FARMAKOLOGI I
DISUSUN OLEH :
LABORATORIUM
BIOMEDIK & FARMAKOLOGI
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS
MULAWARMAN
SAMARINDA
2018
PERCOBAAN III
ANTI INFLAMASI
A. TUJUAN
Mahasiswa mampu memahami daya anti inflamasi obat dengan
radang buatan pada hewan coba
B. PENDAHULUAN
Tanda-tanda & gejala umum pada inflamasi adalah bengkak
kemerahan, nyeri dan panas, tidak peduli sebabnya karena bahan kimia atau
mekanis.
Obat anti radang dibagi menjadi dua golongan utama, golongan
kortikosteroid dan nonsteroid. Pendapat yang dewasa ini dapat diterima
terkait mekanisme kerja obat-obat tersebut adalah bahwa aksi obat-obat anti
radang berkaitan dengan penghambatan metabolisme asam arakidonat.
Asam arakidonat adalah substrat untuk enzim-enzim siklooksigenase
dan lipooksigenase. Siklooksigenase mensintesa siklik endoperoksida
(prostaglandin G-2 dan H-2) yang kemudian diubah menjadi prostaglandin
stabil tromboksan, atau prostasiklin. Ketiga produk ini berasal dari leukosit,
dan senyawa-senyawa itu dijumpai pada keadaan radang. Di dalam leukosit,
asam arakhidonat oleh lipooksigenase akan diubah menjadi asam-asam
mono dan di-hidroksi yang merupakan prekursor dari leukotrien (senyawa
yang dijumpai pada keadaan anafilaksis). Dengan adanya rangsangan
mekanis atau kimia, produksi enzim lipooksigenase akan dipacu sehingga
meningkatkan produksi leukotrien dari asam arakhidonat.
Obat-obat yang dikenal menghambat siklooksigenase secara spesifik
(indometasin dan salisilat) mampu mecegah produksi medator inflamasi ;
PGE 2 & prostasiklin. Karena prostaglandin bersifat sinergik dengan
mediator inflamasi lainnya (bradikinin & histamin) maka pencegahan
pembentukan prostaglandin akan mengurangi efektivitas bradikinin &
histamin. Ibuprofen & aspirin mampu berikatan dengan siklooksigenase,
dan bersifat kompetitif terhadap arakhidonat.
Secara in vivo kortikosteroid mampu menghambat pengeluaran
prostaglanding pada tikus, kelinci & marmot. Penghambatan pengeluaran
asam arakhidonat dan fosfolipida juga akan mengurangi produk-produk
siklooksigenase dan lipooksigenase sehingga mengurangi mediator
peradangan. Kedua enzim tersebut dapat dihambat oleh benoksaprofen.
D. CARA KERJA
1. Sebelum memulai pekerjaan, masing-masing tikus dikelompokkan dan
ditimbang berat badannya, kemudian diberikan tanda pengenal untuk
setiap tikus dalam kelompok.
2. Dengan bantuan spidol berikan tanda batas pada kaki belakang kiri untuk
setiap tikus agar pemasukan kaki kedalam air raksa setiap kali selalu
sama.
3. Pada tahap pendahuluan, volume kaki tikus diukur dan dinyatakan
sebagai volume dasar untuk setiap tikus. Pada setiap kali pengukuran
volume supaya diperiksa tinggi cairan pada alat dan dicatat sebelum dan
sesudah pengukuran, usahakan jangan sampai ada air raksa yang tumpah.
4. Pemberian dimulai untuk untuk kelompok yang diberi obat secara oral;
tikus kontrol hanya diberikan suspensi CMC Na 0,5%.
Tikus ke-1 : Kontrol
Tikus ke-2 : Asam Mefenamat
Tikus ke-3 : Deksametason
Tikus ke-4 : Ibu profen
Tikus ke-5 : Piroxica,
Pada menit ke-25 disuntikkan larutan karagenan pada telapak kaki kiri
tikus, dan untuk semuanya diberikan volume 0.05 mL.
5. Satu jam kemudian volume kaki yang disuntikkan karagenan diukur pada
alat dan dicatat. Lakukan pengukuran yang sama setiap 1 jam, 1,5 jam; 2
jam ; 2,5 jam ; 3 jam
Catat perbedaan volume kaki untuk setiap jam pengukuran.
6. Hasil pengamatan dimuat dalam tabel untuk setiap kelompok. Tabel
harus memuat presentase kenaikan volume kaki setiap jam untuk masing-
masing tikus. Perhitungan presentase kenaikan volume kaki dilakukan
dengan membandingkan terhadap volume dasar sebelum penyuntikan
karagen.
7. Selanjutnya untuk tiap-tiap kelompok dihitung presentase rata-rata dan
bandingkan persentase yang diperoleh kelompok yang diberi obat
terhadap kelompok kontrol pada jam yang sama.
Perhitungan dilakukan untuk pengukuran setelah 1 jam, 2 jam, 3 jam dan
setelah penyuntikan karagen.
