BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan tugas besar ini, yaitu :
1. Mengetahui curah hujan rencana pada berbagai kala ulang 2,5,10, dan 20 tahun di Perumahan
BTN?
2. Mengetahui pola airan dari jaringan drainase di Perumahan BTN?
1
Jurusan Teknik Sipil, FST, UNDANA
3. Mengetahui debit rencana sesuai dengan kala ulang 2,5,10, dan 20 tahun di Perumahan BTN?
4. Dapat mendesain saluran dan bangunan pada jaringan drainase di Perumahan BTN?
2
Jurusan Teknik Sipil, FST, UNDANA
BAB II
ANALISIS HIDROLOGI
3
Jurusan Teknik Sipil, FST, UNDANA
4
Jurusan Teknik Sipil, FST, UNDANA
∑n (X i − ̅
X)2 36524.80
S = √ i=1 =√ = 43.845
n−1 20 − 1
c. Koefisien Variasi ( Cv )
S 95.400
Cv = X̅ = 43.845 = 0.460
d. Koefisien Skewness ( Cs )
n
n
(n 1)( n 2) i 1
( X i X )3
Cs 3
0.978
S
e. Koefisien Kurtosis ( CK )
n
n2 (X i X )4
Ck i 1
3.830
(n 1)( n 2)( n 3) S
4
XT = X + K T . S
X2 = 95.400 + ( 0.84 x 43.845)
= 132.230 mm
Jadi, besarnya curah hujan pada kala ulang 5 tahun sebesar 132.230 mm
c. Analisa Curah Hujan Untuk Kala Ulang 10 tahun
Berdasarkan Tabel Faktor Frekuensi ( KT ) pada lampiran 3 untuk kala ulang 10tahun nilai
KT adalah 1.28, maka besarnya curah hujan pada kala ulang 1.28 tahun adalah:
XT = X + K T . S
X2 = 95.400 + ( 1.28 x 43.845)
= 151.521 mm
Jadi, besarnya curah hujan pada kala ulang 10 tahun sebesar 151.521 mm
d. Analisa Curah Hujan Untuk Kala Ulang 20 tahun
Berdasarkan Tabel Faktor Frekuensi ( KT ) pada lampiran 3 untuk kala ulang 20 tahun
nilai KT adalah 1.64, maka besarnya curah hujan pada kala ulang 20 tahun adalah:
XT = X + K T . S
X2 = 95.400 + ( 1.64 x 43.845)
= 167.305 mm
Jadi, besarnya curah hujan pada kala ulang 20 tahun sebesar 167.305 mm
Tabel 2.3. Hasil Perhitungan Curah Hujan dengan Distribusi Normal Untuk Beberapa Kala Ulang
Log YT = Y + KT . Slog x
Dimana :
XT = perkiraan nilai yang diharapkan terjadi pada periode ulang T tahun.
6
Jurusan Teknik Sipil, FST, UNDANA
Untuk analisa curah hujan rencana dengan distribusi log normal akan mempergunakan tabel
bantu perhitungan seperti terlihat pada Tabel 2.4
̅)2
∑n (LogX i − LogX 0.73893
SLog X = √ i=1 =√ = 0.19721
n−1 20 − 1
7
Jurusan Teknik Sipil, FST, UNDANA
c. Koefisien Variasi ( Cv )
SLog X 0.19721
Cv = LogX̅ = 1.93762 = 0.10178
d. Koefisien Skewness ( Cs )
n
n
( LogX i LogX ) 3
(n 1)( n 2) i 1
Cs 3
0.08129
S LogX
e. Koefisien Kurtosis ( CK )
n
n 2 ( LogX i LogX ) 4
Ck i 1
3.62585
(n 1)( n 2)( n 3) S LogX
4
Tabel 2.5. Hasil Perhitungan Curah Hujan dengan Distribusi Log Normal Untuk Beberapa Kala
Ulang
2.2.3 Analisa Curah Hujan Rencana dengan Distribusi Log Pearson Tipe III
Untuk analisa curah hujan rencana dengan distribusi Log Pearson Tipe III dipakai
persamaan :
LogX T Log X G.SLogX
X T Log 1 (Log X G.SLogX )
Dimana :
XT = perkiraan nilai yang diharapkan terjadi pada periode ulang T tahun.
