Anda di halaman 1dari 18

Tugas Pkn

Kliping tentang Hukum Internasional

Nama = Fawwaz Byru Fitrianto


Kelas = XI MIA 3
Hakikat Hukum Internasional
Pada umumnya hukum internasional diartikan sebagai himpunan
peraturan-peraturan dan ketetntuan-ketentuan yang mengikat serta
mengatur hubungan antara negara-negara dan subjek-subjek hukum
lainnya dalam kehidupan masyarakat internasional. Definisi hukum
internasional yang diberikan oleh para pakar-pakar hukum terkenal
di masa lalu seperti oppenheim dan brierly, terbatas pada negara
sebagi satu-satunya pelaku hukum dan tidak memasukkan subjek
hukum lainnya.
Namun dengan perkembangan pesat ilmu pengetahuan dan
teknologi pada paruh kedua abad 20 dan pola hubungan
internasional yang semakin kompleks pengertian ini kemudian
meluas sehingga hukum internasional juga mengurusi struktur dan
perilaku organisasi internasional, kelompok-kelompok
supranasional, dan gerakan-pembebasan pembebasan nasional.
Bahkan, dalam hal tertentu, hukum internasional juga diberlakukan
terhadap individu-individu dalam hubungannya dengan negara-
negara.
Sedangkan menurut pendapat Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja,
S.H. Hukum Internasional adalah keseluruhan kaidah – kaidah dan
asas – asas hukum dan mengatur hubungan atau persoalan yang
melintasi batas – batas negara yaitu hubungan internasional yang
tidak bersifat perdata.
Selain itu hukum Internasional dapat didefinisikan sebagai
keseluruhan hukum yang untuk sebagian besar terdiri dari prinsip-
prinsip dan kaidah-kaidah perilaku yang terhadapnya negara-negara
merasa dirinya terikat untuk menaati dan karenanya benar-benar
ditaati secara umum dalam hubungan-hubungan mereka satu sama
lain, dan meliputi juga:
a. Kaidah-kaidah hukum yang berkaitan dengan berfungsinya
lembaga-lembaga atau organisasi-organisasi internasional,
hubungan-hubungan antara mereka satu sama lain, dan hubungan
mereka dengan negara-negara dan individu-individu,
b. Kaidah-kaidah hukum tertentu yang berkaitan dengan individu-
individu dan badan-badan non-negara sejauh hak-hak dan kewajiban
individu dan badan non-negara tersebut penting bagi masyarakat
internasional. [2]
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
hukum internasional adalah bagian hukum yang mengatur aktivitas
entitas berskala internasional atau merupakan keseluruhan kaedah
dan asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi
batas negara antara negara dengan Negara serta negara dengan
subyek hukum lain bukan negara atau subyek hukum bukan negara
satu sama lain.[3]

