Anda di halaman 1dari 110

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 48
JL. MATRAMAN RAYA NO.55 JAKARTA TIMUR
PERIODE 02 JANUARI – 14 FEBRUARI 2014

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

FABIOLA BIWARA RATRI, S.Farm.


1306343561

ANGKATAN LXXVIII

FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JUNI 2014

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 48
JL. MATRAMAN RAYA NO.55 JAKARTA TIMUR
PERIODE 02 JANUARI – 14 FEBRUARI 2014

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Apoteker

FABIOLA BIWARA RATRI, S.Farm.


1306343561

ANGKATAN LXXVIII

FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JUNI 2014

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014
Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014
Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia -
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi Apoteker
(PKPA) di Apotek Kimia Farma No. 48 yang diselenggarakan pada tanggal 02
Januari – 14 Februari 2014.
Laporan ini merupakan hasil Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang
disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Profesi Apoteker
di Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. Setelah mengikuti kegiatan PKPA ini,
diharapkan apoteker yang lulus nantinya dapat mengaplikasikan pengetahuan dan
keterampilan yang dimiliki kepada masyarakat pada saat memasuki dunia kerja.
Kegiatan PKPA ini dapat terlaksana dengan baik berkat bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
terima kasih kepada:

1. Drs. Priyanggo Artadji M, Apt.. selaku Apoteker Pengelola Apotek di unit


Bisnis Manager Jaya II, serta selaku pembimbing I dariApotek Kimia Farma
No. 48 Jakarta , atas bimbingan dan pengarahan selama pelaksanaan
Praktek Kerja Profesi Apoteker.
2. Dra. Retnosari Andrajati, M.S., PhD. selaku Pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama penulisan
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker.
3. Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Indonesia.
4. Dr. Hayun, M.S., Apt. selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas
Farmasi Universitas Indonesia.
5. Ibu Win, Kak Lava, serta Kak Rossi selaku Apoteker Pendamping di Apotek
Kimia Farma No. 48 yang telah mendampingi serta membagikan ilmunya
selama pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker.
6. Keluarga atas dukungan, perhatian, dan doa yang diberikan kepada penulis
dalam melaksanakan kegiatan di Program Profesi Apoteker di Fakultas
Farmasi Universitas Indonesia.

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


7. Seluruh staf Fakultas Farmasi Universitas Indonesia dan seluruh staf Apotek
Kimia Farma No.48
8. Teman-teman Apoteker angkatan LXXVIII atas kebersamaannya selama satu
tahun ini.
9. Pihak - pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah
memberikan dukungan dalam penyusunan laporan ini.

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih terdapat


kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun. Akhir kata, penulis berharap semoga pengetahuan dan
pengalaman yang penulis peroleh selama menjalani PKPA ini dapat memberikan
manfaat bagi rekan-rekan sejawat dan semua pihak yang membutuhkan.

Penulis

2014

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014
ABSTRAK

Nama : Fabiola Biwara Ratri, S. Farm

NPM : 1306343561

Program Studi : Profesi Apoteker

Judul : Laporan Praktik kerja Profesi Apoteker di Apotek


Kimia Farma No. 48 Jalan Matraman Raya No. 55
Jakarta Timur Periode 02 Januari - 14 Februari 2014

Praktek Kerja Profesi Apoteker dilaksanakan di Apotek Kimia Farma No. 48


Jakarta bertujuan untuk memahami tugas dan fungsi seorang Apoteker Pengelola
Apotek (APA) di Apotek dan memahami kegiatan apotek secara teknis
kefarmasian mauun non eknis kefarmasian. Tugas Khusus yang diberikan adalah
mengenai penatalaksanaan penyakit hernia. Tujuan dari tugas ini adalah,
diharapkan apoteker dapat memahami mengenai penyakit ini secara lebih detail
dan mampu untuk mengetahui pelayanan kefarmasian apa yang sesuai dalam
rangka penatalaksanaan terhadap penyakit ini

Kata kunci : Apotek Kimia Farma No. 48; Penatalaksanaan Penyakit Hernia
Tugas umum : xiii + 72 halaman; 5 lampiran
Tugas khusus : iii + 22 halaman
Daftar Acuan Tugas Umum : 15 (1978 – 2013)
Daftar Acuan Tugas Khusus : 5 (1994 – 2005)

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


ABSTRACT

Name : Fabiola Biwara Ratri, S. Farm

NPM : 1306343561

Study Program : Apothecary Proffesion

Title : Report of Apothecary Proffesion Internship in 48th


Kimia Farma Pharmacy Matraman Raya 55th Street
East Jakarta in Jan 2nd - Feb 14th 2014

Apothecary Proffesion Internship held at 48th Kimia Farma Pharmacy Matraman


Raya 55th Street East Jakarta aims to understand the duties and functions of a
business Apothecary Pharmacy (APA) in pharmacies and pharmacy activities
technical understanding of pharmaceutical and non-pharmaceutical technical.
Special task given is the hernia disease management. The purpose of this task is,
pharmacists are expected to be able to understand about this disease in greater
detail and are able to determine what the appropriate pharmacy services within the
framework of the management of this disease

Keyword : 48th Kimia Farma Pharmacy; Hernia disease management


Common Task : xiii + 72 pages; 5 appendics
Special Task : iii + 22 pages
References of common task : 15 (1978 – 2013)
References of special task : 5 (1994 -2005)

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ................................................................................... i


HALAMAN JUDUL ………………………………………………………... ii
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME..................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .......................................... iv
LEMBAR PENGESAHAN ………………………………………………… v
KATA PENGANTAR ………………………………………………………. vi
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI …………... viii
ABSTRAK …………………………………………………………………... ix
ABSTRACT …………………………………………………………………. x
DAFTAR ISI ………………………………………………………………... xi
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………... xii
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………... xiii

BAB 1. PENDAHULUAN ........................................................................... 1


1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1
1.2 Tujuan ........................................................................................ 2

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 3


2.1 DefInisi Apotek ......................................................................... 3
2.2 Landasan Hukum ....................................................................... 3
2.3 Fungsi Apotek ........................................................................... 4
2.4 Persyaratan Apotek ................................................................... 4
2.5 Tata Cara Perizinan ................................................................... 7
2.6 Pencabutan Surat Izin Apotek ................................................... 8
2.7 Apoteker Pengelola Apotek ....................................................... 10
2.8 Sediaan Farmasi ........................................................................ 12
2.9 Pelayanan Kefarmasian di Apotek ............................................ 18
2.10 Swamedikasi …………………………………………………. 29
2.11 Pengadaan Persediaan Apotek ................................................. 23
2.12 Penentuan Prioritas Pengadaan ................................................ 32
2.13 Strategi Pemasaran Apotek ...................................................... 33

BAB 3. TINJAUAN UMUM PT. KIMIA FARMA APOTEK ................ 36


3.1 PT. Kimia Farma Apotek (KFA) ............................................... 36
3.2 Fasilitas dan Layanan ................................................................. 38

BAB 4. TINJAUAN KHUSUS APOTEK KIMIA FARMA NO. 48


JAKARTA ....................................................................................... 40
4.1 Struktur Organisasi dan Personalia ........................................... 40
4.2 Lokasi dan Tata Ruang Apotek ……......................................... 42
4.3 Kegiatan Apotek Kimia Farma No. 48 ………………………... 45

BAB 5. PEMBAHASAN ............................................................................. 50

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 64


1 Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


6.1 Kesimpulan ................................................................................ 64
6.2 Saran ........................................................................................... 64

DAFTAR ACUAN…………………………………………………………... 65
LAMPIRAN ................................................................................................. 67

xii

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Formulir Surat Pesanan Obat mengandung Prekursor


Farmasi dari Apotek kepada Industri Farmasi atau PBF ......... 68

Lampiran 2. Formulir Laporan Bulanan Penyaluran Obat Mengandung


Prekursor Farmasi .................................................................... 69

Lampiran 3. Formulir Laporan Pengadaan dan Penyerahan Obat


Mengandung Prekursor Farmasi............................................... 70

Lampiran 4. Surat Pesanan Narkotika .......................................................... 71

Lampiran 5. Surat Pesanan Psikotropika ...................................................... 72

xiii

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pekerjaan Kefarmasian adalah berbagai kegiatan, meliputi pengendalian
mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian
atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter,
pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat
tradisional. Salah satu tempat dilaksanakannya pekerjaan kefarmasian adalah di
apotek.(PP 51 Tahun 2009)
Apotek merupakan sarana penunjang kesehatan yang penting dalam upaya
mewujudkan kesehatan masyarakat. Selain sebagai sarana distribusi obat dan
perbekalan farmasi yang aman, bermutu dan berkhasiat, apotek juga berperan
dalam pelayanan informasi obat kepada masyarakat dan tenaga kesehatan lainnya
sehingga kedua pihak tersebut bisa mendapatkan pengetahuan yang benar serta
mampu meningkatkan kesadaran masyarakat luas dalam penggunaan obat yang
rasional (Departemen Kesehatan RI, 2004).
Apoteker sebagai penanggung jawab sebuah apotek memiliki peran yang
besar dalam menjalankan fungsi apotek baik sebagai profesional, manajerial dan
retailer. Sebagai profesional, apoteker dituntut untuk menjadi orang yang paling
mengerti saat masyarakat membutuhkan informasi tentang obat.
Saat ini telah terjadi perubahan paradigma dalam pelayanan kefarmasian di
apotek yaitu perubahandari product oriented menjadi patiens oriented,
sehinggameningkatkan kebutuhan akan tenaga apotekeryang kompeten dalam
melakukan konsultasi, edukasi dan informasi. Oleh karenaitu untuk
mempersiapkan para apoteker yang profesional, maka perlu dilakukanpraktik
kerja di apotek sebagai pelatihan untuk menerapkan ilmu yang telahdidapatkan di
masa kuliah serta dapat mempelajari segala kegiatan danpermasalahan yang ada di
suatu apotek

1 Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


2

Dalam rangka meningkatkan peran apoteker dalam pelayanan kefarmasian


Program Pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia
melakukan kerjasama dengan PT. Kimia Farma Apotek, untuk mengadakan
kegiatan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Kimia Farma yang
dilaksanakan pada tanggal 02 Januari hingga 14 Februari 2014. Program tersebut
diharapkan dapat bermanfaat besar bagi calon apoteker untuk siap terjun di
lingkungan masyarakat.

1.2 Tujuan
Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Kimia Farma No. 48 bertujuan
agar mahasiswa:

a. Mengetahui bentuk pelayanan kefarmasian di apotek yang baik


b. Mengetahui peran, fungsi dan tanggung jawab apoteker di apotek, baik
sebagai profesional, manajerial dan retailer.
c. Mengetahui dan mempelajari cara pengelolaan apotek yang baik mengenai
kegiatan teknis kefarmasian maupun kegiatan non – teknis kefarmasian.
d. Melatih keterampilan berkomunikasi dengan pasien dalam memberikan
pelayanan informasi obat, edukasi, dan konseling mengenai obat yang
diserahkan kepada pasien serta penyakit dan terapinya.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Apotek


Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1027/Menkes/SK/IX/2004, Apotek adalah tempat dilakukannya pekerjaan
kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, serta perbekalan kesehatan lainnya
kepada masyarakat. Pekerjaan kefarmasian menurut Peraturan Pemerintah No. 51
tahun 2009 adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi,
pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat,
pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat,
serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional. Sediaan farmasi
adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika. Apotek sebagai salah satu
sarana pelayanan kesehatan perlu mengutamakan kepentingan masyarakat dan
berkewajiban menyediakan, menyimpan dan menyerahkan perbekalan farmasi.

2.2 Landasan Hukum


Landasan hukum apotek diatur dalam:

a. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. 40 Tahun 2013
tentang Pedoman Pengelolaan Prekursor Farmasi.
b. Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2010 tentang Prekursor.
c. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.
d. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 347/ MenKes/SK/VII/1990
tentang Daftar Obat Wajib Apotek.
e. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 1176/Menkes/SK/X/1999 tentang
Obat Wajib Apotek No. 3
f. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1027/Menkes/SIK/X/2004 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek.
g. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/MENKES/SK/X/2002 tentang
perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan RI

3 Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


4

No.922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian


Izin Apotek.
h. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor : 924/ MENKES/PER/X/1993
tentang Obat Wajib Apotek No. 2
i. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja
Tenaga Kefarmasian
j. Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.
k. Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
l. Undang-Undang Kesehatan RI No.39 tahun 2009 tentang Kesehatan.

2.3 Tugas dan Fungsi Apotek


Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 51 tahun2009 tugas dan fungsi
apotek adalah tempat pengabdian profesi seorang Apoteker yang telah
mengucapkan sumpah jabatan, tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian dan
tempat penyaluran perbekalan farmasi kepada masyarakat.

2.4 Persyaratan Apotek


Suatu apotek baru dapat beroperasi setelah mendapat Srat Izin Apotek
(SIA). Surat Izin Apotek (SIA) adalah surat yang diberikan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia kepada apoteker atau apoteker yang bekerja sama dengan
pemilik sarana apotek untuk menyelenggarakan pelayanan di suatu tempat
tertentu.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1332/MENKES/SK/2002, disebutkan bahwa persyaratan – persyaratan apotek
adalah sebagai berikut:

a. Untuk mendapatkan izin apotek, apoteker atau apoteker yang bekerja sama
dengan pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan harus siap dengan
tempat, perlengkapan termasuk sediaan farmasi dan perbekalan lain yang
merupakan milik sendiri atau milik pihak lain.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


5

b. Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan
pelayanan komoditi lain di luar sediaan farmasi.
c. Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi lain di luar sediaan
farmasi.

Beberapa persyaratan yang harus diperhatikan dalam pendirian sebuah


apotek berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1027/MENKES/SK/IX/2004 adalah:
a. Sarana dan Prasarana
1) Bangunan apotek
Bangunan memiliki alamat apotek serta terdiri dari ruang peracikan
dan penyerahan obat, ruang administrasi dan ruang kerja apoteker, serta
toilet (WC).
2) Kelengkapan Bangunan Apotek
Bangunan apotek perlu dilengkapi dengan sumber air, sumber
penerangan, alat pemadam, ventilasi, sanitasi, papan nama APA, serta
billboard nama apotek.
3) Persyaratan Perlengkapan Kerja
Perlengkapan kerja di apotek meliputi:

a. Alat pengolahan atau peracikan, seperti batang pengaduk, cawan


penguap,corong, gelas ukur, kompor/pemanas, labu erlenmeyer, mortar-
alu,penangas air, panci, spatel logam, spatel tanduk, spatel gelas, spatel
porselen, termometer skala 100ºC, serta timbangan mg atau g ditambah
anak timbangan.
b. Wadah berupa pot/botol, kertas perkamen, klip, dan kantong plastik
serta etiket (putih dan biru).
c. Tempat penyimpanan : lemari/rak obat, lemari narkotika, lemari
psikotropika, kulkas, dan lemari bahan berbahaya.
4) Persyaratan Perlengkapan Administrasi
Perlengkapan administrasi seperti blanko surat pemesanan, faktur
penjualan, nota penjualan, salinan resep, serta blanko laporan narkotika

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


6

dan psikotropika, buku catatan pembelian dan catatan penjualan, catatan


narkotika dan psikotropika, catatan racun dan bahan berbahaya, serta kartu
stok obat.
5) Persyaratan Kelengkapan Buku Pedoman

Farmakope edisi IV 1995 dan kumpulan peraturan/UU, MIMS,


ISO, Farmakologi dan terapi.

b. Tenaga Kerja Apotek

Tenaga kerja yang terlibat dalam kegiatan operasional apotek terdiri dari:

1. Apoteker Pengelola Apotek (APA), yaitu apoteker yang telah diberi


Surat IzinApotek (SIA).
2. Apoteker Pendamping, yaitu apoteker yang bekerja di apotek di samping
Apoteker Pengelola Apotek (APA) dan/atau menggantikan pada jam –
jam tertentu pada hari buka apotek.
3. Asisten Apoteker adalah mereka yang berdasarkan peraturan perundang
– undangan berhak melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai Asisten
Apoteker dibawah pengawasan apoteker.

Tenaga lainnya yang diperlukan untuk mendukung kegiatan di apotek


terdiri dari :

1. Juru resep adalah petugas yang membantu pekerjaan Asisten Apoteker.


2. Kasir adalah petugas yang bertugas menerima uang dan mencatat
pemasukanserta pengeluaran uang.
3. Pegawai tata usaha adalah petugas yang melaksanakan administrasi
apotek dan membuat laporan pembelian, penjualan, penyimpanan dan
keuangan apotek.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


7

2.5 Tata Cara Perizinan


Dalam mendirikan apotek, apoteker harus memiliki Surat Izin Apotek
(SIA). Wewenang pemberian SIA dilimpahkan oleh Menteri Kesehatan kepada
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Selanjutnya Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota wajib melaporkan pelaksanaan pemberian izin, pembekuan izin,
pencairan izin dan pencabutan izin apotek sekali setahun kepada Menteri
Kesehatan dan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi. Selanjutnya
Kepala Dinas Kesehatan wajib melaporkan kepada Badan Pengawasan Obat dan
Makanan. Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 922/MENKES/PER/X/1993 Apotek tentang Ketentuan
dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek adalah sebagai berikut:

a. Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan


Kabupaten/Kota dengan menggunakan contoh formulir model APT-1
b. Dengan menggunakan formulir APT-2, Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota selambat - lambatnya enam hari kerja setelah menerima
permohonan dapat menerima bantuan teknis kepada Kepala Balai Pengawas
Obat dan Makanan (Balai POM) untuk melakukan pemeriksaan terhadap
kesiapan apotek untuk melakukan kegiatan.
c. Tim Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota atau Kepala Balai POM selambat-
lambatnya enam hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat
dengan menggunakan formulir APT-3.
d. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan (3) tidak
dilaksanakan, Apoteker Pemohon dapat membuat surat pernyataan siap
melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten /Kota
setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Provinsi dengan
menggunakan contoh formulir APT-4.
e. Dalam jangka waktu 12 hari kerja setelah diterima laporan pemeriksaan
sebagaimana dimaksud ayat (3) atau pernyataan ayat (4) Kepala Dinas

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


8

Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan SIA dengan


menggunakan contoh formulir model APT-5.
f. Dalam hal pemeriksaan Tim Dinas Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM
dimaksud ayat (3) masih belum memenuhi syarat, Kepala Dinas
Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan Surat Penundaan dengan
menggunakan contoh formulir APT-6.
g. Terhadap surat penundaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (6), Apoteker
diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi
selambat-lambatnya dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal Surat
Penundaan.
h. Terhadap permohonan izin apotek yang ternyata tidak memenuhi persyaratan
Apoteker Pengelola Apotik dan atau persyaratan apotek, atau lokasi apotek
tidak sesuai dengan permohonan, maka Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota setempat dalam jangka waktu selambat-lambatnya 12 hari
kerja wajib mengeluarkan Surat Penolakan disertai dengan alasan-alasannya,
dengan mempergunakan contoh formulir APT-7.
Apabila apoteker menggunakan sarana milik pihak lain, yaitu
mengadakan kerjasama dengan Pemilik Sarana Apotek, maka harus memenuhi
ketentuan - ketentuan sebagai berikut:
a. Penggunaan sarana yang dimaksud, wajib didasarkan atas perjanjian kerja
sama antara apoteker dan pemilik sarana.
b. Pemilik sarana yang dimaksud, harus memenuhi persyaratan tidak pernah
terlibat dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan dibidang obat,
sebagaimana dinyatakan dalam Surat Pernyataan yang bersangkutan.

