Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG

Endapan mineral (bahan tambang) merupakan salah satu kekayaan alam

yang berpengaruh dalam perekonomian nasional. Oleh karena itu upaya untuk

mengetahui kuantitas dan kualitas endapan mineral itu hendaknya selalu

diusahakan dengan tingkat kepastian yang lebih tinggi, seiring dengan tahapan

eksplorasinya. Semakin lanjut tahapan eksplorasi, semakin besar pula tingkat

keyakinan akan kuantitas dan kualitas sumberdaya mineral dan cadangan.

Sulawesi terletak pada pertemuan 3 Lempeng besar yaitu Eurasia Pasifik

dan Eurasia, Pasifik dan Indo Australia serta sejumlah lempeng lebih kecil

(Lempeng Filipina) yang menyebabkan kondisi tektoniknya sangat komlpeks.

kumpulan batuan dan berbagai jenis mineral pembentuknya dari busur kepulauan,

kepulauan batuan bancuh, bancuh ofiolit, dan bongkah dari mikrokontinen

terbawa bersama proses penunjaman, tubrukan, serta proses tektonik lainnya.

Salah satu kabupaten di Sulawesi yang memiliki bentang alam yang

menarik adalah Kabupaten Gowa. Kenampakan bentang alam di daerah Gowa

umumnya merupakan daerah perbukitan dan pegunungan. Kenampakan alam

yang sangat menarik serta kaya akan jenis-jenis batuan dan mineral menjadikan

daerah ini sebagai tujuan utama dalam melakukan penelitian khususnya di bidang

eksplorasi mineral. Penelitian dilakukan dengan mengambil sampel batuan di

beberapa tempat berbeda pada daerah yang sama dan kemudian mengidentifikasi

jenis-jenis mineral yang terdapat pada batuan tersebut. Begitu besarnya manfaat
yang diperoleh dalam mempelajari mineral pembentuk batuan maka dilakukanlah

penelitian ini.

I.2 TUJUAN

Tujuan diadakannya penelitian dalam mata kuliah Endapan Mineral ini

adalah untuk melakukan pengamatan secara langsung mengenai batuan dan

mineral pada beberapa tempat yang berada di daerah Kabupaten Gowa. Sehingga,

mahasiswa dapat melakukan penelitian secara langsung mengenai kenampakan

objek-objek batuan dan mineral pembentuknya dan diharapkan mahasiswa

geofisika dapat memahami keadaan yang sebenarnya di lapangan.

1.3 MANFAAT

Manfaat dari penelitian ini adalah Praktikan dapat mengetahui jenis-jenis

batuan yang tersebar di daerah ini dan mineral-mineral yang terkandung di

dalamnya.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Mineral

A. Definisi Mineral

Mineral dapat didefinisikan sebagai bahan padat anorganik yang terdapat

secara alamiah, yang terdiri dari unsur-unsur kimiawi dalam perbandingan

tertentu, dimana atom-atom didalamnya tersusun mengikuti suatu pola yang

sistimatis. Mineral dapat berwujud sebagai batuan, tanah, atau pasir yang

diendapkan pada dasar sungai. Beberapa dari mineral tersebut dapat mempunyai

nilai ekonomis karena didapatkan dalam jumlah yang besar, sehingga

memungkinkan untuk ditambang seperti emas dan perak. Mineral, kecuali

beberapa jenis, memiliki sifat, bentuk tertentu dalam keadaan padatnya, sebagai

perwujudan dari susunan yang teratur didalamnya. Apabila kondisinya

memungkinkan, mereka akan dibatasi oleh bidang-bidang rata, dan diasumsikan

sebagai bentuk-bentuk yang teratur yang dikenal sebagai “kristal”. Dengan

demikian, kristal secara umum dapat di-definisikan sebagai bahan padat yang

homogen yang memiliki pola internal susunan tiga dimensi yang teratur.

Pengetahuan tentang “mineral” merupakan syarat mutlak untuk dapat

mempelajari bagian yang padat dari Bumi ini, yang terdiri dari batuan. Tidak

kurang dari 2000 jenis mineral yang kita ketahui sekarang. Beberapa dari mineral

tersebut merupakan benda padat dengan ikatan unsur yang sederhana. Contohnya

adalah mineral intan yang hanya terdiri dari satu jenis unsur saja yaitu “Karbon”.

Garam dapur yang disebut mineral halit, terdiri dari senyawa dua unsur “Natrium”
dan “Chlorit” dengan simbol NaCl. Setiap mineral mempunyai susunan unsur-

unsur yang tetap dengan perbandingan tertentu.

