1
tahap perkembangan intelektual ini. Tatkal kemampuan persepsi atau kemampuan
pemahaman seorang anak meningkat, maka tahap perkembangan moral anak tersebut juga
meningkat. Berdasarkan asumsi ini, Kohberg membuat model perkembangan moral
sebagaimana diringkas dalam Tabel 3.1
Tabel 3.1
Tahap-tahap Perkembangan Moral Anak Menurut Kohlberg
Dengan model ini, Kolhberg ingin menyimpulkan bahwa ada hubungan antara pertambahan
umur dengan tingkat perkembangan moral seseorang. Pada usia dini, kesadaran moral
seseorang belum berkembang. Setiap tindakannya akan didasarkan atas kepentingan diri
(self-interest,egoisme) sehingga yang dapat mengontrol atau membatasi tindakannya adalah
faktor-faktor eksternal atau kekuatan dari luar dirinya (external factors/forces).
2
Ilmu pada dasarnya adalah kumpulan penegtahuan yang bersifat menjelaskan
berbagai gejala alam (dan sosial) yang memungkinkan manusia melakukan serangkaian
tindakan untuk menguasai gejala tersebut berdasarkan penjelasan yang ada, sedangkan teori
adalah pengetahuan ilmu ilmiah yang mencakup penjelasan mengenai suatu faktor tertentu
dari sebuah disiplin keilmuan (Suriasumantri,2000). Fungsi teori dan ilmu pengetahuan
adalah untuk menjelaskan, meramalkan, dan mengontrol. Misalnya, dalam ilmu fisika
dikenal teori gravitasi. Teori ini juga mampu menjelaskan pergerakan planet-planet
disebabkan oleh gaya gravitasi.
Egoisme
Rachels (2004) memperkenalkan dua konsep yang berhubungan dengan egoisme, yaitu:
egoisme psikologis dan egoisme etis.
Egosime psikologis adalah suatu teori yang menjelaskan bahwa semua tindakan
manusia dimotivasi oleh kepentingan berkutat diri (selfish). Menurut teori ini, orang boleh
saja yakin bahwa ada tindakan mereka yang bersifat luhur dan suka berkorban, namun semua
tindakan yang terkesan luhur dan/atau tindakan yang suka berkorban tersebut hanyalah ilusi.
Menurut teori ini, tidak ada tindakan yang sesungguhnya bersifat altruisme. Altruisme adalah
suatu tindakan yang peduli pada orang lain atau mengutamakan kepentingan orang lain
dengan mengorbankan kepentingan dirinya.
Egoisme etis adalah tindakan yang dilandasi oleh kepentingan diri sendiri (self-
interest). Bila saya belajar sampai larut malam agar bisa lulus ujian, atau saya bekerja keras
agar memperoleh penghasilan yang lebih besar, maka semua tindakan saya ini dapat
dikatakan dilandasi oleh kepentingan diri, namun tidak dapat dianggap sebagai tindakan
berkutat diri. Jadi, yang membedakan tindakan berkutat diri (egosime psikologis) dengan
tindakan untuk kepentingan diri (egosime etis) adalah pada akibatnya terhadap orang lain.
Tindakan berkutat diri ditandai dengan ciri mengabaikan atau merugikan
kepentingan orang lain, sedangkan tindakan mementingkan diri tidak selalu merugikan
kepentingan orang lain. Contohnya: Membeli minyak tanah sebanyak satu liter untuk
keperluan memasak adalah tindakan mementingkan diri, sedangkan membeli minyak tanah
sebanyak satu tangki mobil dengan tujuan bisa dijual kembali dengan keuntungan tinggi
disebut tindakan berkutat diri karena akibat tindakan ini sangat merugikan. Banyak ibu-ibu
rumah tangga yang dirugikan karena sulit memperoleh minyak tanah, atau kalau pun bisa
memperolehnya harus membayar dengan harga tinggi.
