Anda di halaman 1dari 12

Teori-teori Etika

ETIKA ABSOLUT VERSUS RELATIF


Sampai saat ini masih terjadi perdebatan dan perbedaan pandangan di antara para etikawan
tentang apakh etika bersifat absolut atau relatif. Para penganut paham etika absolut dengan
berbagai argumentasi yang masuk akal meyakini bahwa ada prinsip-prinsip etika yang
bersifat mutlak, berlaku universal kapan pun dan di mana pun. Sementara itu, para penganut
etika relatif dengan berbagai argumentasi yang juga tampak masuk akal membantah hal ini.
Mereka justru mengatakan bahwa tidak ada prinsip atau nilai moral yang berlaku umum.
Untuk memulai diskusi tentang hal ini, Rachels (2004) memberikan contoh menarik
mengenai keyakinan dua suku yang sangat berbeda, yaitu suku Callatia di India dan orang-
orang Yunani tentang perlakuan terhadap orang tua mereka saat meninggal dunia. Sebagai
wujud rasa hormat kepada orang tua mereka yang telah meninggal dunia, suku Callatia akan
memakan jenazah orang tua mereka, sedangkan orang-orang Yunani akan membakar jenazah
orang tua mereka. Di antara tokoh-tokoh yang berpengaruh yang mendukung paham etika
relatif adalah Joseph Fletcher (dalam Suseno, 2006), yang terkenal dengan teori etika
situasional-nya. Ia menolak adanya norma-norma moral umum karena kewajiban moral
selalu bergantung pada situasi konkret, dan situasi konkret ini dalam kesehariannya tidak
pernah sama.
Tokoh berpengaruh pendukung paham etika absolut antara lain Immanuel Kant dan
James Rachels. Rachels sendiri, yang walaupun membuka pemikirannya dengan memberikan
argumentasi bagi pendukung etika relatif melalui contoh ilustrasi perlakuan berbedah
terhadap jenazah orang tua dari dua suku/bangsa yang berbeda (suku Callatia dan orang-
orang Yunani), sebenarnya merupakan pendukung etika absolut. Ia mengatakan bahwa ada
pokok teoretis yang umum di mana ada aturan-aturan moral tertentu yang dianut secara
bersama-sama oleh semua masyarakat karena aturan-aturan itu penting untuk kelestarian
masyarakat. Misalnya, aturan melawan kebohongan dan pembunuhan hanyalah dua contoh
yang masih berlaku dalam semua kebudayaan yang tetap hidup, walaupun juga diakui bahwa
dalam setiap aturan umum tentu saja ada pengecualiannya.

PERKEMBANGAN PERILAKU MORAL


Ada beberapa konsep yang erat kaitannya dengan pemahaman teori perkembangan moral ini,
antara lain: perilaku moral (moral behavior), perilaku tidak bermoral (immoral behavior),
perilaku diluar kesadaran moral (unmoral behavior), dan perkembangan moral (moral
development).
Perilaku moral adalah perilaku yang mengikuti kode moral kelompok masyarakat tertentu.
Moral dalam hal ini berarti adat kebiasaan atau tradisi. Perilaku tidak bermoral berarti
perilaku yang gagal mematuhi harapan kelompok sosial tersebut. Perilaku di luar kesadaran
moral adalah perilaku yang menyimpang dari harapan kelompok sosial yang lebih disebabkan
oleh ketidakmampuan yang bersangkutan dalam memahami harapan kelompok sosial.
Kebanyakan perilaku anak balita dapat digolongkan ke dalam perilaku di luar kesadaran
moral (unmoral behavior). Perkembangan moral (moral development) bergantung pada
perkembangan intelektual seseorang. Perkembangan moral ada hubungannya dengan tahap-

1
tahap perkembangan intelektual ini. Tatkal kemampuan persepsi atau kemampuan
pemahaman seorang anak meningkat, maka tahap perkembangan moral anak tersebut juga
meningkat. Berdasarkan asumsi ini, Kohberg membuat model perkembangan moral
sebagaimana diringkas dalam Tabel 3.1

