Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

KOMUNITAS PADA KELOMPOK DENGAN


KASUS REMATIK

DOSEN PEMBIMBING:
Ns. Citra Suraya, S.Kep, M.Kes, M.Kep

Oleh :

Ida Harya Yulia


19.14901.12.28

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN-NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA HUSADA
PALEMBANG
2020

1
DAFTAR ISI
Halaman

HALAMAN JUDUL......................................................................................i

DAFTAR ISI.................................................................................................ii

BAB I KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS

1.1 Konsep Asuhan Keperawatan Komunitas....................................1

1.2 Strategi Pelaksanaan Keperawatan Komunitas.............................3

1.3 Peran Perawat Komunitas (Provider Of Nursing Care)................3

BAB II ASAS ETIK LEGAL TERKAIT ASKEP KOMUNITAS

2.1 Definisi Etika Keperawatan Komunitas........................................6

2.2 Prinsip Dasar Etik Keperawatan...................................................6

2.3 Fungsi Kode Etik Keperawatan....................................................7

2.4 Aspek Legal Keperawatan............................................................8

BAB III TINJAUAN TEORITIS

3.1 Definisi .......................................................................................10

3.2 Anatomi dan Fisiologi.................................................................10

3.3 Etiologi........................................................................................16

3.4 Patofisiologi................................................................................17

3.5 Patoflow......................................................................................18

3.6 Manifestasi Klinis.......................................................................19

3.7 Komplikasi..................................................................................19

3.8 Pemeriksaan Diagnostik..............................................................19

3.9 Penatalaksanaan..........................................................................20

2
BAB IV KONSEP ASKEP KOMUNITAS

4.1 Pengkajian...................................................................................22

4.2 Diagnosa.....................................................................................23

4.3 Intervensi.....................................................................................24

4.4 Evaluasi.......................................................................................26

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS

1.1 Konsep Asuhan Keperawatan Komunitas

Komunitas adalah kelompok sosial yang tinggal dalam suatu tempat, saling
berinteraksi satu sama lain, saling mengenal serta mempunyai minat dan interest yang
sama. Komunitas adalah kelompok dari masyarakat yang tinggal di suatu lokasi yang
sama dengan dibawah pemerintahan yang sama, area atau lokasi yang sama dimana
mereka tinggal, kelompok sosial yang mempunyai interest yang sama (Riyadi,2007).

Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional sebagai bagian integral


pelayanan kesehatan berbentuk pelayanan pelayanan biologi, psikologi, social dan
spiritual serta komprehensif, ditujukan kepada individu keluarga dan masyarakat baik
sehat maupun sakit mencakup hidup manusia (Riyadi,2007).

Keperawatan komunitas ditujukan untuk mempertahankan dan meningkatkan


kesehatan serta memberikan bantuan melalui intervensi keperawatan sebagai dasar
keahliannya dalam membantu individu, keluarga, kelompok dan masyarakat dalam
mengatasi berbagai masalah keperawatan yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-
hari ( Efendi,2009).

Dalam rapat kerja keperawatan kesehatan masyarakat dijelaskan bahwa


keperawatan komunitas merupakan suatu bidang keperawatan yang merupakan
perpaduan antara keperawatan (Nursing) dan kesehatan masyarakat (Public Health)
dengan dukungan peran serta masyarakat secara aktif dan mengutamakan pelayanan
promotif dan preventif secara berkesinambungan tanpa mengabaikan pelayanan kuratif
dan rehabilitatif secara menyeluruh dan terpadu yang ditujukan kepada individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat sebagai kesatuan utuh melalui proses keperawatan
(Nursing Proces) untuk meningkatkan fungsi kehidupan manusia secara optimal
sehingga mampu mandiri dalam upaya kesehatan.

4
Perawatan komunitas adalah perawatan yang diberikan dari luar suatu institusi
yang berfokus pada masyarakat atau individu dan keluarga. Pada perawatan kesehatan
masyarakat harus mempertimbangkan beberapa prinsip, yaitu:

1. Kemanfaatan
Semua tindakan dalam asuahan keperawatan harus memberikan manfaat yang
besar bagi komunitas. Intervensi atau pelaksanaan yang dilakukan harus
memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi komunitas, artinya ada
keseimbangan anatara manfaat dan kerugian.
2. Kerjasama
Kerjasama dengan klien dalam waktu yang panjang dan bersifat berkelanjutan
serta melakukan kerjasama lintas program dan lintas sektoral.
3. Secara langsung
Asuhan keperawatan diberikan secara langsung mengkaji dan intervens, klien
dan lingkungan termasuk lingkungan sosial, ekonomi serta fisik mempunyai
tujuan utama peningkatan kesehatan.
4. Keadilan
Tindakan yang dilakukan disesuaikan dengan kemampuan atau kapasitas dari
komunitas itu sendiri. Dalam pengertian melakukan upaya atau tindakan sesuai
dengan kemampuan tau kapasitas komunitas.
5. Otonomi
Klien atau komunitas diberi kebebasan dalam memilih atau melaksanakan
beberapa alternatif terbaik dalam menyelesaikan masalah kesehatan yang ada.

Sasaran pelayanan kesehatan masyarakat adalah individu, keluarga/ kelompok dan


masyarakat dengan fokus upaya kesehatan primer, sekunder, tersier. Oleh karena itu
pendidikan masyarakat tentang kesehatan dan perkembangan sosial akan membantu
masyarakat dalam mendorong semangat untuk merawat diri sendiri, hidup mandiri dan
menentukan nasibnya sendiri dalam menciptakan derajat kesehatan yang optimal
(Elisabeth,2007).

5
1.2 Strategi Pelaksanaan Keperawatan Komunitas
a. Pendidikan Kesehatan (Health Promotion)
Penyuluhan kesehatan adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan cara
menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat tidak saja
sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran
yang ada hubungannya dengan kesehatan.
b. Proses Kelompok (Group Process)
Bidang tugas perawat komunitas tidak bisa terlepas dari kelompok masyarakat
sebagai klien termasuk sub-sub sistem yang terdapat di dalamnya, yaitu
individu, keluarga, dan kelompok khusus, perawat spesialis komunitas dalam
melakukan upaya peningkatan, perlindungan dan pemulihan status kesehatan
masyarakat dapat menggunakan alternatif model pengorganisasian masyarakat,
yaitu: perencanaan sosial, aksi sosial atau pengembangan masyarakat.
c. Kerjasama atau Kemitraan
Kemitraan antara perawat komunitas dan pihak-pihak terkait dengan
masyarakat digambarkan dalam bentuk garis hubung antara komponen-
komponen yang ada. Hal ini memberikan pengertian perlunya upaya kolaborasi
dalam mengkombinasikan keahlian masing-masing yang dibutuhkan untuk
mengembangkan strategi peningkatan kesehatan masyarakat.
d. Pemberdayaan (Empowerment)
Konsep pemberdayaan dapat di maknai secara sederhana sebagai proses
pemberian kekuatan atau dorongan sehingga membentuk interaksi transformatif
kepada masyaraka, antara lain: adanya dukungan, pemberdayaan, kekuatan ide
baru, dan kekuatan mandiri untuk membentuk pengetahuan baru.