Pada proses pendinginan magma, sebetulnya pada magma tidak langsung

semuanya membeku, tetapi secara perlahan dan bertahap mengalami penurunan

suhu. Penurunan emperatur ini disertai mulai nya pembentukan dan

pengembangan mineral-mineral yang diakibatkan penurunan suhu pada tubuh

magma ini disusun oleh Bowen. Teori Bowen ini tersusun dalam sebuah tabel

pembentukan mineral dan tabel tersebut amat berfungsi di dalam menerjemahkan

mineral-mineral tersebut.

Gambar II.1 Reaksi Bowen

B. Sifat Fisik Mineral

Terdapat dua cara untuk dapat mengenal suatu mineral, yang pertama adalah

dengan cara mengenal sifat fisiknya. Yang termasuk dalam sifat fisik mineral

adalah bentuk kristalnya, berat jenis, bidang belah, warna, kekerasan, goresan,
dan kilap. Adapun cara yang kedua adalah melalui analisa kimiawi atau analisa

difraksi sinar X. Berikut ini adalah sifat-sifat fisik mineral yang dapat dipakai

untuk mengenal mineral secara cepat, yaitu:

1. Bentuk kristal (crystall form)

Apabila suatu mineral mendapat kesempatan untuk berkembang tanpa

mendapat hambatan, maka ia akan mempunyai bentuk kristalnya yang khas.

Tetapi apabila dalam perkembangannya ia mendapat hambatan, maka bentuk

kristalnya juga akan terganggu. Setiap mineral akan mempunyai sifat bentuk

kristalnya yang khas, yang merupakan perwujudan kenampakan luar, yang terjadi

sebagai akibat dari susunan kristalnya didalam.

2. Berat jenis (specific gravity)

Setiap mineral mempunyai berat jenis tertentu. Besarnya ditentukan oleh

unsur-unsur pembentuknya serta kepadatan dari ikatan unsur-unsur tersebut dalam

susunan kristalnya. Umumnya “mineral-mineral pembentuk batuan”, mempunyai

berat jenis sekitar 2.7, meskipun berat jenis rata-rata unsur metal didalamnya

berkisar antara 5. Emas murni umpamanya, mempunyai berat jenis 19.3.

3. Bidang belah (fracture)

Mineral mempunyai kecenderungan untuk pecah melalui suatu bidang

yang mempunyai arah tertentu. Arah tersebut ditentukan oleh susunan dalam dari

atom-atomnya. Dapat dikatakan bahwa bidang tersebut merupakan bidang

“lemah” yang dimiliki oleh suatu mineral.

4. Warna (color)
Warna mineral memang bukan merupakan penciri utama untuk dapat

membedakan antara mineral yang satu dengan lainnya. Namun paling tidak ada

warna-warna yang khas yang dapat digunakan untuk mengenali adanya unsur

tertentu didalamnya. Sebagai contoh warna gelap dipunyai mineral,

mengindikasikan terdapatnya unsur besi. Disisi lain mineral dengan warna terang,

diindikasikan banyak mengandung aluminium.

5. Kekarasan (hardness)

Salah satu kegunaan dalam mendiagnosa sifat mineral adalah dengan

mengetahui kekerasan mineral. Kekerasan adalah sifat resistensi dari suatu

mineral terhadap kemudahan mengalami abrasi (abrasive) atau mudah tergores

(scratching). Kekerasan suatu mineral bersifat relatif, artinya apabila dua mineral

saling digoreskan satu dengan lainnya, maka mineral yang tergores adalah mineral

yang relatif lebih lunak dibandingkan dengan mineral lawannya. Skala kekerasan

mineral mulai dari yang terlunak (skala 1) hingga yang terkeras (skala 10)

diajukan oleh Mohs dan dikenal sebagai Skala Kekerasan Mohs.

Tabel II.1

Skala Kekerasan Relatif Mineral (Mohs)


6. Goresan pada bidang (streak)

Beberapa jenis mineral mempunyai goresan pada bidangnya, seperti pada mineral

kuarsa dan pyrit, yang sangat jelas dan khas.

7. Kilap (luster)

Kilap adalah kenampakan atau kualitas pantulan cahaya dari permukaan suatu

mineral. Kilap pada mineral ada 2 (dua) jenis, yaitu Kilap Logam dan Kilap Non-

Logam. Kilap Non-logam antara lain, yaitu: kilap mutiara, kilap gelas, kilap

sutera, kelap resin, dan kilap tanah.

