tuntunan orang-orang lain serta lingkungan sekitarnya;

3) Orientasi Pengembangan Potensi: Seseorang dianggap mencapai taraf kesehatan jiwa, bila
ia mendapat kesempatan untuk mengembangkan potensialitasnya menuju kedewasaan sehingga ia
bisa dihargai oleh orang lain dan dirinya sendiri.

Kesehatan mental model Barat berpusat diri manusia, sehingga membahayakan jiwa manusia,
karena pada kenyataannya manusia memiliki keterbatasan dalam mengatasi permasalahan hidup.
Paradigma Islam justru meniadakan self (diri) untuk diserahkan kepada Allah (Hollins, 2006).
Pilar Islam adalah kalimat Lailaha ilallah, tiada Tuhan selain Allah menyuruh manusia
meniadakan semua keterikatan kecuali hanya kepada Allah. Berkaitan dengan kesehatan jiwa
(mental) Islam memandang bahwa keterikatan kepada Allah sebagai sumber kebahagiaan,
sehingga kebahagiaan dunia dan akhirat sebagai tolok ukur kebahagiaan sejati. Keselamatan
(kebahagiaan) dunia dan akhirat sebagai hal yang sangat penting untuk dijadikan visi dan tujuan
hidup manusia. Kebahagiaan dunia dan akhirat bukan sebagai hal yang terpisah, namun untuk
meraih keduanya Al Quran dan Hadist banyak menjelaskan bahwa untuk meraih ketentraman,
kebahagiaan dan terhindar dari kekhawatiran manusia harus mengutamakan akhirat dari pada
dunia. Prioritas terhadap akhirat memberikan dampak kebahagiaan sempurna (dunia dan akhirat).

Paparan di atas menggambarkan bahwa Islam telah memberikan penjelasan mengenai


kebahagiaan, ketentraman hati, serta petunjuk memperoleh kebahagiaan dan terhindar dari
kekhawatiran dan kesedihan yaitu dengan jalan mentaati berbagai aturan dalam Islam. Ketenangan
jiwa sebagai puncak kesehatan mental hanya bisa diraih dengan jalan mensucikan jiwa dengan
bertaubat dan beramal shaleh. Berdasarkan latar belakang tersebut, kajian ini dimaksudkan untuk
membangun konsep mengenai kesehatan jiwa perspektif Islam yang serta menggali mengenai hal-
hal yang terkait dengan bagaimana meraih kesehatan jiwa dalam Islam.

B. RUMUSAN MASALAH

a. Apa yang dimaksud dengan Kesehatan mental?


b. Apa hubungan antara Kesehatan mental dengan Agama Islam?

Konsep Kesehatan Mental Perspektif Agama Islam | 4


c. Bagaimana Konsep kesehatan mental berdasarkan Al-Quran dan Hadist?
d. Bagaimana ciri-ciri mental yang sehat menurut Islam?
e. Bagaimana metode pemerolehan dan pemeliharaan kesehatan mental dalam Islam?
f. Bagaimana Prinsip-Prinsip Islam dalam Pengembangan Pribadi dan Kesehatan mental?

C. TUJUAN

a. Untuk mengetahui arti kesehatan mental


b. Untuk mengetahui hubungan antara Kesehatan mental dengan Agama Islam
c. Untuk mengetahui konsep kesehatan mental berdasarkan Al-Quran dan Hadist
d. Untuk mengetahui ciri-ciri mental yang sehat menurut Islam
e. Untuk mengetahui metode pemerolehan dan pemeliharaan kesehatan mental dalam Islam
f. Untuk mengetahui Prinsip-Prinsip Islam dalam Pengembangan Pribadi dan Kesehatan
mental

BAB II
PEMBAHASAN
A. Kesehatan Mental

1. Pengertian Kesehatan Mental


Istilah Kesehatan Mental diambil dari konsep mental hygiene, kata mental berasal dari
bahasa Yunani yang berarti Kejiwaan. Kata mental memilki persamaan makna dengan kata Psyhe
yang berasal dari bahasa latin yang berarti Psikis atau Jiwa, jadi dapat diambil kesimpulan bahwa
mental hygiene berarti mental yang sehat atau kesehatan mental.
Kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari keluhan dan gangguan mental baik
berupa neurosis maupun psikosis (penyesuaian diri terhadap lingkungan sosial) (Mujib dan
Mudzakir, 2001, 2003). Zakiah Daradjat (1985:10-14) mendefinisikan kesehatan mental dengan
beberapa pengertian:
1) Terhindarnya orang dari gejala-gejala gangguan jiwa (neurose) dan dari gejala-gejala
penyakit jiwa (psychose).
2) Kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan diri sendiri, dengan orang lain dan
masyarakat serta lingkungan di mana ia hidup.
3) Pengetahuan dan perbuatan yang bertujuan untuk mengembangkan dan memanfaatkan
segala potensi, bakat dan pembawaan yang ada semaksimal mungkin, sehingga membawa

Konsep Kesehatan Mental Perspektif Agama Islam | 5


kebahagiaan pada diri dan orang lain; serta terhindar dari gangguan-gangguan dan penyakit
jiwa.
4) Terwujudnya keharmonisan yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi jiwa, serta
mempunyai kesanggupan untuk menghadapi problem-problem biasa yang terjadi, dan
merasakan secara positif kebahagiaan dan kemampuan dirinya.
Seseorang dapat dikatakan sehat tidak cukup hanya dilihat dari segi fisik, psikologis, dan
sosial saja, tetapi juga perlu dilihat dari segi spiritual atau agama. Inilah kemudian yang disebut
Dadang Hawari sebagai empat dimensi sehat itu, yaitu: bio-psiko-sosial-spiritual. Jadi seseorang
yang sehat mentalnya tidak cukup hanya terbatas pada pengertian terhindarnya dia dari gangguan
dan penyakit jiwa baik neurosis maupun psikosis, melainkan patut pula dilihat sejauhmana
seseorang itu mampu menyesuaikan diri dengan dirinya sendiri dan lingkungannya, mampu
mengharmoniskan fungsi-fungsi jiwanya, sanggup mengatasi problema hidup termasuk
kegelisahan dan konflik batin yang ada, serta sanggup mengaktualisasikan potensi dirinya untuk
mencapai kebahagiaan.
Fokus utama yang menjadi perhatian objek materi kesehatan mental adalah manusia,
khususnya yang berkaitan dengan masalah-masalah kesehatan jiwa/mental manusia, sedangkan
objek formalnya berkenaan dengan persoalan, bagaimana mengusahakan secara sistematis dan
berencana agar kesehatan mental manusia dapat dipelihara dari berbagai gejala gangguan jiwa dan
penyakit jiwa. Sebagaimana yang dikatakan Daradjat sebagai pakar ahli yang mengatakan,
bagaimana mengupayakan agar mental/jiwa yang sehat benar-benar dapat terwujud, dalam
pengertian terhindar dari berbagai gejala gangguan jiwa (neuroses) dan terhindar dari penyakit-
penyakit jiwa (psychoses), yang merupakan objek utama pembahasan kesehatan mental.
Mental yang sehat tidak akan mudah terganggu oleh Stressor (Penyebab terjadinya stres)
orang yang memiliki mental sehat berarti mampu menahan diri dari tekanan-tekanan yang datang
dari dirinya sendiri dan lingkungannya. (Noto Soedirdjo, 1980) menyatakan bahwa ciri-ciri orang
yang memilki kesehatan mental adalah memilki kemampuan diri untuk bertahan dari tekanan-
tekanan yang datang dari lingkungannya. Sedangkan menurut Clausen Karentanan (Susceptibility)
Keberadaan seseorang terhadap stressor berbeda-beda karena faktor genetic, proses belajar dan
budaya yang ada dilingkungannya, juga intensitas stressor yang diterima oleh seseorang dengan
orang lain juga berbeda.

Konsep Kesehatan Mental Perspektif Agama Islam | 6


Atkinson menentukan kesehatan mental dengan kondisi normalitas kejiwaan, yaitu kondisi
kesejahteraan emosional kejiwaan seseorang. Pengertian ini diasumsikan bahwa pada prinsipnya
manusia itu dilahirkan dalam kondisi sehat. Atkinson1 lebih lanjut menyebutkan enam indikator
normalitas kejiwaan seseorang.
Pertama, persepsi realita yang efisien. Individu cukup realistik dalam menilai
kemampuannya dan dalam menginterpretasi terhadap dunia sekitarnya. Ia tidak terus menerus
berpikir negatif terhadap orang lain, serta tidak berkelebihan dalam memuja diri sendiri.
Kedua, mengenali diri sendiri. Individu yang dapat menyesuaikan diri adalah individu yang
memiliki kesadaran akan motif dan perasaannya sendiri, meskipun tak seorang pun yang benar-
benar menyadari perilaku dan perasaannya sendiri.
Ketiga, kemampuan untuk mengendalikan perilaku secara sadar. Individu yang normal
memiliki kepercayaan yang kuat akan kemampuannya, sehingga ia mampu mengendalikannya.
Kondisi seperti itu tidak berarti menunjukkan bahwa individu tersebut bebas dari segala tindakan
impulsif dan primitif, melainkan jika ia melakukannya maka ia menyadari dan berusaha menekan
dorongan seksual dan agresifnya.
Keempat, harga diri dan penerimaan. Penyesuaian diri seseorang sangat ditentukan oleh
penilaian terhadap harga diri sendiri dan merasa diterima oleh orang di sekitarnya. Ia merasa
nyaman bersama orang lain dan mampu beradaptasi atau mereaksi secara spontan dalam segala
situasi sosial.
Kelima, kemampuan untuk membentuk ikatan kasih. Individu yang normal dapat
membentuk jalinan kasih yang erat serta mampu memuaskan orang lain. Ia peka terhadap perasaan
orang lain dan tidak menuntut yang berlebihan kepada orang lain. Sebaliknya, individu yang
abnormal terlalu mengurusi perlindungan diri sendiri (self-centered).
Keenam, produktivitas. Individu yang baik adalah individu yang menyadari kemampuannya dan
dapat diarahkan pada aktivitas produktif.

2. Aspek-aspek Kesehatan mental


Menurut Veit dan Were (1983) mencakup dua aspek, yaitu :
a. Aspek Psychological distress mendeskripsikan individu yang berada dalam keadaan
kesehatan mental yang buruk atau negatif. Keadaan kesehatan mental yang negatif diukur

1
Rita L. Atkinson, dkk., Pengantar Psikologi, terj. Widjaja Kusuma, judul asli “Introduction to Psychology”,
(Batam: Interaksara, tt.), jilid II, hlm. 404-406.

Konsep Kesehatan Mental Perspektif Agama Islam | 7


berdasarkan adanya simptomsimptom klinis yang dirasakan individu. Simptom-simptom yang
muncul ini dapat berdampak pada individu maupun sosial seseorang. Ada tiga simptom yang
dicirikan yaitu tingginya tingkat kecemasan baik dalah hal fisik maupun psikis, simptom kedua
depresi yang muncul akibat perasaan sedih yang berlebihan, dan simptom ketiga kehilangan
kontrol.

b. Aspek kesejahteraan psikologi (pshcological well-being). Mental health atau kesehatan


mental merupakan konsep yang pada umumnya bersifat kontinum karena posisinya yang
berada pada dua titik yang berlawanan yaitu titik negatif dan titik positif. Titik negatif
digambarkan dengan adanya psychological distress namun titik positif ditandai dengan adanya
psychological well-being.

Psychological well-being adalah keadaan individu yang memiliki mental yang baik atau
sejahtera. Hal ini dilihat dari indikator-indikator yang dirasakan oleh individu seperti, kepuasan
dalam hidup atau life statisfaction, emotional ties, dan general positive affect. Individu yang
memiliki kesejahteraan psikologis yang baik akan memiliki kepuasan tehadap dirinya sendiri,
keterikatan emosi dengan orang-orang yang berada disekitarnya, dan selalu memiliki tujuan-
tujuan atau pencapaian-pencapaian yang realistis.

3. Prinsip-prinsip Kesehatan Mental


Prinsip-prinsip Pengertian Kesehatan Mental (Notosoedirdjo & Latipun, 2010) :
a. Kesehatan mental adalah lebih dari tiadanya perilaku abnormal. Prinsip ini
mengaskan bahwa yang dikatakan sehat mentalnya tidak cukup kalau orang yang tidak
mengalami abnormalitas atau orang yang normal.
b. Kesehatan mental adalah konsep yang ideal Prinsip ini menegaskan bahwa
kesehatan mental menjadi tujuan yang amat tinggi bagi seseorang. Apalagi bila kita
menyadari kesehatan mental itu bersifat berkelanjutan. Jadi sedapat mungkin orang
mendapatkan kondisi sehat yang paling optimal, dan 10 berusaha terus untuk mencapai
kondisi sehat yang setinggitingginya.
c. Kesehatan mental sebagai bagian dan karakteristik kualitas hidup. Prinsip ini
mengaskan bahwa kualitas hidup seseorang salah satunya ditunjukkan oleh kesehatan
mentalnya. Tidak mungkin membiarkan kesehatan mental seseorang untuk mencapai

Konsep Kesehatan Mental Perspektif Agama Islam | 8


kualitas hidupnya, atau seballiknya kualitas hidup seseorang dapat dikatakan
meningkat jika juga terjadi peningkatan kesehatan mentalnya.