LogX = nilai rata – rata logaritmik hitung.
SLogX = standar deviasi nilai logaritmik.
G = faktor frekuensi.
9
Jurusan Teknik Sipil, FST, UNDANA
Untuk analisa curah hujan rencana dengan distribusi Log Pearson Tipe III, sama
seperti pada analisa curah hujan dengan distribusi Normal dan Log Normal, juga akan
mempergunakan tabel bantu perhitungan seperti terlihat pada Tabel 2.6
Tabel 2.6 Analisa Curah Hujan dengan Distribusi Log Pearson Tipe III
10
Jurusan Teknik Sipil, FST, UNDANA
g. Standar Deviasi ( Sx )
̅) 2
∑n (LogX i − LogX 0.73893
SLog X = √ i=1 =√ = 0.19721
n−1 20 − 1
h. Koefisien Variasi ( Cv )
SLog X 0.19721
Cv = ̅
= 1.93762 = 0.10178
LogX
i. Koefisien Skewness ( Cs )
n
n
(n 1)( n 2) i 1
( LogX i LogX ) 3
Cs 3
0.08129
S LogX
j. Koefisien Kurtosis ( CK )
n
n 2 ( LogX i LogX ) 4
Ck i 1
3.62585
(n 1)( n 2)( n 3) S LogX
4
11
Jurusan Teknik Sipil, FST, UNDANA
(−0.08129)−(−0.2)
G= x (0.850 - 0.842) + 0.842 = 0.84674
(0.0−(−0.2))
Selanjutnya dicari nilai G pada kala ulang 20 tahun dengan menginterpolasi nilai
G pada kala ulang 10 dan 25 tahun sebagai berikut :
(20−10)
G20 = (25−10) x (1.7088 -1.3157) + 1.3157 = 1.5777
12
Jurusan Teknik Sipil, FST, UNDANA
Tabel 2.7 Hasil Perhitungan Curah Hujan dengan Distribusi Log Pearson Tipe III Untuk
Beberapa Kala Ulang
Dimana :
XT = Perkiraan nilai yang diharapkan terjadi pada periode ulang T tahun.
X = Nilai rata – rata hitung
S = Standar deviasi
K = Faktor frekuensi
Sn,Yn = Fungsi dari besaran atau banyaknya data
YT = Reduksi sebagai fungsi dari probabalitas
n = Banyaknya data
Tr = Periode ulang
Untuk analisa curah hujan dengan distribusi Gumbel akan mempergunakan tabel bantu
seperti terlihat pada Tabel 2.8
13
Jurusan Teknik Sipil, FST, UNDANA
X
i 1
i
1908
X 95.400
n 20
b. Standar Deviasi ( Sx )
n
(X
i 1
i X )2
36524.80
Sx 43.845
n 1 20 1
c. Koefisien Variasi ( Cv )
Sx 43.845
Cs 0.460
X 1409970.96
d. Koefisien Skewness ( Cs )
14
Jurusan Teknik Sipil, FST, UNDANA
n
n
(n 1)( n 2) i 1
(X i X )3
Cv 0.3793
S3
e. Koefisien Kurtosis ( CK )
n
n2 (X i X )4
i 1
Ck 3.830
(n 1)( n 2)( n 3) S 4
Besarnya curah hujan harian maksimum untuk kala ulang 2 tahun adalah :
X 2 X ( K .S x )
X 2 95.400 (0.148 x 43.845)
X 2 88.92mm
Jadi, besarnya curah hujan untuk kala ulang 2 tahun sebesar 88.92 mm
b. Analisa Curah Hujan Untuk Kala Ulang 5 tahun
Berdasarkan Lampiran 5 (Tabel Hubungan Sn, Yn dengan n), dengan n = 20
diperoleh besarnya nilai S20 = 1.0628 dan Y20 = 0.5236. Dan dari Lampiran 4 (Tabel
Hubungan Tr dengan YTr) diperoleh besarnya nilai Y5 tahun = 1.4999, Sehingga
besarnya nilai faktor frekuensi (K) adalah :
YT S n
K
Yn
(1.4999 0.5236)
K
1.0628
K 0.919
15
Jurusan Teknik Sipil, FST, UNDANA
Besarnya curah hujan harian maksimum untuk kala ulang 5 tahun adalah :
X 2 X ( K .S x )
X 2 95.400 (0.919 x 43.845)
X 2 135.68mm
Jadi, besarnya curah hujan untuk kala ulang 5 tahun sebesar 135.68 mm
c. Analisa Curah Hujan Untuk Kala Ulang 10 tahun
Berdasarkan Lampiran 5 (Tabel Hubungan Sn, Yn dengan n), dengan n = 20
diperoleh besarnya nilai S20 = 1.0628 dan Y20 = 0.5236. Dan dari Lampiran 4 (Tabel