1.3 Peran Perawat Komunitas (Provider Of Nursing Care)


Banyak peranan yang dapat dilakukan oleh perawat kesehatan masyarakat
diantaranya adalah:
1. Sebagai Penyedia Pelayanan (Care Provider)
Memberikan asuhan keperawatan melalui mengkaji masalah keperawatan yang
ada, merencanakan tindakan keperawatan, melaksanakan tindakan keperawatan
dan mengevaluasi pelayanan yang telah diberikan kepada individu, keluarga,
kelompok, dan masyarakat.

6
2. Sebagai Pendidik dan Konsultan (Nurse Educator And Counselor)
Memberikan pendidikan kesehatan kepada individu, keluarga, kelompok, dan
masyarakat baik dirumah, puskesmas, dan di masyarakat secara terorganisir
dalam rangka menanamkan perilaku sehat, sehingga terjadi perubahan perilaku
seperti yang diharapkan dalam mencapai derajat kesehatan yang optimal.
Konseling adalah proses membantu klien untuk menyadari dan mengatasi
tatanan psikologis atau masalah sosial untuk membangun hubungan
interpersonal yang baik dan untuk meningkatkan perkembangan seseorang. Di
dalamnya diberikan dukungan emosional dan intelektual.
3. Sebagai Panutan
Perawat kesehatan masyarakat harus dapat memberikan contoh yang baik dalam
bidang kesehatan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat tentang
bagaimana tata cara hidup sehat yang dapat ditiru dan dicontoh oleh masyarakat.
4. Sebagai Pembela (Client Advocate)
Tugas perawat sebagai pembela klien adalah bertanggung jawab membantu
klien dan keluarga dalam menginterpretasikan informasi dari berbagai pemberi
pelayanan dan dalam memberikan informasi hal lain yang diperlukan untuk
mengambil persetujuan (informed concent) atas tindakan keperawatan yang
diberikan kepadanya.
5. Sebagai Manajer Kasus
Perawat kesehatan masyarakat diharapkan dapat mengelola berbagai kegiatan
pelayanan kesehatan puskesmas dan masyarakat sesuai dengan beban tugas dan
tanggung jawab yang dibebankan kepadanya.
6. Sebagai Kolaborator
Peran perawat sebagai kolaborator dapat dilaksanakan dengan cara bekerjasama
dengan tim kesehatan lain, baik dengan dokter, ahli gizi, ahli radiologi, dan lain-
lain dalam kaitanya membantu mempercepat proses penyembuhan klien
tindakan kolaborasi atau kerjasama merupakan proses pengambilan keputusan
dengan orang lain pada tahap proses keperawatan. Tindakan ini berperan sangat
penting untuk merencanakan tindakan yang akan dilaksanakan.

7
7. Sebagai Perencana Tindakan Lanjut (Discharge Planner)
Perencanaan pulang dapat diberikan kepada klien yang telah menjalani
perawatan disuatu instasi kesehatan atau rumah sakit. Perencanaan ini dapat
diberikan kepada klien yang sudah mengalami perbaikan kondisi kesehatan.
8. Sebagai Pengidentifikasi Masalah Kesehatan (Case Finder)
Melaksanakan monitoring terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada
individu, keluarga, kelompok dan masyarakat yang menyangkut masalah-
masalah kesehatan dan keperawatan yang timbul serta berdampak terhadap
status kesehatan melalui kunjungan rumah, pertemuan-pertemuan, observasi dan
pengumpulan data.
9. Koordinator Pelayanan Kesehatan
Peran perawat sebagai koordinator antara lain: mengarahkan, merencanakan dan
mengorganisasikan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada klien. Pelayanan
dari semua anggota tim kesehatan, karena klien menerima pelayanan dari
banyak profesional.
10. Pembawa Perubahan Dan Pemimpin
Pembawa perubahan adalah seseorang atau kelompok yang berinisiatif merubah
atau yang membantu perubahan pada dirinya atau pada sistem. Marinner torney
mendeskripsikan pembawa perubahan adalah yang mengidentifikasikan
masalah, mengkaji motivasi dan kemampuan klien untuk berubah, menunjukkan
alternative, menggali kemungkinan hasil dari alternatif, mengkaji sumber daya,
menunjukkan peran membantu, membinan dan mempertahankan hubungan
membantu, membantu selama fase dari proses perubahan dan membimbing klien
melalui fase-fase ini.

8
BAB II
ASAS ETIK LEGAL TERKAIT ASKEP KOMUNITAS

2.1. Definisi Etika Keperawatan Komunitas


Menurut Suhaemi (2010), kata etika berasal dari Yunani , yaitu Ethos, yang
berhubungan pertimbangan pembuat keputusan, benar atau tidaknya suatu perbuatan
karena tidak ada undang-undang atau peraturan yang menegaskan hal yang harus
dilakukan. Etika berbagai profesi digariskan dalam kode etik yang bersumber dari
martabat dan hak manusia ( yang memiliki sikap menerima) dan kepercayaan dari
profesi. Profesi menyusun kode etik berdasarkan penghormatan atas nilai dan situasi
individu yang dilayani.
Etik diterapkan utamanya pada saat membuat keputusan terkait pelayanan
kesehatan, tetapi terdapat perbedaan nilai-nilai antara individu, sehingga dapat
menyebabkan kesalah pahaman tentang sesuatu yang benar ( Potter & Perry, 2011).
Etika keperawatan merupakan alat untuk mengukur perilaku moral dalam
keperawatan. Keputusan berdasarkan kode etik sebagai standar yang di ukur dan di
evaluasi perilaku moral perawat.
Etika keperawatan kesehatan komunitas adalah pengambilan keputusan
berdasarkan moral, pengetahuan tentang hak klien dan tanggungjawab profesi. Hak
klien atas kesehatan adalah merupakan hak yang bersifat alami dimana tiap masyarakat
berhak memperoeh derajat kesehatan yang seoptimal mungkin.

