Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM

FARMAKOLOGI I

DISUSUN OLEH :

NAMA : RISMA INDAH ARDIYANA


NIM : 1713015103
PROD1 : S1 FARMASI
KELAS : C1 2017
KELOMPOK :4
ASISTEN : MEUTIA RIDHA SAPUTRI

LABORATORIUM
BIOMEDIK & FARMAKOLOGI
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS
MULAWARMAN
SAMARINDA
2018
PERCOBAAN III
ANTI INFLAMASI

A. TUJUAN
Mahasiswa mampu memahami daya anti inflamasi obat dengan
radang buatan pada hewan coba

B. PENDAHULUAN
Tanda-tanda & gejala umum pada inflamasi adalah bengkak
kemerahan, nyeri dan panas, tidak peduli sebabnya karena bahan kimia atau
mekanis.
Obat anti radang dibagi menjadi dua golongan utama, golongan
kortikosteroid dan nonsteroid. Pendapat yang dewasa ini dapat diterima
terkait mekanisme kerja obat-obat tersebut adalah bahwa aksi obat-obat anti
radang berkaitan dengan penghambatan metabolisme asam arakidonat.
Asam arakidonat adalah substrat untuk enzim-enzim siklooksigenase
dan lipooksigenase. Siklooksigenase mensintesa siklik endoperoksida
(prostaglandin G-2 dan H-2) yang kemudian diubah menjadi prostaglandin
stabil tromboksan, atau prostasiklin. Ketiga produk ini berasal dari leukosit,
dan senyawa-senyawa itu dijumpai pada keadaan radang. Di dalam leukosit,
asam arakhidonat oleh lipooksigenase akan diubah menjadi asam-asam
mono dan di-hidroksi yang merupakan prekursor dari leukotrien (senyawa
yang dijumpai pada keadaan anafilaksis). Dengan adanya rangsangan
mekanis atau kimia, produksi enzim lipooksigenase akan dipacu sehingga
meningkatkan produksi leukotrien dari asam arakhidonat.
Obat-obat yang dikenal menghambat siklooksigenase secara spesifik
(indometasin dan salisilat) mampu mecegah produksi medator inflamasi ;
PGE 2 & prostasiklin. Karena prostaglandin bersifat sinergik dengan
mediator inflamasi lainnya (bradikinin & histamin) maka pencegahan
pembentukan prostaglandin akan mengurangi efektivitas bradikinin &
histamin. Ibuprofen & aspirin mampu berikatan dengan siklooksigenase,
dan bersifat kompetitif terhadap arakhidonat.
Secara in vivo kortikosteroid mampu menghambat pengeluaran
prostaglanding pada tikus, kelinci & marmot. Penghambatan pengeluaran
asam arakhidonat dan fosfolipida juga akan mengurangi produk-produk
siklooksigenase dan lipooksigenase sehingga mengurangi mediator
peradangan. Kedua enzim tersebut dapat dihambat oleh benoksaprofen.

C. ALAT DAN BAHAN


a. Bahan
1. Asam mefenamat
2. Carageenan
3. Tikus jantan 200-300 g 12 ekor
b. Alat
1. Alat suntik (± 1 ml)
2. Batang pengaduk
3. Gelas kimia
4. Labu ukur
5. Pletismometer