2.6 Pencabutan Surat Izin Apotek

Apotek harus berjalan sesuai dengan peraturan perundang - undangan yang


berlaku. Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI
No.1332/Menkes/SK/X/2002, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat
mencabut Surat Izin Apotek apabila:

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


9

a. Apoteker tidak lagi memenuhi kewajibannya untuk menyediakan,


menyimpan dan menyerahkan sediaan farmasi yang bermutu baik dan
keabsahannya terjamin.
b. APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari dua tahun secara terus
menerus.
c. Terjadi pelanggaran terhadap Undang – Undang tentang Narkotika, Undang -
Undang Obat Keras, dan Undang – Undang tentang Kesehatan.
d. Surat Izin Kerja (SIK) Apoteker Pengelola Apotek dicabut.
e. PSA terbukti terlibat dalam pelanggaran perundang-undangan di bidang obat.
f. Apotek tidak dapat lagi memenuhi persyaratan mengenai kesiapan tempat
pendirian apotek, serta kelengkapan sediaan farmasi dan perbekalan lainnya
baik merupakan milik sendiri atau pihak lain.

Pelaksanaan pencabutan surat izin apotek dilaksanakan setelah dikeluarkan:

a. Peringatan secara tertulis kepada APA sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut


dengan tenggang waktu masing–masing 2 (dua) bulan dengan menggunakan
contoh Formulir Model APT-12.
b. Pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama–lamanya 6 (enam) bulan
sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan kegiatan Apotek dengan
menggunakan Formulir Model APT-13.

Pembekuan Izin Apotek sebagaimana dimaksud dalam huruf (b) di atas,


dapat dicairkan kembali apabila apotek telah membuktikan memenuhi seluruh
persyaratan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan ini dengan menggunakan
contoh Formulir Model APT-14. Pencairan Izin Apotek yang dimaksud dilakukan
setelah menerima laporan pemeriksaan dari Tim Pemeriksaan Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota setempat.
Apabila Surat Izin Apotek dicabut, Apoteker Pengelola Apotek atau
Apoteker Pengganti wajib mengamankan perbekalan farmasi sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Pengamanan yang dimaksud wajib mengikuti
tata cara sebagai berikut :

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


10

a. Dilakukan inventarisasi terhadap seluruh persediaan narkotika, obat keras


tertentu, dan obat lain serta seluruh resep yang tersedia di apotek.
b. Narkotika, psikotropika dan resep harus dimasukkan dalam tempat yang
tertutup dan terkunci.

Apoteker Pengelola Apotek wajib melaporkan secara tertulis kepada


Kepala Wilayah Kantor Kementeriaan Kesehatan atau petugas yang diberi
wewenang olehnya, tentang penghentian kegiatan disertai laporan inventarisasi
yang dimaksud dalam huruf (a).

2.7 Apoteker Pengelola Apotek


Kepmenkes RI No. 1332/MENKES/SK/X/2002 menjelaskan apoteker
adalah Sarjana Farmasi yang telah lulus dan telah mengucapkan sumpah jabatan
Apoteker, mereka yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai
Apoteker. APA adalah apoteker yang telah diberi SIA. Dalam mengajukan
berkas permohonan SIA, ada beberapa persyaratan yang perlu dipenuhi seorang
apoteker untuk kemudian menjadi APA:

a. Fotokopi SIPA;
b. Fotokopi KTP;
c. Surat pernyataan APA, tentang tidak bekerja di perusahaan farmasi lain atau
APA di apotek lain;
d. Surat izin dari atasan langsung (untuk pegawai negeri dan ABRI);
e. Fotokopi ijazah apoteker yang telah dilegalisir;
f. Surat pernyataan kesanggupan menjadi APA.

Setiap Tenaga Kefarmasian yang melaksanakan Pekerjaan Kefarmasian di


Indonesia wajib memiliki surat izin sesuai tempat Tenaga Kefarmasian bekerja.
Surat izin bagi apoteker yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian di Apotek,
puskesmas atau instalasi farmasi rumah sakit (IFRS) disebut SIPA. Seorang
apoteker yang telah memiliki SIPA dapat melaksanakan praktik di 1 (satu)
Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


11

Apotik, atau puskesmas atau IFRS. SIPA bagi Apoteker penanggung jawab
difasilitas pelayanan kefarmasian atau SIKA hanya diberikan untuk 1 (satu)
tempat fasilitas kefarmasian. SIPA dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilakukan. SIPA dapat dibatalkan
demi hukum apabila pekerjaan kefarmasian dilakukan pada tempat yang tidak
sesuai dengan yang tercantum dalam surat izin. Untuk mendapatkan SIPA,
Apoteker harus memiliki(Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 Pasal 55):

a. Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA);


b. Tempat atau ada tempat untuk melakukan pekerjaan kefarmasian atau
fasilitas kesehatan yang memiliki izin;
c. Rekomendasi dari organisasi profesi.

Surat Tanda Registrasi (STRA) merupakan bukti tertulis yang diberikan


oleh Menteri kepada Apoteker yang telah diregistrasi. STRA berlaku 5 (lima)
tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu lima tahun selama masih
memenuhi persyaratan. Untuk memperoleh STRA, Apoteker harus memenuhi
persyaratan (Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 Pasal 40):

a. Memiliki ijazah Apoteker.


b. Memiliki sertifikat kompetensi profesi.
c. Mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji Apoteker.
d. Mempunyai surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang
memiliki surat izin praktik.
e. Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika
profesi.

APA memegang peranan penting dalam perkembangan apotek, berikut


beberapa fungsi APA dalam beberapa aspek:

a. Fungsi Pengabdian Profesi


1. Berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dalam proses penggunaan
produk farmasi.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


12

2. Memilih bentuk sediaan yang digunakan.


3. Memilih dan menjamin penyediaan produk.
4. Menyediakan & menyerahkan sediaan farmasi untuk penggunaan
masyarakat.
5. Memonitor kepatuhan penggunaan produk.
6. Memonitor interaksi & efek samping .
7. Mengontrol bagian peracikan.
8. Menyelenggarakan informasi tentang obat.
9. Mengontrol pelayanan resep yang telah diserahkan kepada pasien.
b. Fungsi Administratif
1. Memimpin, mengatur dan mengawasi pekerjaan karyawan .
2. Membuat laporan dan surat-menyurat.
3. Mengawasi penggunaan dan pemeliharaan aktiva apotek.
c. Fungsi Kewirausahaan
1. Merencanakan & mengatur kebutuhan barang.
2. Mengatur & mengawasi penjualan.
3. Menentukan kebijakan harga.
4. Meningkatkan permintaan.
5. Memupuk hubungan baik dengan pelanggan.
6. Mencari pelanggan baru.
7. Mengadakan efisiensi dalam segala bidang.

2.8 Sediaan Farmasi

Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetik.
Untuk menjaga keamanan penggunaan obat oleh masyarakat, maka pemerintah
menggolongkan obat menjadi obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras, serta
narkotik dan psikotropik.

a. Obat bebas (Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No:


2380/A/SK/VI/83)

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


13

Obat bebas adalah obat tanpa peringatan, yang dapat diperoleh tanpa resep
dokter. Tanda khusus yang terdapat pada obat bebas adalah lingkaran bulat
berwarna hijau dengan garis tepi hitam.

Gambar 2.1. Penandaan Obat Bebas

b. Obat bebas terbatas (Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


No:2380/A/SK/VI/83)

Obat bebas terbatas adalah obat dengan peringatan, yangdapat diperoleh


tanpa resep dokter. Tanda khusus yang terdapat obat bebasterbatas adalah
lingkaran bulat berwarna biru dengan garis tepi hitam.

Gambar 2.2. Label Peringatan

Gambar 2.3. Penandaan Obat Bebas Terbatas

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


14

c. Obat keras daftar G (Keputusan Menteri Kesehatan Republik IndonesiaNo:


2396/A/SK/VII/86)

Obat keras adalah obat yang dapat diperoleh dengan resep dokter. Tanda
pada obat keras berupa lingkaran bulat berwarna bulat merah dengan garis tepi
hitam dengan huruf K yang menyentuh garis tepi dan harus mencantumkan
kalimat “Harus dengan resep dokter”.

Gambar 2.4. Penandaan Obat Keras

d. Narkotika (Undang-undang nomor 35 Tahun 2009)

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan
atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan
rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Narkotika hanya dapat
digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Obat narkotika ditandai dengan palang medali
berwarna merah.

Gambar 2.5. Penandaan Narkotika

Narkotika dapat digolongkan sebagai berikut:

1. Narkotika Golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan


untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan
dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan
ketergantungan. Narkotika Golongan I dilarang digunakan untuk

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


15

kepentingan pelayanan kesehatan dan diproduksi dan/atau digunakan


dalam proses produksi, kecuali dalam jumlah yang sangat terbatas untuk
kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Narkotika
Golongan I dapat digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi dan untuk reagensia diagnostik, serta reagensia
laboratorium setelah mendapatkan persetujuan Menteri atas rekomendasi
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan. Contohnya antara lain:
tanaman Papaver somniferum L. (kecuali bijinya), tanaman koka, tanaman
ganja, desmorfina, heroina, katinona, MDMA, dan lain-lain.
2. Narkotika Golongan II adalah narkotika berkhasiat pengobatan digunakan
sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk
tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi
mengakibatkan ketergantungan. Contohnya antara lain: difenoksilat,
fentanil, metadona, morfin, petidina, dan lain-lain.
3. Narkotika Golongan III adalah narkotika berkhasiat pengobatan dan
banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan
ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan
ketergantungan. Contohnya antara lain: kodeina, etilmorfina,
dihidrokodeina, buprenorfina, dan lain-lain.

e. Psikotropika (Undang-undang No. 5 tahun 1997)

Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan
narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan
saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan
perilaku. Psikotropika digolongkan menjadi empat golongan sebagai berikut:

1. Psikotropika golongan I adalah psikotropika yang hanya dapat


digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam
terapi, serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma
ketergantungan. Psikotropika golongan I dilarang diproduksi dan/atau
digunakan dalam proses produksi. Contohnya psilosibin, dan lisergida.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


16

2. Psikotropika golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan


dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma
ketergantungan, contohnya amfetamin, deksamfetamin, metamfetamin,
dan sekobarbital.
3. Psikotropika golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat
pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma
ketergantungan. Contohnya amobarbital, pentazosin, pentobarbital, dan
siklobarbital.
4. Psikotropika golongan IV adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan
dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma
ketergantungan, contohnya alobarbital, alprazolam, barbital, diazepam, dan
fenobarbital.
f. Obat Wajib Apotek (SK MenKes RI tahun 1990)
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri kesehatan RI Nomor 347/ Menkes/
SK/VII/1990 tentang Daftar Obat Wajib Apotek, yang dimaksud dengan Obat
Wajib Apotek adalah obat – obat yang boleh diberikan kepada pasien tanpa resep
dari dokter.

Adapun Obat yang dapat diserahkan tanpa resep harus memenuhi kriteria :

(1) Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak


dibawah usia 2 tahun dan orang tua diatas 65 tahun.
(2) Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan risiko pada
kelanjutan penyakit
(3) Penggunaannya tidak memerlukan cara dan atau alat khusus dan harus
dilakukan oleh tenaga kesehatan.
(4) Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di
Indonesia.
(5) Obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat
dipertanggung jawabkan untuk pengobatan sendiri.
Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


17

g. Prekursor Farmasi (Peraturan Kepala BPOM No. 40 Tahun 2013)

Berdasarkan Peraturan Kepala Badan POM No. 40 Tahun 2013 Tentang


Pedoman Pengelolaan Prekursor Farmasi, yang dimaksud dengan Prekursor
Farmasi adalah zat atau bahan pemula atau kimia yang dapat digunakan sebagai
bahan baku/penolong untuk keperluan proses produksi Industri Farmasi atau
produk antara, produk ruahan dan produk jadi/obat jadi yang mengandung efedrin,
pseudoefedrin, norefedrin/fenilpropanolamine, ergotamine, ergometrine atau
potassium permanganat.

Prekursor digunakan sebagai bahan pemula atau bahan kimia banyak


digunakan dalam berbagai kegiatan baik pada industri farmasi, industri non
farmasi, sektor pertanian maupun untuk kepentingan pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Hal ini sesuai dengan definisi Prekursor berdasarkan
Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2010 Tentang Prekursor.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2010 Tentang Prekursor


Prekursor Farmasi dapat digolongkan menjadi Prekursor tabel I dan Prekursor
tabel II sebagai berikut :

1. Prekursor tabel I meliputi :


a) Acetic Anhydride
b) N – Acetylanthranilic Acid
c) Ephedrine
d) Ergometrine
e) Ergotamine
f) Isosafrole
g) Lysergic Acid
h) 3,4-Methylenedioxyphenyl-2-propanone
i) Norephedrine
j) 1-Phenyl-2-Propanone
k) Piperonal
l) Potassium Permanganat

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


18

m) Pseudoephedrine
n) Safrole
2. Prekursor tabel II meliputi :
a) Acetone
b) Anthranilic Acid
c) Hydrochloric Acid
d) Methyl Ethyl Keton
e) Phenylacetic Acid
f) Piperidine
g) Sulphuric Acid
h) Tholuene

2.9 Pelayanan Kefarmasian di Apotek


Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No
1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek,
Pelayanan Kefarmasian (Pharmaceutical care) adalah bentuk pelayanan dan
tanggung jawab langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien. Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah
bergeser orientasinya dari obat ke pasien yang mengacu kepada pelayanan
kefarmasian (pharmaceutical care).
Kegiatan pelayanan kefarmasian yang semula hanya berfokus pada
pengelolaan obat sebagai komoditi, sekarang menjadi pelayanan yang
komprehensif dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien.
Pelayanan kefarmasian di dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004, terdiri dari pelayanan resep, pemberian informasi
obat, konseling, pemantauan penggunaan obat, promosi dan edukasi, serta
Pelayanan Residensial (Home Care).

2.9.1. Pelayanan Resep


a. Skrining resep
1. Persyaratan administratif, seperti nama, SIP, alamat dokter, tanggal
penulisan resep, nama, alamat, umur, jenis kelamin, berat badan pasien,
Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


19

nama obat, potensi, dosis, jumlah yang diminta, cara pemakaian yang
jelas, informasi lainnya.
2. Kesesuaian farmasetik: bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas,
inkompatibilitas, cara dan lama pemberian.
3. Pertimbangan klinis: adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian
(dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain)
b. Penyiapan obat
1. Peracikan yang merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang,
mencampur, mengemas, dan memberikan etiket pada wadah. Etiket harus
jelas dan dapat dibaca
2. Kemasan obat yang diserahkan harus rapi dan cocok sehingga terjaga
kualitasnya.
3. Sebelum dilakukan penyerahan obat pada pasien harus dilakukan
pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep dan
penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi
obat dan konseling pada pasien bila diperlukan.
4. Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah
dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat
pada pasien sekurang-kurangnya meliputi: fungsi/ kerja obat dalam tubuh,
cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan,
aktivitas serta makanan dan minuman yang mungkin harus dihindari
selama terapi
5. Apoteker harus memberikan konseling pada pasien sehingga dapat
memperbaiki kualitas hidup pasien. Konseling terutama ditujukan untuk
pasien penyakit kronis (hipertensi, diabetes mellitus, TBC, asma dan lain-
lain)
i) Setelah penyerahan obat pada pasien, apoteker harus melaksanakan
pemantauan penggunaan obat dengan cara sesekali mengingatkan
pasien bahwa waktu untuk penebusan obat bulanannya sudah dekat
atau
j) Ethyl Ether

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


20

6. menghubungi pasien untuk menanyakan serta mengecek jumlah obat dan


cara penggunaan obat apakah sudah sesuai dengan catatan medis pasien.
c. Pelayanan Residensial (Home Care)

Pelayanan residensial (home care) adalah pelayanan apoteker sebagai care


giver dalam pelayanan kefarmasian di rumah-rumah khususnya untuk
kelompoklansia dan pasien dengan pengobatan terapi kronis lainnya. Apoteker
sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan kefarmasian yang
bersifatkunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien
denganpengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk aktivitas ini apoteker harus
membuatcatatan berupa catatan pengobatan (medication record).

2.9.2. Pengelolaan Apotek


Pengelolaan apotek adalah seluruh upaya dan kegiatan Apoteker untuk
melaksanakan tugas dan fungsi pelayanan apotek. Pengelolaan apotek dapat
dibagi menjadi dua, yaitu pengelolaan teknis kefarmasian dan pengelolaan non
teknis kefarmasian.
1. Pengelolaan teknis kefarmasian meliputi pengelolaan sediaan farmasi dan
perbekalan kesehatan lainnya yang meliputi kegiatan Perencanaan,
Pengadaan, Penyimpanan, Penjualan.
2. Pengelolaan non teknis kefarmasian, meliputi kegiatan Pencatatan,
Pengarsipan, Pelaporan dan dokumentasi sesuai ketentuan yang berlaku.

2.9.3. Pengelolaan Narkotika


Narkotika hanya dapat bertujuan untuk kepentingan pelayanan kesehatan
dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan. Menurut Undang-undang Nomor 22
tahun 1997 tentang Narkotika, pengaturan narkotika bertujuan untuk menjamin
ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau
perkembangan ilmu pengetahuan, mencegah terjadinya penyalahgunaan
narkotika, serta memberantas peredaran gelap narkotika. Apotek merupakan salah
satu sarana kesehatan yang dapat melakukan penyerahan narkotika. Apotek dapat
Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


21

menyerahkan narkotika kepada rumah sakit, puskesmas, apotek lainnya, balai


pengobatan, dokter dan pasien. Apotek hanya dapat menyerahkan narkotika
kepada pasien berdasarkan resep dokter.

Pengelolaan narkotika di apotek meliputi pemesanan, penyimpanan,


pelayanan/penyerahan, pemusnahan, pencatatan dan pelaporan serta dokumentasi.

1. Pengadaan/Pemesanan Narkotika
Apoteker hanya dapat memesan narkotika melalui Pedagang Besar
Farmasi (PBF) yang telah ditunjuk khusus oleh Menteri, yaitu PT. Kimia Farma
Trading and Distribution (KFTD) dengan tujuan untuk memudahkan pengawasan
peredaran narkotika. Pemesanan narkotika dilakukan dengan membuat surat
pesanan narkotika asli berupa formulir beli di KFTD yang ditandatangani oleh
Apoteker Penanggung jawab Apotek di Apotek yang dilengkapi dengan nama,
nomor Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA) di apotek,tanggal dan nomor surat,
alamat lengkap, dan stempel apotek. Satu surat pesanan hanya untuk satu jenis
narkotika, satu kekuatan obat dan dibeli dengan cara pembayaran Cash on
Demand (COD).

2. Penyimpanan Narkotika (Departemen Kesehatan, 1978)


Berdasarkan Permenkes Nomor 28/MENKES/PER/V/1978 tentang
penyimpanan narkotika, apotek harus memiliki tempat khusus untuk penyimpanan
narkotika yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat.
b. Harus mempunyai kunci yang kuat.
c. Dibagi dua masing-masing dengan kunci yang berlainan; bagian pertama
dipergunakan untuk menyimpan morfina, petidina, dan garam-garamnya
serta persediaan narkotika; bagian kedua dipergunakan untuk menyimpan
narkotika lainnya yang dipakai sehari-hari.
d. Apabila tempat khusus tersebut berupa lemari berukuran kurang dari 40 x
80 x 100 cm, maka lemari tersebut harus dibaut pada tembok atau lantai.
e. Lemari harus dikunci dengan baik.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


22

f. Lemari khusus tidak boleh dipergunakan untuk menyimpan barang lain


selain narkotika.
g. Anak kunci lemari khusus harus dikuasai oleh penanggung jawab atau
pegawai lain yang dikuasakan.
h. Lemari khusus harus ditaruh di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh
umum.