Rumus yang digunakan sebagai berikut :
(%rata-rata kelompok kontrol) – (rata-rata kelompok obat) X 100
%rata-rata kelompok kontrol
8. Gambarkan grafik variasi presentase inhibisi udem yang tergantung pada
waktu (bagi kelompok yang diberi obat)
9. Bahas semua pengamatan dan proteksi inhibisi yang diberikan oleh obat
tariklah kesimpulan darinya
E. Hasil Pengamatan
1. Tabel Hasil Pengamatan
VOLUME KAKI
NOMOR
HEWAN Setelah
Sebelum 15
COBA 20 30menit 45 menit 60menit
induksi menit
menit
Asam
0,064 0,07 0,16 0,162 0,14 0,12
Mefenamat
2. Perhitungan
a. Na CMC 0,5% dalam 250 ml
0.5 g
× 250ml = 1,25g
100
b. Asam Mefenamat 500mg dosis manusia
BBH
Konversi Dosis = Dosis × Faktor Konversi ×
BBU
200 g
= 500 mg × 0,018 ×
200 g
= 9 mg
Pembuatan Larutan stok 10 ml = Dosis × Faktor Koreksi
9 𝑚𝑔
= × 601 mg
500 𝑚𝑔
= 10,818 mg/2ml
10,818 𝑚𝑔
= × 10 ml
2 𝑚𝑙
= 54,09 mg
c. Deksametason 0,5 mg dosis manusia
BBH
Konversi Dosis = Dosis × Faktor Konversi ×
BBU
200 g
= 0,5 mg × 0,018 ×
200 g
= 0,009 mg
Uji utama yang sering dipakai dalam menapis zat antiradang nonsteroid
baru, mengukur kemampuan suatu senyawa untuk mengurangi edema lokal pada
cengkraman tikus yang disebabkan oleh suntikan zat pengiritasi karagenan, yaitu
suatu mukopolisakarida yang diperoleh dari lumut laut Irlandia, Chondrus crispus.
Zat antiradang yang paling banyak digunakan diklinik untuk menekan edema
macam ini. Sifat antiradang indometasin, yaitu zat antiradang nonsteroid yang
banyak dipakai, pada mulanya ditentukan uji karagenan. (Hamor, G.H., 1996).
Asam mefenamat adalah suatu obat yang termasuk dalam golongan AINS
(Antiinflamasi Non Steroid). Asam mefenamat bekerja dengan mengurangi
hormone yang menyebabkan inflamasi atau peradangan serta nyeri di tubuh.
Asam mefenamat diabsorbsi dengan cepat dari saluran gastrointestinal apabila
diberikan secara oral. Asam mefenamat memiliki dua produk metabolit, yaitu
hidroksimetil dan turunan suatu karboksi, keduanya dapat diidentifikasi dalam
plasma dan urin. Asam mefenamat dan metabolitnya berkonjugasi dengan asam
glukoronat dan sebagian besar diekskresikan lewat urin, tetapi ada juga sebagian
kecil yang melalui feses ( Mycek,2001).
Hewan uji yang digunakan pada praktikum kali ini adalah hewan uji tikus.
Hewan uji tikus yang digunakan pada percobaan ini menggunakan 2 ekor tikus
yang dibedakan menjadi kelompok uji, kelompok kontrol 1. dimana setiap
kelompok dibedakan berdasarkan zat yang diberikan. Adapun alat dan bahan
yang digunakan pada praktikum pengujian efek anti-inflamasi ini adalah jarum
suntik 1 mL. Jarum suntik ini digunakan untuk menyuntik tikus secara
Intraperitorial , yaitu dengan menyuntikkan zat pada perut tikus yang telah dibagi
menjadi empat bagian dan diberi titik pada bagian perut kiri bawah, dengan tujuan
yaitu agar obat langsung masuk kedalam bagian lambung tikus dan tidak
mengenai paru-paru yang dapat mengakibatkan kematian pada hewan uji tikus.
Dan dengan menggunakan jarum suntik tikus diberi zat dengan cara subkutan
pada bagian telapak kaki belakang sebelah kiri. Kemudian alat yang digunakan
adalah Plethysmometer yang fungsinya adalah sebagai alat pengukur untuk
mengukur volume udem yang terjadi dan kemudian dibandingkan terhadap udem
yang tidak diberikan obat. Prinsip kerja alat ini adalah berdasarkan Hukum
Archimedes, yaitu penambahan volume air raksa sebanding dengan volume kaki
tikus yang dimasukkan.
(Fanty,2017)
2. Jelaskan mekanisme anti inflamasi dari obat-obat yang digunakan
dalam percobaan ini !
Jawab:
Dexamethason merupakan kortikosteroid dari golongan glukosteroid yang
mempunyai efek anti-inflamasi yang adekuat. Dimana, pemberian
deksametason akan menekan pembentukan bradikinin dan juga pelepasan
neuropeptida dari ujung-ujung saraf, hal tersebut dapat menimbulkan
rangsangan nyeri pada jaringan yang mengalami proses inflamasi. Penekanan
produksi prostaglandin oleh deksametason akan menghasilkan efek analgesia
melalui penghambatan sintesis enzim siklooksigenase (COX) di jaringan perifer
tubuh. Deksametason juga menekan mediator inflamasi seperti tumor necrosis
factor-α (TNF-α), interleukin 1-β (IL-1β), dan interleukin-6 (IL-6).
(Bisri,2015)
Asam mefenamat merupakan obat golongan Nonsteroid (NSAID) yang sama
fungsinya yaitu sebagai antiinflmasi dan analgetika dengan mekanisme kerja
menghambat prostaglandin melalui penghambatan terhadap enzim
siklooksigenase sehingga dapat digunakan sebagai obat pembanding.
(Fanty,2017)
Mitchell, R.N. & Cotran, R.S.2003. Inflamasi akut dan kronik. Philadelphia:
Elsevier Saunders.