D. CARA KERJA
1. Sebelum memulai pekerjaan, masing-masing tikus dikelompokkan dan
ditimbang berat badannya, kemudian diberikan tanda pengenal untuk
setiap tikus dalam kelompok.
2. Dengan bantuan spidol berikan tanda batas pada kaki belakang kiri untuk
setiap tikus agar pemasukan kaki kedalam air raksa setiap kali selalu
sama.
3. Pada tahap pendahuluan, volume kaki tikus diukur dan dinyatakan
sebagai volume dasar untuk setiap tikus. Pada setiap kali pengukuran
volume supaya diperiksa tinggi cairan pada alat dan dicatat sebelum dan
sesudah pengukuran, usahakan jangan sampai ada air raksa yang tumpah.
4. Pemberian dimulai untuk untuk kelompok yang diberi obat secara oral;
tikus kontrol hanya diberikan suspensi CMC Na 0,5%.
Tikus ke-1 : Kontrol
Tikus ke-2 : Asam Mefenamat
Tikus ke-3 : Deksametason
Tikus ke-4 : Ibu profen
Tikus ke-5 : Piroxica,
Pada menit ke-25 disuntikkan larutan karagenan pada telapak kaki kiri
tikus, dan untuk semuanya diberikan volume 0.05 mL.
5. Satu jam kemudian volume kaki yang disuntikkan karagenan diukur pada
alat dan dicatat. Lakukan pengukuran yang sama setiap 1 jam, 1,5 jam; 2
jam ; 2,5 jam ; 3 jam
Catat perbedaan volume kaki untuk setiap jam pengukuran.
6. Hasil pengamatan dimuat dalam tabel untuk setiap kelompok. Tabel
harus memuat presentase kenaikan volume kaki setiap jam untuk masing-
masing tikus. Perhitungan presentase kenaikan volume kaki dilakukan
dengan membandingkan terhadap volume dasar sebelum penyuntikan
karagen.
7. Selanjutnya untuk tiap-tiap kelompok dihitung presentase rata-rata dan
bandingkan persentase yang diperoleh kelompok yang diberi obat
terhadap kelompok kontrol pada jam yang sama.
Perhitungan dilakukan untuk pengukuran setelah 1 jam, 2 jam, 3 jam dan
setelah penyuntikan karagen.
Rumus yang digunakan sebagai berikut :
(%rata-rata kelompok kontrol) – (rata-rata kelompok obat) X 100
%rata-rata kelompok kontrol
8. Gambarkan grafik variasi presentase inhibisi udem yang tergantung pada
waktu (bagi kelompok yang diberi obat)
9. Bahas semua pengamatan dan proteksi inhibisi yang diberikan oleh obat
tariklah kesimpulan darinya
E. Hasil Pengamatan
1. Tabel Hasil Pengamatan

VOLUME KAKI
NOMOR
HEWAN Setelah
Sebelum 15
COBA 20 30menit 45 menit 60menit
induksi menit
menit

Kontrol 0,054 0,07 0,1 0,118 0,118 0,1

Asam
0,064 0,07 0,16 0,162 0,14 0,12
Mefenamat

Dexametason 0,04 0,07 0,068 0,066 0,103 0,11

Ibuprofen 0,05 0,065 0,065 0,063 0,058 0,055

Piroxicam 0,042 0,05 0,022 0,019 0,018 -

2. Perhitungan
a. Na CMC 0,5% dalam 250 ml
0.5 g
× 250ml = 1,25g
100
b. Asam Mefenamat 500mg dosis manusia
BBH
Konversi Dosis = Dosis × Faktor Konversi ×
BBU
200 g
= 500 mg × 0,018 ×
200 g
= 9 mg
Pembuatan Larutan stok 10 ml = Dosis × Faktor Koreksi
9 𝑚𝑔
= × 601 mg
500 𝑚𝑔
= 10,818 mg/2ml
10,818 𝑚𝑔
= × 10 ml
2 𝑚𝑙
= 54,09 mg
c. Deksametason 0,5 mg dosis manusia
BBH
Konversi Dosis = Dosis × Faktor Konversi ×
BBU
200 g
= 0,5 mg × 0,018 ×
200 g
= 0,009 mg

Pembuatan larutan stok 10 ml = Dosis × Faktor Koreksi


0,009 𝑚𝑔
= × 182 mg
0.5 𝑚𝑔
= 3,276 mg/2ml
3,276 𝑚𝑔
= × 10 ml
2 𝑚𝑙
= 16,38 mg
d. Ibuprofen 400 mg dosis manusia
BBH
Konversi Dosis = Dosis × Faktor Konversi ×
BBU
200 g
= 400 mg × 0,018 ×
200 g
= 7,2 mg

Pembuatan larutan stok 10 ml = Dosis × Faktor Koreksi


7,2 𝑚𝑔
= × 669 mg
400 𝑚𝑔
= 12,042 mg/2ml
12,042 𝑚𝑔
= × 10 ml
2 𝑚𝑙
= 60,21 mg
e. Piroxicam 20 mg dosis manusia
BBH
Konversi Dosis = Dosis × Faktor Konversi ×
BBU
200 g
= 20 mg × 0,018 ×
200 g
= 0,36 mg