Hubungan Tr dengan YTr) diperoleh besarnya nilai Y10 tahun = 2.2504, Sehingga
besarnya nilai faktor frekuensi (K) adalah :
YT S n
K
Yn
(2.2504 0.5236)
K
1.0628
K 1.625
Besarnya curah hujan harian maksimum untuk kala ulang 10 tahun adalah :
X 2 X ( K .S x )
X 2 95.400 (1.625 x 43.845)
X 2 166.64mm
Jadi, besarnya curah hujan untuk kala ulang 10 tahun sebesar 166.64 mm
d. Analisa Curah Hujan Untuk Kala Ulang 20 tahun
Berdasarkan Lampiran 5 (Tabel Hubungan Sn, Yn dengan n), dengan n = 20
diperoleh besarnya nilai S20 = 1.0628 dan Y20 = 0.5236. Dan dari Lampiran 4 (Tabel
Hubungan Tr dengan YTr) diperoleh besarnya nilai Y20 tahun = 2.9702, Sehingga
besarnya nilai faktor frekuensi (K) adalah :
YT S n
K
Yn
(2.9702 0.5236)
K
1.0628
K 2.302
Besarnya curah hujan harian maksimum untuk kala ulang 20 tahun adalah :
X 2 X ( K .S x )
X 2 95.400 (2.302 x 43.845)
X 2 196.33mm
Jadi, besarnya curah hujan untuk kala ulang 20 tahun sebesar 196.33 mm
16
Jurusan Teknik Sipil, FST, UNDANA
Tabel 2.9 Hasil Perhitungan Curah Hujan dengan Distribusi Gumbel Untuk Beberapa Kala
Ulang
2.2.5 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Curah Hujan Rencana Untuk Setiap Distribusi
per Kala Ulang
Berdasarkan hasil – hasil perhitungan curah hujan rencana untuk setiap kala ulang
dengan memakai distribusi - distribusi yang ada, hasil perhitungan curah hujan rencana
untuk setiap distribusi direkapitulasi ulang dalam Tabel 2.10
Tabel 2.10. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Curah Hujan Untuk Setiap Distribusi per Kala
Ulang
17
Jurusan Teknik Sipil, FST, UNDANA
Berdasarkan data pada Tabel 2.11. dapat dilihat bahwa distribusi Normal, Log Normal
dan Gumbel tidak memenuhi persyaratan statistic yang disyaratkan untuk menjamin
validitas data, sehingga dari persyaratan yang ada, jika distribusi – distribusi yang lain
tidak memenuhi syarat maka akan dipakai distribusi Log Pearson Tipe III.
Jadi, untuk analisa selanjutnya akan dipakai hasil perhitungan curah hujan harian
maksimum yang didapat dari perhitungan dengan menggunakan Distribusi Log Pearson
Tipe III.
18
Jurusan Teknik Sipil, FST, UNDANA
Mengacu pada data Tabel 2.6. (Tabel Analisa Curah Hujan rencana dengan
Distribusi Log Person Tipe III), diperoleh data- data sebagai berikut :
Jumlah data (n) = 20 buah data
Jumlah kelas (k)
k 1 3.322 Logn
k 1 3.322 Log 20
k 5.189
k 5
Jangkauan ( Range )
(Qmaks Qmin)
Range
Jumlah Kelas
(202 30)
Range
5
Range 34.4
Frekuensi Harapan ( EF )
n
EF
k
20
EF
5
EF 4
Perhitungan - perhitungan untuk uji Chi-Kuadrat, selanjutnya akan ditampilkan
dalam bentuk tabel seperti terlihat pada Tabel 2.12
Tabel 2.12. Perhitungan untuk Uji Chi-Kuadrat
19
Jurusan Teknik Sipil, FST, UNDANA
Berdasarkan nilai pada Lampiran 6 (Tabel Nilai Kritis Untuk Distribusi Chi-
Square), dengan dk = 4 dan derajat signifikan 5% (0.05) diperoleh Chi-Square tabel
(5%) = 9.488
Mengacu pada hasil yang diperoleh pada Tabel 2.12 karena Chi-Square hitung <
Chi-Square tabel (5%) yang berarti bahwa peluang distribusi yang dipilih untuk dapat
mewakili distribusi statistik sampel lebih besar dari 5% maka Distribusi Log Pearson
Tipe III “dapat diterima”.