2.2. Prinsip Dasar Etik Keperawatn


a. Altruisme
 peduli bagi kesejahteraan orang lain meliputi: sikap caring, komitmen dan
murah hati.
 Perawat menunjukkan kasih, kebaikan dan kejujuran pada klien.
 Love based ethics
 Treat others, as you want to be treated.
b. Beneficence
 Melakukan yang baik bagi keluarga/ masyarakat
 Tidak merugikan orang lain (individu, keluarga dan masyarakat)

9
 Mencegah timbulnya bahaya bagi pasien
c. Nonmaleficence
 Kewajiban untuk tidak menimbulkan bahaya atau cidera baik fisik atau
psikologi terhadap prang.
 Tindakan yang dilakukan: ( tidak membunuh, tidak menimbulkan rasa sakit,
tidak menghina)
d. Resperct For Autonomy
 Tidak menghargai otonomi, bila: tidak memberikan informasi yang relevan,
melakukan tindakan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu, memaksa keluarga
dan masyarakat untuk memberikan informasi, pendekatan yang
banyakdilakukan oleh tim kesehatan.
e. Veracity
 Mengatakan yang sebenarnya, tidak membohongi pasien
 Kebenaran merupakan dasar dalam membangun hubungan saling percaya.
 Berikan informed consent
 Misalnya: pasien kanker pengen tahu penyakitnya.
f. Fidelity
 Perilaku caring
 Selalu berusaha menepati janji
 Memberikan penghargaan yang memadai
 Memperhatikan kebutuhan spiritual
 Membina hubungan saling percaya
g. Justice ( keadilan)
 Prinsip memperlakukan orang lain sebagai individu/ keluarga/ masyarakat
yang memerlukan bantuan dengan keunikan yang dimiliki.
 Berlaku adil, setiap individu mendapat tindakan yang sama.

2.3. Fungsi Kode Etik Keperawatan


a. Menunjukkan karakter/ kebiasaan seseorang
b. Meningkatkan kepercayaan diri dan memotivasi dalam moral sehingga
dapat

10
digunakan sebagai pedoman publik health nursing.
c. Berfokus pada bagaimana perbuatan seseorang yang baik menimbang
sebab dan
pemahaman masalah dengan memperhitungkan sebab dalam mengambil
keputusan.

2.4 Aspek Legal Keperawatan


Aspek legal keperawatan tercantum pada UU RI No. 38 tahun 2014 tentang
keperawatan.
Adapun aspek legal keperawatan merupakan aspek aturan keperawatan dalam
memberikan asuhan keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung jawabnya
pada berbagai tatanan pelayanan, termasuk hak dan kewajibannya.
a. Hal-Hal Yang Diatur Dalam Aspek Legal
 Memberikan kerangka untuk menentukan tindakan keperawatan mana yang
sesuai dengan hukum.
 Membedakan tanggung jawab perawat dengan profesi lain.
 Membantu menentukan batas-batas kewenangan tindakan keperawatan
mandiri.
 Membantu mempertahankan standar praktik keperawatan dengan
meletakkan posisi perawat memiliki akuntabilitas dibawah hukum.
 Dalam keadaan darurat yang mengancam jiwa seseorang, perawat
berwenang melakukan pelayanan kesehatan diluar kewenangan yang
ditujukan untuk penyelamat jiwa.
 Perawat yang menjalankan praktikpeorang harus mencantumkan SIPP di
ruangan praktiknya.
 Perawat yang memiliki SIPP dapat melakukan asuhan dalam bentuk
kunjungan rumah.
 Persyaratan praktik perorangan sekurang-kurangnya memenuhi: tempat
praktik memenuhi syarat, memiliki perlengkapan peralatan dan administrasi
termasuk formulir/ buku kunjungan, catatan tindakan dan formulir rujukan.
b. Kewajiban Perawat Pada Aspek Legal Keperawatan
 Wajib memiliki: SIP, SIK, SIPP

11
 Menghormati hak pasien
 Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani
 Menyimpan rahasia pasien sesuai dengan peraturan perundang-undangan
 Wajib memberikan informasi kepada pasien sesuai dengan kewenangan
 Meminta persetujuan setiap tindakan yang akan dilakukan perawat sesuai
dengan kondisi pasien baik secara tertulis maupun lisan.
 Mencatat semua tindakan keperawatan secara akurat sesuai peraturan dan
SOP yang berlaku.
 Memakai standar profesi dan kode etik perawat indonesia dalam
melaksanakan praktik.
 Meningkatkan pengetahuan berdasarkan IPTEK.
 Melakukan pertolongan darurat yang mengancam jiwa sesuai dengan
kewenangan.
c. Hak Perawat Pada Aspek Legal Keperawatan
 Hak perlindungan wanita
 Hak mengendalikan praktik keperawatan sesuai yang diatur oleh hukum
 Hak mendapat upah yang layak
 Hak bekerja dilingkungan yang baik
 Hak terhadap pengembangan profesional
 Hak menyusun standar praktik dan pendidikan keperawatan.
d. Tujuan Hukum Kesehatan
 Melindungi kesehatan masyarakat
 Melindungi hak masyarakat
 Mengatur sistem pemberian pelayanan dan finansial
 Tanggung jawab profesional

12
BAB III
TINJAUAN TEORITIS

3.1 Definisi Rematik


Reumatik (Artritis rheumatoid) adalah suatu penyakit inflamasi kronis yang
menyebabkan degenerasi jaringan penyambung. Jaringan penyambung yang biasanya
mengalami kerusakan pertama kali adalah membran sinovial, yang melapisi sendi
(Corwin, 2014).
Artritis reumatoid (AR) adalah penyakit inflamasi sistemik kronis yang tidak
diketahui penyebabnya, dikarakteristikkan oleh kerusakan dan proliferasi membrane
sinovial, yang menyebabkan kerusakan pada tulang sendi, ankilosis dan deformitas.
Mekanisme imunologis tampak berperan penting dalam memulai dan mengekalkan
penyakit dimana remisi spontan dan eksaserbasi tak diperkirakan kejadiannya
(Doengoes, dkk, 2013).
Reumatik adalah gangguan berupa kekakuan, pembengkakan, nyeri dan
kemerahan pada daerah persendian dan jaringan sekitarnya (Adellia, 2011).