Tabel 3.1
Tahap-tahap Perkembangan Moral Anak Menurut Kohlberg

Tingkat (Level) Sublevel Ciri Menonjol


Tingkat I 1. Orientasi pada hukum Mematuhi peraturan untuk
(Preconventional) menghidari hukuman
Usia < 10 tahun
2. Orientasi pada hadiah Menyesuaikan diri untuk
memperoleh hadiah/pujian
Tingkat II 3. Orientasi anak baik Menyesuaikan diri untuk
(Conventional) menghindari celaan orang
Usia 10-13 tahun lain
4. Orientasi otoritas Mematuhi hukum dan
peraturan sosial untuk
menghindari kecaman dari
otoritas dan perasaan
bersalah karena tidak
melakukan kewajiban
Tingkat III 5. Orientasi kontrak sosial Tindakan yang dilaksanakan
(Postconventional) atas dasar prinsip yang
Usia > 13tahun disepakati bersama
masyarakat demi
kehormatan diri
6. Orientasi prinsip etika Tindakan yang didasarkan
atas prinsip etika yang
diyakini diri sendiri untuk
menghindari penghukuman
diri.

Dengan model ini, Kolhberg ingin menyimpulkan bahwa ada hubungan antara pertambahan
umur dengan tingkat perkembangan moral seseorang. Pada usia dini, kesadaran moral
seseorang belum berkembang. Setiap tindakannya akan didasarkan atas kepentingan diri
(self-interest,egoisme) sehingga yang dapat mengontrol atau membatasi tindakannya adalah
faktor-faktor eksternal atau kekuatan dari luar dirinya (external factors/forces).

BEBERAPA TEORI ETIKA


Suatu pengetahuan tentang suatu objek baru bisa dianggap sebagai disiplin ilmu bila
pengetahuan tersebut telah dilengkapi dengan seperangkat teori tentang objek yang dikaji.
Jadi, teori merupakan tulang punggung suatu ilmu.

2
Ilmu pada dasarnya adalah kumpulan penegtahuan yang bersifat menjelaskan
berbagai gejala alam (dan sosial) yang memungkinkan manusia melakukan serangkaian
tindakan untuk menguasai gejala tersebut berdasarkan penjelasan yang ada, sedangkan teori
adalah pengetahuan ilmu ilmiah yang mencakup penjelasan mengenai suatu faktor tertentu
dari sebuah disiplin keilmuan (Suriasumantri,2000). Fungsi teori dan ilmu pengetahuan
adalah untuk menjelaskan, meramalkan, dan mengontrol. Misalnya, dalam ilmu fisika
dikenal teori gravitasi. Teori ini juga mampu menjelaskan pergerakan planet-planet
disebabkan oleh gaya gravitasi.
Egoisme
Rachels (2004) memperkenalkan dua konsep yang berhubungan dengan egoisme, yaitu:
egoisme psikologis dan egoisme etis.
Egosime psikologis adalah suatu teori yang menjelaskan bahwa semua tindakan
manusia dimotivasi oleh kepentingan berkutat diri (selfish). Menurut teori ini, orang boleh
saja yakin bahwa ada tindakan mereka yang bersifat luhur dan suka berkorban, namun semua
tindakan yang terkesan luhur dan/atau tindakan yang suka berkorban tersebut hanyalah ilusi.
Menurut teori ini, tidak ada tindakan yang sesungguhnya bersifat altruisme. Altruisme adalah
suatu tindakan yang peduli pada orang lain atau mengutamakan kepentingan orang lain
dengan mengorbankan kepentingan dirinya.
Egoisme etis adalah tindakan yang dilandasi oleh kepentingan diri sendiri (self-
interest). Bila saya belajar sampai larut malam agar bisa lulus ujian, atau saya bekerja keras
agar memperoleh penghasilan yang lebih besar, maka semua tindakan saya ini dapat
dikatakan dilandasi oleh kepentingan diri, namun tidak dapat dianggap sebagai tindakan
berkutat diri. Jadi, yang membedakan tindakan berkutat diri (egosime psikologis) dengan
tindakan untuk kepentingan diri (egosime etis) adalah pada akibatnya terhadap orang lain.
Tindakan berkutat diri ditandai dengan ciri mengabaikan atau merugikan
kepentingan orang lain, sedangkan tindakan mementingkan diri tidak selalu merugikan
kepentingan orang lain. Contohnya: Membeli minyak tanah sebanyak satu liter untuk
keperluan memasak adalah tindakan mementingkan diri, sedangkan membeli minyak tanah
sebanyak satu tangki mobil dengan tujuan bisa dijual kembali dengan keuntungan tinggi
disebut tindakan berkutat diri karena akibat tindakan ini sangat merugikan. Banyak ibu-ibu
rumah tangga yang dirugikan karena sulit memperoleh minyak tanah, atau kalau pun bisa
memperolehnya harus membayar dengan harga tinggi.
Pokok-pokok egosime etis ini (Rachels, 2004):
a. Egoisme etis tidak mengatakan bahwa orang harus membela kepentingannya sendiri
maupun kepentingan orang lain.
b. Egoisme etis hanya berkeyakinan bahwa satu-satunya tugas adalah membela
kepentingan diri.
c. Meski egoisme etis berkeyakinan bahwa satu-satunya tugas adalah membela
kepentingan diri, tetapi egoisme etis juga tidak mengatakan bahwa Anda harus
menghindari tindakan menolong orang lain.
d. Menurut paham egoisme etis, tindakan menolong orang lain dianggap sebagai
tindakan untuk menolong diri sendiri karena mungkin saja kepentingan orang lain
tersebut bertautan dengan kepentingan diri sehingga dalam menolong orang lain
sebenarnya juga dalam rangka memenuhi kepentingan diri.
e. Inti dari paham egoisme etis adalah bahwa kalau ada tindakan yang menguntungkan
orang lain, maka keuntungan bagi orang lain ini bukanlah alasan yang membuat

