Anda di halaman 1dari 14

Rondhianto JURNAL KEPERAWATAN, ISSN 2086-3071

KETERKAITAN DIABETES SELF MANAGEMENT EDUCATION TERHADAP


SELF EFFICACY PASIEN DIABETES MELLITUS

The Connection of Diabetes Self Management Education With Self Efficacy Diabetes
Mellitus Patient

Rondhianto

Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember


Jl. Kalimantan No. 37 Kampus Bumi Tegal Boto Jember Telp./Fax (0331) 323450
Email : rondhi_unej@yahoo.co.id

ABSTRAK

Diabetes Mellitus (DM) tipe 2 merupakan penyakit kronis yang membutuhkan perawatan jangka panjang
sehingga memerlukan pendidikan pengelolaan mandiri untuk mencegah komplikasi akut dan kronis. Salah
satu bentuk pendidikan kesehatan yang dapat diberikan pada pasien DM tipe 2 adalah diabetes self
management education (DSME) yang akan memfasilitasi pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan
perawatan mandiri (self care) dan self efficacy-nya. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan pengaruh
DSME dalam discharge planning terhadap self efficacy pasien DM tipe 2. Jenis penelitian ini adalah penelitian
quasi experiment dengan design non randomized control group pretest posttest design. Pada penelitian ini
kelompok perlakuan diberikan suatu perlakuan berupa penerapan DSME di dalam discharge planning
sedangkan pada kelompok kontrol tidak dilakukan perlakuan (mendapatkan discharge planning sesuai
yang dilakukan di ruangan rawat inap). Hasil penelitian dengan Uji t Test Independent menunjukkan nilai t
= 10, 215 (p = 0, 000), yang berarti terdapat perbedaan sel efficacy yang signifikan antara kelompok yang
mendapatkan perlakuan penerapan DSME di dalam discharge planning dengan kelompok kontrol (kelompok
yang tidak mendapatkan perlakuan). Kesimpulan dari penelitian ini adalah penerapan DSME di dalam discharge
planning terbukti dapat meningkatkan self efficacy pasien DM tipe 2 lebih signifikan dibandingkan dengan
pemberian discharge planning yang biasa dilakukan di ruangan. Sarannya adalah agar dapat disusun suatu
discharge planning dengan menggunakan konsep DSME dan diharapkan perawat dapat mengaplikasikany
dalam perawatan pasien sehingga akan lebih meningkatkan pengelolaan diabetes pasien secara mandiri.

Kata kunci : Diabetes Self Management Education, Discharge Planning, Self Efficacy, DM tipe 2

ABSTRACT

Diabetes type 2 is chronic disease that needed long term treatment. Self management will be effective
if patient have knowledge, skills and self efficacy to conduct of diabetes management behaviors. If patient
just have knowledge without high self efficacy, disease self management will be not effective. Because
patients have not internal desire to manage their disease well. Diabetes self management education
(DSME) is one of diabetes eduction type that can support knowledge, skills and self care abilities. So
patient efficacy may improve and patient can conduct treatment activity to their own disease independently.
The objectives of the research are proving influence of DSME in discharge planning to self efficacy. This
research is quasi experiment research with non randomized control group pretest posttest design. The
treatment group given treatment (applying of DSME in discharge planning), while at the control group
did not. The result of the research indicate, applying DSME in discharge planning effected to self efficacy
of diabetes type 2 patient, with significant differences between treatment and control group. Result of t
test independent, t value is 10.215 (p = 0.000). The conclusion of the research is applying DSME in
discharge planning can improve self efficacy more significant than usual discharge planning.

Key Words : Diabetes Self Management Education, Discharge Planning, Self Efficacy, Type 2 Diabetes

LATAR BELAKANG perawatan medis an pendidikan pengelolaan


mandiri untuk mencegah d komplikasi akut
Diabetes Mellitus (DM) merupakan dan menurunkan resiko komplikasi jangka
penyakit metabolik kronis yang membutuhkan
216 Juli 2012: 216 - 229
Versi online / URL:
Volume 3, Nomor 2

panjang (ADA, 2010). Penanganan penyakit diperkirakan jumlah penderita DM tipe 2


DM di rumah sakit menjadi tanggung jawab adalah 10.328 - 10.617 orang (Dinas
tim kesehatan. Namun setelah pasien Kesehatan Jawa Timur, 2009). Hasil Studi
dipulangkan, maka pasien dan keluarga harus pendahuluan yang dilakukan peneliti di RSU
bisa mengambil alih tanggung jawab tersebut dr. H. Koesnadi Bondowoso menunjukkan
dengan cara harus bisa melakukan bahwa pada tahun 2010, DM tipe 2
perawatan secara mandir i (self care) menempati posisi 5 besar penyakit yang di
sehingga pasien dan keluarga harus dibekali rawat di RSU dr. H. Koesnadi Bondowoso,
pengetahuan dan ketrampilan yang cukup dengan jumlah pasien sebanyak 349 orang.
untuk mencegah kemungkinan rawat ulang Hasil studi pendahuluan didapatkan hasil
(rehospitalisasi) dengan kondisi yang lebih bahwa jumlah pasien DM yang menjalani
buruk (Carey, 2002). Hasil studi pendahuluan rawat ulang di rumah sakit dalam 1 tahun
di RSU dr. H. Koesnadi Bondowoso terakhir ini adalah 43,11 % dengan berbagai
didapatkan hasil bahwa bahwa pendidikan komplikasi diantaranya, gangguan
kesehatan yang diberikan perawat melalui kardiovaskuler, ginjal, persarafan dan
pelaksanaan discharge planning kepada komplikasi utama adalah ulkus diabetikum.
pasien selama di rawat di rumah sakit masih Menurut Adam di dalam Atak (2010)
belum dilakukan secara optimal. Pelaksanaan pengelolaan mandiri yang dilakukan oleh
discharge planning yang dilakukan di pasien dengan penyakit kronis merupakan
ruangan hanya dilakukan pada saat pasien kunci dalam penatalaksanaan penyakit secara
akan pulang dan sebatas member ikan komprehensif. Pengelolaan DM secara
informasi mengenai jenis obat, waktu dan mandiri dapat diperoleh secara efektif jika
tempat kontrol, diet umum, dan pemberian individu memiliki pengetahuan, ketrampilan
leaflet. Tidak dijelaskan secara r inci dan self efficacy untuk melakukan perilaku
bagaimana pengelolaan mandiri yang pengelolaan DM. Menurut Ellis di dalam Atak
seharusnya dilakukan oleh pasien pada saat (2010) pasien yang diberikan informasi tentang
di rumah. Hal ini juga menunjukkan peran penyakitnya dan bagaimana perawatannya
perawat sebagai educator atau conselour secara benar akan menunjukkan hasil yang
masih belum dilaksanakan dengan optimal, positif di dalam pengelolaan penyakitnya.
sehingga kemungkinan terjadinya rawat ulang Pendidikan kesehatan yang rendah akan
akan semakin meningkat. Menurut Atak berdampak terhadap kemampuan pengelolaan
(2010), rendahnya pengetahuan penderita DM secara mandiri oleh pasien dan keluarga,
DM akan berdampak pada rendahnya self sehingga mengakibatkan tingginya angka
efficacy pasien dan kemungkinan dapat rawat ulang dan komplikasi yang dialami oleh
menyebabkan terjadinya peningkatan pasien.
komplikasi penyakit baik akut dan kronis dan Menurut teori health belief model
juga menyebabkan penurunan kualitas hidup. (HBM) jika seseorang hanya memiliki
Menurut Suyono (2009) prevalensi DM pengetahuan, sikap, dan ketrampilan tertentu
tipe 2 di Propinsi Jawa Timur untuk daerah tanpa adanya self efficacy yang tinggi yang
urban adalah 1,43 % dan daerah rural adalah menunjukkan keyakinan bahwa dirinya
1,47 %. Dengan jumlah penduduk di propinsi mampu untuk melakukan sesuatu maka kecil
Jawa Timur pada tahun 2008 adalah kemungkinan seseor ang tersebut akan
37.436.164 jiwa, maka jumlah penderita DM melakukan tindakan atau perilaku tersebut
tipe 2 di Jawa Timur diperkirakan berjumlah (Edberg, 2010). Bandura didalam Atak (2010)
535.338 - 550.312 orang. Sedangkan untuk menyatakan bahwa self efficacy
kabupaten Bondowoso, dengan jumlah mempengaruhi bagaimana seseorang
penduduknya kurang lebih 722.209 jiwa, maka berpikir, merasa, memotivasi diri sendiri, dan