3.2 Anatomi Dan Fisiologi


Sistem muskuloskeletal terdiri dari tulang, sendi, otot, dan struktur pendukung
lainnya (tendon, ligamen, fasia, dan bursae). Pertumbuhan dan perkembangan struktur
ini terjadi selama masa kanak-kanak dan remaja. Menurut Suratun, dkk (2014), anatomi
dan fisiologi sistem musculoskeletal sebagai berikut.
a. Tulang
Struktur tulang dan jaringan ikat menyusun kurang lebih 25% berat badan dan otot
menyusun kurang lebih 50%. Kesehatan dan fungsi sistem muskuloskeletal sangat
bergantung pada sistem tubuh yang lain. Struktur tulang memberi perlindungan
terhadap organ vital, termasuk otak, jantung, dan paru. Kerangka tulang merupakan

13
kerangka yang kuat untuk menyangga struktur tubuh. Otot yang melekat ke tulang
memungkinkan tubuh bergerak. Pembagian skeletal, yaitu :
1. Axial skeleton terdiri dari kerangka tulang kepala dan leher, tengkorak, kolumna
vertebrae, tulang iga, tulang hioid sternum.
2. Apendikidar skeleton terdiri dari:
a) Kerangka tulang lengan dan kaki.
b) Ekstremitas atas (skapula, klavikula, humerus, ulna, radial) dan tangan (karpal,
metakarpal, falang).
c) Ekstremitas bawah (tulang pelvik, femur, patela, tibia, fibula) dan kaki (tarsal,
metatarsal, falang).
Ada empat jenis tulang, yaitu tulang panjang, nilang pendek, tulang pipih, dan
tulang tidak beraturan.
1. Tulang panjang
Tulang panjang bentuknya silindris dan berukuran panjang seperti batang
(diafisis) tersusun atas tulang kompakta, dengan kedua ujungnya berbentuk bulat
(epifisis) tersusun atas tulang kanselus. Tulang diafisis memiliki lapisan luar
berupa tulang kompakta yang mengelilingi sebuah rongga tengah yang disebut
kanal medula yang mengandung sumsum kuning.
2. Tulang pendek
Tulang pendek bentuknya hampir sama dengan tulang panjang, tetapi
bagian distal lebih kecil daripada bagian proksimal, serta berukuran pendek dan
kecil.
3. Tulang pipih
Tulang pipih bentuknya gepeng, berisi sel-sel pembentuk darah, dan
melindungi organ vital dan lunak di bawahnya. Tulang pipih terdiri atas dua
lapisan tulang kompakta dan di bagian tengahnya terdapat lapisan spongiosa.
Tulang ini juga dilapisi oleh periosteum yang dilewati oleh dua kelompok
pembuluh darah menembus tulang untuk menyuplai tulang kompakta dan tulang
spongiosa.
4. Tulang tidak beraturan
Tulang tidak beraturan mempunyai bentuk yang unik sesuai fungsinya.
Tulang tidak beraturan terdiri dan tulang spongiosa yang dibungkus oleh selapis

14
tipis tulang kompakta. Tulang ini diselubungi periosteum kecuali pada permukaan
sendinya seperti tulang pipih. Periosteum ini memberi dua kelompok pembuluh
darah untuk menyuplai tulang kompakta dan spongiosa.

5. Tulang sesamoid
Tulang sesamoid merupakan tulang kecil yang terletak di sekitar tulang yang
berdekatan dengan persendian, berkembang bersama tendon dan jaringan fasia.
Tulang tersusun oleh janingan tnlang kompakta (kortikal) dan kanselus
(trabekular atau spongiosa). Tulang kompakta secara makroskopis terlihat padat.
Akan tetapi, jika diperiksa dengan mikroskop terdiri dari sistem Havers. Sistem
Havers terdiri dari kanal Havers. Sebuah kanal Havers mengandung pembuluh
darah, saraf, dan pembuluh limfe, lamela (lempengan tulang yang mengelilingi
kanal sentral), kaluna (ruang di antara lamela yang mengandung sel-sel tulang
atau osteosit dan saluran limfe), dan kanalikuli (saluran kecil yang
menghubungkan lakuna dan kanal sentral. Saluran ini mengandung pembuluh
limfe yang membawa nutrien dan oksigen ke osteosit. Tulang kanselus juga keras
seperti tulang kompakta, tetapi secara makroskopis terlihat berlubang-lubang
(spons). Jika dilihat dengan mikroskop kanal Havers, tulang kanselus terlihat lebih
besar dan mengandung lebih sedikit lamela. Sel-sel penyusun tulang terdiri dari:
a) Osteoblas berfungsi menghasilkan jaringan osteosid dan menyekresi sejumlah
besar fosfatase alkali yang berperan penting dalam pengendapan kalsium dan
fosfat ke dalam matriks tulang.
b) Osteosit adalah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai lintasan untuk
pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat.
c) Osteoklas adalah sel-sel berinti banyak yang memungkinkan mineral dan matriks
tulang dapat diabsorpsi. Sel-sel ini menghasilkan enzim proteolitik yang memecah
matriks dan beberapa asam yang melarutkan mineral tulang, sehingga kalsium dan
fosfat terlepas ke dalam darah.
Pertumbuhan dan metabolisme tulang dipengaruhi oleh sejumlah mineral dan
hormon yang meliputi:
a) Kalsium dan Fosfor

15
Jumlah kalsium (Ca) dalam tulang 99% dan fosfor 90%. Konsentrasi
kalsium dan fosfor mempunyai ikatan yang erat. Jika kadar Ca meningkat, jumlah
fosfor berubah. Keseimbangan kalsium dan fosfor dipertahankan oleh kalsitonin
dan hormone paratiroid (PTH).
b) Kalsitonin
Diproduksi oleh kelenjar tiroid dan menurunkan konsentrasi Ca serum. Jika
jumlah kalsitonin meningkat di atas normal, kilsitonin menghambat absorpsi
kalsium dan fosfor dalam tulang serta meningkatkan ekskresi kalsium dan fosfor
melalui urine sehingga dibutuhkan Ca dan fosfor.
c) Vitamin D
Vitamin D terkandung dalam lemak hewan, minyak ikan, dan mentega.
Tubuh manusia juga dapat menghasilkan vitamin D. Sinar ultraviolet sinar
matahari dapat mengubah ergosterol pada kulit menjadi vitamin D. Vitamin D
diperlukan agar kalsium dan fosfor dapat diabsorpsi dari usus dan digunakan
tubuh. Defisiensi vitamin D mengakibatkan defisit mineralisasi, deformitas,
patah tulang, penyakit rikets pada anak-anak, dan osteomalasia pada orang
dewasa.
d) Hormon Paratiroid (PTH).
Pada saat kadar Ca menurun, sekresi PTH meningkat dan menstimulasi
tulang untuk meningkatkan aktivitas osteoblastik dan menyumbangkan kalsium
ke darah Jika kadar Ca meningkatkan sekresi PTH diminimalkan, hormon
tersebut mengurangi eksresi Ca di ginjal dan memfasilitasi absorpsinya dan usus
halus. Hal ini untuk mempertahankan suplai Ca di tulang. Respons ini
merupakan contoh umpan-balik sistem loop yang terjadi dalam sistem endokrin.
e) Hormon pertumbuhan.
Hormon pertumbuban yang bertanggung jawab meningkatkan panjang
tulang dan menentukan jumlah matriks tulang dibentuk sebelum masa pubertas.
Sekresi yang meningkat selama masa kanak-kanak menghasilkan gigantisme dan
menurunnya sekresi menghasilkan dwarfisme. Pada orang dewasa, peningkatan
tersebut menyebabkan akromeali yang ditandai oleh kelainan bentuk tulang dan
jaringan lemak.
f) Glukokortikoid.