Ada tiga prinsip pokok secara umum untuk mendapatkan kesehatan mental (Kartono &
Andari, 1989), yaitu:
a) Pemenuhan
Kebutuhan pokok Setiap individu sangat sering memiliki dorongan dan
kebutuhankebutuhan pokok yang bersifat fisik dan psikis serta yang bersifat sosial. Kebutuhan-
kebutuhan dan dorongan-dorongan itu menuntut akan pemuasan. Akan timbul ketegangan-
ketegangan dalam usaha pencapaiannya. Ketegangan cenderung menurun jika
kebutuhankebutuhan terpenuhi dan cenderung naik/makin banyak jika mengalami frustasi atau
hambatan-hambatan.
b) Kepuasan
Setiap orang menginginkan kepuasan, yang bersifat jasmaniah maupun yang bersifat
rohaniah. Seseorang ingin merasa kenyang, aman, terlindungi, ingin puas dalam hubungan
seksnya, ingin mendapat simpati dan diakui harkatnya. Intinya ia ingin puas di segala bidang, lalu
timbullah Sense of Importancy dan Sense of Mastery, (kesadaran nilai dirinya dan kesadaran
penguasaan) yang memberi rasa senang, puas dan bahagia.
c) Posisi dan status sosial
Setiap individu sangat sering berusaha mencari posisi sosial dan status sosial dalam
lingkungannya. Tiap manusia membutuhkan cinta kasih dan simpati. Sebab cinta kasih dan simpati
menumbuhkan rasa diri aman/assurance, keberanian dan harapan-harapan di masa mendatang.
Orang lalu menjadi optimis dan bergairah. Oleh karena itu individuindividu yang mengalami
gangguan mental, biasanya merasa dirinya tidak aman. Mereka senantiasa dikejar-kejar dan sangat
sering dalam kondisi ketakutan. Dia tidak mempunyai kepercayaan pada diri sendiri dan hari esok,
jiwanya senantiasa bimbang dan tidak seimbang.
Seseorang itu dapat berusaha memelihara kesehatan mentalnya dengan menegakkan
prinsip-prinsipnya dalam kehidupan, yaitu:
(1) Mempunyai self image atau gambaran dan sikap terhadap diri sendiri yang positif,
(2) memiliki integrasi diri atau keseimbangan fungsi-fungsi jiwa dalam mengatasi problema
hidup termasuk stress,

Konsep Kesehatan Mental Perspektif Agama Islam | 9


(3) mampu mengaktualisasikan dirinya secara optimal guna berproses mencapai kematangan,
(4) mampu bersosialisasi atau menerima kehadiran orang lain
(5) menemukan minat dan kepuasan atas pekerjaan yang dilakukan,
(6) memiliki falsafah atau agama yang dapat memberikan makna dan tujuan bagi hidupnya,
(7) pengawasan diri atau memiliki kontrol terhadap segala keinginan yang muncul,
(8) memiliki perasaan benar dan sikap bertanggung jawab atas perbuatan-perbuatannya
(Kartono & Andari, 1989).
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Mental
a. Biologis
Beberapa aspek biologis yang secara langsung berpengaruh terhadap kesehatan mental,
diantaranya: otak, sistem endokrin, genetik, sensori, kondisi ibu selama kehamilain.
1. Otak
Otak sangat kompleks secara fisiologis, tetepi memiliki fungsi yang sangat esensi bagi
keseluruhan aktivitas manusia. Diferensiasi dan keunikan yang ada pada manusia pada dasarnya
tidak dapat dilepaskan dari otak manusia. Keunikan manusia terjadi justru karena keunikan otak
manusia dalam mengekspresikan seluruh pengalaman hidupnya. Jika didipadukan dengan
pandangan-pandangan psikologi, jelas adanya kesesuaian antara perkembangan fisiologis otak
dengan perkembangan mental. Funsi otak seperti motorik, intelektual, emosional dan afeksi
berhubungan dengan mentalitas manusia.
2. Sistem endokrin
Sistem endokrin terdiri dari sekumpulan kelenjar yang sering bekerja sama dengan sistem
syaraf otonom. Sistem ini sama-sama memberikan fungsi yang penting yaitu berhubungan dengan
berbagai bagian-bagian tubuh. Tetapi keduanya memiliki perbedaan diantaranya sistem syaraf
menggunakan pesan kimia dan elektrik sedangkan sistem endokrin berhubungan dengan bahan
kimia, yang disebut dengan hormon. Tiap kelenjar endokrin mengeluarkan hormon tertentu secara
langsung ke dalam aliran darah, yang membawa bahan-bahan kimia ini ke seluruh bagian tubuh.
Sistem endokrin berhubungan dengan kesehatan mental seseorang. Gangguan mental akibat sistem
endokrin berdampak buruk pada mentalitas manusia. Sebagai contoh terganggunya kelenjar
adrenalin berpengaruh terhadap kesehatan mental, yakni terganggunya “mood” dan perasannya
dan tidak dapat melakukan coping stress.
3. Genetik

Konsep Kesehatan Mental Perspektif Agama Islam | 10


Faktor genetik diakui memiliki pengaruh yang besar terhadap mentalitas manusia.
Kecenderungan psikosis yaitu schizophrenia dan manis-depresif merupakan sakit mental yang
diwariskan secara genetis dari orangtuanya. Gangguan lainnya yang diperkirakan sebagai faktor
genetik adalah ketergantungan alkohol, obat-obatan, Alzeimer syndrome, phenylketunurine, dan
huntington syndrome. Gangguan mental juga terjadi karena tidak normal dalam hal jumlah dan
struktur kromosom. Jumlah kromosom yang berlebihan atau berkurang dapat menyebabkan
individu mengalami gangguan mental.
4. Sensori
Sensori merupakan aspek penting dari manusia. Sensori merupakan alat yang menagkap
segenap stimuli dari luar. Sensori termasuk: pendengaran, penglihatan, perabaan, pengecapan dan
penciuman. Terganggunya fungsi sensori individu menyebabkan terganggunya fungsi kognisi dan
emosi individu. Seseorang yang mengalami gangguan pendenganran misalnya, maka akan
berpengaruh terhadap perkembangan emosi sehingga cenderung menjadi orang yang paranoid,
yakni terganggunya afeksi yang ditandai dengan kecurigaan yang berlebihan kepada orang lain
yang sebenarnya kecurigaan itu adalah salah.
5. Faktor ibu selama masa kehamilan
Faktor ibu selama masa kehamilan secara bermakna mempengaruhi kesehatan mental anak.
Selama berada dalam kandungan, kesehatan janin ditentukan oleh kondisi ibu. Faktor-faktor ibu
yang turut mempengaruhi kesehatan mental anaknya adalah: usia, nutrisi, obat-obatan, radiasi,
penyakit yang diderita, stress dan komplikasi.
b. Psikologis
Notosoedirjo dan latipun (2005), mengatakan bahwa aspek psikis manusia merupakan satu
kesatuan dengan dengan sistem biologis. Sebagai subsistem dari eksistensi manusia, maka aspek
psikis selalu berinteraksi dengan keseluruhan aspek kemanusiaan. Karena itulah aspek psikis tidak
dapat dipisahkan dari aspek yang lain dalam kehidupan manusia.
1. Pengalaman Awal
Pengalaman awal merupakan segenap pengalaman-pengalaman yang terjadi pada
individu terutama yang terjadi pada masa lalunya. Pengalaman awal ini dipandang sebagai bagian
penting bahkan sangat menentukan bagi kondisi mental individu di kemudian hari.
2. Proses Pembelajaran

Konsep Kesehatan Mental Perspektif Agama Islam | 11


Perilaku manusia adalah sebagian besar adalah proses belajar, yaitu hasil pelatihan dan
pengalaman. Manusia belajar secara langsung sejak pada masa bayi terhadap lingkungannya.
Karena itu faktor lingkungan sangat menentukan mentalitas individu.
3. Kebutuhan
Pemenuhan kebutuhan dapat meningkatkan kesehatan mental seseorang. Orang yang telah
mencapai kebutuhan aktualisasi yaitu orang yang mengeksploitasi dan mewujudkan segenap
kemampuan, bakat, keterampilannya sepenuhnya, akan mencapai pada tingkatan apa yang disebut
dengan tingkat pengalaman puncak (peack experience). Maslowmengatakan bahwa
ketidakmampuan dalam mengenali dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya adalah sebagai dasar
dari gangguan mental individu.
c. Sosial Budaya
Lingkungan sosial sangat besar pengaruhnya terhadap kesehatan mental. Lingkungan sosial
tertentu dapat menopang bagi kuatnya kesehatan mental sehingga membentuk kesehatan mental
yang positif, tetapi pada aspek lain kehidupan sosial itu dapat pulan menjadi stressor yang dapat
mengganggu kesehatan mental.

B. Konsep Kesehatan Mental dalam hubungannya dengan Islam

1. Kesehatan Mental menurut Islam


Manusia dalam melakukan hubungan dan interaksi dengan lingkungannya baik materiil
maupun sosial, semua itu tidak keluar dari tindakan penyesuaian diri atau adjustment. Tetapi
apabila seseorang tersebut tidak dapat atau tidak bias menyesuaikan diri dikatakan kesehatan
mentalnya terganggu atau diragukan.

Banyak teori yang dikemukan oleh ahli jiwa tentang kesehatan mental, misalnya teori
psikoanalisis, behavioris dan humamisme. Sungguhpun demikian teori tersebut memiliki batasan-
batasan dan tidak menyentuh seluruh dimensi (aspek) dan aktivitas kehidupan manusia sebagai
makhluk multidimensional dan multipotensial. Manusia sebagai makhluk multidimensional
setidak-tidaknya memiliki dimensi jasmani, rohani, agama, akhlak, sosial, akal, dan seni (estetika).
Sedangkan sebagai makhluk multi potensial manusia memiliki potensi yang amat banyak yang
dikaruniakan Allah SWT kepadanya yang dalam islam terkandung dalam asma ulhusna. Salah
satunya adalah agama. Agama tampaknya memang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan
manusia. Pengingkaran manusia terhadap agama mungkin karena faktor-faktor tertentu baik yang

Konsep Kesehatan Mental Perspektif Agama Islam | 12


disebabkan oleh kepribadian maupun lingkungan masing-masing. Namun untuk menutupi atau
meniadakan sama sekali dorongan dan rasa keagamaan kelihatannya sulit dilakukan, hal ini Karena
manusia ternyata memiliki unsur batin yang cenderung mendorongnya untuk tunduk kepada Zat
yang gaib, ketundukan ini merupakan bagian dari faktor intern manusia dalam psikologi
kepribadian dinamakan pribadi (Self) ataupun hati nurani (conscience of man). Agama adalah jalan
utama menuju kesehatan mental, karena dalam agama ada kebutuhan-kebutuhan jiwa manusia,
kekuatan untuk mengendalikan manusia dla memenuhi kebutuhaan, serta sampai kepada kekuatan
untuk menafikan pemenuhan kebuthan manusia tanpa membawa dampak psikologis yang
negative.
Islam sebagai suatu agama yang bertujuan untuk membahagiakan dan meningkatkan
kualitas sumber daya manusia, sudah barang tentu dalam ajaran-ajaranya memiliki konsep
kesehatan mental. Begitu juga dengan kerasulan Nabi Muhammad SAW adalah bertujuan untuk
mendidik dan memperbaiki dan membersihkan serta mensucikan jiwa dan akhlak.

Pandangan islam terhadap kesehatan mental antara lain dapat dilihat dari peranan islam
itu sendiri bagi kehidupan manusia, yang dapat dikemukakan sebagai berikut:2

a. Agama islam memberikan tugas dan tujuan bagi kehidupan manusia di dunia dan akhirat.
b. Ajaran islam memberikan bantuan kejiwaan kepada manusia dalam menghadapi cobaan
dan mengatasi kehidupan hidupnya, seperti dengan cara shalat dan sabar.
c. Ajaran islam membantu orang dalam menumbuhkan dan membina pribadinya, yakni
melalui penghayatan nilai-nilai ketakwaan dan keteladanan yang diberikan Nabi
Muhammad saw.
d. Agama islam memberikan tuntunan kepada akal agar benar dalam berpikir dengan melalui
bimbingan wahyu (kitab suci Al-Quran).
e. Ajaran islam beserta seluruh petunjuk yang ada di dalamnya merupakan obat (syifa) bagi
jiwa atau penyembuh segala penyakit hati yang terdapat dalam diri manusia (rohani).
f. Ajaran islam memberikan tuntunan bagi manusia dalam mengadakan hubungan yang baik,
baik hubungan dengan diri sendiri, hubungan dengan Tuhan, hubungan dengan orang lain,
maupun hubungan dengan alam dan lingkungan.

2
Yahya Jaya. Peranan Taubat dan Maaf Dalam Kesehatan Mental, (Jakarta: CV Ruhama, 1995), h. 44-45

Konsep Kesehatan Mental Perspektif Agama Islam | 13


g. Agama islam berperan dalam mendorong orang untuk berbuat baik dan taat, serta
mencegahnya dari perbuatan jahat dan maksiat.
Manusia dalam melakukan hubungan dan interaksi dengan lingkungannya baik materiil
maupun sosial, semua itu tidak keluar dari tindakan penyesuaian diri atau adjustment. Tetapi
apabila seseorang tersebut tidak dapat atau tidak bisa menyesuaikan diri dikatakan kesehatan
mentalnya terganggu atau diragukan.3

Tuntunan agama Islam untuk kesehatan mental dikemukakan dalam dua hal, yaitu:
a) Ayat-ayat al-Qur’an (dan al-Hadits) yang berkaitan dengan tolak ukur kesehatan mental.
b) Prinsip-prinsip Islam untuk pengembangan pribadi pada umumnya dan mengembangan
kesehatan mental pada khususnya.
Agama sebagai terapi dalam kesehatan mental, dalam Islam ditunjukkan secara
jelas dalam ayat-ayat Al-Qur’an, diantaranya:

ۖ ً ‫ص ا ل ِ ًح ا ِم ْن ذ َ كَ ٍر أ َ ْو أ ُن ْ ث َ ٰى َو ه ُ َو ُم ْؤ ِم ٌن ف َ ل َ ن ُ ْح ي ِ ي َ ن َّ ه ُ َح ي َ ا ة ً ط َ ي ِ ب َ ة‬ َ ‫َم ْن ع َ ِم َل‬
‫َو ل َ ن َ ْج ِز ي َ ن َّ هُ ْم أ َ ْج َر ه ُ ْم ب ِ أ َ ْح سَ ِن َم ا كَ ا ن ُوا ي َ ع ْ َم ل ُ و َن‬
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam
Keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang
baik dan Sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih
baik dari apa yang telah mereka kerjakan” (Q.S An-Nahl : 97)
Dari ayat diatas ditekankan bahwa laki-laki dan perempuan dalam Islam mendapat
pahala yang sama dan bahwa amal saleh harus disertai Iman. Keimanan dapat
menghasilkan ketenangan jiwa yang merupakan salah satu indikasi mental yang sehat.
Allah SWT berfirman tentang hubungan iman dengan ketenangan mental yang berbunyi:

ُ ‫ال َّ ِذ ي َن آ َم ن ُوا َو ت َطْ َم ئ ِ ُّن ق ُ ل ُ و ب ُهُ ْم ب ِ ِذ كْ ِر َّللاَّ ِ ۗ أ َ ََل ب ِ ِذ كْ ِر َّللاَّ ِ ت َطْ َم ئ ِ ُّن ال ْ ق ُ ل ُو‬
‫ب‬
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat
Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (Q.S Ar-Rad
: 28).
Pada ayat diatas dinyatakan bahwa zikir itu bisa membentuk hati manusia untuk
mencapai ketentraman. Zikir berasal dari kata Zakara artinya mengingat, memperhatikan,

3
Zakiah Daradjat, Islam dan Kesehatan Mental, (Jakarta: Gunung Agung, 1983), h. 10

Konsep Kesehatan Mental Perspektif Agama Islam | 14


mengena, sambil mengambil pelajaran, mengenal atau mengerti. Al-Qur’an memberi
petunjuk bahwa zikir itu bukan hanya ekspresi daya ingat yang ditampilkan dengan komat-
kamitnya lidah sambil duduk merenung, tetapi lebih dari itu, zikir bersifat implementatif
dalam berbagai variasi yang aktif dan kreatif.

Al-Qur’an menjelaskan zikir berarti membangkitkan daya ingatan: “Dengan mengingat Allah
(zikrullah), hati orang-orang beriman menjadi tenang”. Zikir berarti pula ingat akan hukum-
hukum Allah. Allah berfirman dalam QS. An-Nahl ayat 90 artinya: “Sesungguhnya Allah
menyuruh kamu berlaku adil dalam berbuat kebajikan, memberikan bantuan kepada kaum
kerabat, dan Allah melarang perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dan memberi
pengajaran kepada kamu agar kamu zikir (dapat mengambil pelajaran).”

Islam berkaitan dengan kesehatan mental. Di dalam ajaran Islam kesehatan mental dapat
dicapai dengan membina hubungan vertikal, horizontal, dan diagonal. Hubungan vertikal
dibangun dengan hubungan manusia dengan beriman kepada Allah SWT, beriman kepada
malaikat, Kitab Allah, Rasul-rasul Allah, hari kiamat, dan beriman kepada qada’ dan qadar.

