Anda di halaman 1dari 18

No. ID dan Nama Peserta : dr.

Okkie Mharga Sentana


No. ID dan Nama Wahana : RSUD Kota Surakarta
Topik : Emergency
Tanggal (kasus) : 12 Desember 2013
Nama Pasien : Sdr.R No. RM : 02.57.20
Tanggal presentasi : 15 Januari 2014 Nama Pendamping : dr. Muhammad Fikri
Tempat presentasi : RSUD Kota Surakarta
Objektif presentasi :
 Keilmuan √  Keterampilan  Penyegaran  Tinjauan Pustaka √
 Diagnostik √  Manajemen  Masalah  Istimewa
 Neonatus  Bayi  Anak  Remaja√  Dewasa  Lansia  Bumil
Deskripsi:
Pasien seorang laki-laki usia 16 tahun, dibawa keluarganya ke UDG RSUD Kota Surakarta
dengan keluhan BAB cair > 10 x per hari sejak kemarin. Pasien juga mengeluh mual (+),
muntah (+), nyeri ulu hati (+). Keluhan nyeri dada (-), sesak nafas (-), sakit kepala (-), batuk
(-). BAK(+) pasien normal. Keadaan umum pasien saat datang di UGD tampak lemas.
Tujuan :
 Untuk mengetahui status hidrasi pada pasien GEA.
 Untuk mengetahui klasifikasi dehidrasi.
 Untuk mengetahui penatalaksanaan syok hipovolemik.
Bahan bahasan:  Tinjauan  Riset  Kasus √  Audit
Pustaka
Cara  Diskusi √  Presentasi  Email  Pos
membahas :

Data Pasien: Nama : Sdr. R No. Registrasi : 02.57.20


Nama Klinik: UGD Telp : Terdaftar sejak:
Data utama untuk bahan diskusi :
1. Diagnosis/ gambaran klinis :
Pasien seorang laki-laki usia 16 tahun, dibawa keluarganya ke UDG RSUD Kota
Surakarta dengan keluhan BAB cair > 10 x per hari sejak kemarin. Pasien juga
mengeluh mual (+), muntah (+), nyeri ulu hati (+). Keluhan nyeri dada (-), sesak nafas
(-), sakit kepala (-), batuk (-). BAK(+) pasien normal. Pasien masih mau minum, dan
keadaan umum pasien saat datang di UGD tampak lemas.
2. Riwayat pengobatan :
Bila pasien sakit, pasien biasanya berobat ke puskesmas terdekat
3. Riwayat kesehatan/ penyakit:
 Riwayat penyakit Hipertensi/ darah tinggi : -
 Riwayat penyakit Diabetes melitus/ kencing manis : -
 Riwayat asma : -
 Riwayat batuk lama : -
4. Riwayat keluarga :
Keluarga tidak ada yang sakit seperti pasien
5. Riwayat pekerjaan :
Pasien saat ini merupakan siswa SMA.
6. Kondisi lingkungan sosial dan fisik :
Pasien tinggal bersama keluarganya. Pasien menggunakan asuransi PKMS. Kesan
ekonomi: kurang
7. Pemeriksaan fisik :
a) Kesan Umum :
 Keadaan umum : pasien tampak lemas.
 Kesadaran : Composmentis
 Status gizi : cukup
b) Tanda-tanda vital :
 Tekanan darah: 120/80 mmHg
 Nadi : 100 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
 RR : 22 x/menit
 t : 38oC
c) Keadaan Tubuh :
 Kepala : Mesochepal
 Kulit : sawo matang
 Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), air mata (↓/↓)
 Hidung : nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-)
 Telinga : simetris, discharge (-/-)
 Mulut : bibir kering (-), sianosis (-)
 Leher : simetris, JVP tidak meningkat, distensi v. Jugularis (-/-)
 Tenggorokan: nyeri telan (-), faring hiperemis (-)
 Thoraks :
 Paru : simetris, gerak hemithorak kanan=kiri, retraksi (-), nyeri
tekan (-/-), sonor di semua lapang paru, suara dasar vesikuler
(+/+), wheezing (-/-), rhonki basah halus di basal paru (-/-)
 Jantung : iktus kordis teraba kuat angkat, kesan kardiomegali
(-), BJ I-II reguler, bising jantung sistolik (-) pada katup mitral
dan aorta
 Abdomen :
Datar, peristaltik (+) ↑↑, timpani, nyeri tekan (+) pada umbilkus,
turgor kulit > 2”
 Ekstremitas :
Akral dingin ekstremitas superior dan inferior (+/+), Oedem
ekstremitas superior dan inferior (-/-)
 Genital : tidak dilakukan pemeriksaan
 Anus : tidak dilakukan pemeriksaan
Daftar Pustaka:
1. Ahlquist David A, Camilleri M. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 15th
edition. Braunwald, Fauci, Kasper et all (Editor). 2001.
2. Hendarwanto. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Sarwono WP (Editor), Balai Penerbit
UI, 2000.
3. Naskah lengkap penyakit dalam. Pertemuan Ilmiah Tahunan Ilmu Penyakit Dalam
2007.

4. Powel Don W: Approach to the patient with diarrhea. Dalam buku: Text book of
Gastroenterology, 4th edition. Yamada T (Editor). Limphicot Williams & Wiekeins
Philadelphia. USA. 2003.
Hasil Pembelajaran :
 Untuk mengetahui status hidrasi pada pasien GEA.
 Untuk mengetahui klasifikasi dehidrasi.
 Untuk mengetahui penatalaksanaan syok hipovolemik.

