Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Lanjut usia (Lansia) adalah kelompok manusia yang berusia 60 tahun ke

atas . Pada lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya kemampuan jaringan

untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya

secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan

memperbaiki kerusakan yang terjadi (Dewi,2014). Salah satu masalah kesehatan

yang mempengaruhi kualitas kehidupan lansia adalah gangguan kognitif dimana

gangguan ini akan mengakibatkan menurunnya fungsional Lansia tersebut

(Lestari, 2013). Hal ini terjadi karena susunan syaraf pusat pada lansia

mengalami perubahan morfologis dan biokimia, perubahan tersebut

mengakibatkan penurunan fungsi kognitif. Fungsi kognitif merupakan bagian

terbesar dalam otak. Penurunan kemampuan-kemampuan kognitif itu seperti

sering lupa, kemunduran orientasi serta tidak mudah menerima hal atau ide

baru.(Widya 2016).

Pada tahun 2025 diperkirakan penduduk lansia di seluruh dunia akan

menapai 1,2 milyar orang dan akan terus bertambah hingga 2 milyar orang di

tahun 2025. Indonesia termasuk salah satu Negara yang proses penuaan

penduduknya tercepat di Asia Tenggara. Jumlah lansia di Indonesia pada tahun

2010 sebanyak 23.992.553 jiwa (9,77%) dan pada tahun 2015 sebanyak

28.283.000 jiwa (11,34%). Sedangkan jumlah lanjut usia dipropinsi jawa timur

1
2

berjumlah 4.202.988 jiwa (11,12%). Dan jumlah lansia di kabupaten jember

293.219 jiwa. (Priyoto, 2016).

Terdapat 3 perubahan yang terjadi pada seorang lansia yaitu perubahan

fisiologis, perubahan perilaku psikososial dan perubahan kogintif pada usia lanjut

terjadi penurunan fungsi sel otak, yang menyebabkan penurunan daya ingat

jangka pendek, sulit berkonsentrasi, melambatnya proses informasi sehingga

dapat mengakibatkan kesulitan komunikasi (Mubarok , Nurul & Bambang,

2010). Berdasarkan data dari pusat Data dan informasi kementrian kesehatan RI

(2013). Masalah kesehatan terbesar lansia adalah penyakit adalah penyakit

degeneratife. Pada tahun 2050 diperkirakan sekitar 75% lansia penderita penyakit

degenerative tidak bisa beraktifitas. Penyakit degenerative pada lansia salah

satunya adalah penurunan fungsi kognitif. Fungsi kognitif merupakan proses

proses mental dalam memperoleh pengetahuan atau kemampuan serta kecerdasan,

yang meliputi cara berfikir, daya ingat, pengertian, perencanaan, dan pelaksanaan

(Santoso, & Ismail,2009).

Perubahan fungsi kognitif ini tentunya membawa dampak tersendiri bagi

kehidupan lansia. Studi oleh Supprenant & Neath (2007) menunjukkan bahwa

perubahan fungsi kognitif pada lansia berasosiasi secara signifikan dengan

peningkatan depresi dan memiliki dampak terhadap kualitas hidup seorang lansia.

Selain itu, lansia yang mengalami perubahan fungsi kognitif lebih banyak

kehilangan hubungan dengan orang lain, bahkan dengan keluargannya sendiri

(Aaraen, van Tilburg, Smits & Knipspcheer, 2004 dalam suprenant & Nealt,

2007). Pada umumnya gangguan fungsi kognitif merupakan kemundurn memori

daya ingat yang dapat mempengaruhi aktifitas sehari, seperti penurunan fungsi
3

fisik, ditandai ketidakmampuan lansia untuk beraktifitas sehari hari contohnya:

makan, minum mandi, berjalan, tidur, duduk, BAB, BAK, dang bergerak.

Perubahan fisik yang cenderung mengalami penurunan ini akan menyebabkan

berbagai gangguan secara fisik sehingga mempengaruhi kesehatan, yang

berdampak pada beberapa aspek kehidupan yang mempunyai pengaruh besar

dalam kualitas hidup lansia (Bandriyah, 2009). Semakin memburuknya fungsi

kognitif pada lanjut usia, maka akan berdampak terhadap penurunan kemampuan

aktivitas sehari-hari. Salah satu perubahan kognitif yang terjadi pada lansia yaitu

perubahan memori atau daya ingat. Seperti yang dijelaskan oleh Azizah (2011),

pada lanjut usia, daya ingat merupakan salah satu fungsi kognitif yang seringkali

paling awal mengalami penurunan. Kerusakan kognitif pada lansia yang berupa

penurunan daya ingat. Dampak dari terganggunya ADL pada lansia yaitu para

lansia akan rentan terhadap penyakit yang bersifat akut atau kronis, ada

kecenderungan akan terjadi penyakit degeneratif, penyakit metabolik, gangguan

psikososial, dan penyakit infeksi meningkat (Tumini, 2017).

