Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Congestive Hearth Failure (CHF) atau yang biasa disebut gagal jantung kongestif
merupakan satu-satunya penyakit kardiovaskuler yang terus meningkat insiden dan
prevalensinya. Risiko kematian akibat gagal jantung berkisar antara 5-10% pertahun pada
gagal jantung ringan yang akan meningkat menjadi 30-40% pada gagal jantung berat. Selain
itu, gagal jantung merupakan penyakit yang paling sering memerlukan perawatan ulang di
rumah sakit (readmission) meskipun pengobatan rawat jalan telah diberikan secara optimal
(R. Miftah Suryadipraja 2005).
CHF adalah suatu keadaan patofisiologik di mana jantung sebagai pompa tidak
mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan. Ciri-ciri yang penting dari
definisi ini adalah pertama, definisi gagal adalah relatif terhadap kebutuhan metabolik, dan
kedua, penekanan arti gagal jantung ditujukan pada fungsi pompa jantung secara
keseluruhan. Istilah gagal miokardium ditujukan spesifik pada fungsi miokardium ; umumnya
mengakibatkan gagal jantung, tetapi mekanisme kompensantorik sirkulasi dapat menunda
atau bahkan mencegah perkembangannya menjadi gagal jantung dalam fungsi
pompanya.(Smeltzer & Bare, 2002)
Penyebab dari CHF adalah myocardial infark, hipertensi sistemik, dan stenosis
pulmoner. Pada pasien dengan CHF dianjurkan untuk berolah raga secara teratur yang
diselingi dengan istirahat yang cukup (tidak bekerja berlebihan) dan sebaiknya menghindari
kemarahan emosional.
Dengan adanya makalah ini penulis berusaha menggambarkan tentang penyakit CHF
sehingga dapat dilakukan tindakan pengobatan secara dini bila didapatkan gejala-gejala CHF
seperti jantung berdebar-debar, cepat lelah, sesak napas dan keinginan berkemih pada malam
hari.
Peran perawat yang dilakukan untuk menurunkan angka kejadian dengan memberikan
penyuluhan CHF kepada masyarakat. Dengan demikian diharapkan masyarakat dapat
melakukan tindakan pencegahan atau mengurangi resiko timbulnya CHF.

1
B. TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Mengetahui tentang proses penyakit dan pencegahannya.
2. Agar dapat memberikan asuhan keperawatan yang tepat bagi pasien yang
menderita CHF.

C. METODE PENULISAN
Studi kepustakaan yakni dengan mempelajari dari literatur yang berhubungan dengan
CHF.

D. SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan makalah ini diawali dengan kata pengantar, daftar isi yang
dilanjutkan dengan Bab I tentang pendahuluan yang berisi latar belakang, tujuan
penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan. Bab II mengenai tinjauan teoritis
yang berisi konsep medik, konsep asuhan keperawatan dan patoflowdiagram. Bab III
Asuhan keperawatan dan diakhiri dengan daftar pustaka.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. KONSEP DASAR MEDIK


1. DEFINISI CHF
Gagal jantung adalah keadaan patofisiologik di mana jantung sebagai pompa tidak
mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan. Ciri-ciri yang penting
dari definisi ini adalah pertama, definisi gagal adalah relatif terhadap kebutuhan
metabolik, dan kedua, penekanan arti gagal jantung ditujukan pada fungsi pompa jantung
secara keseluruhan. Istilah gagal miokardium ditujukan spesifik pada fungsi miokardium ;
umumnya mengakibatkan gagal jantung, tetapi mekanisme kompensantorik sirkulasi
dapat menunda atau bahkan mencegah perkembangannya menjadi gagal jantung dalam
fungsi pompanya.(Smeltzer & Bare, 2002)
Istilah gagal sirkulasi lebih bersifat umum dari pada gagal jantung. Gagal sirkulasi
menunjukkan ketidakmampuan dari sistem kardiovaskuler untuk melakukan perfusi
jaringan dengan memadai. Definisi ini mencakup segala kelainan dari sirkulasi yang
mengakibatkan perfusi jaringan yang tidak memadai, termasuk perubahan dalam volume
darah, tonus vaskuler, dan jantung. Gagal jantung kongestif adalah suatu keadaan dimana
terjadi bendungan sirkulasi akibat gagal jantung dan mekanisme kompensatoriknya.
Gagal jantung kongestif perlu dibedakan dengan istilah yang lebih umum yaitu gagal
sirkulasi, yang hanya berarti kelebihan beban sirkulasi akibat bertambahnya volume darah
pada gagal jantung atau sebab-sebab di luar jantung, seperti transfusi yang berlebihan
atau anuria.
Gagal jantung kongestif (CHF) adalah sindroma yang terjadi bila jantung tidak
mampu memompa darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolic dan
oksigenasi jantung. (Carpenito, 1999)

2. ANATOMI JANTUNG
Jantung terletak di dalam rongga mediastinum dari rongga dada (toraks), diantara
kedua paru. Selaput yang mengitari jantung disebut perikardium, yang terdiri atas 2
lapisan:
a. Perikardium parietalis, yaitu lapisan luar yang melekat pada tulang dada dan
selaput paru.

3
b. Perikardium viseralis, yaitu lapisan permukaan dari jantung itu sendiri, yang juga
disebut epikardium.
Diantara kedua lapisan selaput tersebut, terdapat sedikit cairan pelumas yang
berfungsi mengurangi gesekan yang timbul akibat gerak jantung saat memompa.
Cairan ini disebut cairan perikardium.
A. Struktur Jantung
Dinding jantung terdiri dari 3 lapisan, yakni:
1. Lapisan luar disebut epikardium atau perikardium viseralis.
2. Lapisan tengah merupakan lapisan berotot, disebut miokardium.
3. Lapisan dalam disebut endokardium.
B. Ruang-ruang Jantung
Jantung terdiri atas empat ruang, yaitu dua ruang yang berdinding tipis disebut
atrium (serambi), dan dua ruang yang berdinding tebal disebut ventrikel (bilik).
1. Atrium
a. Atrium kanan berfungsi sebagai penampungan (reservoir) darah yang rendah
oksigen dari seluruh tubuh. Darah tersebut mengalir melalui vena kava superior,
vena kava inferior, serta sinus koronarius yang berasal dari jantung sendiri.
Kemudian darah dipompakan ke ventrikel kanan dan selanjutnya ke paru.
b. Atrium kiri menerima darah yang kaya oksigen dari kedua paru melalui 4 buah
vena pulmonalis. Kemudian darah mengalir ke ventrikel kiri, dan selanjutnya ke
seluruh tubuh melalui aorta. Kedua atrium tersebut dipisahkan oleh sekat, yang
disebut septum atrium.
2. Ventrikel
Permukaan dalam ventrikel memperlihatkan alur-alur otot yang disebut
trabekula. Beberapa alur tampak menonjol, yang disebut muskulus papilaris.
Ujung muskulus papilaris dihubungkan dengan tepi daun katup atrioventrikuler
oleh serat-serat yang disebut korda tendinae.
a. Ventrikel kanan- menerima darah dari atrium kanan dan dipompakan ke paru-
paru melalui arteri pulmonalis.
b. Ventrikel kiri - menerima darah dari atrium kiri dan dipompakan ke seluruh
tubuh melalui aorta.
Kedua ventrikel ini dipisahkan oleh sekat yang disebut septum ventrikel.

4
C. Katup-katup Jantung
1. Katup atrioventrikuler
Oleh karena letaknya antara atrium dan ventrikel, maka disebut katup atrio-
ventrikuler. Katup yang terletak di antara atrium kanan dan ventrikel kanan
mempunyai tiga buah daun katup, disebut katup trikuspid. Sedangkan katup
yang letaknya di antara atrium kiri dan ventrikel kiri mempunyai dua buah daun
katup, disebut katup mitral. Katup atrioventrikuler memungkinkan darah
mengalir dari masing-masing atrium ke ventrikel pada fase diastol ventrikel, dan
mencegah aliran balik pada saat sistol ventrikel (kontraksi).
2. Katup semilunar
Katup pulmonal terletak pada arteri pulmonalis, memisahkan pembuluh ini dari
ventrikel kanan. Katup aorta terletak antara ventrikel kiri dan aorta. Kedua
katup semilunar ini mempunyai bentuk yang sama, terdiri dari 3 daun katup
yang simetris disertai penonjolan menyerupai corong yang dikaitkan dengan
sebuah cincin serabut. Adanya katup semilunar memungkinkan darah mengalir
dari masing-masing ventrikel ke arteri pulmonalis atau aorta selama sistol
ventrikel, dan mencegah aliran balik waktu diastol ventrikel. Pembukaan katup
terjadi pada waktu masing-masing ventrikel berkontraksi, dimana tekanan
ventrikel lebih tinggi dari pada tekanan di dalam pembuluh-pembuluh arteri. Di
sebelah atas daun katup aorta terdapat tiga buah penonjolan dinding aorta, yang
disebut “Sinus Valsava“. Muara arteri koronaria terletak pada tonjolan-tonjolan
ini, sinus-sinus tersebut berfungsi melindungi muara koroner dari penyumbatan
oleh daun katup pada waktu aorta terbuka.