SOAP

Subjektif

Pasien seorang laki-laki usia 16 tahun, dibawa keluarganya ke UDG RSUD Kota Surakarta
dengan keluhan BAB cair > 10 x per hari sejak kemarin. Pasien juga mengeluh mual (+),
muntah (+), nyeri ulu hati (+). Keluhan nyeri dada (-), sesak nafas (-), sakit kepala (-), batuk
(-). BAK(+) pasien normal. Pasien masih mau minum, dan keadaan umum pasien saat datang
di UGD tampak lemas.

Objektif

a) Kesan Umum :
 Keadaan umum : pasien tampak lemas.
 Kesadaran : Composmentis
 Status gizi : cukup
b) Tanda-tanda vital :
 Tekanan darah: 120/80 mmHg
 Nadi : 100 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
 RR : 22 x/menit
 t : 38oC
c) Keadaan Tubuh :
 Kepala : Mesochepal
 Kulit : sawo matang
 Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), air mata (↓/↓)
 Hidung : nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-)
 Telinga : simetris, discharge (-/-)
 Mulut : bibir kering (-), sianosis (-)
 Leher : simetris, JVP tidak meningkat, distensi v. Jugularis (-/-)
 Tenggorokan: nyeri telan (-), faring hiperemis (-)
 Thoraks :
 Paru : simetris, gerak hemithorak kanan=kiri, retraksi (-), nyeri
tekan (-/-), sonor di semua lapang paru, suara dasar vesikuler
(+/+), wheezing (-/-), rhonki basah halus di basal paru (-/-)
 Jantung : iktus kordis teraba kuat angkat, kesan kardiomegali
(-), BJ I-II reguler, bising jantung sistolik (-) pada katup mitral
dan aorta
 Abdomen :
Datar, peristaltik (+) ↑↑, timpani, nyeri tekan (+) pada umbilkus,
turgor kulit > 2”
 Ekstremitas :
Akral dingin ekstremitas superior dan inferior (+/+), Oedem
ekstremitas superior dan inferior (-/-)
 Genital : tidak dilakukan pemeriksaan
 Anus : tidak dilakukan pemeriksaan

Assesment

Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik, diagnosis sementara saat pasien masuk adalah
Gastroenteritis Akut Dehidrasi Berat.

Terapi

Infus RL loading 1 Flabot

Inj. Ranitidine 1A jam 10.10

Inj. Metoclorpamid 1A jam 10.10

Paracetamol 3x500

Plan
Observasi KU/VS / ½ jam

Cek DL, feses rutin

Konsul Sp.PD

Follow up

1. Jam 10.20

S: Pasien merasa kedinginin

O: KU : Somnolen, GCS 15

VS : TD : 100 / 80 ; Nadi : 100x, regular, isi dan tegangan cukup ;

RR : 20x ; t : 380C

A : GEA dehidrasi berat

P : Loading RL 1 flabot

2. Jam 10.45

S : Pasien kedinginan

O: KU : Somnolen, GCS 15

VS : TD : 90 / 40 ; Nadi : 110x, regular, isi dan tegangan berkurang ;

Rr : 24x ; t : 380C

A : GEA dehidrasi berat

Pre-Shock Hipovolemia

P : Pasang IV line kedua

Loading RL 1,5 flabot

3. Jam 11.15

S : Pasien kedinginan

O: KU : Somnolen, GCS 15
VS : TD : 110/60 ; HR : 98x ; Rr : 22x ; t : 380C

A : GEA dehidrasi berat

Shock teratasi

P : Terapi lanjut

Flabot kedua stop

4. Jam 11.35

S : Pasien kedinginan

O: KU : Somnolen, GCS 15

VS : TD : 100/60 ; Nadi : 98, regular, isi dan tegangan cukup ;

Rr : 22x ; t : 380C

A : GEA dehidrasi berat

Shock teratasi

P : Inf. NaCl 30 tpm

5. Jam 11.35

S : Pasien kedinginan

O: KU : Compos Mentis, GCS 15

VS : TD : 110/50 ; Nadi : 98x regular, isi dan tegangan cukup;

Rr : 22x ; t : 380C

A : GEA dehidrasi berat

Shock Hipovolemia teratasi

P : Inf. NaCl 30 tpm


Diare Akut Karena Infeksi

Etiologi

Lebih dari 90% diare akut disebabkan karena infeksi, sedangkan sekitar 10% karena sebab-
sebab lain antara lain obat-obatan, bahan-bahan toksik, iskemik dan sebagainya.

Diare akut karena infeksi dapat ditimbulkan oleh:

1. Bakteri

Escherichia coli, Salmonella typhi, Salmonella paratyphi A/B/C, Salmonella spp, Shigella
dysentriae, Shigella flexneri, Vibrio cholerae 01 dan 0139, Vibrio cholera non 01, Vibrio
parachemolyticus, Clostridium perfringens, Campylobacter (Helicobacter) jejuni,
Staphlyllococcus spp, Streptococcus spp, Yersinia intestinalis, Coccidosis.

2. Parasit

Protozoa: Entamoeba hystolitica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis, Isospora sp.


Cacing: A. lumbricoides, A. duodenale, N. americanus, T. trichiura, O. vermicularis, T.
saginata, T. sollium.

3. Virus

Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus.

Pola mikro organisme penyebab diare akut berbeda-beda berdasarkan umur, tempat dan
waktu. Di negara maju penyebab paling sering Norwalk virus, Helicobacter jejuni,
Salmonella sp, Clostridium difficile, sedangkan penyebab paling sering di negara
berkembang adalah Enterotoxicgenic Escherichia coli (ETEC), Rotavirus dan V. cholerae.

Patogenesis

Dua hal umum yang patut diperhatikan pada keadaan diare akut karena infeksi adalah faktor
kausal (agent) dan faktor penjamu (host). Faktor penjamu adalah kemampuan tubuh untuk
mempertahankan diri terhadap organisme yang dapat menimbulkan diare akut, terdiri atas
faktor-faktor daya tangkis atau lingkungan intern traktus intestinalis seperti keasaman
lambung, motilitas usus, imunitas dan juga mencakup lingkungan mikroflora usus, sekresi
mukosa, dan enzim pencernaan.

