DOSEN PEMBIMBING:
Ns. Citra Suraya, S.Kep, M.Kes, M.Kep
Oleh :
1
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL......................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................ii
3.3 Etiologi........................................................................................16
3.4 Patofisiologi................................................................................17
3.5 Patoflow......................................................................................18
3.7 Komplikasi..................................................................................19
3.9 Penatalaksanaan..........................................................................20
2
BAB IV KONSEP ASKEP KOMUNITAS
4.1 Pengkajian...................................................................................22
4.2 Diagnosa.....................................................................................23
4.3 Intervensi.....................................................................................24
4.4 Evaluasi.......................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB I
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS
Komunitas adalah kelompok sosial yang tinggal dalam suatu tempat, saling
berinteraksi satu sama lain, saling mengenal serta mempunyai minat dan interest yang
sama. Komunitas adalah kelompok dari masyarakat yang tinggal di suatu lokasi yang
sama dengan dibawah pemerintahan yang sama, area atau lokasi yang sama dimana
mereka tinggal, kelompok sosial yang mempunyai interest yang sama (Riyadi,2007).
4
Perawatan komunitas adalah perawatan yang diberikan dari luar suatu institusi
yang berfokus pada masyarakat atau individu dan keluarga. Pada perawatan kesehatan
masyarakat harus mempertimbangkan beberapa prinsip, yaitu:
1. Kemanfaatan
Semua tindakan dalam asuahan keperawatan harus memberikan manfaat yang
besar bagi komunitas. Intervensi atau pelaksanaan yang dilakukan harus
memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi komunitas, artinya ada
keseimbangan anatara manfaat dan kerugian.
2. Kerjasama
Kerjasama dengan klien dalam waktu yang panjang dan bersifat berkelanjutan
serta melakukan kerjasama lintas program dan lintas sektoral.
3. Secara langsung
Asuhan keperawatan diberikan secara langsung mengkaji dan intervens, klien
dan lingkungan termasuk lingkungan sosial, ekonomi serta fisik mempunyai
tujuan utama peningkatan kesehatan.
4. Keadilan
Tindakan yang dilakukan disesuaikan dengan kemampuan atau kapasitas dari
komunitas itu sendiri. Dalam pengertian melakukan upaya atau tindakan sesuai
dengan kemampuan tau kapasitas komunitas.
5. Otonomi
Klien atau komunitas diberi kebebasan dalam memilih atau melaksanakan
beberapa alternatif terbaik dalam menyelesaikan masalah kesehatan yang ada.
5
1.2 Strategi Pelaksanaan Keperawatan Komunitas
a. Pendidikan Kesehatan (Health Promotion)
Penyuluhan kesehatan adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan cara
menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat tidak saja
sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran
yang ada hubungannya dengan kesehatan.
b. Proses Kelompok (Group Process)
Bidang tugas perawat komunitas tidak bisa terlepas dari kelompok masyarakat
sebagai klien termasuk sub-sub sistem yang terdapat di dalamnya, yaitu
individu, keluarga, dan kelompok khusus, perawat spesialis komunitas dalam
melakukan upaya peningkatan, perlindungan dan pemulihan status kesehatan
masyarakat dapat menggunakan alternatif model pengorganisasian masyarakat,
yaitu: perencanaan sosial, aksi sosial atau pengembangan masyarakat.
c. Kerjasama atau Kemitraan
Kemitraan antara perawat komunitas dan pihak-pihak terkait dengan
masyarakat digambarkan dalam bentuk garis hubung antara komponen-
komponen yang ada. Hal ini memberikan pengertian perlunya upaya kolaborasi
dalam mengkombinasikan keahlian masing-masing yang dibutuhkan untuk
mengembangkan strategi peningkatan kesehatan masyarakat.
d. Pemberdayaan (Empowerment)
Konsep pemberdayaan dapat di maknai secara sederhana sebagai proses
pemberian kekuatan atau dorongan sehingga membentuk interaksi transformatif
kepada masyaraka, antara lain: adanya dukungan, pemberdayaan, kekuatan ide
baru, dan kekuatan mandiri untuk membentuk pengetahuan baru.
6
2. Sebagai Pendidik dan Konsultan (Nurse Educator And Counselor)
Memberikan pendidikan kesehatan kepada individu, keluarga, kelompok, dan
masyarakat baik dirumah, puskesmas, dan di masyarakat secara terorganisir
dalam rangka menanamkan perilaku sehat, sehingga terjadi perubahan perilaku
seperti yang diharapkan dalam mencapai derajat kesehatan yang optimal.
Konseling adalah proses membantu klien untuk menyadari dan mengatasi
tatanan psikologis atau masalah sosial untuk membangun hubungan
interpersonal yang baik dan untuk meningkatkan perkembangan seseorang. Di
dalamnya diberikan dukungan emosional dan intelektual.
3. Sebagai Panutan
Perawat kesehatan masyarakat harus dapat memberikan contoh yang baik dalam
bidang kesehatan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat tentang
bagaimana tata cara hidup sehat yang dapat ditiru dan dicontoh oleh masyarakat.