Pembuatan larutan stok 10 ml = Dosis × Faktor Koreksi


0,36 𝑚𝑔
= × 225 mg
20 𝑚𝑔
= 4,59 mg/2ml
4,59 𝑚𝑔
= × 10 ml
2 𝑚𝑙
= 22.95 mg
f. Pembuatan larutan Karagenan 1% dalam 5 ml
1g
× 5ml = 0,05g
100
PEMBAHASAN
Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan
yang disebabkan oleh terauma fisik, zat kimia yang merusak, atau zat-zat
mikrobiologik. Inflamasi adalah usaha tubuh untuk mengaktivasi atau merusak
organisme yang menyerang, menghilangkan zat iritan dan mengatur derajat
perbaikan jaringan. Namun kadang-kadang inflamasi tidak bisa dicetuskan oleh
suatu respon imun, seperti asma atau artritis rematoid, atau suatu zat yang tidak
berbahaya seperti tepung sari. Inflamasi dicetuskan oleh pelepasan mediator
kimiawi dari jaringan yang rusak dan migrasi sel. Mediator kimiawi bervariasi
dengan tipe proses peradangan dan meliputi amin seperti histamin dan 5-
hidroksitriptamin, lipid seperti prostaglandin, peptida kecil seperti bradikinin dan
peptida besar seperti interleukin. Penemuan variasi yang luas diantara mediator
kimiawi telah menerangkan paradoks yang tampak bahwa obat-obat anti inflamasi
dapat mempengaruhi kerja mediator utama yang penting pada suatu tipe
inflamasi, tetapi tanpa efek pada proses inflamasi yang tidak melibatkan mediator
tanpa target (Mycek, 2001).

Radang merupakan respon protektif setempat yang ditimbulkan oleh


cedera atau kerusakan pada jaringan, yang berfungsi untuk menghancurkan,
mengurangi atau mengurung (sekuester) baik agen pencedera maupun jaringan
yang cedera itu. Tanda-tanda pokok peradangan akut mencakup pembengkakan
atau edema, kemerahan, panas, nyeri dan perubahan fungsi. Hal-hal yang terjadi
pada proses radang akut sebagian besar dimungkinkan oleh pelepasan berbagai
macam mediator kimia, antara lain amina vasoaktif, protease plasma, metabolit
asma arakhidonat, produk leukosit dan berbagai macam lainnya (Rustam, 2007).

Gambaran makroskopik peradangan sudah diuraikan 2000 tahun yang


lampau. Tanda-tanda radang ini oleh Celsus, seorang sarjana Roma yang hidup
pada abad pertama sesudah Masehi, sudah dikenal dan disebut tanda-tanda radang
utama. Tanda-tanda radang ini masih digunakan hingga saat ini. Tanda-tanda
radang mencakup rubor (kemerahan), kalor (panas), dolor (rasa sakit), dan tumor
(pembengkakan). Tanda pokok yang kelima ditambahkan pada abad terakhir yaitu
functio laesa (perubahan fungsi) ( Mitchell, 2003).

Asam arakidonat, suatu asam lemak 20 karbon adalah prekursor utama


prostaglandin dan senyawa yang berkaitan. Asam arakidonat terdapat dalam
komponen fosfolipid membran sel, terutama fosfotidil inositol dan kompleks lipid
lainnya. Asam arakidonat bebas dilepaskan dari jaringan fosfolipid oleh kerja
fosfolipase A2 dan asil hidrolase lainnya. Melalui suatu proses yang dikontrol
oleh hormon dan rangsangan lainnya. Ada 2 jalan utama sintesis eukosanoid dari
asam arakidonat ( Mycek, 2001).

Pada jalan siklo-oksigenase Semua eikosanoid berstruktur cincin sehingga


prostaglandin, tromboksan, dan prostasiklin disintesis melalui jalan siklo –
oksigenase. Telah diketahui dua siklo-oksigenase : COX-1 dan COX-2 Yang
pertama bersifat ada dimana – mana dan pembentuk, sedangkan yang kedua
diinduksi dalam respon terhadap rangsangan inflamasi ( Mycek, 2001 ).