C. Sifat Kimiawi Mineral

Berdasarkan senyawa kimiawinya, mineral dapat dikelompokkan menjadi mineral

Silikat dan mineral Non-silikat. Terdapat 8 (delapan) kelompok mineral Non-

silikat, yaitu kelompok Oksida, Sulfida, Sulfat, Native elemen, Halid, Karbonat,

Hidroksida, dan Phospat. Di depan telah dikemukakan bahwa tidak kurang dari

2000 jenis mineral yang dikenal hingga sekarang. Namun ternyata hanya beberapa

jenis saja yang terlibat dalam pembentukan batuan. Mineral-mineral tersebut

dinamakan “Mineral pembentuk batuan”, atau “Rock-forming minerals”, yang

merupakan penyusun utama batuan dari kerak dan mantel Bumi. Mineral

pembentuk batuan dikelompokan menjadi empat: (1) Silikat, (2) Oksida, (3)

Sulfida dan (4) Karbonat dan Sulfat.


BAB III

METODE PENELITIAN

III. 1 WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN

Kuliah Lapangan Endapan Mineral dilaksanakan pada hari Sabtu, 25

Oktober 2014 di Bendungan Kampili, Bissua dan Sungai Jenelata Kabupaten

Gowa, Sulawesi Selatan.

III.2 ALAT DAN BAHAN

Alat yang digunakan dalam penelitian diantaranya :

a. Palu geologi

b. Kantong sampel

c. Kompas geologi

d. Kamera

e. Spidol

f. GPS (Global Positioning System)

III. 3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini terbagi 2, yaitu :

a. Observasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan cara pengamatan secara

langsung di lapangan.

b. Studi Literatur, yaitu teknik pengumpulan data melalui telaah/studi dari

berbagai laporan penelitian dan buku literature yang relevan.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Endapan mineral (Ore Deposit) adalah batuan yang mengandung satu atau

lebih mineral logam (metallic mineral) yang akan memiliki nilai ekonomis jika

ditambang. Secara umumnya proses pembentukan endapan mineral baik jenis

endapan logam maupun non logam dapat terbentuk karena proses mineralisasi

yang diakibatkan oleh aktivitas magma dan endapan mineral ekonomis selain

karena aktifitas magma juga dapat dihasilkan dari proses alterasi yaitu mineral

hasil ubahan dari mineral yang telah ada karena suatu faktor.

Gunungapi purba Sapaya dan SubDas Jenelata adalah dua fenomena di

Wilayah Kab. Gowa - Takalar Sulawesi Selatan, yang memiliki potensi mineral

batuan yang sangat strategis. Potensi mineral batuan muncul dari hasil letusan

gunungapi purba Sapaya yang ditandai dengan terdapatnya batuan plutonik

menerobos permukaan bumi di SubDas Jenelata.

Pada Spot 1 yang terletak di sepanjang sungai dijumpai adanya Formasi

batuan yaitu Formasi Baturappe-Cindako yang terdiri dari batuan pyroklastik,.

Pada dasarnya mineral pembentuk batuan piroklastik hampir sama dengan mineral

batuan beku. hal ini disebabkan oleh pembentukan kedua batuan tersebut baik

batuan beku dan batuan piroklastik merupakan hasil dari pembekuan magma yang

secara langsung. Mineral pembentuk batuan pyroklstik ini diantaranya mineral

Sialis, mineral Femis dan Mineral Tambahan. Dijumpai pula lava bantal yang

terdiri dari batu andesit dengan komposisi mineral felspar plagioklas jenis kalium

felspar natrium plagioklas, kuarsa, felspatoid serta mineral tambahan berupa


hornblenda, biotit dan piroksen, batu ini memiliki warna kehitam-hitaman yang

merupakan batuan gunung api dan ada pula batu Basalt. Pada bagian bawah lava

bantal, terdapat pula suatu perlapisan (stratigrafi).

Pada Spot 2 yang terdapat suatu stratigrafi yang terlihat jelas perlapisan

batuannya yang mana di lapisan atasnya merupakan campuran berbagai macam

batuan beku dan di bawahnya terdapat batu serpih dengan mineral pembentuknya

terdiri dari kuarsa, feldspar, mica, mineral clay dan organik calcite. Di daerah ini

ditemukan pula batuan yang mengandung fosil kerang, yang merupakan hasil dari

suatu pengangkatan laut dangkal.