4. Sebagai Pembela (Client Advocate)
Tugas perawat sebagai pembela klien adalah bertanggung jawab membantu
klien dan keluarga dalam menginterpretasikan informasi dari berbagai pemberi
pelayanan dan dalam memberikan informasi hal lain yang diperlukan untuk
mengambil persetujuan (informed concent) atas tindakan keperawatan yang
diberikan kepadanya.
5. Sebagai Manajer Kasus
Perawat kesehatan masyarakat diharapkan dapat mengelola berbagai kegiatan
pelayanan kesehatan puskesmas dan masyarakat sesuai dengan beban tugas dan
tanggung jawab yang dibebankan kepadanya.
6. Sebagai Kolaborator
Peran perawat sebagai kolaborator dapat dilaksanakan dengan cara bekerjasama
dengan tim kesehatan lain, baik dengan dokter, ahli gizi, ahli radiologi, dan lain-
lain dalam kaitanya membantu mempercepat proses penyembuhan klien
tindakan kolaborasi atau kerjasama merupakan proses pengambilan keputusan
dengan orang lain pada tahap proses keperawatan. Tindakan ini berperan sangat
penting untuk merencanakan tindakan yang akan dilaksanakan.
7
7. Sebagai Perencana Tindakan Lanjut (Discharge Planner)
Perencanaan pulang dapat diberikan kepada klien yang telah menjalani
perawatan disuatu instasi kesehatan atau rumah sakit. Perencanaan ini dapat
diberikan kepada klien yang sudah mengalami perbaikan kondisi kesehatan.
8. Sebagai Pengidentifikasi Masalah Kesehatan (Case Finder)
Melaksanakan monitoring terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada
individu, keluarga, kelompok dan masyarakat yang menyangkut masalah-
masalah kesehatan dan keperawatan yang timbul serta berdampak terhadap
status kesehatan melalui kunjungan rumah, pertemuan-pertemuan, observasi dan
pengumpulan data.
9. Koordinator Pelayanan Kesehatan
Peran perawat sebagai koordinator antara lain: mengarahkan, merencanakan dan
mengorganisasikan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada klien. Pelayanan
dari semua anggota tim kesehatan, karena klien menerima pelayanan dari
banyak profesional.
10. Pembawa Perubahan Dan Pemimpin
Pembawa perubahan adalah seseorang atau kelompok yang berinisiatif merubah
atau yang membantu perubahan pada dirinya atau pada sistem. Marinner torney
mendeskripsikan pembawa perubahan adalah yang mengidentifikasikan
masalah, mengkaji motivasi dan kemampuan klien untuk berubah, menunjukkan
alternative, menggali kemungkinan hasil dari alternatif, mengkaji sumber daya,
menunjukkan peran membantu, membinan dan mempertahankan hubungan
membantu, membantu selama fase dari proses perubahan dan membimbing klien
melalui fase-fase ini.
8
BAB II
ASAS ETIK LEGAL TERKAIT ASKEP KOMUNITAS
9
Mencegah timbulnya bahaya bagi pasien
c. Nonmaleficence
Kewajiban untuk tidak menimbulkan bahaya atau cidera baik fisik atau
psikologi terhadap prang.
Tindakan yang dilakukan: ( tidak membunuh, tidak menimbulkan rasa sakit,
tidak menghina)
d. Resperct For Autonomy
Tidak menghargai otonomi, bila: tidak memberikan informasi yang relevan,
melakukan tindakan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu, memaksa keluarga
dan masyarakat untuk memberikan informasi, pendekatan yang
banyakdilakukan oleh tim kesehatan.
e. Veracity
Mengatakan yang sebenarnya, tidak membohongi pasien
Kebenaran merupakan dasar dalam membangun hubungan saling percaya.
Berikan informed consent
Misalnya: pasien kanker pengen tahu penyakitnya.
f. Fidelity
Perilaku caring
Selalu berusaha menepati janji
Memberikan penghargaan yang memadai
Memperhatikan kebutuhan spiritual
Membina hubungan saling percaya
g. Justice ( keadilan)
Prinsip memperlakukan orang lain sebagai individu/ keluarga/ masyarakat
yang memerlukan bantuan dengan keunikan yang dimiliki.
Berlaku adil, setiap individu mendapat tindakan yang sama.
10
digunakan sebagai pedoman publik health nursing.
c. Berfokus pada bagaimana perbuatan seseorang yang baik menimbang
sebab dan
pemahaman masalah dengan memperhitungkan sebab dalam mengambil
keputusan.
11
Menghormati hak pasien
Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani
Menyimpan rahasia pasien sesuai dengan peraturan perundang-undangan
Wajib memberikan informasi kepada pasien sesuai dengan kewenangan
Meminta persetujuan setiap tindakan yang akan dilakukan perawat sesuai
dengan kondisi pasien baik secara tertulis maupun lisan.
Mencatat semua tindakan keperawatan secara akurat sesuai peraturan dan
SOP yang berlaku.
Memakai standar profesi dan kode etik perawat indonesia dalam
melaksanakan praktik.
Meningkatkan pengetahuan berdasarkan IPTEK.