3. Pelayanan/ penyerahan Narkotika


Menurut Undang-undang nomor 35 tahun 2009 pasal 43, Apotek hanya
dapat melakukan penyerahan narkotika kepada rumah sakit, pusat kesehatan
masyarakat, apotek lainnya, balai pengobatan, dokter, dan pasien. Apotek hanya
dapat menyerahkan narkotika kepada pasien berdasarkan resep dari dokter.
Apotek dilarang mengulangi menyerahkan narkotika atas dasar resep yang sama
dari seorang dokter atau atas dasar salinan resep dokter (Undang-Undang Nomor
9 tahun 1976 Pasal 7). Pada resep narkotika yang baru dilayani sebagian, apotek
boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep tersebut hanya boleh dilayani di
apotek yang menyimpan resep asli.
4. Pemusnahan Narkotika
Tujuan dilakukannya pemusnahan narkotika adalah untuk menghapus
pertanggungjawaban apoteker terhadap pengelolaan narkotika, menjamin
narkotika yang sudah tidak memenuhi persyaratan dikelola sesuai dengan standar
yang berlaku, dan mencegah penyalahgunaan bahan narkotika serta mengurangi
resiko terjadinya penggunaan obat yang substandar (Departemen Kesehatan RI,
2008).
Berdasarkan Undang-undang nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika
Pasal 60, pemusnahan narkotika dilakukan dalam hal diproduksi tanpa memenuhi
standar dan persyaratan yang berlaku dan/atau tidak dapat digunakan dalam
proses produksi, kadaluarsa, tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada
pelayanan kesehatan dan/atau berkaitan untuk pengembangan ilmu pengetahuan
atau berkaitan dengan tindak pidana. Pemusnahan yang dilakukan oleh apotek
dengan membuat berita acara pemusnahan narkotika dan dilaporkan kepada
pihak-pihak yang terkait.
Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


23

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


No.28/MENKES/PER/I/1978 Tentang Penyimpanan Narkotika dan Undang-
Undang nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika, berita acara pemusnahan
memuat:
a. Keterangan tempat, hari, tanggal, bulan, dan tahun pemusnahan
b. Nama pemegang izin khusus, apoteker pimpinan apotek dan dokter
pemilik narkotika;
c. Nama seorang saksi dari pemerintah dan seorang saksi dari perusahaan
atau badan tersebut.
d. Nama dan jumlah narkotika yang dimusnahkan.
e. Cara pemusnahan.
f. Tanda tangan penanggung jawab apotek/ pemegang izin khusus, dokter
pemilik narkotika dan saksi-saksi.
Berita acara pemusnahan tersebut dikirimkan kepada dibuat rangkap empat
untuk ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Kepala Dinas
Kesehatan Propinsi, Kepala Balai Pengawasan Obat dan Makanan, dan satu
disimpan sebagai arsip di apotek.
5. Pencatatan dan Pelaporan Narkotika

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika,


apotek wajib membuat, menyampaikan, dan menyimpan laporan berkala
mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran narkotika yang berada dalam
penguasaannya. Pelaporan penggunaan narkotika telah dikembangkan dalam
bentuk perangkat lunak atau program Sistem Pelaporan Narkotika dan
Psikotropika (SIPNAP) sejak tahun 2006 oleh Kementerian Kesehatan. Sistem
Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP) adalah sistem yang mengatur
pelaporan penggunaan Narkotika dan Psikotropika dari Unit Layanan (Puskesmas,
Rumah Sakit dan Apotek) ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan
menggunakan pelaporan elektronik selanjutnya Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
melaporkan ke tingkat yang lebih tinggi (Dinkes Provinsi dan Ditjen Binfar dan
Alkes) melalui mekanisme pelaporan online yang menggunakan fasilitas internet.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


24

2.9.4. Pengelolaan Psikotropika

Menurut Undang-undang No. 5 tahun 1997 psikotropika adalah zat atau


obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif
melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan
khas pada aktivitas mental dan perilaku. Psikotropika hanya dapat
digunakanuntuk kepentingan pelayanan kesehatan dan atau ilmu pengetahuan.
Tujuan pengaturan di bidang psikotropika adalah untuk menjamin ketersediaan
psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan,
mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika, serta memberantas peredaran
gelap psikotropika.

1. Pemesanan Psikotropika

Pemesanan psikotropika dilakukan dengan menggunakan Surat Pesanan


Psikotropika yang ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan nomor SIK,
SIA, dan stempel apotek. Surat pesanan tersebut dibuat rangkap tiga dan setiap
surat dapat digunakan untuk memesan beberapa jenis psikotropika.

2. Penyimpanan Psikotropika

Penyimpanan psikotropika belum diatur di dalam perundang-undangan


atau peraturan lainnya. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika
maka sebaiknya obat golongan psikotropika disimpan pada rak atau lemari
khusus.
3. Penyerahan Psikotropika
Penyerahan psikotropika oleh apotek hanya dapat dilakukan kepada apotek
lain, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter, dan pasien. Penyerahan
psikotropika oleh apotek dilaksanakan berdasarkan resep dokter.
4. Pemusnahan Psikotropika
Pada Undang-undang No. 5 tahun 1997 pasal 53 disebutkan bahwa
pemusnahan psikotropika dilaksanakan dalam hal berhubungan dengan tindak

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


25

pidana, diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku


dan/atau tidak dapat digunakan dalam proses produksi psikotropika, kadaluarsa,
dan tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan/atau
untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Setiap pemusnahan psikotropika wajib
dibuatkan berita acara.
5. Pelaporan Psikotropika
Apotek berkewajiban menyusun dan mengirimkan laporan bulanan
melalui perangkat lunak atau program Sistem Pelaporan Narkotika dan
Psikotropika (SIPNAP). Mekanisme pelaporan psikotropika sama
denganpelaporan narkotika.

2.9.6. Pengelolan Prekursor


Pengelolaan Prekursor adalah kegiatan yang meliputi pengadaan,
penyimpanan, produksi, pembuatan berdasarkan kontrak, penyaluran, penyerahan,
penanganan obat kembalian, penarikan kembali obat, pemusnahan, pencatatan &
pelaporan dan inspeksi diri.

Ruang lingkup dalam pengelolaan Prekursor Farmasi ini meliputi seluruh


kegiatan pengelolaan Prekursor Farmasi dan/atau obat mengandung Prekursor
Farmasi di Industri Farmasi, Pedagang Besar Farmasi, Instalasi Farmasi Rumah
Sakit, Apotek dan Toko Obat Berizin.

1. Pengadaan Prekursor (Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2010)


(1) Pengadaan Prekursor dilakukan melalui produksi dalam negeri dan impor.
(2) Prekursor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat digunakan
untuk tujuan industry farmasi, industri non farmasi, dan pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
(3) Alat-alat potensial yang dapat disalahgunakan dalam pengadaan dan
penggunaan Prekursor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur oleh Menteri dan/atau menteri terkait sesuai dengan
kewenangannya.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


26

Pengadaan Prekursor Farmasi dan/atau Obat Mengandung Prekursor


Farmasi melalui impor harus dilengkapi dengan AHP dan SPI sesuai dengan
ketentuan dalam peraturan menteri Kesehatan No 10 Tahun 2013 tentang Ekspor
dan Impor Narkotika Psikotropika dan Prekursor Farmasi dan ketentuan dalam
Peraturan Kepala Badan POM No 32 Tahun 2013 tentang Persyaratan dan Tata
Cara Permohonan Analisa Hasil Pengawasan dalam Rangka Impor dan Ekspor
Narkotika Psikotropika dan Prekursor Farmasi.

2. Pemesanan Prekursor (PerKBPOM No. 40 Tahun 2013)


Pengadaan Prekursor Farmasi kepada industri farmasi dalam negeri yang
memproduksi prekursor farmasi dan melalui Importir Terdaftar harus dilengkapi
dengan surat pesanan.
Surat Pesanan (SP) sebagaimana dimaksud, harus:
1) Asli dan dibuat tindasannya sebagai arsip;
2) Ditandatangani oleh Apoteker Penanggung Jawab Produksi dengan
mencantumkan nama lengkap, nomor Surat Izin Kerja Apoteker (SIKA)
dan stempel perusahaan;
3) Mencantumkan nama dan alamat kantor, lokasi pabrik, dan lokasi gudang
bila berada di luar pabrik, nomor telepon/faksimili, nomor izin Industri
Farmasi;
4) Mencantumkan nama Prekursor Farmasi dan/atau obat Mengandung
Prekursor Farmasi, jumlah (ditulis dalam bentuk angka dan huruf), bentuk
dan kekuatan sediaan, besar dan jenis kemasan;
5) Diberi nomor urut tercetak dan tanggal dengan penulisan yang jelas atau
cara lain yang dapat tertelusur.

3. Penyimpanan Prekursor
(1) Prekursor wajib disimpan pada tempat penyimpanan yang aman dan
terpisah dari penyimpanan lain.
(2) Prekursor yang disimpan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
dibuktikan diperoleh secara sah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang – undangan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


27

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyimpanan sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Menteri dan/atau menteri terkait sesuai
dengan kewenangannya.
4. Penyaluran Prekursor
Penyaluran adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan
memindahtangankan Prekursor Farmasi dan/atau Obat Mengandung Prekursor
Farmasi baik dalam rangka perdagangan atau bukan perdagangan.
(1) Prekursor untuk industri non farmasi yang diproduksi dalam negeri hanya
dapat disalurkan kepada industri non farmasi, distributor, dan pengguna
akhir.
(2) Prekursor untuk industri non farmasi yang diimpor hanya dapat disalurkan
kepada industri non farmasi, dan pengguna akhir.
(3) Prekursor untuk industri farmasi hanya dapat disalurkan kepada industri
farmasi dan distributor.
(4) Pedagang Besar Bahan Baku Farmasi, distributor atau importir terdaftar
dapat menyalurkan Prekursor kepada lembaga pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
(5) Setiap kegiatan penyaluran Prekursor sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sampai dengan ayat (4) harus dilengkapi dengan dokumen penyaluran.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyaluran Prekursor sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (5) diatur oleh Menteri
dan/atau menteri terkait sesuai dengan kewenangannya.
5. Penyerahan Prekursor
Penyerahan adalah kegiatan memberikan Obat Mengandung Prekursor
Farmasi antar fasilitas pelayanan kefarmasian maupun kepada pengguna akhir
(pasien) dalam rangka pelayanan kesehatan.
(1) Penyerahan Prekusor dalam rangka peredaran harus dilakukan pencatatan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyerahan Prekursor sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Menteri dan/atau menteri terkait sesuai
dengan kewenangannya.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


28

6. Pencatatan dan Pelaporan Prekursor


(1) Setiap orang atau badan yang mengelola Prekursor wajib membuat
pencatatan dan pelaporan.
(2) Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya
memuat:
a. jumlah Prekursor yang masih ada dalam persediaan;
b. jumlah dan banyaknya Prekursor yang diserahkan; dan
c. keperluan atau kegunaan Prekursor oleh pemesan.
(3) Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib dilaporkan secara
berkala.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pencatatan dan pelaporan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) diatur secara terkoordinasi
oleh Menteri dan/atau menteri terkait sesuai dengan kewenangannya.
7. Pemusnahan Prekursor
Pemusnahan adalah suatu kegiatan atau rangkaian kegiatan untuk
memusnahkan Prekursor Farmasi dan/atau Obat Mengandung Prekursor farmasi
yang tidak memenuhi persyaratan atau karena sebab lain dengan disaksikan oleh
Balai Besar/Balai POM setempat dan dicatat dalam berita acara pemusnahan.
(1) Pemusnahan dilaksanakan terhadap:
a. Prekursor Farmasi yang ditolak / rusak / kadaluwarsa;
b. Sampel pertinggal Prekursor Farmasi yang kadaluwarsa;
c. Sisa granul pencetakan/pengisian dari table dies;
d. Debu hasil pencetakan/pengisian/deduster mesin cetak/metal detector
khusus untuk mesin cetak/filling dedicated;
e. Sisa sampel pengujian;
f. Sisa sampel hasil pengujian pengawasan selama proses (in process
control)
g. Obat mengandung prekursor farmasi berupa obat kembalian/ obat hasil
penarikan / ditolak / obat kadaluwarsa;
h. Obat mengandung Prekursor Farmasi yang dibatalkan izin edarnya;;
i. Hasil trial yang tidak terpakai.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


29

(2) Harus tersedia daftar inventaris Prekursor Farmasi yang akan dimusnahkan
mencakup nama produsen, bentuk dan kekuatan sediaan, isi dan jenis
kemasan, jumlah, nomor bets, dan tanggal daluwarsa.
(3) Kebenaran Prekursor Farmasi yang akan dimusnahkan harus dibuktikan
dengan dokumen pendukung yang disetujui oleh Kepala Bagian Pemastian
Mutu bahwa Prekursor Farmasi sudah tidak memenuhi syarat untuk digunakan
dan/atau diedarkan.
(4) Pelaksanaan pemusnahan harus dibuat dengan memperhatikan pencegahan
diversi dan pencemaran lingkungan. Kegiatan pemusnahan ini dilakukan oleh
Apoteker Penanggung Jawab Produksi dan disaksikan oleh petugas Balai
Besar/Balai POM setempat. Kegiatan ini didokumentasikan dalam Berita
Acara Pemusnahan yang ditandatangani oleh pelaku dan saksi.

2.10 Swamedikasi

Swamedikasi atau pengobatan sendiri (self-medication) merupakan suatu


proses dimana seseorang dapat bermanfaat secara efektif terhadap dirinya
dalamhal pengambilan keputusan pada pencegahan, deteksi, dan pengobatan
penyakityang diderita.(Departemen Kesehatan,2006)

Penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas dalam pengobatan sendiri
(swamedikasi) harus mengikuti prinsip penggunaan obat secara umum,
yaitupenggunaan obat secara aman dan rasional. Swamedikasi yang bertanggung
jawab membutuhkan produk obat yang sudah terbukti keamanan, khasiat dan
kualitasnya, serta membutuhkan pemilihan obat yang tepat sesuai dengan indikasi
penyakit dan kondisi pasien.

Penggunaan Obat Wajib Apotek diperbolehkan/ dianjurkan dalam


pelaksanaan Swamedikasi, tetapi harus memenuhi kriteria yang dianjurkan
pemerintah berdasarkan SK MenKes RI No.347/MenKes/SK/VII/1990 tentang
Obat Wajib Apotik, dimana obat yang boleh diserahkan tanpa resep harus
memenuhi kriteria :

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


30

1. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak


dibawah usia 2 tahun dan orang tua diatas 65 tahun.
2. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan risiko pada
kelanjutan penyakit
3. Penggunaannya tidak memerlukan cara dan atau alat khusus dan harus
dilakukan oleh tenaga kesehatan.
4. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di
Indonesia.
5. Obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat
dipertanggung jawabkan untuk pengobatan sendiri.

Dalam pelaksanaan Swamedikasi, seorang Apoteker harus selalu


mempertimbangkan Rasio khasiat keamanan adalah perbandingan relative dari
keuntungan penggunaannya dengan mempertimbangkan risiko bahaya
penggunaannya.

Sebagai seorang profesional kesehatan dalam bidang


kefarmasian,Apoteker mempunyai peran yang sangat penting dalam memberikan
bantuan,nasehat dan petunjuk kepada masyarakat yang ingin melakukan
swamedikasi, agar dapat melakukannya secara bertanggung jawab. Apoteker
harus dapat menekankan kepada pasien, bahwa walaupun dapat diperoleh tanpa
resep dokter, namun penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas tetap dapat
menimbulkan bahaya dan efek samping yang tidak dikehendaki jika
dipergunakan secara tidak semestinya.

Dalam penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas, Apoteker memiliki
dua peran yang sangat penting, yaitu menyediakan produk obat yang sudah
terbukti keamanan, khasiat dan kualitasnya serta memberikan informasi yang
dibutuhkan atau melakukan konseling kepada pasien (dan keluarganya) agar obat
digunakan secara aman, tepat dan rasional. Konseling dilakukan terutama dalam
mempertimbangkan :
1. Ketepatan penentuan indikasi/penyakit
2. Ketepatan pemilihan obat (efektif, aman, ekonomis), serta
Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


31

3. Ketepatan dosis dan cara penggunaan obat.

Satu hal yang sangat penting dalam konseling swamedikasi adalah


meyakinkan agar produk yang digunakan tidak berinteraksi negatif dengan produk
– produk yang sedang digunakan atau dikonsumsi pasien. Di samping itu
Apoteker juga diharapkan dapat memberikan petunjuk kepada pasien bagaimana
memonitor penyakitnya, serta kapan harus menghentikan pengobatannya atau
kapan harus berkonsultasi kepada dokter. Informasi tentang obat dan
penggunaannya perlu diberikan pada pasien saat konseling untuk swamedikasi
pada dasarnya lebih ditekankan pada informasi farmakoterapi yang disesuaikan
dengan kebutuhan serta pertanyaan pasien.

2.11 Pengadaan Persediaan Apotek


Pengadaan persediaan farmasi merupakan kegiatan untuk memenuhi
kebutuhan perbekalan farmasi berdasarkan fungsi perencanaan dan penganggaran.
Tujuan pengadaan adalah memperoleh barang atau jasa yang dibutuhkan dalam
jumlah yang cukup dengan kualitas harga yang dapat dipertanggungjawabkan
dalam waktu dan tempat tertentu secara efektif dan efisien menurut tata cara dan
ketentuan yang berlaku. Pengadaan harus memenuhi beberapa syarat, yaitu:

a. Doematig, artinya sesuai tujuan/sesuai rencana. Pengadaan harus sesuai


kebutuhan yang sudah direncanakam sebelumnya.
b. Rechtmatig, artinya sesuai hak/sesuai kemampuan.
c. Wetmatig, artinya sistem/cara pengadaannya harus sesuai dengan
ketentuanyang berlaku.

Secara umum, jenis pengadaan berdasarkan waktu terdiri dari :

a. Annual purchasing, yaitu pemesanan dilakukan satu kali dalam satu tahun.
b. Scheduled purchasing, yaitu pemesanan dilakukan secara periodik dalam
waktu tertentu misalnya mingguan, bulanan, dan sebagainya.
c. Perpetual purchasing

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


32

d. Kombinasi antara annual purchasing, scheduled purchasing, dan perpetual


purchasing. Pengadaan dengan pemesanan yang bervariasi waktunya rpetual
purchasing, yaitu pemesanan dilakukan setiap kali tingkat persediaan rendah.
seperticara ini dapat diterapkan tergantung dari jenis obat yang dipesan.
Misalnya,obat impor dari suatu negara dimana devaluasi mata uang menjadi
masalahutama, atau obat berharga murah yang jarang digunakan cukup
dipesan sekalidalam setahun saja. Obat-obatan yang relatif slow moving tetapi
digunakansecara reguler dapat dipesan secara periodik setiap tahun
(scheduled purchasing), dan obat-obatan yang banyak diminati dan obat-
obatan yang harganya sangat mahal maka pemesanan dilakukan secara
perpetual purchasing.