Pada Jalan lipoksigenase, beberapa lipoksigenase dapat bekerja pada asam


arakidonat untuk membentuk HPETE, 12-HPETE dan 15-HPETE yang
merupakan turunan peroksidasi tidak stabil yang dikorvensi menjadi turunan
hidroksilasi yang sesuai (HETES) atau menjadi leukotrien atau lipoksin,
tergantung pada jaringan ( Mycek, 2001).

Uji utama yang sering dipakai dalam menapis zat antiradang nonsteroid
baru, mengukur kemampuan suatu senyawa untuk mengurangi edema lokal pada
cengkraman tikus yang disebabkan oleh suntikan zat pengiritasi karagenan, yaitu
suatu mukopolisakarida yang diperoleh dari lumut laut Irlandia, Chondrus crispus.
Zat antiradang yang paling banyak digunakan diklinik untuk menekan edema
macam ini. Sifat antiradang indometasin, yaitu zat antiradang nonsteroid yang
banyak dipakai, pada mulanya ditentukan uji karagenan. (Hamor, G.H., 1996).

Asam mefenamat adalah suatu obat yang termasuk dalam golongan AINS
(Antiinflamasi Non Steroid). Asam mefenamat bekerja dengan mengurangi
hormone yang menyebabkan inflamasi atau peradangan serta nyeri di tubuh.
Asam mefenamat diabsorbsi dengan cepat dari saluran gastrointestinal apabila
diberikan secara oral. Asam mefenamat memiliki dua produk metabolit, yaitu
hidroksimetil dan turunan suatu karboksi, keduanya dapat diidentifikasi dalam
plasma dan urin. Asam mefenamat dan metabolitnya berkonjugasi dengan asam
glukoronat dan sebagian besar diekskresikan lewat urin, tetapi ada juga sebagian
kecil yang melalui feses ( Mycek,2001).

Deksametason adalah glukokortikoid sintetik dengan aktivitas


imunosupresan dan anti-inflamasi. Sebagai imunosupresan, deksametason bekerja
dengan menurunkan respon imun tubuh terhadap stimulasi rangsangan. Aktivitas
anti-inflamasi deksametason dengan jalan menekan atau mencegah respon
jaringan terhadap proses inflamasi dan menghambat akumulasi sel yang
mengalami inflamasi, termasuk makrofag dan leukosit pada tempat inflamasi.
Deksametason merupakan obat golongan kortikostseroid. Kortikosteroid adalah
suatu hormon yang dibuat oleh bagian korteks (luar) dari kelenjar adrenal.
Kortikosteroid terbagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok glukokortikoid dan
mineralokortikoid. Glukokortikoid berperan mengendalikan metabolisme
karbohidrat, lemak dan protein, juga bertindak sebagai anti-inflamasi dengan cara
menghambat pelepasan fosfolipid serta dapat pula menurunkan kinerja eosinofil.
Sedangkan mineralokortikoid berfungsi mengatur kadar elektrolit dan air dengan
cara penahanan garam di ginjal. Berdasarkan mekanisme kerjanya, deksametason
digolongkan ke dalam kelompok glukokortikoid ( Mycek, 2001).

Ibuprofen merupakan derivat asam fenil propionat dari kelompok obat


antiinflamasi non steroid. Senyawa ini bekerja melalui penghambatan enzim
siklo-oksigenase pada biosintesis prostaglandin, sehingga konversi asam
arakidonat menjadi PG-G2 terganggu. Prostaglandin berperan pada patogenesis
inflamasi, analgesia dan demam. Dengan demikian maka ibuprofen mempunyai
efek antiinflamasi dan analgetik-antipiretik. Pada pemberian oral ibuprofen
diabsorbsi dengan cepat, berikatan dengan protein plasma dan kadar puncak
dalam plasma tercapai 1-2 jam setelah pemberian. Adanya makanan akan
memperlambat absorbsi, tetapi tidak mengurangi jumlah yang diabsorbsi.
Metabolisme terjadi di hati dengan waktu paruh 1,8-2 jam. Ekskresi bersama urin
dalam bentuk utuh dan metabolik inaktif, sempurna dalam 24 jam ( Mycek, 2001).