Keterkaitan Diabetes Self Management Education Terhadap Self Efficacy Pasien Diabetes Mellitus 217
Rondhianto JURNAL KEPERAWATAN, ISSN 2086-3071

bertindak. Self efficacy sangat berpengaruh pasien sebisa mungkin mandiri dalam
pada bagaimana seseorang membuat perawatan dirinya dan kesuksesan tindakan
keputusan dan bertindak sesuai dengan yang discharge planning dapat menjamin pasien
diharapkan. Menurut Sarkar (2006) self mampu melakukan tindakan perawatan
efficacy sangat berhubungan dalam lanjutan yang aman dan realistis setelah
peningkatan self care behaviour pada meninggalkan RS, sedangkan discharge
penyakit kronis. Pada penderita DM yang planning yang tidak baik dapat menjadi salah
merupakan penyakit kronis. Hal ini menjadi satu faktor yang memperlama pr oses
sangat penting karena dengan pengelolaan penyembuhan di rumah (Hou, 2001 dalam
yang baik, maka komplikasi akut dan kronis Perry dan Potter, 2006).
diabetes dapat dihindari. Salah satu bentuk pendidikan kesehatan
Menurut PERKENI (2006) salah satu yang dapat diberikan pada pasien DM tipe 2
pilar dalam penanganan DM adalah adalah Diabetes Self Management
pendidikan kesehatan. Hal ini sesuai dengan Education (DSME). Menurut Funell (2010)
pendapat Falvo di dalam Atak (2010) yang DSME merupakan suatu proses yang
menyatakan, pemberian pendidikan memfasilitasi pengetahuan, ketrampilan dan
kesehatan dapat meningkatkan self efficacy kemampuan perawatan mandiri (self care)
penderita sehingga pengelolaan diabetes dapat yang sangat dibutuhkan oleh penderita
optimal. Sehingga untuk meningkatkan diabetes. Penderita DM yang diberikan
pengelolaan diabetes secara mandiri yang pendidikan kesehatan dan pedoman dalam
dapat dilakukan oleh perawat adalah dengan perawatan diri akan mengubah pola hidupnya,
memberikan pendidikan kesehatan pada sehingga dapat mengontrol kadar glukosa
pasien selama masa perawatan di rumah sakit darah dengan baik. Penelitian yang dilakukan
dengan tepat. Menurut Orem di dalam oleh Mazzuca dan Retting (1997) di dalam
Tomey dan Alligood (2006), perawat memiliki Atak (2010) di Amerika Serikat terhadap 267
peran sebagai educator dan conselor bagi responden dengan metode randomized
pasien dimana seor ang perawat dapat control trial menunjukkan bahwa DSME
memberikan bantuan kepada pasien dalam berhasil meningkatkan pengetahuan, self
bentuk supportive-educative system dengan efficacy, perilaku dan ketrampilan penderita
memberikan pendidikan dengan tujuan pasien diabetes dalam melakukan perawatan
mampu melakukan perawatan secara mandiri.
mandiri.
Proses pendidikan yang dilakukan oleh METODE
perawat terhadap pasien selama di rawat di
Jenis penelitian pada penelitian ini adalah
RS dapat dilakukan melalui proses discharge
quasi experiment dengan design penelitian
planning yang merupakan perencanaan
non randomized control group pretest
pemulangan pasien yang dirawat di rumah
posttest design. Dalam penelitian ini
sakit, sehingga pasien mempunyai
melibatkan dua kelompok subjek yaitu
pengetahuan akan penyakitnya, ketrampilan
kelompok perlakuan dan kelompok kontrol
dalam perawatan diri sehingga mereka siap
(tidak mendapatkan perlakuan), namun tidak
dalam menjalani program perawatan lanjutan
dilakukan randomisasi. Perlakuan disini
di rumah untuk mempromosikan tahap
adalah berupa pemberian diabetes self
kemandirian tertinggi kepada pasien dan
management education (DSME) di dalam
keluarga dengan tujuan memandirikan
discharge planning pada saat pasien di
aktivitas perawatan diri. Pelaksanaan
rawat di rumah sakit. Besar sampel dalam
Discharge planning yang baik akan
penelitian ini adalah total jumlah pasien DM
memberikan pelayanan yang memungkinkan
tipe 2 yang sedang di rawat di di Ruang