16
Hormon glokukortikoid mengatur metabolism protein. Pada saat
dibutuhkan, hormon dapat meningkatkan atau menurunkan katabolisme untuk
mengurangi atau mengintensifkan matriks organik di tulang dan membantu dalam
pengaturan kalsium di intestinum dan absorpsi fosfor.

g) Hormon seksual
1) Estrogen menstimulasi aktivitas osteoblastik dan cenderung menghambat peran
hormon paratiroid. Jumlah estrogen menurun saat menopause sehingga
penurunan kadar kalsium pada tulang dalam waktu lama menyebabkan
osteoporosis.
2) Androgen, seperti testosteron, meningkatkan anabolisme dan massa tulang.
a. Sendi
Artikulasi atau sendi adalah hubungan antara dua tulang yang berdekatan. Sendi
diklasifikasekan sesuai dengan strukturnya sebagai berikut (Suratun, dkk, 2014).
1. Sendi fibrosa
Tulang-tulang dihubungkan oleh serat-serat kolagen yang kuat. Sendi ini biasanya
terikat, misalnya sutura tulang tengkorak. Kadang sendi ini dapat sedikit bergerak.
2. Sendi Kartilaginosa
Permukaan tulang ditutupi oleh lapisan kartilago dan dihubungkan oleh jaringan
fibrosa kuat yang tertanam kedalam kartilago, misalnya antara korpus vertebra
dan simfisis pubis.
3. Sendi Sinovial
Sendi ini adalah jenis sendi yang paling umum. Sendi ini biasanya memungklnkan
gerakan yang bebas (misalnya, lutut, bahu, siku, pergelangan tangan, dll) tetapi
beberapa sendi sinovial secara relatif tidak bergerak (misalnya sendi sakroiliaka).
Sendi ini dibungkus dalam kapsul fibrosa dengan membrane sinovial ini
mensekresi ruang sendi untuk melumasi sendi. Permukaan tulang dilapisi dengan
kartilago artikular halus dan keras dimana permukaan ini berhubungan dengan
tulang lain.
Pada beberapa sendi terdapat suatu sabit kartilago fibrosa yang sebagian
memisahkan tulang-tulang sendi (misalnya lutut dan rahang). Sendi sinovial dicegah
dan dislokasi oleh otot-otot disekitarnya yang secara refleks mencegah gerakan

17
ekstrim. Sendi ini juga disokong oleh ligamen yang kuat. Banyak ligamen
mempertebal kapsul sendi fibrosa.

b. Otot
Otot skelet membentuk sekitar 40 persen dari berat badan total. Otot ini
berfungsi dalam membentuk gerakan volunter dan menegakkan tubuh. Setiap otot
ditutupi oleh selubung jaringan ikat dan tersusun oleh banyak serat otot, yang berjalan
sepanjang otot dan sepanjang 1 sampai 40 mm. Serat otot bergabung dalam berkas yang
dikelilingi oleh selapis selubung tipis. Setiap serat tersusun dari miofibril, yang setiap
miofibril dibentuk dari struktur-struktur yang lebih kecil yang disebut miofilamen
(Suratun, dkk, 2014).
Serat saraf motorik keluar dari substansia grisea medulla spinalis atau medulla
oblongata dan mengitervasi sekelompok serat otot, mengirimkan sebuah cabang untuk
setiap serat. Setiap cabang tersebut berakhir pada motor end plate, sebuah struktur yang
terdapat pada serat otot. Serat saraf sensorik keluar dari muscle spindel, struktur tipis
panjang yang terletak di antara serat otot di dekat perlekatan otot dengan tendonnya.
Sebagian besar otot kedua ujungnya melekat pada tulang. Beberapa melekat
pada struktur lain pada tulang rawan atau kulit. Origo otot merupakan titik yang lebih
terfiksasi pada perlekatannya. Insersio otot biasanya merupakan bagian yang bergerak.
Kadang-kadang, untuk kerja yang berbeda, aturan ini terbalik.
Tendon adalah sebuah pita jaringan ikat yang melekat pada otot dan ujung yang
lain berinsersi ke dalam tulang. Tendon memiliki sedikit elastisitas. Tendon
memungkinkan massa otot yang besar untuk mengonsentrasikan kekuatannya pada satu
daerah tulang yang relatif kecil, memungkinkan beberapa tendon melalui ruang yang
kecil, misalnya tendon otot lengan bawah ketika lewat di bagian depan dan belakang
pergelangan tangan, memiliki fungsi protektifdan suportif di sekitar sendi.
Tonus otot adalah derajat rendah tegangan otot pada setiap waktu. Tonus itu
tidak menghasilkan pemendekan otot. Dipertahankan oleh hantaran saraf neuron pada
unit motorneuron; hanya sejumlah kecil unit ini bekerja pada suatu waktu, unit tertentu
berubah-ubah sehingga dapat mencegah kelelahan. Derajat tonus diperlukan untuk

18
bekerja melawan gravitasi, untuk mempertahankan posisi tegak, dan untuk
mempertahankan kepala pada bahu.
Otot terlibat dalam setiap gerakan dengan kerja yang melawan atau berbalikkan.
Kelompok-kelompok yang terlibat adalah:
2) Penggerak Utama, merupakan otot yang terutama terlibat dalam membuat
gerakan.
3) Anlagonis, merupakan otot dengan aksi berlawanan dengan penggerak utama.
Dengan berelaksasi secara progresif ketika penggerak utama berkontraksi,
mereka membantu mengontrol aksi dan mencegah reaksi berlebihan.
4) Otot fiksasi, dengan meningkatkan tegangan (misalnya meningkatkan aksi lebih
banyak motor neuron) sendi-sendi fiksasi yang harus difiksasi bila sebuah aksi
akan dilaksanakan dengan benar. Misalnya, dalam fleksi lengan bawah (Suratun,
dkk, 2014).