Piroxicam merupakan salah satu AINS dengan struktur baru yaitu


oksikam. Waktu paruh dalam plasma lebih dari 45 jam sehingga dapat diberikan
hanya sekali sehari. Absorpsi berlangsung cepat di lambung; terikat 99% pada
protein plasma. Obat ini menjalani siklus enterohepatik. Indikasi piroxicam hanya
untuk penyakit inflamasi sendi misalnya arthritis reumatoid, osteoarthritis,
spondilitis ankilosa dengan dosis 10-20 mg sehari ( Mycek, 2001 ).

Hewan uji yang digunakan pada praktikum kali ini adalah hewan uji tikus.
Hewan uji tikus yang digunakan pada percobaan ini menggunakan 2 ekor tikus
yang dibedakan menjadi kelompok uji, kelompok kontrol 1. dimana setiap
kelompok dibedakan berdasarkan zat yang diberikan. Adapun alat dan bahan
yang digunakan pada praktikum pengujian efek anti-inflamasi ini adalah jarum
suntik 1 mL. Jarum suntik ini digunakan untuk menyuntik tikus secara
Intraperitorial , yaitu dengan menyuntikkan zat pada perut tikus yang telah dibagi
menjadi empat bagian dan diberi titik pada bagian perut kiri bawah, dengan tujuan
yaitu agar obat langsung masuk kedalam bagian lambung tikus dan tidak
mengenai paru-paru yang dapat mengakibatkan kematian pada hewan uji tikus.
Dan dengan menggunakan jarum suntik tikus diberi zat dengan cara subkutan
pada bagian telapak kaki belakang sebelah kiri. Kemudian alat yang digunakan
adalah Plethysmometer yang fungsinya adalah sebagai alat pengukur untuk
mengukur volume udem yang terjadi dan kemudian dibandingkan terhadap udem
yang tidak diberikan obat. Prinsip kerja alat ini adalah berdasarkan Hukum
Archimedes, yaitu penambahan volume air raksa sebanding dengan volume kaki
tikus yang dimasukkan.