5
D. Arteri Koroner
Arteri koroner adalah cabang pertama dari sirkulasi sistemik. Sirkulasi koroner terdiri
dari: arteri koroner kanan dan arteri koroner kiri.
Arteri koroner kiri (Left Main Coronary Artery - LMCA)
Mempunyai 2 cabang besar, yaitu: ramus desenden anterior (Left Anterior
Descendence - LAD) dan ramus sirkumpleks (Left Circumflex - LCx). Arteri ini
melingkari jantung dalam dua lekuk anatomis eksterna, yaitu: sulkus atrio ventrikuler
yang melingkari jantung di antara atrium dan ventrikuler, dan sulkus interventrikuler yang
memisahkan kedua ventrikuler. Pertemuan kedua lekuk ini di bagian permukaan posterior
jantung merupakan suatu bagian yang kritis dipandang dari sudut anatomis. Tempat ini
dikenal dengan sebutan kruks jantung, dan merupakan salah satu bagian terpenting dari
jantung. Nodus Atrio Ventrikuler (Atrio Ventricular Node - AVN) berlokasi pada titik
pertemuan ini, dan pembuluh darah yang melewati kruks tersebut merupakan pembuluh
yang memasok nutrisi untuk AVN. Istilah dominasi kanan dan dominasi kiri sebenarnya
menggambarkan apakah arteri koroner kanan atau kiri yang melewati kruks tersebut.
Arteri koronaria kiri bercabang segera sesudah meninggalkan pangkalnya di aorta.
Ramus sirkumfleks berjalan disisi kiri jantung di sulkus atrioventrikuler kiri. Perjalanan
secara berkeliling ini sesuai dengan sebutan dan fungsinya sebagai pembuluh sirkum-
fleks. Demikian juga sebutan ramus desenden anterior, yang menyatakan jalan anatomis
dari cabang arteri tersebut. Arteri tersebut terdapat di sebelah depan kiri dan turun ke
bagian bawah permukaan jantung melalui sulkus interventrikuler sebelah depan.
Kemudian melintasi apeks jantung, berbalik arah dan terus mengarah ke atas sepanjang

6
permukaan bawah dari sulkus interventrikuler untuk bersatu di bagian distal dengan
cabang arteri koroner kanan. Jalur-jalur anatomis ini menghasilkan suatu hubungan antara
arteri koroner dan penyediaan nutrisi otot jantung.
Arteri koroner kanan berjalan ke sisi kanan jantung, pada sulkus atrio ventrikuler
kanan. Pada dasarnya arteri koronaria kanan memberi makan pada atrium kanan,
ventrikel kanan dan dinding sebelah dalam dari ventrikel kiri. Ramus sirkumfleks
memberi nutrisi pada atrium kiri dan dinding samping serta bawah dari ventrikel kiri.
Ramus desenden arterior memberi nutrisi pada dinding depan ventrikel kiri yang masif.
Meskipun nodus SA (Sino Atrial Node SAN) letaknya di atrium kanan, tetapi hanya 55%
kebutuhan nutrisinya dipasok oleh arteri koronaria kanan, sedang 42% lainnya dipasok
oleh cabang arteri sirkumfleks kiri.
E. Vena Jantung
Distribusi vena koroner sesungguhnya paralel dengan distribusi arteri koroner.
Sistem vena jantung mempunyai tiga bagian, yaitu:
1. Vena tebesian merupakan sistem yang terkecil, menyalurkan sebagian darah dari
miokardium atrium kanan dan ventrikel kanan.
2. Vena kardiaka anterior mempunyai fungsi yang cukup berarti, mengosongkan sebagian
besar isi vena ventrikel langsung ke atrium kanan.
3. Sinus koronarius dan cabangnya, merupakan sistem vena yang paling besar dan paling
penting; berfungsi menyalurkan pengembalian darah vena miokard ke dalam atrium
kanan melalui ostium sinus koronarius yang bermuara di samping vena kava inferior.
F. Fungsi Sistem Kardiovaskuler
Arteri
1. Arteri
Berfungsi untuk tranportasi darah dengan tekanan yang tinggi ke jaringan-jaringan.
Karena itu sistem arteri mempunyai dinding yang kuat, dan darah mengalir dengan
cepat menuju jaringan. Dinding aorta dan arteri relatif mengandung banyak jaringan
elastis. Dinding tersebut teregang waktu sistol dan mengadakan rekoil pada saat
diastol.
2. Arteriol
Adalah cabang-cabang paling ujung dari sistem arteri, berfungsi sebagai katup
pengontrol untuk mengatur pengaliran darah ke kapiler. Arteriol juga mempunyai
dinding yang kuat. Arteriol mampu konstriksi/ menyempit secara komplit atau

7
dilatasi/ melebar sampai beberapa kali ukuran normal, sehingga dapat mengatur aliran
darah ke kapiler.
Dinding arteriol mengandung sedikit jaringan elastis dan lebih banyak otot
polos. Otot ini di persarafi oleh serabut saraf kolinergik yang fungsinya vasodilatasi.
Arteriol merupakan penentu utama resistensi/ tahanan aliran darah, perubahan kecil
pada diameternya menyebabkan perubahan yang besar terhadap resistensi perifer.
Nutrisi untuk nodus AV dipasok oleh arteri yang melintasi kruks, yakni 90% dari
arteri koroner kanan dan 10% dari arteri sirkumfleks.
3. Kapiler
Berfungsi sebagai tempat pertukaran cairan dan nutrisi antara darah dan ruang
interstitial. Untuk peran ini kapiler dilengkapi dinding yang sangat tipis dan
permeabel terhadap subtansi-subtansi bermolekul halus.
G. Venul dan Vena
1. Venul
Dinding venul hanya sedikit lebih tebal daripada dinding kapiler. Venul berfungsi
menampung darah dari kapiler dan secara bertahap bergabung kedalam vena yang
lebih besar.
2. Vena
Berfungsi sebagai jalur transportasi darah dari jaringan kembali ke jantung. Karena
tekanan dalam sistem vena rendah (0 – 5 mmHg), maka dinding vena tipis namun
berotot dan ini memungkinkan vena berkontraksi sehingga mempunyai kemampuan
untuk menyimpan atau menampung darah sesuai kebutuhan tubuh.
Tabel 1. Sifat berbagai pembuluh darah manusia
Tebal Diameter Luas
dinding lumen penampang
Aorta 2 mm 2,5 cm 4,5 cm
Arteri 1 mm 0,4 cm 20 cm
Arteriol 20 mikron 30 mikron 400 cm
Kapiler 1 mikron 5 mikron 4.500 cm
Venul 1 mikron 20 mikron 4.000 cm
Vein 0,5 mm 5 mm 40 cm
V kava 2,5 mm 3 cm 18 cm

Pembuluh-pembuluh darah tersebut membentuk lingkaran sirkulasi, yang mempunyai


perbedaan tebal dinding, besar rongga, dan luas diameter seperti yang terlihat pada