Hubungan horizontal dibangun melalui hubungan manusia dengan dirinya sendiri dan orang
lain. Hubungan dengan diri sendiri dimulai dengan mengenali diri, memaksimalkan potensi yang
baik dan mengendalikan potensi jelek yang ada dalam diri. Jujur, berani, bertanggungjawab,
ikhlas, konstruktif, komitmen dalam menjalankan kewajiban, merupakan sifat- sifat yang harus
dimiliki dalam membangun hubungan dengan diri sendiri.

Hubungan dengan orang lain dibina dengan sikap saling menghormati, tenggang rasa, suka
menolong, empati mencintai, adil, rendah hati dan lain sebagainya. Hubungan dengan orang lain
meliputi hubungan dengan anggota keluarga, orangtua, tetangga, isteri, suami, dan masyarakat
yang lebih luas.

Hubungan diagonal dibangun melalui hubungan dengan alam semesta. Hubungan dengan alam
akan tercipta jika seseorang ikut memelihara kelestarian alam, menikmati keindahan alam, dan
tidak mengeksplorasi alam. Hal ini dapat terwujud jika seseorang menyadari bahwa alam juga
merupakan makhluk Allah SWT yang harus dimuliakan

2. Kesehatan Mental menurut para Ilmuwan dan Filosof Muslim

Konsep Kesehatan Mental Perspektif Agama Islam | 15


Menurut Hasan Langgulung, kesehatan mental dapat disimpulkan sebagai “akhlak yang
mulia”. Oleh sebab itu, kesehatan mental didefinisikan sebagai “keadaan jiwa yang menyebabkan
merasa rela (ikhlas) dan tentram ketika ia melakukan akhlak yang mulia.

Didalam buku Yahya Jaya menjelaskan bahwa kesehatan mental menurut islam yaitu, identik
dengan ibadah atau pengembangan potensi diri yang dimiliki manusia dalam rangka pengabdian
kepada Allah dan agama-Nya untuk mendapatkan Al-nafs Al-muthmainnah (jiwa yang tenang dan
bahagia) dengan kesempurnaan iman dalam hidupnya.

Sedangkan dalam bukunya Abdul Mujib dan Yusuf Mudzkir kesehatan menurut islam yang
dkutip dari Musthafa fahmi, menemukan dua pola dalam mendefenisikan kesehatan mental:

 Pola negatif (salaby), bahwa kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari
neurosis (al-amhradh al-’ashabiyah) dan psikosis (al-amhradh al-dzihaniyah).
 Pola positif (ijabiy), bahwa kesehatan mental adalah kemampuan individu dalam
penyesuaian terhadap diri sendiri dan terhadap lingkungan sosial.

Menurut al-Kindi, pusat daya jiwa adalah otak. Pendapat ini berbeda dengan pendapat
Aristoteles, yang menyebutkan bahwa pusat daya inderawi adalah hati. Hati yang selalu
berdekatan atau identik dengan kesedihan dan kesenangan. Al-Kindi mengemukakan, kesedihan
merupakan gangguan kejiwaan, maka harus serius mencegah gangguan kejiwaan/psikis ini
sebagaimana kita mencegah gangguan fisik.

Pemikiran al-Farabi tentang kesehatan mental berkaitan dengan daya fantasi. jika daya
fantasi pada seseorang sangat kuat, tidak disibukan dengan hal-hal inderawi yang masuk
kedalamnya melalui indera, tidak sedang melayani daya rasional, maka ia bisa mengkhayalkan
segala hal yang diberikan akal aktif melalui peniruannya terhadap hal-hal yang bersifat inderawi
dan terlihat. Kemudian ia membuat sketsa untuk objek inderawi itu di dalam daya penginderaan.
Kesehatan jiwa atau kesehatan mental datang dari akal aktif manusia, jika akal aktif dalam kondisi
sehat, maka kondisi kesehatan mentalnya akan sehat. Jika akal aktifnya sakit, maka kondisi
kesehatan mentalnya akan sakit.

C. Konsep Kesehatan Mental berdasarkan Al-Quran dan Hadist


1. Jiwa menurut Al Quran dan Hadist
a. Pengertian jiwa

Konsep Kesehatan Mental Perspektif Agama Islam | 16


Istilah yang digunakan dalam Al Quran untuk menjelaskan mengenai jiwa adalah nafs.
Adz-Dzakiey (2007) memberikan pengertian jiwa (nafs) sebagai ruh yang menyatu dengan jasad
yang berfungsi mendorong manusia untuk bertingkah laku. Firman Allah dalam surat Asy Syams
(91: 7-11) menyatakan bahwa: Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya). Maka Allah
mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah
orang yang mensucikan jiwa itu. Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. Ayat-
ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah menciptakan jiwa, kemudian memberikan kesempatan
kepadanya untuk memilih jalan kefasikan atau ketakwaan. Jiwa manusia mengandung sisi
keburukan (pengingkaran) dan kebaikan (ketakwaan). Jiwa mendorong manusia untuk berbuat
kebaikan atau kejahatan, sehingga manusia yang mensucikan jiwanya menjadi manusia beruntung
yaitu cenderung berbuat kebaikan dan manusia yang mengotori jiwanya menjadi manusia merugi
yaitu cenderung kepada keburukan (kejahatan).

Berdasarkan ayat-ayat dan hadist di atas, dapat dikatakan bahwa jiwa adalah sesuatu yang
menggerakkan manusia untuk cenderung berbuat kebaikan (taqwa) atau keburukan (fasik),
sehingga jiwa yang taqwa senantiasa mengajak kepada amal-amal kebaikan, sedangkan jiwa yang
fasik mengarahkan manusia kepada pengingkaran dan kejahatan.

b. Macam-macam jiwa dalam Al Quran


Beberapa pandangan membagi jiwa menjadi tiga tingkatan, yaitu: 1) an-nafs al-
muthmainah (jiwa Rabbani), 2) an-nafs al-lawwamah (jiwa insani), 3) an-nafs ammarah bi as-su’
(jiwa hewani) (Al-Ghazali, 2013; Adzakiey, 2007).
1. Jiwa hewani
Gambaran tentang jiwa hewani dijelaskan dalam ayat-ayat Al Quran sebagai
binatang ternak, sebagaimana QS Al A’raaf (7) ayat 179: Dan sesungguhnya Kami jadikan
untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati,
tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai
mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan
mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat
Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah
orang-orang yang lalai. QS AL Furqaan (25) ayat 43-44 juga memberikan penjelasan
bahwa manusia yang menjadikan hawa nafsu sebagai Tuhannya, dikatakan sebagai lebih

Konsep Kesehatan Mental Perspektif Agama Islam | 17


sesat dari pada binatang ternak. Bahkan dalam surat Al A’raaf (7) ayat 176 menyatakan
bahwa orang-orang yang mementingkan dunia memperturutkan hawa nafsu yang rendah
dikatakan sebagai anjing. QS Al Jumu’ah menggambarkan orang-orang yang mendustakan
ayat-ayat Allah seperti keledai yang memikul kitab-kitab tebal.
2. Jiwa yang jahat (Syaitan)
Syaitan senantiasa mengajak kepada perilaku jahat, tipu daya, dan kesombongan.
QS Yusuf (12) ayat 53, menyatakan: Dan aku tidak membebaskan diriku dari kejahatan,
karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang
diberi rahmat oleh tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.
3. Jiwa Rabbani (Malaikat)
Jiwa yang tenang digambarkan dalam QS Al Fajr (89): 27-30: Hai jiwa yang
tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhaiNya. Lalu
masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku dan masuklah ke dalam Surga-Ku. QS Ar
Ra’du ayat 28 juga menggambarkan ketenangan jiwa orang beriman. Yaitu orang-orang
yang beriman dan hatinya menjadi tenteram dengan mengingat Allah, ingatlah hanya
dengan mengingat Allah hati menjadi tenang. QS Al Baqarah (2): 269: Allah
menganugerahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah)
kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barang siapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-
benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah
yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah). Jiwa Rabbani senantiasa mengajak
kepada kebaikan, pengendalian hawa nafsu, serta kedekatan kepada Allah.
4. Jiwa yang menyesali diri (jiwa insani atau lawwamah)
Jiwa yang bergerak antara kecenderungan buruk dan baik digambarkan sebagai
jiwa yang menyesali diri. Sebagaimana difirmankan Allah dalam QS Al-Qiyamah (75): 2
“Dan aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri)”.
Berdasarkan ayat-ayat Al Quran tersebut, hanyalah jiwa yang tenang yang bisa kembali
kepada Allah, yaitu jiwa yang telah mencapai tingkatan tertinggi, sehingga merasakan kenikmatan
dalam ketaatan kepada Allah (Karzon, 2010).
2. Kesehatan jiwa menurut Al-Quran dan Hadits

Konsep Kesehatan Mental Perspektif Agama Islam | 18


Aspek-aspek yang mendasari kesehatan jiwa adalah kecintaan kepada akhirat dan ketaqwaan
kepada Allah dan Rasul. Rasulullah bersabda bahwa umatnya di hari akhir akan menderita
penyakit hati yaitu cinta dunia dan takut mati.

Dari Tsauban Radhiyallahu 'Anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,

‫صعَتِ َها فَقَا َل قَائِ ٌل َو ِم ْن قِلَّ ٍة نَحْ ُن يَ ْو َمئِ ٍذ قَا َل بَ ْل أ َ ْنت ُ ْم يَ ْو َمئِ ٍذ‬ ْ َ‫عى ْاْل َ َكلَةُ ِإلَى ق‬ َ ‫علَ ْي ُك ْم َك َما تَدَا‬
َ ‫عى‬ َ ‫يُو ِشكُ ْاْل ُ َم ُم أ َ ْن تَدَا‬
‫َّللاُ فِي قُلُو ِب ُك ْم ْال َو ْهنَ فَقَا َل‬ َّ ‫عد ُِو ُك ْم ْال َم َهابَةَ ِم ْن ُك ْم َولَيَ ْق ِذفَ َّن‬
َ ‫ُور‬
ِ ‫صد‬ُ ‫َّللاُ ِم ْن‬ َ َ‫س ْي ِل َولَيَ ْنز‬
َّ ‫ع َّن‬ َّ ‫اء ال‬ ُ ‫ير َولَ ِكنَّ ُك ْم‬
ِ َ ‫غثَا ٌء َكغُث‬ ٌ ِ‫َكث‬
ِ ‫َّللاِ َو َما ْال َو ْه ُن قَا َل حُبُّ الدُّ ْنيَا َو َك َرا ِهيَةُ ْال َم ْو‬
‫ت‬ ُ ‫قَائِ ٌل يَا َر‬
َّ ‫سو َل‬

“Hampir saja para umat (yang kafir dan sesat) mengerumuni kalian dari berbagai penjuru,
sebagaimana mereka berkumpul menghadapi makanan dalam piring”. Kemudian seseorang
bertanya,”Katakanlah wahai Rasulullah, apakah kami pada saat itu sedikit?” Rasulullah
bersabda,”Bahkan kalian pada saat itu banyak. Akan tetapi kalian bagai sampah yang dibawa oleh
air hujan. Allah akan menghilangkan rasa takut pada hati musuh kalian dan akan menimpakan
dalam hati kalian ’Wahn’. Kemudian seseorang bertanya,”Apa itu ’wahn’?” Rasulullah
berkata,”Cinta dunia dan takut mati.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad)

Segala macam penyakit hati seperti kecemasan, depresi, waham, semuanya bersumber dari
kecintaan kepada dunia. Dunia sering digambarkan sebagai harta, tahta (kedudukan, gelar), dan
wanita (nafsu seksual). Ketiga macam godaan tersebut sering melalaikan manusia dan
menjerumuskan manusia ke dalam kehinaan dunia dan akhirat. Orang-orang yang bertaqwa akan
lebih mementingkan akhirat dari pada dunia, karena mereka memahami bahwa mereka akan
mendapatkan kebahagiaan yang berlipat ganda. Pada kenyataannya sebagian besar orang yang
mengalami kehancuran adalah mereka yang haus kekuasaan, gelar, status, dan pujian dari orang
banyak (AL-Ghazali, 2007). Sesungguhnya tujuan hakiki manusia adalah kebahagiaan akhirat.
Manusia, harta benda, kekayaan, gelar dan ibadah kita hanyalah perantara untuk menuju Allah.
a. Kecintaan pada akhirat sebagai sumber kesehatan jiwa
Allah sudah menjelaskan dalam ayat-ayat Al Quran berikut ini bahwa kehidupan dunia
merupakan permainan dan kesenangan yang menipu. QS Al Hadid (57) ayat 20:

Konsep Kesehatan Mental Perspektif Agama Islam | 19


‫اْل َ ْم َو ا ِل‬
ْ ‫خ ٌر ب َ يْ ن َ ك ُ ْم َو ت َكَ اث ُ ٌر ف ِ ي‬ ُ ‫ب َو ل َ ْه ٌو َو ِز ي ن َة ٌ َو ت َف َ ا‬ ٌ ‫ا عْ ل َ ُم وا أ َن َّ َم ا الْ َح ي َ اة ُ ال د ُّنْ ي َ ا ل َ ِع‬
‫ح طَ ا ًم ا ۖ َو ف ِ ي‬ُ ‫ص ف َ ًّر ا ث ُمَّ ي َ ك ُ و ُن‬ ْ ‫ج ف َ ت ََر ا ه ُ ُم‬ َ َّ ‫ب ال ْ ك ُ ف‬
ُ ‫ار ن َ ب َ ا ت ُه ُ ث ُمَّ ي َ ِه ي‬ َ ‫ث أ َعْ َج‬ ٍ ْ ‫اْل َ ْو ََل ِد ۖ كَ َم ث َ ِل غَ ي‬ ْ ‫َو‬

ِ ‫ض َو ا ٌن ۚ َو َم ا الْ َح ي َ اة ُ ال د ُّنْ ي َ ا إ ِ ََّل َم ت َا ع ُ ال ْ غ ُ ُر‬


‫ور‬ ْ ‫ب شَ ِد ي د ٌ َو َم غْ فِ َر ة ٌ ِم َن َّللاَّ ِ َو ِر‬ ٌ ‫اْل ِخ َر ة ِ ع َ ذ َ ا‬ ْ

“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang
melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang
banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani;
kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur.
Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan
kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.”

Lebih lanjut difirmankan dalam QS Al An’aam (6) ayat 32, bahwa orang bertaqwa memahami
bahwa kehidupan dunia ini sebagai permainan dan sendau gurau, sehingga akan lebih
mementingkan kehidupan akhirat dari pada dunia. Orang-orang yang lebih mengutamakan dunia
dikatakan sebagai orang yang melampaui batas, sebagaimana Allah berfirman dalam QS An
Naazi’aat (79), ayat 37-41: “Adapun orang yang melampaui batas, dan lebih mengutamakan
kehidupan dunia, maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggal(nya), Dan adapun orang-orang
yang takut kepada kebesaran Tunannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka
sesungguhnya syurgalah tempat tinggal(nya).”

QS Ali Imran (3) ayat 14 memberikan gambaran tentang kesenangan hidup di dunia berupa
harta kekayaan, sawah, ladang, binatang ternak, wanita dan anak-anak, namun Allah menegaskan
bahwa tempat kembali yang paling baik ada di sisi Allah yaitu syurga. Al Quran surat Asy Syuraa
(42) ayat 20 menjelaskan bahwa: Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan
Kami tambah keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia
Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu
bahagianpun di akhirat.