Melakukan pertolongan darurat yang mengancam jiwa sesuai dengan
kewenangan.
c. Hak Perawat Pada Aspek Legal Keperawatan
Hak perlindungan wanita
Hak mengendalikan praktik keperawatan sesuai yang diatur oleh hukum
Hak mendapat upah yang layak
Hak bekerja dilingkungan yang baik
Hak terhadap pengembangan profesional
Hak menyusun standar praktik dan pendidikan keperawatan.
d. Tujuan Hukum Kesehatan
Melindungi kesehatan masyarakat
Melindungi hak masyarakat
Mengatur sistem pemberian pelayanan dan finansial
Tanggung jawab profesional
12
BAB III
TINJAUAN TEORITIS
13
kerangka yang kuat untuk menyangga struktur tubuh. Otot yang melekat ke tulang
memungkinkan tubuh bergerak. Pembagian skeletal, yaitu :
1. Axial skeleton terdiri dari kerangka tulang kepala dan leher, tengkorak, kolumna
vertebrae, tulang iga, tulang hioid sternum.
2. Apendikidar skeleton terdiri dari:
a) Kerangka tulang lengan dan kaki.
b) Ekstremitas atas (skapula, klavikula, humerus, ulna, radial) dan tangan (karpal,
metakarpal, falang).
c) Ekstremitas bawah (tulang pelvik, femur, patela, tibia, fibula) dan kaki (tarsal,
metatarsal, falang).
Ada empat jenis tulang, yaitu tulang panjang, nilang pendek, tulang pipih, dan
tulang tidak beraturan.
1. Tulang panjang
Tulang panjang bentuknya silindris dan berukuran panjang seperti batang
(diafisis) tersusun atas tulang kompakta, dengan kedua ujungnya berbentuk bulat
(epifisis) tersusun atas tulang kanselus. Tulang diafisis memiliki lapisan luar
berupa tulang kompakta yang mengelilingi sebuah rongga tengah yang disebut
kanal medula yang mengandung sumsum kuning.
2. Tulang pendek
Tulang pendek bentuknya hampir sama dengan tulang panjang, tetapi
bagian distal lebih kecil daripada bagian proksimal, serta berukuran pendek dan
kecil.
3. Tulang pipih
Tulang pipih bentuknya gepeng, berisi sel-sel pembentuk darah, dan
melindungi organ vital dan lunak di bawahnya. Tulang pipih terdiri atas dua
lapisan tulang kompakta dan di bagian tengahnya terdapat lapisan spongiosa.
Tulang ini juga dilapisi oleh periosteum yang dilewati oleh dua kelompok
pembuluh darah menembus tulang untuk menyuplai tulang kompakta dan tulang
spongiosa.
4. Tulang tidak beraturan
Tulang tidak beraturan mempunyai bentuk yang unik sesuai fungsinya.
Tulang tidak beraturan terdiri dan tulang spongiosa yang dibungkus oleh selapis
14
tipis tulang kompakta. Tulang ini diselubungi periosteum kecuali pada permukaan
sendinya seperti tulang pipih. Periosteum ini memberi dua kelompok pembuluh
darah untuk menyuplai tulang kompakta dan spongiosa.
5. Tulang sesamoid
Tulang sesamoid merupakan tulang kecil yang terletak di sekitar tulang yang
berdekatan dengan persendian, berkembang bersama tendon dan jaringan fasia.
Tulang tersusun oleh janingan tnlang kompakta (kortikal) dan kanselus
(trabekular atau spongiosa). Tulang kompakta secara makroskopis terlihat padat.
Akan tetapi, jika diperiksa dengan mikroskop terdiri dari sistem Havers. Sistem
Havers terdiri dari kanal Havers. Sebuah kanal Havers mengandung pembuluh
darah, saraf, dan pembuluh limfe, lamela (lempengan tulang yang mengelilingi
kanal sentral), kaluna (ruang di antara lamela yang mengandung sel-sel tulang
atau osteosit dan saluran limfe), dan kanalikuli (saluran kecil yang
menghubungkan lakuna dan kanal sentral. Saluran ini mengandung pembuluh
limfe yang membawa nutrien dan oksigen ke osteosit. Tulang kanselus juga keras
seperti tulang kompakta, tetapi secara makroskopis terlihat berlubang-lubang
(spons). Jika dilihat dengan mikroskop kanal Havers, tulang kanselus terlihat lebih
besar dan mengandung lebih sedikit lamela. Sel-sel penyusun tulang terdiri dari:
a) Osteoblas berfungsi menghasilkan jaringan osteosid dan menyekresi sejumlah
besar fosfatase alkali yang berperan penting dalam pengendapan kalsium dan
fosfat ke dalam matriks tulang.
b) Osteosit adalah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai lintasan untuk
pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat.
c) Osteoklas adalah sel-sel berinti banyak yang memungkinkan mineral dan matriks
tulang dapat diabsorpsi. Sel-sel ini menghasilkan enzim proteolitik yang memecah
matriks dan beberapa asam yang melarutkan mineral tulang, sehingga kalsium dan
fosfat terlepas ke dalam darah.