218 Juli 2012: 216 - 229


Versi online / URL:
Volume 3, Nomor 2

Paviliun Bougenville RSU dr. H. Koesnadi perlakuan dan kelompok kontrol). 1 bulan
Bondowoso pada 11 April 2011 sampai pertama peneliti melakukan penelitian
dengan 11 Juni 2011 yang memenuhi kriteria terhadap kelompok perlakuan dan 1 bulan
inklusi dan eksklusi, yaitu sebanyak 30 orang berikutnya penelitian dilakukan kepada
(15 orang kelompok perlakuan dan 15 orang kelompok kontrol. Peneliti melaksanakan pre
kelompok kontrol). Teknik pengambilan test self efficacy pada kelompok perlakuan
sampel menggunakan teknik non probability dan kelompok kontrol pada saat awal pasien
sampling, yaitu concecutive sampling. masuk RS. Peneliti kemudian melaksanakan
Kriteria inklusi adalah kesadaran klien compos discharge planning dengan menggunakan
mentis, keadaan umum pasien baik, pertama konsep DSME pada kelompok perlakuan
kali di rawat inap, umur 40-65 tahun, sebanyak 4 kali, yaitu satu kali pada saat awal
pendidikan menengah (SLTP dan SLTA), masuk rumah sakit, dua kali selama dirawat
pasien berdomisili di Bondowoso. Kriteria di rumah sakit, dan satu kali sebelum keluar
eksklusi penelitian ini adalah terdapat dari rumah sakit. Masing-masing pertemuan
keterbatasan baik fisik, mental atau kognitif dilakukan selama 30 - 60 menit. Intervensi
yang dapat mengganggu penelitian (contoh: dilakukan oleh peneliti sendiri dengan cara
gangguan penglihatan (buta), dan mendatangi tempat tidur pasien sesuai dengan
pendengaran (tuli), dimensia), dan ada jadwal yang disepakati. Metode yang
komplikasi serius yang dapat mengganggu digunakan adalah ceramah, diskusi (tanya
penelitian, seperti sakit jantung berat, sakit jawab) dan konseling. Setiap akhir pertemuan
ginjal berat, dan lain-lain. Lokasi penelitian di peneliti menanyakan kembali pada responden
Pavilliun Bougenville RSU dr. H. Koesnadi mengenai materi yang telah disampaikan.
Bondowoso. Setelah tahap intervensi dilakukan, kemudian
Instumen penelitian ini adalah kuesioner peneliti melakukan post test pada kelompok
DMSES (Diabetes Management Self perlakuan dan kelompok kontrol, yaitu pada
Efficacy Scale). Peneliti menggunakan alat saat pasien akan keluar dari RS. Data yang
ukur ini karena alat ukur ini sudah terkumpul kemudian dilakukan analisis dengan
terstandarisasi dan spesifik untuk penderita dua cara, yaitu analasis deskriprtif dan analisis
DM tipe 2. Kuesioner ini terdiri dari 20 item inferensial.
dengan skala likert 1-5. Nilai 1: tidak yakin, 2 Analisis deskriptif digunakan untuk
:kurang yakin , 3 :cukup yakin 4 : yakin , 5 : memberikan deskripsi data yang disajikan
sangat yakin. Rentang skor adalah 20 – 100. dalam bentuk tabel. Analisa ini digunakan
Kuesioner ini berisi keyakinan terhadap : untuk mendeskripsikan karakter responden
kemampuan pengecekan gula darah (3 item), dan variabel penelitian. Karakteristik
pengaturan diet dan menjaga berat badan responden yang berbentuk kategorik (jenis
ideal (11 item), aktivitas fisik (2 item), kelamin, pekerjaan, tingkat pendidikan) atau
perawatan kaki (1 item), dan mengikuti varibel penelitian self efficacy yang
program pengobatan (3 item). Uji validitas dikategorisasikan disajikan dalam bentuk
instrumen menggunakan uji korelasi Pearson proporsi. Pengkategorisasian dapat dilakukan
Product Moment didapatkan nilai r diatas dengan memperhatikan nilai mean dan
0,658 > 0,228 (p < 0,05). Sedangkan uji standar deviasi dari variabel, sebagai berikut
realibilitas menggunakan uji Alpha, didapatkan :
nilai cronbach alpha 0,923 > 0,80 (p < 0,05).
Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa
kuesioner ini sudah valid dan reliabel.
Penelitian diawali dengan membagi
sampel menjadi dua kelompok (kelompok

Keterkaitan Diabetes Self Management Education Terhadap Self Efficacy Pasien Diabetes Mellitus 219
Rondhianto JURNAL KEPERAWATAN, ISSN 2086-3071

Mean (¼) = 40, standar deviasi (Ã) = Koesnadi Bondowoso adalah rumah sakit
13,33, maka pengkategorisasian self efficacy milik pemerintah kabupaten Bondowoso yang
adalah : sangat rendah : 20,005, rendah : > terletak di Jl.Kapten Piere Tendean Nomor
20,005 - d” 33,335, sedang : > 33,335 - d” 3 Bondowoso dengan luas tanah 44.400 m²
46,665, tinggi, : > 46,665 - d” 59,995, dan dan total luas bangunan 17.194,10 m². RSU
sangat tinggi : > 59,995. Sedangkan variabel dr. H. Koesnadi Bondowoso berdiri pada
yang berbentuk numerik (umur, jumlah tahun 1933 dengan nama “Regenthshap
penghasilan, dan lama sakit) disajikan berupa Ziekenhius”. Berdasarkan keputusan Bupati
nilai tendensi sentral dalam bentuk mean, Bondowoso No.445/552/430.42/2008, maka
median, modus dan deviasi standar dengan RSU dr. H. Koesnadi Bondowoso berubah
CI 95 %. menjadi Badan Layanan Umum. RSU dr. H.
Analisis inferensial digunakan untuk Koesnadi Bondowoso merupakan RS tipe B
menguji signifikansi variabel penelitian dengan dan menjadi rumah sakit rujukan di wilayah
menggunakan bantuan dari soft ware SPSS. Kabupaten Bondowoso dengan jenis
Untuk mengetahui perbedaan self efficacy pelayanan yang diberikan meliputi pelayanan
pada kelompok perlakuan sebelum dan setelah kegawatdaruratan, rawat jalan, rawat inap,
pelaksanaan intervensi DSME di dalam perawatan Intensive Care Unit (ICU) dan
discharge planning digunakan uji t test dilengkapi fasilitas penunjang lainnya
dependen. Hipotesis alternatif diterima jika p (laboratorium klinik, instalasi farmasi,
< 0,05. Perbedaan self efficacy pada radiologi, dan lain-lain). Instalasi rawat inap
kelompok kontrol sebelum dan setelah terdiri dari beberapa ruangan antara lain
pemberian discharge planning seperti yang ruang pavilliun Bougenville. Ruang pavilliun
dilakukan diruangan digunakan uji t test Bougenville merupakan bagian dari instalasi
dependen. Hipotesis alternatif diterima jika p rawat inap penyakit dalam yang memiliki 46
< 0,05. Perbedaan self efficacy pada tempat tidur (TT) dan terbagi menjadi 2
kelompok perlakuan dan kelompok kontrol lantai. Lantai 1 digunakan untuk pasien kelas
setelah pelaksanaan intervensi DSME di 3 (25 TT) dan lantai 2 dipergunakan untuk
dalam discharge planning dilakukan uji t test pasien kelas 1 (5 TT) dan kelas 2 (11 TT; 5
independen. Hipotesis alternatif diterima jika TT ruang isolasi). Penelitian hanya dilakukan
p < 0,05. Uji t test dependen dilakukan karena di ruangan kelas 3, yaitu di ruang pavilliun
peneliti ingin mengetahui perbedaan sebelum Bougenville lantai 1.
dan setelah pelakasanaan suatu intervensi di
dalam suatu sampel dan datanya ratio. Karakteristik responden berdasarkan
Sedangkan uji t test independen dilakukan usia, penghasilan dan lama sakit
karena peneliti ingin melakukan komparasi
antar dua sampel bebas dan datanya ratio. Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui
bahwa rata-rata usia responden pada
HASIL DAN PEMBAHASAN kelompok perlakuan adalah 50,73 tahun dan
pada kelompok kontrol 50,40 tahun. Rata-rata
Hasil Penelitian penghasilan responden pada kelompok
perlakuan adalah 2,033 juta rupiah dan pada
Gambaran Umum Lokasi Penelitian kelompok kontrol 2,513 juta rupiah dan lama
sakit yang diderita kelompok perlakuan rata-
Penelitian ini dilakukan di ruang pavilliun rata adalah 24 bulan, sedangkan pada
Bougenville RSU dr. H. Koesnadi kelompok kontrol adalah 26 bulan.
Bondowoso. Waktu penelitian dilaksanakan
selama 9 minggu, yaitu mulai tanggal 11 April
sampai dengan 11 Juni 2011. RSU dr. H.

