Anda di halaman 1dari 7

GIZI BURUK

I. Sasaran
Sasaran dalam konseling Gizi Buruk adalah individu baik ibu hamil, ibu
menyusui, maupun balita.

II. Materi
A. Wawasan Gizi Buruk
Gizi kurang dan gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang
kekurangan nutrisi, atau nutrisinya dibawah rata-rata. Gizi kurang adalah
kekurangan bahan-bahan nutrisi seperti protein, karbohidrat, lemak, dan vitamin
yang dibutuhkan oleh tubuh (Krisnansari, 2010). Cara menilai status gizi dapat
dilakukan dengan pengukuran antropometri, klinik, biokimia dan biofisik.
Pengukuran antropometri dapat dilakukan dengan beberapa macam pengukuran
yaitu pengukuran berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, dan sebagainya.
Dari beberapa pengukuran tersebut, pengukuran Berat Badan (BB) sesuai Tinggi
Badan (TB) merupakan salah satu pengukuran antropometri yang baik dengan
mengadopsi acuan Harvard dan World Health Organization–National Center For
Health Statistics (Yetty Nency, et al., 2005). Gizi buruk biasanya terjadi pada anak
balita dibawah usia 5 (lima) tahun.
Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi
menahun. Anak balita usia 12-59 bulan merupakan kelompok umur yang rawan
terhadap gangguan kesehatan dan gizi. Pada usia ini kebutuhan mereka meningkat,
sedangkan mereka tidak bisa meminta dan mencari makan sendiri dan seringkali
pada usia ini tidak lagi diperhatikan dan pengurusannya diserahkan kepada orang
lain sehingga risiko gizi buruk akan semakin besar. Anak yang gizi buruk akan
mengalami penurunan daya tahan tubuh sehingga anak rentan terhadap penyakit
infeksi (Arisman, 2008). Gizi kurang dan gizi buruk secara patofisiologi pada anak
balita (12-59 bulan) adalah mengalami kekurangan energi protein, anemia gizi besi,
gangguan akibat kekurangan iodium. Kekurangan sumber dari empat diatas pada
anak balita dapat menghambat pertumbuhan, mengurangi daya tahan tubuh
sehingga rentan terhadap penyakit infeksi, mengakibatkan rendahnya tingkat
kecerdasan, penurunan kemampuan fisik, gangguan pertumbuhan jasmani dan
mental, stunting, kebutaan serta kematian pada anak balita (Rahma Faiza, 2007).
B. Faktor Penyebab Gizi Buruk
Faktor penyebab gizi buruk dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu penyebab
langsung dan penyebab tidak langsung. Penyebab langsung gizi buruk meliputi
kurangnya jumlah dan kualitas makanan yang dikonsumsi dan menderita penyakit
infeksi, sedangkan penyebab tidak langsung gizi buruk yaitu ketersediaan pangan
rumah tangga, kemiskinan, pola asuh yang kurang memadai dan pendidikan yang
rendah.
 Faktor konsumsi makanan merupakan kejadian gizi buruk pada balita. Hal ini
disebabkan karena makanan yang tidak memenuhi jumlah dan komposisi zat
gizi yang memenuhi syarat gizi seimbang yaitu beragam, sesuai kebutuhan,
bersih dan aman sehingga akan berakibat secara langsung terhadap
pertumbuhan dan perkembangan balita.
 Faktor penyakit infeksi berkaitan dengan tingginya kejadian penyakit menular
terutama diare, cacingan dan penyakit pernapasan akut (ISPA).
 Faktor kemiskinan sering disebut sebagai akar dari kekurangan gizi, yang mana
faktor ini erat kaitannya terhadap daya beli pangan di rumah tangga sehingga
berdampak terhadap pemenuhan zat gizi.
 Riwayat berat badan lahir rendah (BBLR) juga merupakan faktor yang dapat
berpengaruh terhadap kejadian gizi buruk. Hal ini dikarenakan bayi yang
mengalami BBLR akan mengalami komplikasi penyakit karena kurang
matangnya organ, menyebabkan gangguan pertumbuhan fisik dan gangguan
gizi saat balita.
 Faktor pendidikan Ibu erat kaitannya dengan pengetahuan Ibu mengenai gizi
sehingga akan berakibat terhadap buruknya pola asuh balita. Berdasarkan Profil
Kesehatan Indonesia Tahun 2015, sebanyak 26.518 Balita mengalami gizi
buruk dengan prevalensi gizi buruk sebanyak 3,8% di Indonesia.
Status gizi buruk pada balita dapat menimbulkan pengaruh yang dapat