Penurunan keasaman lambung pada infeksi shigella terbukti dapat menyebabkan serangan
infeksi yang lebih berat dan menyebabkan kepekaan lebih tinggi terhadap infeksi oleh V.
cholera. Hipomotilitas usus pada infeksi usus memperlama waktu diare dan gejala penyakit,
serta mengurangi absorbsi elektrolit, tambahan lagi akan mengurangi kecepatan eliminasi
sumber infeksi. Peran imunitas dibuktikan dengan didapatkannya frekuensi pasien giardiasis
pada mereka yang kekurangan IgA, demikian pula diare yang terjadi pada penderita
HIV/AIDS karena gangguan imunitas. Percobaan lain membuktikan bahwa bila lumen usus
dirangsang oleh suatu toksoid berulang kali, akan terjadi sekresi antibodi.

Faktor kausal yang mempengaruhi patogenesis antara lain adalah daya lekat dan penetrasi
yang dapat merusak sel mukosa, kemampan memproduksi toksin yang mempengaruhi sekresi
cairan di usus halus. Kuman tersebut dapat membentuk koloni-koloni yang juga dapat
menginduksi diare.

Patogenesis diare yang disebabkan infeksi bakteri diklasifikasikan menjadi:

1. Infeksi Non-Invasi

Diare yang disebabkan oleh bakteri non invasif disebut juga diare sekretorik atau watery
diarrhea. Pada diare tipe ini disebabkan oleh bakteri yang memproduksi enterotoksin yang
bersifat tidak merusak mukosa. Bakteri non invasi misalnya V. cholera non 01, V. cholera 01
atau 0139, Enterotoksigenik E. coli (ETEC), C. perfringens, Stap. aureus, B. cereus,
Aeromonas spp., V. cholera eltor mengeluarkan toksin yang terikat pada mukosa usus halus
15-30 menit sesudah diproduksi dan enterotoksin ini mengakibatkan kegiatan yang
berlebihan Nikotinamid Adenin Dinukleotid pada dinding sel usus, sehingga meningkatkan
kadar adenosin 3′,5′-siklik mono phospat (siklik AMP) dalam sel yang menyebabkan sekresi
aktif anion klorida kedalam lumen usus yang diikuti oleh air, ion bikarbonat, kation natrium
dan kalium.

Namun demikian mekanisme absorbsi ion Na melalui mekanisme pimpa Na tidak terganggi,
karena itu keluarnya ion Cl- (disertai ion HCO3-, H2O, Na+ dan K+) dapat dikompensasi oleh
meningkatnya absorbsi ion Na (diiringi oleh H2O, K+, HCO3-, dan Cl-). Kompensasi ini dapat
dicapai dengan pemberian larutan glukosa yang diabsorbsi secara aktif oleh dinding sel usus.
Glukosa tersebut diserap bersama air, sekaligus diiringi oleh ion Na+, K+, Cl- dan HCO3-.
Inilah dasar terapi oralit per oral pada kolera.

Secara klinis dapat ditemukan diare berupa air seperti cucian beras dan keluar secara deras
dan banyak (voluminous). Keadaan ini disebut sebagai diare sekretorik isotonik voluminial
(watery diarrhea).

ETEC mengeluarkan 2 macam enterotoksin ialah labile toxin (LT) dan stable toxin (ST). LT
bekerja secara cepat terhadap mukosa usus halus tetapi hanya memberikan stimulasi yang
terbatas terhadap enzim adenilat siklase. Dengan demikian jelas bahwa diare yang disebabkan
E. coli lebih ringan dibandingkan diare yang disebabkan V. cholerae.

Clostridium perfringens (tipe A) yang sering menyebabkan keracunan makanan


menghasilkan enterotoksin yang bekerja mirip enterotoksin kolera yang menyebabkan diare
yang singkat dan dahsyat.

2. Infeksi Invasif

Diare yang disebabkan bakteri enterovasif disebut sebagai diare Inflammatory. Bakteri
invasif misalnya: Enteroinvasive E. coli (EIEC), Salmonella spp., Shigella spp., C. jejuni, V.
parahaemolyticus, Yersinia, C. perfringens tipe C, Entamoeba histolytica, P. shigelloides, C.
difficile, Campylobacter spp. Diare terjadi disebabkan kerusakan dinding usus berupa
nekrosis dan ulserasi. Sifat diarena sekretorik eksudatif. Cairan diare dapat bercampur dengan
lendir dan darah. Walau demikian infeksi oleh kuman-kuman ini dapat juga bermanifestasi
sebagai suatu diare sekretorik. Pada pemerksaan tinja biasanya didapatkan sel-sel eritrosit dan
leukosit.

Manifestasi Klinis

Penularan diare akut karena infeksi melalui transmisi fekal oral langsung dari penderita diare
atau melalui makanan/minuman yang terkontaminasi bakteri patogen yang berasal dari tinja
manusia/hewan atau bahan muntahan penderita. Penularan dapat juga berupa transmisi dari
manusia ke manusia melalui udara (droplet infection) misalnya: rota virus, atau melalui
aktivitas seksual kontak oral-genital atau oral-anal.

Diare akut karena infeksi bakteri yang mengandung/produksi toksin akan menyebabkan diare
sekretorik (watery diarrhea) dengan gejala-gejala: mual, muntah, dengan atau tanpa demam
yang umumnya ringan disertai atau tanpa nyeri/kejang perut, dengan feses lembek/cair.
Umumnya gejala diare sekretorik timbul dalam beberapa jam setelah makan atau minuman
yang terkontaminasi.