Penjelasan dalam ayat-ayat Al Quran tersebut di atas memberikan pesan bahwa kehidupan
akhirat lebih menjanjikan kebahagiaan yang berlipat ganda dibandingkan kehidupan dunia yang
bersifat sementara (sebentar) seperti gambaran dalam QS An-nisaa (4) : 77. Allah membolehkan
menikmati kesenangan dunia, namun dengan cara yang tidak melampaui batas, agar manusia tidak
lalai dan meraih kebahagiaan hakiki.

Konsep Kesehatan Mental Perspektif Agama Islam | 20


b. Ketaqwaan sebagai sumber ketentraman hati
Al Quran surat Al Baqarah (3-4) menyebutkan bahwa indikator orang bertaqwa adalah beriman
kepada yang ghaib, melakukan shalat, menafkahkan sebagian rizki, dan meyakini adanya hari
akhir. Ayat-ayat berikut ini, mengisyaratkan bahwa Allah memberikan janji kepada orang yang
bertaqwa berupa ketentraman hati, ketenangan jiwa, hilangnya kesedihan dan kekhawatiran. QS
Al Baqarah (2) ayat 38:
‫ف عَ ل َ ي ْ ِه ْم َو ََل ه ُ ْم ي َ ْح زَ ن ُ و َن‬ ْ
َ َ ‫ف َ إ ِ َّم ا ي َ أ ت ِ ي َ ن َّ ك ُ ْم ِم ن ِ ي ه ُ د ًى ف َ َم ْن ت َب ِ َع ه ُ د‬
ٌ ‫اي ف َ ََل َخ ْو‬
“Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-
Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati".
QS Yunus (10) ayat 62-63 memberikan pesan:
‫ف عَ ل َ ي ْ ِه ْم َو ََل ه ُ ْم ي َ ْح زَ ن ُ و َن ْْ ال َّ ِذ ي َن آ َم ن ُ وا َو ك َ ا ن ُ وا ي َ ت َّق ُ و َن‬
ٌ ‫أ َ ََل إ ِ َّن أ َ ْو لِ ي َ ا َء َّللاَّ ِ ََل َخ ْو‬
"Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan
tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu
bertakwa."
Selain itu Al Baqarah (2) ayat 62 dan Al Maidah (5) ayat 69 menyatakan: Sesungguhnya
orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa
saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh,
mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan
tidak (pula) mereka bersedih hati.
QS Fushshilat (41) ayat 30 Al Fath (48) ayat 4, juga menegaskan bahwa Allah memberikan
ketenangan hati kepada orang-orang mukmin untuk menambah keimanan mereka.
c. Kepasrahan (Tawakal) kepada Allah sebagai sumber kebahagiaan
Tawakal ditandai dengan kepasrahan bahwa hanya Allah yang mengatur segala urusan
(Athaillah, 2007). Manusia diciptakan dengan tujuan menghamba hanya kepada Allah. Allah
berfirman Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.
Semestinya seorang hamba berserah diri sepenuhnya kepada Allah dan terus berusaha mencapai
tingkatan paling sempurna. Manusia merasa gelisah karena telah melanggar aturan-aturan yang
digariskan Allah atau mengingkari sunatullah. Misalnya manusia yang tidak percaya pada
pengaturan Allah, sehingga ingin memperoleh rizki dengan jalan mencuri atau berbohong,
meskipun orang lain tidak mengetahui perbuatannya, tetapi hatinya akan merasa gelisah dan jauh

Konsep Kesehatan Mental Perspektif Agama Islam | 21


dari perasaan bahagia. Berserah diri membuat manusia tidak bergantung kepada makhluk, dan
hanya bergantung kepada Allah, sehingga jiwanya tidak terikat kepada selain Allah.
d. Kesombongan sebagai sumber penyakit hati
Dalam tubuh manusia ada segumpal daging yang jika ia baik, maka baiklah seluruh tubuh,
dan jika ia buruk, maka buruklah seluruh tubuh, itulah hati. Rasulullah pun bersabda bahwa
Kebaikan itu adalah sesuatu yang dapat menenangkan dan menentramkan hati dan jiwa.
Sedangkan keburukan itu adalah sesuatu yang meresahkan hati dan menyesakkan dada, meskipun
manusia membenarkanmu.

ِ ‫يرا ۗ َو َما يَذ َّ َّك ُر ِإ ََّل أُولُو ْاْل َ ْلبَا‬


‫ب‬ ُ
َ ِ‫يُؤْ تِي ْال ِح ْك َمةَ َم ْن يَشَا ُء ۚ َو َم ْن يُؤْ تَ ْال ِح ْك َمةَ فَقَدْ أوت‬
ً ِ‫ي َخي ًْرا َكث‬

"Allah menganugerahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah)
kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-
benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang
dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah). (Q.S Al-Baqarah: 269).

Beberapa ayat berikut ini menunjukkan kecenderungan hati manusia yang dapat mengarah
kepada kebaikan yaitu ketaatan, kerendahan hati, serta mengarah kepada pengingkaran,
kesombongan dan keputusasaan.

Kesombongan merupakan salah satu sumber penyakit hati yang berbahaya, seperti
digambarkan oleh Rasulullah sebagai kesukaan dipuji dan ketakutan untuk dicela. Allah juga
sangat membenci kesombongan karena sifat tersebut akan menjauhkan manusia dari kebenaran
dan ketaatan kepada Allah, serta menyebabkan kerusakan. Dalam QS Al A’raf, ayat 36:

ِ َّ ‫ب ال ن‬
‫ار ۖ ه ُ ْم ف ِ ي هَ ا َخ ا ل ِ د ُو َن‬ ُ ‫ص َح ا‬ َ ِ ‫َو ال َّ ِذ ي َن ك َ ذ َّب ُوا ب ِ آ ي َ ا ت ِ ن َا َو ا سْ ت َكْ ب َ ُر وا عَ نْ َه ا أ ُو لٰ َ ئ‬
ْ َ‫ك أ‬

“Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri


terhadapnya, mereka itu penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”

Ayat tersebut menegaskan bahwa orang yang tidak mentaati Allah dikatakan sebagai orang
yang sombong dan akan dimasukkan ke dalam neraka. Rasulullah menegaskan dalam sabdanya:
Tidak masuk syurga orang yang di dalam hatinya ada kesombongan meskipun hanya sebiji sawi.
Barang siapa datang pada hari kiamat dalam keadaan bebas dari tiga perkara maka ia masuk
syurga: takabur, khianat, hutang. Sifat sombong menghalangi orang masuk syurga, karena

Konsep Kesehatan Mental Perspektif Agama Islam | 22


kesombongan menyebabkan orang tidak mau mentaati kebenaran, merendahkan orang lain,
menimbulkan kemarahan, hasad, dan dendam. Sebaliknya QS al Furqaan (25) ayat 63 menyatakan:

‫ض ه َْو ن ً ا َو إ ِ ذ َ ا َخ ا طَ ب َ هُ مُ الْ َج ا هِ ل ُ و َن ق َ ا ل ُ وا‬ ْ ‫َو ِع ب َ ا د ُ ال َّر ْح ٰ َم ِن ال َّ ِذ ي َن ي َ ْم ش ُ و َن عَ ل َ ى‬


ِ ‫اْل َ ْر‬
‫سَ ََل ًم ا‬

“Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan
di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka
mengucapkan kata-kata (yang keselamatan).”

Kesombongan menyebabkan manusia tertutup hatinya dari rahmat Allah sehingga seperti
keadaan yang dijelaskan dalam QS Yusuf (12) ayat 87 :

‫س ِم ْن َر ْو ح ِ َّللاَّ ِ إ ِ ََّل الْ ق َ ْو مُ الْ كَ ا ف ِ ُر و َن‬


ُ َ ‫َو ََل ت َيْأ َس ُ وا ِم ْن َر ْو ح ِ َّللاَّ ِ ۖ إ ِ ن َّ ه ُ ََل ي َ يْأ‬

“Dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat
Allah, melainkan kaum yang kafir.”

Orang yang sombong menganggap bahwa semua yang diraih merupakan usahanya sendiri,
sehingga akan sangat bersedih bahkan berputus asa jika mengalami kehilangan dan sangat gembira
jika mendapatkan sesuatu yang diinginkannya. QS Al Hadid (57) ayat 23 memperingatkan kepada
manusia sebagai berikut:

‫ور‬
ٍ ‫خ‬ُ َ ‫ب ك ُ َّل ُم ْخ ت َا ٍل ف‬ ُ ‫كَ ي ََْل ت َأ ْسَ ْو ا عَ ل َ ٰى َم ا ف َ ا ت َك ُ ْم َو ََل ت َف ْ َر‬
ُّ ‫ح وا ب ِ َم ا آ ت َا ك ُ ْم ۗ َو َّللاَّ ُ ََل ي ُِح‬

“Supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan
terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap
orang yang sombong lagi membanggakan diri.”

Berdasarkan kajian Al Quran dan hadist di atas kesehatan jiwa mengandung arti
kecenderungan jiwa kepada kebaikan yang mengarahkan kepada ketaatan kepada Allah, kecintaan
kepada akhirat, menyebabkan sifat rendah hati dan jauh dari kesombongan, sehingga akan diraih
ketenangan jiwa yang berbuah kebahagiaan dunia dan akhirat. Puncak kesehatan jiwa adalah
keberuntungan yang akan diraih yaitu syurga. Ketaqwaan sebagai tolok ukur kesehatan jiwa,
karena disebutkan oleh Allah sendiri dalam firman Nya bahwa manusia yang paling mulia di sisi
Allah adalah yang paling bertaqwa.

Konsep Kesehatan Mental Perspektif Agama Islam | 23


3. Ayat-ayat Al Quran yang Berkaitan dengan Tolak Ukur Kesehatan Mental
 Ayat-Ayat Al-Qur’an Mengenai Beberapa Sifat Tercela (Mazmumah)
Sifat-sifat tercela secara tidak langsung atau langsung dapat menimbulkan gangguan dan
penyakit kejiwaan yang dalam tulisan ini dibatasi enam sifat tercela, yaitu: Bakhil, Aniaya,
Dengki, Ujub, Nifak dan Ghadhab.
1) Bakhil
Bakhil artinya kikir, yaitu ketidaksediaan untuk memberikan sebagian hartanya kepada
pihak-pihak lain yang membutuhkan seprti, fakir miskin, kepentingan umum, agama dan lain-lain.
Di lain pihak, orang bakhil biasanya tidak pernah puas mengumpulkan harta benda. Ayat Al
Qur’an mengenai perbuatan bakhil:
‫خ ُل عَ ْن‬ َ ْ‫هَا أ َنْ ت ُ ْم ٰه َ ُؤ ََل ِء ت ُد ْ عَ ْو َن ل ِ ت ُنْ فِ ق ُ وا ف ِ ي سَ ب ِ ي ِل َّللاَّ ِ ف َ ِم ن ْ ك ُ ْم َم ْن ي َ بْ َخ ُل ۖ َو َم ْن ي َ ب‬
َ ْ‫خ ْل ف َ إ ِن َّ َم ا ي َ ب‬
‫ي َو أ َنْ ت ُمُ الْ ف ُ ق َ َر ا ءُ ۚ َو إ ِ ْن ت َت ََو ل َّ ْو ا ي َ سْ ت َبْ ِد ْل ق َ ْو ًم ا غَ ي َْر ك ُ ْم ث ُمَّ ََل ي َ ك ُ و ن ُ وا أ َ ْم ث َا ل َ ك ُ ْم‬
ُّ ِ ‫ن َ فْ ِس هِ ۚ َو َّللاَّ ُ الْ غ َ ن‬
’Ingatlah, kamu ini orang-orang yang diajak untuk menafkahkan (hartamu) pada jalan Allah.
Maka di antara kamu ada orang yang kikir, dan siapa yang kikir sesungguhnya dia hanyalah kikir
terhadap dirinya sendiri. Dan Allah-lah yang Maha Kaya sedangkan kamulah orang-orang yang
membutuhkan (Nya); dan jika kamu berpaling niscaya Dia akan mengganti (kamu) dengan kaum
yang lain, dan mereka tidak akan seperti kamu (ini).’ (QS. Muhammad: 38)
2) Aniaya
Aniaya adalah perbuatan yang melanggar hukum dan keadilan serta menimbulkan kerugian
pada diri sendiri dan orang lain serta menimbulkan kerusakan terhadap lingkungannya. Ayat Al
Qur’an mengenai aniaya:
‫اس أ َنْ ف ُ سَ هُ ْم ي َ ظْ ل ِ ُم و َن‬ ٰ
َ َّ ‫إ ِ َّن َّللاَّ َ ََل ي َ ظْ لِ مُ ال ن‬
َ َّ ‫اس ش َ يْ ئ ًا َو ل َ ِك َّن ال ن‬
‘Sesungguhnya Allah tidak berbuat zalim kepada manusia sedikitpun, akan tetapi manusia itulah
yang berbuat zalim kepada diri mereka sendiri.’ (QS. Yunus: 44)
3) Dengki
Dengki artinya tidak senang melhat orang lain memperoleh keberuntungan kebajikan.
Orang-orang dengki senantiasa mengharapkan bahkan berupaya agar keberuntungan yang
diperoleh orang lain hilang ayau jatuh kepada si pendengki itu sendiri. Ayat Al Qur’an mengenai
dengki:

Konsep Kesehatan Mental Perspektif Agama Islam | 24


‫أ َنْ ف ُ ِس ِه ْم ِم ْن‬ ‫ح سَ د ًا ِم ْن ِع نْ ِد‬ َ ‫َو د َّ كَ ث ِ ي ٌر ِم ْن أ َهْ ِل الْ ِك ت َ ا بِ ل َ ْو ي َ ُر د ُّو ن َ ك ُ ْم ِم ْن ب َ ع ْ ِد إ ِ ي َم ا ن ِ ك ُ ْم ك ُ ف َّ ا ًر ا‬
‫ي َّللاَّ ُ ب ِ أ َ ْم ِر هِ ۗ إ ِ َّن َّللاَّ َ عَ ل َ ٰى‬ ْ ُّ ‫ب َ عْ ِد َم ا ت َب َ ي َّ َن ل َ هُ مُ ال ْ َح‬
ْ َ ‫ك ُ لِ ش‬
‫ي ٍء‬ َ ِ ‫ح وا َح ت َّ ٰى ي َ أ ت‬ ُ َ‫ص ف‬ْ ‫ق ۖ ف َ ا عْ ف ُ وا َو ا‬
ٌْ ‫ق َ ِد ير‬
‘Sebahagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada
kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah
nyata bagi mereka kebenaran. Maka ma`afkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah
mendatangkan perintah-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.’ (QS. Al-
Baqarah:109)
4) Ujub
Ujub artinya membesar-besarkan perbuatan baik diri sendiri dan perasaan puas karenanya,
dengan perasaan bahwa dirinya lebih unggul dari orang lain. Ayat Al-Qur’an mengenai ujub:
ْ‫ُض ُّل َم ْن ي َ شَا ءُ َو ي َ ْه ِد ي َم ْن ي َ شَا ءُ ۖ ف َ ََل ت َذ ْ ه َب‬ َ ُ ‫أ َف َ َم ْن ُز ي ِ َن ل َ ه ُ س ُ و ءُ عَ َم ل ِ هِ ف َ َر آ ه‬
ِ ‫ح سَ ن ً ا ۖ ف َ إ ِ َّن َّللاَّ َ ي‬
ْ َ ‫ت ۚ إ ِ َّن َّللاَّ َ عَ لِ ي مٌ ب ِ َم ا ي‬
‫ص ن َ ع ُ و َن‬ ٍ ‫ك عَ ل َ يْ ِه ْم َح سَ َر ا‬َ ُ ‫ن َ فْ س‬
‘Maka apakah orang yang dijadikan (syaitan) menganggap baik pekerjaannya yang buruk lalu
dia meyakini pekerjaan itu baik, (sama dengan orang yang tidak ditipu oleh syaitan)? maka
sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan menunjuki siapa yang
dikehendaki-Nya; maka janganlah dirimu binasa karena kesedihan terhadap mereka.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.’ (QS. AL-Fathir:8)
5) Nifak
Nifak artinya bermuka dua atau berpura-pura yang menjadi karakteristik orang munafik.
Ayat Al Qur’an mengenai nifak:
ْ ‫اس َم ْن ي َ ق ُ و ُل آ َم ن َّ ا ب ِ اَّللَّ ِ َو ب ِ الْ ي َ ْو ِم‬
‫اْل ِخ ِر َو َم ا ه ُ ْم ب ِ ُم ْؤ ِم ن ِ ي َن‬ ِ َّ ‫َو ِم َن ال ن‬
’Di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian",
padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman.’ (QS. Al-Baqarah: 8)
6) Ghadhab
Ghadhab diartikan secara khusus sebagai marah atau kemarahan dalam konotasi negatif
dan berlebihan, sedangkan secara umum diartikan sebagai al nafsu al ammarah bissu’ yang selalu
mendorong perbuatan jahat sehingga mengakibatkan kerugian pada diri sendiri dan orang lain.
Ayat Al Qur’an mengenai ghadhab:

َ ‫س َْل َ َّم‬
ٌ‫ار ة ٌ ب ِ ال س ُّ و ِء إ ِ ََّل َم ا َر ِح مَ َر ب ِ ي ۚ إ ِ َّن َر ب ِ ي غ َ ف ُ و ٌر َر ِح ي م‬ ُ ‫َم ا أ ُب َ ِر‬
َ ْ ‫ئ ن َ فْ ِس ي ۚ إ ِ َّن ال ن َّ ف‬
Konsep Kesehatan Mental Perspektif Agama Islam | 25
‘Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu
menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya
Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.’ (QS. Yusuf: 53)
 Ayat-Ayat Al-Qur’an Yang Berkaitan Dengan Pentingnya Agama Untuk Kesehatan
Mental
Sudah tentu semua ayat-ayat Al-Qur’an menunjukkan pentingnya agama untuk
keselamatan hidup di dunia dan akhirat, termasuk meraih jiwa yang sehat. Zakiah Daradjat dalam
tulisan-tulisannya mengenai Agama dan Kesehatan Jiwa menunjukkan pengaruh positif dari
pelaksanaan rukun iman dan rukun islam terhadap kondisi kesehatan mental.
Mengingat masalah agama merupakan masalah yang sangat luas dan kompleks, maka
tulisan ini hanya mengungkapkan ayat-ayat di Al Qur’an yang berkaitan dengan tiga pilar agama
Islam, yaitu: iman (akidah), Islam (syari’ah), dan Ihsan (akhlak).

D. Ciri-Ciri Mental yang Sehat Menurut Islam


Berikut ini indikasi-indikasi kesehatan jiwa dalam Islam dari tiga sisi, yaitu :
1. Sisi spiritualitas
Adanya keimanan kepada Allah, konsisten dalam melaksanakan
ibadah kepada-Nya, menerima takdir dan ketetapan yang telah digariskan oleh-Nya, selalu
merasakan kedekatan kepada Allah, memenuhi segala kebutuhan hidupnya dengan cara yang halal
dan selalu berdzikir kepada Allah.
2. Sisi sosial
Cinta kepada orang tua, anak dan pasangan hidup, suka membantu orang-orang yang
membutuhkan amanah, berani mengatakan kebenaran, menjauhi segala hal yang dapat menyakiti
manusia dan mampu bertanggung jawab sosial.
3. Sisi biologis
Terhindarnya tubuh dari segala bentuk penyakit dan juga cacat fisik dengan adanya
pemahaman akan selalu menjaga kesehatan tubuh dengan tidak membebaninya dengan suatu tugas
yang tidak sesuai dengan kemampuannya.
Selain dari pemamaparan diatas masih ada indikasi-indikasi lain tentang bagaimana jiwa yang
sehat dalam konsep islam diantaranya sebagai berikut :
1) Tersingkap Kesempurnaan Jiwa

Konsep Kesehatan Mental Perspektif Agama Islam | 26


Apabila seorang hamba allah telah berhasil melakukan pendidikan dan pelatihan penyehatan,
pengembangan dan pemberdayaan jiwa maka ia dapat mencapai tingkat kejiwaan yang sempurna,
yaitu:
a) Jiwa mutmainnah (yang tentram)
Jiwa mutmainnah adalah jiwa yang senantiasa mengajak kembali kepada fitrah ilahiya
tuhannya. Etos kerja dan kinerja kepada fitrah indrawi dan fisiknya senantiasa dalam qudrat dan
iradat tuhannya.
Firman allah swt :
“Orang-orang yang apabila ditimpah musibah mereka mengucapkan “ innaa lillahi wa innaa
ilaihi raaji‟uun” (QS AlBaqarah : 156).
Salah satu indikasi hadirnya jiwa mutmainnah dalam dirimanusia adalah biasanya terlihat
dalam tingkah lakuh, sikap dan gerak-gerik yang tenang, tidak tergesa-gesa, penuh pertimbangan
dan perhitungan yang matang, tepat dan benar.
b) Jiwa radiyah (jiwa yang meridhai)
Jiwa radhiya adalah jiwa yang tulus, bening dan lapang dada terhadap allah swt. Jiwa inilah
yang mendorong diri bersikap lapang dada, tawakal, tulus dan ikhlas dan sabar dalam
mengaplikasikan seluruh perintahnya dan menjahui seluruh larangannya.
Biasanya dalam diri seseorang yang mempunyai tingkat jiwa radhiyah hamper-hampir tidak
pernah berkeluh kesah, susah, sedih dan takut dalam menjalani kehidupan ini.
Firman allah swt :
“Ingatlah sesungguhnya wali-wali allah itu tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak
pula mereka bersedih hati. Yaitu orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertaqwa.
Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan di akhirat. Tidak ada perubahan
bagi kalimat-kalimat allah yang demikian itu adalah kemenangan yang besar” (QS yunus : 62-64).
c) Jiwa mardiyah (yang diridhai)
Jiwa mardiyah adalah jiwa yang memperoleh title dan kehormatan dari allah swt, dan dengan
gelr keimanan, keislaman, keikhlasan, dan ketauhidannya tidak pernah mengalami erosi,
dekandensi, dan distorsi. Akan tetapi jiwa terus mendaki dan mi‟raj kehadirat allah swt dalam
ruang dan waktu yang tiada berwaktu dan ber-ruang.
2) Tersingkap Kecerdasan Uluhiyah

Konsep Kesehatan Mental Perspektif Agama Islam | 27


Kecerdasan uluhiyah adalah kecerdasan / kemampuan fitrah manusia yang salih untuk
melakukan interaksi secara vertical kepada allah swt, kemampuan menaati segala apa yang telah
diperinthakan, menjauhkn diri apa yang telah dilarang dan dimurkahi serta tabah terhadap ujian
dan cobaan.
Kecerdasan inilah yang membuat seseorang mampu menjauhkan diri sejauh-jauhnya dari sikap
menyekutukan allah swt. Dan tanpa kecerdasan ini seseorang sangat sulit melakukan interaksi
vertical yang bersifat transedental, empiric dan hidup, bikan spekulasi dan ilusi
Firman allah swt :
“Dan apabila hamba-ku bertanya kepadamu tentang aku, maka sesungguhnya aku adalah
dekat” (QS Al-baqarah : 186)
Kecerdasan uluhiyah bagi seorang hamba allah swt akan termanifestasi dalam kemampuan
dalam mengembangkan dan memberdayakan beberapa hal diantaranya sebagai berikut :
a) Dapat merasakan kehadiran hakikat wujud allah dalam kehidupannya
b) Dapat merasakan bekasan-bekasan pengingkaran kedurhakaan dan dosa
c) Dapat menjalin hubungan rohaniyah yang baik dengan allah, para malaikat
d) Mengalami mukasyafah akal pikiran ,qalbu dan indrawi

3) Tersingkap Kecerdasan Rububiyah


Kecerdasan rububiyah adalah kemampuan fitrah manusia yang salihdiantaranya dalah sebagai
berikut :
a) Memelihara dan mejaga diri dari hal-hal yang dapat menghancurkan kehidupannya baik di
bumi maupun langit dan di akhirat (QS At-taubah : 112)
b) Mendidik dan mengajar diri agar menjadi seorang hamba yang pandai menemukan esensi
jati diri dan esensi citra diri dengan kekuatan ilmu laduni (QS Al-kahfi : 65)
c) Memimpin dan membimbing diri jasmaniyah dan rohaniyah secara bersama-sama secara
totalitas untuk dapat tunduk dan patuh kepada allah serta dapat memberikan kerahmatan pada diri
dan lingkungannya.
d) Menyembuhkan dan menyucikan diri dari penyakit dan gangguan yang dapat `melemahkan
pikiran potensi diri, qalbu dan inderawi di dalam memahami kebenaran-kebenaran hakiki dengan
melakukan pertaubatan dan perbaikan diri seutuhnya (QS An-Nisa: 108)

Konsep Kesehatan Mental Perspektif Agama Islam | 28


Pendidikan, pengajaran, pengawasan, dan kepemimpinan sangat berhasil adalah yang dimulai
dari dalam diri, karena esensi diri adalah alam kecil “ mikrokosmos dan pintu kecil itu merupakan
jalan untuk memasuki jalan besar “ makrokosmos”.
Oleh karena itu allah swt berfirman :“Mengapa kamu perintahkan orang lain untuk
mengajarkan kebaikan, sedang kamu melupakan dirimu sendiri, padahal kamu selalu membaca
kitab ? mengapa kamu tidak berfikir (QS Al-baqarah : 44)
4) Tersingkap Kecerdasan Ubudiyah
Kecerdasan ubudiyah adalah kemampuan fitrah manusia yang salih dalam mengaplikasikan
ibadah dengan tulus tanpa merasa terpaksa dan dipaksa, akan tetapi menjadikan ibadah sebagai
kebutuhan yang sangat primer dan merupakan makanan bagi rohani dan jiwanya.
Seseorang tidak akan mungkin dapat melakukan sekumplan ibadah dengan penuh rasa tulus,
lapang dada, dan semangat yang tinggi kecuali allah menganugerahkan kepadanya kecerdasan
ubudiyah. Setiap ia memperbanyak ibadahnya kepada allah maka terasa baginya semakin
berkurang ibadah itu. Ibarat seorang yang sangat dahaga dalam suatu perjalanan yang sangat jauh
di tengah-tengah teriknya matahari, seakin banyak minum semakin terasa dahaganya. Begitulah
orang-orang yang salih dalam melakukan ibadah di hadapan penciptanya.
5) Tersingkap Kecerdasan Khuluqiyah
Dalam makna etimologis kata “ khuluq” berasal dari kata “ khulq” yang berarti tabiat, budi
pekerti, kebiasaan atau adat, keperwiraan, kejantanan, agama dan kemarahan. Kecerdasan
khuluqiyah adalah kemampuan fitrah manusia seorang yang salih dalam berperilaku, bersikap dan
berpenampilan terpuji sebagaimana rasulullah sawperkataan yang keluar dari lisan mengandung
kebenaran dan hikmah, tutur kata yang lembut sopan terlepas dari ugkapan-ungkapan yang dapat
mengandung cela dan celaka diri dari orang lain.
Tanda-tanda kesehatan mental, menurut Muhammad Mahmud Mahmud, terdapat sembilan
macam,4 yaitu:
pertama, kemapanan (al-sakinah), ketenangan (al-thuma’ninah), dan rileks (al-rahah) batin
dalam menjalankan kewajiban, baik kewajiban terhadap dirinya, masyarakat, maupun Tuhan.
Kata “sakinah” dalam kajian semantik bahasa Arab berasal dari kata sakana yang berarti
makan (tempat), maskin yang berarti manzil atau bayt (tempat tinggal atau rumah), sukn yang

4
Muhammad Mahmud Mahmud, op.cit, hlm. 342-349.

Konsep Kesehatan Mental Perspektif Agama Islam | 29


berarti ahl aw ‘iyal al-dar (penduduk desa atau negara).5 Dari pengertian semantik ini, kata
“sakinah” memiliki arti kemapanan disebabkan memiliki tempat tinggal atau wilayah yang
menetap dan tidak berpindah-pindah. Terminologi “sakinah” juga memilikii arti (1) al-wada’ah.
Al-waqarah, al-thuma’ninah yang berarti ketenangan; (2) al-rahmah yang berarti kasih sayang.6
Atau dalam bahasa Inggris berarti calmness (ketenangan), quietness (keamanan), peacefulness
(perdamaian), dan serenity (ketenteraman).
Al-Zuhaili dalam tafsirnya memberi arti “sakinah” dengan ketetapan atau ketenangan (al-
tsabat dan al-thuma’ninah) jiwa dari segala kecemasan (al-qalaq/anxiety)7 dan kesulitan atau
kesempitan batin (al-Idtirar). Sakinah juga memiliki arti meninggalkan permusuhan atau
peperangan,8 rasa aman (al-aman), hilangnya ketakutan (al-khwf/phobia) dan kesedihan dari jiwa.9
Ibnu Qayyim memberi arti sakinah dengan ketenangan yang dihujamkan oleh Allah SWT. Pada
jiwa orang-orang mukmin yang takut, resah dan gelisah, agar keimanan dan keyakinannya
bertambah.10
Pengertian “ketenangan” di dalam istilah sakinah tidak berarti statis atau tidak bergerak,
sebab dalam “sakinah” terdapat aktivitas yang disertai dengan perasaan tenang, seperti orang yang
melakukan kerja dengan disertai rasa ketenangan. Apabila istilah sakinah memiliki arti statis dan
tidak bergerak bararti jiwa manusia tidak akan berkembang, yang hal itu menyalahi hukum-hukum
perkembangan.
Firman Allah SWT:
ُ ‫ج نُود‬ َّ ِ ‫ه ُ َو ال َّ ِذ ي أ َنْ زَ َل ال س َّ ِك ي ن َ ة َ ف ِ ي ق ُ ل ُ و ب ِ الْ ُم ْؤ ِم ن ِ ي َن لِ ي َ ْز د َ ا د ُوا إ ِ ي َم ا ن ً ا َم َع إ ِ ي َم ا ن ِ ِه ْم ۗ َو‬
ُ ِ ‫َّلل‬
‫ض ۚ َو كَ ا َن َّللاَّ ُ ع َ لِ ي ًم ا َح ِك ي ًم ا‬ ِ ‫اْل َ ْر‬
ْ ‫ت َو‬ ِ ‫او ا‬
َ ‫ال س َّ َم‬
’Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mu'min supaya keimanan
mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah

5
Abi al-Fadh Jamal al-Din Muhammad ibn Mukarram ibn Manzur, Lisan Arab (Beirut: Dar al-Shadir, 1990), jilid
XIII, hlm. 214.
6
Ibid., hlm. 213.
7
Anxiety adalah kekhawatiran atau ketakutan yang kuat dan meluap-luap. Atau, rasa takut atau kekhawatiran kronis
pada tingkat yang ringan. J.P Chaplin, op.cit., hlm. 32.
8
Wahbah al-Zuhaili, Tafsir al-Munir, (Beirut: Daral al-Fikr al-Ma’ashir, 1991), jilid, XXVI, hlm. 154, 183, 195.
9
Ibid., jilid 10, hlm. 218.
10
Ibnu Qayyim al-Jauziyah membagi sakinah dalam tiga tingkatan: (1) ketenangan dalam kekhusyuan saat melakukan
ibadah (QS. Al-Hadid:16); (2) ketenangan dalam bergaul dengan mengevaluasi diri, bersikap lemah lembut pada
makhluk dan tidak melupakan hak-hak Allah; dan (3) ketenangan yang memperteguh keridhaan dalam menerima
bagian. Madarij al-Salikin bayn Manazil lyyaka Na’budu wa lyyaka Nasta’in, (Cairo: Dar al-Fikr, 1992), jilid II, hlm.
503-512.