Pokok-pokok egosime etis ini (Rachels, 2004):
a. Egoisme etis tidak mengatakan bahwa orang harus membela kepentingannya sendiri
maupun kepentingan orang lain.
b. Egoisme etis hanya berkeyakinan bahwa satu-satunya tugas adalah membela
kepentingan diri.
c. Meski egoisme etis berkeyakinan bahwa satu-satunya tugas adalah membela
kepentingan diri, tetapi egoisme etis juga tidak mengatakan bahwa Anda harus
menghindari tindakan menolong orang lain.
d. Menurut paham egoisme etis, tindakan menolong orang lain dianggap sebagai
tindakan untuk menolong diri sendiri karena mungkin saja kepentingan orang lain
tersebut bertautan dengan kepentingan diri sehingga dalam menolong orang lain
sebenarnya juga dalam rangka memenuhi kepentingan diri.
e. Inti dari paham egoisme etis adalah bahwa kalau ada tindakan yang menguntungkan
orang lain, maka keuntungan bagi orang lain ini bukanlah alasan yang membuat
3
tindakan itu benar. Yang membuat tindakan itu benar adalah kenyataan bahwa
tindakan itu menguntungkan diri sendiri.
Alasan yang mendukung teori egoisme etis, antara lain:
a. Argumen bahwa altruisme adalah tindakan menghancurkan diri sendiri. Tindakan
peduli terhadap orang lain merupakan gangguan ofensif bagi kepentingan diri sendiri.
b. Pandangan tentang kepentingan diri adalah pandangan yang paling sesuai dengan
moralitas akal sehat. Misalnya, kewajiban untuk tidak berbohong sebenarnya
berangkat dari kepentingan diri. Kalau kita sendiri sering berbohong kepada orang
lain, maka orang lain juga akan berbohong kepada kita yang pada gilirannya tertentu
berakibat merugikan diri sendiri.
Alasan yang menentang teori egoisme etis antara lain:
a. Egoisme etis tidak mampu memecahkan konflik-konflik kepentingan.
b. Egoisme etis bersifat sewenang-wenang. Misalnya, dalam suatu kedaan di mana
kepentinganku, agamaku, sukuku, atau negaraku berbeda dengan kepentingannya,
agamanya sukunya atau negaranya.
Munculnya paham egoisme etis memberikan landasan yang sangat kuat bagi munculnya
paham ekonomi kapitalis dalam ilmu ekonomi. Paham ekonomi kapitalis ini dipelopori ole
Adam Smith.
Utilitarianisme
Utilitarianisme berasal dari kata Latin utilis, kemudian menjadi kata Inggris utility yang
berarti bermanfaat. Perbedaan paham utilitarianisme dengan pahamegoisme etis terletak pada
siapa yang memperoleh manfaat. Egoisme etis melihat dari sudut pandang kepentingan
individu, sedangkan paham utilitarianisme melihat dari sudut kepentingan orang banyak
(kepentingan bersama, kepentingan masyarakat). Dari uraian sebelumnya, paham
utilitarianisme dapat diringkas sebagai berikut:
a. Tindakan harus dinilai benar atau salah hanya dari konsekuensinya (akibat,tujuan, atau
hasilnya).
b. Dalam mengukur akibat dari suatu tindakan, satu-satunya parameter yang penting adalah
jumlah kebahagiaan atau jumlah ketidakbahagiaan.
c. Kesejahteraan setiap orang sama pentingnya.Beberapa kritik yang dilontarkan terhadap
paham ini antara lain:
a. Sebagaimana paham egoisme, utilitarianisme juga hanya menekankan tujuan/manfaat pada
pencapaian kebahagiaan duniawi dan mengabaikan aspekrohani (spiritual).
b. Utilitarianisme mengorbankan prinsip keadilan dan hak individu/minoritas
demikeuntungan sebagian besar orang (mayoritas)
Deontologi
istilah deontologi berasal dari kata Yunani deon yang berarti kewajiban (Bertens, 2000).
Teori yang menilai suatu tindakan berdasarkan hasil, konsekuensi, atau tujuan dari tindakan
tersebut disebut teori teleologi. Paham deontlogi justru mengatakan bahwa etis tidaknya suatu
4
tindakan tidak ada kaitannya sama sekali dengan tujuan, konsekuensi, atau akibat dari
tindakan tersebut.
Ada dua konsep yang dikemukakan oleh Kant, yaitu konsep imperactive hypothesis
dan imperactive categories. Imperactive hypothesis adalah perintah-perintah (ought) yang
bersifat khusus yang harus diikuti jika seseorang mempunyai keinginan yang relevan.
Imperactive categories adalah kewajiban moral yang mewajibkan kita begitu saja
tanpa syarat apa pun. Kewajiban moral bersifat mutlak tanpa ada pengecualian apa pun dan
tanpa dikaitkan dengan keinginan atau tujuan apa pun. Bertens (2004) menyebutnya sebagai
du sollst (engkau harus begitu saja). Pschke S.V.D (2003) merumuskan etika Kant sebagai
“Bertindaklah sedemikian rupa sehingga prinsip kehendakmu sekaligus dapat menjadi prinsip
pemberian hukum umum.”