Diare sekretorik yang berlangsung beberapa waktu tanpa penanggulangan medis yang
adekuat dapat menyebabkan kematian karena kekurangan cairan yang mengakibatkan
renjatan hipovolemik atau karena gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang
lanjut. Karena kehilangan cairan seseorang akan merasa haus, berat badan berkurang, mata
menjadi cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit turun, serta suara menjadi
serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan deplesi air yang isotonik.

Sedangkan kehilangan bikarbonas, menyebabkan perbandingan bikarbonas dan asam


karbonas berkurang yang menyebabkan penurunan pH darah. Penurunan ini akan
merangsang pusat pernapasan sehingga frekuensi napas menjadi lebih cepat dari biasa
(pernapasan Kussmaul). Reaksi ini adalah usaha badan untuk mengeluarkan asam karbonas
agar pH darah dapat kembali normal. Gangguan kardiovaskular pada tahap hipovolemik yang
berat dapat berupa renjatan denga tanda-tanda denyut nadi yang cepat lebih dari 120x/mnt,
tekanan darah menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, ujung-ujung
eksterimitas dingin, dan kadang sianosis. Karena kehilangan kalium, pada diare akut juga
dapat timbul aritmia jantung.

Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun dengan sangat dan akan
timbul anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatasi akan timbul penyulit berupa nekrosis
tubulus ginjal akut, yang dapat mengakibatkan gagal ginjal akut.

Sedangkan keadaan asidosis metabolik menjadi lebih berat, akan terjadi kepincangan pada
pembagian darah dengan pemusatan darah yang lebih banyak dalam sirkkulasi paru-paru.
Observasi ini penting sekali karena dapat menyebabkan edema paru pada pasien yang
menerima rehidrasi cairan intravena tanpa alkali.

Bakteri yang invasif akan menyebabkan diare yang disebut sebagai diare inflamasi dengan
gejala mual, muntah dan demama yang tinggi, disertai nyeri perut, tenesmus, diare disertai
darah dan lendir.
Pada diare akut karena infeksi, dugaan terhadap bakteri penyebab dapat diperkirakan
berdasarkan anamnesis makanan atau minuman dalam beberapa jam atau hari terakhir, dan
anamnesis/observasi bentuk diare.

Yersinia dapat menginvasi mukosa ileum terminalis dan kolon bagian proksimal, dengan
nyeri abdomen disertai nyeri tekan di regio titik Mc.Burney dengan gejala seperti apendisitis
akut.

Diare akut karena infeksi dapat disertai gejala-gejala sistemik lainnya seperti Reiter’s
syndrome (arthritis, uretritis, dan konjungtivitis) yang dapat disebabkan oleh Salmonella,
Campylobacter, Shigella, dan Yersinia. Shigella dapat menyebabkan hemolytic-uremic
syndrome. Diare akut dapat juga sebagai gejala utama beberapa infeksi sistemik antara lain
hepatitis virus akut, listeriosis, legionellosis, dan toksik renjatan sindrom.

Pemeriksaan Penunjang

 Darah : Darah perifer lengkap, Ureum, kreatinin, Serum elektrolit: Na+, K+, Cl-, Analisa gas
darah apabila didapatkan tanda-tanda gangguan keseimbangan asam basa (pernafasan
Kussmaull), Immunoassay: toksin bakteri (C. difficile), antigen virus (rotavirus), antigen
protozoa (Giardia, E. histolytica)

 Feses : Feses lengkap (mikroskopis: peningkatan jumlah lekosit di feses pada inflamatory
diarrhea; parasit: amoeba bentuk tropozoit)

Pemeriksaan penunjang diperlukan dalam penatalaksanaan diare akut karena infeksi, karena
dengan tata cara pemeriksaan yang terarah akan sampai pada terapi definitif.

Diagnosis

Diare akut karena infeksi dapat ditegakkan diagnostik etiologi bila anamnesis, manifestasi
klinis dan pemeriksaan penunjang menyokongya.

Beberapa petunjuk anamnesis yang mungkin dapat membantu diagnosis:

1. Bentuk feses (watery diarrhea atau inflammatory diare)


2. Makanan dan minuman 6-24 jam terakhir yang dimakan/minum oleh penderita.

3. Adakah orang lain sekitarnya menderita hal serupa, yang mungkin oleh karena keracunan
makanan atau pencemaran sumber air.

4. Dimana tempat tinggal penderita.

5. Pola kehidupan seksual.

Umumnya diare akut besifat ringan dan merupakan self-limited disease. Indikasi untuk
melakukan pemeriksaan lebih lanjut yaitu diare berat disertai dehidrasi, tampak darah pada
feses, panas > 38,5o C diare > 48 jam tanpa tanda-tanda perbaikan, kejadian luar biasa (KLB).
Nyeri perut hebat pada penderita berusia > 50 tahun, penderita usia lanjut > 70 tahun, dan
pada penderita dengan daya tahan tubuh yang rendah.

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan diare akut karena infeksi pada orang dewasa terdiri atas:

1. Rehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan


2. Memberikan terapi simptomatik

3. Memberikan terapi definitif

1. Rehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan

Ada hal yang penting diperhatikan agar dapat memberikan rehidrasi yang cepat dan akurat,
yaitu:

Jenis cairan yang hendak digunakan. Pada saat ini cairan RL merupakan cairan pilihan
karena tersedia cukup banyak di pasaran, meskipun jumlah kaliumnya lebih rendah bila
dibandingkan dengan kadar kalium cairan tinja.

Apabila tidak tersedia cairan ini, boleh diberkan cairan NaCl isotonik. Sebaiknya
ditambahkan satu ampul Na bikarbonat 7,5% 50 ml pada setiap satu liter infus NaCl isotonik.
Asidosis akan dapat diatasi dalam 1-4 jam. Pada keadaan diare akut awal yang ringan,
tersedia di pasaran cairan/bubuk oralit, yang dapat diminum sebagai usaha awal agar tidak
terjadi rehidrasi dengan berbagai akibatnya.