Sejarah dan Perkembangan Hukum Internasional


Hukum internasional sebenarnya sudah sejak lama dikenal
eksisitensinya, yaitu pada zaman Romawi Kuno. Orang-orang
Romawi Kuno mengenal dua jenis hukum, yaitu Ius Ceville dan Ius
Gentium, Ius Ceville adalah hukum nasional yang berlaku bagi
masyarakat Romawi, dimanapun mereka berada, sedangkan Ius
Gentium adalah hukum yang diterapkan bagi orang asing, yang
bukan berkebangsaan Romawi.
Dalam perkembangannya, Ius Gentium berubah menjadi Ius Inter
Gentium yang lebih dikenal juga dengan Volkenrecth (Jerman), Droit
de Gens (Perancis) dan kemudian juga dikenal sebagai Law of
Nations (Inggris).
Sesungguhnya, hukum internasional modern mulai berkembang
pesat pada abad XVI, yaitu sejak ditandatanganinya Perjanjian
Westphalia 1648, yang mengakhiri perang 30 tahun (thirty years war)
di Eropa. Sejak saat itulah, mulai muncul negara-negara yang
bercirikan kebangsaan, kewilayahan atau territorial, kedaulatan,
kemerdekaan dan persamaan derajat. Dalam kondisi semacam inilah
sangat dimungkinkan tumbuh dan berkembangnya prinsip-prinsip
dan kaidah-kaidah hukum internasional.
Perkembangan hukum internasional modern ini, juga dipengaruhi
oleh karya-karya tokoh kenamaan Eropa, yang terbagi menjadi dua
aliran utama, yaitu golongan Naturalis dan golongan Positivis.
Menurut golongan Naturalis, prinsip-prinsip hukum dalam semua
sistem hukum bukan berasal dari buatan manusia, tetapi berasal dari
prinsip-prinsip yang berlaku secara universal, sepanjang masa dan
yang dapat ditemui oleh akal sehat. Hukum harus dicari, dan bukan
dibuat. Golongan Naturalis mendasarkan prinsip-prinsip atas dasar
hukum alam yang bersumber dari ajaran Tuhan. Tokoh terkemuka
dari golongan ini adalah Hugo de Groot atau Grotius, Fransisco de
Vittoria, Fransisco Suarez dan Alberico Gentillis.
Sementara itu, menurut golongan Positivis, hukum yang mengatur
hubungan antar negara adalah prinsip-prinsip yang dibuat oleh
negara-negara dan atas kemauan mereka sendiri. Dasar hukum
internasional adalah kesepakatan bersama antara negara-negara
yang diwujudkan dalam perjanjian-perjanjian dan kebiasaan-
kebiasaan internasional. Seperti yang dinyatakan oleh Jean-Jacques
Rousseau dalam bukunya Du Contract Social, La loi c’est l’expression
de la Volonte Generale, bahwa hukum adalah pernyataan kehendak
bersama. Tokoh lain yang menganut aliran Positivis ini, antara lain
Cornelius van Bynkershoek, Prof. Ricard Zouche dan Emerich de
Vattel
Pada abad 19, hukum internasional berkembang dengan cepat,
karena adanya faktor-faktor penunjang, antara lain : (1) Setelah
Kongres Wina 1815, negara-negara Eropa berjanji untuk selalu
menggunakan prinsip-prinsip hukum internasional dalam
hubungannya satu sama lain, (2). Banyak dibuatnya perjanjian-
perjanjian (law-making treaties) di bidang perang, netralitas,
peradilan dan arbitrase, (3). Berkembangnya perundingan-
perundingan multilateral yang juga melahirkan ketentuan-ketentuan
hukum baru.
Di abad 20, hukum internasional mengalami perkembangan yang
sangat pesat, karena dipengaruhi faktor-faktor sebagai berikut: (1).
Banyaknya negara-negara baru yang lahir sebagai akibat dekolonisasi
dan meningkatnya hubungan antar negara, (2). Kemajuan pesat
teknologi dan ilmu pengetahuan yang mengharuskan dibuatnya
ketentuan-ketentuan baru yang mengatur kerjasama antar negara di
berbagai bidang, (3). Banyaknya perjanjian-perjanjian internasional
yang dibuat, baik bersifat bilateral, regional maupun bersifat global,
(4). Bermunculannya organisasi-organisasi internasional, seperti
Perserikatan Bangsa Bangsa dan berbagai organ subsidernya, serta
Badan-badan Khusus dalam kerangka Perserikatan Bangsa-Bangsa
yang menyiapkan ketentuan-ketentuan baru dalam berbagai bidang.
Hukum internasional telah merupakan satu perluasan yang tidak ada
tandingannya.