220 Juli 2012: 216 - 229


Versi online / URL:
Volume 3, Nomor 2

Karakteristik responden berdasarkan Tingkat Self Efficacy


jenis kelamin, pendidikan, dan jenis
pekerjaan Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui
bahwa tingkat self efficacy responden pada
Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui kelompok perlakuan sebelum intervensi,
bahwa sebagian besar jenis kelamin sebagian besar berada dalam kategori sedang,
responden pada kelompok perlakuan maupun yaitu 10 orang responden (66,67 %). Setelah
kelompok kontrol adalah perempuan, yaitu dilaksanakan intervensi, tingkat self efficacy
pada kelompok perlakuan 10 orang (66,67 %) responden meningkat, yaitu semua
sedangkan pada kelompok kontrol 9 orang (60 responden, 15 orang (100 %) mempunyai
%). Berdasarkan tingkat pendidikan, sebagian tingkat self efficacy dalam kategori sangat
besar tingkat pendidikan responden pada tinggi. Terjadi peningkatan nilai rata-rata self
kelompok perlakuan maupun kelompok efficacy pada kelompok perlakuan sebesar
kontrol adalah SLTA, yaitu pada kelompok 25,20 yaitu dari rata-rata sebelum intervensi
perlakuan 9 orang (60 %) sedangkan pada 44,73 menjadi 69,93,8 pada saat setelah
kelompok kontrol 11 orang (73,33 %). intervensi.
Sedangkan berdasarkan jenis pekerjaan, Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui
sebagian besar jenis pekerjaan responden bahwa tingkat self efficacy respoden pada
pada kelompok perlakuan maupun kelompok kelompok kontrol pada saat pre test sebagian
kontrol adalah wiraswasta, yaitu 5 orang besar berada dalam kategori tinggi, yaitu 11
(33,33 %). orang responden (73,33 %).
Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Usia, Penghasilan dan Lama Sakit di Ruang
No. Variabel Mean Median Modus SD Min-Maks
1. Usia (Tahun)
a. Kelompok Perlakuan 50,73 56 56 8,28481 40 - 65
b. Kelompok Kontrol 50,40 50 55 8,02496 40 - 65
2. Penghasilan (ribuan rupiah)
a. Kelompok Perlakuan 2.033 2.000 2.000 7,18795 1.000 – 3.500
b. Kelompok Kontrol 2.513 2.500 1.500 8,12287 1.500 – 4.000
3. Lama Sakit (bulan)
a. Kelompok Perlakuan 24 26 12 1,05492 12 – 48
b. Kelompok Kontrol 26 28 12 9,80525 12 - 42
Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Tingkat Pendidikan dan Jenis Pekerjaan
No. Variabel Klasifikasi Jumlah Prosentase
1. Jenis Kelamin
a) Kelompok perlakuan Laki-laki 5 33,33%
Perempuan 10 66,67%
b) Kelompok control Laki-laki 6 40%
Perempuan 9 60%

Tingkat Pendidikan
a) Kelompok perlakuan SLTP 6 40%
SLTA 9 60%
b) Kelompok kontrok SLTP 4 36,36%
SLTA 11 73,33%

Jenis Pekerjaan
a) Kelompok perlakuan Tidak Bekerja 3 20%
Petani 3 20%
Wiraswasta 5 33,33%
Pegawai Swasta - -
PNS/TNI/POLRI 1 6,67%
Pensiun 3 20%

Keterkaitan Diabetes Self Management Education Terhadap Self Efficacy Pasien Diabetes Mellitus 221
Rondhianto JURNAL KEPERAWATAN, ISSN 2086-3071

a) Kelompok kontrok Tidak Bekerja 1 6,67%


Petani 4 26,67
Wiraswasta 5 33,33%
Pegawai Swasta 2 13,33%
PNS/TNI/POLRI 2 13,33%
Pensiun 1 6,67%
Tabel 3. Tingkat Self efficacy pada Kelompok Perlakuan di Ruang Paviliun Bougenville RSU dr.
H. Koesnadi Bondowoso Periode 11 April-11 Juni 2011
No Tingkat Self Efficacy Pre test Post test
Jumlah % Jumlah %
1. Sangat rendah - - - -
2. Rendah - - - -
3. Sedang 10 66,67 % - -
4. Tinggi 5 33,33 % - -
5. Sangat Tinggi - - 15 100%
Total 15 100% 15 100%
Tabel 4. Tingkat Self efficacy pada Kelompok Kontrol di Ruang Paviliun Bougenville RSU dr. H.
Koesnadi Bondowoso Periode 11 April-11 Juni 2011
No Tingkat Self Efficacy Pre test Post test
Jumlah % Jumlah %
1. Sangat rendah - - - -
2. Rendah - - - -
3. Sedang 4 26,67 % - -
4. Tinggi 11 73,33 % 7 46,67 %
5. Sangat Tinggi - - 8 53,33 %
Total 15 100% 15 100%
Tabel 5. Perbedaan Self Efficacy pada Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol
No Variabel Mean Mean
Awal Akhir Difference
1. Self efficacy kelompok perlakuan 44,73 69,93 25,20
2. Self efficacy kelompok kontrol 50,60 60,80 10,20
Tabel 6. Tingkat Self Efficacy pada Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol Berdasarkan
Jenis Kelamin
Tingkat Self Efficacy Pre test Post test
Kelompok Perlakuan Laki-laki % Perempuan % Laki-laki % Perempuan %
Sangat rendah - - - - - - - -
Rendah - - - - - - - -
Sedang 3 60 % 8 80% - - - -
Tinggi 2 40 % 2 20% - - - -
Sangat Tinggi - - - - 5 100% 10 100%
Total 5 100% 10 100% 5 100% 10 100%
Kelompok kontrol
Sangat rendah - - - - - - - -
Rendah - - - - - - - -
Sedang 3 50 % 6 66,67% - - - -
Tinggi 3 50 % 3 33,33% 3 50% 8 88,89%
Sangat Tinggi - - - - 3 50% 1 11,11%
Total 6 100 % 9 100% 6 100% 9 100%