Gangguan fungsi kognitif bisa menimbulkan kualitas hidup berupa stress,

pemberian perawatan, dan pemeliharaan martabat manusia dan pemeliharaan

martabat manusia dan mungkin mencerminkan beban kemanusiaan lebih dari

yang dapat diperbaiki perawat. Sehingga lansia sering merasa khawatir bahwa

mereka mulai mengalami tanda tanda gangguan fungsi kognitif dan membutuhkan

perawat dan profesonal kesehatan lainnya . Dalam melakukan aktifitas, sehingga

bisa dikatakan kualitas hidup lansia menjadi menurun (Stanley & Berae, 2007).

Kualitas hidup menurut World Health organization (WHO) adalah

persepsi seseorang dalam konteks budaya dan norma sesuai dengan tempat hidup
4

orang tersebut berkaitan dengan tujuan, harapan, standard an kepedulian selama

hidupnya (WHO, 1996). Kualitas hidup seseorang merupakan fenomena yang

multidimensional. WHO mengembangkan sebuah instrument untuk mengukur

kualitas hidup seseorang dari 4 aspek yaitu fisik, psikologik, social dan

lingkungan. Betapa pentingnya berbagai dimensi tersebut berbagai tanpa

melakukan evaluasi sulit untuk menentukan dimensi mana yang penting dari

kualitas hidup seseorang. Kualitas hidup diartikan sebagai persepsi individu

mengenai keberfungsian mereka di dalam bidang kehidupan. Lebih spesifiknya

adalah penilaian individu terhadap posisi mereka di dalam kehidupan, dalam

konteks budaya dan sistem nilai dimana mereka hidup dalam kaitannya dengan

tujuan individu, harapan, standar serta apa yang menjadi perhatian individu.

Berdasarkan penelitian Asih, Bagus, Dewi 2014 yang dilakukan di UPT

PSLU jember dengan judul Analisis perbedaan Kualitas Hidup Lanjut Usia di

PSLU Kasiyan dan di Desa Mayang . Hasil data menunjukkan bahwa sebagian

besar lansia yang tinggal di Desa Mayang sebanyak 27 orang (75%) memiliki

kualitas hidup yang baik dan 56,7% lansia yang tinggal di PSLU Kasiyan

memiliki kualitas hidup baik sebanyak 11 lansia (36,7%).

Berdasarkan fenomena diatas peneliti tertarik mengambil judul Hubungan

status kognitif dengan kualitas hidup pada lansia Di Desa Rowo Indah Kabupaten

Jember.

B. Rumusan Masalah

1. Pernyataan masalah
5

Berdasarkan uraian latar belakang diatas , maka peneliti menetapkan

rumusan masalah penelitian: “Hubungan Status Kognitif Dengan

kualitas hidup Pada Lansia di desa rowo indah Kabupaten Jember?”.

2. Pertanyaan masalah

a. Bagaimana status kognitif pada lansia di Desa Rowo Indah

Kabupaten Jember?

b. Bagaimana kualitas hidup pada lansia di Desa Rowo Indah

Kabupaten Jember?

c. Adakah hubungan status kognitif dengan kualitas hidup lansia

di Desa rowo Indah Kabupaten Jember?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui Hubungan Status Kognitif Dengan Kualitas

Hidup Pada Lansia di Desa Rowo Indah Kabupaten Jember.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi status kognitif pada lansia Di Desa Rowo

Indah Kabupaten Jember?

b. Mengidentifikasi kualitas hidup pada lansia di Desa Rowo

Indah Kabupaten Jember?

c. Mengalisis hubungan status kognitif dengan kualitas hidup

pada lansia di desa rowo Indah Kabupaten Jember.

D. Manfaat Penelitian
6

1. Manfaat Teori hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah bahan

kajian dan member sumbangan pemikiran tentang Status kognitif dan

kualitas hidup pada lansia

2. Manfaat praktik

a. Bagi peneliti

Menambah wawasan tentang Status kognitif terhadap kualitas

Hidup lansia di desa Rowo indah kabupaten jember.

b. Bagi puskesmas

Di wilayah kerja puskesmas Kabupaten Jember

Sebagai masukan untuk memberikan penyuluhan tentang status

kognitif pada lansia.

Anda mungkin juga menyukai