b. Uji Smirnov – Kolmogorov
Metode Kolmogorov-Smirnov tidak jauh beda dengan metode Lilliefors. Langkah-
langkah penyelesaian dan penggunaan rumus sama, namun pada signifikansi yang
berbeda. Signifikansi metode Kolmogorov-Smirnov menggunakan tabel pembanding
Kolmogorov-Smirnov, sedangkan metode Lilliefors menggunakan tabel pembanding
metode Lilliefors. Untuk pengujian kecocokan dengan metode Smirnov-Kolmogorov
perhitungannya ditabelkan dalam Tabel 2.13.
Tabel 2.13. Tabel Uji Smirnov – Kolmogorov
20
Jurusan Teknik Sipil, FST, UNDANA
Dimana :
Log X - Log X
Nilai K
Sx
Nilai Pr = (Hasil Interpolasi mengacu pada nilai K berdasarkan Lampiran 2 ( Tabel
Distribusi Log Pearson Tipe III untuk Koefisien Kemencengan Cs)
Pr
Nilai Px 1 -
100
no urut
Nilai Sn
(Jumlah data - 1)
Berdasarkan data dalam Tabel 2.13. di atas, diperoleh nilai ∆ maks hitung = 0.1236.
Berdasarkan Lampiran 7 ( Tabel Nilai Kritis ∆cr untuk Uji Smirnov – Kolmogorov ) didapat
nilai ∆cr untuk N = 20 dan derajat kepercayaan ά ( 5% ) sebesar 0.2940.
Karena ∆Maks Tabel< ∆Cr(5%) yang berarti bahwa peluang distribusi yang dipilih dapat
mewakili distribusi statistik sampel lebih besar dari 5% maka Distribusi Log Pearson Tipe
III dapat diterima.
21
Jurusan Teknik Sipil, FST, UNDANA
127.23 24
I
24 5
60
I 231.198 mm/jam
Jadi, intensitas hujan untuk kala ulang 5 tahun dengan durasi 5 menit sebesar 231.198
mm/jam
Hasil perhitungan intensitas hujan dengan Rumus Mononobe untuk kala ulang dan
durasi lainnya ditampilkan dalam Tabel 2.13. berikut.
Tabel 2.14. Perhitungan Intensitas Hujan dengan Rumus Mononobe
Berdasarkan data pada Tabel 2.14, dibuat lengkung Intensitas – Durasi – Frekuensi
seperti terlihat pada Gambar 2.1.
22
Jurusan Teknik Sipil, FST, UNDANA
400
350
300
250
200
150
100
50
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130
Durasi (menit)
kala ulang 2 tahun kala ulang 5 tahun kala ulang 10 tahun kala ulang 20 tahun
Berdasarkan Grafik 2.1 Hubungan Intensitas, Durasi dan Frekuensi, dapat dilihat bahwa
intensitas hujan berbanding terbalik dengan durasi dan berbanding lurus dengan frekuensi (
kala ulang ). Pada hubungan antara intensitas hujan dan durasinya, semakin lama durasi hujan
maka semakin kecil intensitas hujannya, begitu pun sebaliknya. Sedangkan hubungan antara
intensitas hujan dan frekuensi, semakin besar frekuensi (kala ulang ) semakin besar pula
intensitasnya, begitupun sebaliknya.
Salah satu cara untuk menentukan debit rencana adalah dengan menggunakan metode
rasional. Metode ini sangat sederhana dan mudah dalam penggunaannya, namun terbatas
hanya untuk DAS-DAS dengan ukuran kecil ( A < 500 ha ).