Konsep Kesehatan Mental Perspektif Agama Islam | 30


tentara langit dan bumi dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana,(QS Al-Fath:
4).
Kata thuma’ninah hampir memiliki makna yang sama dengan sakinah, yaitu ketetapan
kalbu pada sesuatu tanpa disertai kekacauan. Menurut sabda Nabi; “kebaikan itu adalah sesuatu
yang menenangkan di dalam hati” dan dalam perkataan sahabat; “kejujuran itu menenangkan,
sedang dusta itu meragukan (raibah).” Firman Allah SWT:
ُ ‫ال َّ ِذ ي َن آ َم ن ُ وا َو ت َطْ َم ئ ِ ُّن ق ُ ل ُ و ب ُ هُ ْم ب ِ ِذ كْ ِر َّللاَّ ِ ۗ أ َ ََل ب ِ ِذ كْ ِر َّللاَّ ِ ت َطْ َم ئ ِ ُّن الْ ق ُ ل ُ و‬
‫ب‬
‘(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah.
Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.’ (QS. Al-Ra’d: 28)
Ibnu Qayyim mencatat dua perbedaan pendapat mengenai kedudukan sakinah dan
thuma’ninah. Pendapat pertama dinyatakan bahwa thuma’ninah merupakan akibat dari sakinah,
bahkan thuma’ninah merupakan puncak sakinah. Pendapat yang lain dinyatakan bahwa sakinah
merupakan akibat thuma’ninah. Menyikapi dua perbedaan ini, Ibnu Qayyim menyatakan bahwa
thuma’ninah lebih umum dari pada sakinah, sebab thuma’ninah mencakup ketenangan dari ilmu,
keyakinan, keimanan, sedang sakinah hanya mencakup ketenangan dari rasa takut.11
Sedangkan rileks (rahah) merupakan akibat dari sakinah dan thuma’ninah, yaitu keadaan
batin yang santai, tenang, dan tanpa adanya tekanan emosi yang kuat, meskipun mengerjakan
pekerjaan yang amat berat. Relaksasi batin seseorang tercermin sebagaimana ketika ia dilahirkan,
yang tumbuh dalam keadaan bersih dan suci dari segala dosa, kotoran, dan penyakit. Bila ia
menangis maka dengan segera dapat tersenyum dan tertawa terbahak-bahak. Bila ia membenci
seseorang maka tiada dendam, tetapi segera melupakan dan kembali timbul keakraban. Bila ia
mengalami goncangan jiwa, seperti karena tidak dipedulikan atau dimarahi ibunya, ia segera lupa
dan dapat tidur pulas, tanpa menggantungkan diri dengan minum-minuman keras dan obat tidur.
Bila ia ingin hidup ceria dan bahagia, maka cukup dengan permainan yang sarananya cukup
sederhana, tanpa memerlukan zat adiktif seperti Narkoba.
Kondisi rileks memiliki korelasi yang signifikan dengan kesucian batin. Jika batin bersih
laksana cermin, maka setitik noda yang menempel di dalamnya, segera diketahui dan mudah untuk

11
Ibnu Qayyim membagi thuma’ninah dalam tiga tingkatan: (1) thuma’ninah karena berdzikir kepada Alah, sehingga
menghilangkan ketakutan dan mendatangkan harapan; (2) thuma’ninah ruh ketika mencapai tujuan kasyaf
(terbukanya rahasia Tuhan), rindu akan janji, dan berkumpul setelah berpisah; dan (3) thuma’ninah karena
menyaksikan kehadiran kasih sayang Tuhan, menggapai kebakaan, dan mencapai kedudukan pada cahaya yang abadi.
Ibnu Qayyim sl-Jauziyah, op.cit., hlm. 512-518.

Konsep Kesehatan Mental Perspektif Agama Islam | 31


dihapus. Sementara batin yang penuh kotoran maka ia membentuk biang-biang dan karat-karat
dosa yang berasal dari akumulasi persenyawaan elemen-elemen jahat. Seseorang yang memiliki
jiwa yang kotor dan penuh dosa karena maksiat, maka elemen-elemen yang jahat mudah
bersenyawa dan membentuk komposisi tubuh yang gampang terkena goncangan, keresahan, dan
kebimbangan. Dosa adalah apa yang dapat memuaskan dan membahagiakan jiwa.
Kondisi mental yang tenang dan tenteram dapat digambarkan dalam tiga bentuk, yaitu: (1)
adanya kemampuan individu dalam menghadapi perubahan dan persoalan zaman. Misalnya, jika
ia terkena musibah maka musibah itu diserahkan dan dikembalikan kepada Allah (QS. Al-
Baqarah:156); bersikap bersahaja dalam menghadapi sesuatu, sebab sesuatu yang dibenci
terkadang memiliki nilai baik, sementara sesuatu yang disenangi memiliki nilai buruk (QS. Al-
Baqarah:216); (2) kemampuan individu dalam bersabar menghadapi persoalan-persoalan hidup
yang berat, misalnya cobaan akan ketakutan dan kemiskinan (QS. al-Baqarah:155); dan (3)
kemampuan individu untuk optimis dan menganggap baik dalam menempuh kehidupan, sebab
setiap ada kesulitan pasti akan datang kemudahan (QS. al-Insyirah:4-5).
Kedua, memadahi (al-kifayah) dalam beraktivitas. Seseorang yang mengenal potensi,
keterampilan, dan kedudukannya secara baik maka ia dapat bekerja dengan baik pula, dan hal itu
merupakan tanda dari kesehatan mentalnya. Sebaliknya, seseorang yang memaksa menduduki
jabatan tertentu dalam bekerja tanpa diimbangi kemampuan yang memadai maka hal itu akan
mengakibatkan tekanan batin, yang pada saatnya mendatangkan penyakit mental. Firman Allah
SWT : “Supaya mereka dapat makan dari buahnya, dan dari apa yang diusahakan oleh tangan
mereka. Maka mengapakah mereka tidak bersyukur?” (QS. Yasin:35). Sabda Nabi SAW:
“makanan yang lebih baik dimakan oleh seseorang adalah makanan yang berasal dari jerih
payahnya sendiri, sebab Nabi Dawud makan dari hasil kerjanya sendiri.” (HR. al-Bukhari)
Ketiga, menerima keberadaan dirinya dan keberadaan orang lain. Orang yang sehat
mentalnya adalah orang yang menerima keadaan sendiri, baik berkaitan dengan kondisi fisik,
kedudukan, potensi, maupun kemampuanya, karena keadaan itu merupakan anugerah (fadhl) dari
Allah SWT untuk menguji kualitas kerja manusia. Anugerah Tuhan yang diberikan kepada
manusia terdapat dua jenis, yaitu: (1) bersifat alami (fitri), seperti keadaan postur tubuh,
kecantikan/ketampanan atau keburukannya, ia dilahirkan dari keluarga tertentu, dan sebagainya.
Manusia yang sehat akan mensyukuri anugerah itu tanpa mempertanyakan mengapa Tuhan
menciptakan seperti itu, sebab di balik penciptaan-Nya pasti terdapat hikmah yang tersembunyi;

Konsep Kesehatan Mental Perspektif Agama Islam | 32


(2) dapat diusahakan (kasbi), seperti bagaimana mendayagunakan postur tubuh yang gemuk dalam
bekerja atau berkarier, bagaimana memfungsikan karakter agresif, dan sebagainya. Manusia yang
sehat tentunya akan mengerahkan segala daya upayanya secara optimal agar dapat mencapai
tujuan yang diinginkan.
Tanda kesehatan mental yang lain adalah adanya kesediaan diri untuk menerima segala
kelebihan dan kekurangan orang lain, sehingga ia mampu bergaul dan menyesuaikan diri dengan
orang lain. Sikap yang dikembangkan seperti cinta kepada sesama saudaranya seperti ia menyintai
dirinya sendiri (HR. al-Bukhari dan Muslim), sikap saling membantu,asah, asih, dan asuh. Firman
Allah SWT:
‫ب ِم َّم ا ا كْ ت َسَ ب ُوا ۖ َو ل ِ لن ِ س َ ا ِء‬ ٌ ‫َص ي‬
ِ ‫لر َج ا ِل ن‬ ِ ِ‫ض ۚ ل‬ ٍ ْ‫ض ك ُ ْم عَ ل َ ٰى ب َ ع‬
َ ْ‫َو ََل ت َت َ َم ن َّ ْو ا َم ا ف َ ضَّ َل َّللاَّ ُ ب ِ هِ ب َ ع‬
‫ي ٍء ع َ لِ ي ًم ا‬ ْ َ ‫ب ِم َّم ا ا كْ ت َسَ بْ َن ۚ َو ا سْ أ َل ُ وا َّللاَّ َ ِم ْن ف‬
ْ َ‫ض لِ هِ ۗ إ ِ َّن َّللاَّ َ كَ ا َن ب ِ ك ُ لِ ش‬ ٌ ‫َص ي‬ ِ ‫ن‬
’Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu
lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian daripada
apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka
usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu.’ (QS. An-Nisa’: 32)
Keempat, adanya kemampuan untuk memelihara atau menjaga diri. artinya, kesehatan
mental seseorang ditandai dengan kemampuan untuk memilah-milah dan mempertimbangkan
perbuatan yang akan dilakukan. Jika perbuatan itu semata-mata untuk kepuasan seksual, maka
jiwa harus dapat menahan diri, namun jika untuk kepentingan ibadah atau takwa kepada Allah
SWT maka harus dilakukan sebaik mungkin. Perbuatan yang baik menyebabkan pemeliharaan
kesehatan mental.
Kelima, kemampuan untuk memikul tanggunga jawab, baik tanggung jawab keluarga,
sosial, maupun agama. Tanggung jawab menunjukkan kematangan diri seseorang, sekaligus
sebagai tanda-tanda kesehatan mentalnya.
Keenam, memiliki kemampuan untuk berkorban dan menebus kesalahan yang diperbuat.
Berkorban berarti kepedulian diri seseorang untuk kepentingan bersama dengan cara memberikan
sebagian kekayaan dan/ atau kemampuannya. Sedang menebus kesalahan artinya kesadaran diri
akan kesalahan yang diperbuat, sehingga ia berani menanggung segala risiko akibat kesalahannya,
kemudian ia senantiasa berusaha memperbaikinya agar tidak melakukan kesalahan yang sama
untuk kedua kalinya. Kedua persoalan ini dianggap sebagai tanda kesehatan mental, sebab apa

Konsep Kesehatan Mental Perspektif Agama Islam | 33


yang dimiliki menusia, baik berupa jiwa-raga atau kekayaan, hanyalah amanah Allah SWT semata.
Sebagai amanah, apabila seseorang menerimanya dalam kondisi baik, maka tidak boleh disia-
siakan atau mensikapi dengan sikap yang meledak-ledak sehingga mengganggu stabilitas emosi,
melainkan digunakan untuk kemashalatan di jalan Allah. Namun apabila diterima dalam kondisi
kurang baik, maka tidak boleh mengumpat-ngumpat, menyikapi secara apatis dan pesimis, apalagi
mengkufurinya. Sikap yang seharusnya dilakukan adalah menerima dengan baik dan berusaha
seoptimal mungkin.
Ketujuh, kemampuan individu untuk membentuk hubungan sosial yang baik yang dilandasi
sikap saling percaya dan saling mengisi. Hal itu dianggap sebagai tanda kesehatan mental, sebab
masing-masing pihak merasa hidup tidak sendiri. Apabila ia ditimpa musibah maka yang lain ikut
membantunya. Apabila ia mendapatkan keluasan rizki maka yang lain ikut menikmatinya.
Pergaulan hidupnya dilandasi oleh sikap saling curiga, buruk sangka, iri hati, cemburu, dan adu
domba. Dengan melakukan yang demikian itu maka hidupnya tidak menjadi salah tingkah, tidak
asing di lingkungannya sendiri, dan hidupnya mendapatkan simpati dari lingkungan sosialnya.
Kedelapan, memiliki keinginan yang realistik, sehingga dapat diraih secara baik.
Keinginan yang tidak masuk akal akan membawa seseorang ke jurang angan-angan, lamunan,
kegilaan, dan kegagalan. Keingina yang terealisir dapat memperkuat kesehatan mental, sebaliknya,
keinginan yang terkatung-katung akan menambah beban batin dan kegilaan. Keinginan yang baik
adalah keinginan yang dapat mencapai keseimbangan dan kebahagiaan dunia dan akhirat. Hal itu
sesuai dengan hadits Nabi yang mauquf riwayat Ibnu Qutaibah: “bekerjalah untuk duniamu
seakan-akan engkau hidup untuk selamanya, dan beramalah untuk akhiratmu seakan-akan engkau
nati esok hari.”
Kesembilan, adanya rasa kepuasan, kegembiraan (al-farh atau al-surur) dan kebahagiaan
(al-sa’adah) dalam mensikapi atau menerima nikmat yang diperoleh. Kepuasan dan kebahagiaan
dikatakan sebagai tanda-tanda kesehatan mental, sebab individu merasa sukses, telah terbebas dari
segala beban, dan terpenuhi kebutuhan hidupnya. Dikap penerimaan nikmat yang mendatangkan
kepuasan atau kebahagiaan tidak selalu dipandang dari sisi kuantitatif, melainkan dari kualitas dan
berkahnya.
Kepuasan (satisfaction) merupakan salah satu suasana batin seseorang yang secara umum
dapat disebabkan oleh beberapa faktor dalam memasuki semua aspek kehidupan. Kepuasan adalah
suatu kondisi kesenangan dan kesejahteraan seseorang karena telah mencapai satu tujuan atau

Konsep Kesehatan Mental Perspektif Agama Islam | 34


sasaran. Atau, satu perasaan yang menyertai seseorang setelah ia memuaskan satu motif.12 Unsur
utama dalam kepuasan adalah adanya perasaan senang dan sejahtera dan perasaaan itu timbul
setelah suatu tujuan motif dicapai. Davis bersama Newstrom mendefinisikan kepuasan sebagai
“perasaan dan sikap individu tentang menyenangkan atau tidaknya suatu aktivitas yang bersumber
dari seperangkat keinginan, kebutuhan, hasrat, dan pengalaman masa lalu yang membentuk
harapan.”13
Kriteria kepuasan atau kebahagiaan batin seseorang tidak semata-mata disebabkan
terpenuhinya kebutuhan material, namun terdapat penyebab lain yang hakiki, yaitu kebutuhan
meta-material, seperti kebutuhan spiritual. Menurut teori Abraham Maslow, hirarki kebutuhan
tersebut digolongkan atas dua taraf, yaitu: (1) kebutuhan-kebutuhan taraf dasar (basic needs), yang
meliputi kebutuhan fisik, rasa aman dan terjamin, cinta dan ikut memiliki (sosial), dan harga diri;
dan (2) metakebutuhan-metakebutuhan (meta needs), meliputi apa saja yang terkandung dalam
aktualisasi diri seperti keadilan, kebaikan, keindahan, keteraturan, kesatuan, dan sebagainya.14
Tanpa menafikan teori Maslow, kepuasan yang esensial, terutama yang dikembangkan
dalam psiko-sufistik adalah kepuasan disebabkan adanya keridhaan dari Allah SWT. Ridha Allah
menjadi sumber kepuasan hidup, sebab kondisi itu tidak akan diperoleh seseorang kecuali ia
beraktivitas secara baik, benar, jujur, dan mentaati segala aturan. Dengan ridha Allah pula ia
mendapatkan kepuasan dari aktivitasnya tanpa mengganggu hak-hak orang lain.
Tanda-tanda kesehatan mental selain tanda-tanda di atas adalah adanya perasaan cinta (al-
mahabbah). Cinta dianggap sebagai tanda kesehatan mental sebab cinta menunjukkan citra diri
positif. Cinta mendorong individu untuk hidup berdamai, rukun, saling kasih-mengasihi, dan
menjauhkan dari kebencian, dendam, permusuhan, dan pertikaian.

