Anda di halaman 1dari 4

a.

Spermatogenesis
Didalam testis terkemas sekitar 250 m tubulus semiferus penghasil sperma. Di tubulus
ini terdapat dua jenis sel yang secara fungsional penting:sel germinativum, yang
sebagian besar berada dalam berbagai tahap pembentukan sperma, dan sel sertoli,
yang memberi dukungan krusial bagi spermatogenesis. Spermatogenesis adalah suatu
proses kompleks ketika sel germinativum primordial yang relatif belum dideferensiasi
(primitif atau awal), spermatogonia (masing-masing mengandung komplemen diploid
46 kromosom), berproliferasi dan diubah menjadi spermatozoa yang sangat khusus
dan motil (sperma), masing-masing mengandung sel haploid 23 kromosom yang
diterima secara acak. Spermatogenesis memerlukan waktu 64 hari untuk pembentukan
dari spermatogonium menjadi sperma matang. Setiap saat terdapat berbagai tahapan
spermatogenesis pada tubulus semiferus yang berbeda. Setiap hari dapat dihasilkan
beberapa ratus juta sperma matang. Spermatogenesis mencakup tiga tahap utama:
proliferasi, mitotik, meiosis, dan pengemasan.

1. Proliferasi mitotik
Spermatogonia yang terletak di lapisan terluar tubulus terus menerus bermitosis,
dengan semua sel baru mengandung komplemen lengkap 46 kromosom identik
dengan sel induk. Proliferasi ini menghasilkan pasokan sel germinativum baru
yang terus menerus. Setelah pembelahan mitotik sebuah spermatogonium, salah
satu sel anak tetap di tepi luar tubulus sebagai spermatogonium tak
berdiferensiasi, sehingga turunan sel germinativum tetap terpelihara. Sel anak
yang lain mulai bergerak ke arah lumen sambil menjalani berbagai tahap yang
dibutuhkan untuk membentuk sperma, yang kemudian akan dibebaskan ke dalam
lumen. Pada manusia, sel anak penghasil sperma membelah secara mitotik dua
kali lagi untuk menghasilkan empat spermatosit primer identik. Setelah
pembelahan mitotik terakhir, spermatosit primer masuk ke fase istirahat ketika
kromosom-kromosom terduplikasi dan untai-untai rangkap tersebut tetap menyatu
sebagai persiapan untuk pembelahan meiosis pertama.
2. Meiosis
Selama meiosis, setiap spermatosit primer (dengan jumlah diploid 46 kromosom
rangkap) membentuk dua spermatosit sekunder (masing-masing dengan jumlah
haploid 23 kromosom rangkap) selama pembelahan meiosis pertama, akhirnya
menghasilkan empat spermatid (masing-masing dengan 23 kromosom tunggal)
akibat pembelahan meiosis kedua.
Setelah tahap spermatogenesis ini tidak terjadi pembelahan lebih lanjyt. Setiap
spermatid mengaami remodeling menjadi spermatozoa. Karena setiap
spermatogonium secara mitosis menghasilkan empat spermatosit primer dan
setiap spermatosit primer secara meiosis menghasilkan empat spermatid,
rangkaian spermatogenik pada manusia secara teoritis menghasilkan 16
spermatozoa setiap kali spermatogonium memulai proses ini. Namun, biasanya
sebagian sel lenyap di berbagai tahap sehingga efisiensi produksi jarang setinggi
ini.
3. Pengemasan
Bahkan setelah meiosis, spermatid secara struktural masih mirip spermatogonia
yang belum berdiferensiasi, kecuali bahwa komplemen yang snagat khusus dan
bergerak dari spermatid memerlukan proses remodeling, atau pengemasan,
ekstensif elemen-elemen sel, suatu proses yang dikenal sebagai spermatogenesis.
(Sherwood, 2014:792-794)
b. Oogenesis

a. Pembentukan oosit primer dan folikel primer


Oosit primer mengandung 46 kromosom replikasi, yang dikumpulkan ke dalam
pasangan-pasangan homolog tetapi tidak memisah. Oosit primer tetap berada
dalam keadaan meiotic arrest ini selama bertahun-tahun sampai sel ini
dipersiapkan untuk ovulasi. Sebelum lahir, setiap oosit primer dikelilingi oleh satu
lapisan sel granulosa. Bersama-sama, satu oosit dan sel-sel granulosa di sekitarnya
membentuk folikel primer. Saat lahir hanya sekitar 2 juta folikel primer yang
tersisa, masing-masing mengandung satu oosit primer yang mampu menghasilkan
satu ovum. Paandangan tradisional menyatakan bahwa tidak ada oosit atau folikel
yang muncul setelah lahir folikel yang sudah ada di ovarium saat lahir berfungsi
sebagai reservoar yang menjadi asal bagi semua ovum sepanjang masa subur
wanita yang bersangkutan. Namun, para peneliti baru menemukan, paling tidak
pada mencit, bahwa oosit dan folikel baru dapat diproduksi setelah lahir dari sel
punca ovarium, yang sebelumnya tidak diketahui mampu menghasilkan sel
germinativum primordial atau oogonia. Sampai masa pubertas, semua folikel yang
mulai berkembang mengalami atresia pada tahap-tahap awal tanpa pernah
berovulasi.
b. Pembentukan oosit sekunder dan folikel sekunder
Oosit primer di dalam folikel primer masih merupakan suatu sel diploid yang
mengandung 46 kromosom ganda. Oosit membesar sekitar seribu kali lipat.
Pembesaran oosit ini disebabkan oleh penimbunan badan sitoplasma yang akan
dibutuhkan oleh mudigah. Sebelum ovulasi, oosit primer menyelesaikan
pembelahan meiotik pertamanya. Pembelahan ini menghasilkan dua sel anak,
masing-masing menerima set haploid 23 kromosom ganda, analog dengan
pembentukan spermatosit sekunder. Namun hampir semua sitoplasma tetap berada
di salah satu sel anak, yang sekarang dinamai oosit sekunder dan di takdirkan
untuk menjadi ovum. Kromosom sel anak yang lain bersama dengan sedikit
sitoplasmanya membentuk badan polar pertama. Dengan cara ini, calon ovum
kehilangan separuh kromosomnya untuk membentuk gamet haploid tetapi
mempertahankan sitoplasma yang kaya nutrien. Badan polar yang kekurangan
sitoplasma tersebut segera mengalami degenerasi.
c. Pembentukan ovum matang
Masuknya sperma ke dalam oosit sekunder dibutuhkan untuk memicu pembelahan
meiotik kedua. Selama pembelahan, separuh set kromosom bersama dengan
sedikit sitoplasma dikeluarkan sebagai badan polar kedua. Separuh set lainnya
tetap tertinggal di dalam ovum matang. 23 kromosom ibu menyatu dengan 23
kromosom ayah dari sperma yang masuk untuk menuntaskan pembuahan. Jika
badan polar pertama belum berdegenerasi maka sel ini juga mengalami
pembelahan meiotik kedua pada saat yang sama ketika oosit sekunder yang di
buahinya membagi kromosomnya. (Sherwood, 2014:834-835)

Anda mungkin juga menyukai