Setelah menentukan jenis pengadaan yang akan diterapkan


berdasarkanfrekuensi dan waktu pemesanan, maka pengadaan barang di apotek
dapatdilakukan dengan berbagai cara, yaitu:

a. Pembelian kontan
Dalam pembelian kontan, pihak apotek langsung membayar harga obat
yang dibeli dari distributor. Biasanya dilakukan oleh apotek yang baru dibuka
karena untuk melakukan pembayaran kredit apotek harus menunjukkan
kemampuannya dalam menjual.
b. Pembelian kredit
Pembelian kredit adalah pembelian yang pembayarannya dilakukan pada
waktu jatuh tempo yang telah ditetapkan, misalnya 30 hari setelah obat
diterima apotek.
c. Pembelian konsinyasi (titipan obat)
Pembelian konsinyasi adalah titipan barang dari pemilik kepada apotek,
dimana apotek bertindak sebagai agen komisioner yang menerima komisi bila
barang tersebut terjual. Bila barang tersebut tidak terjual sampai batas waktu
kadaluarsa atau waktu yang telah disepakati maka barang tersebut dapat
dikembalikan pada pemiliknya.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


33

2.12 Penentuan Prioritas Pengadaan


Penyusunan prioritas dapat dilakukan dengan menggunakan metode
sebagai berikut:

2.12.1 Analisis VEN (Vital, Esensial, Non-esensial)


Analisis VEN adalah suatu cara untuk mengelompokkan obat berdasarkan
nilai kepentingan dan vitalitas obat terhadap pelayanan kesehatan untuk melayani
permintaan untuk pengobatan. Semua jenis obat dalam daftar obat dapat
dikelompokkan ke dalam tiga kelompok yaitu:
1. V (Vital)
Kelompok obat yang berpotensi untuk menyelamatkan kehidupan (life
saving drugs) atau untuk mengatasi penyakit penyebab kematian terbesar.
Pengadaan obat golongan ini diprioritaskan. Contoh: obat diabetes dan
hipertensi.
2. E (Esensial)
Kelompok obat yang efektif untuk obat-obat yang banyak diminta untuk
digunakan dalam tindakan atau pengobatan penyakit terbanyak di masyarakat.
Oleh karena itu, obat-obat golongan ini adalah obat yang fast moving.
3. N (Non esensial)
Kelompok obat yang digunakan untuk obat-obat pelengkap yang sifatnya
tidak esensial, tidak digunakan untuk penyelamatan hidup maupun
pengobatan penyakit terbanyak. Contoh obat yang termasuk jenis obat Non-
essensial adalah vitamin, suplemen dan lain-lain.

2.12.2 Analisis PARETO (ABC)


Disusun berdasarkan penggolongan persediaan yang mempunyai nilai
harga yang paling tinggi. Pareto membagi persediaan berdasarkan atas nilai rupiah
(volume persediaan yang dibutuhkan dalam satu periode dikalikan harga per unit).
Kriteria kelas dalam klasifikasi ABC:

1. Kelas A : persediaan yang memiliki volume rupiah yang tinggi. Kelas ini
mewakili sekitar 75-80 % dari total nilai penjualan, meskipun jumlahnya
Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


34

hanya sekitar 10-20 % dari seluruh item. Pengendalian khusus dilakukan


secara intensif.
2. Kelas B : persediaan yang memiliki volume rupiah yang menengah. Kelas ini
mewakili sekitar 10-20 % dari total nilai persediaan, meskipun jumlahnya
hanya sekitar 15-20 % dari seluruh item. Pengendalian khusus dilakukan
secara moderat.
3. Kelas C : persediaan yang memiliki volume rupiah yang rendah. Kelas ini
mewakili sekitar 60-80 % dari total nilai persediaan, tapi mewakili 5-10 %
dari total penjualan. Pengendalian khusus dilakukan secara sederhana

2.13 Strategi Pemasaran Apotek


Strategi pemasaran yang umumnya dilakukan oleh apotek adalah analisis
AIDA (Attention, Interest, Desire, Action). Analisis AIDA merupakan suatu
rangkaian proses dimulai dari menarik perhatian calon pembeli hingga
pembelimemutuskan untuk membeli di apotek.

2.13.1 Attention

Strategi ini merupakan upaya apotek untuk dapat menarik perhatian


pengunjung/konsumen, yang dapat dilakukan dengan:

1. Membuat desain eksterior apotek semenarik mungkin, seperti membuat


papannama yang besar dan memasang neon box agar mudah terlihat oleh
orang yanglewat.
2. Mendesain bangunan agar terlihat menarik dan juga memperhatikan
kondisiekonomi di lingkungan tempat pendirian apotek. Misalnya, jika apotek
beradadi lingkungan daerah menengah ke atas, maka desainnya dapat dibuat
lebihmewah agar tampak meyakinkan pengunjung di lingkungan tersebut
bahwaobat yang dijual lengkap dan berkualiatas. Namun sebaliknya, apabila
apotekdidirikan di lingkungan menengah ke bawah, maka desain yang dipilih
tidakperlu mewah agar tidak membuat pengunjung merasa enggan atau ragu

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


35

untukdatang karena memiliki sugesti obat yang dijual di apotek tersebut


mahal.
3. Menggunakan kaca transparan pada sisi depan apotek agar desain
interiorapotek dapat terlihat dari luar.

2.13.2 Interest
Strategi ini bertujuan untuk menimbulkan keinginan pengunjung untuk
masuk ke dalam apotek, yang dapat dilakukan dengan cara menyusun obat fast
moving yang dipajang di ruang tunggu agar dapat menarik pembeli sehingga dapat
langsung terlihat oleh pengunjung saat memasuki apotek. Selain itu, obat dapat
disusun dengan menarik yaitu dengan memperhatikan warna kemasan dan disusun
berdasarkan efek farmakologis. Ruang tunggu juga dapat dibuat nyaman dan
bersih sehingga meningkatkan interest.

2.13.3 Desire
Langkah selanjutnya setelah pengunjung masuk ke dalam apotek adalah
menimbulkan keinginan mereka untuk membeli obat. Upaya yang dapat dilakukan
adalah melayani pengunjung dengan ramah, cepat tanggap dengan keinginan
pelanggan, meningkatkan kelengkapan obat, dan memberikan harga yangbersaing.

2.13.4 Action
Setelah melalui beberapa tahap diatas, akhirnya pengunjung apotek
tersebut memutuskan mengambil sikap untuk menjadi pembeli obat di apotek.
Pada tahap ini, pembeli akan merasakan sendiri pelayanan yang diberikan apotek.
Pelayanan yang dapat diberikan antara lain dengan menunjukkan kecepatan
pelayanan dan pemberian informasi yang diperlukan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


BAB 3
TINJAUAN UMUM PT. KIMIA FARMA APOTEK

3.1 PT. Kimia Farma Apotek (KFA)


PT. Kimia Farma Apotek (KFA) merupakan anak perusahaan dari PT.
Kimia Farma (Persero) Tbk, yang bergerak di bidang ritail farmasi. PT. Kimia
Farma Apotek didirikan berdasarkan akta pendirian No. 6 tanggal 4 Januari 2003
dihadapan Notaris Ny. Imas Fatimah, S.H. di Jakarta.
Sejak tahun 2011, KFA telah melakukan program transformasi dan
mengubah visi perusahaan dari jaringan ritel farmasi menjadi jaringan layanan
kesehatan yang terkemuka dan mampu memberikan solusi kesehatan masyarakat
di Indonesia. Penambahan jumlah apotek merupakan bagian dari strategi
perusahaan dalam memanfaatkan momentum pasar bebas AFTA, dimana
pihak yang memiliki jaringan luas seperti Kimia Farma akan diuntungkan.
Hingga saat ini PT. Kimia Farma Apotek mempunyai 500 Apotek Pelayanan
yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia dan terkoordinasi dalam 36 Bisnis
Manager yang mengelola bagian pengadaan, administrasi dan keuangan,
sehingga sangat memungkinkan terwujudnya penyebaran dan pemerataan obat
– obatan baik untuk sektor swasta maupun pemerintah. PT. Kimia Farma
Apotek dalam melakukan kegiatannya selain melayani resep dokter juga
melengkapinya dengan swalayan farmasi atau “Hand Verkoop” (HV) yang
berisi obat – obat bebas dan bahan – bahan kebutuhan sehari – hari, juga
menyediakan tempat praktek dokter, laboratorium klinik dan optik sebagai
upaya meningkatkan mutu pelayanan kepada pasien.

3.1.1 Visi dan Misi PT. Kimia Farma Apotek


3.1.1.1 Visi
Menjadi perusahaan jaringan layanan kesehatan yang terkemuka dan
mampu memberikan solusi kesehatan masyarakat di Indonesia.

3.1.1.2 Misi
Menghasilkan pertumbuhan nilai perusahaan melalui :

36 Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


37

a. Jaringan layangan kesehatan yang terintegrasi meliputi jaringan apotek,


klinik, laboratorium klinik dan layanan kesehatan lainnya.
b. Saluran distribusi utama bagi produk sendiri dan produk prinsipal.
c. Pengambangan bisnis waralaba dan peningkatan pendapatan lainnya (Fee-
Based Income).

3.1.2 Struktur Organisasi PT. Kimia Farma Apotek


Sesuai dengan SK. Dir Kimia Farma Apotek No. KEP 023./DIR
KFA/VI/2005, tanggal 22 Juni 2005, PT. Kimia Farma Apotek dipimpin oleh
seorang direktur (Direktur Utama). Direktur Utama membawahi tiga direktur
yaitu, Direktur Operasional, Direktur Keuangan, dan Direktur Pengembangan.
Direktur Operasional dan Pengembangan sendiri membawahi Manager
Evaluasi Operasional, Manager Pengembangan Pasar, Manager Pelayanan dan
Logistik, serta Manager Bisnis. Direktur SDM dan Umum membawahi Manager
SDM, dan Manager Umum. Direktur Keuangan membawahi Manager Keuangan,
Manager Teknologi Informasi, serta Manager Akuntansi dan Perpajakan.
Organisasi Kimia Farma Apotek terdiri dari Manager Bisnis (BM) dan
Apotek Pelayanan. BM membawahi beberapa Apotek Pelayanan yang berada
dalam suatu wilayah yang bertugas menangani pengadaan, penyimpanan barang,
dan administrasi apotek pelayanan yang berada di bawahnya. Dengan adanya
konsep BM, diharapkan pengelolaan aset dan keuangan dari apotek dalam satu
area menjadi lebih efektif dan efisien, demikian juga kemudahan dalam
pengambilan keputusan – keputusan yang menyangkut antisipasi dan
penyelesaian masalah.
Keuntungan yang diperoleh melalui konsep Business Manager (BM)
adalah :

a. Koordinasi modal kerja menjadi lebih mudah.


b. Apotek pelayanan akan lebih fokus pada kualitas pelayanan, sehingga
mutu pelayanan akan meningkat yang diharapkan akan berdampak pada
peningkatan penjualan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


38

c. Merasionalkan jumlah SDM terutama tenaga administrasi yang


diharapkan berimbas pada efisiensi biaya administrasi.
d. Meningkatkan bargaining dengan pemasok untuk memperoleh sumber
barang dagangan yang lebih murah, dengan maksud agar dapat
memperbesar range margin atau HPP rendah.

PT. Kimia Farma Apotek membawahi 36 wilayah Unit Bisnis yang


mengelola sebanyak 500 Apotek yang tersebar di seluruh Indonesia. Untuk
wilayah Jabodetabek dibagi menjadi enam Unit Bisnis, yaitu:

a. Bisnis Manager Jaya I, membawahi wilayah Jakarta Selatan dan Jakarta


Barat dengan kantor BM yang berada di Apotek Kimia Farma No.42
Jl. Hassanudin No.1 Jakarta Selatan.
b. Bisnis Manager Jaya II, membawahi wilayah Jakarta Pusat, Jakarta Timur,
Jakarta Utara, dengan kantor BM berada di Apotek Kimia Farma No.48
Matraman.
c. Bisnis Manager Bogor, membawahi wilayah Bogor, Depok, dan Sukabumi
dengan kantor BM terletak di Apotek Kimia Farma No.7 Bogor.
d. Bisnis Manager Tangerang membawahi wilayah Propinsi Banten dengan
kantor BM terletak di Apotek Kimia Farma No.78 Tangerang.
e. Bisnis Manager Bekasi membawahi wilayah Bekasi dan sekitarnya,
dengan kantor BM yang terletak di Apotek Kimia Farma No.284
Siliwangi Bekasi.
f. Bisnis Manager Rumah Sakit Jakarta, membawahi wilayah RS Cipto
Mangunkusumo; RS Jakarta Heart Center; RSU Pengayoman, dengan kantor
BM yang terletak di RS. Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta Pusat.

3.2 Fasilitas dan Layanan


Layanan Plus Apotek Kimia Farma :

a. Merespon perubahan yang terjadi di masyarakat, khususnya menyangkut


peningkatan kesadaran kesehatan, Kimia Farma telah mencanangkan
perubahan paradigma menjadi “Health Care Company” menggunakan

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


39

konsep “One Stop Health Care Solution” dengan pengembangan usaha baru
selain Apotek, yaitu laboratorium klinik dan klinik kesehatan, dan optik.
Pelayanan farmasi di Apotek Kimia Farma menggunakan standar Good
Pharmacy Practice (GPP) yaitu standar internasional yang diterbitkan oleh
The International Pharmaceutical Federation serta standar yang
ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Sedangkan pelayanan klinik
menggunakan standar Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tentang
klinik dan pelayanan laboratorium klinik menggunakan standar Good
Laboratory Practice (GLP) dan prinsip – prinsip akreditasi dari Komite
Akreditasi Laboratorium Kesehatan (KALK) Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.
b. Apotek Kimia Farma menjadi “One Stop Service Provider” untuk
komunitas disekitarnya. Dengan demikian, apotek kimia farma tidak lagi
sekedar meyediakan obat, tetapi juga menawarkan penunjang diagnosa dan
pemeliharaan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat.
c. Paradigma baru menyangkut pelayanan kesehatan terus dikembangkan,
antara lain dengan terus meningkatkan jumlah layanan swalayan farmasi di
Apotek serta penambahan ruang praktek dokter. Selain itu, untuk
menambah rasa nyaman bagi konsumen, Kimia Farma Apotek melakukan
renovasi sekaligus penataan Lay Out ruangan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


BAB 4
TINJAUAN KHUSUS
APOTEK KIMIA FARMA NOMOR 48

Apotek KF (Kimia Farma) No. 48 merupakan salah satu apotek


pelayanan yang tergabung dalam unit Business Manager Jaya 2 yang
membawahi Jakarta Pusat, Jakarta Timur, dan Jakarta Utara.

4.1 Struktur Organisasi dan Personalia


a. Struktur Organisasi
Apotek Kimia Farma No. 48 Matraman dikepalai oleh seorang Apoteker
Pengelola Apotek (APA) yang disebut juga sebagai Manager Apotek
Pelayanan. Dalam melakukan layanan kefarmasian APA dibantu oleh
Apoteker Pendamping. APA membawahi 2 supervisor, yaitu supervisor layanan
farmasi dan supervisor swalayan farmasi. Supervisor layanan farmasi
membawahi asisten apoteker, juru resep dan kasir, sedangkan supervisor
swalayan farmasi membawahi pelayanan OTC (Over The Counter atau
penjualan bebas).

Gambar 4.1 Struktur Organisasi Apotek

b. Personalia

Personalia Apotek Kimia Farma No. 48 Matraman dibagi menurut


tugasnya adalah sebagai berikut :

1) Apoteker Pengelola Apotek


2) Apoteker Pendamping
3) Supervisor Layanan Farmasi
4) Asisten Apoteker
5) Juru resep
6) Kasir

40 Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


41

7) Supervisor Swalayan Farmasi


8) Petugas Pengadaan

4.2 Lokasi dan Tata Ruang Apotek

a. Lokasi

Lokasi apotek Kimia Farma No. 48 terletak di Jl. Matraman Raya


No. 55 Jakarta Timur yang berada di lingkungan yang sangat strategis dan
ramai, karena terletak pada tepi jalan raya dua arah yang dapat dilalui oleh
kendaraan umum dan pribadi, serta berada di daerah pemukiman, sekolah,
perkantoran, dan pertokoan. Di sekitar apotek juga terdapat halte busway dan
jembatan penyeberangan sehingga dapat dijangkau oleh pejalan kaki dari
kedua arah jalan. Pada bagian area parkir yang terletak di depan Apotek
hanya dikhususkan untuk pelanggan apotek. Desain apotek dibuat sesuai
dengan standar yang telah di tetapkan oleh PT. Kimia Farma Apotek. Bagian
paling depan apotek dilengkapi dengan papan iklan Kimia Farma dengan
warna biru tua dan logo jingga/orange dengan tulisan Kimia Farma, hal ini
dibuat dengan tujuan agar masyarakat lebih mudah untuk menemukan lokasi
Apotek Kimia Farma.

b. Tata Ruang Apotek

Ditinjau dari tata ruangannya, apotek berada di lantai 1 yang


dilengkapi dengan pendingin ruangan dan penerangan lampu yang cukup baik,
serta berfungsi sebagai tempat pelaksanaan kegiatan pelayanan apotek.
Adapun pembagian ruang atau tempat yang terdapat di dalam apotek antara
lain :
1) Ruang tunggu
Ruang tunggu terdapat di sebelah kiri pintu masuk apotek. Ruang ini
dilengkapi dengan dua baris tempat tunggu, koran dan majalah, serta
timbangan badan.
Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


42

2) Area Optik
Area ini berada di sebelah kiri pintu masuk apotek di depan ruang
tunggu pasien, terdiri dari counter optik dan dilengkapi oleh alat pemeriksa
mata. Pada bagian yang dipisahkan oleh sekat kaca terdapat laboratorium
pemotongan lensa.
3) Area Swalayan farmasi
Area ini berada di sebelah kanan pintu masuk apotek dan mudah
terlihat dari ruang tunggu pasien. Ruangan ini terdiri atas lemari pendingin
yang berisi minuman ringan dan susu, rak – rak untuk meletakkan obat – obat
bebas dan bebas terbatas, alat kesehatan, kosmetika, peralatan dan makanan
bayi serta obat – obat herbal.
4) Tempat penerimaan resep dan Kasir
Tempat ini dibatasi oleh suatu meja yang tingginya sebatas dada yang
membatasi ruang dalam apotek dengan pasien.

5) Tempat Penyerahan Obat


Tempat ini dilengkapi dengan 2 kursi yang diletakkan berhadapan dan
dipisahkan oleh meja yang dilengkapi dengan komputer, sehingga
memudahkan Apoteker dalam memberikan pelayanan informasi obat maupun
konseling bagi pasien pada saat penyerahan obat

6) Tempat penyiapan obat dan tempat peracikan


Tempat penyiapan obat terletak di bagian belakang tempat penerimaan
resep dan penyerahan obat. Dalam area ini terdapat rak – rak kayu yang di
dalamnya terdapat obat-obat yang disusun menurut abjad dan dikelompokkan
menurut bentuk sediaan serta kelompok farmakologi dan terapi tertentu, yaitu
sediaan padat (tablet dan kapsul), sediaan setengah padat (salep dan krim
topikal), sediaan cair (sirup), obat antibiotik dan obat psikotropik sedangkan
untuk obat narkotik diletakkan di lemari khusus yang dipasang pada dinding,
terdapat pula lemari es untuk menyimpan obat – obat seperti suppositoria,
ovula dan insulin serta terdapat meja untuk menulis etiket dan aktivitas
penyiapan obat lain sebelum diserahkan kepada pasien.
Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


43

Pada setiap kotak penyimpanan obat juga diberi penandaan dalam


bentuk stiker berwarna untuk mengetahui waktu kadaluarsa obat. Stiker
berwarna merah menyatakan bahwa waktu kadaluarsa obat tersebut terjadi
pada tahun ini. Stiker berwarna kuning menyatakan bahwa waktu kadaluarsa
obat tersebut terjadi pada tahun depan. Stiker berwarna hijau menyatakan
bahwa waktu kadaluarsa obat tersebut terjadi pada lebih dari 2 tahun yang
akan datang.
Tempat peracikan terletak di bagian samping tempat penyiapan obat.
Dalam ruangan ini juga terdapat rak – rak kayu yang di dalamnya terdapat
obat – obat yang disusun menurut abjad dan dikelompokkan dalam kelompok
farmakologi dan terapi tertentu, yaitu obat generik, obat askes, obat tetes
mata/ telinga /hidung dan salep mata, inhaler/spray dan sediaan injeksi. Di
ruangan ini dilakukan penimbangan, peracikan, pencampuran dan pengemasan
obat – obat yang dilayani berdasarkan resep dokter. Ruangan ini dilengkapi
fasilitas untuk peracikan seperi timbangan, blender, lumpang dan alu, serta
bahan baku dan alat – alat meracik lainnya.
7) Area Administrasi
Area ini berada di lantai 2 dimana berfungsi sebagai tempat pelaksanaan
segala kegiatan administrasi dan keuangan. Di area ini juga terdapat Ruangan
Khusus yang digunakan oleh Apoteker Pengelola Apotek selaku Bussines
Manager dalam melaksanakan tugas kesehariannya.
8) Ruang penunjang lainnya
Ruang ini terdiri dari toilet, ruang penyimpanan arsip resep, mushola dan
tempat praktek dokter.