Bastaman menjelaskan ada beberapa karakteristik mental yang sehat dan ia singkat menjadi
SHALIH (Sabar, Hikmat, Amal-Soleh, Lidah, Ilmu, dan Hati-Nurani)47di antaranya adalah
sebagai berikut:
1). Sabar

12
Motif (motive) adalah suatu keadaan ketegangan di dalam individu, yang membangkitkan, memelihara dan
mengarahkan tingkah laku menuju pada satu tujuan atau sasaran; atau, alasan yang disadari, yang diberikan individu
bagi tingkah lakunya.
13
Keith Devis and John W. Newstrom, Perilaku dalam Organisasi, terj Agus Dharma (Jakarta: Erlangga, 1996), hlm.
105-106.
14
Philip R. Newman and Barbara M. Newman, Psychology (Homewood, Illinois: The Dorsey Press, 1983), hlm.
412.

Konsep Kesehatan Mental Perspektif Agama Islam | 35


Sabar sering diartikan sebagai keteguhan hati menghadapi cobaan dan kesulitan, serta
keuletan meraih tujuan dan cita-cita. Sebenarnya kesabaran tidak hanya diperlukan dalam
menghadapi berbagai kesulitan hidup, tetapi juga dalam mengalami berbagai kesenangan dengan
kemudahan-kemudahannya. Bahkan dalam kondisi serupa ini kesabaran justru jauh lebih sulit
dilakukan.
2). Hikmat
Hikmat berarti ilmu pengetahuan yang sangat mendalam yang tidak saja mampu
memahami kenyataankenyataan yang ada (empiris), tetapi juga memahani apa yang ada di balik
kenyataan-kenyataan tersebut (transendental).
3). Amal-Soleh
Dalam al-Qur’an kata “amal saleh” hampir selalu digandengkan dengan kata
“iman”:alladzina amanu (orang-orang beriman)wa’amilishalihati (dan mereka yang mengerjakan
amal saleh) ini tampaknya mengisyaratkan bahwa keimanan yang diniatkan dalam hati dan
dinyatakan melalui lisan harus benar-benar diungkapkan dalam perbuatan nyata.
4). Lidah
Dimaksud “lidah” di sini adalah kemampuan manusia untuk berbicara, misalnya:
menyampaikan informasi kepada orang lain, berdialog, memberi jawaban atas pertanyaan dan
pernyataan orang lain, serta kegiatan komunikasi lainya. Kemampuan komunikasi ini sangat
penting dalam kehidupan manusia, bahkan dapat dikatakan merupakan unsur penentu keberhasilan
dan kegagalan hubungan antar manusia. Dengan demikian penting sekali untuk meningkatkan
kemampuan “lidah” ini.
5). Ilmu Pengetahuan
Islam sangat menghargai ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan (sains) dan agama (iman)
merupakan kurnia Tuhan semata-mata diberikan kepada umat manusia, sehingga keduanya
dianggap sifat khas manusia.
Berkenaan dengan ilmu pengetahuan, al-Qur’an membandingkan orang yang tidak berilmu
dan orang berilmu sebagai gelap dan terang, atau orang buta dengan orang dapat melihat. Bahkan
dapat diibaratkan dengan orang hidup dengan orang mati. Ini menunjukkan betapa Islam sangat
menghargai ilmu pengetahuan.
6). Hati-Nurani

Konsep Kesehatan Mental Perspektif Agama Islam | 36


Hati nurani adalah merupakan aspek yang paling terdalam dari jiwa manusia yang
senantiasa nilai benar dan salahnya perasaan, niat, angan-angan, pemikiran, hasrat, sikap dan
tindakan seseorang terutama dirinya sendiri. Sekalipun hati nurani ini cenderung menunjukkan apa
yang benar dan apa yang salah, tetapi ternyata tidak jarang mengalami keragu-raguan dan sengketa
batin, sehingga sulit menentukan mana yang benar dan mana yang salah. Keadaan serupa ini
merupakan hal sulit bagi manusia, sehingga Rasullullah sendiri memohon perlindungan Allah dari
gejala “berbolak-baliknya hati”.

E. Metode Pemerolehan dan Pemeliharaan Kesehatan Mental dalam Islam


Terdapat tiga pola yang mengungkapkan metode pemerolehan dan pemeliharaan kesehatan
mental dalam perspektif Islam: Pertama, metode tahali, takhalli, dan tajalli; Kedua, metode
syariah, thariqah, haqiqah dan ma’rifat; dan ketiga, metode iman, Islam dan ihsan. Sebuah hadits
menunjukkan tiga metode yang mengungkapkan metode pemerolehan dan pemeliharaan
kesehatan mental yaitu: 1) metode iman yang berkaitan dengan prinsip-prinsip kepercayaan dan
keyakinan kepada Tuhan dan kepada hal-hal yang gaib; 2) metode Islam yang berkaitan dengan
prinsip-prinsip ibadah dan muamalah; 3) metode ihsan yang berkaitan dengan prinsp-prinsip moral
atau etika.
1. Metode Imaniah
Iman secara harfiah diartikan dengan rasa aman (al-aman) dan kepercayaan (al-amanah).
Orang yang beriman berarti jiwanya merasa tenang dan sikapnya penuh keyakinan dalam
menghadapi semua masalah hidup. Dalam mengatur alam dan isinya, Allah SWT memberikan
rambu-rambu petunjuk (hidayah)-Nya untuk kelangsungan dan keselamatan hidup di dunia dan
akhirat. Petunjuk yang dimaksud diturunkan melalui dua jalur: Pertama, jalur tertulis yang
termaktub dalam kitab suci Al-Quran dengan pemberian petunjuk inu dengan mengutus Rasul dan
Malaikat-Nya. Jalur ini lazim disebut jalur Quraniyah; Kedua, jalur tidak tertulis yang berkaitan
dengan alam dan isinya yang disebut dengan jalur kauniyah atau sunnatulah.
Keimanan yang direalisasikan secara benar akan membentuk kepribadian mukmin yang
membentuk 6 karakter yaitu:
a. Karakter Rabbani, yaitu karakter yang mampu menginternalisasikan (mengambil dan
mengamalkan) sifat-sifat dan asma-asma Allah ke dalam tingkah laku nyata sebatas pada
kemampuan manusiawinya. Proses pembentukan kepribadiannya ditempuh melalui tiga

Konsep Kesehatan Mental Perspektif Agama Islam | 37


tahap yaitu ta’alluq, takballuq, dan tabaqquq15. Proses ta’alluq adalah menggantungkan
kesadaran diri dan pikiran kepada Allah dengan cara berpikir dan berzikir kepadaNya (QS.
Ali-Imran:191). Proses takballuq adalah adanya kesadaran untuk menginternalisasikan
sifat-sifat dan asma-asma Allah ke dalam tingkah laku nyata sebatas pada kemampuan
manusiawinya. Proses ini dlakukan karena adanya fitrah menusia yang memiliki potensi
asma’ al-husna. Proses tabaqquq adalah kesadaran diri akan adanya kebenaran, kemuliaan,
keagungan Allah SWT sehingga tingka lakunya didominasi olehNya.
b. Karakter Maliki, yaitu karakter yang mampu menginternalisasikan sifat-sifat Malaikat
yang agung dan mulia. Kepribadian maliki diantaranya menjalankan perintahNya dan tidak
berbuat maksiat (QS. Al-Tahrim: 6), bertasbih kepadaNya (QS. Al-Zumar: 75),
menyampaikan informasi kepada yang lain (QS. Al-Nahl: 102), membagi-bagikan rizki
untuk kesejahteraan berama dan memelihara kebun (Jannat) yang indah (QS. Ar-Ra’d: 24).
c. Karakter Qurani, yaitu karakter yang mampu menginternalisasikan nilai-nilai Qurani
dalam tingkah laku nyata. Karakter kepribadian Qurani seperti membaca, memahami dan
mengamalkan ajaran yang terkandung di dalam Al-Quran dan Sunnah.
d. Karakter Rasuli, yaitu karakter yang mampu menginternalisasikan sifat-sifat Rasul yang
mulia. Karakter kepribadian Rasuli diantaranya jujur (al-Siddiq), dapat dipercaya (al-
Amanah), menyampaikan informai atau wahyu (al-Tabligh) dan cerdas (al-Fathonah).
e. Karakter yang berwawasan dan mementingkan masa depan (hari akhir) yang menghendaki
adanya karakter yang mementingkan jangka panjang daripada jangka pendek atau
wawasan masa depan daripada masa kini (QS. al-Dhuha: 4), bertanggung jawab (QS. al-
Nisaa’: 77).
f. Karakter Takdiri, yaitu karakter yang menghendaki adanya penyerahan dan kepatuhan
pada hukum-hukum, aturan-aturan dan sunnah-sunnah Allah SWT untuk kemaslahatan
hidupnya.
2. Metode Islamiah
Islam secara etimologi memilik tiga makna yakni penyerahan dan ketundukan (al-silm),
perdamaian dan keamanan (al-salm), dan keselamatan (al-salamah)16. Realisasi metode Islam

15
Komarudin Hidayat, ‘Manusia dan Proses Penyempurnaan Diri’, dalam Budhy Munawar-Rachman (editor),
Kontekstualisasi Doktrn Islan dalam Sejarah (Jakarta; Paramadina; 1995), hlm. 191-192
16
Afif Abd al-Fatah, Ruub al-Din al-Islamiy (Damascus: Syarif Khalil Syakar, 1966), hlm. 18

Konsep Kesehatan Mental Perspektif Agama Islam | 38


dapat membentuk kepribadian muslim yang mendorong seseorang untuk hidup bersih, suci dan
dapat menyesuaikan dengan segala kondisi yang merupakan syarat terciptanya kesehatan mental.
Kepribadian muslim membentuk lima karakter ideal.
a. Karakter syabadatain yaitu karakter yang mampu menghilangkan dan membebaskan diri
dari segala belenggu atau dominasi tuhan-tuhan temporal dan relatif seperti materi dan
hawa nafsu (QS. Al-Furqon: 43). Lalu mengisi diri sepenuh hati hanya kepada Allah SWT.
b. Karakter mushailli yaitu karakter yang mampu berkomunikasi dengan Allah dan dengan
sesama manusia. Komunikasi ilahiah ditandai dengan takbir,sedangkan kominukasi
ihsaniah ditandai dengan salam. Karakter mushailli juga menghendaki adanya kebersihan
dan kesucian lahir dan batin dengan berwudhu (kesucian lahir) dan dalam kesucian batin
diwujudkan dalam bentuk keikhlasan dan kekhusyu’an.
c. Karakter muzakki, yaitu karakter yang berani mengorbankan hartanya untuk kebersihan
dan kesucian jiwanya (QS. al-Taubah: 103), serta pemerataan kesejahteraan ummat pada
umumnya.
d. Karakter sha’im yaitu karakter yang mampu mengendalikan dan menahan diri dari nafsu-
nafsu rendah. Dan apabila dirinya terbebas dari nafsu-nafsu rendah maka ia berusaha
mengisi diri dengan tingkah laku yang baik.
e. Karakter hajji yaitu karakter yang mampu mengorbankan harta, waktu, bahkan nyawa demi
memenuhi panggilan Allah SWT.
3. Metode Ihsaniah
Ihsan secara bahasa berarti baik. Orang yang baik (Muhsin) adalah orang yang mengetahui
hal-hal yang baik, mengaplikasikan dengan prosedur yang baik dan dlakukan dengan niatan yang
baik. Metode ini bila dilakukan dengan benar maka memberikan kepribadian muhsin yang
ditempuh dalam beberapa tahapan17, yaitu:
a. Tahapan permulaan (al-bidayah)
Pada tahap ini, seseorang akan rindu pada khaliknya. Ia sadar dalamkerinduan itu terdapat
tabir (al-hijab) yang menghalangi hubungannya sehingga ia berusaha menghilangkan tabir
tersebut. Tahapan ini disebut takhalli yaitu mengosongkan diri dari segalasifat kotor,
maksiat dan tercela.
b. Tahapan kesungguhan dalam menempuh kebaikan (al-mujabadat)

17
Ibrahim Basyuniy, Nasy’at al-Tasbawwuf al-Islamiy, (Mesir; Dar al-Ma’arif, tt) hlm. 17-25

Konsep Kesehatan Mental Perspektif Agama Islam | 39


Tahapan ini kepribadian seseorang telah bersih dari sifat-sifat tercela dan maksiat lalu
berusaha secara sungguh-sungguh untuk mengisi diri dengan tingkah laku yang baik yang
disebut dengan tahapan tahailli. Tahailli adalah upaya mengisi diri dengan sifat-sifat yang
baik yang terdiri dari beberapa fase yaitu: 1) taubat dari segala tngkah laku yang
mengandung dosa; 2) menjaga diri dari hal-hal yang subhat (al-wara’); 3) tidak terikat oleh
gemerlapan materi; 4) merasa butuh pada Allah (al-faqr); 5) sabar terhadap cobaan dan
melaksanakan kebajikan; 6) tawakkal pada putusan Allah; 7) ridha terhadap pemberian
Allah; 8) merasa bersyukur atas nikmay yang Allah berikan; 9) ikhlas melakukan apa saja
demi Allah; 10) takut (al-khauf) dan berharap (al-raja) terhadap Allah; 11) kontinue dalam
melakukan kewajiban (al-istiqomah); 12) takwa kepada Allah; 13) jujur, berpikir, berzikir
dan sebagainya.
Tahapan ini harus ditopang tujuh pendidikan dan latihan psikofisik yaitu:
 Musyarathah, yaitu memberikan dan menemukan syarat bagi diri sendiri.
 Muraqabah, yaitu mawas diri dari perbuatan maksiat agar selalu dekat kepada
Allah.
 Muhasabah, yaitu membuat perhitungan terhadap tingkah laku yang diperbuat.
 Mu’aqabah, yaitu menghukum diri sendiri karena melakukan keburukan.
 Mujahadah, yaitu bersungguh-sungguh berusaha menjadi baik.
 Mu’atabah, yaitu menyesali diri atas perbuatan dosanya.
 Mukasyafah, yaitumembuka penghalang atau tabir agar tersingkap semua rahasia
Allah.
c. Tahapan merasakan (al-Muziqat)
Pada tahapan ini seorang hamba tidak sekedar menjalankan perintah Khalik-nya dan
menjauhi larangannya, namun ia merasakan kedekatan, kelezatan, kerinduan denganNya.
Tahapan ini disebut tajalli, yaitu menempakkan sifat-sifat Allah pada diri manusianya
setelah sifat-sifat buruknya dihilangkan dan tabir menjadi sirna. Oleh sufi tahapan ini biasa
dilalui dalam dua proses yaitu al-fana dan al-baqa. Bila seseorang mampu menghilangkan
wujud jasmaniah dengan menghilangkan nafsu-nafsu impulsifnya dan tidak terikat oleh
materi atau lingkungan sekitar, makaia telah al-fana. Kondisi itu lalu beralih pada ke-baqa-