3
tindakan itu benar. Yang membuat tindakan itu benar adalah kenyataan bahwa
tindakan itu menguntungkan diri sendiri.
Alasan yang mendukung teori egoisme etis, antara lain:
a. Argumen bahwa altruisme adalah tindakan menghancurkan diri sendiri. Tindakan
peduli terhadap orang lain merupakan gangguan ofensif bagi kepentingan diri sendiri.
b. Pandangan tentang kepentingan diri adalah pandangan yang paling sesuai dengan
moralitas akal sehat. Misalnya, kewajiban untuk tidak berbohong sebenarnya
berangkat dari kepentingan diri. Kalau kita sendiri sering berbohong kepada orang
lain, maka orang lain juga akan berbohong kepada kita yang pada gilirannya tertentu
berakibat merugikan diri sendiri.
Alasan yang menentang teori egoisme etis antara lain:
a. Egoisme etis tidak mampu memecahkan konflik-konflik kepentingan.
b. Egoisme etis bersifat sewenang-wenang. Misalnya, dalam suatu kedaan di mana
kepentinganku, agamaku, sukuku, atau negaraku berbeda dengan kepentingannya,
agamanya sukunya atau negaranya.

Munculnya paham egoisme etis memberikan landasan yang sangat kuat bagi munculnya
paham ekonomi kapitalis dalam ilmu ekonomi. Paham ekonomi kapitalis ini dipelopori ole
Adam Smith.
Utilitarianisme
Utilitarianisme berasal dari kata Latin utilis, kemudian menjadi kata Inggris utility yang
berarti bermanfaat. Perbedaan paham utilitarianisme dengan pahamegoisme etis terletak pada
siapa yang memperoleh manfaat. Egoisme etis melihat dari sudut pandang kepentingan
individu, sedangkan paham utilitarianisme melihat dari sudut kepentingan orang banyak
(kepentingan bersama, kepentingan masyarakat). Dari uraian sebelumnya, paham
utilitarianisme dapat diringkas sebagai berikut:
a. Tindakan harus dinilai benar atau salah hanya dari konsekuensinya (akibat,tujuan, atau
hasilnya).
b. Dalam mengukur akibat dari suatu tindakan, satu-satunya parameter yang penting adalah
jumlah kebahagiaan atau jumlah ketidakbahagiaan.
c. Kesejahteraan setiap orang sama pentingnya.Beberapa kritik yang dilontarkan terhadap
paham ini antara lain:
a. Sebagaimana paham egoisme, utilitarianisme juga hanya menekankan tujuan/manfaat pada
pencapaian kebahagiaan duniawi dan mengabaikan aspekrohani (spiritual).
b. Utilitarianisme mengorbankan prinsip keadilan dan hak individu/minoritas
demikeuntungan sebagian besar orang (mayoritas)