Jumlah cairan yang hendak diberikan. Pada prinsipnya jumlah cairan yang hendak diberikan
sesuai dengan jumlah cairan yang keluar dari badan. Kehilangan cairan dari badan dapat
dihitung dengan memakai cara:

 BJ Plasma dengan memakai rumus:

Kebutuhan cairan:

BJ Plasma – 1.025 x BB (Kg) x 4 ml

0.001

 Metode Pierce berdasarkan kriteria klinis:

- Dehidrasi ringan, kebutuhan cairan 5% X KgBB

- Dehidrasi sedang, kebutuhan cairan 8% X KgBB

- Dehidrasi berat, kebutuhan cairan 10% X KgBB

 Metode Daldiyono berdasarkan keadaan klinis yang diberikan penilaian/skor sebagai berikut:

Pemeriksaan Skor

Rasa haus/muntah 1

Suara serak 2
Kesadaran apatis 1

Kesadaran somnolen, sopor atau koma 2

Tekanan darah sistolik 60-90 mmHg 1

Tekanan darah sistolik < 60 mmHg 2

Frekwensi Nadi > 120 x/menit 1

Frekwensi nafas > 30 x/menit 1

Turgor kulit menurun 1

Facies cholerica/wajah keriput 2

Ekstremitas dingin 1

Washer’s woman’s hand 1

Sianosis 2

Umur 50-60 tahun -1

Umur > 60 tahun -2

Kebutuhan cairan = Skor x 10% x BB (Kg) x 1 Liter

15

Jalan masuk atau cara pemberian cairan. Pemberian cairan pada orang dewasa dapat melalui
oral dan intravena. Untuk pemberian per oral diberikan larutan oralit yang komposisinya
berkisar antara 20 gr glukosa, 3.5 gr NaCl, 2.5 gr Na bikarbonat dan 1.5 gr KCl per liter air.
Cairan seperti itu tersedia secara komersial dalam paket-paket yang mudah disiapkan dengan
mencampurkan dengan air. Jika sediaan secara komersial tidak ada, cairan rehidrasi oral
pengganti dapat dibuat dengan menambahkan ½ sendok teh garam, ½ sendok teh baking
soda, dan 2 – 4 sendok makan gula per liter air. Dua pisang atau 1 cangkir jus jeruk diberikan
untuk mengganti kalium. Cairan per oral juga digunakan untuk mempertahankan hidrasi
setelah rehidrasi inisial.

Jadwal pemberian cairan. Untuk jadwal rehidrasi inisial yang dihitung dengan rumus BJ
plasma atau sistem skor Daldiyono diberikan dalam waktu 2 jam. Tujuannya jelas agar
tercapai rehidrasi optimal secepat mungkin. Jadwal pemberian cairan tahap kedua yakni
untuk jam ke-3, didasarkan kepada kehilangan cairan selama 2 jam pemberian cairan
rehidrasi inisial sebelumnya, rehidrasi diharapkan lengkap pada akhir jam ke-3.

2. Memberikan terapi simptomatik

 Obat anti diare:


a. Kelompok antisekresi selektif

Terobosan terbaru dalam milenium ini adalah mulai tersedianya secara luas racecadotril yang
bermanfaat sekali sebagai penghambat enzim enkephalinase sehingga enkephalin dapat
bekerja kembali secara normal. Perbaikan fungsi akan menormalkan sekresi dari elektrolit
sehingga keseimbangan cairan dapat dikembalikan secara normal. Di Indonesia saat ini
tersedia di bawah nama Hidrasec sebagai generasi pertama jenis obat baru anti diare yang
dapat pula digunakan lebih aman pada anak.

b. Kelompok opiat

Dalam kelompok ini tergolong kodein fosfat, loperamid HCl serta kombinasi difenoksilat dan
atropin sulfat (lomotil). Penggunaan kodein adalah 15-60mg 3x sehari, loperamid 2 – 4 mg/ 3
– 4x sehari dan lomotil 5mg 3 – 4 x sehari. Efek kelompok obat tersebut meliputi
penghambatan propulsi, peningkatan absorbsi cairan sehingga dapat memperbaiki konsistensi
feses dan mengurangi frekwensi diare.Bila diberikan dengan cara yang benar obat ini cukup
aman dan dapat mengurangi frekwensi defekasi sampai 80%. Bila diare akut dengan gejala
demam dan sindrom disentri obat ini tidak dianjurkan.

c. Kelompok absorbent

Arang aktif, attapulgit aktif, bismut subsalisilat, pektin, kaolin, atau smektit diberikan atas
dasar argumentasi bahwa zat ini dapat menyeap bahan infeksius atau toksin-toksin. Melalui
efek tersebut maka sel mukosa usus terhindar kontak langsung dengan zat-zat yang dapat
merangsang sekresi elektrolit.

d. Zat Hidrofilik

Ekstrak tumbuh-tumbuhan yang berasal dari Plantago oveta, Psyllium, Karaya (Strerculia),
Ispraghulla, Coptidis dan Catechu dapat membentuk kolloid dengan cairan dalam lumen usus
dan akan mengurangi frekwensi dan konsistensi feses tetapi tidak dapat mengurangi
kehilangan cairan dan elektrolit. Pemakaiannya adalah 5-10 cc/ 2x sehari dilarutkan dalam air
atau diberikan dalam bentuk kapsul atau tablet.

 Probiotik

Kelompok probiotik yang terdiri dari Lactobacillus dan Bifidobacteria atau Saccharomyces
boulardii, bila mengalami peningkatan jumlahnya di saluran cerna akan memiliki efek yang
positif karena berkompetisi untuk nutrisi dan reseptor saluran cerna. Syarat penggunaan dan
keberhasilan mengurangi/menghilangkan diare harus diberikan dalam jumlah yang adekuat.