Pertumbuhan dan metabolisme tulang dipengaruhi oleh sejumlah mineral dan
hormon yang meliputi:
a) Kalsium dan Fosfor
15
Jumlah kalsium (Ca) dalam tulang 99% dan fosfor 90%. Konsentrasi
kalsium dan fosfor mempunyai ikatan yang erat. Jika kadar Ca meningkat, jumlah
fosfor berubah. Keseimbangan kalsium dan fosfor dipertahankan oleh kalsitonin
dan hormone paratiroid (PTH).
b) Kalsitonin
Diproduksi oleh kelenjar tiroid dan menurunkan konsentrasi Ca serum. Jika
jumlah kalsitonin meningkat di atas normal, kilsitonin menghambat absorpsi
kalsium dan fosfor dalam tulang serta meningkatkan ekskresi kalsium dan fosfor
melalui urine sehingga dibutuhkan Ca dan fosfor.
c) Vitamin D
Vitamin D terkandung dalam lemak hewan, minyak ikan, dan mentega.
Tubuh manusia juga dapat menghasilkan vitamin D. Sinar ultraviolet sinar
matahari dapat mengubah ergosterol pada kulit menjadi vitamin D. Vitamin D
diperlukan agar kalsium dan fosfor dapat diabsorpsi dari usus dan digunakan
tubuh. Defisiensi vitamin D mengakibatkan defisit mineralisasi, deformitas,
patah tulang, penyakit rikets pada anak-anak, dan osteomalasia pada orang
dewasa.
d) Hormon Paratiroid (PTH).
Pada saat kadar Ca menurun, sekresi PTH meningkat dan menstimulasi
tulang untuk meningkatkan aktivitas osteoblastik dan menyumbangkan kalsium
ke darah Jika kadar Ca meningkatkan sekresi PTH diminimalkan, hormon
tersebut mengurangi eksresi Ca di ginjal dan memfasilitasi absorpsinya dan usus
halus. Hal ini untuk mempertahankan suplai Ca di tulang. Respons ini
merupakan contoh umpan-balik sistem loop yang terjadi dalam sistem endokrin.
e) Hormon pertumbuhan.
Hormon pertumbuban yang bertanggung jawab meningkatkan panjang
tulang dan menentukan jumlah matriks tulang dibentuk sebelum masa pubertas.
Sekresi yang meningkat selama masa kanak-kanak menghasilkan gigantisme dan
menurunnya sekresi menghasilkan dwarfisme. Pada orang dewasa, peningkatan
tersebut menyebabkan akromeali yang ditandai oleh kelainan bentuk tulang dan
jaringan lemak.
f) Glukokortikoid.
16
Hormon glokukortikoid mengatur metabolism protein. Pada saat
dibutuhkan, hormon dapat meningkatkan atau menurunkan katabolisme untuk
mengurangi atau mengintensifkan matriks organik di tulang dan membantu dalam
pengaturan kalsium di intestinum dan absorpsi fosfor.
g) Hormon seksual
1) Estrogen menstimulasi aktivitas osteoblastik dan cenderung menghambat peran
hormon paratiroid. Jumlah estrogen menurun saat menopause sehingga
penurunan kadar kalsium pada tulang dalam waktu lama menyebabkan
osteoporosis.
2) Androgen, seperti testosteron, meningkatkan anabolisme dan massa tulang.
a. Sendi
Artikulasi atau sendi adalah hubungan antara dua tulang yang berdekatan. Sendi
diklasifikasekan sesuai dengan strukturnya sebagai berikut (Suratun, dkk, 2014).
1. Sendi fibrosa
Tulang-tulang dihubungkan oleh serat-serat kolagen yang kuat. Sendi ini biasanya
terikat, misalnya sutura tulang tengkorak. Kadang sendi ini dapat sedikit bergerak.
2. Sendi Kartilaginosa
Permukaan tulang ditutupi oleh lapisan kartilago dan dihubungkan oleh jaringan
fibrosa kuat yang tertanam kedalam kartilago, misalnya antara korpus vertebra
dan simfisis pubis.
3. Sendi Sinovial
Sendi ini adalah jenis sendi yang paling umum. Sendi ini biasanya memungklnkan
gerakan yang bebas (misalnya, lutut, bahu, siku, pergelangan tangan, dll) tetapi
beberapa sendi sinovial secara relatif tidak bergerak (misalnya sendi sakroiliaka).
Sendi ini dibungkus dalam kapsul fibrosa dengan membrane sinovial ini
mensekresi ruang sendi untuk melumasi sendi. Permukaan tulang dilapisi dengan
kartilago artikular halus dan keras dimana permukaan ini berhubungan dengan
tulang lain.
Pada beberapa sendi terdapat suatu sabit kartilago fibrosa yang sebagian
memisahkan tulang-tulang sendi (misalnya lutut dan rahang). Sendi sinovial dicegah
dan dislokasi oleh otot-otot disekitarnya yang secara refleks mencegah gerakan
17
ekstrim. Sendi ini juga disokong oleh ligamen yang kuat. Banyak ligamen
mempertebal kapsul sendi fibrosa.
b. Otot
Otot skelet membentuk sekitar 40 persen dari berat badan total. Otot ini
berfungsi dalam membentuk gerakan volunter dan menegakkan tubuh. Setiap otot
ditutupi oleh selubung jaringan ikat dan tersusun oleh banyak serat otot, yang berjalan
sepanjang otot dan sepanjang 1 sampai 40 mm. Serat otot bergabung dalam berkas yang
dikelilingi oleh selapis selubung tipis. Setiap serat tersusun dari miofibril, yang setiap
miofibril dibentuk dari struktur-struktur yang lebih kecil yang disebut miofilamen
(Suratun, dkk, 2014).