menghambat pertumbuhan fisik, mental maupun kemampuan berpikir. Balita yang
menderita gizi buruk dapat mengalami penurunan kecerdasan (IQ) hingga sepuluh
persen. Dampak paling buruk dari gizi buruk yaitu kematian pada umur yang
sangat dini.
C. Dampak Gizi Buruk
1. KEP (Kekurangan Energi Protein)
Penyakit KEP merupakan salah satu dampak dari gizi buruk. KEP diberi
nama secara internasional yakni Calory Protein Malnutrition (CPM), dan
kemudian diganti dengan istilah Protein Eenergy Malnutrition (PEM). Penyakit
ini mulai banyak diselidiki di Afrika, dan di benua tersebut KEP dikenal
dengan nama lokal kwashiorokhor yang berarti penyakit rambut merah.
Masyarakat ditempat tersebut menganggap kwashiorkhor sebagai kondisi yang
biasa terdapat pada anak kecil yang sudah mendapat adik. Kwashiorkhor
dikenal dalam dunia medis/kedokteran oleh Chicely Williams pada tahun 1933.
Kwashirkhor adalah nama penyakit yang diberikan terhadap suku Ga dan
terhadap penduduk kota Akra ibukota Gana. Kwashiorkhor merupakan
“penyakit yang di derita bayi yang berhenti menyusu dikarenakan ibunya
melahirkan lagi”. Hal ini mengindikasikan bahwa Kwashiorkhor merupakan
keadaan yang terjadi akibat pengabaian seorang ibu dalam kewajibannya
menyusui. Chicely Williams mencatat adanya kejadian yang sama di Jerman
tahun 1906, Indo-Cina tahun 1924, Meksiko tahun 1926, dan Afrika Timur
tahun 1928.
Pendapat tersebut dikalangan Indonesia pun terdapat dikalangan para ibu
dan masyarakat yang kurang mampu ekonominya. Kondisi anak dengan gejala
KEP ini dianggap ‘biasa’ yang terjadi pada anak kecil dan sudah punya adik.
Terminologi yang digunakan oleh masyarakat kita ialah kondisi “kesundulan”,
artinya terdolong lagi oleh kepala adiknya yang telah muncul dilahirkan.
Marasmus sebagai salah satu bentuk dari KEP diakibatkan karena
defisiensi energi dan zat gizi, sedangkan kwashiorkhor lebih disebabkan karena
defisiensi protein. Hepatomegali (pembesaran hepar) yang terjadi pada
penderita KEP terlihat oleh para ibu di Indonesia sebagai pembuncitan perut.
Setalah itu, pengertian KEP baru dikenal dan diterima bahwa anak yang
perutnya buncit itu kemungkinan besar disebabkan oleh karena menderita KEP.
Namun demikian, pengertian yang bisa diberikan untuk keadaan kurang gizi
yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan
sehari-hari sehingga tidak memenuhi kecukupan yang dianjurkan.
Marasmus berasal dari bahasa Yunani yang artinya membuang. Istilah
marasmus sudah digunakan didalam literatur kedokteran sejak kedokteran ada.
Marasmus yang terjadi pada balita ekuivalen dengan busung lapar pada orang
dewasa, artinya pada balita marasmus ditandai dengan gejala klinis tertentu,
sedangkan pada orang dewasa marasmus ditandai dengan busung lapar.
Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, dengan
menggunakan survei potong lintang kerangka sampel Blok Sensus (BS)
Susenas bulan Maret 2018 dari BPS menyebutkan bahwa di Indonesia terdapat
balita yang menderita penyakit gizi kurang dan gizi buruk sebanyak 17,7 %,
kasus ini lebih sedikit dibandingkan dengan kasus gizi kurang dan gizi buruk
pada tahun 2013 yaitu sebanyak 19,6%. Pada tahun 2013 provinsi yang paling
tinggi terserang gizi buruk dan gizi kurang yaitu provinsi Papua barat dan
provinsi Nusa Tenggara Timur. Namun pada tahun 2018, provinsi yang
tertinggi yang terserang gizi buruk dan gizi kurang yaitu provinsi Nusa
Tenggara Timur. Hal tersebut di ukur dengan menggunakan indikator berat
badan menurut umur (BB/U).
2. GAKY (Gangguan Kekurangan Yodium)
Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) di Indonesia
merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang serius mengingat
dampaknya sangat besar terhadap kelangsungan hidup dan kualitas sumber
daya manusia. Selain berupa pembesaran kelenjar gondok dan hipotiroidi,