Deontologi
istilah deontologi berasal dari kata Yunani deon yang berarti kewajiban (Bertens, 2000).
Teori yang menilai suatu tindakan berdasarkan hasil, konsekuensi, atau tujuan dari tindakan
tersebut disebut teori teleologi. Paham deontlogi justru mengatakan bahwa etis tidaknya suatu

4
tindakan tidak ada kaitannya sama sekali dengan tujuan, konsekuensi, atau akibat dari
tindakan tersebut.
Ada dua konsep yang dikemukakan oleh Kant, yaitu konsep imperactive hypothesis
dan imperactive categories. Imperactive hypothesis adalah perintah-perintah (ought) yang
bersifat khusus yang harus diikuti jika seseorang mempunyai keinginan yang relevan.
Imperactive categories adalah kewajiban moral yang mewajibkan kita begitu saja
tanpa syarat apa pun. Kewajiban moral bersifat mutlak tanpa ada pengecualian apa pun dan
tanpa dikaitkan dengan keinginan atau tujuan apa pun. Bertens (2004) menyebutnya sebagai
du sollst (engkau harus begitu saja). Pschke S.V.D (2003) merumuskan etika Kant sebagai
“Bertindaklah sedemikian rupa sehingga prinsip kehendakmu sekaligus dapat menjadi prinsip
pemberian hukum umum.”

Kant berpandangan bahwa kewajiban moral harus dilaksanakan demi kewajiban itu
sendiri, bukan karena keinginan untuk memperoleh tujuan kebahagiaan, bukan juga karena
kewajiban moral itu diperintah oleh Tuhan (Allah). Tindakan seperti membunuh, mencuri,
dan beberapa jenis tindakan lainnya dapat dikategorikan sebagai imperactive categories, atau
keharusan/kewajiban moral yang bersifat universal dan mutlak.
Walaupun teori ini tidak lagi mengaitkan kriteria kebaikan moral dengan tujuan
tindakan sebagaimana teori egoisme dan utilitarianisme, namun tak urung teori ini juga
mendapat kritikan tajam--terutama dari kaum agamawan.

Teori Hak
Menurut teori hak, suatu tindakan atau perbuatan dianggap baik bilaperbuatan atau tindakan
tersebut sesuai dengan hak asasi manusia (HAM). Namun sebagaimana dikatakan oleh
Bertens (2000), teori hak merupakan suatu aspek dari teori deontologi (teori kewajiban)
karena hak tidak dapat dipisahkan dengan kewajiban. Hak asasi manusia didasarkan atas
beberapa sumber otoritas, yaitu: hak hukum (legal right), hak moral atau kemanusiaan
(moral, human right), dan hak kontraktual (contractual right).
Hak legal adalah hak yang didasarkan atas sistem atau yuridiksi hukum suatu negara, di mana
sumber hukum tertinggi suatu negara adalah Undang-Undang Dasar negara yang
bersangkutan. Hak moral dihubungkandengan pribadi manusia secara individu, atau dalam
beberapa kasus dihubungkan dengan kelompok—bukan dengan masyarakat dalam arti luas.
Hak kontraktual mengikat individu-individu yang membuat kesepakatan/kontrak bersama
dalam wujud hak dan kewajiban masing-masing pihak. Indonesia juga telah mempunyai
Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia yang diatur dalam UU Nomor 39 Tahun 1999.
Hak-hak warga negara yang diatur dalam UU ini, antara lain:
a. Hak untuk hidup
b. Hak untuk berkeluarga dan melanjutkan keturunan
c. Hak untuk memperoleh keadilan
d. Hak untuk kebebasan pribadi

5
e. Hak atas rasa aman
f. Hak atas kesejahteraan
g. Hak untuk turut serta dalam pemerintahan
h. Hak wanita
i. Hak anak

Teori Keutamaan (Virtue Theory)


Teori keutamaan tidak menyatakan tindakan mana yang etis dan tindakan mana yang tidak
etis. Bila ini ditanyakan pada penganut paham egoisme, maka jawabannya adalah: suatu
tindakan disebut etis bila mampu memenuhi kepentingan individu (self-interest) dan suatu
tindakan disebut tidak etis bila tidak mampu memenuhi kepentingan individu yang
bersangkutan. Teori ini tidak lagi mempertanyakan suatu tidakan, tetapi berangkat dari
pertanyaan mengenai sifat-sifat atau karakter yang harus dimiliki oleh seseorang agar bisa
disebut sebagai manusia utama, dan sifat-sifat atau karakter yang mencerminkan manusia
hina. Sebenarnya, teori keutamaan bukan merupakan teori yang berdiri sendiri dan terpisah
dari teori etika tindakan (deontologi, teleologi) karena sifat keutamaan bersumber dari
tindakan yang berulang-ulang.