4.3 Kegiatan Apotek Kimia Farma Nomor 48

Apotek Kimia Farma No. 48 Matraman memberikan pelayanan setiap


hari selama 24 jam sejak tanggal 3 Agustus 2009. Pelayanan terbagi dalam 3
shift yaitu shift pagi pukul 07.30 – 14.30, shift siang pukul 14.30 – 21.00 dan
shift malam pukul 21.00 – 08.00. Dalam tiap shift terdapat penanggung jawab

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


44

shift, yaitu seorang Apoteker pendamping, kecuali pada saat shift malam yaitu
seorang Asisten apoteker senior.
Kegiatan di Apotek Kimia Farma No. 48 Matraman, antara lain :
a. Pengadaan Barang
Dilakukan oleh petugas pengadaan yang bertanggung jawab kepada
Manager Apotek Pelayanan. Pengadaan barang dilakukan berdasarkan data
yang tercatat pada buku defekta/permintaan obat serta melakukan
pertimbangan faktor – faktor ekonomi dan kebutuhan dari konsumen yang
sebelumnya harus mendapat persetujuan dari manajer apotek. Kebutuhan
barang tersebut ditulis pada Bon Permintaan Barang Apotek (BPBA).
Pengadaan barang di Apotek Kimia Farma No. 48 Matraman
dilakukan melalui Unit Bisnis Jaya II (BM Jaya II). Permintaan barang
dilakukan dengan mentransfer Bon Permintaan Barang Apotek (BPBA)
melalui Sistem Informasi Manajemen dan Keuangan Apotek (SIMKA).
Barang yang dipesan oleh apotek akan diantar langsung oleh Padagang
Besar Farmasi (PBF) bersangkutan ke gudang BM kecuali untuk Narkotik,
Psikotropik, dan Prekusor diantar langsung oleh PBF ke apotek. Bila
permintaan barang yang tercantum dalam Bon Permintaan Barang Apotek
(BPBA) tidak seluruhnya dapat dipenuhi oleh Bisnis Manajer Jaya II selama 3
hari berturut – turut, maka apotek pelayanan harus mencantumkan kembali
barang tersebut pada Bon Permintaan Barang Apotek selanjutnya. Khusus
untuk pengadaan narkotika, pemesanan dilakukan oleh masing – masing
apotek pelayanan melalui surat pemesanan (SP).
Apotek pelayanan dapat melakukan pembelian mendesak (by pass) jika
obat atau perbekalan farmasi lainnya dibutuhkan segera tetapi tidak ada
persediaan, tetapi tetap harus disetujui dulu oleh bagian pembelian Bisnis Manajer
(BM).
Prosedur pembelian barang melalui BM Jaya II adalah :
1) Bagian pembelian di bisnis manajer mengumpulkan data barang yang
harus dipesan berdasarkan Bon Permintaan Barang Apotek (BPBA) dari
apotek pelayanan. Pemesanan reguler dilakukan oleh bisnis manajer
sebanyak 1 kali dalam seminggu yaitu hari senin.
Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


45

2) Bagian pembelian Bisnis Manajer membuat surat pesanan yang berisi


nama distributor, nama barang, kemasan, jumlah barang dan potongan
harga yang kemudian ditandatangani oleh bagian pembelian dan Manajer
Apotek Pelayanan. Surat pesanan dibuat rangkap dua untuk dikirim ke
pemasok dan untuk arsip apotek.
3) Setelah membuat pesanan, bagian pembelian langsung memesan barang ke
pemasok. Bila ada pesanan mendadak maka bagian pembelian akan
melakukan pemesanan melalui telepon dan surat pesanan akan diberikan
pada saat barang diantarkan.
4) Pemasok akan mengantar langsung barang yang dipesan oleh apotek
pelayanan ke apotek yang bersangkutan disertai dengan dokumen faktur
dan SP (surat pesanan), faktur di entry APP (Apotek Pelayanan) kemudian
dikirim ke bisnis manajer bagian hutang atau dengan cara pemasok
mengantarkan barang ke gudang bisnis manajer.

Gambar 4.2 Alur Pengadaan Barang di Apotek Kimia Farma No 48

b. Penerimaan Barang
Setelah barang yang dipesan datang dilakukan penerimaan dan
pemeriksaan barang. Pemeriksaan yang dilakukan antara lain pemeriksaan nama,
kemasan, jumlah, tanggal kadaluarsa dan kondisi barang serta dilakukan
pencocokan antara faktur dengan surat pesanan yang meliputi nama, kemasan,
jumlah, harga barang serta nama pemasok. Kemudian dibuat tanda terima pada
faktur dengan ditandatangani dan diberi stempel apotek.
c. Penyimpanan barang
Apotek memiliki ruang/tempat penyimpanan sediaan farmasi dan
perbekalan kesehatan lainnya pada sarana swalayan farmasi dan ruang peracikan.
Swalayan farmasi menyediakan tempat untuk men-display obat bebas dan obat
bebas terbatas serta informasi bagi pasien berupa brosur/ leaflet. Di dalam ruang
peracikan, sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya disimpan di dalam
rak-rak/lemari yang memudahkan pengisian dan pengeluaran barang.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


46

Penyimpanan sediaan farmasi disusun berdasarkan kelas terapi (sifat


farmakologis), keamanan, bentuk sediaan, suhu stabilitas dan disusun sacara
alfabetis. Lemari penyimpanan sediaan farmasi diruang peracikan terdiri dari :
1. Lemari penyimpanan obat ethical/ prescription drugs berdasarkan kelas terapi
(analgetik, pencernaan, hormon, saluran nafas, saluran kemih,
muskuloskeletal, alergi, jantung & hipertensi, SSP, obat kanker,
antibiotik,serta vitamin)
2. Lemari penyimpanan obat narkotika yang terkunci
3. Lemari penyimpanan obat psikotropika yang terkunci
4. Lemari penyimpanan bahan baku obat
5. Lemari penyimpanan sediaan sirup atau suspensi
6. Lemari penyimpanan sediaan obat tetes/drops dan lotion
7. Lemari penyimpanan sediaan salep dan tetes mata
8. Lemari penyimpanan sediaan injeksi dan infus
9. Lemari pendingin untuk penyimpanan obat yang termolabil seperti:
suppositoria, serum, vaksin, insulin, dan tetes mata tertentu.
Setiap AA bertanggung jawab terhadap lemari penyimpanan obat yang
telah ditetapkan, meliputi kerapihan, kebersihan, dan kelengkapan/stok obat yang
ada di lemarinya. Setiap pemasukan dan penggunaan obat/barang harus selalu
diinput ke dalam komputer dan dicatat pada kartu/ buku stok meliputi tanggal
pengisian/ pengambilan, nomor dokumen, jumlah barang yang diisi/ diambil, sisa
barang, dan paraf petugas yang melakukan pengisian/pengambilan barang. Kartu
stok harus selalu diisi dengan lengkap dan rapi serta diletakkan di masing-masing
kotak obat/ barang.

d. Penjualan
Penjualan yang dilakukan oleh Apotek KF No.48 meliputi penjualan
tunai dan kredit obat dengan resep dokter, serta pelayanan upaya pengobatan diri
sendiri (UPDS). Penjualan tunai obat dengan resep dilakukan terhadap pelanggan
ang langsung datang ke apotek untuk menebus obat yang dibutuhkan dan dibayar
secara tunai. Penjualan tunai obat dengan resep dokter mengikuti alur sebagai
berikut :
Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


47

a) AA pada bagian penerimaan resep menerima resep dari pasien, lalu dilakukan
pemeriksaan kelengkapan dan keabsahan resep tersebut.
b) Ada tidaknya obat pada persediaan akan diperiksa oleh AA. Bila obat yang
dibutuhkan tersedia, kemudian dilakukan pemberian harga dan
pemberitahuan kepada pasien.
c) Setelah disetujui oleh pasien, segera dilakukan pembayaran atas obat dan
dibuatkan struk pembayaran obat tersebut yang disatukan dengan resep
aslinya. Pasien menerima struk pembayaran dan diminta untuk menunggu.
Informasi pasien akan dicatat di Catatan Pengobatan Pasien/ Patient
Medication Records. Bila obat hanya diambil sebagian maka petugas
membuat salinan resep/ copy resep untuk pengambilan sisanya. Bagi pasien
yang memerlukan kuitansi dapat pula dibuatkan kuitansi dan salinan resep di
belakang kuitansi tersebut.
d) Obat disiapkan.
e) Setelah obat selesai disiapkan maka obat diberi etiket dan label bila perlu dan
dikemas dengan kemasan.
f) Pemeriksaan kembali dilakukan sebelum obat diberikan yang meliputi nomor
resep, nama pasien, kebenaran obat, jumlah dan etiketnya, serta dilakukan
juga pemeriksaan salinan resep sesuai resep aslinya serta kebenaran kuitansi.
g) Obat diserahkan kepada pasien sesuai dengan nomor resep yang disertai
dengan informasi tentang cara pemakaian obat dan informasi lain yang
diperlukan pasien. Konseling dapat dilakukan bersamaan pada saat pemberian
informasi obat atas permintaan pasien.
h) Lembaran resep asli dikumpulkan menurut nomor urut dan tanggal resep dan
disimpan sekurang-kurangnya tiga tahun.

Penjualan secara kredit obat dengan resep dokter adalah penjualan obat
dengan resep berdasarkan perjanjian kerjasama yang telah disepakati oleh suatu
perusahaan/instansi dengan apotek yang pembayarannya dilakukan secara kredit
melalui penagihan kepada perusahaan secara berkala. Prosedur pelayanan resep
kredit pada dasarnya sama dengan pelayanan resep tunai, hanya saja pada
pelayanan resep kredit terdapat beberapa perbedaan seperti:
Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


48

a) Setelah resep dokter diterima dan diperiksa kelengkapannya serta


disesuaikan dengan daftar obat yang discover oleh rekanan, maka dilakukan
penetapan harga namun tidak dilakukan pembayaran oleh pasien tetapi
langsung dikerjakan oleh petugas apotek.
b) Harga resep kredit ditetapkan berdasarkan perjanjian kerjasama oleh
intansi/perusahaan dengan Apotek Kimia Farma, sehingga harganya berbeda
dengan pembelian resep tunai.
c) Penomoran resep dokter yang dibeli secara kredit dibedakan dengan resep
yang dibeli secara tunai.

Resep disusun dan disimpan terpisah dari resep yang dibeli secara tunai
kemudian dikumpulkan dan dijumlahkan nilai rupiahnya berdasarkan masing –
masing instansi atau perusahaan untuk dilakukan penagihan pada saat jatuh
tempo pembayaran yang telah disepakati bersama.

Pelayanan UPDS adalah penjualan obat bebas atau perbekalan farmasi


yang dapat dibeli tanpa resep dari dokter seperti OTC (over the counter) baik obat
bebas dan obat bebas terbatas. Pelayanan UPDS mengikuti alur sebagai berikut:
a) Petugas menerima permintaan barang dari pasien dan langsung
menginformasikan ketersediaan obat.
b) Setelah disetujui oleh pembeli, pembeli langsung membayar ke kasir.
c) Bagian kasir menerima uang pembayaran dan membuat bukti penyerahan
nota penjualan bebas.
d) Barang beserta bukti pembayaran penjualan bebas diserahkan kepada pasien.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


49

Gambar 4.3 Alur Pelayanan Resep di Apotek Kimia Farma No 48

e. Pengelolaan Narkotika dan Psikotropika


Pengelolaan narkotika dan psikotropika diatur secara khusus mulai dari
pengadaan sampai pemusnahan untuk menghindari terjadinya kemungkinan
penyalahgunaan obat tersebut. Pelaksanaan pengelolaan narkotika dan
psikotropika di Apotek Kimia Farma No.48 meliputi :
1. Pengelolaan narkotika
a) Pemesanan narkotika
Pemesanan sediaan narkotika dilakukan secara tertulis sesuai dengan
ketentuan yang berlaku. Surat pesanan menggunakan surat pemesanan
khusus narkotika yang sudah ditandatangani oleh APA dikirim secara
online ke PBF KF selaku distributor tunggal. Ketika barang yang dipesan
Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


50

datang akan ditukar dengan surat pemesanan khusus yang asli. Surat
pemesanan dibuat rangkap empat, yang masing-masing diserahkan
kepada PBF yang bersangkutan (SP asli dan 2 lembar copy SP), dan satu
lembar sebagai arsip di apotek. Setiap lembar SP hanya berlaku untuk
satu item narkotika.
b) Penerimaan narkotika
Penerimaan narkotika dari PBF harus diterima oleh APA. APA akan
menandatangani faktur tersebut setelah melihat kesesuaian dengan surat
pesanan. Pada saat diterima dilakukan pemeriksaan yang meliputi jenis
dan jumlah narkotika yang dipesan.

c) Penyimpanan narkotika
Obat-obat yang termasuk golongan narkotika di Apotek Kimia
FarmaNo.48 disimpan dalam lemari khusus yang terkunci memiliki dua
pintu. Kunci lemari tersebut dipegang oleh apoteker pendamping atau
supervisor.
d) Pelayanan narkotika
Apotek Kimia Farma No.48 hanya melayani resep narkotika dari resep
asli atau salinan resep yang dibuat oleh Apotek Kimia Farma No.48
sendiri yang belum
diambil sama sekali atau baru diambil sebagian. Apotek tidak melayani
pembelian obat narkotika tanpa resep atau pengulangan resep yang ditulis
oleh apotek lain. Resep yang berisi narkotika dipisahkan dan
digarisbawahi dengan tinta merah serta mencantumkan alamat atau
nomor telepon pasien.
e) Pelaporan narkotika

Pelaporan penggunaan narkotika di Apotek Kimia Farma No.48 dibuat


setiap bulan melalui program SIPNAP (Sistem Pelaporan Narkotika dan
Psikotropika) Kemenkes RI yang meliputi laporan penggunaan sediaan
jadi narkotika dan laporan khusus penggunaan morfin, petidin, dan
derivatnya. Laporan dibuat rangkap lima dan ditandatangani oleh APA

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


51

dengan mencantumkan nama jelas, alamat apotek, dan stempel apotek


yang kemudian
dikirimkan kepada Kepala Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat, dengan
tembusan kepada Kepala Balai Besar POM Propinsi DKI Jakarta, Unit
Logistik Sentral PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Unit Pelayanan
Penanggung Jawab Narkotika, dan Arsip apotek
f) Pemusnahan narkotika
Prosedur pemusnahan narkotika dilakukan sebagai berikut :
1) APA membuat dan menandatangani surat permohonan untuk
pemusnahan narkotika yang berisi antara lain jenis dan jumlah
narkotika yang rusak dan
atau tidak memenuhi syarat.
2) Surat permohonan yang telah ditandatangani oleh APA dikirimkan ke
Balai
POM Propinsi DKI Jakarta. Balai POM akan menetapkan waktu dan
tempat pemusnahan.
3) Kemudian dibentuk panitia pemusnahan yang terdiri dari APA, AA,
Petugas Balai POM, dan Kepala Kantor Dinkes Jakarta Pusat.
4) Bila pemusnahan narkotika telah dilaksanakan, dibuat Berita Acara
Pemusnahan yang berisi: hari, tanggal, bulan, tahun dan tempat
dilakukannya pemusnahan; Nama, jenis dan jumlah narkotika yang
dimusnahkan; Cara pemusnahan; Petugas yang melakukan
pemusnahan; nama dan tanda tangan APA. Berita acara tersebut
dikirimkan kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan (POM),
Kepala dinas kesehatan Propinsi, dan Arsip apotek.

2. Pengeloaan psikotropika
Pengelolaan psikotropika di Apotek Kimia Farma No.48 meliputi :
a) Pemesanan Psikotropika
Pemesanan obat psikotropika dilakukan dengan menggunakan Surat
Pesanan Psikotropika yang boleh berisi lebih dari satu jenis psikotropika.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


52

Surat pemesanan dibuat rangkap 2, yang masing-masing diserahkan ke


PBF yang bersangkutan (asli) dan 1 lembar sebagai arsip di apotek.

b) Penyimpanan Psikotropika
Penyimpanan obat psikotropika dilakukan di lemari khusus yang terpisah
darib sediaan yang lain, terkunci, dan anak kunci dikuasakan kepada AA
penanggung jawab psikotropik.
c) Pelayanan Psikotropika
Apotek Kimia Farma No.48 hanya melayani resep psikotropika dari
resep dokter. Pengulangan resep atau copy resep yang berisi psikotropika
dapat dilayani dengan memeriksa terlebih dahulu kelengkapan serta
kerasionalan resep oleh apoteker.
d) Pelaporan Psikotropika
Prosedur pelaporan penggunaan psikotropika sama dengan pelaporan
penggunaan narkotika melalui program SIPNAP Kemenkes RI.
e) Pemusnahan Psikotropika
Tata cara pemusnahan psikotropika sama dengan tata cara pemusnahan
narkotika. Dalam pelaksanaannya, pemusnahan Psikotropika dapat
dilakukan bersamaan dengan pemusnahan narkotika.