3. Memberikan terapi definitif

Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut infeksi, karena 40%
kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa pemberian anti biotik. Pemberian
antibiotik di indikasikan pada: pasien dengan gejala dan tanda diare infeksi seperti demam,
feses berdarah, leukosit pada feses, mengurangi ekskresi dan kontaminasi lingkungan,
persisten atau penyelamatan jiwa pada diare infeksi, diare pada pelancong, dan pasien
immunocompromised. Terapi kausal dapat diberikan pada infeksi:
- V. kolera El Tor: Tetrasiklin 4 x 500 mg/hr selama 3 hari atau kortimoksazol dosis awal 2 x
3 tab, kemudian 2 x 2 tab selama 6 hari atau kloramfenikol 4 x 500 mg/hr selama 7 hari atau
golongan Fluoroquinolon.

- ETEC: Trimetoprim-Sulfametoksazole atau Kuinolon selama 3 hari.

- S. aureus: Kloramfenikol 4 x 500 mg/hr

- Salmonella Typhi: Obat pilihan Kloramfenikol 4 x 500 mg/hr selama 2 minggu atau
Sefalosporin generasi 3 yang diberikan secara IV selama 7-10 hari, atau Ciprofloksasin 2 x
500 mg selama 14 hari.

- Salmonella non Typhi: Trimetoprim-Sulfametoksazole atau ciprofloxacin atau norfloxacin


oral 2 kali sehari selama 5 – 7 hari.

- Shigellosis: Ampisilin 4 x 1 g/hr atau Kloramfenikol 4 x 500 mg/hr selama 5 hari.

- Helicobacter jejuni (C. jejuni): Eritromisin, dewasa: 3 x 500 mg atau 4 x 250 mg, anak: 30-
50 mg/kgBB/hr dalam dosis terbagi selama 5-7 hari atau Ciprofloxacin 2 x 500 mg/hr selama
5-7 hari.

- Amoebiasis: 4 x 500 mg/hr selama 3 hari atau Tinidazol dosis tunggal 2 g/hr selama 3 hari.

- Giardiasis: Quinacrine 3 x 100 mg/hr selama 1 minggu atau Chloroquin 3 x 100 mg/hr
selama 5 hari.

- Balantidiasis: Tetrasiklin 3 x 500 mg/hr selama 10 hari

- Virus: simptomatik dan suportif.

Komplikasi

Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama, terutama pada usia
lanjut dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera kehilangan cairan secara mendadak
sehingga terjadi shock hipovolemik yang cepat. Kehilangan elektrolit melalui feses potensial
mengarah ke hipokalemia dan asidosis metabolik.

Pada kasus-kasus yang terlambat meminta pertolongan medis, sehingga syok hipovolemik
yang terjadi sudah tidak dapat diatasi lagi maka dapat timbul Tubular Nekrosis Akut pada
ginjal yang selanjutnya terjadi gagal multi organ. Komplikasi ini dapat juga terjadi bila
penanganan pemberian cairan tidak adekuat sehingga tidak tecapai rehidrasi yang optimal.

Haemolityc uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi yang disebabkan terbanyak oleh
EHEC. Pasien dengan HUS menderita gagal ginjal, anemia hemolisis, dan trombositopeni 12-
14 hari setelah diare. Risiko HUS akan meningkat setelah infeksi EHEC dengan penggunaan
obat anti diare, tetapi penggunaan antibiotik untuk terjadinya HUS masih kontroversi.

Artritis pasca infeksi dapat terjadi beberapa minggu setelah penyakit diare karena
Campylobakter, Shigella, Salmonella, atau Yersinia spp.
Prognosis

Dengan penggantian Cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan terapi
antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius hasilnya sangat baik dengan
morbiditas dan mortalitas yang minimal. Seperti kebanyakan penyakit, morbiditas dan
mortalitas ditujukan pada anak-anak dan pada lanjut usia. Di Amerika Serikat, mortalits
berhubungan dengan diare infeksius < 1,0 %. Pengecualiannya pada infeksi EHEC dengan
mortalitas 1,2 % yang berhubungan dengan sindrom uremik hemolitik.

Syok Hipovolemia

Syok hipovolemia timbul akibat hillang atau berkurangnya plasma. Syok hipovolemia
adalah suatu kondisi dimana perfusi jaringan menurun dan menyebabkan inadekuatnya
hantaran oksigen dan nutrisi yang diperlukan sel. Keadaan apapun yang menyebabkan
kurangnya oksigenasi sel, maka sel dan organ akan berada dalam keadaan syok. Ditingkat
multiseluler syok lebih sulit untuk dijelaskan karena tidak semua jaringan dan organ secara
klinis terganggu akibat kurangnya oksigen ini. Dekade terakhir ini para klinisi berusaha
menjelaskan dan memonitor utilisasi oksigen tingkat intraseluler, yang bermanfaat secara
fisiologis dalam menegakkan klinis dan pemeriksaan penunjang apa yang harus dilakukan.
Hipovolemik syok sering dijumpai dalam klinis, secara etiologi adalah akibat hilangnya
volum sirkulasi, misal: pasien luka tusuk dan trauma tumpul, perdarahan saluran cerna dan
perdarahan saat kehamilan. Tubuh sebenarnya punya mekanisme kompensasi terhadap
kehilangan ini dalam batas tertentu melalui mekanisme neuronal dan humoral. Dengan
pengetahuan tatalaksana trauma terkini memungkinkan pasien bisa diselamatkan. Syok
adalah suatu sindrom klinis akibat kegagalan akut fungsi sirkulasi yang menyebabkan
ketidakcukupan perfusi jaringan dan oksigenasi jaringan, dengan akibat gangguan mekanisme
homeostasis. Berdasarkan penelitian Moyer dan Mc Clelland tentang fisiologi keadaan syok
dan homeostasis, syok adalah keadaan tidak cukupnya pengiriman oksigen ke jaringan. Syok
merupakan keadaan gawat yang membutuhkan terapi yang agresif dan pemantauan yang
kontinyu atau terus-menerus di unit terapi intensif.