Teori Etika Teonom


Sebenarnya setiap agama mempunyai filsafat etika yang hampir sama. Salah satunya adalah
teori etika teonom yang dilandasi oleh filsafat Kristen. Teori ini mengatakan bahwa karakter
moral manusia ditentukan secara hakiki oleh kesesuaian hubungannya dengan kehendak
Allah. Perilaku manusia secara moral dianggap baik jika sepadan dengan kehendak Allah,
dan perilaku manusia dianggap tidak baik bila tidak mengikuti aturan-aturan/perintah Allah
sebagaimana telah dituangkan dalam kitab suci. Ada empat persamaan fundamental filsafat
etika semua agama, yaitu:
a. Semua agama mengakui bahwa umat manusia memiliki tujuan tertingggi selain tujuan
hidup di dunia.
b. Semua agama mengakui adanya Tuhan dan semua agama mengakui adanya kekuatan tak
terbatas yang mengatur alam raya ini.
c. Etika bukan saja diperlukan untuk mengatur perilaku hidup manusia di dunia,tetapi juga
sebagai salah satu syarat mutlak untuk mencapai tujuan akhir (tujuan tertinggi) umat
manusia.
d. Semua agama mempunyai ajaran moral (etika) yang bersumber dari kitab sucimasing-
masing.Terlepas dari apakah manusia mengakui atau tidak mengakui adanya Tuhan,setiap
manusia telah diberikan Tuhan potensi kecerdasan tak terbatas (kecerdasan hati nurani,
intuisi, kecerdasan spiritual, atau apa pun sebutan lainnya) yang melampaui kecerdasan
rasional. Tujuan tertinggi umat manusia hanya dapat dicapaibila potensi kecerdasan tak
terbatas ini dimanfaatkan.

6
ETIKA ABAD KE-20
Untuk memperkaya pemahaman tentang berbagai teori etika dan pemikiran moral yang terus
berkembang, di bawah ini dijelaskan esensi dari beberapa pemikiran moral yang berpengaruh
yang muncul pada abad ke-20.

Arti Kata “Baik” Menurut George Edward Moore


Kata baik adalah kunci dari moralitas, namun Moore merasa heran tidak satupun etikawan
yang berbicara kata baik tersebut, seakan-akan hal itu sudah jelas dengan sendirinya. Ada
yang menafsirkan kata baik sebagai nikmat (kaum hedonis),memenuhi keinginan individu
(etika egoisme, etika psikologis), memenuhikepentingan orang banyak (etika utilitarianisme),
memenuhi kehendak Allah (etika teonom), dan bahkan ada yang mengatakan kata baik tidak
mempunyai arti. Suatu kata tidak dapat didefinisikan jika kata tersebut tidak lagi terdiri atas
bagian-bagian sehingga tidak dapat dianalisis. Berdasarkan penjelasan ini, menurut Moore
kata baik tidak dapat didefinisikan. Setiap usaha untuk mendefinisikannya akan selalu
menimbulkan kerancuan.

Tatanan Nilai Max Scheller


Scheller sebenarnya membantah anggapan teori imperative category Immanuel Kant yang
mengatakan bahwa hakikat moralitas terdiri atas kehendak untuk memenuhi kewajiban
karena kewajiban itu sendiri. Manusia wajib memenuhi sesuatu untuk mencapai sesuatu yang
baik, dan yang baik itu adalah nilai. Jadi, inti dari tindakan moral adalah tujuan merealisasi
nilai-nilai dan bukan asal memenuhi kewajiban saja. Nilai-nilai bersifat material dan apriori.
Material di sini bukan dalam arti ada kaitan dengan materi, tetapi sebagai lawan dari kata
formal. Menurut Schaller, ada empat gugus nilai yang masing-masing mandiri dan berbeda
antara satu dengan yang lain, yaitu: (1) nilai-nilai sekitar enak atau tidak enak, (2) nilai-nilai
vital, (3) nilai-nilai rohani murni, dan (4) nilai-nilai sekitar roh kudus.