3.3 Etiologi
Etiologi penyakit ini tidak diketahui pasti. Namun ada beberapa faktor resiko yang
di ketahui berhubungan dengan penyakit ini, antara lain:
a. Usia lebih dari 40 tahun
Dari semua faktor resiko untuk timbulnya osteoartritis, faktor penuan adalah
yang terkuat. Akan tetap perlu diingat bahwa osteoartitis bukan akibat penuaan
saja. Perubahan tulang rawan sendi pada penuaan berbeda dengan perubahan
pada osteoartritis.
b. Jenis kelamin
Wanita lebih sering terkena osteoartritis lutut dan sendi, sedangkan laki-laki
lebih sering terkena osteoartritis pada paha, pergelangan tangan, dan leher.
Secara keseluruhan dibawah 45 tahun, frekuensi osteoartritis kurang lebih sama
antara pada laki-laki dan wanita, tetapi diatas usia 50 tahun ( setelah
menopause) frekuensi osteoartritis lebih banyak pada wanita dari pada pria. Hal
inimenunjukkan adanya peran hormonal pada patogenesis osteoartritis.
c. Suku bangsa

19
Nampak perbedaan prevalensi osteoartritis pada masing-masing suku bangsa.
Hal ini mungkin berkaitan dengan perbedaan pola hidup maupun perbedaan
pada frekuensi kelainan kongenital dan pertumbuhan tulang.
d. Genetik
Hal ini terbukti dari terdapatnyahubungan antara produk kompleks
histokompatibilitas utama kelas II, khususnya HLA-DR4 dengan AR
seroposif.pengemban HLA-DR4 memiliki resiko relative 4:1 untuk menderita
penyakit ini.
e. Kegemukan
Berat badan yang berlebih nyata berkaitan dengan meningkatnya resiko untuk
timbulnya osteoartritis, baik pada wanita maupun laki-laki. Kegemukan
ternyata tidak hanya berkaitan dengan osteosrtritis pada sendi yang
menanggung beban berlebihan, tapi juga dengan osteoartritis sendi lain (tangan
atau sternoklavikula).

3.4 Patofisiologi
Pada artritis reumatoid, realesi autoimun terutama terjadi dalam jaringan

sinovial. Proses fagositosis rnenghasilkan enzim-enzim dalam sendi. Enzim-enzim

tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi membran synovial

dan akhirnya pembentukan pannus. Pannus akan menghancurkan tulang rawan dan

menimbulkan erosi tulang. Akibatnya adalah menghilangnya permukaan sendi yang

akan mengganggu gerak sendi. Otot akan turut terkena karena serabut otot akan

mengalami perubahan degeneratif dengan menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan

kontraksi otot (Smeltzer dan Bare, 2013).

Inflamasi mula-mula mengenai sendi-sendi sinovial seperti edema, kongesti

vaskuler. Eksudat febrin dan infiltrasi seluler. Peradangan yang berkelanjutan, sinovial

menjadi menebal, terutama padasendi artikularkartilago dari sendi. Pada persendian ini

granulasi membentuk pannus, atau penutup yang menutupi kartilago. Pannus masuk ke

20
tulang subchondria. Jaringan granulasi menguat karena radang menimbulkan gangguan

pada nutrisi kartilago artikuler, kartilago menjadi nekrosis.

3.5 Patoplow

Umur Jenis kelamin Genetik Kegemukkan Suku bangsa

Kerusakan tulang fokal rawan

Perubahan metabolisme tulang

Peningkatan aktifitas enzim yang merusak

Penurunan kadar proteoglikan

REMATIK

Poliferasi membran sinovial Tenosinovilis Kelainan pada tulang

Pengahancuran kartilago
Invasi kolagen Erosi tulang & kerusakan
pada tulang rawan
Kemampuan untuk
Ruptur tendon
mengurangi gesekan
secara parsial Instabilitas & deformasi
atau total sendi
Timbul gesekan yg permanen
pd tulang bila bergerak
Gangguan mekanis &
Hambatan
fungsional pd sendi
mobilitas fisik
Menstimulus respon nyeri
Perubahan bentuk
tubuh pd tulang dan
Syaraf afferent

Medulla spinalis 21 Gangguan citra


tubuh
Thalamus

Syaraf efferent Nyeri

3.6 Manifestasi klinis


a) Nyeri persendian
b) Bengkak
c) Kekakuan pada sendi terutama setelah bangun tidur pada pagi hari
d) Terbatasnya pergerakan
e) Sendi-sendi terasa panas
f) Demam
g) Anemia
h) Berat badan menurun
i) Kekuatan berkurang
j) Tampak warna kemerahan disekitar sendi
k) Perubahan ukuran pada sendi dari ukuran normal

3.7 Komplikasi
a. Dapat menimbulkan perubahan pada jaringan lain seperti adanya proses
granulasi dibawah kulit yang disebut subcutan nodule.
b. Pada otot dapat terjadi myosis, yaitu proses granulasi jaringan otot
c. Pada pembuluh darah terjadi tromboemboli ( tromboemboli adalah adanya
sumbatan pada pembuluh darah yang disebabkan oleh adanya darah yang
membeku
d. Kelainan splenomegali (splenomegali adalah pembesaran limfa, jika limfa
membesar kemampuannya untuk menyebabkan berkurangnya jumlah sel
darah putih dan trombosit dalam sirkulasi menangkap dan menyimpan sel-sel
darah akan meningkat.