Sumber-sumber Hukum Internasional


Pada dasarnya, sumber hukum terbagi menjadi dua, yaitu: sumber
hukum dalam arti materiil dan sumber hukum dalam arti formal.
Sumber hukum dalam arti materiil adalah sumber hukum yang
membahas materi dasar yang menjadi substansi dari pembuatan
hukum itu sendiri.
Sumber hukum dalam arti formal adalah sumber hukum yang
membahas bentuk atau wujud nyata dari hukum itu sendiri. Dalam
bentuk atau wujud apa sajakah hukum itu tampak dan berlaku.
Dalam bentuk atau wujud inilah dapat ditemukan hukum yang
mengatur suatu masalah tertentu.
Sumber hukum internasional dapat diartikan sebagai:
a. Dasar kekuatan mengikatnya hukum internasional;
b. Metode penciptaan hukum internasional;
c. Tempat diketemukannya ketentuan-ketentuan hukum
internasional yang dapat diterapkan pada suatu persoalan konkrit.
(Burhan Tsani, 1990; 14)
Menurut Pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional, sumber-
sumber hukum internasional yang dipakai oleh Mahkamah dalam
mengadili perkara, adalah:
a. Perjanjian internasional (international conventions), baik yang
bersifat umum, maupun khusus;
b. Kebiasaan internasional (international custom);
c. Prinsip-prinsip hukum umum (general principles of law) yang
diakui oleh negara-negara beradab;
d. Keputusan pengadilan (judicial decision) dan pendapat para ahli
yang telah diakui kepakarannya, yang merupakan sumber hukum
internasional tambahan. (Phartiana, 2003; 197)

Peranan Hukum Internasional terhadap ketertiban Dunia


Pada dasarnya peran hukum internasional lebih banyak tertuju pada
cara-cara untuk menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi dalam
ruang lingkup internasional. Hubungan-hubungan internasional yang
diadakan antar negara tidak selamanya terjalin dengan baik.
Seringkali hubungan itu menimbulkan sengketa di antara mereka.
Sengketa dapat bermula dari berbagai sumber potensi sengketa.
Sumber potensi sengketa antar negara dapat berupa perbatasan,
sumber daya alam, kerusakan lingkungan, perdagangan, dll.
Manakala hal demikian itu terjadi, hukum internasional memainkan
peranan, yang tidak kecil dalam penyelesaiannya.
Upaya-upaya penyelesaian terhadapnya telah menjadi perhatian
yang cukup penting di masyarakat internasional sejak awal abad ke-
20. Upaya-upaya ini ditujukan untuk menciptakan hubungan-
hubungan antara negara yang lebih baik berdasarkan prinsip
perdamaian dan keamanan internasional.
Dewasa ini ada beberapa peran yang hukum internasional dapat
mainkan dalam menyelesaikan sengketa:
1. Pada prinsipnya hukum internasional berupaya agar hubungan-
hubungan antar negara terjalin dengan persahabatan (friendly
relations among States) dan tidak mengharapkan adanya
persengketaan;
2. Hukum internasional memberikan aturan-aturan pokok kepada
negara-negara yang bersengketa untuk menyelesaikan sengketanya;
3. Hukum internasional memberikan pilihan-pilihan yang bebas
kepada para pihak tentang cara-cara, prosedur atau upaya yang
seyogyanya ditempuh untuk menyelesaikan sengketanya; dan
4. Hukum internasional modern semata-mata hanya
menganjurkan cara penyelesaian secara damai; apakah sengketa itu
sifatnya antar negara atau antar negara dengan subyek hukum
internasional lainnya. Hukum internasional tidak menganjurkan
sama sekali cara kekerasan atau peperangan.
Perang telah digunakan negara-negara untuk memaksakan hak-hak
dan pemahaman mereka mengenai aturan-aturan hukum
internasional. Perang bahkan telah telah pula dijadikan sebagai salah
satu wujud dari tindakan negara yang berdaulat. Bahkan para sarjana
masih menyadari adanya praktek negara yang masih menggunakan
kekerasan atau perang untuk menyelesaikan sengketa dewasa ini.
Sebaliknya, cara damai belum dipandang sebagai aturan yang
dipatuhi dalam kehidupan atau hubungan antar negara. Pada
umumnya metode penyelesaian sengketa internasional digolongkan
dalam dua kategori yaitu :