Etika Situasi Joseph Fletcher


Joseph Fletcher termasuk tokoh yang menentang adanya prinsip-prinsip etika yang bersifat
mutlak. Ia berpendapat bahwa setiap kewajiban moral selalu bergantung pada situasi konkret.
Sesuatu ketika berada dalam situasi tertentu bisa jadi baik dan tepat, tetapi ketika berada
dalam situasi yang lain bisa jadi jelek dan salah.

Pandangan Penuh Kasih Iris Murdoch


Iris Murdoch mengamati bahwa teori-teori etika pasca-Kant yang memusatkan perhatiannya
kepada kehendak bebas tidak mengenai sasaran. Menurut Murdoch, yang khas dari teori-teori
etika pasca-Kant adalah bahwa nilai-nilai moral dibuang dari dunia nyata. Teori Murdoch
menyatakan bahwa bukan kemampuan otonom yang menciptakan nilai, melainkan
kemampuan untuk melihat dengan penuh kasih dan adil. Hanya pandangan yang adil dan
penuh kasih yang menghasilkan pengertian yang betul-betul benar.

Pengelolaan Kelakuan Byrrhus Frederic Skinner


Teori Skinner mengatakan bahwa pendekatan filsafat tradisional dan ilmu manusia tidak
memadai sehingga yang diperlukan bukanlah ilmu etika, tetapi sebuah teknologi kelakuan. Ia

7
mengacu pada ilmu kelakuan sederhana yang dikembangkan oleh Pavlov. Ide dasar Skinner
adalah menemukan teknologi/cara untuk mengubah perilaku. Apabila kita dapat merekayasa
kondisi-kondisi kehidupan seseorang, maka kita dapat merekayasa kelakuannya.

Prinsip Tanggung Jawab Hans Jonas


Etika tradisional hanya memperhatikan akibat tindakan manusia dalam lingkungan dekat dan
sesat. Etika macam ini tidak dapat lagi menghadapi ancaman global kehidupan manusia dan
semua kehidupan di dunia ini. Oleh karena itu, Jonas menekankan pentingnya dirancang etika
baru yang berfokus pada tanggung jawab. Intinya adalah kewajiban manusia untuk
bertanggung jawab atas ketuhanan kondisi-kondisi kehidupan umat manusia di masa depan.

Kegagalan Etika Pencerahan Alasdair Maclntyre


Maclntyre mengatakan bahwa etika pencerahan telah gagal karena pencerahan atas nama
rasionalitas justru telah membuang apa yang menjadi dasar rasionalitas setiap ajaran moral,
yaitu pandangan teleologis tentang manusia. Yang dimaksud oleh Maclntyre adalah
pandangan dari Aristoteles sampai dengan pandangan Thomas Aquinas bahwa manusia
sebenarnya mempunyai tujuan hakiki(telos) dan bahwa manusia hidup untuk mencapai tujuan
itu.

TEORI ETIKA DAN PARADIGMA HAKIKAT MANUSIA


Setelah mengulas berbagai filosofi, konsep tentang hakikat alam semesta dan hakikat
manusia, serta setelah mengupas pokok-pokok pikiran dari berbagai macam teori etika yang
berkembang, maka dapat dirangkum beberapa hal sebagai berikut:
a. Tampaknya sampai saat ini telah muncul beragam paham teori/etika, di mana masing-
masing teori mempunyai pendukung dan penentang yang cukup berpengaruh.
b. Munculnya, beragam teori etika karena adanya perbedaan paradigma, pola pikir,
atau pemahaman tentang hakikat hidup sebagai manusia.
c. Hampir semua teori etika yang ada didasarkan atas paradigma tidak utuh tentang
hakikat manusia, artinya setiap teori hanya ditinjau dari proses penalaran berdasarkan
potongan-potongan terpisah dan terbatas dalam melihat makna atau tujuan hidup
manusia.
d. Semua teori yang seolah-olah saling bertentangan tersebut sebenarnya tidaklah
bertentangan. Kalau dilihat secara sepotong-sepotong memang terkesan ada
pertentangan antara teori satu dengan yang lain. Namun bila dilihat dari suatu proses
evolusi kesadaran diri, semua teori yang ada menjelaskan tahapan-tahapan moralitas
sejalan dengan pertumbuhan tingkat kesaran diri seseorang.
e. Teori-teori yang tampak bagaikan potongan-potongan terpisah ini dapat dipadukan
menjadi satu teori tunggal berdasarkan paradigma hakikat manusia secara utuh.
f. Inti etika manusia adalah keseimbangan pada:
 Kepentingan pribadi, kepentingan masyarakat, dan kepentingan Tuhan.
 Keseimbangan modal materi (PQ dan IQ), modal sosial (EQ), dan modal
spritual (SQ)
 Kebahagiaan lahir (duniawi), kesejahteraan masyarakat, dan kebahagiaan
batin (surgawi)