kekurangan yodium jika terjadi pada wanita hamil mempunyai resiko
terjadinya abortus, lahir mati, sampai cacat bawaan pada bayi yang lahir
berupa gangguan perkembangan syaraf, mental dan fisik yang disebut kretin.
Semua gangguan ini dapat berakibat pada rendahnya prestasi belajar anak usia
sekolah, rendahnya produktifitas kerja pada orang dewasa serta timbulnya
berbagai permasalahan sosial ekonomi masyarakat yang dapat menghambat
pembangunan. Dari sejumlah 20 juta penduduk Indonesia yang menderita
gondok diperkirakan dapat kehilangan 140 juta angka kecerdasan.
Gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY) merupakan sekumpulan
gejala yang timbul karena tubuh seseorang kekurangan unsur iodium secara
terus menerus dalam jangka waktu lama. Iodium adalah unsur kimia
(mikronutrien) yang diperlukan untuk sintesis hormon thyroid.
Defisiensi iodium berat menyebabkan gangguan sintesis hormon
thyroid dan/atau pembesaran kelenjar thyroid (goiter). Defisiensi iodium yang
menyerang populasi masyarakat, disebut iodium deficiency disorder (IDD)
atau gangguan akibat kekurangan iodium (GAKI), menyebabkan goiter
endemik, hipothyroidisme, kretinisme, penurunan kesuburan, peningkatan
mortalitas bayi dan retardasi mental.
D. Tanda dan Gejala Gizi Buruk
Tanda dan gejala pada anak yang kurang gizi dapat dilihat sebagai berikut:
1. Mengalami kegagalan dalam pertumbuhannya. Kegagalan pertumbuhan ini
dapat dilihat dari berat badan, tinggi badan, atau keduanya yang tidak sesuai
dengan umurnya. Sehingga, biasanya anak kurang gizi mempunyai tubuh yang
kurus, atau pendek, atau kurus-pendek.
2. Anak sangat mudah untuk marah, terlihat lesu, dan dapat menangis berlebihan.
Anak juga mengalami kecemasan dan kurang perhatian terhadap lingkungan
sekitar.
3. Kulit dan rambut anak kering, bahkan rambut anak rontok.
4. Kehilangan kekuatan ototnya.
Jika anak mengalami kekurangan energi protein (KEP), maka tanda-tanda yang
ditunjukkan anak bisa lebih buruk lagi. Terdapat dua jenis kekurangan energi
protein, yaitu marasmus dan kwashiorkor.
Pada marasmus, anak akan menunjukkan tanda seperti penurunan berat badan
yang sangat jelas (berat badan anak sangat rendah kurang dari 60% dari berat
badan anak seusianya), terjadi pengecilan otot pada anak, kulit kering dan hanya
terdapat sedikit atau bahkan tidak ada lemak di bawah kulit, dan rambut anak tipis
dan mudah rontok. Marasmus pun memiliki gejala dan gejalanya cukup bervariasi
ditentukan oleh tingkat keparahan kondisi marasmus itu sendiri dan juga
tergantung pada penyebab infeksi. Setelah mengenali penyebabnya, penting juga
untuk kemudian mengenali apa saja yang menjadi gejala marasmus supaya sang
anak bisa diselamatkan.
Sedangkan kwashiorkor dapat menunjukkan tanda-tanda, seperti rambut
berubah warna menjadi kemerahan atau pirang, kulit kering dan kusam, tidak atau
kurang nafsu makan, perut buncit, serta kaki bengkak. Tanda-tanda ini muncul
karena anak mengalami kekurangan zat gizi penting
E. Cara Penanggulangan Gizi Buruk
Peran orangtua dangat dibutuhka dalam upaya memenuhi kebutuhan gizi anak.
Karena anak sedang dalam masa pertumbuhan, jadi kebutuhan gizinya cukup
tinggi. Memberikan selalu anak makanan dengan gizi seimbang yang terdiri dari
empat kelompok makanan utama, yaitu:
1. Buah-buahan dan sayuran, setidaknya berikan anak 5 porsi per hari
2. Makanan sumber karbohidrat, yaitu nasi, kentang, roti, pasta, dan sereal
3. Makanan sumber protein, yaitu daging, telur, ayam, ikan, kacang-kacangan dan
produknya
4. Susu dan produk susu, seperti keju dan yogurt
Tidak lupa untuk selalu menjaga kesehatan anak serta memantau pertumbuhan
dan perkembangannya. Rajin atau rutin membawa anak ke Posyandu, Puskesmas,
atau klinik setiap bulan untuk melakukan penimbangan. Imunisasi lengkap pada
anak dapat meningkatkan kekebalan tubuh anak sehingga anak terhindar dari
penyakit infeksi.
III. Media