Serat saraf motorik keluar dari substansia grisea medulla spinalis atau medulla
oblongata dan mengitervasi sekelompok serat otot, mengirimkan sebuah cabang untuk
setiap serat. Setiap cabang tersebut berakhir pada motor end plate, sebuah struktur yang
terdapat pada serat otot. Serat saraf sensorik keluar dari muscle spindel, struktur tipis
panjang yang terletak di antara serat otot di dekat perlekatan otot dengan tendonnya.
Sebagian besar otot kedua ujungnya melekat pada tulang. Beberapa melekat
pada struktur lain pada tulang rawan atau kulit. Origo otot merupakan titik yang lebih
terfiksasi pada perlekatannya. Insersio otot biasanya merupakan bagian yang bergerak.
Kadang-kadang, untuk kerja yang berbeda, aturan ini terbalik.
Tendon adalah sebuah pita jaringan ikat yang melekat pada otot dan ujung yang
lain berinsersi ke dalam tulang. Tendon memiliki sedikit elastisitas. Tendon
memungkinkan massa otot yang besar untuk mengonsentrasikan kekuatannya pada satu
daerah tulang yang relatif kecil, memungkinkan beberapa tendon melalui ruang yang
kecil, misalnya tendon otot lengan bawah ketika lewat di bagian depan dan belakang
pergelangan tangan, memiliki fungsi protektifdan suportif di sekitar sendi.
Tonus otot adalah derajat rendah tegangan otot pada setiap waktu. Tonus itu
tidak menghasilkan pemendekan otot. Dipertahankan oleh hantaran saraf neuron pada
unit motorneuron; hanya sejumlah kecil unit ini bekerja pada suatu waktu, unit tertentu
berubah-ubah sehingga dapat mencegah kelelahan. Derajat tonus diperlukan untuk
18
bekerja melawan gravitasi, untuk mempertahankan posisi tegak, dan untuk
mempertahankan kepala pada bahu.
Otot terlibat dalam setiap gerakan dengan kerja yang melawan atau berbalikkan.
Kelompok-kelompok yang terlibat adalah:
2) Penggerak Utama, merupakan otot yang terutama terlibat dalam membuat
gerakan.
3) Anlagonis, merupakan otot dengan aksi berlawanan dengan penggerak utama.
Dengan berelaksasi secara progresif ketika penggerak utama berkontraksi,
mereka membantu mengontrol aksi dan mencegah reaksi berlebihan.
4) Otot fiksasi, dengan meningkatkan tegangan (misalnya meningkatkan aksi lebih
banyak motor neuron) sendi-sendi fiksasi yang harus difiksasi bila sebuah aksi
akan dilaksanakan dengan benar. Misalnya, dalam fleksi lengan bawah (Suratun,
dkk, 2014).
3.3 Etiologi
Etiologi penyakit ini tidak diketahui pasti. Namun ada beberapa faktor resiko yang
di ketahui berhubungan dengan penyakit ini, antara lain:
a. Usia lebih dari 40 tahun
Dari semua faktor resiko untuk timbulnya osteoartritis, faktor penuan adalah
yang terkuat. Akan tetap perlu diingat bahwa osteoartitis bukan akibat penuaan
saja. Perubahan tulang rawan sendi pada penuaan berbeda dengan perubahan
pada osteoartritis.
b. Jenis kelamin
Wanita lebih sering terkena osteoartritis lutut dan sendi, sedangkan laki-laki
lebih sering terkena osteoartritis pada paha, pergelangan tangan, dan leher.
Secara keseluruhan dibawah 45 tahun, frekuensi osteoartritis kurang lebih sama
antara pada laki-laki dan wanita, tetapi diatas usia 50 tahun ( setelah
menopause) frekuensi osteoartritis lebih banyak pada wanita dari pada pria. Hal
inimenunjukkan adanya peran hormonal pada patogenesis osteoartritis.
c. Suku bangsa
19
Nampak perbedaan prevalensi osteoartritis pada masing-masing suku bangsa.
Hal ini mungkin berkaitan dengan perbedaan pola hidup maupun perbedaan
pada frekuensi kelainan kongenital dan pertumbuhan tulang.
d. Genetik
Hal ini terbukti dari terdapatnyahubungan antara produk kompleks
histokompatibilitas utama kelas II, khususnya HLA-DR4 dengan AR
seroposif.pengemban HLA-DR4 memiliki resiko relative 4:1 untuk menderita
penyakit ini.
e. Kegemukan
Berat badan yang berlebih nyata berkaitan dengan meningkatnya resiko untuk
timbulnya osteoartritis, baik pada wanita maupun laki-laki. Kegemukan
ternyata tidak hanya berkaitan dengan osteosrtritis pada sendi yang
menanggung beban berlebihan, tapi juga dengan osteoartritis sendi lain (tangan
atau sternoklavikula).