Perjalanan dilanjutkan ke Spot 3, yang terletak di bendungan Bissua

dengan koordinat 5°18’14,18”S dan 119°31’55,99”E, Di spot ini kami mengamati

persebaran lava bantal di sungai Bissua. Di pinggiran sungai ini dijumpai pula

batuan yang tersingkap di permukaan dengan warna batuan hitam pekat.

Pada spot selanjutnya, yaitu Spot 4 yang berada di Tanah Karaeng dengan

letak koordinat 4°27’30”S dan 103°21’29,5”E. Di daerah ini terdapat suatu

singkapan batu granit dengan mineral penyusunnya kuarsa dan feldspar yang

merupakan hasil dari suatu pengangkatan. Di daerah ini pula terdapat sesar yang

memotong suatu batuan.

Pada spot 5 dengan letak daerah yang curam dijumpai adanya singkapan

batuan dengan bidang sesar yang merupakan sesar turun dengan komponen

hanging wall dan footwall pada singkapannya. Karena daerahnya yang terletak

tepat di pinggir jalan, maka bidang sesar pada singkapan ini berada di bawah

jalanan.
Pada spot 6 yang merupakan spot terakhir yang mana daerah ini

merupakan daerah aliran sungai Jenelata. Formasi batuan yang menyusun daerah

ini adalah Formasi Baturappe-Cindako. Secara geografis Daerah Aliran Sungai

Jenelata terletak pada 119o32’00”BT-119o50’00’’BT dan 05°15ʹ00ʺ LS-05°27ʹ00ʺ

LS.Sungai ini diprediksi merupakan aliran letusan gunungapi purba Sapaya.yang

bermula dari terbentuknya formasi gunungapi Sapaya kemudian terjadi erupsi.

Erupsi ini kemudian menyebabkan keluarnya material-material tertentu dari perut

bumi, membawa batu dan abu hasil erupsi ini. Di daerah ini dijumpai adanya lava

bantal dan persebaran batuan beku dengan mineral penyusunnya Anorthite,

Augite dan Leucite Selain batuan beku, dijumpai pula batuan metamorf yang

mengandung mineral Apjohnite, Anorthite dan Lisetite. Adapula batuan beku

yang mengandung pirit dan kuarsa. Dan adapula batuan sedimen dengan

kandungan mineral Microcline, Anorthite, dan Zeravzhanite.


BAB V

PENUTUP

V.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil Kuliah Lapangan, dapat disimpulkan bahwa endapan

mineral (Ore Deposit) adalah batuan yang mengandung satu atau lebih mineral

logam (metallic mineral) yang akan memiliki nilai ekonomis jika ditambang.

Gunungapi purba Sapaya dan SubDas Jenelata memiliki potensi mineral batuan

yang sangat strategis. Potensi mineral batuan muncul dari hasil letusan gunungapi

purba Sapaya yang ditandai dengan terdapatnya batuan plutonik yang menerobos

permukaan bumi di SubDas Jenelata. Adanya berbagai macam persebaran batuan

di daerah bendungan Kampili, Bissua, dan sungai Jenelata mengindikasikan

daerah ini kaya akan mineral penyusun batuan.

V.2 SARAN

Diperlukan lebih banyak sampel batuan sehingga dapat menjelaskan

penyebaran mineral batuan di Bendungan Kampili, Bissua dan Sungai Jenelata

Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.


DAFTAR PUSTAKA

Amin, Putri Sinthya Melani dkk. 2013. Analisis Pola Penyebaran Mineral Batuan

di Aliran Sungai Jenelata Bagian Hilir Kab. Gowa Menggunakan Metode

XRD (X-Ray Diffraction) – XRF (X-Ray Flourescence).

http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/10102/Jurnal.do

cx?sequence=1.Diakses pada tanggal 28 Oktober 2014.

Massinai, Muhammad Altin, 2012, Morfotektonik Dalam Mengontrol

Geomorfologi DAS Lengkese-Jenelata di Sulawesi Selatan. Bandung:

UNPAD Press. Indonesian Journal of Applied Sciences.

Muttakin, Saiful. 2011. Deret Bowen.

http://www.scribd.com/doc/49914139/Deret-Reaksi-Bowen. Diakses pada

tanggal 28 Oktober 2014.

Nandya, Shandy. 2011. Asosiasi Mineral dalam Batuan. http://shin-

shanshan.blogspot.com/2011/07/asosiasi-mineral-dalam-batuan.html.

Diakses pada tanggal 28 Oktober 2014.

Anda mungkin juga menyukai