Kant berpandangan bahwa kewajiban moral harus dilaksanakan demi kewajiban itu
sendiri, bukan karena keinginan untuk memperoleh tujuan kebahagiaan, bukan juga karena
kewajiban moral itu diperintah oleh Tuhan (Allah). Tindakan seperti membunuh, mencuri,
dan beberapa jenis tindakan lainnya dapat dikategorikan sebagai imperactive categories, atau
keharusan/kewajiban moral yang bersifat universal dan mutlak.
Walaupun teori ini tidak lagi mengaitkan kriteria kebaikan moral dengan tujuan
tindakan sebagaimana teori egoisme dan utilitarianisme, namun tak urung teori ini juga
mendapat kritikan tajam--terutama dari kaum agamawan.
Teori Hak
Menurut teori hak, suatu tindakan atau perbuatan dianggap baik bilaperbuatan atau tindakan
tersebut sesuai dengan hak asasi manusia (HAM). Namun sebagaimana dikatakan oleh
Bertens (2000), teori hak merupakan suatu aspek dari teori deontologi (teori kewajiban)
karena hak tidak dapat dipisahkan dengan kewajiban. Hak asasi manusia didasarkan atas
beberapa sumber otoritas, yaitu: hak hukum (legal right), hak moral atau kemanusiaan
(moral, human right), dan hak kontraktual (contractual right).
Hak legal adalah hak yang didasarkan atas sistem atau yuridiksi hukum suatu negara, di mana
sumber hukum tertinggi suatu negara adalah Undang-Undang Dasar negara yang
bersangkutan. Hak moral dihubungkandengan pribadi manusia secara individu, atau dalam
beberapa kasus dihubungkan dengan kelompok—bukan dengan masyarakat dalam arti luas.
Hak kontraktual mengikat individu-individu yang membuat kesepakatan/kontrak bersama
dalam wujud hak dan kewajiban masing-masing pihak. Indonesia juga telah mempunyai
Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia yang diatur dalam UU Nomor 39 Tahun 1999.
Hak-hak warga negara yang diatur dalam UU ini, antara lain:
a. Hak untuk hidup
b. Hak untuk berkeluarga dan melanjutkan keturunan
c. Hak untuk memperoleh keadilan
d. Hak untuk kebebasan pribadi
5
e. Hak atas rasa aman
f. Hak atas kesejahteraan
g. Hak untuk turut serta dalam pemerintahan
h. Hak wanita
i. Hak anak
6
ETIKA ABAD KE-20
Untuk memperkaya pemahaman tentang berbagai teori etika dan pemikiran moral yang terus
berkembang, di bawah ini dijelaskan esensi dari beberapa pemikiran moral yang berpengaruh
yang muncul pada abad ke-20.
7
mengacu pada ilmu kelakuan sederhana yang dikembangkan oleh Pavlov. Ide dasar Skinner
adalah menemukan teknologi/cara untuk mengubah perilaku. Apabila kita dapat merekayasa
kondisi-kondisi kehidupan seseorang, maka kita dapat merekayasa kelakuannya.
8
Keseimbangan antara hak (individu) dengan kewajiban kepada masyarakat
dan Tuhan.