3. Pengelolaan Prekusor
Pengelolaan Prekursor Farmasi dan/atau Obat mengandung Prekursor
Farmasi Menurut PerKaBPOM No. 40 Tahun 2013 Tentang Pedoman
Pengelolaan Prekursor Farmasi dan Obat mengandung Prekursor Farmasi
meliputi kegiatan :
a. Pengadaan ;
1. Pengadaan Prekursor Farmasi dapat dilakukan melalui impor langsung
atau melalui Importir Terdaftar Prekursor Farmasi (IT Prekursor Farmasi).
2. Pengadaan Prekursor Farmasi dan/atau Obat Mengandung Prekursor
Farmasi melalui impor langsung dapat dilakukan bila industri farmasi telah
memiliki izin sebagai Importir Produsen Prekursor Farmasi (IP Prekursor
Farmasi).
Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


53

3. Pengadaan Prekursor Farmasi harus berdasarkan rencana kebutuhan


produksi tahunan Prekursor Farmasi.
4. Pengadaan Prekursor Farmasi kepada industri farmasi dalam negeri yang
memproduksi prekursor farmasi dan melalui IT harus dilengkapi dengan
surat pesanan.
5. Surat Pesanan (SP) sebagaimana dimaksud pada butir (4), harus:
 Asli dan dibuat tindasannya sebagai arsip (Anak Lampiran 1a contoh
form surat pesanan prekursor farmasi dari industri farmasi kepada IT
Prekursor Farmasi);
 Ditandatangani oleh Apoteker Penanggung Jawab Produksi dengan
mencantumkan nama lengkap, nomor Surat Izin Kerja Apoteker
(SIKA) dan stempel perusahaan;;
 Mencantumkan nama dan alamat kantor, lokasi pabrik, dan lokasi
gudang bila berada di luar pabrik, nomor telepon/faksimili, nomor izin
Industri Farmasi;;
 Mencantumkan nama Prekursor Farmasi dan/atau obat Mengandung
Prekursor Farmasi, jumlah (ditulis dalam bentuk angka dan huruf),
bentuk dan kekuatan sediaan, besar dan jenis kemasan;;
 Diberi nomor urut tercetak dan tanggal dengan penulisan yang jelas
atau cara lain yang dapat tertelusur.
6. Prekursor Farmasi yang dimiliki oleh Industri Farmasi tidak boleh
dipindahtangankan kepada pihak lain walaupun dalam satu grup.

b. penyimpanan;
Prekursor Farmasi baik yang masih dalam status karantina maupun yang
sudah diluluskan, wajib disimpan di gudang yang aman, terpisah dari
penyimpanan bahan obat lain, diberi penandaan yang jelas, terkunci serta
mempunyai penanggung jawab yang ditunjuk. Khusus untuk obat mengandung
Prekursor Farmasi disimpan di gudang yang aman berdasarkan analisis risiko
masing--masing Industri Farmasi. :

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


54

1. Prekursor Farmasi dan/atau Obat Mengandung Prekursor Farmasi tersebut


diberi identitas yang jelas dan disimpan dalam gudang obat kembalian
namun terpisah dari produk lain.
2. Melakukan stock opname bahan obat secara berkala sekurang- kurangnya
1 (satu) bulan sekali sedangkan produk antara, produk ruahan serta obat
mengandung Prekursor Farmasi sekurang- kurangnya 6 (enam) bulan
sekali.
3. Melakukan pencatatan dan investigasi apabila terdapat selisih stok saat
stock opname untuk mendapat akar permasalahan dan dilakukan tindakan
perbaikan & pencegahan serta dilaporkan ke Badan POM.
4. Membatasi akses personil ke gudang untuk menghindari personil yang
tidak berkepentingan.

c. pembuatan;
1. Perencanaan produksi obat mengandung Prekursor Farmasi yang
dilakukan oleh bagian Production Planning and Inventory Control (PPIC)
harus memperhatikan jeda waktu antara penimbangan, penyimpanan di
ruang penyimpanan hasil timbang, dan proses pembuatan.
2. Bukti dokumen penyerahan bahan obat dari bagian gudang ke bagian
produksi harus ditandatangani oleh sekurang--kurangnya supervisor
produksi.
3. Penimbangan harus disaksikan oleh sekurang--kurangnya supervisor, jika
diperlukan ruangan penimbangan dapat dilengkapi dengan Closed Circuit
Television (CCTV).
4. Bahan obat yang telah ditimbang untuk keperluan produksi harus disimpan
di ruang penyimpanan hasil timbang dengan aman, terpisah dan terkunci.
Jika bahan obat disimpan bersama dengan bahan obat lain maka harus
disimpan dalam wadah dilengkapi dengan segel bernomor. Sebelum
disimpan, bahan sisa timbang harus ditimbang kembali dengan disaksikan
oleh sekurang-kurangnya supervisor untuk memastikan kebenaran berat
sisa timbang.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


55

5. Sebelum dilakukan pencampuran harus dilakukan verifikasi kesesuaian


penimbangan oleh operator produksi disaksikan oleh sekurang--kurangnya
supervisor dan dicatat dalam catatan pengolahan bets untuk memastikan
tidak ada diversi dalam tahap tersebut.
6. Penambahan bahan obat ke dalam campuran harus diketahui oleh
sekurang-kurangnya supervisor dan dicatat dalam catatan pengolahan bets.

d. penyaluran;
Penyaluran adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan
memindahtangankan Prekursor Farmasi dan/atau Obat Mengandung Prekursor
Farmasi baik dalam rangka perdagangan atau bukan perdagangan.
e. penyerahan;
Penyerahan adalah kegiatan memberikan Obat Mengandung Prekursor
Farmasi antar fasilitas pelayanan kefarmasian maupun kepada pengguna akhir
(pasien) dalam rangka pelayanan kesehatan.

f. penanganan obat kembalian


1. Penanganan obat kembalian harus dilakukan oleh Apoteker
Penanggung Jawab Pemastian Mutu.
2. Penerimaan obat kembalian harus disertai surat pengembalian barang
dari fasilitas yang mengembalikan dengan dilengkapi fotokopi faktur
penjualan dan/atau SPB.
3. Penanggung jawab yang ditunjuk harus melakukan verifikasi
kesesuaian terhadap surat pengembalian barang dan fotokopi faktur
penjualan dan/atau SPB.
4. Verifikasi meliputi nama produsen, nama produk, bentuk dan kekuatan
sediaan, jumlah obat, nomor bets, dan tanggal daluwarsa obat yang
dikembalikan. Obat kembalian harus dikarantina dan disimpan

g. penarikan kembali obat (recall);

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


56

Penarikan Kembali Obat (Recall) adalah proses penarikan Obat


Mengandung Prekursor Farmasi dari rantai distribusi baik berdasarkan
instruksi Badan POM maupun atas inisiatif industri farmasi terkait.
h. pemusnahan;
Pemusnahan adalah suatu kegiatan atau rangkaian kegiatan untuk
memusnahkan Prekursor Farmasi dan/atau Obat Mengandung Prekursor farmasi
yang tidak memenuhi persyaratan atau karena sebab lain dengan disaksikan oleh
Balai Besar/Balai POM setempat dan dicatat dalam berita acara pemusnahan.

i. pencatatan dan pelaporan

1. Industri Farmasi pengelola Prekursor Farmasi wajib membuat dan


menyimpan catatan serta mengirimkan laporan.

2. Pencatatan dilakukan terhadap setiap tahapan pengelolaan mulai darim


pengadaan, penyimpanan, pembuatan, penyaluran, penanganan obat
kembalian, penarikan kembali obat (recall), pemusnahan, dan inspeksi
diri secara tertib dan akurat serta disahkan oleh Apoteker Penanggung
Jawab Produksi dan Apoteker Penanggung jawab Pemastian Mutu.

j. inspeksi diri.

Inspeksi Diri adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh personil dalam


organisasi fasilitas pengelola untuk memastikan pemenuhan terhadap ketentuan
peraturan perundang--undangan baik terhadap pengelolaan Prekursor Farmasi
dan/atau Obat Mengandung Prekursor Farmasi maupun deteksi diversi sedini
mungkin.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


BAB 5
PEMBAHASAN

Apotek Kimia Farma No. 48 Matraman terletak di lokasi yang cukup


strategis dan mudah diakses oleh masyarakat karena terletak ditepi jalan besar dua
arah yang cukup ramai, banyak dilalui oleh kendaraan pribadi maupun kendaraan
umum dan terletak didekat jembatan penyeberangan sehingga dapat dijangkau
oleh pejalan kaki dari kedua arah jalan. Lokasi apotek kimia farma ini diperjelas
dalam keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang
sarana dan prasarana menurut standar pelayanan kefarmasian di apotek, yang
menyebutkan bahwa apotek berlokasi pada daerah yang mudah dikenali dan dapat
mudah diakses oleh masyarakat.
Apotek Kimia Farma No. 48 terdiri dari dua lantai dan juga dilengkapi
dengan fasilitas tempat parkir. Lantai satu merupakan tempat pelayanan
kefarmasian dan terdapat empat tempat praktik dokter seperti dokter umum,
dokter anak, dokter kulit dan kecantikan serta dokter gigi. Adanya praktik dokter
ini memberi kontribusi berupa pemasukan resep yang berasal dari dokter praktik
tersebut sehingga menambah omset resep pada apotek.
Pada lantai dua apotek merupakan tempat kegiatan unit Bisnis Manager
Jaya II. Menurut segi tata ruang apotek, apotek Kimia Farma No. 48 dinilai sudah
cukup baik untuk dapat menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan. Hal ini
dapat terlihat dari adanya ruang tunggu pasien, counter penerimaan resep dan
penyerahan obat, ruang penyimpanan obat, tempat pemberian informasi dan
konseling pasien, swalayan farmasi, mushola dan toilet. Ruangan-ruangan yang
ada di apotek dilengkapi dengan penerangan yang baik sehingga member
kenyamanan baik bagi petugas apotek maupun pelanggan atau konsumen, namun
kondisi ruang peracikan resep kurang luas, sehingga memungkinkan
terhambatnya pekerjaan para petugas untuk bekerja dengan baik dan cepat.
Keberadaan fasilitas tempat parkir terbuka, sehingga memudahkan bagi
pengunjung yang datang dan merasa nyaman ketika datang ke apotek ini.
Sayangnya lahan parkir kurang luas, karena sedikit menggunakan bahu jalan.

63 Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


59

Tata ruang dan bangunan Apotek Kimia Farma No. 48 ini sudah sesuai
dengan KepMenKes RI No.1332/Menkes/SK/X/2002, dimana bangunan apotek
sekurang-kurangnya terdiri dari ruang tunggu, ruang administrasi dan ruang kerja
apoteker, ruang penyimpanan obat, ruang peracikan dan penyerahan obat,
ventilasi dan sistem sanitasi yang baik dan memenuhi syarat higienis. Apotek juga
harus dilengkapi dengan papan nama yang memuat nama apotek, nama APA
(Apoteker Pengelola Apotek), nomor SIA, alamat dan nomor telepon apotek.
Selain bangunan yang memenuhi syarat, apotek harus memiliki perlengkapan
antara lain alat pengolahan dan peracikan seperti timbangan, mortar, gelas ukur,
perlengkapan penyimpanan perbekalan farmasi seperti lemari obat dan lemari
pendingin, tempat penyimpanan khusus narkotika dan psikotropika, buku standar
yang berhubungan dengan apotek seperti ISO, MIMS dan DPHO serta alat
administrasi seperti blanko pesanan obat, faktur, kuitansi dan salinan resep.
Apotek Kimia Farma No. 48 Matraman sudah memiliki perlengkapan –
perlengkapan tersebut. Tempat penyiapan obat terletak di bagian belakang
counter penerimaan resep dan penyerahan obat. Dalam ruangan ini terdapat rak-
rak kayu yang di dalamnya terdapat obat-obat yang disusun menurut abjad dan
dikelompokkan menurut bentuk sediaan serta kelompok subterapinya. Untuk obat
antibiotik dan obat psikotropik diletakkan di rak terpisah dengan obat yang lain
sedangkan untuk obat narkotik diletakkan di lemari khusus sesuai dengan
persyaratan yang dipasang pada dinding, terdapat pula lemari pendingin untuk
menyimpan obat obat seperti suppositoria, ovula dan insulin serta terdapat meja
untuk menulis etiket dan aktivitas penyiapan obat lain sebelum diserahkan kepada
pasien. Di bagian atas meja ini terdapat rak untuk meletakkan buku defekta,
blanko bon permintaan barang apotek, salinan resep, kuitansi, tanda terima obat,
permintaan DOWA sedangkan rak bagian bawah digunakan untuk meletakkan
buku-buku seperti ISO, MIMS dan DPHO.
Tempat peracikan terletak di bagian samping tempat penyiapan obat.
Dalam ruangan ini juga terdapat rak-rak kayu sebagai tempat penyimpanan obat.
Ruangan ini dilengkapi fasilitas untuk peracikan seperi timbangan, blender,
lumpang dan alu, bahan baku dan alat-alat meracik lainnya serta wastafel untuk
mencuci alat-alat tersebut.
Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


60

Proses administrasi di Apotek Kimia Farma No. 48 Matraman dilakukan


secara komputerisasi untuk meningkatkan kelancaran dan efisiensi pelayanan
apotek. Sistem ini juga membantu apotek untuk mengatasi masalah yang mungkin
baru diketahui setelah obat diserahkan ke pasien dimana sistem komputer kasir
mengharuskan petugas memasukkan alamat dan nomor telepon pasien yang dapat
dihubungi sebelum melakukan pencetakan struk pembayaran.
Walaupun telah diterapkan dalam sistem komputerisasi namun untuk
informasi jumlah persediaan obat masih dilakukan secara manual, sehingga saat
melayani resep petugas apotek harus melihat stok obat yang tersedia terlebih
dahulu. Hal ini menyebabkan pasien harus menunggu sebelum resepnya dilayani.
Perencanaan pengadaan barang di Apotek Kimia Farma No. 48 dilakukan
berdasarkan buku defekta dari bagian pelayanan resep dan penjualan OTC atau
swalayan farmasi. Pengadaan barang untuk pelayanan resep, OTC, dan swalayan
dilakukan setiap 10 hari sekali setelah penerimaan barang dari gudang
berdasarkan system
Pengadaan barang di Apotek Kimia Farma No. 48 sudah cukup baik
sehingga target penjualan harian apotek dapat tercapai. Pada pengawasan
persediaan masing-masing obat atau barang dilengkapi dengan kartu stok pada
tiap kotak penyimpanannya. Pencatatan kartu stok langsung dilakukan pada saat
barang disimpan dan diambil.
Pengeluaran barang dilakukan dengan menggunakan sistem FIFO (First In
First Out) dan FEFO (First Expired First Out), dengan sistem ini barang yang
memiliki tanggal kadaluarsa yang lebih cepat dikeluarkan terlebih dahulu
sehingga dapat mengurangi risiko terjadinya kadaluarsa obat sebelum terjual.
Penyimpanan obat-obat di Apotek Kimia Farma No. 48 berdasarkan
kelompok tertentu seperti obat antibiotik, obat generik dan obat askes serta
berdasarkan bentuk sediaan yang disusun secara alfabetis untuk mempermudah
pencarian. Selain itu, pengelompokan obat sudah sesuai dengan konsep Good
Pharmacy Pratice, dimana dalam konsep ini obat-obat disimpan berdasarkan
kelas terapinya untuk meminimalisir terjadinya kesalahan dalam pengambilan
obat yang sesuai dengan indikasi penyakit pasien.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


61

Untuk pengawasan terhadap mutu, kadaluarsa dan kesesuaian jumlah obat


yang ada dilakukan stock opname setiap tiga bulan. Pada setiap kotak
penyimpanan obat juga diberi stiker berwarna untuk mengetahui waktu kadaluarsa
obat yaitu stiker hijau untuk yang waktu kadaluarsanya masih 2 tahun atau lebih,
stiker kuning untuk yang waktu kadaluarsanya tahun depan dan stiker merah
untuk yang waktu kadaluarsanya tahun ini. Hal ini baik dilakukan sehingga
meminimalisir kesalahan penyerahan obat yang telah mencapai waktu
kadaluarsanya.
Peletakkan barang di swalayan farmasi didesain berdasarkan kelompok
terapinya dan bentuk sediaannya untuk obat-obatan (medicines) dan berdasarkan
penggunaanya, misalnya hair care, skin care dan baby care untuk persedian alkes
dan barang-barang di luar kategori medicines. Papan petunjuk yang bertuliskan
kelompok tertentu sudah tertata dengan baik, sehingga memudahkan pelanggan
atau konsumen untuk mencari produk yang diinginkan, namun dengan penulisan
informasi dalam bahasa asing terkadang membuat pelanggan atau konsumen
masih kesulitan untuk mencari produk yang diinginkan, sehingga harus bertanya
kepada petugas apotek mengenai letak produk yang dicarinya.
Sebagian produk OTC (Over The Counter) masih belum dilengkapi
dengan label harga sehingga menyulitkan konsumen untuk mengetahui atau
membandingkan harga obat atau barang yang ingin dibelinya.
Pelayanan resep di Apotek Kimia Farma No.48 terdiri dari pelayanan
penjualan bebas, resep dokter, resep tunai, resep kredit, penjualan engross,
swamedikasi/ Upaya Pengobatan Diri Sendiri (UPDS).
Pada pelayanan resep kredit, untuk pembelian dan pembayarannya
berdasarkan kerjasama serta perjanjian yang disetujui antara apotek dengan
instansi atau perusahaan. Pada dasarnya, banyaknya resep kredit menunjukkan
suatu apotek cukup baik dalam mengembangkan usahanya, akan tetapi semakin
meningkatnya resep kredit yang diterima oleh apotek, maka semakin besar modal
apotek yang tertahan dalam bentuk piutang.
Pada Apotek Kimia Farma No. 48, pelayanan resep kredit hampir sama
banyaknya dengan pelayanan resep tunai. Hal ini menunjukkan bahwa
pengembangan usaha apotek Kimia Farma No. 48 cukup baik, walaupun ini juga
Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


62

berarti semakin besar modal apotek yang tertahan dalam bentuk piutang, namun
karena diimbangi dengan pelayanan resep tunai yang banyak maka hal tersebut
tidak menjadi masalah. Guna memperkecil kesalahan dalam pelayanan resep
maka dilakukan proses pemeriksaan obat sebelum diserahkan ke pasien.
Pemeriksaan tersebut meliputi pemeriksaan terhadap nama obat, jumlah,
penandaan etiket, permintaan salinan resep dan kuitansi sehingga pasien
menerima obat sesuai dengan yang diresepkan baik jenis, sediaan, jumlah,
maupun aturan penggunaannya.
Komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) di apotek ini masih kurang
optimal dilakukan, hal ini dikarenakan adanya keterbatasan tenaga, waktu
apoteker yang tersedia. Informasi biasanya diberikan sewaktu penyerahan obat
yang berkaitan dengan cara penggunaan, waktu penggunaan, dosis, dan
penyimpanan obat serta pemilihan terapi yang tepat kepada pasien. Pada
umumnya, petugas yang bekerja di bagian pelayanan atau penjualan telah
melayani dengan baik (ramah, sigap dan mau membantu mengatasi kesulitan
pelanggan). Selain itu, petugas juga cukup informatif dalam melayani pelanggan,
berbicara dengan bahasa yang mudah dimengerti pasien dan cepat tanggap dalam
mengatasi keluhan konsumen. Keadaan ini harus terus dipertahankan dan jika
mungkin ditingkatkan lagi.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
a. Apoteker sebagai pengelola apotek memiliki peran penting, serta memegang
tanggung jawab besar dalam pengelolaan seluruh aspek di apotek
b. Apoteker dalam upaya pelaksanaan kegiatan kefarmasian harus dapat
berfungsi secara profesional, retailer dan sebagai manajerial
c. Kegiatan pelayanan kefarmasian yang dilakukan di Apotek Kimia Farma
No.48 Jakarta meliputi pelayanan resep dokter, pelayanan swamedikasi/
usaha penyembuhan diri sendiri (UPDS), serta pelayanan swalayan farmasi,
dan perbekalan alat kesehatan.
d. Proses pengadaan barang yang di Apotek Kimia Farma No 48 berasal dari
dropping gudang berdasarkan BPBA dari apotek maupun dropping antar
apotek jaringan.

6.2 Saran
a. Peningkatan upaya disiplin dalam penulisan stok barang di kartu stok, untuk
meminimalisir angka kekurangan maupun kehilangan barang.
b. Upaya satu pasien satu medical record untuk kemudahan pengecekan obat
dan monitoring riwayat pengobatan pasien terutama bagi costumer UPDS.
c. Peningkatan pengawasan dalam pelayanan UPDS untuk menjaga
kerasionalan pemberian obat bagi pasien

63 Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


DAFTAR ACUAN

Badan POM RI. (2013). Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
No. 40 Tahun 2013 tentang Pedoman Pengelolaan Prekursor Farmasi.
Jakarta. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.

Departemen Kesehatan RI. (1978). Peraturan Menteri Kesehatan


No.28/Menkes/Per/I/1978 tentang Penyimpanan Narkotika. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. (1980). Apotek. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan


Nomor 25 Tahun 1980. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. (1993). Peraturan Menteri Kesehatan No. 922 Tahun
1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. (1997). Undang-Undang No. 5 tahun 1997 tentang


Psikotropika. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. (2002). Keputusan Menteri Kesehatan


No.1322/Menkes/SK/X/2002 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 922/MENKES/PER/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata
Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. (2004). Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek.


Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor1027/Menkes/Sk/IX/2004. Jakarta: Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan Depkes RI.

Departemen Kesehatan RI. (2008). Petunjuk Teknis Pelaksanaan Standar


Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Dalam Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 1027/Menkes/Sk/IX/2004. Jakarta: Ditjen Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan Depkes RI.