8
tabel 1 di atas. Lingkaran sirkulasi dapat dibagi atas dua bagian besar yaitu: sirkulasi
sistemik dan sirkulasi pulmonal.
H. Sirkulasi Sistemik
1. Mengalirkan darah ke berbagai organ.
2. Memenuhi kebutuhan organ yang berbeda.
3. Memerlukan tekanan permulaan yang besar.
4. Banyak mengalami tahanan.
5. Kolom hidrostatik panjang.
I. Sirkulasi Pulmonal
1. Hanya mengalirkan darah ke paru-paru
2. Hanya berfungsi untuk paru-paru
3. Mempunyai tekanan permulaan yang rendah
4. Hanya sedikit mengalami tahanan
5. Kolom hidrostatik panjang
J. Sirkulasi Koroner
Efisiensi jantung sebagai pompa tergantung dari nutrisi dan oksigenasi yang cukup
pada otot jantung. Sirkulasi koroner meliputi seluruh permukaan jantung dan membawa
oksigen untuk miokardium melalui cabang-cabang intra-miokardial yang kecil.
Aliran darah koroner meningkat pada:
1. Aktivitas.
2. Denyut jantung.
3. Rangsang sistem syaraf simpatis.
3. ETIOLOGI
Etiologi dari gagal jantung meliputi :
1. Kelainan Otot Jantung.
Gagal jantung paling sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, menye-
babkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab
kelainan fungsi otot mencakup aterosklerosis koroner, hipertensi arterial, dan penyakit
otot degeneratif atau inflamasi.
2. Aterosklerosis koroner
Aterosklerosis mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran
darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam
laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya
gagal jantung.
9
3. Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload)
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi
serabut otot jantung. Efek tersebut (hipertrofi miokard) dapat dianggap sebagai
mekanisme kompensasi karena akan meningkatkan kontraktilitas jantung. Tetapi
untuk alasan yang tidak jelas, hipertrofi otot jantung tadi tidak dapat berfungsi
secara normal, dan akhirnya akan terjadi gagal jantung.
4. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif
Keadaan ini berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung
merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
5.Penyakit jantung Lain.
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya tidak
secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme yang biasanya terlihat
mencakup gangguan aliran darah melalui jantung (mis., stenosis katup semiluner),
ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah (mis., tamponade perikardium,
perikarditas konstriktif, atau stenosis katup AV), atau pengosongan jantung
abnormal (mis., insufisiensi katup AV). Peningkatan mendadak afterload akibat
meningkatnya tekanan darah sistemik (hipertensi “Maligna”) dapat menyebabkan
gagal jantung meskipun tidak ada hipertropi miokardial.
6. Faktor Sistemik.
Terdapat sejumlah faktor yang berperan dalam perkembangan dan beratnya gagal
jantung. Meningkatnya laju metabolisme (mis: demam, tirotoksikosis), hipoksia, dan
anemia memerlukan peningkatan curah jantung untuk mcmenuhi kebutuhan oksigen
sistemik. Hipoksia atau anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung.
Asidosis (respiratorik atau metabolik) dan abnormalitas elektrolit dapat menurunkan
kontraktilitas jantung. Disritmia jantung yang dapat terjadi dengan sendirinya secara
sekunder akibat gagal jantung, menurunkan efisiensi keseluruhan fungsi jantung.
4. PATOFISIOLOGI
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan
kontraktilitas jantung yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah jantung
normal. Konsep curah jantung paling baik dijelaskan dengan persamaan CO = HR x SV
di mana curah jantung (CO: Cardiac output) adalah fungsi frekuensi jantung (HR: Heart
Rate) x Volume sekuncup (SV: Stroke Volume).
Frekuensi jantung adalah fungsi sistem saraf otonom. Bila curah jantung berkurang,
sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan curah
10
jantung. Bila mekanisme kompensasi ini gagal untuk mempertahankan perfusi jaringan
yang memadai, maka volume sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan diri untuk
mempertahankan curah jantung. Tetapi pada gagal jantung dengan masalah utama
kerusakan dan kekakuan serabut otot jantung, volume sekuncup berkurang dan curah
jantung normal masih dapat dipertahankan.
Volume sekuncup, jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi tergantung pada
tiga faktor : preload, kontraktilitas, dan afterload.
1. Preload adalah sinonim dengan hukum Starling pada jantung yang menyatakan bahwa
jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung dengan tekanan yang
ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung.
2. Kontraktilitas mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat
sel dan berhubungan dengan perubahan panjung serabut jantung dan kadar kalsium.
3. Afterload mengacu pada besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk
memompa darah melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan
arteriole.
Pada gagal jantung jika satu atau lebih dari ketiga faktor tersebut terganggu, hasilnya
curah jantung berkurang. Kemudahan dalam menentukan pengukuran hemodinamika
melalui prosedur pemantauan invasif telah mempermudah diagnosa gagal jantung
kongestif dan mempermudah penerapan terapi farmakologis yang efektif.
Hubungan Hipertensi dengan CHF
Pasien dengan Hipertensi terjadi peningkatan preload dan afterload. Serta adanya
faktor usia yang memperberat peningkatan tersebut, sehingga dapat menyebabkan
terjadinya penyempitan lumen pembuluh darah (atherosklerosis) yang mengakibatkan
retensi pembuluh darah meningkat. Dengan masa atau lamanya hipertensi tersebut
tentunya otot-otot miokardium mengalami kompensasi yaitu dengan meningkatnya
kontraktilitas, namun kontraktilitas otot jantung memiliki ambang tertentu dalam
berkompensasi, sehingga ketika darah masuk kedalam ventrikel kiri, terjadi peningkatan
afterload dan penurunan kontraktilitas otot jantung sehingga menyebabkan terjadinya
penuruan stroke volume darah tidak seluruhnya masuk keaorta, sehingga jumlah darah
yang diedarkan kejaringan pun kurang jumlahnya. Sementara itu darah yang berasal dari
vena pulmonalis masuk ke atrium kiri kemudian ke ventrikel kiri. Padahal di dalam
ventrikel kiri masih ada sisa darah yang tidak ikut diejeksikan oleh ventrikel selama fase
sistol ventrikel, sehingga akhirnya darah berkumpul semakin banyak, terjadi hipertrofi
miokard dan jantung gagal berkontraksi dengan baik, sehingga pada akhirnya darah akan
11
refluks atau terjadi bacward failure mengisi atrium kiri, kembali ke vena pulmonalis
kemudian akan membanjiri paru-paru, sehingga terjadilah edema paru.
5. TANDA DAN GEJALA
Gagal jantung menurut New York Heart Association terbagi atas 4 (empat) kelas
fungsional yaitu:
I. Timbul gejala sesak pada aktifitas fisik berat.
II. Timbul gejala sesak pada aktifitas sedang
III. Timbul gejala sesak pada aktifitas ringan
IV. Timbul gejala sesak pada aktifitas sangat ringan atau istirahat.
Berdasarkan disfungsi sistolik, gagal jantung dapat diklasifikasikan menjadi:
1. Gagal jantung kiri (Left Heart Failure)
Merupakan kegagalan memompa pada ventrikel kiri yang berakibat terjadinya
bendungan cairan di belakang ventrikel tersebut. Hal ini akan disertai kongesti
pulmonal pada infark ventrikel kiri, hipertensi, kelainan-kelainan pada katup aorta
dan mitral, yang selanjutnya terjadi gagal jantung sistolik atau ketidak mampuan
mengeluarkan darah.
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri, karena ventrikel kiri tidak
mampu memompa darah yang datang dari paru. Peningkatan tekanan dalam sirkulasi
paru menyebabkan cairan terdorong ke jaringan paru. Manifestasi klinis yang terjadi
meliputi dispnu, batuk, mudah lelah, denyut jantung cepat (takikardia)dengan bunyi
jantung S3, kecemasan dan kegelisahan.
Dispnu terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli yang mengganggu
pertukaran gas. Dispnu bahkan dapat terjadi saat istirahat atau dicetuskan oleh
gerakan yang minimal atau sedang. Dapat terjadi ortopnu, kesulitan bernapas saat
berbaring. Pasien yang mengalami ortopnu tidak akan mau berbaring, tetapi akan
menggunakan bantal agar bisa tegak di tempat tidur atau duduk di kursi, bahkan saat
tidur.
Beberapa pasien hanya mengalami ortopnu pada malam hari, suatu kondisi
yang dinamakan Paroxysmal Nokturnal Dispnea (PND). Hal ini terjadi bila pasien,
yang sebelumnya duduk lama dengan posisi kaki dan tangan di bawah, pergi
berbaring ke tempat tidur. Setelah beberapa jam cairan yang tertimbun di ekstremitas
yang sebelumnya berada di bawah mulai diabsorbsi, dan ventrikel kiri yang sudah
terganggu, tidak mampu mengosongkan peningkatan volume dengan adekuat.

12
Akibatnya, tekanan dalam sirkulasi paru meningkat dan lebih lanjut, cairan berpindah
ke alveoli.
Batuk yang berhubungan dengan gagal ventrikel kiri bisa kering dan tidak
produktif, tetapi yang tersering adalah batuk basah, yaitu batuk yang menghasilkan
sputum berbusa dalam jumlah banyak, yang kadang disertai bercak darah. Mudah
lelah terjadi akibat curah jantung yang kurang yang menghambat jaringan dari
sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme.
Juga terjadi akibat meningkatnya energi yang digunakan untuk bernapas dan insomnia
yang terjadi akibat distres pernapasan dan batuk
Kegelisahan dan kecemasan terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stres
akibat kesakitan bernapas dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan
baik. Begitu terjadi kecemasan, terjadi juga dispnu, pada gilirannya memperberat
kecemasan, menciptakan lingkaran setan.
Gejala lain yang mungkin terjadi adalah Cheyne Stokes, yaitu pola pernafasan
yang terdiri atas fase nafas dan fase berhenti. Fase nafas dimulai dengan respirasi
yang dangkal, makin lama makin dalam sampai mencapai puncak, kemudian
mendangkal lagi dan akhirnya berhenti beberapa lamanya.
2. Gagal Jantung Kanan (Right Heart Failure)
Apabila proses pada gagal jantung kiri berlangsung lama, maka cairan yang
terbendung akan terakumulasi secara sistemik, sehingga mempengaruhi aliran balik
darah vena ke jantung, selanjutnya akan ternjadi gagal jantung diastolik atau ketidak
mampuan pengisian darah.
Bila ventrikel kanan gagal, yang menonjol adalah kongesti visera dan jaringan
perifer. Hal ini terjadi karena sisi kanan jantung tidak mampu mengosongkan volume
darah dengan adekuat sehingga tidak dapat mengakomodasi semua darah yang secara
normal kernbali dari sirkulasi vena. Manifestasi klinis yang tampak meliputi edema
ekstremitas bawah (edema dependen), yang biasanya merupakan pitting edema,
pertambahan berat badan, hepatomegali (pembesaran hepar), distensi vena leher,
asites (penimbunan cairan di dalam rongga peritoneum), anoreksia dan mual, nokturia
dan lemah.
Edema dimulai pada kaki dan tumit (edema dependen) dan secara bertahap
bertambah ke atas tungkai dan paha dan akhirnya ke genital eksterna dan tubuh
bagian bawah. Edema sakral sering jarang terjadi pada pasien yang berbaring lama,
karena daerah sakral menjadi daerah yang dependen. Pitting edema, adalah edema
13
yang akan tetap cekung bahkan setelah penekanan ringan dengan ujung jari, baru jelas
terlihat setelah terjadi retensi cairan paling tidak sebanyak 4,5 kg (10 lb).
Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat
pembesaran vena di hepar. Bila proses ini berkembang, makan tekanan dalam
pembuluh portal meningkat sehingga cairan terdorong keluar rongga abdomen, suatu
kondisi yang dinamakan asites. Pengumpulan cairan dalam rongga abdomen ini dapat
menyebabkan tekanan pada diafragma dan distres pernapasan.
Anoreksia (hilangnya selera makan) dan mual terjadi akibat pembesaran vena
dan stasis vena di dalam rongga abdomen. Nokturia, atau rasa ingin kencing pada
malam hari, terjadi karena perfusi renal di dukung oleh posisi penderita pada saat
berbaring. Diuresis terjadi paling sering pada malam hari karena curah jantung akan
membaik dengan istirahat. Lemah yang menyertai gagal jantung sisi kanan
disebabkan karena menurunnya curah jantung, gangguan sirkulasi, dan pembuangan
produk sampah katabolisme yang tidak adekuat dari jaringan.

14
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA CHF

1. PENGKAJIAN
a. Identitas pasien
Nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan dll.
b. Riwayat Kesehatan
 Keluhan utama
Menanyakan tentang gangguan terpenting yang dirasakan klien sehingga ia perlu
pertolongan. Keluhan tersebut antara lain: sesak nafas, batuk lendir atau darah,
nyeri dada, pingsan, berdebar-debar, cepat lelah dsb.
 Riwayat penyakit sekarang
Menanyakan tentang perjalanan sejak timbul keluhan hingga klien meminta
pertolongan. Misalnya: sejak kapan keluhan dirasakan, berapa lama clan berapa
kali keluhan tersebut terjadi, dimana pertama kali keluhan timbul, apa yang
sedang dilakukan ketika keluhan ini terjadi, keadaan apa yang memperberat atau
memperingan keluhan, adakah usaha mengatasi keluhan ini sebelum meminta
pertolongan, berhasil atau tidakkah usaha tersebut, dsb.
Pengkajian RPS yang mendukung keluhan utama dilakukan dengan
mengajukan serangkaian pertanyaan mengenai kelemahan fisik klien secara
PQRST, yaitu :
Provoking Incident : Kelemahan fisik terjadi setelah melakukan aktivitas ringan
sampai berat, sesuai derajat gangguan pada jantung.
Quality of Pain : seperti apa keluhan kelemahan dalam melakukan aktivitas yang
dirasakan atau digambarkan klien. Biasanya setiap beraktivitas klien merasakan
sesak napas (dengan menggunakan alat atau otot bantu pernafasan).
Region : radiation, relief : Apakah kelemahan fisik bersifat lokal atau
memengaruhi keseluruhan sistem otot rangka dan apakah disertai
ketidakmampuan dalam melakukan pergerakan.
Severity (Scale) of Pain : Kaji rentang kemampuan klien dalam melakukan
aktivitas sehari-hari. Biasanya kemampuan klien dalam beraktivitas menurun
sesuai derajat gangguan perfusi yang dialami organ.