Cara-cara Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Damai atau


Bersahabat.
a. Negoisasi
Negosiasi adalah cara penyelesaian sengketa yang paling dasar dan
yang paling tua digunakan oleh umat manusia. Penyelesaian melalui
negosiasi merupakan cara yang paling penting. Banyak sengketa
diselesaikan setiap hari oleh negosiasi ini tanpa adanya publisitas
atau menarik perhatian publik. Alasan utamanya adalah karena
dengan cara ini, para pihak dapat mengawasi prosedur penyelesaian
sengketanya dan setiap penyelesaiannya didasarkan pada
kesepakatan atau konsensus para pihak
Negosiasi dapat dilangsungkan melalui saluran-saluran diplomatik
pada konperensi-konperensi internasional atau dalam suatu lembaga
atau organisasi internasional.
b. Pencarian Fakta (fact finding)
Metode penyelesaian sengketa ini digunakan untuk mencapai
penyelesaian sebuah sengketa dengan cara mendirikan sebuah
komisi atau badan untuk mencari dan mendengarkan semua bukti-
bukti yang bersifat internasional, yang relevan dengan
permasalahan.
Tujuan dari pencari fakta (Fact Finding) yang paling utama adalah
memberikan laporan kepada para pihak mengenai fakta yang ada.
Sedangkan tujuan lain dari penyelesaian sengketa internasional
dengan cara pencari fakta yaitu :
1) Membetuk suatu dasar bagi penyelesaian semgketa antar dua
negara
2) Mengawasi pelaksanaan suatu perjanijian internasional.
3) Memberikan informasi guna membuat putusan ditingkat
internasional
Dasar hukum yang dipakai dalam fact finding adalah pasal 9 sampaim
dengan 36 haque convention on the pacific settlement of disputes
tahun 1899 dan 1907..
c. Good Offices (Jasa-jasa Baik)
Jasa-jasa baik adalah suatu cara penyelesaian sengketa melalui pihak
bantuan pihak yang ketiga. Pihak ketiga ini berupaya agar para pihak
menyelesaikan sengketanya dengan negoisasi. Fungsi dari jasa-jasa
baik yang paling utama adalah memperemukan para pihak agar
mereka mau bertemu, duduk bersama dan bernegoisasi atau dikenal
dengan nama fasilisator.
Keikut sertaan pihak ketiga dalam penyelesaian sengketa dapat dua
macam yaitu atas permintaan para pihak atau inisiatif pihak ketiga
sendiri yang menawarkan jasa-jasa baiknya guna menyelesaiakan
sengketa. Dalam kedua cara ini, syarat mutlak yang harus ada adalah
kesepakatan para pihak.
d. Mediasi
Yang menjadi pihak ketiga ini organisasi internasional, negara
ataupun individu. Pihak ketiga ini dalam sengketa ini dinamakan
mediator. Biasanya ia dengan kapasitasnya sebagai pihak yang netral
berupa mendamaikan para pihak dengan memberikan saran
penyelesaian sengketa
Fungsi utamanya adalah mencari solusi (penyelesaian)
mengidentifikasi, hal-hal yang dapat disepakati para pihak serta
membuat usulan-usulan yang dapat mengakhiri sengketa, informal,
dan bersifat aktif. Dalam proses negoisasi sesuai dengan pasal 3 dan
4 haque convention on the pacific settlement of disputes (1907) yang
menyatakan bahwa usulan-usulan yang diberikan mediator janganlah
dianggap sebagai suatu tindakan yang bersahabat terhadap suatu
pihak (yang merasa merugikan).
e. Konsiliasi
Konsiliasi adalah cara penyelesaian sengketa yang sifatnya lebih
formal dibandingkan mediasi. Biasanya konsiliasi ini berbentuk badan
konsiliasi yang dibentuk oleh para pihak melalui perjanjian. Komisi ini
berfungsi untuk menetapkan persyaratan-persyaratan penyelesaian
yang diterima oleh para pihak, sehingga lebih formal atau luas
karena ada aturan dan ada lembaga atau lembaganya.
. Para pihak mendengarkan keterangan lisan para pihak dan dapat
diwakkili oleh kuasanya. Hasil fakta-fakta yang diperoleh konsilator
(sebutan dari konsiliasi) menyerahkan laporannya kepada para pihak