Media yang digunakan dalam konseling Gizi Buruk adalah Leaflet. Leaflet adalah
salah satu bentuk publikasi singkat yang maan biasanya berbentuk selebaran yang
berisi keterangan atau informasi tentang sebuah perusahaan, produk, organisasi,
dan bentuk layanan lainnyayang perlu diketahui oleh khalayak umum

IV. Daftar Pustaka

Arisman M, 2008. Buku Ajar Ilmu Gizi Gizi Dalam Daur Kehidupan Jakarta. Penerbit
buku kedokteran (EGC).

Kementerian Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2015.

Krisnansari D, (2010). Nutrisi dan Gizi Buruk, Journal Mandala of Health vol. 4
No.1 : 60-68.

Rahma Faiza, (2007). Faktor Risiko Kejadian Gizi Buruk Pada Balita (12-59) Di
Wilayah Kerja Puskesmas Andalas Timur Kota Padang. Padang.

Wirjadmadi, Bambang. 2012. Pengantar Gizi Masyarakat. Jakarta: Kencana Prenada


Media Group.

Yetty Nency et al, (2005). Gizi Buruk, Ancaman Generasi Yang Hilang. Vol 5
No.17:1-4
http://www.depkes.go.id/resources/download/infoterkini/materi_rakorpop_2018/Hasil
%20Riskesdas%202018.pdf ( Di akses pada tanggal 11 Februari 2019)

https://halosehat.com/penyakit/kekurangan-gizi/marasmus(Di akses pada tanggal 11


Februari 2019)

http://ejournal.poltekkes-pontianak.ac.id/index.php/JVK/article/viewFile/27/21(Di
akses pada tanggal 11 Februari 2019)

https://media.neliti.com/media/publications/163271-ID-faktor-faktor-yang-
berhubungan-dengan-st.pdf ( Di akses pada tanggal 11 Februari 2019)

https://hellosehat.com/parenting/nutrisi-anak/tanda-tanda-anak-kurang-gizi/ (Di akses


pada tanggal 11 Februari 2019)

Anda mungkin juga menyukai