Sedangkan pada saat post test, sebagian rata-rata self efficacy pada kelompok kontrol
besar tingkat self efficacy responden berada sebesar 10,20 yaitu pada saat pre test 50,60
dalam kategori sangat tinggi, 8 orang menjadi 60,80 pada saat post test.
responden (53,33 %). Terjadi peningkatan nilai Berdasarkan tabel 5 dapat diketahui
bahwa peningkatan self efficacy yang terjadi

222 Juli 2012: 216 - 229


Versi online / URL:
Volume 3, Nomor 2

pada kelompok perlakuan lebih tinggi semua responden yang bekerja sebagai
dibanding pada kelompok kontrol, yaitu wiraswasta mempunyai tingkat self efficacy
peningkatan rata-rata nilai self efficacy pada dalam kategori tinggi. Sedangkan pada saat
kelompok per lakuan sebesar 25,20 post test hanya 80 % responden yang
dibandingkan pada kelompok kontrol yang mengalami peningkatan self efficacy dalam
hanya sebesar 10,20. Sedangkan berdasarkan kategori sangat tinggi.
tabel 6 dapat diketahui bahwa sebagian besar Berdasarkan tabel 8 didapatkan hasil uji
responden pada kelompok perlakuan kontrol t test dependen pada kelompok perlakuan
adalah perempuan. Dimana 80 % responden dengan nilai t hitung -20,595 dan p 0,000 <
perempuan pada kelompok perlakuan 0,05 (±), artinya terdapat perbedaan self
mempunyai tingkat self efficacy dalam efficacy sebelum intervensi dengan setelah
kategori sedang. Setelah intervensi semua intervensi. Nilai negatif pada t menunjukkan
responden perempuan mengalami bahwa nilai pre test lebih rendah dari pada
peningkatan ke dalam kategori sangat tinggi. nilai post test. Berdasarkan tabel 5.21 juga
Pada kelompok kontrol, pada saat pre test, diketahui hasil uji t test dependen pada
66,67 % responden perempuan mempunyai kelompok kontrol didapatkan nilai t hitung –
tingkat self efficacy dalam kategori sedang. 12,564 dan p 0,000 < 0,05 (±), artinya
Sedangkan pada saat post test hanya 88,89 walaupun pada kelompok kontrol tidak
% responden perempuan mengalami mendapatkan intervensi, namun terdapat
peningkatan self efficacy dalam kategori perbedaan self efficacy pada saat pre test
sangat tinggi. dan post test. Dimana nilai negatif pada t
Berdasarkan tabel 7 dapat diketahui hitung menunjukkan bahwa nilai pre test lebih
bahwa sebagian besar responden pada rendah dari pada nilai post test.
kelompok perlakuan dan kontrol adalah Berdasarkan tabel 9 dapat diketahui
berpendidikan SLTA. Dimana 66,67 % hasil uji t test independen terhadap varibel self
responden yang berpendidikan SLTA pada efficacy antara kelompok perlakuan dan
kelompok perlakuan mempunyai tingkat self kontrol, yaitu nilai t 10,215 dengan p 0,000 <
efficacy dalam kategori sedang. Sedangkan 0,05 artinya terdapat perbedaan self efficacy
setelah intervensi semua responden yang yang signifikan antara kelompok perlakuan
berpendidikan SLTA mengalami peningkatan dan kelompok kontrol. Nilai positif pada t
ke dalam kategori sangat tinggi. Pada menunjukkan bahwa nilai self efficacy
kelompok kontrol, pada saat pre test, 90,90 kelompok perlakuan lebih tinggi dari pada
% responden yang berpendidikan SLTA kelompok kontrol.
mempunyai tingkat self efficacy dalam
kategori tinggi. Sedangkan pada saat post test Pembahasan
hanya 72,73 % responden berpendidikan
SLTA yang mengalami peningkatan self Hasil penelitian menunjukkan bahwa self
efficacy dalam kategori sangat tinggi. efficacy pada kelompok perlakuan mengalami
Jenis peker jaan sebagian besar peningkatan setelah dilakukan intervensi
responden pada kelompok perlakuan dan (penerapan diabetes self management
kontrol adalah wiraswasta. Pada kelompok education (DSME) dalam pelaksanaan
perlakuan, 60 % responden yang bekerja discharge planning). Berdasarkan tabel 3
sebagai wiraswasta mempunyai tingkat self dan 4, sebelum intervensi, self efficacy pada
efficacy dalam kategori tinggi dan setelah kelompok perlakuan sebagian besar berada
intervensi semua responden mengalami dalam kategori sedang dan setelah intervensi,
peningkatan ke dalam kategori sangat tinggi. semua responden pada kelompok perlakuan
Pada kelompok kontrol, pada saat pre test, mengalami peningkatan self efficacy ke

Keterkaitan Diabetes Self Management Education Terhadap Self Efficacy Pasien Diabetes Mellitus 223
Rondhianto JURNAL KEPERAWATAN, ISSN 2086-3071

dalam kategori sangat tinggi dengan nilai rata-rata self efficacy sebesar 10,20.
peningkatan nilai rata-rata self efficacy Walaupun terjadi peningkatan self efficacy
sebesar 25,20. Sedangkan pada kelompok pada kedua kelompok, namun berdasarkan
kontrol walaupun tidak mendapatkan hasil uji paired t test sebagaimana tercantum
intervensi (hanya mendapatkan discharge pada tabel 11 menunjukkan bahwa
planning seperti yang biasa dilakukan di peningkatan self efficacy yang terjadi pada
ruangan) berdasarkan tabel 5 dan 6 juga kelompok perlakuan lebih tinggi dibandingkan
menunjukkan peningkatan self efficacy, yaitu pada kelompok kontrol. Hal ini diperkuat oleh
pada saat pre test sebagian besar responden uji t test independent seperti tercantum pada
mempunyai self efficacy dalam kategori tabel 12 yang menunjukkan terdapat
tinggi sedangkan pada saat post test, sebagian perbedaan peningkatan self efficacy yang
besar dari responden meningkat dalam signifikan antara kelompok perlakuan dan
kategori sangat tinggi dengan peningkatan kelompok kontrol.