3.8 Pemeriksaan diagnostik

22
a. Tes serologi: sedimentasi eritrosit meningkat, darah bisa terjadi anemia dan
leukositosis, reumatoid faktor, terjadi 50-90% penderita.
b. Sinar X dari sendi yang sakit
c. Scan radionuklida: mengidentifikasi peradangan sinovium
d. Artroskopi langsung
e. Biopsi membran sinovial
f. Pemeriksaan cairan sendi melalui biopsi , FNA (Fine Needle Aspiratation)
atau atroskopi

3.9 Penatalaksanaan
Tujuan utama dari program pengobatan adalah untuk menghilangkan nyeri dan
peradangan, mempertahankan fungsi sendi dan kemampuan maksimal dari klien, serta
mencegah dan/ atau memperbaiki deformitas yang terjadi pada sendi. Penatalaksanaan
yang sengaja dirancang untuk mencapai tujuan-tujuan itu meliputi pendidikan, istirahat,
latihan fisik dan termoterapi, gizi, serta obat-obatan ( Lukman dan Ningsih,
2014).
Pengobatan harus diberikan secara paripurna, karena penyakit sulit sembuh.
Oleh karena itu, pengobatan dapat dimulai secara lebih dini. Klien harus diterangkan
mengenai penyakitnya dan diberikan dukungan psikologis. Nyeri dikurangi atau bahkan
dihilangkan, reaksi inflamasi harus ditekan, fungsi sendi dipertahankan, dan deformitas
dicegah dengan obat anti inflamasi nonsteroid, alat penopang ortopedis, dan latihan
terbimbing. Pada keadaan akut kadang dibutuhkan pemberian steroid atau
imunosupresan. Sedangkan, pada keadaan kronik sinovektomi mungkin berguna bila
tjdak ada destruksi sendi yang luas. Bila terdapat destruksi sendi atau deformitas dapat
djanjurkan dan dilakukan tindakan arthrodesis atau artroplastik. Sebaiknya pada
revalidasi disedjakan bermacam alat bantu untuk menunjang kehidupan sehari-hari di
rumah maupun di tempat kerja (Lukman dan Ningsih, 2014).
Langkah pertama dari program penatalaksaan artritis rheumatoid adalah
memberikan pendidikan kesehatan yang cukup tentang penyakit kepada klien,
keluarganya, dan siapa saja yang berhubungan dengan klien. Pendidikan kesehatan yang
diberikan meliputi pengertian tentang patofisiologi penyakit, penyebab dan prognosis
penyakit, semua komponen program penatalaksanaan termasuk regimen obat yang

23
kompleks, sumber-sumber bantuan untuk mengatasi penyakit, dan metode-metode yang
efektif tentang penatalaksaan yang diberikan oleh tim kesehatan. Proses pendidikan
kesehatan ini harus dilakukan secara terus-menerus. Pendidikan dan informasi
kesehatan juga dapat diberikan dari bantuan klub penderita, badan-badan
kemasyarakatan, dan dari orang-orang lain yang juga menderita artritis reumatoid, serta
keluarga mereka (Lukman dan Ningsih, 2014).
Istirahat adalah penting karena artritis reumatoid biasanya disertai rasa lelah
yang hebat. Walaupun rasa lelah tersebut dapat timbul setiap hari, tetapi ada masa-masa
dimana klien merasa keadaannya lebih baik atau lebih berat. Kekakuan dan rasa tidak
nyaman dapat meningkat apabila beristirahat. Hal ini memungkinkan klien dapat mudah
terbangun dari tidurnya pada malam hari karena nyeri. Disamping itu latihan-latihan
spesifik dapat bermanfaat dalam mempertahankan fungsi sendi. Latihan ini mencakup
gerakan aktif dan pasif pada semua sendi yang sakit, dan sebaiknya dilakukan
sedikitnya dua kali sehari. Obat-obat penghilang nyeri mungkin perlu diberikan sebelum
latihan, dan mandi parafin dengan suhu yang dapat diatur antara suhu panas dan dingin
dapat dilakukan. Alat-alat pembantu dan adaptif mungkin diperlukan untuk melakukan
aktivitas kehidupan sehari-hari. Latihan yang diberikan sebaiknya dilakukan oleh tenaga
ahli yang sudah mendapatkan pelatihan sebelumnya, seperti ahli terapi fisik atau terapi
kerja karena latihan yang berlebihan dapat merusak struktur-struktur penunjang sendi
yang emang sudah lemah oleh adanya penyakit (Lukman dan Ningsih, 2014).
Penderita artritis reumatoid tidak memerlukan diet khusus karena variasi
pemberian diet yang ada belum terbukti kebenarannya. Prinsip umum untuk
memperoleh diet seimbang sangat penting. Penyakit ini dapat juga menyerang sendi
temporomandibular, sehingga membuat gerakan mengunyah menjadi sulit. Sejumlah
obat-obat tertentu dapat menyebabkan rasa tidak enak pada lambung dan mengurangi
nutrisi yang diperlukan. Pengaturan berat badan dan aktivitas klien haruslah seimbang
karena biasanya klien akan mudah menjadi terlalu gemuk disebabkan aktivitas klien
dengan penyakit ini relative rendah. Namun, bagian yang penting dan seluruh program
penatalaksanaan adalah pemberian obat (Lukman dan Ningsih, 2014).
Obat-obat dipakai untuk mengurang nyeri, meredakan peradangan, dan untuk
mencoba mengubah perjalanan penyakit. Nyeri hampir tidak dapat dipisahkan dan
artritis reumatoid, sehingga ketergantungan terhadap obat harus diusahakan seminimum

24
mungkin. Obat utama pada artritis reumatoid adalah obat-obatan antiinflamasi
onsteroid (NSAID). Obat antiinflamasi nonsteroid bekerja dengan menghalangi proses
produksi mediator peradangan. Tepatnya menghambat sintesis prostaglandin atau siklo-
oksigenase. Enzim-enzim ini mengubah asam lemak sistemik endogen, yaitu asam
arakidonat menjadi prostaglandin, prostasiklin, tromboksan, dan radikal-radikal oksigen
(Lukman dan Ningsih, 2014).
BAB IV
KONSEP ASKEP KOMUNITAS PADA KELOMPOK DENGAN KASUS
REMATIK

4.1 Pengkajian
a. Biodata
Nama, umur,jenis kelamin, status, alamat, pekerjaan, penanggung jawab. Data
dasar pengkajian pasien tergantung pada keparahan dan keterlibatan organ-organ
lainnya (misalnya mata, jantung, paru-paru, ginjal) tahapan misalnya eksaserbasi
akut atau remisi dan keberadaan bersama bentuk-bentuk artritis lainnya.
b. Riwayat kesehatan
1. Adanya keluahan sakit dan kekakuan pada tangan, atau pada tungkai
2. Perasaan tidak nyaman dalam beberapa periode/ waktu sebelum pasien
mengetahui dan merasakan adanya perubahan pada sendi
c. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi dan palpasi persendian untuk masing-masing sisi (bilateral),
amati warna kulit, ukuran, lembut tidaknya kulit, dan pembengkakakan.
2) Lakukan pengukuran passive range of mation pada sendi-sendi sinovial
 Catat bila ada devisiasi ( keterbatasan gerak sendi)
 Catat bila ada krepitasi
 Catat bila terjadi nyeri saat sendi digerakkan
 Lakukan inspeksi dan palpasi otot-otot skelet bilateral
 Catat bila ada atrofi, tonus yang berkurang
 Ukur kekuatan otot
 Kaji tingkat nyeri, derajat dan mulainya
3) Kardiovaskuler