3.4 Patofisiologi
Pada artritis reumatoid, realesi autoimun terutama terjadi dalam jaringan
tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi membran synovial
dan akhirnya pembentukan pannus. Pannus akan menghancurkan tulang rawan dan
akan mengganggu gerak sendi. Otot akan turut terkena karena serabut otot akan
vaskuler. Eksudat febrin dan infiltrasi seluler. Peradangan yang berkelanjutan, sinovial
menjadi menebal, terutama padasendi artikularkartilago dari sendi. Pada persendian ini
granulasi membentuk pannus, atau penutup yang menutupi kartilago. Pannus masuk ke
20
tulang subchondria. Jaringan granulasi menguat karena radang menimbulkan gangguan
3.5 Patoplow
REMATIK
Pengahancuran kartilago
Invasi kolagen Erosi tulang & kerusakan
pada tulang rawan
Kemampuan untuk
Ruptur tendon
mengurangi gesekan
secara parsial Instabilitas & deformasi
atau total sendi
Timbul gesekan yg permanen
pd tulang bila bergerak
Gangguan mekanis &
Hambatan
fungsional pd sendi
mobilitas fisik
Menstimulus respon nyeri
Perubahan bentuk
tubuh pd tulang dan
Syaraf afferent
3.7 Komplikasi
a. Dapat menimbulkan perubahan pada jaringan lain seperti adanya proses
granulasi dibawah kulit yang disebut subcutan nodule.
b. Pada otot dapat terjadi myosis, yaitu proses granulasi jaringan otot
c. Pada pembuluh darah terjadi tromboemboli ( tromboemboli adalah adanya
sumbatan pada pembuluh darah yang disebabkan oleh adanya darah yang
membeku
d. Kelainan splenomegali (splenomegali adalah pembesaran limfa, jika limfa
membesar kemampuannya untuk menyebabkan berkurangnya jumlah sel
darah putih dan trombosit dalam sirkulasi menangkap dan menyimpan sel-sel
darah akan meningkat.
22
a. Tes serologi: sedimentasi eritrosit meningkat, darah bisa terjadi anemia dan
leukositosis, reumatoid faktor, terjadi 50-90% penderita.
b. Sinar X dari sendi yang sakit
c. Scan radionuklida: mengidentifikasi peradangan sinovium
d. Artroskopi langsung
e. Biopsi membran sinovial
f. Pemeriksaan cairan sendi melalui biopsi , FNA (Fine Needle Aspiratation)
atau atroskopi
3.9 Penatalaksanaan
Tujuan utama dari program pengobatan adalah untuk menghilangkan nyeri dan
peradangan, mempertahankan fungsi sendi dan kemampuan maksimal dari klien, serta
mencegah dan/ atau memperbaiki deformitas yang terjadi pada sendi. Penatalaksanaan
yang sengaja dirancang untuk mencapai tujuan-tujuan itu meliputi pendidikan, istirahat,
latihan fisik dan termoterapi, gizi, serta obat-obatan ( Lukman dan Ningsih,
2014).
Pengobatan harus diberikan secara paripurna, karena penyakit sulit sembuh.
Oleh karena itu, pengobatan dapat dimulai secara lebih dini. Klien harus diterangkan
mengenai penyakitnya dan diberikan dukungan psikologis. Nyeri dikurangi atau bahkan
dihilangkan, reaksi inflamasi harus ditekan, fungsi sendi dipertahankan, dan deformitas
dicegah dengan obat anti inflamasi nonsteroid, alat penopang ortopedis, dan latihan
terbimbing. Pada keadaan akut kadang dibutuhkan pemberian steroid atau
imunosupresan. Sedangkan, pada keadaan kronik sinovektomi mungkin berguna bila
tjdak ada destruksi sendi yang luas. Bila terdapat destruksi sendi atau deformitas dapat
djanjurkan dan dilakukan tindakan arthrodesis atau artroplastik. Sebaiknya pada
revalidasi disedjakan bermacam alat bantu untuk menunjang kehidupan sehari-hari di
rumah maupun di tempat kerja (Lukman dan Ningsih, 2014).
Langkah pertama dari program penatalaksaan artritis rheumatoid adalah
memberikan pendidikan kesehatan yang cukup tentang penyakit kepada klien,
keluarganya, dan siapa saja yang berhubungan dengan klien. Pendidikan kesehatan yang
diberikan meliputi pengertian tentang patofisiologi penyakit, penyebab dan prognosis
penyakit, semua komponen program penatalaksanaan termasuk regimen obat yang
23
kompleks, sumber-sumber bantuan untuk mengatasi penyakit, dan metode-metode yang
efektif tentang penatalaksaan yang diberikan oleh tim kesehatan. Proses pendidikan
kesehatan ini harus dilakukan secara terus-menerus. Pendidikan dan informasi
kesehatan juga dapat diberikan dari bantuan klub penderita, badan-badan
kemasyarakatan, dan dari orang-orang lain yang juga menderita artritis reumatoid, serta
keluarga mereka (Lukman dan Ningsih, 2014).