Persamaan dasar metode rasional adalah
Q = C. I. A.
Dimana :
Q = Debit puncak banjir pada periodeulang T tahun ( m3/detik)
C = Koefisien pengaliran
I =Intensitas hujan ( mm/detik )
23
Jurusan Teknik Sipil, FST, UNDANA
A = Luas DAS ( jika A dalam ha, maka persamaan tersebut dikalidengan 0.00278 dan jika A
dalam km, maka dikali dengan 0.278 )
Metode rasional ini dikembangkan berdasarkan asumsi bahwa :
Curah hujan terjadi secara serantak dan seragam menurut waktu.
Curah hujan terjadi tersebar seragam menurut ruang.
Lamanya hujan setidaknya sama dengan waktu konsentrasi ( tc ).
a. Koefisien Pengaliran ( C )
Koefisien pengaliran mencerminkan keadaan permukaan DAS apakah ada tanaman yang
dapat menyerap air kedalam tanah. Faktor yang mempengaruhi nilai C adalah laju infilterasi
tanah, kemiringan lahan, presentasi lahan kedap air, intensitas hujan, sifat dan kondisi tanah
serta air tanah.
Berdasarkan koefisien C yang bergantung pada jenis muka tanah atau tata guna lahan.
Pada kenyataan suatu DAS terdiri dari berbagai penggunaan lahan dengan koefisien
pengaliran yang berbeda. Untuk kondisi demikian penentuan nilai C dilakukan dengan
memakai rumus :
𝐴1𝐶1 + 𝐴2𝐶2 + 𝐴3𝐶3 + ..... + 𝐴𝑛𝐶𝑛
Cw =
𝛴𝐴
Dimana :
Cw = Koefisien pengaliran gabungan
A1, A2, A3, . . , An = Bagian luas DAS sebanyak n dengan tata guna lahan yang berbeda.
Dalam perencanaan ini, nilai koefisien pengaliran tidak dihitung akan tetapi akan digunakan
koefisien pengaliran yang telah diketahui sebesar 0.50 (Lampiran 9) .
24
Jurusan Teknik Sipil, FST, UNDANA
Gambar 2.2. Pola aliran dan pembagian daerah tangkap air (DTA) pada daerah tinjauan
25
Jurusan Teknik Sipil, FST, UNDANA
26
Jurusan Teknik Sipil, FST, UNDANA
K2 0.008
K3 0.008
K4 0.008
L1 0.010
L2 0.008
L 0.032
L3 0.006
L4 0.008
Total Luasan DTA 0.937
Sumber: hasil perhitungan 2018
c. Waktu konsentrasi (tc)
Waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan oleh air hujan yang jatuh untuk
mengalir dari titik terjauh sampai ke tempat pengamatan (tempat keluaran DAS atau titik
kontrol). Setelah tanah menjadi jenuh dan depresi-depresi kecil terpenuhi. Persamaan
kripich untuk menentukan waktu konsentrasi:
0,87 𝑙2
tc = 0,945( )
1000.𝑆
Dimana :
Tc = waktu konsentrasi (jam)
L = panjang saluran utama dan hulu sampai ke titik pengamatan (km)
S = kemiringan rata-rata saluran (mm)
27
Jurusan Teknik Sipil, FST, UNDANA
Untuk Perhitungan waktu konsentrasi setiap saluran drainase hanya akan diperlihatkan
contoh perhitungan untuk saluran A1. Hasil perhitungan lainnya ditampilkan dalam Tabel
2.16.
Contoh perhitungan waktu konsentrasi (tc)
Diketahui berdasarkan hasil pengukuran pada topografi di dapat hasil bahwa panjang
saluran A-1 adalah 204 m. Dalam perencanaan ini direncanakan akan dibuat saluran dari
pasang beton sehingga nilai koefisien Manning yang telah diketahui adalah 0,016
(Lampiran 11). Jarak limpasan air dari titik terjauh pada daerah yang dilayani saluran A-1
sampai ke saluran A-1 sejauh 345 m. Kemiringan DAS (s) = 0.938 %.Kecepatan aliran
dalam saluran (V) = 1,5 m/detik (Lampiran 9).