dengan kesimpulan dan usulan-usulannya, dan putusannya tidak
mengikat karena diterima atau tidaknya usulan tersebut tergantung
sepenuhnya kepada para pihak.
f. Arbitrasi
Biasanya arbitase menunjukkan pada prosedur yang persis sama
sebagaimana dalam hukum nasional yaitu menyerahkana sengketa
kepada orang-orang tertentu yang dinamakan arbitrator, yang dipilih
bebas oleh para pihak. Arbitasi adalah suatu institusi yang sudah
cukup tua tetapi sejarah baru mencatatat pada tahun 1797, pada
kasus jay treaty antara inggris dan amerika. Yang mengatur joint
mixed commission. Yang menyesaikan sengketa beberapa
peerselisihan tertentu yang tidak dapat diselesaikan selama
perundingan di traktat tersebut.suatu langkah penting telah diambil
dalam pada tahun 1899 ketika konferensi the haque tidak hanya
mengkodifikasi hukum arbitatrase tetapi menjadikan landasan bagi
pembentukan permanent court arbitration.
Lembaga PCA tidak bersifat “tetap” pun bukan sebuah pengadilan.
Permanent court of arbitration sendiri tidak memiliki yurisdiksi yang
spesifik. Sehingga hanya 20 kasus yang ditangani abtara lain muscat
dhowe case 1905 antara inggris dan perancis danNorth Atlantic
Coast fisheries case 1910 antar inggris dan amerika serikat. Meskipun
ada kekurangan yang nyata menurut Hakim Manly O. Hudson,
permanent court arbitration merupakan suatu metode dan suatu
prosedur. Arbitrasi pada haikaknnya adalah suatu prosedur
konsensus, artinya negara-negara tidak dapat dipaksa untuk dibawa
dimuka arbitrase kecuali mereka setuju untuk melakukan hal
tersebut.
Pada tahun 1966 bank dunia mendirikan badan ICSID (international
Centre for the Settlement of Investment Disputes). Terbentuknya
Konvensi adalah sebagai akibat dari situasi perekonomian dunia pada
waktu1950-1960-an yaitu Khususnya dikala beberapa negara
berkembang menasionalisasi atau mengekspropriasi perusahaan-
perusahaan asing yang berada di dalam wilayahnya.
Di antara kasus-kasus nasionalisasi yang langsung mempengaruhi
dan menggerakkan Bank Dunia membentuk Konvensi ini adalah
kasus nasionalisasi perusahaan-perusahaan Perancis di Tunisia. Kasus
ini bermula dengan tindakan DPR Tunisia (the Tunisian National
Assembly) yang mengeluarkan UU Nasionalisasi tanahtanah milik
orang asing (khususnya Perancis) pada tanggal 10 Mei 1964.
Negara-negara yang bisa menjadi anggota konvensi ICSID adalah
setiap anggota Bank Dunia. Namun negara-negara bukan anggota
Bank Dunia dapat menjadi anggota konvensi asal negara tersebut
adalah anggota pada Statuta Mahkamah Internasional. Sampai 1993,
105 negara telah menjadi anggota pada konvensi ini. ICSID dikelola
oleh suatu administrative Council (Dewan Administratif). Setiap
negara peserta konvensi memiliki seorang wakil dan memiliki satu
suara. Dewan ini memiliki ketua ex officio, yaitu Presiden Bank
Dunia. Badan utama struktur organisasi ICSID adalah Secretary
General (Sekjen). Ia berfungsi sebagai registrar (pendaftar atau
panitera). ICSID menyimpan daftar nama untuk dicantumkan ke
dalam suatu panel arbitrase atau konsiliasi. Setiap negara peserta
konvensi dapat menunjuk 4 orang arbitrator atau konsiliator ke
dalam masing-masing daftar panel tersebut. Mereka dapat
warganegaranya atau orang asing. Ketua Dewan Admintratif dapat
menunjuk 10 orang pada masing-masing panel.
Contoh lain dalam sengketa di ICSID ini adalah sengketa antara KPC
dan pemerintah Kaltim, Pemprov Kaltim telah mencabut gugatan
sengketa divestasi melalui ICSID pada 2008 saat era Gubernur Kaltim
Yurnalis Ngayoh. Dampak pencabutan itu, Pemprov Kaltim bakal
menerima kompensasi senilai Rp 285 miliar, tetapi hingga kini belum