Prosedur yang dilakukan adalah pertama-tama memilih tikus yang akan di


uji cobakan. Setelah dipilih tikus yang akan digunakan, terlebih dahulu diberi
tanda penomoran pada tikus untuk memudahkan praktikan melakukan uji dan agar
tidak tertukar antar tikus satu dengan tikus yang lainnya. Kemudian dihitung
masing-masing dosis zat yang akan diberikan sesuai dengan berat bobot badan
dari tiap tikusnya. Kemudian diberi tanda batas dengan menggunakan spidol pada
bagian kaki belakang sebelah kiri, hal ini bertujuan agar batas pemasukkan kaki
ke dalam air raksa setiap kali selalu sama. Kemudian, pada tahap pendahuluan
volume kaki tikus diukur dan menjadi data sebagai volume dasar. Pada setiap
pengukuran volume dengan menggunakan alat plethysmometer, cara melihat
volume dengan menggunakan alat ini adalah dengan mencelupkan kaki kiri
belakang tikus yang ke dalam air raksa secara hati-hati agar air raksa tidak
tumpah, dan sangat berbahaya jika terkena kulit pada manusia, karena dapat
mengakibatkan kanker. Setelah kaki kiri belakang tikus dicelupkan, diperhatikan
tinggi cairan air raksa dan dicatat sebelum dan sesudah pengukuran.
Kemudian tikus diberi larutan karagenan 1 mL secara subkutan dibagian
telapak kaki tikus dan ditunggu selama 30 menit. Setelah 30 menit, tikus diberi
perlakuan pemberian obat dengan pemberian oral. Kemudian dihitung volume
perubahan edema yang dialami kaki tikus untuk setiap perbedaan waktu, yaitu
pada menit ke-15 menit, 30 menit, 45 menit, dan 60 menit. Dan didapat nilai Vt.
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, diperoleh hasil untuk
perlakuan kontrol diperoleh data pada pengukuran awal sebesar 0,054 mL. Setelah
diinduksi inflamasi sebesar 0,07 mL. Setelah pemberian pada menit ke 15 sebesar
0,1 , menit ke 30 sebesar 0,118 mL , menit ke 45 sebesar 0,118 mL dan menit ke
60 sebesar 0,1 mL. Dari hasil yang didapat diketahui bahwa terjadi penaikan dan
penurunan volume kaki, setelah diinduksi karageenan volume kaki terjadi
penaikan hal ini sesuai dengan teori dikarenakan karageenan merupakan pemberi
efek inflamasi pada tikus. Kemudian pada menit ke 15 ke menit 30 dan 45 terjadi
penaikan volume kaki hal sesuai dengan teori tetapi pada menit ke 60 terjadi
penurunan volume hal ini tidak sesuai dengan teori dikarenakan pada uji kontrol
hanya diberi NaCMC yang tidak berpengaruh pada antiinflamasi . Kesalahan atau
tidak sesuainya hasil dapat dipengaruhi karena kaki mencit yang diinduksi tidak
terlalu bengkak, kesalahan dalam pengukuran dikarenakan pada alat diketahui
bahwa air raksa berkurang volumenya, kesalahan dalam pemberian dosis obat
pada tikus karena tidak dilakukan penimbangan berat tikus sebelum dilakukan
pengujian, tikus yang digunakan tidak dipuasakan.
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, diperoleh hasil untuk
perlakuan obat asam mefenamat diperoleh data pada pengukuran awal sebesar
0,064 mL. Setelah diinduksi inflamasi sebesar 0,07 mL. Setelah pemberian pada
menit ke 15 sebesar 0,16 , menit ke 30 sebesar 0,162 mL , menit ke 45 sebesar
0,14 mL dan menit ke 60 sebesar 0,12 mL. Dari hasil yang didapat diketahui
bahwa terjadi penaikan dan penurunan volume kaki, setelah diinduksi karageenan
volume kaki terjadi penaikan hal ini sesuai dengan teori dikarenakan karageenan
merupakan pemberi efek inflamasi pada tikus. Kemudian pada menit ke 15 ke
menit 30 terjadi peningkatan volume kaki hal ini tidak sesuai dengan teori tetapi
pada menit ke 45 dan menit ke 60 terjadi penurunan colume kaki yang mana jika
dibandingkan dengan literatur hal ini sesuai dengan teori dikarenakan sudah
terjadi antiinflamasi yang menyebabkan volume kaki menurun yang menandakan
obat mulai bekerja. Kesalahan atau tidak sesuainya hasil dapat dipengaruhi karena
kaki mencit yang diinduksi tidak terlalu bengkak, kesalahan dalam pengukuran
dikarenakan pada alat diketahui bahwa air raksa berkurang volumenya, kesalahan
dalam pemberian dosis obat pada tikus karena tidak dilakukan penimbangan berat
tikus sebelum dilakukan pengujian, tikus yang digunakan tidak dipuasakan.

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, diperoleh hasil untuk


perlakuan obat dexametason diperoleh data pada pengukuran awal sebesar 0,04
mL. Setelah diinduksi inflamasi sebesar 0,07 mL. Setelah pemberian pada menit
ke 15 sebesar 0,068 , menit ke 30 sebesar 0,066 mL , menit ke 45 sebesar 0,103
mL dan menit ke 60 sebesar 0,11 mL. Dari hasil yang didapat diketahui bahwa
terjadi penaikan dan penurunan volume kaki, setelah diinduksi karageenan
volume kaki terjadi penaikan hal ini sesuai dengan teori dikarenakan karageenan
merupakan pemberi efek inflamasi pada tikus. Kemudian pada menit ke 15 dan
menit ke 30 terjadi penurunan hal ini sesuai dengan teori dikarenakan sudah
terjadi antiinflamasi yang menyebabkan volume kaki menurun yang menandakan
obat mulai bekerja. Tetapi pada menit ke 45 terjadi penaikan volume hal ini tidak
sesuai dengan teori dan pada menit ke 60 terjadi penurunan volume yang mana
hal ini sesuai dengan teori. Kesalahan atau tidak sesuainya hasil dapat dipengaruhi
karena kaki mencit yang diinduksi tidak terlalu bengkak, kesalahan dalam
pengukuran dikarenakan pada alat diketahui bahwa air raksa berkurang
volumenya, kesalahan dalam pemberian dosis obat pada tikus karena tidak
dilakukan penimbangan berat tikus sebelum dilakukan pengujian, tikus yang
digunakan tidak dipuasakan.