15
Time : Sifat mula timbulnya (onset), keluhan kelemahan beraktivitas biasanya
timbul perlahan. Lama timbulnya (durasi) kelemahan saat beraktivitas biasanya
setiap saat, baik saat istirahat maupun saat beraktivitas.
 Riwayat penyakit terdahulu
Menanyakan tentang penyakit-penyakit yang pernah dialami sebelumnya.
Misalnya: apakah klien pernah dirawat sebelumnya, dengan penyakit apa, apakah
pernah mengalami sakit yang berat, dsb.
 Riwayat keluarga
Menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh keluarga, serta bila ada
anggota keluarga yang meninggal, maka penyebab kematian juga ditanyakan.
 Riwayat pekerjaan
Menanyakan situasi tempat bekerja clan lingkungannya.
 Riwayat geografi
Menanyakan lingkungan tempat tinggalnya.
 Riwayat allergi
Menanyakan kemungkinan adanya allergi terhadap cuaca, makanan, debu clan
obat.
 Kebiasaan sosial
Menanyakan kebiasaan dalam pola hidup, misalnya minum alkohol, atau obat
tertentu.
 Kebiasaan merokok: menanyakan tentang kebiasaan merokok, sudah berapa lama,
berapa batang perhari dan jenis rokok.

c. Pola kesehatan fungsional (Gordon)


1. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
- Riwayat hipertensi
- Ketidakpatuhan terhadap diet
- Kebiasaan merokok
- Kebiasaan minum obat yang dibeli di warung.
2. Pola nutrisi metabolik
- Anoreksia
- Penurunan BB
- Mual, muntah.
3. Pola eliminasi
16
- Nokturia (urine berwarna gelap)
- Perubahan pola berkemih.
- Konstipasi
- Pola aktivitas dan latihan
- Fatigue
4. Penurunan toleransi beraktivitas.
- Sesak napas.
- Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari
- Nyeri dada dengan aktivitas.
- Gelisah, perubahan status mental mis : letargi, tanda vital berubah pada
aktivitas.
- Personal higiene menurun.
5. Pola tidur dan istirahat
- Gangguan pola tidur karena dyspnea dan nokturia.
- Paroxymal nokturia, dyspnea
6. Pola kognitif dan persepsi sensori
- Kurang pengetahuan tentang masalah dan perawatan.
- Pengenalan terhadap lingkungan sekitar, orientasi tempat dan waktu.
7. Pola persepsi dan konsep diri
- Gangguan body image, berhubungan dengan edema.
- Kecemasan.
8. Pola peran dan hubungan dengan sesama
Kesulitan memenuhi tanggung jawab karena fatigue.
9. Pola reproduksi dan seksual
Penurunan libido dan impotensi berhubungan dengan fatigue dan pengobatan.
10. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stres.
- Kecemasan b.d dyspnea.
- Kecemasan b.d penyakit kronis.
- Berduka karena kehilangan peran dan fungsi.
- Kesiapan menghadapi kematian.
11. Pola nilai/keyakinan yakni gambaran pola nilai- nilai, keyakinan termasuk
asfek spiritual), dan tujuan yg dapat mengarahkan menentukan
pilihan/keputusan serta kesiapan kematian
d. Pemeriksaan Fisik
17
Fokus pengkajian keperawatan untuk pasien gagal jantung ditujukan untuk
mengobservasi adanya tanda-tanda dan gejala kelebihan cairan paru dan tanda serta
gejala sistemik. Semua tanda yang mengarah kesana harus dicatat dan dilaporkan.
1) Pernapasan.
Paru harus diauskultasi dengan interval sesering mungkin untuk menentukan ada
atau tidak adanya krekel dan wheezing. Krekel terjadi oleh gerakan udara melalui
cairan, dan menunjukan terjadinya kongesti paru. Frekuensi dan dalamnya
pernapasan juga harus dicatat.
2) Jantung.
Jantung diauskultasi mengenai adanya bunyi jantung S3 atau S4. Adanya tanda
tersebut berarti bahwa pompa mulai mengalami kegagalan, dan pada setiap de-
nyutan, darah yang tersisa didalam ventrikel makin banyak. Frekuensi dau irama
juga harus dicatat. Frekuensi yang terlalu cepat menunjukkan bahwa ventrikel
memerlukan waktu yang lebih banyak untuk pengisian, serta terdapat stagnasi
darah yang terjadi di atria dan pada akhirnya juga di paru.
3) Penginderaan/Tingkat Kesadaran.
Bila volume darah dan cairan dalam pembuluh darah meningkat, maka darah yang
beredar menjadi lebih encer dan kapasitas transpor oksigen menjadi berkurang.
Otak tidak dapat bertoleransi terhadap kekurangan oksigen. dan pasien mengalami
konfusi.
4) Perifer.
Bagian bawah tubuh pasien harus dikaji akan adanya edema. Bila pasien duduk
tegak, maka yang diperiksa adalah kaki dan tungkai bawah, bila pasien berbaring
telentang, yang dikaji adalah sakrum dan punggung untuk melihat adanya edema.
Jari dan tangan kadang juga bisa mengalami edema. Pada kasus khusus gagal
jantung, pasien dapat mengalami edema periorbital, dimana kelopak mata tertutup
karena bengkak.
5) Hati
Hati diperiksa juga akan adanya hepatojugular refluks (HJR). Pasien diminta
bernapas secara normal pada saat dilakukan penekanan pada hati selama 30
sampai 60 detik. Bila distensi vena leher meningkat lebih dari 1 cm, maka tes ini
positif menunjukkan adanya peningkatan tekanan vena.

18
6) Distertsi Vena Juguler.
JVD Juga harus dikaji. Ini dilakukan dengan mengangkat pasien dengan sudut
sampai 45°. Jarak antara sudut Louis dan tingginya distensi vena juguler
ditentukan. (Sudut Louis adalah hubungan antara korpus sternum dengan
manubrium). Jarak yang lebih dari 3 cm dikatakan tidak normal. Ingat bahwa ini
hanya perkiraan dan bukan pengukuran pasti.
7) Haluaran Urin.
Pasien bisa mengalami oliguria (berkurangnya haluaran urin kurang dari 100 dan
400 ml/24 jam) atau anuria (haluaran urin kurang dari 100 ml/24 jam). Maka
penting sekali mengukur haluaran sesering mungkin untuk membuat dasar
pengukuran efektivitas diuretik. Masukan dan haluaran harus dicatat dengan baik
dan pasien ditimbang setiap hari, pada saat yang sama dan, pada timbangan yang
sama.
e. Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik
 EKG: Hipertrofi atrial atau ventrikular, penyimpangan aksis, iskemia, dan
kerusakan pola mungkin terlihat. Disritmia, mis. Takikardia, fibrilasi atrial,
mungkin sering terdapat KVP. Kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu atau
lebih setelah infark miokard menunjukkan adanya aneurisme ventrikular (dapat
menyebabkan gagal/disfungsi jantung).
 Sonogram (ekokardiogrum, ekokardiograrn dopple): Dapat menunjukkan dimensi
perbesaran bilik, perubahan dalam fungsi/struktur katup, atau area penurunan
kontraktilitas ventrikular.
 Skan jantung: (Multiguted acquisition (MUGA): Tindakan penyuntikkan fraksi
dan memperkirakan gerakan dinding. Kateterisasi jantung: Tekanan abnormal
merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal jantung sisi kanan versus
sisi kiri, dan stenosis katup atau insufisiensi. Juga mengkaji patensi arteri koroner.
Zat kontras disuntikan ke dalam ventrikel menunjukkan ukuran abnormal dan
ejeksi fraksi/perubahan kontraktilitas.
 Rontgen dada: Dapat menunjukkan perbesaran jantung, bayangan mencerminkan
dilatasi/hipertrofi bilik, atau perubahan dalam pembuluh darah mencerminkan
peningkatan tekanan pulmonal. Kontur abnormal, mis., bulging pada perbatasan
jantung kiri, dapat menunjukkan aneurisme ventrikel.
 Enzim Hepar: Meningkat dalam gagal/kongesti hepar.