dibayar KPC.
g. Penyelesaian Yudisial.
Penyelesaiaan yudisial berarti suatu penyelesaian yang dihasilkan
melalui suatu yang penagdilan internasional yang dibentuk
sebagaimana mestinya, dengan memberlakukan kaidah-kaidah
hukum. Salah satunya “organ umum” untuk penyelesaian yudisial
yang saat ini tersedia dalam masyarakat inetrnasional adalah
International Court of justice di the Haque yang menggantikan dan
melanjutkan kontinuitas Permanent Court of International Justice.
Pengukuhan lembaga ini dilaksanakan pada tanggal 18 april 1946
oleh dewan majelis PBB.
Intenational Court of justice dibentuk berdasarkan Bab IV (pasal 92-
96) Charter PBB yang dirumuskan di san fransisico pada tahun 1945.
Mahkamah Internasional terdiri dari 15 hakim, dua merangkap ketua
dan wakil ketua, masa jabatan 9 tahun. Anggotanya direkrut dari
warga Negara anggota yang dinilai cakap di bidang hukum
internasional. Lima berasal dari Negara anggota tetap Dewan
Keamanan PBB seperti Cina, Rusia, Amerika serikat, Inggris dan
Prancis.
Fungsi Mahkamah Internasional Adalah menyelesaikan kasus-kasus
persengketaan internasional yang subyeknya adalah Negara. Ada 3
kategori Negara, yaitu :
1) Negara anggota PBB, otomatis dapat mengajukan kasusnya ke
Mahkamah Internasional.
2) Negara bukan anggota PBB yang menjadi wilayah kerja
Mahkamah intyernasional. Dan yang bukan wilayah kerja Mahkamah
Internasional boleh mengajukan kasusnya ke Mahkamah
internasional dengan syarat yang ditentukan dewan keamanan PBB
3) Negara bukan wilayah kerja (statute) Mahkamah internasional,
harus membuat deklarasi untuk tunduk pada ketentuan Mahjkamah
internasional dan Piagam PBB.
ICJ merupakan salah satu dari 6 organ utama PBB. Namun badan ini
memiliki kedudukan khusus dibandingkan 5 organ utama lainnya. ICJ
atau Mahkamah tidak memiliki hubungan hierarkhis dengan badan-
badan utama PBB lainnya. Ia benar-benar lembaga hukum dalam
sebagai suatu pengadilan. Ia bukan pula pengadilan konstitutsi
(Constitutional Court) yang memiliki kewenangan untuk meninjau
(mereview) putusan-putusan politis yang dibuat oleh Dewan
Keamanan. Ia menggunakan nama resmi ICJ dan tidak menggunakan
simbol atau nama PBB dalam putusannya.
kedudukan ICJ ini memang unik. Kedudukan seperti ini memang
perlu dipertahankan. Sebagai salah satu organ utama PBB, ia harus
benar-benar menunjukkan kemandiriannya sebagai suatu organ atau
badan pengadilan.
Jurisdiksi Mahkamah Internasional mencakup dua hal: 1 Jurisdiksi
atas pokok sengketa yang diserahkannya (contentious jurisdiction);
dan 2 non-contentious jurisdiction atau jurisdiksi untuk memberikan
nasihat hukum (advisory jurisdiction). Tindakann perlindungan
sementara ini termasuk juga ke dalam jurisdiksi Mahkamah, yakni
berada dalam ruang lingkup jurisdiksi yang disebut incidental
jurisdiction. Berdasarkan jurisdiksi ini, Mahkamah memiliki
wewenang untuk menyatakan diberlakukannya suatu tindakan-
tindakan perlindungan sementara, membolehkan suatu intervensi
dan manafsirkan atau merubah suatu putusan.
Sesuai dengan namanya, tindakan perlindungan sementara ini
berkaitan dengan perlindungan hak-hak para pihak sementara
persidangan atas pokok sengketanya sendiri sedang berlangsung
Dasar hukum yang mendasari jurisdiksi seperti ini terdapat dalam
Pasal 41 Statuta ICJ.
Dasar pembenaran pemberian perlindungan ini berasal dari prinsip
hukum yang sudah mendasar yakni bahwa putusan suatu pengadilan
haruslah efektif. Karenanya, sangatlah penting bagi pengadilan untuk
mencegah salah satu atau kedua belah pihak untuk mengganggu
situasi atau mencoba untuk membuat pihak lainnya fait accompli.