28
Jurusan Teknik Sipil, FST, UNDANA
Dalam perencanaan saluran drainase, waktu konsentrasi (tc) yang digunakan adalah
waktu konsentrasi desain (tcdesain) yaitu waktu konsentrasi yang dihitung berdasarkan
jaringan alir yang menuju dan melewati suatu saluran tertentu.
Untuk Perhitungan waktu konsentrasi desain (tcdesain) setiap saluran drainase hanya
akan diperlihatkan contoh perhitungan untuk saluran A4. Hasil perhitungan lainnya
ditampilkan dalam Tabel 2.17.
Contoh perhitungan waktu konsentrasi desain (tcdesain)
Berdasarkan pola aliran pada gambar 2.1, dapat diketahui bahwa saluran A2
mendapatkan air dari aliran pada saluran A1, hal ini berarti waktu konsentrasi desain
(tcdesain) pada saluran A2 juga mendapatkan tambahan dari lamanya aliran air pada saluran
29
Jurusan Teknik Sipil, FST, UNDANA
A1 yang menuju saluran A2. Sehingga (tcdesain) pada saluran A2 dapat dihitung dengan
persamaan :
tcdesainA2= td + tc A1
= 7.31 menit + 3.66 menit
= 10.97 menit
= 0.18 jam
Jadi, nilai waktu konsentrasi desain (tcdesain) pada saluran A2 adalah 0.18 jam
Hasil perhitungan untuk saluran-saluran lainnya dapat dilihat dalam Tabel 2.17
Tabel 2.17 Waktu Konsentrasi Desain (tcdesain) Setiap Saluran
30
Jurusan Teknik Sipil, FST, UNDANA
31
Jurusan Teknik Sipil, FST, UNDANA
32
Jurusan Teknik Sipil, FST, UNDANA
Dimana :
Q = debit banjir puncak pada periode ulang T tahun (m3/detik)
C = koefisien pengaliran (Lampiran 8)
I = intensitas hujan ( mm/jam)
A = luasan DAS (jika A dalam ha maka persamaan tersebut dikali dengan 0,00278 dan
jika A dalam km2, maka dikali dengan 0,278)
Untuk Perhitungan debit banjir puncak setiap saluran hanya akan diperlihatkan contoh
perhitungan untuk saluran A1. Hasil perhitungan lainnya ditampilkan dalam Tabel 2.19.
Contoh perhitungan debit puncak banjir saluran
Diketahui:
Intensitas hujan saluran A1 sebesar 284.51 mm/jam dan luas daerah layanan saluran A-1
sebesar 0.035 km2. Koefisien pengaliran untuk daerah perumahan adalah 0.50 ( Lampiran
8) sehingga besarnya debit puncak banjir untuk saluran A-1 sebesar:
Karena luas daerah yang dilayani dalam km2, maka persamaan rasional untuk menghitung
debit banjir di ubah menjadi:
Q = 0,278.C.I.A
= 0.278 x 0.50 x 284.51 x 0.035
= 1.38 m3/detik
Jadi, besar debit puncak banjir untuk saluran A-1 adalah sebesar 1.39 m3/detk
34
Jurusan Teknik Sipil, FST, UNDANA
Pada perencanaan saluran drainase kali ini, hanya akan diperhitungkan debit hasil
limpasan air hujan. Hal ini karena kecilnya nilai debit air kotor buangan penduduk
sehingga diasumsikan sama dengan nol.
QR = QAH
Hasil perhitunga ndebit rencana ditampilkan dalam Tabel 2.20
36
Jurusan Teknik Sipil, FST, UNDANA
37
Jurusan Teknik Sipil, FST, UNDANA
Dimana
Q = debit rencana (m3/detik)
A = luas penampang basah (m2)
V = kecepatan aliran (m/detik)
n = Koefisien kekasaran permukaan Manning (Lampiran 11)
R = jari-jari hidrolis(m), (A/P)
Ρ = keliling basah saluran (m)
Dalam perhitungan dimensi saluran perlu diperhatikan agar kecepatan aliran dalam
saluran tidak kurang dari 0,6-0,9 m/detik, hal ini untuk menghindari terjadinya
pengendapan pada saluran. Selain itu, perlu juga diperhatikan agar kecepatan aliran tidak
lebih dari batas-batas yang diberikan berikut, sehingga tidak terjadi penggerusan pada
saluran.