19
 Elektrolit: Mungkin berubah karena perpindahan cairan/penurunan fungsi ginjal,
terapi diuretik.
 Oksimetri nadi: Saturasi oksigen munkin rendah, terutama jika GJK akut
memperburuk PPOM atau GJK kronis.
 AGD: Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis respiratorik ringan (dini) atau
hipoksemia dengan peningkatan PCO2 (akhir)
 BUN, kreatinin: Peningkatan BUN menandakan penurunan perpusi ginjal.
Kenaikan baik BUN dan kreatinin merupakan indikasi gagal ginjal.
 Albumin/transferin serum: Mungkin menurun sebagai akibat penurunan masukun
protein atau penurunan sistesis protein dalam hepar yang mengalami kongesti.
 HSD: Mungkin menunjukkan anemia, polisitemia, atau perubahan kepekatan
menandakan retensi air. SDP mungkin meningkat, mencermikan MI baru/akut,
perikarditis, atau status inflamasi atau infeksius lain.
 Kecepatan sedimentasi (ESR): Mungkin meningkat, menandakan reaksi inflamasi
akut.
 Pemeriksaan tiroid: Peningkatan aktivitas tiroid menunjukkan hiperaktivitas tiroid
sebagai pre pencetus GJK.
f. Terapi/Pengobatan
a. Oksigen Penatalaksanaan farmakologis
1) Digitalis/ Digoxin
Peningkatan kekuatan kontraksi jantung dan memperlambat frekuensi
jantung, efek yang dihasilkannya peningkatan curah jantung, penurunan
tekanan vena dan volume darah, peningkatan diuresis.
2) Diuretik/ Lasix
Memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal, efeknya dapat mendilatasi
venula, sehingga meningkatkan kapasitas vena yang akhirnya mengurangi
preload (darah vena yang kembali kejantung).
3) Vasodilator/ Natrium Nitroprusida/ Nitrogliserin
Digunakan untuk mengurangi impedansi (tekanan) terhadap penyemburan
darah oleh ventrikel, yang dapat memperbaiki pengosongan ventrikel dan
peningkatan kapasitas vena, sehingga tekanan pengisian ventrikel kiri dapat
ditirunkan dan dapat dicapai penurunan dramatis kongesti paru dengan
cepat.

20
b. Penatalaksanaan lain
1) Meningkatkan oksigen dengan pemberian oksigen dan menurunkan
konsumsi oksigen melalui istirahat dan pembatasan aktivitas.
2) Diet klien dianjurkan untuk diet pantang garam dan pantang cairan.
2. DIAGNOSA DAN INTERVENSI KEPERAWATAN
DIAGNOSA KEPERAWATAN:

1) Penurunan perfusi jaringan b.d menurunnya curah jantung, hipoksemia jaringan,


asidosis dan kemungkinan thrombus atau emboli, dibuktikan oleh:

- Daerah perifer dingin, Nyeri dada

- EKG elevasi segmen ST dan Q patologis pada lead tertentu.

- RR lebih dari 24 kali per menit, Nadi  100 X/menit

- Kapiler refill lebih dari 3 detik

- Gambaran foto toraks terdapat pembesaran jantung dan kongestif paru

- HR lebih dari 100X/menit, TD  120/80 mmHg, AGD dengan : pa O2  80


mmHg, pa CO2  45 mmHg dan saturasi  80 mmHg.

- Terjadi peningkatan enzim jantung yaitu CK, AST, LDL/HDL

Tujuan :

Gangguan perfusi jaringan berkurang atau tidak meluas selama dilakukan


tindakan perawatan

Kriteria :

Daerah perifer hangat, tidak sianosis,gambaran EKG tak menunjukkan perluasan


infark, RR 16-24 X/mnt, clubbing finger (-), kapiler refill 3-5 detik, nadi 60-
100X/mnt, TD 120/80 mmHg.

Rencana Tindakan :

- Monitor frekuensi dan irama jantung

- Observasi perubahan status mental

- Observasi warna dan suhu kulit/membran mukosa

- Ukur haluaran urin dan catat berat jenisnya

21
- Kolaborasi : berikan cairan IV sesuai indikasi

- Pantau pemeriksaan diagnostik dan lab. Missal EKG, elektrolit, GDA (pa O2,
pa CO2 dan saturasi O2), dan pemeriksaan oksigen

2 Penurunan curah Jantung berhubungan dengan:


 Perubahan kontraktilitas miokardial
 Perubahan inotropik.
 Perubahan frekuensi, irama, konduksi listrik.
 Perubahan struktural (mis., kelainan katup, aneurisme ventrikular).
dibuktikan oleh:
 Peningkatan frekuensi jantung (takikardia); disritmia; perubahan gambaran pola
EKG.
 Perubahan tekanan darah (TD) (hipotensi hipertensi). Bunyi jantung ekstra (S3,
S4).
 Penurunan haluaran urine.
 Nadi perifer tidak teraba. Kulit dingin kusam; diaforesis.
 Ortopnea, krakles, JVD, perbesaran hepar, edema; Nyeri dada.
Hasil Yang Diharapkan/Kriteria Evaluasi, Pasien akan:
 Menunjukkan tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia terkontrol
atau hilang)
 bebas gejala gagal jantung (mis., parameter hemodinamik dalam batas normal,
haluaran urine adekuat).
 Melaporkan penurunan episode dispnea, angina. Ikut serta dalam aktivitas yang
mengurangi beban kerja jantung.
Intervensi Keperawatan
1. Auskultasi nadi apikal, kaji frekuensi, dan irama jantung:
Rasional: Biasanya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat) untuk
mengkompensasi penurunan kontraktilitas ventrikuler. KAP, PAT,
MAT, PVC dan AF disritmia umum berkenaan dengan GJK meskipun
lainnya juga terjadi.
2. Catat bunyi jantung.
Rasional: S 1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa. Irama
gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah kedalam

22
serambi yang distensi. Murmur dapat menunjukkan
inkompetensi/stenosis katup.
3. Palpasi nadi perifer.
Rasional: Penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya nadi radial,
popliteal, dorsalis pedis, dan postibial. Nadi rnungkin cepat hilang
atau tidak teratur untuk dipalpasi, dan pulsus alternan (denyut kuat
lain dengan denyut lemah) mungkin ada.
4. Pantau TD.
Rasional: Pada GJK dini, sedang atau kronis TD dapat meningkat sehubungan
dengan SVR. Pada HCF lanjut tubuh tidak mampu lagi
mengkompensasi dan hipotensi tak dapat normal lagi.
5. Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis.
Rasional: Pucat menunjukkan menururunya perfusi perifer sekunder terhadap
tidak adekuatnya curah jantung, vasokonstriksi, dan anemia. Sianosis
dapat terjadi sebagai refraktori GJK. Area yang sakit sering berwarna
biru atau belang karena peningkatan kongesti vena.
6. Pantau haluaran urine, catat penurunan haluaran dan kepekatan atau konsentrasi
urine.
Rasional: Ginjal berespons untuk menurunkan curah jantung dengan menahan
cairan dan natrium. Haluaran urine biasanya menurun selama sehari
karena perpindahan cairan ke jaringan tetapi dapat meningkat pada
malam hari sehingga cairan berpindah kembali ke sirkulasi bila
pasien tidur.
7. Kaji perubahan pada sensori, letargi, bingung, disorientasi, cemas, dan depresi.
Rasional: Dapat menunjukkan tidak adekuatnya perfusi serebral sekunder
terhadap penurunan curah jantung.
8. Berikan istirahat semi rekumben pada tempat tidur atau kursi. Kaji dengan
pemeriksaan fisik sesuai indikasi.
Rasional: Istirahat fisik harus dipertahankan selama GJK akut atau refraktori
untuk memperbaiki efisiensi kontraksi jantung dan menurunkan
kebutuhan/konsumsi oksigen miokard dan kerja berlebihan.
9. Berikan istirahat psikologi dengan lingkungan tenang.
Rasional: Stres emosi menghasilkan vasokonstriksi, yang meningkatkan TD dan
meningkatkan frekuensi/kerja jantung.
23
10. Berikan pispot di samping tempat tidur. Hindari aktivitas respons valsalva,
mengejan selama defekasi, menahan napas selama perubahan posisi.
Rasional: Pispot digunakan untuk menurunkan kerja ke kamar mandi atau kerja
keras menggunakan bedpan. Manuver Valsalva menyebabkan
rangsang vagal diikuti dengan takirkardi. yang selanjutnya
berpengaruh pada fungsi jantung /curah jatung.
11. Tinggikan kaki, hindari tekanan pada bawah lutut. Dorong olahraga aktif/pasif.
Tingkatkan ambulasi/aktivitas sesuai toleransi.
Rasional: Menurunkan stasis vena dan dapat menurunkan insiden
trombus/pembentukan embolus.
12. Periksa nyeri tekan betis, menurunnya nadi pedal, pembengkakan, kemerahan
lokal atau pucat pada ekstremitas.
Rasional: Menurunnya curah jantung, bendungan/stasis vena dan tirah baring
lama meningkatkan risiko tromboflebitis.
13. Jangan beri preparat digitalis dan laporkan dokter bila perubahan nyata terjadi
pada frekuensi jantung atau irama atau tanda toksisitas digitalis.
Rasional: Insiden toksisitas tinggi (20%) karena sempitnya batas antara rentang
terapeutik dan toksik. Digoksin, harus dihentikan pada adanya kadar
obat toksik, frekuensi jantung lambat, atau kadar kalium rendah.
14. Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker sesuai indikasi.
Rasional: Meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk
melawan efek hipoksia/iskemia.
15. Berikan obat sesuai indikasi.
Rasional: Banyaknya obat dapat digunakan untuk meningkatkun volume
sekuncup, memperbaiki kontraktilitas, dan menurunkan kongesti.
 Diuretik, contoh furosemid (Lasix); asam etakrinik (Edecrin); bumetanid
(Bumex); spironolakton (Aldakton).
Rasional: Tipe dan dosis diuretik tcrgantung pada derajat gagal jantung dan
status fungsi ginjal. Penurunan preload paling banyak digunakan
dalam mengobati pasien dengan curah jantung relatif normal
ditambah dengan gejala kongesti. Diuretik blok reabsorpsi
diuretik, sehingga mempengaruhi reabsorpsi natrium dan air.
 Vasodilator, contoh nitrat (nitrodur, isodril); arteriodilator, contoh hidralazin
(Apresoline); kombinasi obat, contoh prazosin (Minippres).
24
Rasional: Vasodilator digunakan untuk meningkatkan curah jantung,
menurunkan volume sirkulasi (vasodilator) dan tahanan vaskuler
sistemik (arteriodilator), juga kerja ventrikel.
 Digoksin (lanoxin).
Rasional: Meningkatkan kekuatan kontraksi miokard dan memperlambat
frekuensi jantung dengan menurunkan konduksi dan memperlama
periode refraktori pada hubungan AV untuk rneningkatkan
efesiensi/curah jantung.
 Captopril (Capoten); lisinopril (Prinivil); enalapril (Vasotec).
Rasional: Inhibitor ACE dapat digunakan untuk mengontrol gagal jantung
dengan mengharnbat konversi angiotensin dalam paru dan
menurunkan vasokonstriksi, SVR dan TD.
 Morfin sulfat
Rasional: Penurunan tahanan vaskuler dan aliran balik vena menurunkan
kerja miokard. Menghilangkan cemas dan mengistirahatkan siklus
umpan balik cemas/pengeluaran katekolamin/cemas.
 Tranquilizer/sedatif.
Rasional: Meningkatkan istirahat/relaksasi dan menurunkan kebutuhan
oksigen dan kerja miokard. Catatan: Ada 'on trial' oral yang analog
dengan amrinon (inocor) agen inotropik positif, disebut milrinon,
yang dapat cocok untuk penggunaan jangka panjang.
 Antikoagulan, contoh heparin dosis rendah, warfarin
Rasional:Dapat digunakan secara profilaksis untuk mencegah pembentukan
trombus/emboli pada adanya faktor risiko seperti stasis vena, tirah
baring, disritmia jantung, dan riwayat episode trombolik
sebelumnya.
16. Pemberian cairan IV, pembatasan jumlah total sesuai indikasi. Hindari cairan
garam
Rasional: Karena adanya peningkatan tekanan ventrikel kiri, pasien tidak dapat
mentoleransi peningkatan volume cairan (preload). Pasien GJK juga
mengeluarkan sedikit natrium yang menyebabkan retensi cairan dan
meningkatkan kerja miokard.