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, diperoleh hasil untuk


perlakuan obat ibuprofen diperoleh data pada pengukuran awal sebesar 0,05 mL.
Setelah diinduksi inflamasi sebesar 0,065 mL. Setelah pemberian pada menit ke
15 sebesar 0,065 , menit ke 30 sebesar 0,063 mL , menit ke 45 sebesar 0,058 mL
dan menit ke 60 sebesar 0,055 mL. Dari hasil yang didapat diketahui bahwa
terjadi penaikan dan penurunan volume kaki, setelah diinduksi karageenan
volume kaki terjadi penaikan hal ini sesuai dengan teori dikarenakan karageenan
merupakan pemberi efek inflamasi pada tikus. Kemudian pada menit ke 15
sampai menit ke 60 terjadi penurunan yang jika dibandingkan dengan teori hal ini
sudah sesuai dikarenakan sudah terjadi antiinflamasi yang menyebabkan volume
kaki menurun yang menandakan obat mulai bekerja.

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, diperoleh hasil untuk


perlakuan obat piroxicam diperoleh data pada pengukuran awal sebesar 0,042 mL.
Setelah diinduksi inflamasi sebesar 0,05 mL. Setelah pemberian pada menit ke 15
sebesar 0,022 , menit ke 30 sebesar 0,019 mL , menit ke 45 sebesar 0,018 mL dan
menit ke 60 tidak dilakukan pengukuran dikarenakan waktu yang tidak cukup.
Dari hasil yang didapat diketahui bahwa terjadi penaikan dan penurunan volume
kaki, setelah diinduksi karageenan volume kaki terjadi penaikan hal ini sesuai
dengan teori dikarenakan karageenan merupakan pemberi efek inflamasi pada
tikus. Kemudian pada menit ke 15 sampai menit ke 60 terjadi penurunan yang jika
dibandingkan dengan teori hal ini sudah sesuai dikarenakan sudah terjadi
antiinflamasi yang menyebabkan volume kaki menurun yang menandakan obat
mulai bekerja.
KESIMPULAN HASIL PRAKTIKUM
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1. Inflamasi adalah suatu respon protektif stempat yang ditimbulkan oleh
kerusakan pada jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia
yang merusak,atau zat mikrobiologik. Inflamasi berfungsi
menghancurkan, mengurangi, atau melokalisasi (sekuster) baik agen yang
merusak maupun jaringan yang rusak.
2. Tanda-tanda radang mencakup rubor (kemerahan), kalor (panas), dolor
(rasa sakit), dan tumor (pembengkakan). Tanda pokok yang kelima
ditambahkan pada abad terakhir yaitu functio laesa (perubahan fungsi)
3. Kesalahan atau tidak sesuainya hasil dapat dipengaruhi karena kaki mencit
yang diinduksi tidak terlalu bengkak, kesalahan dalam pengukuran
dikarenakan pada alat diketahui bahwa air raksa berkurang volumenya,
kesalahan dalam pemberian dosis obat pada tikus karena tidak dilakukan
penimbangan berat tikus sebelum dilakukan pengujian, tikus yang
digunakan tidak dipuasakan.
PERTANYAAN

1. Jelaskan mekanisme terjadinya inflamasi !


Jawab :
Inflamasi adalah suatu respon protektif stempat yang ditimbulkan oleh kerusakan
pada jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak,atau zat
mikrobiologik. Inflamasi berfungsi menghancurkan, mengurangi, atau
melokalisasi (sekuster) baik agen yang merusak maupun jaringan yang rusak.
Dalam hal ini Asam Arakidonat mempunyai peranan penting yaitu asam
arakidonat adalah substrat untuk enzim-enzim siklooksigenase dan lipooksigenase
sebagai mediator inflamasi. Siklooksigenase mensintesa siklik endoperoksida
(protaglandin G-2 dan H-2) yang kemudian diubah menjadi prostaglandin stabil
tromboksan,atau prostasiklin. Senyawa-senyawa ini berasal dari leukosit yang
dijumpai saat terjadinya radang. Di dalam leukosit,asam arakidonat oleh
lipooksigenase akan diubah menjadi asam-asam mono dan di-hidroksi yang
merupakan prekursor dari leukotrien (senyawa yang dijumpai pada keadaan
anafilaksis). Dengan adanya rangsangan mekanis dan kimia produksi enzim
lipooksigenase akan dipacu sehingga meningkatkan produksi leukotrien dari asam
arakidonat yang akan menyebabkan peradangan.