8
 Keseimbangan antara hak (individu) dengan kewajiban kepada masyarakat
dan Tuhan.
Tabel 3.1
Teori Etika dan Hubungan dengan Paradigma Hakikat Manusia dan Kecerdasan

No Teori Paradigma
Penalaran Kriteria Etis Tujuan Hidup Hakikat
Teori Manudia dan
Kecerdasan
1 Egoisme Tujuan dari Memenuhi Kenikmatan Hakikat utuh
tindakan kepentingan duniawi (PQ,IQ)
pribadi secara
individu
2 Utilitarianisme Tujuan dari Memberi Kesejahteraan Hakikat tidak
tindakan manfaat/ duniawi utuh (PQ IQ,
EQ)
kegunaan bagi masyarakat
banyak orang
3 Deontologi- Tindakan Kewajiban Demi Hakikat tidak
Kant itu sendiri mutlak setiap kewajiban itu utuh (IQ, EQ)
orang sendiri
4 Teori Hak Tingkat Aturan tentang Demi Hakikat tidak
kepatuhan hak asasi martabat utuh (IQ)
terhadap manusia kemanusiaan
HAM (HAM)
5 Teori Diposisi Karakter Kebahagiaan Hakikat tidak
Keutamaan karakter positif-negatif
duniawi dan utuh (IQ, EQ)
individu mental
(psikologis)
6 Teori Teonom Disposisi Karakter mulia Kebahagiaan Hakikat utuh
karakter dan dan mematuhi rohani (PQ, IQ, EQ,
SQ)
tingkat kitab suci (surgawi,
keimanan agama akhirat,
masing- moksa,
masing nirmala),
individu dan mental, dan
masyarakat duniawi

9
Cara lain untuk melihat hubungan berbagi teori etika yang ada dapat dilihat pada tabel 3.2
Tabel 3.2
Hubungan antar Berbagai Teori Etika
No Teori/Dimensi Hubungan Teori
1 Tingkat Kesadaran Hewani Manusiawi Transendental
2 Teori Tindakan Egoisme Utilitarianisme Teonom
3 Teori Hak dan Kewajiban Hak Kewajiban
4 Teori Keutamaan Manusia Hina Manusia Utama
5 Tujuan/Nilai Duniawi Surgawi
6 Pemangku Kepentingan Individu Masyarakat Tuhan
7 Kebutuhan Maslow Fisik Sosial Aktualisasi Diri
8 Tingkat Perkembangan Hukuman Prinsip
Kohlberg
9 Kecerdasan Covey PQ IQ, EQ SQ
10 Etika Nafis Psiko Etika Sosio Etika Teo Etika

Dengan model ini, dapat dipahami mengapa sampai saat ini telah berkembang
beragam teori dengan argumentasi/sudut pandang penalaran yang berbeda. Kunci penjelasan
semua teori terletak pada paradigma/pola pikir etikawan dalam memakai hakikat manusia.
Paradigma/pemahaman tentang hakikat manusia akan menentukan tujuan hidup atau nilai-
nilai yang ingin dicapai.
Tabel 3.1
Model Pengembangan Teori Etika

Paradigma Acuan Acuan Teori


Hakikat Nilai/Tujuan Tindakan
Moral/Etika
Manusia Hidup

Realisasi Hidup Karakter Kebiasaan

Nilai-nilai tersebut melatarbelakangi setiap paham/teori etika dan norma moral yang
ada. Teori dan norma moral ini selanjutnya menjadi pedoman dalam setiap tindakan yang
dilakukan. Tindakan-tindakan yang dilakukan secara berulang-ilang akan membentuk
kebiasaan; kebiasaan akan membentuk karakter; dan karakter menentukan seberapa efektif
nilai-nilai yang diharapkan dapat tercapai.