25
17. Pantau/ganti elektrolit.
Rasional: Perpindahan cairan dan penggunaan diuretik dapat mempengaruhi
elektrolit (khususnya kalium dan klorida) yang mempengaruhi irama
jantung dan kontraktilitas.
18. Pantau seri EKG dan perubahan foto dada.
Rasional: Depresi segmen ST dan datarnya gelombang T dapat terjadi karena
peningkatan kebutuhan oksigen miokard, meskipun tak ada penyakit
arteri koroner. Foto dada dapat menunjukkan pembesaran jantung
dan perubahan kongesti pulmonal.
19. Pantau pemeriksaan laboratorium, contoh BUN, kreatinin.
Rasional : Peningkatan BUN/kreatinin menunjukkan hipoperfusi/gagal ginjal.
20. Pemeriksaan tungsi hati (AST, LDH).
Rasional: Dapat meningkat sehubungan dengan kongesti hati dan menunjukkan
kebutuhan untuk obat dengan dosis lebih kecil yang didetoksikasi oleh
hati.
21. Siapkan untuk insersi/mempertahankan alat pacu jantung,
Rasional: Mungkin perlu untuk memperbaiki bradisritmia tak responsif terhadap
intervensi obat yang dapat berlanjut menjadi gagal
kongesti/menimbulkan edema paru.
22. Siapkan pembedahan sesuai indikasi.
Rasional: Gagal kongesti sehubungan dengan aneurisma ventrikuler atau
disfungsi katup dapat membutuhkan aneurisektomi atau penggantian
katup untuk memperbaiki kontraksi/fungsi miokard.
3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan:
 Ketidakseimbangan antara suplai oksigen.
 Kelemahan umum.
 Tirah baring lama/imobilisasi.
Dibuktikan oleh:
 Ketemahan, kelelahan.
 Perubahan tanda vital, adanya disritmia.
 Dispnea.
 Pucat dan berkeringat.
Hasil Yang Diharapkan/Kriteria Evaluasi, Pasien akan:

26
 Berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan, memenuhi kebutuhan perawatan diri
sendiri.
 Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan oleh
menurunnya kelemahan dan kelelahan dan tanda vital DBN selama aktivitas.
Intervensi Keperawatan:
1. Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila pasien
menggunakan vasodilator, diuretik, penyekat beta.
Rasional: Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat
(vasodilatasi, perpindahan cairan (diuretik) atau pengaruh fungsi jantung.
2. Catat respon kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, disritmia, dispnea,
berkeringat, pucat.
Rasional: Penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan volume
sekuncup selama aktivitas, dengan menyebabkan peningkatan segera pada
frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen, juga peningkatan kelelahan dan
kelemahan.
3. Kaji presipitator/penyebab kelemahan contoh pengobatan, nyeri, obat.
Rasional : Kelemahan adalah efek samping dari beberapa obat (beta bloker),
tranquilezer, dan sedatif). Nyeri dan program penuh stres juga
memerlukan energi dan menyebabkan kelemahan.
4. Evaluasi peningkatan intoleransi aktivitas.
Rasional: Dapat menunjukkan peningkatkan dekompensasi jantung daripada
kelebihan aktivitas.
5. Berikan bantuan dalam aktivitas perawatan diri sesuai indikasi. Selingi periode
aktivitas dengan periode istirahat.
Rasional: Pemenuhan kebutuhan perawatan diri pasien tanpa mempengaruhi stress
miokard/kebutuhan oksigen berlebihan.
6. Implementsikan program rehabilitasi jantung/aktivitas.
Rasional: Peningkatan terhadap pada aktivitas menghindari kerja jantung/konsumsi
oksigen berlebihan. Penguatan dan perbaikan fungsi jantung dibawah
stress, bila disfungsi jantung tidak dapat membaik kembali.
4) Kelebihan Volume Cairan yang berhubungan dengan:
 Menurunnya laju filtrasi glomerulus (menurunnya curah jantung)/ meningkatnya
produksi ADH dan retensi natrium/ air.

27
Dibuktikan oleh:
 Ortopnea, bunyi jantung S3
 Oliguri, edema, DVJ, refleks hepatojugular positif
 Peningkatan berat badan
 Hipertensi
 Distress pernapasan, bunyi jantung abnormal
Hasil Yang Diharapkan/Kriteria Evaluasi, Pasien akan:
 Mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan keseimbangan masukan dan
pengeluaran, bunyi napas bersih/ jelas, tanda vital dalam rentang yang dapat
diterima, berat badan stabil, dan tak ada edema
 Menyatakan pemahaman tentang pembatasan cairan individual
Intervensi Keperawatan
1. Pantau haluaran urin, catat jumlah dan warna saat hari dimana diuresis terjadi
Rasional: Haluaran urin mungkin sedikit dan pekat (khususnya selama sehari)
karena penurunan perfusi ginjal. Posisi terlentang membantu
diuresis; sehingga haluaran urin dapat ditingkatkan pada malam/
selama tirah baring
2. Pantau/ hitung keseimbangan pemasukan dan pengeluaran selama 24 jam
Rasional: Terapi diuretik dapat disebabkan oleh kehilangan cairan tiba-tiba/
berlebihan (hipovolemi) meskipun edema/ asites masih ada
3. Pertahankan duduk atau tirah baring dengan posisi semi fowler selama fase akut
Rasional: Posisi terlentang meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan
produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis
4. Buat jadwal pemasukan cairan, digabung dengan keinginan minum bila mungkin.
Berikan perawatan mulut/ es batu sebagai bagian dari kebutuhan cairan
Rasional: Melibatkan pasien dalam program terapi dapat meningkatkan
perasaan mengontrol dan kerjasama dalam pembatasan
5. Timbang berat badan tiap hari
Rasional: catat perubahan ada/ hilangnya edema sebagai respon terhadap
terapi. Peningkatan 2,5 kg menunjukkan kurang lebih 2 L cairan.
Sebaliknya, diuretik dapat mengakibatkan cepatnya kehilangan/
perpindahan cairan dan kehilangan berat badan

28
6. Kaji distensi leher dan pembuluh perifer. Lihat area tubuh dependen untuk edema
dengan/ tanpa pitting; catat adanya edema tubuh umum (anasarka)
Rasional: Retensi cairan berlebihan dapat dimanifestasikan oleh pembendungan
vena dan pembentukan edema. Edema perifer mulai pada kaki/ mata
kaki (atau area dependen) dan meningkat sebagai kegagalan paling
buruk. Edema pitting adalah gambaran secara umum hanya setelah
retensi sedikitnya 5 kg cairan. Peningkatan kongesti vaskuler
(sehubungan dengan gagal jantung kanan) secara nyata
mengakibatkan edema jaringan sistemik
7. Ubah posisi dengan sering. Tinggikan kaki bila duduk. Lihat permukaan kulit,
pertahankan tetap kering dan berikan bantalan sesuai indikasi
Rasional: Pembentukan edema, sirkulasi melambat, gangguan pemasukan nutrisi
dan imobilisasi/ tirah baring lama merupakan kumpulan stresor yang
mempengaruhi integritas kulit dan memerlukan intervensi pengawasan
ketat/ pencegahan.
8. Auskultasi bunyi nafas, catat penurunan dan/ atau bunyi tambahan, contoh
krekels, mengi. Catat adanya peningkatan dispnea, takipnea, ortopnea, dispnea
noktural paroksismal, batuk persisten
Rasional: Kelebihan volume cairan sering menimbulkan kongesti paru. Gejala
edema paru dapat menunjukkan gagal jantung kiri akut. Gejala
pernafasan pada gagal jantung kanan (dispnea, batuk, ortopnea)
dapat timbul lambat tetapi lebih sulit membaik
9. Selidiki keluhan dispnea ekstrem tiba-tiba, kebutuhan untuk bangun dari duduk,
senasasi sulit bernafas, rasa panik atau ruangan sempit
Rasional: Dapat menunjukkan terjadinya komplikasi (edema paru/ emboli) dan
berbeda dari ortopnea dan dispnea nokturnal paroksismal yang terjadi
lebih cepat dan memerlukan intervensi segera
10. Pantau TD atau CVP (bila ada)
Rasional: Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan volume
cairan dan dapat menunjukkan terjadinya/ peningkatan kongesti paru,
gagal jantung
11. Kaji bising usus. Catat keluhan anoreksia, mual, distensi abdomen, konstipasi
Rasional: Kongesti viseral (terjadi pada GJK lanjut) dapat mengganggu fungsi
gaster/ intestinal
29
12. Berikan makanan yang mudah dicerna, porsi kecil tapi sering
Rasional: Penurunan motilitas gaster dapat berefek merugikan pada digestif dan
absorpsi. Makan sedikit tapi sering meningkatkan digesti/ mencegah
ketidaknyaman abdomen
13. Ukur lingkar abdomern sesuai indikasi
Rasional: Pada gagal jantung kanan lanjut, cairan dapat berpindah ke dalam
area peritoneal, menyebabkan meningkatnya lingkar abdomen (asites)
14. Dorong untuk menyatakan perasaan sehubungan dengan pembatasan
Rasional: Expresi perasaan/ masalah dapat menurunkan stres/ cemas, yang
mengeluarkan energi dan dapat menimbulkan perasaan lemah
15. Palpasi hepatomegali. Catat keluhan nyeri abdomen kuadran kanan atas/ nyeri
tekan
Rasional: Perluasan gagal jantung menimbulkan kongesti vena, menyebabkan
distensi abdomen, pembesaran hati, dan nyeri. Ini akan mengganggu
fungsi hati dan mengganggu/ memperpanjang metabolisme obat.
16. Catat peningkatan letargi, hipotensi, kram otot
Rasional: Tanda defisit kalium dan natrium yang dapat terjadi sehubungan
dengan perpindahan cairan dan terapi diuretik
17. Pemberian obat sesuai indikasi
 Diuretik, contoh furosemid (lasiks), bumetanide (bumex)
Rasional: Meningkatkan laju aliran urin dan dapat menghambat reabsorpsi
natrium/ klorida pada tubulus ginjal