Tabel 7. Tingkat Self Efficacy pada Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol Berdasarkan
Tingkat Pendidikan
Tingkat Self Efficacy Pre test Post test
Kelompok Perlakuan SLTP % SLTA % SLTP % SLTA %
Sangat rendah - - - - - - - -
Rendah - - - - - - - -
Sedang 5 88,33 % 6 66,67% - - - -
Tinggi 1 16,67 % 3 33,33% - - - -
Sangat Tinggi - - - - 6 100% 9 100%
Total 6 100% 9 100% 6 100% 9 100%
Kelompok kontrol
Sangat rendah - - - - - - - -
Rendah - - - - - - - -
Sedang 3 75 % 1 9,10% - - - -
Tinggi 1 25 % 10 90,90% 4 100% 3 27,27%
Sangat Tinggi - - - - - - 8 72,73%
Total 4 100 % 11 100% 4 100% 11 100%

Tabel 8. Hasil Uji t test dependen Self Efficacy pada Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol
No. Kelompok Self efficacy t P
1. Perlakuan Pre test -20,595 0,000
Post test
2. Kelompok Pre test -12,564 0,000
Post test
Tabel 9. Hasil Uji t Test Independent Self Efficacy pada Kelompok Perlakuan dan Kelompok
Kontrol
No. Variabel t P df
1. Self efficacy kelompok perlakuan
2. Self efficacy kelompok kontrol 10,215 0,000 28

Menurut Green di dalam Notoadmodjo ekonomi, dan lain-lain. Faktor pemungkin,


(2007) ada beberapa faktor yang mendasari mencakup ketersediaan sarana dan prasarana
persepsi individu dalam menentukan perilaku kesehatan atau fasilitas kesehatan bagi
kesehatan yang dipilihnya, yaitu masyarakat, seperti puskesmas, poliklinik,
predisposising factors (faktor predisposisi), rumah sakit, dan juga termasuk tersedianya
enabling factors (faktor pemungkin), dan sarana air bersih, tempat pembuangan
reinforcing factors (faktor penguat). Faktor sampah, makanan bergizi, dan lain-lain. dan
predisposisi meliputi usia, tingkat sosial faktor penguat meliputi sikap dan perilaku

224 Juli 2012: 216 - 229


Versi online / URL:
Volume 3, Nomor 2

tokoh agama dan tokoh masyarakat serta kategori tinggi). Hal ini berhubungan dengan
petugas kesehatan. Selain itu juga terkait perbedaan faktor predisposisi yang dimiliki
dengan peraturan dan perundangan yang oleh kedua kelompok, seperti yang tercantum
berlaku, dan lain-lain. Faktor-faktor tersebut pada tabel 1, yaitu adanya perbedaan dari
akan menentukan sumber-sumber yang lamanya waktu sakit dan tingkat penghasilan
dimiliki seseorang dalam membangun self pada kedua kelompok, yaitu rata-rata lama
efficacy-nya. sakit pada kelompok kontrol lebih lama dan
Menurut Bandura (1997) self efficacy rata-rata penghasilannya lebih besar dari pada
seseorang bersumber dari 4 faktor, yaitu kelompok perlakuan. Perbedaan ini membuat
performance accomplishment, vicarious terjadinya perbedaan self efficacy antara
experience, verbal persuasion, dan kedua kelompok pada saat pre test. Karena
emotional arousal. Performance sesuai dengan penelitian Walker (2007),
accomplishment merupakan suatu semakin lama waktu penerimaan terhadap
pengalaman atau prestasi yang pernah dicapai penyakitnya akan mempengaruhi self
oleh individu tersebut di masa lalu, vicarious efficacy pasien. Selain itu tingkat penghasilan
experiences merupakan pengalaman yang yang lebih tinggi juga berkonstribusi dalam
diperoleh dari orang lain, verbal persuasion self efficacy karena mereka akan memiliki
merupakan persuasi yang dilakukan orang lain sumber daya ekonomi untuk mendapatkan
secara verbal maupun oleh dirinya sendiri (self akses pelayanan kesehatan. Selain itu
talk) yang dapat mempengaruhi bagaimana berdasarkan tabel 2 terlihat bahwa pada
seseorang bertindak atau berperilaku, dan kelompok perlakuan jumlah responden laki-
emotional arousal yang merupakan laki lebih sedikit dari pada kelompok kontrol.
pembangkitan emosi positif sehingga individu Sehingga hal ini berpengaruh terhadap
mempunyai keyakinan untuk melakukan suatu perbedaan self efficacy pada kedua
tindakan tertentu. Keempat faktor tersebut kelompok. Karena sesuai dengan penelitian
berdasarkan teori Health Belief Model di dari Mystakidou (2010) laki-laki memiliki self
dalam Edberg (2010) akan mempengaruhi efficacy lebih tinggi dari pada perempuan.
persepsi seseorang terhadap penyakit dan Menurut teori Health Belief Model di
pengelolaanya. Persepsi tersebut meliputi dalam Edberg (2010) faktor utama yang
persepsi kerentanan, yaitu derajat resiko yang mempengaruhi self efficacy seseorang
dirasakan terhadap masalah kesehatan yang adalah persepsi. Hal sesuai dengan hasil
dihadapinya, persepsi keparahan penyakitnya, penelitian yang dilakukan oleh Walker (2007)
persepsi manfaat terhadap tindakan yang yang menyatakan bahwa terdapat hubungan
akan dilakukannya, persepsi terhadap yang positif antara persepsi dengan self
hambatan yang kemungkinan ditemui ataupun efficacy pasien, yaitu jika persepsi baik maka
hasil negatif dari tindakan yang dilakukan, dan self efficacy meningkat. Menurut Edberg
adanya petunjuk melakukan tindakan. Dari (2010) salah satu cara untuk membuat
kelima persepsi tersebutlah maka self persepsi yang baik adalah melalui pendidikan
efficacy seseorang akan terbangun. kesehatan, karena pendidikan kesehatan akan
Hasil penelitian sebagaimana tercantum memberikan pasien pengetahuan yang benar
pada tabel 3 dan 5 menunjukkan bahwa terhadap penyakitnya sehingga akan
terdapat perbedaan tingkat self efficacy pada memberikan persepsi yang benar mengenai
kedua kelompok pada saat pre test yaitu pada kemungkinan tingkat kesulitan dalam
kelompok perlakuan lebih rendah dari pada pengelolaan penyakit (magnitude), luasnya
kelompok kontrol (kelompok perlakuan permasalahan yang dihadapi (generality) dan
sebagian besar dalam kategori sedang, memberikan pasien pemahaman tentang
kelompok kontrol sebagian besar dalam kekuatan (strength) yang dimilikinya dalam