(Fanty,2017)
2. Jelaskan mekanisme anti inflamasi dari obat-obat yang digunakan
dalam percobaan ini !
Jawab:
Dexamethason merupakan kortikosteroid dari golongan glukosteroid yang
mempunyai efek anti-inflamasi yang adekuat. Dimana, pemberian
deksametason akan menekan pembentukan bradikinin dan juga pelepasan
neuropeptida dari ujung-ujung saraf, hal tersebut dapat menimbulkan
rangsangan nyeri pada jaringan yang mengalami proses inflamasi. Penekanan
produksi prostaglandin oleh deksametason akan menghasilkan efek analgesia
melalui penghambatan sintesis enzim siklooksigenase (COX) di jaringan perifer
tubuh. Deksametason juga menekan mediator inflamasi seperti tumor necrosis
factor-α (TNF-α), interleukin 1-β (IL-1β), dan interleukin-6 (IL-6).
(Bisri,2015)
Asam mefenamat merupakan obat golongan Nonsteroid (NSAID) yang sama
fungsinya yaitu sebagai antiinflmasi dan analgetika dengan mekanisme kerja
menghambat prostaglandin melalui penghambatan terhadap enzim
siklooksigenase sehingga dapat digunakan sebagai obat pembanding.
(Fanty,2017)

3. Tentukan obat yang paling poten dalam mengambat peradangan karena


putih telur. Jelaskan jawaban anda !
jawab
Dexamethason, karena dexamethason merupakan kortikosteroid dari golongan
glukosteroid yang mempunyai efek anti-inflamasi yang adekuat.
(Bisri,2015)
4. Kenapa putih telur dapat digunakan untuk menginduksi terjadinya
inflamasi ?
Jawab :
Asam arakidonat pada putih telur dapat menyebabkan terjadinya pembengkakan
atau inflamasi karena asam arakidonat akan melepaskan zat seperti histamin,
bradikinin dan prostaglandin. Pelepasan zat-zat tersebut dalam hal ini
prostaglandin, disamping menekan sistem imun dan menstimulasi pertumbuhan
sel tumor juga dapat bersifat meradang sehingga dapat digunakan sebagai
indikator inflamasi.
(Barung, 2017)
DAFTAR PUSTAKA

Barung, Elisabeth N. 2017. Uji Efektivitas Antiinflamasi Infus Herba Suruhan


(Peperomia Pellucida L.) Pada Tikus Putih (Rattus Norvegicus).
Manado : Politeknik Kesehatan Mando.

Bisri, dkk. 2015. Perbandingan Pemberian Deksametason 10 mg dengan 15 mg


Intravena sebagai Adjuvan Analgetik Terhadap Skala Nyeri
Pascabedah Pada Pasien yang Dilakukan Radikal Mastektomi
Termodifikasi. Jurnal Anestesi Perioperatif, Vol.3, No. 3.

Fanty, Felesia., dkk. 2017. Pengaruh Pemberian Asam Mefenamat terhadap


Terapi Akupuntur pada Nyeri Radang Karagenan Kaki Tikus. Jurnal
of Medicine and Health, Vol.1, No.5.

Mitchell, R.N. & Cotran, R.S.2003. Inflamasi akut dan kronik. Philadelphia:
Elsevier Saunders.

Mycek,j mary, 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar.Widya Medika, Jakarta.

Rustam E, Atmasari I, Yanwirasti. 2007 Efek Anti inflamasi Ekstrak


Etanol Kunyit (Curcuma domestika Val.) Pada Tikus Putih Jantan
Galur Wistar. Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi . vol 12 no 2.

Anda mungkin juga menyukai