Tabel 3.1
Teori Etika dan Hubungan dengan Paradigma Hakikat Manusia dan Kecerdasan
No Teori Paradigma
Penalaran Kriteria Etis Tujuan Hidup Hakikat
Teori Manudia dan
Kecerdasan
1 Egoisme Tujuan dari Memenuhi Kenikmatan Hakikat utuh
tindakan kepentingan duniawi (PQ,IQ)
pribadi secara
individu
2 Utilitarianisme Tujuan dari Memberi Kesejahteraan Hakikat tidak
tindakan manfaat/ duniawi utuh (PQ IQ,
EQ)
kegunaan bagi masyarakat
banyak orang
3 Deontologi- Tindakan Kewajiban Demi Hakikat tidak
Kant itu sendiri mutlak setiap kewajiban itu utuh (IQ, EQ)
orang sendiri
4 Teori Hak Tingkat Aturan tentang Demi Hakikat tidak
kepatuhan hak asasi martabat utuh (IQ)
terhadap manusia kemanusiaan
HAM (HAM)
5 Teori Diposisi Karakter Kebahagiaan Hakikat tidak
Keutamaan karakter positif-negatif
duniawi dan utuh (IQ, EQ)
individu mental
(psikologis)
6 Teori Teonom Disposisi Karakter mulia Kebahagiaan Hakikat utuh
karakter dan dan mematuhi rohani (PQ, IQ, EQ,
SQ)
tingkat kitab suci (surgawi,
keimanan agama akhirat,
masing- moksa,
masing nirmala),
individu dan mental, dan
masyarakat duniawi
9
Cara lain untuk melihat hubungan berbagi teori etika yang ada dapat dilihat pada tabel 3.2
Tabel 3.2
Hubungan antar Berbagai Teori Etika
No Teori/Dimensi Hubungan Teori
1 Tingkat Kesadaran Hewani Manusiawi Transendental
2 Teori Tindakan Egoisme Utilitarianisme Teonom
3 Teori Hak dan Kewajiban Hak Kewajiban
4 Teori Keutamaan Manusia Hina Manusia Utama
5 Tujuan/Nilai Duniawi Surgawi
6 Pemangku Kepentingan Individu Masyarakat Tuhan
7 Kebutuhan Maslow Fisik Sosial Aktualisasi Diri
8 Tingkat Perkembangan Hukuman Prinsip
Kohlberg
9 Kecerdasan Covey PQ IQ, EQ SQ
10 Etika Nafis Psiko Etika Sosio Etika Teo Etika
Dengan model ini, dapat dipahami mengapa sampai saat ini telah berkembang
beragam teori dengan argumentasi/sudut pandang penalaran yang berbeda. Kunci penjelasan
semua teori terletak pada paradigma/pola pikir etikawan dalam memakai hakikat manusia.
Paradigma/pemahaman tentang hakikat manusia akan menentukan tujuan hidup atau nilai-
nilai yang ingin dicapai.
Tabel 3.1
Model Pengembangan Teori Etika
Nilai-nilai tersebut melatarbelakangi setiap paham/teori etika dan norma moral yang
ada. Teori dan norma moral ini selanjutnya menjadi pedoman dalam setiap tindakan yang
dilakukan. Tindakan-tindakan yang dilakukan secara berulang-ilang akan membentuk
kebiasaan; kebiasaan akan membentuk karakter; dan karakter menentukan seberapa efektif
nilai-nilai yang diharapkan dapat tercapai.
10
Nilai-nilai yang telah direalisasikan akan menjadi bahan refleksi untuk mengkaji
kembali paradigma sebagai manusia dan tujuan hidup yang ingin direalisasikan.
Teori egoisme, berangkat dari pemikiran para penganutnya bahwa makna hidup setiap
orang adalah untuk merealisasikan kepentingan diri secara individu. Untuk dapat
merealisasikan kepentingan individu ini, setiap orang termasuk pemerintah harus
menghormati hak dan kebebasan setiap orang. Sejalan dengan teori egoisme, muncul pula
teori hak.
Di lain pihak, ada pemahaman lain tentang hakikat manusia. Manusia diciptakan
bukan untuk menikmati kebahagiaan duniawi, tetapi untuk mencapai nilai-nilai tertinggi
dalam bentuk kebahagiaan surgawi (kebahagiaan hidup di akhirat).
Teori utilitarianisme juga dilandasi oleh pola pikir hakikat manusia untuk mencapai
kebahagiaan duniawi, sama seperti teori egoisme. Teori egoisme berbeda dengan teori
utilitarianisme dalam hal penekanan kepentingan. Teori egoisme lebih menekankan pada
kepentingan individu, sedangkan teori utilitarianisme lebih menekankan pada kepentingan
kelompok/masyarakat.
Teori hak dan kewajiban (deontologi) mencoba mengulas dari sudut pandang antara
hak dan kewajiban individu dengan hak dan kewajiban masyarakat. teori deontologi lebih
menekankan pentingnya kewajiban setiap orang, sedangkan teori hak lebih menyoroti dari
sisi hak setiap orang.
11
c. Keseimbangan antara kepentingan individu (teori egoisme) dan kepentingan
masyarakat (teori utilitarianisme)
d. Gabungan ketiga butir di atas akan menentukan karakter seseorang (teori
keutamaan)
e. Hidup adalah suatu proses evolusi kesadaran.
Teori-teori etika yang ada dapat dianalogikan dengan alur proses evolusi kesadaran, yaitu:
hak (egoisme) utilitarianismekewajiban (deontologi)teonomkeutamaan (virtue).
12