10
Nilai-nilai yang telah direalisasikan akan menjadi bahan refleksi untuk mengkaji
kembali paradigma sebagai manusia dan tujuan hidup yang ingin direalisasikan.
Teori egoisme, berangkat dari pemikiran para penganutnya bahwa makna hidup setiap
orang adalah untuk merealisasikan kepentingan diri secara individu. Untuk dapat
merealisasikan kepentingan individu ini, setiap orang termasuk pemerintah harus
menghormati hak dan kebebasan setiap orang. Sejalan dengan teori egoisme, muncul pula
teori hak.
Di lain pihak, ada pemahaman lain tentang hakikat manusia. Manusia diciptakan
bukan untuk menikmati kebahagiaan duniawi, tetapi untuk mencapai nilai-nilai tertinggi
dalam bentuk kebahagiaan surgawi (kebahagiaan hidup di akhirat).
Teori utilitarianisme juga dilandasi oleh pola pikir hakikat manusia untuk mencapai
kebahagiaan duniawi, sama seperti teori egoisme. Teori egoisme berbeda dengan teori
utilitarianisme dalam hal penekanan kepentingan. Teori egoisme lebih menekankan pada
kepentingan individu, sedangkan teori utilitarianisme lebih menekankan pada kepentingan
kelompok/masyarakat.
Teori hak dan kewajiban (deontologi) mencoba mengulas dari sudut pandang antara
hak dan kewajiban individu dengan hak dan kewajiban masyarakat. teori deontologi lebih
menekankan pentingnya kewajiban setiap orang, sedangkan teori hak lebih menyoroti dari
sisi hak setiap orang.

Tantangan ke Depan Etika sebagai Ilmu


Sebagai ilmu, etika masih kalah mapan dibandingkan dengan ilmu-ilmu lainnya seperti ilmu
fisika, ilmu ekonomi, dan lain-lain. Etika sebagai ilmu mencoba menjelaskan perilaku
manusia dalam konteks sebatas makna hidup duniawi umat manusia dengan mengabaikan
sama sekali aspek kesadaran spiritual dalam diri manusia. Perkembangan ilmu etika menjadi
salah kaprah karena hanya mengandalkan kekuatan pikiran untuk mencari kebenaran,
mengejar makna hidup duniawi, dan melupakan potensi kekuatan spiritual, kekuatan tak
terbatas, kekuatan Tuhan dalam diri manusia tersebut.
Ilmu etika ke depan hendaknya didasarkan atas paradigma manusia utuh, yaitu suatu
pola pikir yang mengutamakan integrasi dan keseimbangan pada:
a. Pertumbuhan PQ, IQ, dan SQ
b. Kepentingan individu, kepentingan masyarakat, dan kepentingan Tuhan.
c. Keseimbangan tujuan lahiriah (duniawi) dengan tujuan rohaniah (spiritual).
Etika harus dimaknai sebagai pedoman perilaku menuju peningkatan semua kecerdasan
dan kesadaran manusia secara utuh, yaitu pertumbuhan dan pemenuhan kebutuhan fisik
(PQ), kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan sosial (EQ), dan kecerdasan spiritual (SQ).
Inti dari hakikat manusia utuh adalah keseimbangan, yang bisa diringkas sebagai berikut:
a. Keseimbangan antara hak (teori hak) dan kewajiban (teori deontologi)
b. Keseimbangan tujuan duniawi (teori teleologi) dan rohani (teori teonom)

11
c. Keseimbangan antara kepentingan individu (teori egoisme) dan kepentingan
masyarakat (teori utilitarianisme)
d. Gabungan ketiga butir di atas akan menentukan karakter seseorang (teori
keutamaan)
e. Hidup adalah suatu proses evolusi kesadaran.
Teori-teori etika yang ada dapat dianalogikan dengan alur proses evolusi kesadaran, yaitu:
hak (egoisme) utilitarianismekewajiban (deontologi)teonomkeutamaan (virtue).

12

Anda mungkin juga menyukai