Kementerian Kesehatan. (2006). Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Obat


Bebas Terbatas. Jakarta : Direktorat Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kemerntrian Kesehatan. (2010). Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2010


tentang Prekursor. Jakarta. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia

64 Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


65

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Peraturan Menteri


Kesehatan Republik Indonesia No. 889/MENKES/PER/V/2011 tentang
Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Peraturan Pemerintah RI No. 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 35 tahun 2009 Tentang Narkotika.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 39 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Umar, M. (2011). Manajemen Apotek Farmasi. Jakarta : Wira Putra Kencana.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


LAMPIRAN

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


67

Lampiran 1. Contoh Form Surat Pesanan Obat Mengandung Prekusor Farmasi


dari Apotek kepada Industri Farmasi atau PBF

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


68

Lampiran 2. Contoh Form Laporan Bulanan Penyaluran Obat Mengandung


Prekusor Farmasi

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


69

Lampiran 3. Contoh Form Laporan Pengadaan dan Penyerahan Obat Mengandung


Prekursor Farmasi

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


70

Lampiran 4. Contoh Surat Pesanan Narkotika

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


71

Lampiran 5. Contoh Surat Pesanan Psikotropika

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


UNIVERSITAS INDONESIA

MAKALAH HERNIA

TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 48
JL. MATRAMAN RAYA NO.55 JAKARTA TIMUR
PERIODE 02 JANUARI – 14 FEBRUARI 2014

FABIOLA BIWARA RATRI, S.Farm


1306343561

ANGKATAN LXXVIII

FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JUNI 2014

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


UNIVERSITAS INDONESIA

MAKALAH HERNIA

TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 48
JL. MATRAMAN RAYA NO.55 JAKARTA TIMUR
PERIODE 02 JANUARI – 14 FEBRUARI 2014

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker

FABIOLA BIWARA RATRI, S.Farm


1306343561

ANGKATAN LXXVIII

FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JUNI 2014

ii

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ...................................................................................... i


HALAMAN JUDUL ......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii

BAB 1. PENDAHULUAN ................................................................................ 1


1.1. Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2. Tujuan ...................................................................................................... 2

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 3


2.1. Definisi Hernia Inguinalis ........................................................................ 3
2.2. Jenis – jenis Hernia Inguinalis ................................................................... 6
2.3. Etiologi Hernia Inguinalis ......................................................................... 8
2.4. Patofisiologi Hernia Inguinalis .................................................................. 8
2.5. Manifestasi Klinik Hernia Inguinalis ....................................................... 10
2.6. Diagnosis Hernia Inguinalis .................................................................... 12

BAB 3. PEMBAHASAN ................................................................................ 13


3.1. Penatalaksanaan Hernia Inguinalis .......................................................... 13
3.2. Penatalaksanaan Hernia Inguinalis Lateralis ............................................ 15
3.3. Penatalaksanaan Hernia Inguinalis Medialis ............................................ 16
3.4. Penatalaksanaan Hernia Femoralis .......................................................... 16
3.5. Penatalaksanaan Hernia dengan Herniotomi dan Herniorafi menurut metode
Bassini ................................................................................................... 17

BAB 4. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 21


4.1. Kesimpulan

DAFTAR ACUAN .......................................................................................... 22

iii

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Secara umum hernia didefinisikan sebagai penonjolan abnormal organ intra


abdominal melalui suatu defek bawaan atau yang didapat. Bila organ intra
abdominal yang masih terbungkus peritoneum parietal keluar dari rongga
abdomen dan tampak pada permukaan tubuh maka disebut hernia eksternal.
Sedangkan hernia internal adalah penonjolan organ intra abdominal melalui fossa
atau lubang yang ada dalam rongga abdomen.

Hernia dapat terjadi akibat kelainan kongenital maupun didapat. Pada anak
– anak atau bayi, lebih sering disebabkan karena kurang sempurnanya proceus
vaginalis untuk menutup seiring dengan turunnya testis atau buah zakar. Pada
orang dewasa faktor pencetus terjadinya hernia antara lain kegemukan, batuk –
batuk kronis, asites, beban berat, riwayat keluarga, dan lain – lain.
Klasifikasi hernia secara umum adalah hernia eksterna, yaitu jenis hernia
dimana kantong hernia menonjol keseluruhan melewati dinding abdomen. Contoh
dari heria eksterna adalah hernia inguinalis, hernia femoralis, hernia umbilikalis,
hernia obturatoria. Selain itu terdapat hernia intraparietal, yaitu kantong hernia
berada didalam dinding abdomen. Hernia interna adalah hernia yang kantongnya
berada didalam rongga abdomen seperti hernia diafragma baik yang kongenital
mauun yang didapat. Sedangkan menurut gejalanya, hernia dapat dibedakan
antara reponibel, ireponibel, inkaserata, strangulata. Hernia reponibel adalah
hernia dengan kondisi isi hernia yang dapat keluar masuk dari rongga abdomen ke
kantong hernia dan sebaliknya. Sedangkan pada hernia ireponibel, isi hernia tidak
dapat masuk atau dimasukkan kedalam rongga abdomen. Hernia inkaserata adalah
hernia ireponibel ditambah jepitan usus sehingga memberikan tanda – tanda ileus
obstruktivus. Hernia strangulata adalah hernia ireponibel ditambah dengan tanda –
tanda gangguan sirkulasi lokal daerah hernia karena adanya iskemi atau nekrosis
dari ini hernia, pada kondisi ini, benjolan akan terasa sakit, tegang, edema, atau
bahkan terdapat tanda infeksi.

1 Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


2

Berdasarkan hasil penelitian, hernia yang sering terjadi adalah hernia


inguinalis indirek, yaitu sebesar 50%, kemudian hernia inguinalis direk sebesar
25% dan hernia femoralis sekitar 15%. Hernia juga lebih sering terjadi pada
penduduk pria dibandingkan wanita. Sehingga pembahasan pada makalah ini
dibatasi pada hernia inguinalis.

1.2 Tujuan

Tujuan pelaksanaa tugas khusus mengenai penyakit hernia ini, antara lain :

1. Mahasiswa PKPA dapat memahami mengenai segala hal yang berkaitan


dengan penyakit Hernia
1. Mahasiswa PKPA dapat mengetahui proses penatalaksanaan penyakit hernia

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Hernia Inguinalis


Hernia inguinalis adalah hernia yang melalui anulus inguinalis
internus/lateralis menelusuri kanalis inguinalis dan keluar rongga abdomen
melalui anulus inguinalis externa/medialis (Mansjoer A,dkk 2000).

Gambar 2.1 Hernia Inguinalis

2.2 Jenis-jenis Hernia Inguinalis


Hernia inguinalis, terdiri dari 2 macam yaitu :
1. Hernia inguinalis indirect
Disebut juga hernia inguinalis lateralis adalah hernia yang melalui anulus
inguinalis internus atau lateralis menyelusuri kanalis inguinalis dan keluar rongga
perut melalui anulus inguinalis externa atau medialisis (Arif Mansjoer dkk, 2001).
Apabila hernia ini berlanjut, tonjolan akan sampai ke skrotum, ini disebut hernia

3 Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


4

skrotalis. Kantong hernia berada di dalam m.kremaster, terletak anteromedial


terhadap vas deferens dan struktur lain dalam tali sperma (Sari DK, 2005).
Hernia ini disebut lateralis karena menonjol dari perut di lateral pembuluh
epigastrika inferior. Disebut indirek karena keluar melalui dua pintu dan saluran,
yaitu anulus dan kanalis inguinalis; berbeda dengan hernia medialis yang
langsung menonjol melalui segitiga Hasselbach dan disebut sebagai hernia
direk. Kantung dari inguinalis indirek berjalan melalui anulus inguinalis
profunda, lateral pembuluh epigastrika inferior, dan akhimya ke arah skrotum.
Pada pemeriksaan hernia lateralis, akan tampak tonjolan berbentuk lonjong
sedangkan hernia medial berbentuk tonjolan bulat . Pada bayi dan anak, hernia
lateralis disebabkan oleh kelainan bawaan berupa tidak menutupnya prosesus
vaginalis peritoneum sebagai akibat proses penurunan testis ke skrotum. Hernia
geser dapat terjadi di sebeblah kanan atau kiri. Hernia yng di kanan biasany berisi
sekum dan sebagian kolon ascendens, sedangkan yng di kiri berisi sebagian kolon
desendens (Sari DK, 2005).
Hernia inguinalis indirecta yang merupakan hernia paling sering terjadi
dan dipercaya bersifat congenital, menonjol melalui annulus inguinalis profundus,
canalis inguinalis dan keluar melalui annulus inguinalis superficialis ke scrotum
atau labium majus. Sesuai dengan bentuk dan letaknya maka disebut juga hernia
inguinalis obliqua/lateralis. Hernia inguinalis indirecta lebih sering daripada yang
directa dan dua puluh kali lebih banyak pada pria daripada wanita, sepertiganya
bilateral serta lebih sering pada sisi kanan. Sesuai dengan mekanisme terjadinya,
diselubungi oleh ketiga lapisan ductus deferens.
Ada dua macam hernia inguinalis indirecta, yaitu yang congenitalis dan
acquisita (didapat). Perbedaannya secara anatomis terletak pada apakah prosesus
vaginalis telah atau belum menutup. Pada yang congenitalis processus vaginalis
belum menutup sehingga isi abdomen (usus) dapat mengisi sampai pada cavum
scroti. Pada yang acquisita (didapat) kantong hernia tidak berhubungan dengan
cavum scroti karena processus vaginalis telah menutup. Hernia inguinalis
congenitalis yang sudah terjadi sejak lahir sering tidak diketahui sampai usia anak,
atau bahkan usia dewasa. Kantong hernianya berupa peritoneum, sisa processus
vaginalis yang telah menutup (ligamentum vaginale), lapisan-lapisan fascia

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


5

spermatica interna, m.cremaster, dan fascia spermatica externa serta bagi yang
congenitalis processus vaginalis tetap terbuka. Pada wanita dimana processus
vaginalis menetap (canalis Nucki), hernia dapat menuju sampai labium majus.
Jika tempat keluar hernia inguinalis indirecta terletak di sebelah lateralis dari
arteria epigastrica, hernia ingunalis directa menonjol keluar melalui trigonum
inguinale di sebelah medial dari arteria tersebut. Hernia inguinalis directa
menembus keluar melalui annulus inginalis superficialis yang melebar menonjol
ke dinding abdomen, ada juga yang berpendapat bahwa hernia ini tidak melalui
annulus inguinalis superficialis, tetapi menonjol melalui “conjoint tendon” dan
mencapai annulus (Sjamsu & Wim, 1997).
Kantung hernia indirek sebenarnya adalah suatu prosesus vaginalis yang
berdilatasi secara persisten. Hernia ini berjalan melalui anulus inguinalis profunda
dan mengikuti selubungnya ke skrotum. Pada anulus profunda, kantung mengisi
sisi lateral dari korda. Lemak properitoneal sering kali berkaitan dengan kantung
indirek dan dikenal sebagai lipoma dari korda, meskipun lemak tersebut bukan
tumor. Organ-organ retroperitoneal seperti misalnya kolon sigmoid, sekum, dan
ureter dapat tergelincir ke dalam kantung indirek. Dalam kantung itu, organ-organ
tersebut menjadi bagian dari dinding kantung dan rentan terhadap cedera selama
perbaikan. Hernia sliding ini sering kali besar dan sebagian iredusibel (Sabiston,
1994).

2. Hernia inguinalis direct


Disebut juga hernia inguinalis medialis, karena menonjol langsung ke depan
melalui segitiga Hasselbach, daerah yang dibatasi oleh ligamentum inguinale di
bagian inferior, pembuluh epigastrika inferior di bagian lateral dan tepi otot rektus
di bagian medial. Dasar segitiga hasselbach dibentuk oleh fasia transversal yang
diperkuat oleh serat aponeurosis m.transversus abdominis yang kadang-kadang
tidak sempurna sehingga daerah ini potensial untuk menjadi lemah. Hernia
medialis, karena tidak keluar melalui kanalis inguinalis dan tidak ke skrotum,
umumnya tidak disertai strangulasi karena cincin hernia longgar. Nervus
ilioinguinalis dan N. iliofemoralis mempersarafi otot di regio inguinalis, sekitar
kanalis inguinalis, dan tali sperma, serta sensibilitas kulit regio inguinalis,

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


6

skrotum, dan sebagian kecil kulit tungkai atas bagian proksimomedial (Sari DK,
dkk, 2005).
Hernia directa tidak begitu sering seperti hernia indirecta; kurang lebih
15% dari seluruh hernia inguinalis dan biasanya bilateral. Biasanya terjadi pada
laki-laki berusia lebih dari 40 tahun, jarang terjadi pada wanita dan terjadi sebagai
akibat kelemahan otot-otot abdomen bagian depan, yang disertai peninggian
tekanan intraabdominal. Kantong hernia terdiri dari peritoneum dan fascia
transversalis. Kantung dari inguinalis direk menonjol secara langsung melalui
dasar kanalis inguinalis, terhadap pembuluh epigastrika inferior, dan jarang turun
ke dalam skrotum (Sabiston, 1994). Hernia inguinalis direk ini hampir selalu
disebabkan peninggian tekanan intraabdomen kronik dan kelemahan otot dinding
di trigoum Hasselbach. Oleh karena itu, hernia ini umumnya terjadi bilateral,
khususnya pada lelaki tua. Hernia ini jarang, bahkan hampir tidak pernah,
mengalami inkarserasi dan strangulasi. Mungkin terjadi hernia geser yang
mengandung sebagian dinding kandung kemih. Kadang ditemukan defek kecil di
m. oblikus internus abdominis, pada segala usia, dengan cincin yang kaku dan
tajam yang sering menyebabkan strangulasi. Hernia ini banyak diderita oleh
penduduk Afrika (Sari DK, dkk, 2005).
Kantung hernia inguinalis direk berasal dari dasar kanalis inguinalis, yaitu
segitiga Hesselbach; menonjol secara langsung; dan kantung hernia ini tidak
mengandung aponeurosis otot obliqus ekstemus. Hanya pada keadaan yang
jarang, hernia ini sedemikian besarnya sehingga mendesak keluar melalui anulus
superfisialis dan turun ke dalam skrotum. Kandung kemih sering menjadi
komponen sliding dari kantung hernia direk (Sabiston, 1994).

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


7

Gambar 2.2 Perbedaan Antara Hernia Inguinal Direk dan Indirek

Tabel 1. Perbedaan antara hernia inguinalis indirek dan hernia inguinalis direk

Indirek Direk

Usia berapapun,
Usia pasien terutama muda Lebih tua

Penyebab Dapat kongenital Didapat

Bilateral 20 % 50 %

Penonjolan saat batuk Oblik Lurus

Tidak segera mencapai Mencapai ukuran


Muncul saat berdiri ukuran terbesarnya terbesar dengan segera

Dapat tidak tereduksi


Reduksi saat berbaring segera Tereduksi segera

Penurunan ke skrotum Sering Jarang

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


8

Oklusi cincin internus Terkontrol Tidak terkontrol

Leher kantong Sempit Lebar

Strangulasi Tidak jarang Tidak biasa

Hubungan dengan
pembuluh darah
epigastric inferior Lateral Medial

2.3 Etiologi
Terdapat dua faktor predisposisi utama hernia inguinalis yaitu peningkatan
tekanan pada abdomen dan melemahnya dinding abdomen (Grace PA, dkk, 2002).
Tekanan yang meningkat pada abdomen terjadi karena :
1. Mengangkat beban berat
2. Batuk – PPOK
3. Tahanan saat defekasi – konstipasi atau obstruksi usus besar
4. Distensi abdomen – yang mungkin mengindikasikan adanya gangguan
intraabdomen
5. Perubahan isi abdomen, misalnya : adanya asites, tumor jinak atau ganas,
kehamilan, lemak tubuh.

Kelemahan dinding abdomen terjadi karena :


1. Umur yang semakin bertambah
2. Malnutrisi–baik makronutrien (protein, kalori) atau mikronutrien (misalnya:
Vit. C)
3. Kerusakan atau paralisis dari saraf motorik
4. Abnormal metabolisme kolagen.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


9

2.4 Patofisiologi

Hernia berkembang ketika intra abdominal mengalami pertumbuhan


tekanan seperti tekanan pada saat mengangkat sesuatu yang berat, pada saat buang
air besar atau batuk yang kuat atau bersin dan perpindahan bagian usus kedaerah
otot abdominal, tekanan yang berlebihan pada daerah abdominal itu tentu saja
akan menyebabkan suatu kelemahan mungkin disebabkan dinding abdominal
yang tipis atau tidak cukup kuatnya pada daerah tersebut dimana kondisi itu ada
sejak atau terjadi dari proses perkembangan yang cukup lama, pembedahan
abdominal dan kegemukan. Pertama-tama terjadi kerusakan yang sangat kecil
pada dinding abdominal, kemudian terjadi hernia. Karena organ-organ selalu
selalu saja melakukan pekerjaan yang berat dan berlangsung dalam waktu yang
cukup lama, sehingga terjadilah penonjolan dan mengakibatkan kerusakan yang
sangat parah.sehingga akhirnya menyebabkan kantung yang terdapat dalam perut
menjadi atau mengalami kelemahan jika suplai darah terganggu maka berbahaya
dan dapat menyebabkan ganggren

Hernia inguinalis dapat terjadi karena kongenital atau karena sebab yang
didapat. Insiden hernia meningkat dengan bertambahnya umur karena
meningkatnya penyakit yang meninggikan tekanan intra abdomen dan jaringan
penunjang berkurang kekuatannya. Dalam keadaan relaksasi otot dinding perut,
bagian yang membatasi anulus internus turut kendur. Pada keadaan ini tekanan
intra abdomen tidak tinggi dan kanalis inguinalis berjalan lebih vertikal. Bila otot
dinding perut berkontraksi kanalis inguinalis berjalan lebih transversal dan anulus
inguinalis tertutup sehingga dapat mencegah masuknya usus ke dalam kanalis
inguinalis. Pada orang dewasa kanalis tersebut sudah tertutup, tetapi karena
kelemahan daerah tersebut maka akan sering menimbulkan hernia yang
disebabkan keadaan peningkatan tekanan intra abdomen.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


10

Pathway Hernia

2.5 Manifestasi Klinik

Pada umumnya keluhan pada orang dewasa berupa benjolan di lipat paha
yang timbul pada waktu mengedan, batuk, atau mengangkat beban berat, dan
menghilang waktu istirahat baring. Pada bayi dan anak-anak, adanya benjolan
yang hilang timbul di lipat paha biasanya diketahui oleh orang tua. Jika hernia
mengganggu dan anak atau bayi sering gelisah, banyak menangis, dan kadang-
kadang perut kembung, harus dipikirkan kemungkinan hernia strangulata.
Pada inspeksi diperhatikan keadaan asimetri pada kedua sisi lipat paha,
skrotum, atau labia dalam posisi berdiri dan berbaring. Pasien diminta mengedan
atau batuk sehingga adanya benjolan atau keadaan asimetri dapat dilihat. Palpasi
Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


11

dilakukan dalam keadaan ada benjolan hernia, diraba konsistensinya, dan dicoba
mendorong apakah benjolan dapat direposisi. Setelah benjolan tereposisi dengan
jari telunjuk atau jari kelingking pada anak-anak, kadang cincin hernia dapat
diraba berupa anulus inguinalis yang melebar.
Pada hernia insipien tonjolan hanya dapat dirasakan menyentuh ujung jari
di dalam kanalis inguinalis dan tidak menonjol keluar. Pada bayi dan anak-anak
kadang tidak terlihat adanya benjolan pada waktu menangis, batuk, atau
mengedan. Dalam hal ini perlu dilakukan palpasi tali sperma dengan
membendingkan yang kiri dan yang kanan; kadang didapatkan tanda sarung
tangan sutra.