 Tiazid dengan agen pelawan kalium, contoh spironolakton (aldakton)


Rasional: Meningkatkan diuresis tanpa kehilangan kalium berlebihan
 Tambahan kalium contoh K Dur
Rasional: Mengganti kehilangan kalium sebagai efek samping terapi diuretik,
yang dapat mempengaruhi fungsi jantung
18. Mempertahankan cairan/ pembatasan natrium sesuai indikasi
Rasional: Menurunkan air total tubuh/ mencegah reakumulasi cairan
19. Konsul dengan ahli diet
Rasional: Perlu memberikan diet yang dapat diterima pasien yang memenuhi
kebutuhan kalori dalam pembatasan natrium

30
20. Pantau foto thorak
Rasional: Menunjukkan perubahan indikatif peningkatan/ perbaikan kongesti
paru
21. Kaji dengan torniket rotasi/ flebotomi, dialisis atau ultrafiltrasi sesuai indikasi
Rasional: Meskipun tidak sering digunakan, penggantian cairan mekanis
dilakukan untuk mempercepat penurunan volume sirkulasi, khususnya
edema paru refraktori pada terapi lain
5) Gangguan Pertukaran Gas yang berhubungan dengan perubahan membran
kapiler-alveolus.
Contohya( pengumpulan/perpindahan cairan kedalam area interstisial/alveoli).
Dibuktikan oleh:
 [Tidak dapat diterapkan; adanya tanda-tanda dan gejala-gejala membuat
diagnosa aktual]
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien:
 Mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenasi akan adekuat pada jaringan
ditunjukkan oleh GDA/oksimetri dalam rentang normal dan bebas gejala
distres pernapasan
 Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam batas kemampuan/situasi.
Tindakan/Intervensi
1. Auskultasi bunyi napas, catat krekels, mengi.
Rasional: Menyatakan adanya kongesti paru/pengumpulan sekret menunjukkan
kebutuhan untuk intervensi lanjut.
2. Anjurkan pasien batuk efektif, napas dalam.
Rasional: Mernbersihkan jalan napas dan memudahkan aliran oksigen.
3. Dorong perubahan posisi sesering mungkin.
Rasional: Membantu mencegah atelektasis dan pneumonia.
4. Pertahankan duduk di kursi/tirah baring dengan kepala tempat tidur tinggi 20-30
derajat, posisi semi Fowler. Sokong tangan dengan bantal.
Rasional: Menurunkan konsumsi oksigen/kebutuhan dan meningkatkan inflamasi
paru maksimal.
5. Pantau/gambarkan seri AGD, nadi oksimetri.

31
Rasional: Hipoksemia dapat menjadi berat selama edema paru. Perubahan
kompensasi biasanya ada pada GJK kronis.
6. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
Rasional: Meningkatkan konsentrasi oksigen alveolar, yang dapat
memperbaiki/menurunkan hipokscmia jaringan.
7. Berikan obat sesuai indikasi:
 Diuretik contoh furosernid (Lasix)
 Bronkodilator contoh aminofitin.
Rasional: Menurunkan kongesti alveolar, meningkatkan pertukaran gas.
Meningkatkan aliran oksigen dengan mendilatasi jalan napas kecil
dan mengeluarkan efek diuretik ringan untuk menurunkan kongesti
paru.
H. PENATALAKSANAAN
Respons fisiologis pada gagal jantung membentuk dasar rasional untuk tindakan.
Sasaran penatalaksanaan gagal jantung kongestif adalah untuk menurunkan kerja jantung,
untuk meningkatkan curah jantung dan kontraktilitas miokard, dan untuk menurunkan
ratensi garam dan air.
Tirah-Baring
Karena jantung tidak dapat diharapkan untuk benar-benar istirahat untuk sembuh seperti
luka pada patah tulang, maka hal terbaik yang dilakukan adalah mengistirahatkan pasian;
dengan demikian, melalui inaktivitas, kebutuhan pemompaan jantung diturunkan. Tirah
baring marupakan bagian yang penting dari pengobatan gagal jantung kongestif,
khususnya pada tahap acut dan sulit disembuhkan.
Selain itu untuk menurunkan seluruh kebutuhan kerja pada jantung, tirah baring
membantu dalam menurunkan beban kerja dengan menurunkan volume intravaskular
melalui induksi diuresis berbaring. Penelitian tirah baring lama telah menunjukkan bahwa
dalam 48 sampai 72 jam inaktivitas terdapat penurunan volume plasma 300 ml atau lebih.
Meskipun ini bukan volume besar dari cairan kompartemen vaskular seluruhnya, ini
membantu dalam menurunkan beban volume yang ada untuk mengisi jantung. Untuk itu
membantu dalam menurunkan dilatasi ruang jantung dan memberikan status kompensasi.
Efek ini akibat dari stimulasi reseptor regangan atrium yang mendeteksi peningkatan
volume darah yang kembali ke sisi kanan jantung, yang akan tersisih di ekstremitas
bawah bila pasien berdiri. Reseptor ini kemudian "turn off' produksi hormon antidiuretik,

32
dan diuresis terjadi kemudian. Dengan penurunan volume intravaskular dan juga jumlah
darah yang ada untuk dipompakan oleh jantung (preload), kompensasi jantung dapat
ditingkatkan.
Diuretik
Selain tirah baring, pembatasan garam dan air serta diuretik, baik oral atau parenteral,
akan menurunkan preload dan kerja jantung.
Semua diuretik, tanpa memperhatikan rute pemberiannya, dapat menyebabkan
perubahan bermakna pada elektrolit serum, khususnya kalium dan klorida. Untuk itu,
penentuan pengaturan elektrolit serum penting pada evaluasi pasien. Ini adalah rute utama
bila pasien juga menerima digitalis karena kalium rendah dihasilkan oleh diuretik yang
merupakan predisposisi pada toksisitas digitalis, mengancam hidup tetapi komplikasi
yang dapat dihindari. Karena kemungkinan ini, suplemen kalium biasa diprogramkan bila
diuretik yang menurunkan kalium diberikan, khususnya bila digitalis diberikan juga.
Pilihata rute pemberian diuretik terutama fungsi kegawatan dari situasi klinis. Gagal
ventrikel kiri ringan sampai sedang (dimanifestasikan oleh sinus takikardi, rale pasca-
batuk rejan, dan S3) biasanya dapat diatasi dengan sediaan oral; namun, edema pulmonal
akut, situasi mengancam hidup, memerlukan pendekatan yang lebih drastis, dan rute
parenteral harus dipilih.
Dengan kata lain preload dan afterload adalah -pendekatan yang ada untuk
penatalasanaan status kegagalan akut dan kronik. Baik metode farmakologis dan
mekanikal dapat bermanfaat.
Morfin
Morfin adalah obat yang paling berguna dalam menangani edema pulmonal akut. Morfin
dapat mencapai manfaat fisiologis yang bermanfaat melalui efek vasodilatasi perifer,
membentuk penampungan darah perifer (flebotomi pucat) yang menurunkan aliran balik
vena dan kerja jantung. Selain itu, morfin menghilangkan ansietas yang berhubungan
dengan dispnea berat dan menenangkan pasien, dengan demikian menurunkan
mekanisme pompa pernapasan untuk meningkatkan aliran balik vena. Morfin juga
menurunkan tekanan darah arteri dan tahanan, mengurangi kerja jantung (penurunan
afterload).