Cara-cara Penyelesaian Paksa atau Kekerasan


a. Perang dan Tindakan bersenjata Non perang
Keseluruhan tujuan perang adalah untuk menaklukan negara lawan
dan mebebankan syarat-syarat penyelesaiaan diamana negara yang
ditaklukan itu tidak memiliki alternative lain selain mematuhinya.
b. Retorsi (retorsion)
Retorsi adalah istilah teknik pembalasan dendam oleh suatu negara
terhadap tindakan-tindakan yang tidak pantas aatau tidak patut dari
negara lain, balas dendam tersebut dilakuakna dalam bentuk
tindakan-tindakan sah yang tidak bersahabat didalam konferensi
negara yang kehormatannya dihina: misalnya merenggangnya
hubungan diplomati anta 2 negara, pencabutan previllage diplomatic
dan lain-lain.
c. Tindakan-tindakan Pembalasan (Repraisals)
Pembalasan adalah tindakan yang dipakai oleh negara-negara untuk
mengupayakan diperolehnya ganti rugi dari negara-negara lain
dengan melakukan tindakan-tindakan yang besifat pembalasan. Saat
ini praktek pembalasan hanya dibenarkan, apabila negara yang dituju
oleh pembalasan ini bersalah melakukan tindakan yang sifatnya
merupakan pelanggaran internasional. Contoh nyata tindkan
pembalsan, misalnya pengusiran orang-orang hungaria dari
Yugoslavia pada tahun 1935, yang merupakan balas dendam dari
pembunuhan raja Alexander dari yugoslavia.
d. Blokade Secara Damai (pacific Blokade)
Blokade secara damai adalah suatu tindakan yang dilakukan secara
damai. Kadang-kadang dilakukan sebagi suatu pembalasan, tindakan
itu pada umumnya ditujukan untuk memaksa negara yang
pelabuhannya diblokade untuk mentaati permintaan ganti rugi
kerugian yang diderita oleh negara untuk meblokade.
Ada beberapa manfaat nyata dalam pengunaan blokade damai.
Tindakan ini merupakan cara yang jauh dari kekerasan dibanding
dengan perang dan blokade yang sifatnya fleksibel.
Berikut ini adalah beberapa contoh mengenai perana hukum
internasional (berdasarkan sumber-sumbernya) dalam menjaga
perdamaian dunia.
1. Perjanjian pemanfaatan Benua Antartika secara damai pada
tahun 1959
2. Perjanjian pemanfaatan nuklir untuk kepentingan perdamaian
pada tahun 1968
3. Perjanjian damai Dayton (Ochio-AS) pada tahun 1995 yang
mengharuskan Serbia, Muslim Bosnia, dan Krosia mematuhinya.
Untuk mengatasi prjanjiantersebut, NATO menempatkan
pasukannya guna menegakkan hukum intgernasional yang telah
disepakati.

BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan
Hukum Internasional, sebagaimana kita ketahui merupakan
keseluruhan kaidah yang sangat diperlukan untuk mengatur sebagian
besar hubungan-hubungan antar Negara-negara. Tanpa adanya
kaidah ini tidak mungkin Negara-negara didunia dapat hidup
berdampingan seperti adanya saat sekarang ini.
Memang benar bahwa pada kalangan tertentu ada
kecendrungan untuk mengecilkan makna hukum internasional,
bahakan hingga taraf mempersoalkan keberadaan dan nilai hukum
internasional. Terdapat dua alasan yang mendasari pandangan ini:
a. Pada umumnya dianut pandangan bahwa kaidah-kaidah hukum
internasional hanya ditujuan unutuk memelihara perdamaian,
b. Diabaikannya sejumlah besar kaidah yang berbeda dengan
kaiadah-kaidah yang berkenaan dengan “politik tingkat tinggi”, yaitu
masalah masalah perdamaian atau perang hanya sedikit yang
mendapat publisitas,[4]
Pelanggaran-pelanggaran yang mengakibatkan perang atau konflik-
konflik agresi dan ketidakberdayaan hukum internasional untuk
menanggulangi persoalan-persoalan seperti pelucutan senjata ,
terorisme internasional dan perdagangan senjata-senjata
konvensional cenderung mendapat perhatian yang tidak memuaskan
dan dari inilah umum mengambil kesimpulan yang keliru mengenai
tidak berfungsinya sama sekali hukum internasional. Bagaimanapun
juga eksistensi dari hukum internasional itu sendiri tidak bisa
dilupakan begitu saja.
Dari uraian sebelumnya dapat diatarik kesimpulan bahwa peranan
hukum internasional terutama dalam penyelesaian sengketa
internasional dan terciptanya perdamaian dunia ada 4 macam yaitu
antara lain :
1. Pada prinsipnya hukum internasional berupaya agar hubungan-
hubungan antar negara terjalin dengan persahabatan (friendly
relations among States) dan tidak mengharapkan adanya
persengketaan;
2. Hukum internasional memberikan aturan-aturan pokok kepada
negara-negara yang bersengketa untuk menyelesaikan sengketanya;
3. Hukum internasional memberikan pilihan-pilihan yang bebas
kepada para pihak tentang cara-cara, prosedur atau upaya yang
seyogyanya ditempuh untuk menyelesaikan sengketanya; dan
4. Hukum internasional modern semata-mata hanya
menganjurkan cara penyelesaian secara damai; apakah sengketa itu
sifatnya antar negara atau antar negara dengan subyek hukum
internasional lainnya. Hukum internasional tidak menganjurkan
sama sekali cara kekerasan atau peperangan.
Hadirnya lembaga-lembaga atau mekanisme penyelesaian sengketa
yang diciptakan oleh masyarakat internasional pada umumnya
ditujukan untuk suatu maksud utama, yakni memberi cara mengenai
bagaimana seharusnya sengketa internasional diselesaikan secara
damai.
Peran hukum internasional dalam penyelesaian sengketa ini cukup
penting. Hukum internasional tidak semata-mata mewajibkan
penyelesaian secara damai, hukum internasional ternyata pula
memberi kebebasan seluas-luasnya kepada negara-negara untuk
menerapkan atau memanfaatkan mekanisme penyelesaian sengketa
yang ada baik yang terdapat dalam Piagam PBB, perjanjian atau
konvensi internasional yang negara-negara yang bersengketa telah
mengikatkan dirinya. Semua ini menunjukkan dan memperkuat
tujuan akhir dari hukum internasional mengenai penyelesaian
sengketa ini yaitu penyelesaian secara damai dan tidak menghendaki
penyelesaian secara kekerasan (militer).
Hukum Internasional yang bertugas mengatur segala macam
interaksi tersebut telah dituntut untuk berperan lebih aktif demi
terlaksananya hubungan dan kerjasama antarbangsa yang harmonis
serta terpeliharanya keterlibatan, perdamaian dan keamanan dunia.

Anda mungkin juga menyukai