Syok secara klinis didiagnosa dengan adanya gejala-gejala seperti berikut:


- Hipotensi: tekanan sistole kurang dari 80 mmHg atau TAR (tekanan arterial rata-rata) kurang
dari 60 mmHg, atau menurun 30% lebih.
- Oliguria: produksi urin kurang dari 20 ml/jam.
- Perfusi perifer yang buruk, misalnya kulit dingin dan berkerut serta pengisian kapiler yang
jelek.

Syok dapat diklasifikasi sebagai syok hipovolemik, kardiogenik, dan syok anafilaksis. Di sini
akan dibicarakan mengenai syok hipovolemik yang dapat disebabkan oleh hilangnya cairan
intravaskuler, misalnya terjadi pada:
- Kehilangan darah atau syok hemoragik karena perdarahan yang mengalir keluar tubuh seperti
hematotoraks, ruptura limpa, dan kehamilan ektopik terganggu.
- Trauma yang berakibat fraktur tulang besar, dapat menampung kehilangan darah yang besar.
Misalnya, fraktur humerus menghasilkan 500–1000 ml perdarahan atau fraktur femur
menampung 1000–1500 ml perdarahan.
- Kehilangan cairan intravaskuler lain yang dapat terjadi karena kehilangan protein plasma atau
cairan ekstraseluler, misalnya pada:
- Gastrointestinal: peritonitis, pankreatitis, dan gastroenteritis.
- Renal: terapi diuretik, krisis penyakit Addison.
- Luka bakar (kombustio) dan anafilaksis.

1. Gejala dan Tanda Klinis


Gejala syok hipovolemik cukup bervariasi, tergantung pada usia, kondisi premorbid,
besarnya volume cairan yang hilang, dan lamanya berlangsung. Kecepatan kehilangan cairan
tubuh merupakan faktor kritis respons kompensasi. Pasien muda dapat dengan mudah
mengkompensasi kehilangan cairan dengan jumlah sedang dengan vasokonstriksi dan
takhikardia. Kehilangan volume yang cukp besar dalam waktu lambat, meskipun terjadi pada
pasien usia lanjut, masih dapat ditolerir juga dibandingkan kehilangan dalam waktu yang
cepat atau singkat.
Apabila syok telah terjadi, tanda-tandanya akan jelas. Pada keadaan hipovolemia,
penurunan darah lebih dari 15 mmHg dan tidak segera kembali dalam beberapa menit.
Adalah penting untuk mengenali tanda-tanda syok, yaitu:
- Kulit dingin, pucat, dan vena kulit kolaps akibat penurunan pengisian kapiler selalu berkaitan
dengan berkurangnya perfusi jaringan.
- Takhikardia: peningkatan laju jantung dan kontraktilitas adalah respons homeostasis penting
untuk hipovolemia. Peningkatan kecepatan aliran darah ke mikrosirkulasi berfungsi
mengurangi asidosis jaringan.
- Hipotensi: karena tekanan darah adalah produk resistensi pembuluh darah sistemik dan curah
jantung, vasokonstriksi perifer adalah faktor yang esensial dalam mempertahankan tekanan
darah. Autoregulasi aliran darah otak dapat dipertahankan selama tekanan arteri turun tidak di
bawah 70 mmHg.Oliguria: produksi urin umumnya akan berkurang pada syok hipovolemik.
Oliguria pada orang dewasa terjadi jika jumlah urin kurang dari 30 ml/jam.
Pada penderita yang mengalami hipovolemia selama beberapa saat, dia akan
menunjukkan adanya tanda-tanda dehidrasi seperti: (1) Turunnya turgor jaringan; (2)
Mengentalnya sekresi oral dan trakhea, bibir dan lidah menjadi kering; serta (3) Bola mata
cekung.
Akumulasi asam laktat pada penderita dengan tingkat cukup berat, disebabkan oleh
metabolisme anaerob. Asidosis laktat tampak sebagai asidosis metabolik dengan celah ion
yang tinggi. Selain berhubungan dengan syok, asidosis laktat juga berhubungan dengan
kegagalan jantung (decompensatio cordis), hipoksia, hipotensi, uremia, ketoasidosis diabetika
(hiperglikemi, asidosis metabolik, ketonuria), dan pada dehidrasi berat.
Tempat metabolisme laktat terutama adalah di hati dan sebagian di ginjal. Pada
insufisiensi hepar, glukoneogenesis hepatik terhambat dan hepar gagal melakukan
metabolisme laktat. Pemberian HCO3 (bikarbonat) pada asidosis ditangguhkan sebelum pH
darah turun menjadi 7,2. Apabila pH 7,0–7,15 dapat digunakan 50 ml NaHCO3 8,4% selama
satu jam. Sementara, untuk pH < 7,0 digunakan rumus 2/2 x berat badan x kelebihan basa.

2. Pemeriksaan Laboratorium – Hematologi


Pemeriksaan laboratorium sangat bermanfaat untuk menentukan kadar hemoglobin dan
nilai hematokrit. Akan tetapi, resusitasi cairan tidak boleh ditunda menunggu hasil
pemeriksaan. Hematokrit pasien dengan syok hipovolemik mungkin rendah, normal, atau
tinggi, tergantung pada penyebab syok.
Jika pasien mengalami perdarahan lambat atau resusitasi cairan telah diberikan, nilai
hematokrit akan rendah. Jika hipovolemia karena kehilangan volume cairan tubuh tanpa
hilangnya sel darah merah seperti pada emesis, diare, luka bakar, fistula, hingga
mengakibatkan cairan intravaskuler menjadi pekat (konsentarted) dan kental, maka pada
keadaan ini nilai hematokrit menjadi tinggi.