Istirahat adalah penting karena artritis reumatoid biasanya disertai rasa lelah
yang hebat. Walaupun rasa lelah tersebut dapat timbul setiap hari, tetapi ada masa-masa
dimana klien merasa keadaannya lebih baik atau lebih berat. Kekakuan dan rasa tidak
nyaman dapat meningkat apabila beristirahat. Hal ini memungkinkan klien dapat mudah
terbangun dari tidurnya pada malam hari karena nyeri. Disamping itu latihan-latihan
spesifik dapat bermanfaat dalam mempertahankan fungsi sendi. Latihan ini mencakup
gerakan aktif dan pasif pada semua sendi yang sakit, dan sebaiknya dilakukan
sedikitnya dua kali sehari. Obat-obat penghilang nyeri mungkin perlu diberikan sebelum
latihan, dan mandi parafin dengan suhu yang dapat diatur antara suhu panas dan dingin
dapat dilakukan. Alat-alat pembantu dan adaptif mungkin diperlukan untuk melakukan
aktivitas kehidupan sehari-hari. Latihan yang diberikan sebaiknya dilakukan oleh tenaga
ahli yang sudah mendapatkan pelatihan sebelumnya, seperti ahli terapi fisik atau terapi
kerja karena latihan yang berlebihan dapat merusak struktur-struktur penunjang sendi
yang emang sudah lemah oleh adanya penyakit (Lukman dan Ningsih, 2014).
Penderita artritis reumatoid tidak memerlukan diet khusus karena variasi
pemberian diet yang ada belum terbukti kebenarannya. Prinsip umum untuk
memperoleh diet seimbang sangat penting. Penyakit ini dapat juga menyerang sendi
temporomandibular, sehingga membuat gerakan mengunyah menjadi sulit. Sejumlah
obat-obat tertentu dapat menyebabkan rasa tidak enak pada lambung dan mengurangi
nutrisi yang diperlukan. Pengaturan berat badan dan aktivitas klien haruslah seimbang
karena biasanya klien akan mudah menjadi terlalu gemuk disebabkan aktivitas klien
dengan penyakit ini relative rendah. Namun, bagian yang penting dan seluruh program
penatalaksanaan adalah pemberian obat (Lukman dan Ningsih, 2014).
Obat-obat dipakai untuk mengurang nyeri, meredakan peradangan, dan untuk
mencoba mengubah perjalanan penyakit. Nyeri hampir tidak dapat dipisahkan dan
artritis reumatoid, sehingga ketergantungan terhadap obat harus diusahakan seminimum
24
mungkin. Obat utama pada artritis reumatoid adalah obat-obatan antiinflamasi
onsteroid (NSAID). Obat antiinflamasi nonsteroid bekerja dengan menghalangi proses
produksi mediator peradangan. Tepatnya menghambat sintesis prostaglandin atau siklo-
oksigenase. Enzim-enzim ini mengubah asam lemak sistemik endogen, yaitu asam
arakidonat menjadi prostaglandin, prostasiklin, tromboksan, dan radikal-radikal oksigen
(Lukman dan Ningsih, 2014).
BAB IV
KONSEP ASKEP KOMUNITAS PADA KELOMPOK DENGAN KASUS
REMATIK
4.1 Pengkajian
a. Biodata
Nama, umur,jenis kelamin, status, alamat, pekerjaan, penanggung jawab. Data
dasar pengkajian pasien tergantung pada keparahan dan keterlibatan organ-organ
lainnya (misalnya mata, jantung, paru-paru, ginjal) tahapan misalnya eksaserbasi
akut atau remisi dan keberadaan bersama bentuk-bentuk artritis lainnya.
b. Riwayat kesehatan
1. Adanya keluahan sakit dan kekakuan pada tangan, atau pada tungkai
2. Perasaan tidak nyaman dalam beberapa periode/ waktu sebelum pasien
mengetahui dan merasakan adanya perubahan pada sendi
c. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi dan palpasi persendian untuk masing-masing sisi (bilateral),
amati warna kulit, ukuran, lembut tidaknya kulit, dan pembengkakakan.
2) Lakukan pengukuran passive range of mation pada sendi-sendi sinovial
Catat bila ada devisiasi ( keterbatasan gerak sendi)
Catat bila ada krepitasi
Catat bila terjadi nyeri saat sendi digerakkan
Lakukan inspeksi dan palpasi otot-otot skelet bilateral
Catat bila ada atrofi, tonus yang berkurang
Ukur kekuatan otot
Kaji tingkat nyeri, derajat dan mulainya
3) Kardiovaskuler
25
Gejala: pucat, intermiten, sianosis, kemudian kemerahan pada jari
sebelum warna kembali normal.
4) Makanan/ cairan
Gejala: ketidakmampuan untuk menghasilkan/ mengkonsumsi cairan dan
makanan, mual, muntah, kesulitan untuk mengunyah
Tanda: penurunan berat badan
5) Hygiene
Gejala:berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan
pribadi.
6) Neurosensori
Gejala: kebas, kesemutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada
jari tangan, pembengkakan sendi simetris.