Keterkaitan Diabetes Self Management Education Terhadap Self Efficacy Pasien Diabetes Mellitus 225
Rondhianto JURNAL KEPERAWATAN, ISSN 2086-3071

menghadapi permasalahan dalam pengelolaan Berdasarkan tabel 1 juga dapat diketahui


penyakitnya yang pada akhirnya akan bahwa kedua kelompok mempunyai usia rata-
membangun self efficacy pasien. rata hampir sama dan masuk dalam masa
Peningkatan self efficacy yang terjadi dewasa pertengahan. Sehingga dari segi
pada kelompok kontrol, walaupun lebih kemampuan kognitif dan kecerdasan bisa
rendah dari pada kelompok perlakuan dikategorikan dalam tingkatan yang setara.
disebabkan karena kelompok kontrol juga Menurut Willie dan Schie (1999) di dalam
mendapatkan pendidikan kesehatan, yaitu Papalia (2008) pada usia dewasa pertengahan
diberikan discharge planning seperti yang kemampuan kognitif perseptual dan numerik
biasa dilakukan di ruangan. Walaupun mengalami penurunan, namun kemampuan
discharge planning yang dilakukan diberikan kognitif penalaran induktif, orientasi spasial,
pada saat pasien akan pulang saja, namun kosakata, dan memori verbal mengalami
tetap saja di dalamnya terdapat informasi peningkatan. Selain itu, kecerdasan yang
mengenai penyakit dan pengelolaan mengkristal (cristalized intelegence)
penyakitnya. Sehingga hal tersebut akan cenderung meningkat, walaupun dari sisi
berkonstribusi dalam peningkatan self kecer dasan cair (fluid intelegence)
efficacy pasien pada kelompok kontrol. mengalami penurunan karena ditentukan oleh
Karena sesuai dengan hasil penelitian Falvo status neurologis. Kemampuan pemecahan
di dalam Atak (2010) yang menyatakan masalah dan pemikiran inregratif juga
bahwa pemberian pendidikan kesehatan cenderung meningkat seir ing dengan
dapat meningkatkan self efficacy seseorang. peningkatan usia. Sehingga pemberian
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan kesehatan yang tepat dengan
peningkatan self efficacy yang terjadi pada memperhatikan aspek kemampuan kognitif
kelompok perlakuan lebih tinggi dibandingkan dan kecerdasan pasien dengan cara
kelompok kontrol. Berdasarkan tabel 8 dan pemberian pendidikan secara bertahap
9, dapat diketahui setelah intervensi semua dengan topik yang terarah menjadi sangat
responden baik perempuan maupun laki-laki penting untuk memberikan pemahaman
mengalami peningkatan ke dalam kategori kepada pasien secara maksimal.
sangat tinggi. Sedangkan pada kelompok Selama masa perawatan di RS pasien
kontrol, hanya 3 orang responden saja (2 pada kelompok perlakuan mendapatkan
orang laki-laki dan 1 orang perempuan) yang pendidikan kesehatan secara lebih terstruktur,
mengalami peningkatan self efficacy dalam yaitu melalui penerapan Diabetes Self
kategori sangat tinggi. Selain itu dari segi Management Education (DSME) di dalam
tingkat pendidikan, setelah intervensi semua discharge planning. Dengan penerapan
responden pada kelompok perlakuan baik yang DSME maka pasien akan menjalani proses
berpendidikan SLTP maupun SLTA pembelajaran secara bertahap yang dibagi
mengalami peningkatan ke dalam kategori dalam empat tahapan. Sehingga perbedaan
sangat tinggi. Sedangkan pada kelompok peningkatan self efficacy pada kedua
kontrol, dari 4 or ang responden yang kelompok disebabkan adanya perbedaan cara
berpendidikan SLTP, tidak ada satu orang pun dalam pelaksanaan discharge planning.
yang memupunyai self efficacy dalam Dimana pada kelompok perlakuan
kategori sangat tinggi. Dan dari 11 orang mendapatkan discharge planning dengan
responden yang berpendidikan SLTA hanya menggunakan konsep DSME sedangkan pada
8 or ang responden yang mengalami kelompok kontrol hanya mendapatkan
peningkatan self efficacy dalam kategori discharge planning seperti yang biasa
sangat tinggi. dilakukan di ruangan, yaitu hanya dilakukan
sekali saja pada saat akan pulang.

226 Juli 2012: 216 - 229


Versi online / URL:
Volume 3, Nomor 2

Menurut Funnell (2010) DSME pengalaman dengan perawat. Selain itu


merupakan salah satu bentuk pendidikan prinsip dasar DSME adalah adanya dukungan
kesehatan terstuktur yang dapat diberikan otonomi yang sehingga proses pemberdayaan
pada pasien DM tipe 2 yang merupakan bisa berjalan dengan baik dan pasien akan
elemen kunci dalam perawatan pasien DM merasa puas dengan perannya (Funnell,
dan sangat dibutuhkan untuk meningkatkan 2010). Hal ini akan menumbuhkan keyakinan
hasil perawatan pasien. Dengan pendidikan dalam dirinya (self efficacy) bahwa dirinya
terstruktur akan memungkinkan terjadinya mampu untuk melakukan tindakan yang
proses interaksi antara pemberi informasi dan diperlukan dalam pengelolaan penyakitnya.
penerima informasi yang lebih baik sehingga Hasil penelitian ini bersesuaian dengan
memungkinkan untuk belajar dengan lebih teori Health Belief Model (HBM) di dalam
baik dan lebih dalam. Karena DSME tidak Edberg (2010) bahwa seseorang yang telah
hanya memfasilitasi transfer pengetahuan, mendapatkan informasi dan ketrampilan
namun juga memfasilitasi pasien untuk belajar terkait dengan penyakitnya akan mempunyai
ketrampilan dan kemampuan perawatan persepsi yang baik terkait penyakitnya dan
mandiri (self care) yang sangat dibutuhkan akan membentuk dan memperkuat self
oleh penderita diabetes. efficacy seseorang sebelumnya. Hasil
Berdasarkan teori dari Bandura yang penelitian ini juga bersesuaian dengan hasil
menyatakan bahwa self efficacy seseorang penelitian Anderson (1995) di dalam Funnel
dapat diperoleh, diubah, ditingkatkan atau (2010) dengan metode randomized control
diturunkan melalui salah satu atau kombinasi trial menunjukkan intervensi pemberdayaan
empat faktor, yaitu performance pasien dengan menggunakan DSME akan
accomplishment, vicarious experience, menghasilkan peningkatan secara signifikan
verbal persuasion, dan emotional arousal. terhadap pengontrolan hemoglobin glikosilasi,
Maka pemberian pendidikan kesehatan self efficacy, kemampuan pengelolaan stress,
melalui DSME akan memfasilitasi empat penyediaan dukungan, kemampuan
faktor tersebut diatas, karena menurut Funnell mengambil keputusan yang tepat dalam
(2010) di dalam proses DSME terdapat suatu pengelolaan diabetes.
proses untuk memberikan dukungan
informasi yang diperlukan oleh pasien dalam KESIMPULAN DAN SARAN
membuat keputusan yang tepat dalam
Kesimpulan
perawatan dirinya, memungkinkan adanya
kerjasama atau kolaborasi aktif antara pasien
Berdasarkan hasil penelitian, maka
dan petugas kesehatan, dan membantu pasien
kesimpulan yang didapat adalah penerapan
dalam memecahkan masalah (problem
diabetes self management education
solving).
(DSME) di dalam discharge planning
Proses pendidikan DSME akan
memberikan pengaruh yang signifikan dalam
mengajak pasien berbagi pengalamannya di
peningkatan self efficacy pasien DM tipe 2
masa lalu terkait dengan penyakitnya dan
dibandingkan dengan pemberian discharge
pemberian informasi yang tepat dan langkah-
planning yang tanpa menggunakan DSME.
langkah tepat yang seharusnya dilakukan
pasien dalam pengaturan kadar glukosa
Saran
darah, diet, aktivitas fisik yang memungkinkan
bisa dilakukan oleh pasien, dan lain-lain.
Secara teoritis perlu dilakukan penelitian
Selain itu di dalam proses DSME, pasien juga
lanjutan untuk mengevaluasi pengaruh DSME
diberikan kesempatan untuk mendapatkan
terhadap self care behaviour yaitu berupa
pengalaman dari orang lain, berupa tukar
penelitian yang bertujuan mengevaluasi