3. Diagnosa Differensial
Syok hipovolemik menghasilkan mekanisme kompensasi yang terjadi pada hampir semua
organ tubuh. Hipovolemia adalah penyebab utama syok pada trauma cedera. Syok
hipovolemik perlu dibedakan dengan syok hipoglikemik karena penyuntikan insulin
berlebihan. Hal ini tidak jarang terjadi pada pasien yang dirawat di Unit Gawat Darurat.
Akan terlihat gejala-gejala seperti kulit dingin, berkeriput, oligurik, dan takhikardia. Jika
pada anamnesa dinyatakan pasien sebelumnya mendapat insulin, kecurigaan hipoglikemik
sebaiknya dipertimbangkan. Untuk membuktikan hal ini, setelah darah diambil untuk
pemeriksaan laboratorium (gula darah sewaktu), dicoba pemberian 50 ml glukosa 50%
intravena atau 40 ml larutan dextrose 40% intravena.

4. Resusitasi Cairan
Manajemen cairan adalah penting dan kekeliruan manajemen dapat berakibat fatal. Untuk
mempertahankan keseimbangan cairan maka input cairan harus sama untuk mengganti cairan
yang hilang. Cairan itu termasuk air dan elektrolit. Tujuan terapi cairan bukan untuk
kesempurnaan keseimbangan cairan, tetapi penyelamatan jiwa dengan menurunkan angka
mortalitas.
Perdarahan yang banyak (syok hemoragik) akan menyebabkan gangguan pada fungsi
kardiovaskuler. Syok hipovolemik karena perdarahan merupakan akibat lanjut. Pada keadaan
demikian, memperbaiki keadaan umum dengan mengatasi syok yang terjadi dapat dilakukan
dengan pemberian cairan elektrolit, plasma, atau darah.
Untuk perbaikan sirkulasi, langkah utamanya adalah mengupayakan aliran vena yang
memadai. Mulailah dengan memberikan infus Saline atau Ringer Laktat isotonis.
Sebelumnya, ambil darah ± 20 ml untuk pemeriksaan laboratorium rutin, golongan darah, dan
bila perlu Cross test. Perdarahan berat adalah kasus gawat darurat yang membahayakan jiwa.
Jika hemoglobin rendah maka cairan pengganti yang terbaik adalah tranfusi darah.
Resusitasi cairan yang cepat merupakan landasan untuk terapi syok hipovolemik. Sumber
kehilangan darah atau cairan harus segera diketahui agar dapat segera dilakukan tindakan.
Cairan infus harus diberikan dengan kecepatan yang cukup untuk segera mengatasi defisit
atau kehilangan cairan akibat syok. Penyebab yang umum dari hipovolemia adalah
perdarahan, kehilangan plasma atau cairan tubuh lainnya seperti luka bakar, peritonitis,
gastroenteritis yang lama atau emesis, dan pankreatitis akuta.

5. Pemilihan Cairan Intravena


Pemilihan cairan sebaiknya didasarkan atas status hidrasi pasien, konsentrasi elektrolit,
dan kelainan metabolik yang ada. Berbagai larutan parenteral telah dikembangkan menurut
kebutuhan fisiologis berbagai kondisi medis. Terapi cairan intravena atau infus merupakan
salah satu aspek terpenting yang menentukan dalam penanganan dan perawatan pasien.
Terapi awal pasien hipotensif adalah cairan resusitasi dengan memakai 2 liter larutan
isotonis Ringer Laktat. Namun, Ringer Laktat tidak selalu merupakan cairan terbaik untuk
resusitasi. Resusitasi cairan yang adekuat dapat menormalisasikan tekanan darah pada pasien
kombustio 18–24 jam sesudah cedera luka bakar.
Larutan parenteral pada syok hipovolemik diklasifikasi berupa cairan kristaloid, koloid,
dan darah. Cairan kristaloid cukup baik untuk terapi syok hipovolemik. Keuntungan cairan
kristaloid antara lain mudah tersedia, murah, mudah dipakai, tidak menyebabkan reaksi
alergi, dan sedikit efek samping. Kelebihan cairan kristaloid pada pemberian dapat berlanjut
dengan edema seluruh tubuh sehingga pemakaian berlebih perlu dicegah.
Larutan NaCl isotonis dianjurkan untuk penanganan awal syok hipovolemik dengan
hiponatremik, hipokhloremia atau alkalosis metabolik. Larutan RL adalah larutan isotonis
yang paling mirip dengan cairan ekstraseluler. RL dapat diberikan dengan aman dalam
jumlah besar kepada pasien dengan kondisi seperti hipovolemia dengan asidosis metabolik,
kombustio, dan sindroma syok. NaCl 0,45% dalam larutan Dextrose 5% digunakan sebagai
cairan sementara untuk mengganti kehilangan cairan insensibel.
Ringer asetat memiliki profil serupa dengan Ringer Laktat. Tempat metabolisme laktat
terutama adalah hati dan sebagian kecil pada ginjal, sedangkan asetat dimetabolisme pada
hampir seluruh jaringan tubuh dengan otot sebagai tempat terpenting. Penggunaan Ringer
Asetat sebagai cairan resusitasi patut diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi hati
berat seperti sirosis hati dan asidosis laktat. Adanya laktat dalam larutan Ringer Laktat
membahayakan pasien sakit berat karena dikonversi dalam hati menjadi bikarbonat. Secara
sederhana, tujuan dari terapi cairan dibagi atas resusitasi untuk mengganti kehilangan cairan
akut dan rumatan untuk mengganti kebutuhan harian.

Anda mungkin juga menyukai