Batas kecepatan setiap saluran:
a. Saluran beton v = 2-4 m/detik
b. Saluran pasangan batu v = 1,5-2 m/detik
c. Saluran tanah v = 0,7-0,9 m/detik
Ada beberapa jenis bentuk penampang saluran drainase yaitu antara lain bentuk
penampang persegi, segitiga, setengah lingkaran dan lingkaran penuh. Dalam perencanaan
ini direncanakan akan dibuat saluran dengan bentuk penampang persegi dan pasangan
beton.
38
Jurusan Teknik Sipil, FST, UNDANA
Suatu penampang menjadi efisien apabila keliling basahnya mencapai nilai minimum,
atau secara matematis dapat ditulis dp/dh = 0, sehingga saluran tersebut dapat menampung
debit (Q) yang maksimum. Untuk saluran dengan bentuk penampang persegi
akanmemberikan luas tampang yang ekonomis apabila lebar dasar saluran sama dengan 2
kali kedalamannya.Atau secara matematis dapat ditulis:
b = 2.h ataub/h = 2
Dimana :
b = lebar dasar saluran drainase (m)
h = tinggi basah saluran drainase (m)
Dalam perencanaan ini penerapan prinsip tampang lintang ekonomis tidak diterapkan
karena setelah dilakukan analisa, jika diterapkan prinsip tampang lintang ekonimis dimana
b = 2h, maka akan didapat dimensi saluran yang cukup besar. Hal ini dirasa perencana
kurang efektif untuk daerah perkotaan karena minimnya lahan yang ada sebab dengan
lebar dasar yang besar tentu akan memerlukan lahan yang lebih luas untuk membangun
saluran, sehingga diputuskan memperdalam saluran sehingga lebar saluran dapat
dikurangi dengan menggunakan dimensi b = 0.75h.
Untuk Perhitungan dimensi penampang setiap saluran hanya akan diperlihatkan
contoh perhitungan untuk saluran A1. Hasil perhitungan lainnya ditampilkan dalam Tabel
2.21.
Contoh perhitungan dimensi saluran drainase
Berikut ditampilkan contoh perhitungan dimensi saluran untuk saluran A-1
39
Jurusan Teknik Sipil, FST, UNDANA
Diketahui
Debit rencana untuk ruas saluran A1 (QA-1) adalah 1.39 m3/detik, nilai koefisien Manning
(n) untuk saluran beton adalah 0,016 (Lampiran 11). Kemiringan saluran (I) yang
direncanakan adalah 2% .
Dimensi yang digunakan : b = 0.75h, maka
Luas penampang basah (A)
A =bxh
=0.75h x h
= 0.75h2
Keliling basah (p)
P = b + 2h
= 0.75h + 2h
= 2.75h
Jari-jari hidrolis (R)
𝐴
R =𝑃
= 0.75h2/2.75h
= 0,273 h
Sehingga persamaan kecepatan Manning, kecepatan aliran air dalam saluran drainase
didapatkan
V = 1/n x R2/3x I1/2
2 1
1
= 0,016 𝑥 (0,273ℎ)3 𝑥 (0,02)2
= 3.717 h2/3
Debit aliran (Q)
Q = A. V
Q = 0.75h2(3.717 h2/3)
1.39 = 2.788 h8/3
h = 0.77 m
Sehingga di dapat
b = 0.75 h
= 0.75 x 0.77
= 0.58 m
p = 2.75h
40
Jurusan Teknik Sipil, FST, UNDANA
= 2.75 x 0.77
= 2.12 m
R = 0,273h
= 0,273 x 0.77
= 0.21 m
Tinggi jagaan (w)
w = 20% x h
= 20% x 0.77
= 0.15 m
Tinggi total (t)
t=w+h
= 0.15 + 0.77
= 0.92 m
Kecepatan aliran (V)
V = 3.717 h2/3
= 3.717 x 0.772/3
= 3.12 m/detik
Jadi, saluran drainase yang direncanakan pada ruas A1 memiliki tinggi (t) = 0.92 m dan
lebar (b) = 0.58 m dengan kecepatan aliran air sebesar 3.12 m/detik.
41
Jurusan Teknik Sipil, FST, UNDANA
42