Keterkaitan Diabetes Self Management Education Terhadap Self Efficacy Pasien Diabetes Mellitus 227
Rondhianto JURNAL KEPERAWATAN, ISSN 2086-3071

perilaku aktif dalam praktek perawatan care.diabetesjournals.org/ pada tanggal


mandiri pasien. Dan penelitian lanjutan yang 10 Februari 2011.
dilakukan dapat menggunakan jangka waktu Atak, N., Tanju Gurkan, Kenan Kose. (2010).
yang lebih lama atau jenis penelitian The Effect of Education on Knowledge,
ekperimen murni, seperti penelitian Self Management and Self Efficacy with
longitudinal atau randomized control trial Type 2 Diabetes. Australian Journal
dengan sampel yang lebih besar dapat of Advanced Nursing. Vol. 26.
dilakukan untuk mengevaluasi pengaruh Number 2. Diperoleh dari http://
DSME terhadap self efficacy ataupun self australian journal of advanced
care behavior pasien DM tipe 2. Penelitian nursing.org/. pada tanggal 10 Februari
lanjutan yang lebih mendalam juga dapat 2011
dilakukan untuk mengevaluasi faktor-faktor Bandura, A. (1997). Self Efficacy. Diperoleh
lain yang berpengaruh terhadap self efficacy dari http://www.des.emory.edu/mfp/
BanEncy.html pada tanggal 3 Februari
dan self care behavior, seperti : faktor-faktor
2011.
internal dan eksternal dari penderita, misal:
Carey, Bar bara J. Maschak. (2002).
faktor demografi dan etnisitas penderita, tipe
Pengkajian dan Penatalaksanaan
kepribadian, kualitas dukungan sosial dan lain-
Pasien Diabetes Melitus. Dalam
lain. Selain itu dapat juga dilakukan penelitian
Smeltzer dan Bare (Ed.) Buku Ajar
lanjutan dengan menggunakan parameter
Keperawatan Medikal Bedah :
objektif, yaitu perubahan KGD atau
Brunner & Sudarth. Edisi 8. Vol 2.
perubahan nilai Hb A1C dapat dilakukan untuk
Alih Bahasa : Kuncara, dkk. Jakarta :
untuk mengevaluasi pengaruh DSME EGC.
terhadap self efficacy. Dinas Kesehatan Jawa Timur. (2009). Profil
Secara praktis, rumah sakit sebagai Kesehatan Propinsi Jawa Timur
intitusi pelayanan kesehatan dapat Tahun 2008. Diperoleh dari
menggunakan konsep DSME dalam www.dinkesjatim.go.id pada tanggal 10
melakukan penyusunan standart operating Februari 2011
procedure (SOP) pelaksanaan discharge Edberg, M. (2010). Buku Ajar Kesehatan
planning pada pasien DM tipe 2 sehingga Masyarakat : Teori Sosial dan
outcome yang dihasilkan akan lebih Perilaku. Alih Bahasa : Anwar, dkk,
meningkat, yaitu berupa penurunan komplikasi Jakarta : EGC
penyakit dan peningkatan kualitas hidup Funnel, M.M., et al., (2010). National
pasien DM tipe 2. Dan perawat di rumah sakit Standards for Diabetes Self
diharapkan dapat mengaplikasikan discharge Management Education. Journal of
planning dengan menggunakan konsep Diabetes Care, Vol 33, Supp. 1, 89-96,
DSME dalam melakukan pendidikan diperoleh dari http://
kesehatan pada pasien DM tipe 2 sehingga care.diabetesjournals.org/. pada tanggal
akan meningkatkan self efficacy pasien dan 10 Februari 2011
diharapkan lebih meningkatkan pengelolaan Mystakidou K., Tsilika, Parpa, Gogou,
diabetes secara mandiri oleh pasien dan Theodorakis, & Vlahos. (2010). Self-
keluarga. efficacy Beliefs and Level of Anxiety
in Advanced cancer Patient. European
DAFTAR PUSTAKA Journal of Cancer Care 19, 205-211.
Diperoleh dari http://
ADA. (2010). Standards of Medical Care in www.ebscogost.com/. pada tanggal 12
Diabetes 2010. Journal of Diabetes Maret 2011
Care, Vol. 33, Supplement 1, January
2010, 11-61. Diperoleh dari http://

228 Juli 2012: 216 - 229


Versi online / URL:
Volume 3, Nomor 2

Papalia, D.E, Selly W. Old dan Ruth D.


Feldman. (2008). Human
Developoment (Psikologi
Perkembangan). Edisi kesembilan.
Jakarta : Kencana Prenada Media
Group.
PERKENI. (2006). Konsensus
Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe
2 di Indonesia 2006. Diperoleh dari
http://perkeni.net/old/ pada tanggal 2
Januari 2011
Perry, A.G and Potter P.A. (2006). Clinical
Nursing Skills and Technique. 6th
Edition. , Missouri : Mosby Inc.
Sarkar, U., L. Fisher, D. Schillinger. (2006).
Is Self-Efficacy Associated with
Diabetes Self Management Across
Race/Ethnicity and Health Literacy.
Journal of Diabetes Care, Vol. 29,
Number 4, April 2006. Diperoleh dari
http://care.diabetesjournals.org/. pada
tanggal 2 Februari 2011, dari
Suyono, S. (2009). Kecenderungan
Peningkatan Jumlah Penyandang
Diabetes. Dalam Soegondo et al (Ed.).
Penatalaksanaan Diabetes Melitus
Terpadu. Edisi ke-2. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI
Tomey A.M. dan Alligood M. R. (2006).
Nursing Theorists and Their Work.
6th ed. USA: Mosby Elsevier
Walker. (2007). Importance of Illness Beliefs
and Self Efficacy for Patients with
Coronary Heart Disease. Journal of
Advanced Nursing, 48(3), 216-225.
Diperoleh dari http://
www.ebscohost.com/, pada tanggal 20
Maret 2011

Keterkaitan Diabetes Self Management Education Terhadap Self Efficacy Pasien Diabetes Mellitus 229

Anda mungkin juga menyukai