Gejala lokal termasuk :


o benjolan yang bervariasi ukurannya, dapat hilang saat berbaring, dan timbul
saat adanya tahanan.
o nyeri tumpul lokal namun terkadang tajam, rasa tidak enak yang selalu
memburuk di senja hari dan membaik pada malam hari, saat pasien
berbaring bersandar dan hernia berkurang.
Secara khas, kantung hernia dengan isinya membesar dan mengirimkan
impuls yang dapat teraba jika pasien mengedan atau batuk. Pertama kali pasien
diperiksa dalam keadaan berbaring, kemudian berdiri untuk semua hernia
abdominal eksterna, tidak mungkin meraba suatu hernia lipat paha yang bereduksi
pada saat pasien berbaring. Area pembengkakan di palpasi untuk menentukan
posisi yang tepat dan karakteristiknya. Benjolan dapat dikembalikan ke atau dapat
semakin membesar saat batuk – merupakan suatu yang khas. Semakin nyata saat
pasien berdiri.
Kontrol terhadap hernia untuk mencegah ia keluar adalah dengan
menekannya dengan jari di titik dimana reduksi dapat dilakukan. Pasien diminta
untuk batuk : jika hernia tidak muncul, berarti ia sudah dikendalikan dan
menunjukkan letak leher dari sakus sudah tepat.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


12

2.6 Diagnosa
a. Anamnesa
Gejala dan tanda klinis hernia banyak ditentukan oleh keadaan isi hernia.
Pada hernia reponsibel keluhan satu-satunya adalah adanya benjolan di lipat paha
yang muncul pada waktu bediri, batuk, bersin, atau mengedan, dan menghilang
setelah berbaring. Keluhan nyeri jarang dijumpai; kalau ada biasanya dirasakan di
darah epigastrium atau paraumbilikal berupa nyeri viseral karena regangan pada
mesenterium sewaktu satu segmen usus halus masuk ke dalam kantong hernia.
Nyeri yang disertai mual atau muntah baru timbul kalau terjadi inkarserasi karena
ileus atau strangulasi karena nekrosis atau gangren.

b. Pemeriksaan Fisik
Tanda klinis pada pemeriksaan fisik bergantung pada isi hernia. Pada
inspeksi saat pasien mengedan, dapat dilihat hernia inguinalis lateralis muncul
sebagai penonjolan di regio inguinalis yang berjalan dari lateral atas ke medial
bawah. Kantong hernia yang kosong kadang dapat diraba pada funikulus
spermatikus sebagai gesekan dari dua lapis kantong yang memberikan sensasi
gesekan dua permukaan sutera, tetapi umumnya tanda ini sukar ditentukan. Kalau
kantong hernia berisi organ, tergantung isinya, pada palpasi mungkin teraba usus,
omentum (seperti karet), atau ovarium. Dengan jari telunjuk atau jari kelingking,
pada anak, dapat dicoba mendorong isi hernia dengan menekan kulit skrotum
melalui anulus eksternus sehingga dapat ditentukan apakah isi hernia dapat
direposisi atau tidak. Dalam hal hernia dapat direposisi, pada waktu jari masih
berada dalam anulus eksternus, pasien diminta mengedan. Kalau ujung jari
menyentuh hernia, berarti hernia inguinalis lateralis, dan kalau bagian sisi jari
yang menyentuhnya, berarti hernia inguinalis medialis. Isi hernia, pada bayi
perempuan, yang teraba seperti sebuah massa padat biasanya terdiri atas ovarium.
Diagnosis ditegakkan atas dasar benjolan yang dapat direposisi, atas dasar
tidak adanya pembatasan jelas di sebelah kranial dan adanya hubungan ke kranial
melalui anulus eksternus. Hernia ini harus dibedakan dari hidrokel atau
elefantiasis skrotum. Testis yang teraba dapat dipakai sebagai pegangan untuk
membedakannya.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


13

Hernia didiagnosis berdasarkan gejala klinis. Pemeriksan penunjang jarang


dilakukan dan jarang mempunyai nilai.

Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan:

1. Pencitraan

a. Herniorrafi

Teknik ini, yang melibatkan injeksi medium kontras ke dalam kavum


peritoneal dan dilakukan X-ray, sekarang jarang dilakukan pada bayi untuk
mengidentifikasi hernia kontralateral pada groin. Mungkin terkadang
berguna untuk memastikan adanya hernia pada pasien dengan nyeri kronis
pada groin.

b. USG

Sering digunakan untuk menilai hernia yang sulit dilihat secara klinis,
misalnya pada Spigelian hernia.

c. . CT dan MRI

Berguna untuk menentukan hernia yang jarang terjadi (misalnya : hernia


obturator)

2. Laparaskopi

Hernia yang tidak diperkirakan terkadang ditemukan saat laparaskopi


untuk nyeri perut yang tidak dapat didiagnosa.

3. Operasi Eksplorasi

Pada beberapa bayi, dengan riwayat meyakinkan dari ibunya, namun tidak
ditemukan secara klinis. Operasi eksplorasi dapat dilakukan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


BAB 3
PEMBAHASAN

3.1 Penatalaksanaan hernia inguinalis


Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan melakukan reposisi dan
pemakaian penyangga atau penunjang untuk mempertahankan isi hernia yang
telah direposisi. Reposisi tidak dilakukan pada hernia strangulata kecuali pada
anak-anak. Reposisi dilakukan secara bimanual dimana tangan kiri memegang isi
hernia dengan membentuk corong dan tangan kanan mendorong isi hernia ke arah
cincin hernia dengan sedikit tekanan perlahan yang tetap sampai terjadi reposisi.
Pada anak-anak inkaserasi sering terjadi pada umur kurang dari dua tahun.
Reposisi spontan lebih sering dan sebaliknya gangguan vitalitas isi hernia jarang
terjadi dibanding orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh karena cincin hernia pada
anak-anak masih elastic dibanding dewasa. Reposisi dilakukan dengan cara
menidurkan anak dengan pemberian sedativ dan kompres es di atas hernia. Bila
usaha reposisi ini berhasil maka anak akan dipersiapkan untuk operasi berikutnya.
Jika reposisi tidak berhasil dalam waktu enam jam maka harus dilakukan operasi
sesegera mungkin.
Pemakaian bantalan atau penyangga hanya bertujuan agar menahan hernia
yang sudah direposisi dan tidak pernah menyembuh dan harus dipakai seumur
hidup. Cara ini mempunyai komplikasi antara lain merusak kulit dan tonus otot
dinding perut di daerah yang ditekan sedangkan strangulasi tentang mengacam.
Pada anak-anak cara ini dapat menimbulkan atrofi testis karena tekanan pada tali
sperma yang mengandung pembuluh darah testis.
Pengobatan operatif merupakan satu-satunya pengobatan hernia inguinalis
yang rasional. Indikasi operasi sudah ada begitu diagnosis ditegakkan. Prinsip
pengobatan hernia adalah herniotomi dan hernioplasti.
Pada herniotomi dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke
lehernya, kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada perlengketan,
kemudian direposisi, Kantong hernia dijahit-ikat setinggi mungkin lalu dipotong.

14 Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


15

Pada hernioplastik dilakukan tindakan memperkecil anulus inguinalis


internus dan memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis. Hernioplastik
dalam mencegah residif dibandingkan dengan herniotomi. Dikenalnya berbagai
metode hernioplastik seperti memperkecil anulus inguinalis internus dengan
jahitan terputus, menutup dan memperkuat fasia tranversa, dan menjahitkan
pertemuan m. tranversus abdominis internus dan m. internus abdominis yang
dikenal dengan cojoint tendon ke ligamentum inguinal poupart menurut metode
basinni atau menjahit fasia tranversa, m.tranversa abdominis, m.oblikus internus
ke ligamentum cooper pada Mc Vay.

3.2 Penatalaksanaan hernia ingunalis lateralis (Indirek)


Pada hernia inguinalis reponibilis dan ireponibilis dilakukan tindakan
bedah elektif karena ditakutkan terjadinya komplikasi, sebaliknya bila telah terjadi
proses strangulasi tindakan bedah harus dilakukan secepat mungkin sebelum
terjadinya nekrosis usus.
Prinsip terapi operatif pada hernia inguinalis :
1. Untuk memperoleh keberhasilan, maka factor – factor yang menimbulkan
terjadinya hernia harus dicari dan diperbaiki (batuk kronik, prostat, tumor,
asites) dan defek yang ada direkonstruksi dan diaproksimasi tanpa
tegangan
2. Sakus hernia indirek harus diisolasi, dipisahkan dari peritoneum, dan
diligasi. Pada bayi dan anak – anak yang mempunyai anatomi inguinal
normal, repair hanya terbatas pada ligasi tinggi, memisahkan sakus, dan
mengecilkan cincin ke ukuran semestinya. Pada kebanyakan hernia orang
dewasa, dasar inguinal juga harus direkonstruksi. Cincin inguinal juga
dikecilkan. Pada wanita, cincin inguinal dapat ditutup total untuk
mencegah rekurensi dari tempat yang sama.
3. Hernia rekuren yang terjadi dalam beberapa bulan atau setahun biasanya
menunjukkan adanya repair yang tidak adekuat. Sedangkan rekuren yang
terjadi setelah dua tahun atau lebih cenderung disebabkan oleh timbulnya
kelemahan yang progresif pada fasia pasien. Rekurensi berulang setelah
repair berhati – hati yang dilakukan oleh seorang ahli menunjukkan
adanya defek dalam sintesis kolagen.
Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


16

Tindakan bedah pada hernia adalah herniotomi dan herniorafi. Pada bedah
elektif, kanalis dibuka, isi hernia dimasukkan, kantong diikat, dan dilakukan
Bassiny plasty atau teknik yang lain untuk memperkuat dinding belakang kanalis
inguinalis.
Pada bedah darurat, prinsipnya hamper sama dengan bedah elektif. Cincin
hernia langsung dicari dan dipotong. Usus halus dilihat vital atau tidak. Bila vital
dikembalikan ke rongga perut, sedangkan bila tidak, dilakukan reseksi dan
anastomosis end to end. Untuk fasilitas dan keahlian terbatas, setelah cincin hernia
dipotong dan usus dinyatakan vital langsung tutup kulit dan dirujuk ke rumah
sakit dengan fasilitas lebih lengkap.

3.3 Penatalaksanaan hernia inguinalis medialis (Direk)

Terapi definitif adalah pembedahan. Kantong hernia tidak perlu dieksisi


tetapi cukup dikembalikan ke rongga perut. Kemudian perlu dilakukan perbaikan
terhadap kelemahan atau kerusakan dinding perut. Sebelum diperbaiki, dilihat
dulu keadaan annulus inguinalis interna untuk melihat kemungkinan adanya
hernia inguinalis lateralis atau hernia femoralis.

3.4 Penatalaksanaan hernia femoralis

Operasi terdiri atas herniotomi disusul dengan hernioplastik dengan tujuan


menjepit anulus femoralis.Hernia femoralis dapat didekati dari krural, inguinal,
atau kombinasi keduanya.
Pendekatan krural tanpa membuka kanalis inguinalis dipilih pada
perempuan. Pendekatan inguinal dengan cara membuka kanalis inguinalis sambil
menginspeksi dinding posteriornya biasanya dilakukan pada lelaki karena hernia
femoralis pada lelaki lebih sering disertai hernia inguinalis medialis. Pendekatan
kombinasi dapat dipilih pada hernia femoralis inkarserata, hernia residif, atau
kombinasi dengan hernia inguinalis. Pada pendekatan krural, hernioplastik dapat
dilakukan dengan menjahitkan ligamentum inguinale ke ligamentum Cooper.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


17

Pada teknik Bassini melalui regio inguinalis, ligamentum inguinale


dijahitkan ke ligamentum lakunare Gimbernati.

3.5 Penatalaksanaan Hernia dengan Herniotomi dan Herniorafi menurut


Bassini
Teknik herniorafi yang dilakukan oleh basinni adalah setelah diseksi
kanalis inguinalis, dilakukan rekontruksi lipat paha dengan cara mengaproksimasi
muskulus oblikus internus, muskulus tranversus abdominis dan fasia tranversalis
dengan traktus iliopubik dan ligamentum inguinale, teknik ini dapat digunakan
pada hernia direk maupun hernia indirek.
Langkah – langkah herniorafi dan herniotomi
1. Pasien tidur dalam posisi telentang. Dilakukan anestesi dan pemberian
antisepsis pada daerah sekitar lipat paha sesisi hernia
2. Lakukan anaestesi local menurut Brown dengan Novocain 1% pada tempat
– tempat berikut :
a. Suntikan intrakutan sampai membenjol pada tempat kira – kira 2
jari medial SIAS.
b. Anaestesia blok pada n. ilioinguinal dengan cara menusukkan
jarum suntik pada daerah medial SIAS tersebut, tegak lurus tulang
ileum sedalam – dalamnya sampai menyentuh tulang lalu ujung
jarum ditarik sedikit dan dipindahkan ke kanan dan ke kiri sambil
disemprotkan zat anaestetik secukupnya.
c. Tanpa mencabut jarum, anestesi diteruskan mambujur kea rah
femoral sepanjang 5 cm dengan suntikan subkutan infiltrasi
sebanyak 5 ml
d. Arah jarum kemudian dipindahkan ke median mendatar, suntikkan
secara subkutan sejauh 5 cm
e. Suntikkan subkutan infiltrasi kea rah simfisis pubis sebanyak 5 –
10 ml
f. Suntikkan dibawah fasia sebanyak 5 – 10 ml, lalu jarum diangkat
dari kulit
g. Suntikkan intrakutan sampai membenjol diatas tuberkulum
pubikum
Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


18

h. Lalu suntikkan subkutan infiltrasi pada daerah tuberkulum


pubikum ke arah lateral sampai bertemu dengan bekas suntikan
yang kearah femoral.
i. Pindahkan kearah cranial dan suntikkan subkutan infiltrasi sampai
bertemu dengan bekas suntikan yang dilakukan pada poin d
3. Setelah diyakini anestesi berhasil, dilakukan sayatan sepanjang 10 cm
terbawah diantara kedua benjolan (poin a dan poin g) memotong kutis dan
subkutis
4. Fasia dibersihkan lalu disayat, segera tampak aponeurosis m oblikus
abdominalis eksternus dengan krura medial dan lateral yang merupakan
cincin luar kanalis inguinalis. Belah aponeurosis m abdominis oblikus
eksternus hingga annulus inguinalis ikut terbelah.
5. Kemudian funikulis spermatikus yang diselubungi m. kremaster dicari dan
dibebaskan. Bebaskan pula ligamentum inguinale yang tebal dan
mengkilat di lateralnya dan conjoined area (karena conjoined tendon
hanya terdapat pada 5% populasi) di sebelah medial.
6. Funikulus spermatikus dipreparasikan lalu ditarik dengan kasa steril yang
dilingkarkan mengelilinginya kearah lateral. Kantong hernia dicari dengan
bantuan dua buah pinset anatomis yang dicubitkan pada lapisan jaringan
yang meliputinya, lalu digunting dengan hati – hati dan dibebaskan lapis
demi lapis sampai akhirnya tampak lapisan yang berwarna biru abu – abu
dan kuat. Ini berarti kita telah mencapai proseus vaginalis peritonei yang
merupakan pembungkus kantong hernia.
7. Kantong hernia kemudian dibuka 3 – 4 cm untuk melihat isinya.
Kemudian kantong hernia dibebaskan secara melingkar penug dengan arah
melintang pada sumbunya dari jaringan sekitarnya, yaitu m. kremaster dan
semua jaringan ikat dan vascular yang meliputinya. Tindakan ini harus
dilakukan secara hati – hati untuk menghindari perdarahan. Lalu
dimasukkan satu jari kedalam kantong hernia dan dipegang dengan
perantaraan kasa steril, lalu dengan tangan yang lain dibebaskan lapisan
jaringan yang meliputinya dengan kasa steril pula. Jari yang memegang
kantong digeserkan sedikit demi sedikit mengikuti arah jari yang

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


19

membebaskan kantong tersebut dari luar. Arah pembebasan harus


sedemikian rupa sehingga dari medial ke lateral dapat bertemu dalam jarak
yang terpendek. Setelah berhasil, maka dinding kantong hernia dapat
dipegang dengan beberapa klem, kemudian dinding kantong tersebut
dibebaskan lagi dari jaringan yang meliputinya sejauh mungkin ke
proksimal sampai dapat ditemukan lapisan lemak preperitoneal. Kantong
hernia dijepit pada batas ini, lalu distalnya dipotong melintang dengan
gunting. Kemudian dilakukan herniorafi menurut Bassini (Bassini plasty)
sebagai berikut : setelah fasia transversa dibelah
a. Bassini I : jahitkan dengan benang besar dan kuat dan dengan
jarum yang ujungnya seperti paku, tuberkulum pubikum ke fasia
transversa, dan fasia transversa lagi kemudian ke conjoined tendon
pada tepi terdekat m. rectus abdominalis
b. Bassini II : jahitkan dengan jarum biasa dan benang yang sama,
ligamentum inguinale, fasia transversa, fasia transversa dan
conjoined tendon diantara tempat jahitan Bassini I dan III.
c. Bassini III : seperti diatas letak lateral dari Bassini II, bila masih
longgar dapat dilanjutkan IV, V, dst
8. Ikatan Bassini dipersiapkan semua dulu, baru disimpulkan dengan erat
satu per satu
9. Pada ikatan Bassini III harus sedemikian erat tapi masih cukup longgar
bagi funikulus spermatikus, yaitu bila ujung jari masih bias dimasukkan
dengan mudah diantara annulus inguinalis interna dengan jahitan Bassini
III. Lalu funikulus spermatikus, n. ilioinguinal dan lainnya dikembalikan
ketempatnya.
10. Perdarahan dirawat dan dinding perut kemudian ditutup lapis demi lapis
11. Fasia dijahit dengan sutra, subkutis dengan catgut, dan kutis dengan sutra
12. Luka operasi dibersihkan dan ditutup dengan kasa steril

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


20

Gambar 2.3 Teknik Bassini Plasty

Kelemahan teknik Basinni dan teknik lain yang berupa variasi teknik
herniotomi Bassini adalah terdapatnya regangan berlebihan dari otot yang dijahit.
Untuk mengatasi masalah ini pada tahun delapan puluhan dipopulerkan
pendekatan operasi bebas regangan. Pada teknik itu digunakan protesis mesh
untuk memperkuat fasia tranversalis yang membentuk dasar kanalis inguinalis
tanpa menjahit dasar otot – otot ke inguinal.perlukan untuk mencapai dan
menjamin ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan perbekalan kesehatan
terutama obat esensial dan pelayanan kesehatan di Indonesia.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


21

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


BAB 4
KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan

1. Hernia adalah penonjolan abnormal organ intra abdominal melalui suatu


defek bawaan atau yang didapat.
2. Klasifikasi hernia secara umum antara lain hernia eksterna, yaitu hernia
inguinalis, hernia femoralis, hernia umbilikalis, hernia obturatoria. Hernia
intraparietal, hernia interna. Sedangkan menurut gejalanya, hernia dapat
dibedakan antara reponibel, ireponibel, inkaserata, strangulata. Hernia yang
paling sering terjadi yaitu hernia inguinalis indirek.
3. Hernia inguinalis terdiri dari dua macam yaitu hernia inguinalis indirek dan
direk. Hernia inguinalis ini disebabkan oleh dua faktor utama antara lain
peningkatan tekanan pada abdomen dan melemahnya dinding abdomen.
4. Penatalaksanaan hernia inguinalis dapat dilakukan dengan pengobatan
konservatif dan pengobatan operatif.
.

21 Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


DAFTAR ACUAN

Sjamsu hidayat.R & Wim de jong. Buku ajar ilmu bedah. Edisi revisi. Jakarta :
penerbit buku kedokteran EGC, 1997. h523-538
Sari DK, Mirzanie H, Leksana, Slamet AW. Chirurgica (re-package edition).
Jakarta: Tosca Enterprise. 2005. Bab-IV. h1-7.
Grace PA, Borley NR. At a glance: ilmu bedah. Ed. III. Jakarta: Erlangga. 2002.
h118-119.
Mansjoer A, Suprohaita, Wardhini WI, Setiowulan W. Kapita Selekta
Kedokteran. Ed. III jilid 2. Jakarta: Media Aescupalis. 2000. h313-317
Sabiston. Buku ajar bedah (Essentials of surgery). Bagian 2, cetakan I : Jakarta,
penerbit buku kedokteran EGC. 1994

22 Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014


53 Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Fabiola Biwara Ratri, F Far UI, 2014

Anda mungkin juga menyukai