Reduksi Volume Darah Sirkulasi


Bahkan metode yang lebih dramatis dari menurunkan preload dan kerja jantung adalah
flebotomi, suatu prosedur yang bermanfaat pada pasien dengan edema pulmonal akut
33
karena tindakan ini dengan segera memindahkan volume darah dari sirkulasi sentral,
menurunkan aliran balik vena dan tekanan pengisian, serta sebaliknya menciptakan
masalah hemodinamik dasar segera.
Flebotomi dapat pucat (pemutaran torniket), atau seluruh darah dipindahkan secara
langsung dari sirkulasi. Torniket kurang efektif daripada pemindahan darah langsung.
Meskipun flebotomi dapat membantu dalam menangani edema pulmonal akut, ini
mungkin berbahaya pada pasien yang tidak mengalami peningkatan volume intravaskular.
Situasi ini paling umum terjadi pada pasien dengan imfark miokard akut yang mengalami
kerusakan otot luas dan awitan cepat edema pulmonal sebelum ginjal dapat
berkompensasi terhadap penurunan curah jantung dan retensi air.
Terapi Nitrat dan Vasodilator
Penggunaan nitrat, baik secara akut maupun kronis, telah didukung dalam
penatalaksanaan gagal jantung. Dengan menyebabkan vasodilatasi perifer, jantung di
"unloaded" (penurunan afterload), pada peningkatan curah jantung lanjut, penuranan
pulmonary artery wedge pressure (pengukuran yang menunjukkan derajat kongesti
vaskular pulmonal dan beratnya gagal ventrikel kiri), dan penurunan pada konsumsi
oksigen miokard. Bentuk terapi ini telah diketahui bermanfaat pada gagal ringan sampai
sedang dan gagal edema pulmonal akut berhubungan dengan infark miokard, gagal
ventrikei kiri yang sulit sembuh kronis, dan kegagalan yang berhubungan dengan
regurgitasi mitral berat. Saat ini, terapi vasodilator parenteral (nitrogliserin parentera, atau
nitropusid natrium) memerlukan pemantauan hemodinamik akurat dari tekanan wedge
arteri dan pulmonai (kanul arteri dan kateter Swan-Ganz) dan penggunaan pompa infus
untuk mentitrasi dengan cermat dosis yang diberikan.
Nitropusid harus digunakan pada perawatan. Terapi nitrat kerja panjang biasanya
diberikan dengan salep nitrogliserin. Beberapa pasien yang menerima keuntungan
maksimal dari terapi bentuk lain untuk gagal ventrikel kiri telah membaik secara ber-
makna dengan pengobatan vasodilator. Terapi nitfat jangkan panjang tidak hanya
menghilangkan gejala tetapi tampak memperbaiki prognosis gagal jantung.
Digitalis
Meskipun perubahan kerja jantung dengan menurunkan preload dan afterload
diindikasikan pada gagal jantung dan pada waktunya memungkinkan penghindaran obat-
obatan yang meningkatkan kerja kontraksi miokard, agen inotropik masih merupakan alat
terapetik penting.

34
Digitalis adatah obat utama untuk meningkatkan kontraktilitas. Obat inotropik ini
mempunyai keserbaragaman penggunaan pada kardiologi dan juga salah satu yang paling
potensiaI berbahaya, kenyataan ini diketahui pada 1785 oleh William Withering, penemu
nilai farmakologis dan toksisitas digitalis (foxglove): "Digitalis bila diberikan dalam dosis
yang sangat besar dan dengan cepat diulang kadang-kadang membuat mabuk, muntah,
pandangan kacau, bersifat laksatif, objek tampak hijau atau kuning, peningkatan sekresi
urin dengan gerakan yang sering dan kadang-kadang ketidakmampuan untuk mena-
hannya; nadi lambat bahkan serendah 35 dalam satu menit, keringat dingin, kekacauan
mental, sinkope dan kematian. Pada kegagalan jantung, digitalis memperlambat frekwensi
ventrikel dan meningkatkan kekuatan kontraksi, peningkatan efisiensi jantung. Saat curah
jantung meningkat, volume cairan lebih besar dikirim ke ginjal untuk filtrasi dan ekskresi,
dan volume intravaskular menurun.
Pada kegagalan awal pada infark miokard akut, digitalis dapat meningkatkan jumlah
potensial kerusakan miokard dengan menyebabkan peningkatkan kontraktilitas dan
dengan demikian meningkatkan kebutuhan oksigen miokard. Pengebatan kegagalan pada
situasi ini kemungkinkan yang terbaik bila preload atau afterload diturunkan dengan
menggunakan diuretik atau nitrat Pasien dengan gagal jantung lebih berat mungkin
mendapat keuntunngan dari terapi digitalis jangka panjang. Mempertahankan kadar obat
serum 1,54 sampai 2,56 nmol/liter dapat memperbaiki toleransi latihan dan kualitas hidup
pada penderita gagal jantung kongestif. Tentu saja, bila penurunan bermakna pada
tekanan aortik sentral terjadi, perfusi arteri koroner dapat turun dan area kerusakan
meningkat. Kunci pelajaran di sini adalah bahwa obat-obatan mempunyai potensial efek
samping berbahaya, dimana program penatalaksanaan harus dipilih dengan perawatan dan
dengan pemahaman penuh tentang potensial efek samping merugikan, dan bahwa
pemantauan ketat pasien diharuskan.
Inotropik Positif
Dopamin, pada dosis rendah 2,5 sampai 5.0 ug/kg, akan merangsang -adrenergik, B-
adrenergik, dan reseptor dopamin. Ini mengakibatkan keluarnya katekolamin dari sisi
penyimpanan saraf, memperbaiki kontraktilitas dan mendilatasi ginjal, splangnikus, se-
rebral, dan pembuluh koroner. Reduksi kecil pada tahanan vaskular sistemik dapat dilihat.
Dosis yang lebih besar (5-10 ug/kg), respons inotropik positif (kekuatan kontraksi),
kromotropik (frekwensi jantung), dan dromotropik (kerepatan konduksi) terjadi. Ini

35
meningkatkan frekwensi jantung, curah jantung, dan isi sekuncup. Pada dosis maksimal
(10-20 ug/kg), vasokonstriksi terjadi, meningkatkan beban kerja jantung.
Dobutamin merangsang hanya reseptor B-adrenergik dan mengakibatkan sedikit
vasokonstriksi. Dosisnya mirip dengan dopamin, tetapi dobutamin sintesis akan
memperbaiki isi sekuncup dan curah jantung dengan sedikit vasokonstriksi dan takikardi.
Amrinon akan mengurangi tekanan pengisian jantung dan tahanan vaskular sistemik.
(TVS) untuk memperbaiki curah jantung. Pada percobaan klinis amrinon menghasilkan
berbagai hasil, tetapi dilatasi arteri dan vena mengalami dampak inotropik positif. Amrinon
paling mungkin digunakan untuk pasien dengan peningkatan tekanan pengisian nyata.

I. DISCHARGE PLANNING
Discharge Planning Pasien Gagal Jantung
Setelah gagal jantung terkontrol klien dibimbing kembali ke gaya hidup dan aktivitas
sebelum sakit.
1. Merencanakan aktivitas kegiatan hidup sehari-hati untuk meminimalkan periode apnu
dan kelelahan
2. Bantu klien untuk mengidentifikasi stress emosional dan menggali cara-cara untuk
menyelesaikannya
3. Memberikan Penyuluhan
a. Hidup dengan Reserve jantung terbatas
 Beristirahat harus cukup
 Menerima kenyataan bahwa pemakaian digitalis dan pembatasan natrium yang
mungkin seumur hidup
 Membatasi natrium sesuai petunjuk
 Menghindari makanan dan minuman berbahaya : kopi, tembakau
 Menjaga berat badan stabil
 Mencegah terjadinya infeksi
 Memeriksa kembali program aktivitas
b. Siaga terhadap gajala yang menunjukan kekambuhan gagal jantung
4. Penyusunan jadwal tindak lanjut medis secara teratur

36
DAFTAR PUSTAKA

Brunners., Suddart's. (1996). Textbook of medical surgical nursing. Ed ke-8. Philadelphia:


Lippincatt-Raven

Doengoes Marilynn E, Moorhouse Mary F, Geissler Alice C. (2000). Rencana Asuhan


Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan
Pasien Edisi 3. Jakarta. EGC.

FKUI. (1983). Kamus kedokteran. Edisi kedua. Jakarta: FKUI

Hudak & Gallo. (1997). Keperawatan kritis pendekatan holistik. Volume 1 edisi 4. Jakarta;
EGC

Rokhaini, H. dkk. (2001) Buku ajar keperawatan kardiovaskuler. Edisi pertama. Jakarta.
Bidang pendidikan dan pelatihan pusat kesehatan jantung dan pembuluh darah
nasional Harapan Kita.

Smeltzer&Bare. 2002. Keperawatan Medikal Bedah.Volume II. Edisi 3. Jakarta: EGC

37
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
………………………………………………………………………………... 1
A. PENDAHULUAN 1
……………………………………………………………………… 7
B. ANATOMI JANTUNG 7
………………………………………………………………… 8
C. DEFINISI CHF
………………………………………………………………………… 10
D. ETIOLOGI 10
……………………………………………………………………………… 11
E. FATOFISIOLOGI
……………………………………………………………………… 12
F. TANDA DAN GEJALA 16
- Klasifikasi Gagal Jantung 30
............................................................................................... 34
- Gagal Jantung Kiri 35
.......................................................................................................... 44
- Gagal Jantung Kanan
…………………………………………………………………..
G. ASUHAN KEPERAWATAN CHF
- Pengkajian
…………………………………………………………………………...
- Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
………………………………………………
H. PENATALAKSANAAN

38
……………………………………………………………….
I. DISCHARGE PLANNING
…………………………………………………………….
J. PEMBAHASAN KASUS
……………………………………………………………….
DAFTAR
PUSTAKA………………………………………………………………………

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena rahmat dan hiyahnya-Nya, makalah
kami dapat kami selesaikan dengan baik.
Makalah kami berjudul “Conestive Heart Failure” yang di dalamnya membahas
tentang konsep teori dari CHF itu sendiri serta pembahasan kasus, yang mana kasus ini
merupakan kasus fiktip.
Kami menyadari bahwa makalah kami banyak kekurangannya, oleh sebab itu kritik
dan saran yang sifatnya membangun kami harapkan dari pembaca, dan ucapan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada dosen pembimbing maupun dosen mata ajar yang telah
membantu/membimbing hingga selesainya makalah ini, serta seluruh rekan-rekan khususnya
anggota kelompok atas bantuan baik moril maupun materil.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dapat dipergunakan sebagaimana
mestinya.

39
Depok, Maret 2005

Kelompok IV

40

Anda mungkin juga menyukai