25
Gejala: pucat, intermiten, sianosis, kemudian kemerahan pada jari
sebelum warna kembali normal.

4) Makanan/ cairan
Gejala: ketidakmampuan untuk menghasilkan/ mengkonsumsi cairan dan
makanan, mual, muntah, kesulitan untuk mengunyah
Tanda: penurunan berat badan
5) Hygiene
Gejala:berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan
pribadi.
6) Neurosensori
Gejala: kebas, kesemutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada
jari tangan, pembengkakan sendi simetris.
7) Nyeri/ kenyamanan
Gejala: fase akut dari nyeri ( mungkin tidak disertai oleh pembengkakan
jaringan lunak pada sendi)
d. Riwayat psiko sosial
Pasien dengan rematik mungkin merasakan adanya kecemasan yang cukup
tinggi apalagi dengan pasien yang mengalami deformitas pada sendi-sendi
karena ia merasakan adanya kelemahan-kelemahan pada dirinya dan merasakan
kegiatan sehari-hari menjadi berubah. Perawat dapat melakukan pengkajian
terhadap konsep dri klien ksususnya aspek body image dan harga diri klien.

4.2 Diagnosa
1. Nyeri berhubungan dengan agen pencedera, distensi jaringan oleh akumulasi
cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas skleta, nyeri,
penurunan kekuatan otot.

26
3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk
melaksanakan tugas-tugas umum, peningkatan penggunaan energi,
ketidakseimbangan mobilitas.

4.3 Intervensi
No Diagnosa Noc Nic
1 Nyeri Seteleah dilakuakn 1. Lakukan pengkajian nyeri
berhubungan tindakan keperawatan secara komprehensif
dengan agen diharapkan nyeri klien termasuk lokasi,
pencedera, distensi berkurang. karakteristik, durasi,
jaringan oleh Kriteria hasil: frekuensi, kualitas dan
akumulasi cairan/ 1. Mengetahui faktor faktor presifitasi
proses inflamasi, penyebab nyeri 2. Observasi reaksi non
destruksi sendi. 2. Mampu mengonrol verbal dari ketidaknyaman
nyeri 3. Ajarkan tehnik relaksasi
3. Melaporkan bahwa nafas dalam
nyeri berkurang 4. Kaji tanda-tanda vital
dengan 5. Kolaborasi dengan tim
menggunakan medis dalam pemberian
manajemen nyeri obat analgesik.
4. Menyatakan rasa
nyaman setelah nyeri
berkurang
5. Tanda-tanda vital
dalam batas normal
2 Gangguan  Joint movement: 1. Monitor vital sign sebelum
mobilitas fisik active dan sesudah latihan dan
berhubungan  Mobility level lihat respon pasien saat
dengan deformitas  Self care: ADLs latihan
skleta, nyeri, Kriteria hasil 2. Konsultasikan dengan

27
penurunan 1. Klien meningkat terpi fisik tentang rencana
kekuatan otot. dalam aktivitas fisik ambulasi sesuai dengan
2. Mengerti tujuan dari kebutuhan
peningkatan 3. Bantu klien untuk
mobilitas menggunakan tongkat saat
3. Memverbalisasikan berjalan dan cegah
perasaan dalam terhadap cedera
meningkatkan 4. Kaji kemampuan pasien
kekuatan dan dalam mobilisasi
kemampuan 5. Latih pasien daalm
4. Memperagakan pemenuhan kebutuhan
penggunaan alat ADLs secara mandiri
bantu untuk sesuai kemampuan.
mobilisasi
3 Gangguan citra Setelah dilakukan 1. Kaji secar verbal dan non
tubuh tindakan keperawatan verbal respon klien
berhubungan diharapkan citra tubuh terhadap tubuhnya
dengan perubahan klien meningkat. 2. Monitor frekuensi
kemampuan untuk Kriteria hasil: mengkritik dirinya
melaksanakan 1. Body image positif 3. Jelaskan tentang
tugas-tugas umum, 2. Mampu pengobatan, perawatan,
peningkatan mengidentifikasi kemajuan prognosis
penggunaan kekutan personal penyakit
energi, 3. Mendeskripsikan 4. Dorong klien
ketidakseimbanga secara faktual mengungkapkan perasaan
n mobilitas perubahan fungsi nya
tubuh 5. Fasilitasi kontak dengan
4. Mempertahankan individu lain dalam
interaksi sosial kelompok kecil.

28
4.4 Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara
melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau
tidak. Dalam melakukan evaluasi perawat seharusnya memiliki pengetahuan dan
kemampuan dalam memahami respon terhadap intervensi keperawatan, kemampuan
menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai serta kemampuan dalam
menghubungkan tindakan keperawatan pada kriteria hasil. Pada tahap evaluasi ini
terdiri dari dua kegiatan yaitu kegiatan yang dilakukan dengan mengevaluasi selama
proses perawatan berlangsung atau menilai dari respon klien disebut evaluasi proses,
dan kegiatan melakukan evaluasi dengan target tujuan yamg diharapkan disebut
dengan evaluasi akhir.

29
DAFTAR PUSTAKA

Adelia (2011). Libas Rematik Dan Nyeri Otot dan Hidup Anda. Yogyakarta:Briliant
Books.

Corwin, 2014. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta. EGC

Doengoes, dkk, 2013. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta. EGC

Elizabeth T, dkk (2007). Buku Ajar Keperawatan Komunitas Teori Dan Praktik, Edisi
3. Jakarta: EGC

Ferry Efendi (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori Dan Praktek Dakam
Keperawatan Jilid 1. Jakarta: Salemba Medika.

Lukman dan Ningsih, 2014. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan
Sistem Muskuloskeletal. Jakarta. Salemba Medika

Smeltzer dan Bare, 2013. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. Jakarta. EGC

Suratun, dkk, 2014. Seri Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal.


Jakarta. EGC.

30

Anda mungkin juga menyukai