7) Nyeri/ kenyamanan
Gejala: fase akut dari nyeri ( mungkin tidak disertai oleh pembengkakan
jaringan lunak pada sendi)
d. Riwayat psiko sosial
Pasien dengan rematik mungkin merasakan adanya kecemasan yang cukup
tinggi apalagi dengan pasien yang mengalami deformitas pada sendi-sendi
karena ia merasakan adanya kelemahan-kelemahan pada dirinya dan merasakan
kegiatan sehari-hari menjadi berubah. Perawat dapat melakukan pengkajian
terhadap konsep dri klien ksususnya aspek body image dan harga diri klien.
4.2 Diagnosa
1. Nyeri berhubungan dengan agen pencedera, distensi jaringan oleh akumulasi
cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas skleta, nyeri,
penurunan kekuatan otot.
26
3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk
melaksanakan tugas-tugas umum, peningkatan penggunaan energi,
ketidakseimbangan mobilitas.
4.3 Intervensi
No Diagnosa Noc Nic
1 Nyeri Seteleah dilakuakn 1. Lakukan pengkajian nyeri
berhubungan tindakan keperawatan secara komprehensif
dengan agen diharapkan nyeri klien termasuk lokasi,
pencedera, distensi berkurang. karakteristik, durasi,
jaringan oleh Kriteria hasil: frekuensi, kualitas dan
akumulasi cairan/ 1. Mengetahui faktor faktor presifitasi
proses inflamasi, penyebab nyeri 2. Observasi reaksi non
destruksi sendi. 2. Mampu mengonrol verbal dari ketidaknyaman
nyeri 3. Ajarkan tehnik relaksasi
3. Melaporkan bahwa nafas dalam
nyeri berkurang 4. Kaji tanda-tanda vital
dengan 5. Kolaborasi dengan tim
menggunakan medis dalam pemberian
manajemen nyeri obat analgesik.
4. Menyatakan rasa
nyaman setelah nyeri
berkurang
5. Tanda-tanda vital
dalam batas normal
2 Gangguan Joint movement: 1. Monitor vital sign sebelum
mobilitas fisik active dan sesudah latihan dan
berhubungan Mobility level lihat respon pasien saat
dengan deformitas Self care: ADLs latihan
skleta, nyeri, Kriteria hasil 2. Konsultasikan dengan
27
penurunan 1. Klien meningkat terpi fisik tentang rencana
kekuatan otot. dalam aktivitas fisik ambulasi sesuai dengan
2. Mengerti tujuan dari kebutuhan
peningkatan 3. Bantu klien untuk
mobilitas menggunakan tongkat saat
3. Memverbalisasikan berjalan dan cegah
perasaan dalam terhadap cedera
meningkatkan 4. Kaji kemampuan pasien
kekuatan dan dalam mobilisasi
kemampuan 5. Latih pasien daalm
4. Memperagakan pemenuhan kebutuhan
penggunaan alat ADLs secara mandiri
bantu untuk sesuai kemampuan.
mobilisasi
3 Gangguan citra Setelah dilakukan 1. Kaji secar verbal dan non
tubuh tindakan keperawatan verbal respon klien
berhubungan diharapkan citra tubuh terhadap tubuhnya
dengan perubahan klien meningkat. 2. Monitor frekuensi
kemampuan untuk Kriteria hasil: mengkritik dirinya
melaksanakan 1. Body image positif 3. Jelaskan tentang
tugas-tugas umum, 2. Mampu pengobatan, perawatan,
peningkatan mengidentifikasi kemajuan prognosis
penggunaan kekutan personal penyakit
energi, 3. Mendeskripsikan 4. Dorong klien
ketidakseimbanga secara faktual mengungkapkan perasaan
n mobilitas perubahan fungsi nya
tubuh 5. Fasilitasi kontak dengan
4. Mempertahankan individu lain dalam
interaksi sosial kelompok kecil.
28
4.4 Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara
melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau
tidak. Dalam melakukan evaluasi perawat seharusnya memiliki pengetahuan dan
kemampuan dalam memahami respon terhadap intervensi keperawatan, kemampuan
menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai serta kemampuan dalam
menghubungkan tindakan keperawatan pada kriteria hasil. Pada tahap evaluasi ini
terdiri dari dua kegiatan yaitu kegiatan yang dilakukan dengan mengevaluasi selama
proses perawatan berlangsung atau menilai dari respon klien disebut evaluasi proses,
dan kegiatan melakukan evaluasi dengan target tujuan yamg diharapkan disebut
dengan evaluasi akhir.
29
DAFTAR PUSTAKA
Adelia (2011). Libas Rematik Dan Nyeri Otot dan Hidup Anda. Yogyakarta:Briliant
Books.
Elizabeth T, dkk (2007). Buku Ajar Keperawatan Komunitas Teori Dan Praktik, Edisi
3. Jakarta: EGC
Ferry Efendi (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori Dan Praktek Dakam
Keperawatan Jilid 1. Jakarta: Salemba Medika.
Lukman dan Ningsih, 2014. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan
Sistem Muskuloskeletal. Jakarta. Salemba Medika
Smeltzer dan Bare, 2013. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. Jakarta. EGC
30