Konsep Kesehatan Mental Perspektif Agama Islam | 40


an wujud ruhani yang ditandai dengan tetapnya sifat-sifat ketuhanan18. Ketika tahapan itu
telah dilalui maka muncul apa yang disebut al-baal yaitu kondisi spiritual dimana sang
pribadi telah mencapai kebahagiaan tertinggi yang dicita-citakan.
Potensi manusia perlu dikembangkan dengan latihan-latihan dan pembiasaan-pembiasaan
tertentu dalam mewujudkan pribadi yang utama, yaitu pribadi yang memiliki kecerdasan qalbiyah.
Hanna Djumhana Bastaman (1995:151-152) menawarkan tiga cara untuk peningkatan diri yang
semuanya merupakan strategi sadar untuk mengubah nasib menjadi lebih baik.
· Cara pertama adalah hidup secara islami, dalam arti berusaha secara sadar untuk mengisi
kegiatan sehari-hari dengan hal-hal yang bermanfaat dan sesuai dengan nilai-nilai aqidah, syari’ah
dan akhlak, aturan-aturan Negara, dan norma-norma kehidupan bermasyarakat, serta sekaligus
berusaha menjauhi hal-hal yang dilarang agama dan aturan-aturan yang berlaku.
· Cara kedua adalah melakukan latihan intensif yang bercorak psiko-edukatif. Misalnya
yang dikemas dalam program dan paket-paket pelatihan pengembangan pribadi, seperti TA
(Transactional Analysis), Asertif (Assertiveness), Pengenalan dan Pengembangan Diri (Self
Development), AMT (Achievement Motivation Training), Menjadi Orang Tua Efektif (Parent
Effectiveness Training), Komunikasi Lintas Budaya (Trancultural Communication). Semuanya
bertujuan meningkatkan aspek-aspek psiko-sosial yang positif dan mengurangi aspek-aspek
negatif, baik yang masih potensial maupun yang sudah teraktualisasi dalam perilaku, tentunya
semuanya itu harus dimodifikasi secara mandasar dengan landasan dan warna Islami. Dengan
pelatihan yang bercorak psiko-edukasi ini, diharapkan menyadarkan diri akan keunggulan dan
kelemahannya, mampu menyesuaiakan diri, menemukan arti dan tujuan hidupnya dan menyadari
serta menghayati betapa pentingnya meningkatkan diri.
· Cara ketiga yaitu dengan pelatihan disiplin diri yang lebih berorientasi spiritual-relegius
, yakni mengintensifkan dan meningkatkan kualitas ibadah, contohnya dengan berdzikir (QS. Al-
Baqarah: 152). Dzikrullah akan berpengaruh terhadap kematangan pribadi dan kesehatan jiwa,
apalagi hasil dari shalat yang dimasyhurkan sebagai tiang agama (imaduddin), merupakan mi’raj
bagi kaum beriman (ash-shalaatu mi’rajul mu’miniin), dan dapat mencegah dari perbuatan keji
dan munkar (inna shalaata ‘anil fakhsyaa-I wal munkar).
Para nabi dan orang-orang yang salih memiliki kecerdasan qalbiah melalui cara pensucian jiwa
(tazkiyah al-nafs) dan latihan-latihan spiritual (al-riyadha). Dengan demikian untuk mendapatkan

18
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Beberapa Aspeknya, (Jakarta; UI-Press, 1979), jilid II, hlm. 83

Konsep Kesehatan Mental Perspektif Agama Islam | 41


bentuk kecerdasan ini tidak hanya berpangku tangan tetapi harus diusahakan secara istiqamah
dengan mensucikan diri dari hal-hal yang haram dan dilarang Allah dan Rasul-Nya, serta
membiasakan diri dengan latihan-latihan spiritual, banyak membaca baik ayat-ayat Qauliah
dengan merenungkan maknanya dan merefleksikan dalam tindak-tanduk perbuatan sehari-hari,
maupun ayat-ayat Kauniyah yang ada di alam semesta untuk dikaji dengan penelitian-penelitian
sebagai dasar mengembangkan kehidupan yang bermakna.

F. Prinsip-Prinsip Islam dalam Pengembangan Pribadi dan Kesehatan mental


Dalam Islam pengembangan kesehatan jiwa terintegrasi dalam pengembangan pribadi
pada umumnya, dalam artian kondisi kejiwaan yang sehat merupakan hasil sampingan (by
product) dari kondosi pribadi yang matang secara emosional, intelektual, dan sosial, terutama
matang pula keimanan dan ketetakwaannya kepada Allah SWT. Dengan demikian dalam Islam
nyatalah betapa pentingnya pengembangan pribadi untuk meraih kualitas insan paripurna yang
didalam otaknya sarat dengan ilmu pengetahuan, bersemayam dalam kalbunya iman dan takwa
kepada Allah SWT, sikap dan perilakunya benar-benar merealisasikan nila-nilai keislaman yang
mantap dsan teguh, wataknya terpuji, semangat kerja tinggi, kedamaian dan kasih sayang.
Cara peningkatan kualitas pribadi yang sedikit mendekati tipe ideal:
 Hidup secara Islami, dalam arti berusaha secara sadar untuk mengisi kegiatan sehari-hari
dengan hal-hal yang bermanfaat dan sesuai dengan nilai-nilai akidah, syari’ah dan akhlak,
serta berusaha menjauhi hal-hal yang dilarang agama.
 Melakukan latihan intensif yang bercorak Psiko-edukatif. Dengan ini, diharapkan para
peserta sadar diri akan keunggulan dan kelemahannya, mampu menyesuaikan diri,
menemukan arti dan tujuan hidupnya serta menyadari serta menghayati betapa pentingnya
menigkatkan diri.
 Pelatihan disiplin diri yang lebih berorientasi spiritual-religius, yakni mengintensifkan dan
meningkatkan kualitas ibadah.
Di dalam Al-Qur’an sebagai dasar dan sumber ajaran islam banyak ditemui ayat-ayat
yang berhubungan dengan ketenangan dan kebahagiaan jiwa sebagai hal yang prinsipil dalam
kesehatan mental. Ayat-ayat tersebut adalah:

‫َاب َو ْال ِح ْك َمةَ َوإِن كَانُواْ ِمن‬


َ ‫سوَلً ِم ْن أَنفُ ِس ِه ْم يَتْلُو َعلَ ْي ِه ْم آيَاتِ ِه َويُزَ ِكي ِه ْم َويُعَ ِل ُم ُه ُم ْال ِكت‬ ِ ‫لَقَدْ َم َّن َّللاُ َعلَى ْال ُم‬
َ َ‫ؤمنِينَ إِذْ بَع‬
ُ ‫ث فِي ِه ْم َر‬
‫ين‬ َ ‫قَ ْب ُل لَ ِفي‬
ٍ ‫ضَل ٍل ُّم ِب‬

Konsep Kesehatan Mental Perspektif Agama Islam | 42


Artinya: Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika
Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang
membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan
mengajarkan kepada mereka al-kitab dan al-hikmah. Dan sesungguhnya sebelum
(keadaan nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (Q.S.
3: 164)

Dengan kejelasan ayat Al-Qur’an diatas dapat ditegaskan bahwa kesehatan mental
(shihiyat al nafs) dalam arti yang luas adalah tujuan dari risalah Nabi Muhammad SAW
diangkat jadi rasul Allah SWT, karena asas, cirri, karakteristik dan sifat dari orang yang
bermental itu terkandung dalam misi dan tujuan risalahnya. Dan juga dalam hal ini al-Qur’an
berfungsi sebagai petunjuk, obat, rahmat dan mu’jizat (pengajaran) bagi kehidupan jiwa
manusia dalam menuju kebahagian dan peningkatan kualitasnya sebagai mana yang ditegaskan
dalam ayat berikut:

ِ ‫َو لْ ت َك ُ ْن ِم نْ ك ُ ْم أ ُ َّم ة ٌ ي َ د ْ ع ُ و َن إ ِ ل َ ى الْ َخ ي ِْر َو ي َ أ ْ ُم ُر و َن ب ِ الْ َم عْ ُر و‬


ۚ ‫ف َو ي َ نْ َه ْو َن عَ ِن ال ْ ُم نْ ك َ ِر‬
‫ح و َن‬ ُ ِ‫ك ه ُ مُ الْ ُم ف ْ ل‬ َ ِ ‫َو أ ُو لٰ َ ئ‬

Artinya: Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar;
merekalah orang-orang yang beruntung. (Q.S. Ali Imran: 104)

Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah menjanjikan kemenangan kepada orang-orang


yang mengajak kepada kebaikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah kepada yang
mungkar. Keimanan, katqwaan, amal saleh, berbuat yang makruf, dan menjauhi perbuatan keji
dan mungkar faktor yang penting dalam usaha pembinaan kesehatan mental.

Manusia dalam melakukan hubungan dan interaksi dengan lingkungannya baik materiil
maupun sosial, semua itu tidak keluar dari tindakan penyesuaian diri atau adjustment. Tetapi
apabila seseorang tersebut tidak dapat atau tidak bisa menyesuaikan diri dikatakan kesehatan
mentalnya terganggu atau diragukan.19

19
Zakiah Daradjat, Islam dan Kesehatan Mental, (Jakarta: Gunung Agung, 1983), h. 10

Konsep Kesehatan Mental Perspektif Agama Islam | 43


Prinsip yang didasarkan atas hubungan manusia dengan Tuhan, meliputi:
o Stabilitas mental memerlukan seseorang mengembangkan kesadaran atas realitas
terbesar daripada dirinya yang menjadi tempat bergantung kepada setiap tindakan yang
fundamental.
o Kesehatan mental dan ketenangan hati memerlukan hubungan yang konstan antara
manusia dengan Tuhannya.

Konsep Kesehatan Mental Perspektif Agama Islam | 44


BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesehatan mental dalam kehidupan manusia merupakan masalah yang amat penting karena
menyangkut soal kualitas dan kebahagian manusia. Tanpa kesehatan yang baik orang tidak akan
mungkin mendapatkan kebahagian dan kualitas sumber daya manusia yang tinggi.

Agama tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Fitrah manusia sebagai makhluk
ciptaan Allah SWT ialah manusia diciptakan mempunyai naluri beragama yaitu agama tauhid.
Kalau ada manusia tidak beragama tauhid, maka tidak wajar, mereka tidak beragama tauhid itu
hanya karena pengaruh lingkungan.Hal itu karena yang bisa menjamin kebahagian manusia
tersebut adalah kejiwaan, kesehatan dan keberagamaan yang dimiliki manusia. Tiga faktor tersebut
sangat sejalan sekali dalam mencapai kebahagian hidup manusia didunia dan akhirat, karena
kebahagian yang harus dicapai itu tidak hanya kebahagian didunia melainkan juga kebahagian
diakhirat kelak.Islam memiliki konsep tersendiri dan khas tentang kesehatan mental. Pandangan
islam tentang kesehatan jiwa berdasarkan atas prinsip keagamaan dan pemikiran falsafat yang
terdapat dalam ajaran-ajaran islam.
Al-Quran berfungsi sebagai asySyifa atau obat untuk menyembuhkan penyakit fisik
maupun rohani. Dalam Al-Quran banyak sekali yang menjelaskan tentang kesehatan. Ketenangan
jiwa dapat dicapai dengan zikir (mengingat) Allah. Rasa taqwa dan perbuatan baik adalah metode
pencegahan dari rasa takut dan sedih.
Terdapat tiga pola yang mengungkapkan metode pemerolehan dan pemeliharaan kesehatan
mental dalam perspektif Islam: Pertama, metode tahali, takhalli, dan tajalli; Kedua, metode
syariah, thariqah, haqiqah dan ma’rifat; dan ketiga, metode iman, Islam dan ihsan. Sebuah hadits
menunjukkan tiga metode yang mengungkapkan metode pemerolehan dan pemeliharaan
kesehatan mental yaitu: 1) metode iman yang; 2) metode Islam; 3) metode ihsan.

B. Saran
Demikian makalah yang saya susun, semoga dapat memberikan manfaat bagi penulis
khususnya dan bagi pembaca umumnya. Penyusun menyadari bahwa makalah ini jauh dari
kesempurnaan, maka dari itu saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan makalah ini.

Konsep Kesehatan Mental Perspektif Agama Islam | 45


DAFTAR PUSTAKA
Referensi Buku

Bastaman, H. D. 1995. Integrasi psikologi dengan Islam, menuju psikologi Islami. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.

Daradjat, Zakiah. 1982. Islam dan kesehatan mental. Jakarta: PT Gunung Agung.

Jaya, Yahya. 1994. Spiritualisasi Islam : Dalam Menumbuhkembangkan Kepribadian dan


Kesehatan Jiwa. Jakarta : CV. Ruhama.

Jaya, Yahya. 1995. Peranan Taubat dan Maaf Dalam Kesehatan Mental, Jakarta: CV Ruhama.

Notosoedirdjo & Latipun, 2005. Kesehatan Mental, Konsep dan Penerapan, Jakarta: EGC.

Sy. Dt. Parpatih. 2011. Suluk dan Kesehatan Mental. Padang: Hafya Press.

Mujib, Abdul. 2002. Nuansa-nuansa psikologi Islam.Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

El Quusiy, Abdul Aziz. Diterjemahan oleh Zakia Drajat. 1974. Pokok-Pokok Kesehatan
Jiwa/Mental

Referensi Jurnal

Firmansyah, MA. 2017. PemikiranKesehatan Mental Islami Dalam Pendidikan Islam. Jurnal
Analytica Islamica. 6(1) : 24-31

Dr. Phil. 2015. Qurotul Uyun, S. Psi. M. Si. Kesehatan Jiwa Menurut Paradigma Islam (Kajian
Berdasarkan Al Quran Dan Hadist).

Purmansyah Ariadi. 2013. Kesehatan Mental dalam Perspektif Islam. Jurnal Kedokteran dan
Kesehatan. 3(2) : 120-121

Referensi Internet / Web

http://update-makalah.blogspot.com/2015/12/pandangan-islam-terhadap-kesehatan-psikologi-
agama.html

http://indrawr25.blogspot.com/2013/10/kesehatan-mental-dalam-perspektif-islam.html

http://madanionline.org/prinsip-dalam-kesehatan-mental/

http://tapsikusuka.blogspot.com/2013/06/kesehatan-mental-dalam-perspektif-islam.html

Konsep Kesehatan Mental Perspektif Agama Islam | 46

Anda mungkin juga menyukai