Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PRIBADI

Nama : An. Portunatus

Umur : 5 tahun

Jenis Kelamin : Laki - laki

Alamat : Dobo

Pekerjaan :-

Agama : Kristen

Status : Belum Menikah

BB : 24 kg

TB : 105 cm

II. ANAMNESA

Keluhan Utama : Nyeri Perut

Telaah (Alloanamnesa)

Nyeri perut dialami pasien 3 hari dan memberat sejak 2 jam terakhir, nyeri dirasakan
diseluruh perut. Mual (+) muntah (-). Pasien mengatakan sering merasa kembung. Ibu pasien
mengatakan pasien sudah tidak buang air besar selama 3 hari, namun masi bisa buang angin.
Buang air kecil normal. Ibu pasien juga mengatakan anaknya sulit sekali memiliki berat badan
yang ideal meski sudah banyak mengkonsumsi makanan bergizi dan selalu terlihat lemas.
Riwayat muntah cacing (-) riwayat bab cacing (-). Riwayat sering bermain tanah dan tidak
menggunakan sendal diakui ibu pasien.

Riwayat penyakit terdahulu

Tidak jelas

Riwayat penyakit keluarga

Tidak jelas
III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Tampak sakit berat

Kesadaran : Compos Mentis

Tekanan darah :-

Nadi : 80 x/i (reguler)

Pernapasan : 20 x/i

Suhu : 36ºc

Status Lokalisata

Kepala : rambut hitam, lurus, tidak mudah dicabut

Mata : konjungtiva anemis (+/+) sklera ikterik (-/-), lensa jernih, pupil
isokor, RC direk (+/+) indirek (+/+)

Leher : simetris, trakea tidak ada deviasi

Kel. Getah Bening : teraba (-)

Dada : pergerakan napas hemitoraks dextra sinistra simetris

Jantung : BJ I – II tunggal, murmur (-) gallop (-), HR 60x/menit.

Paru :

Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru

Auskultasi : vesikuler di kedua lapangan paru

Abdomen : distensi, Hepar/ Lien/ Renal tidak teraba, nyeri tekan diseluruh regio
perut (+) Bising usus (+) melemah

Alat kelamin : tidak dilakukan pemeriksaan

Anggota gerak : dalam batas normal, edema (-)

Refleks : dalam batas normal

Kulit : dalam batas normal


Gigi dan mulut : dalam batas normal

Saraf otak : dalam batas normal

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Darah Rutin
Hb : 6,3 gr %
Leukosit : 10.200/ uL
Ht : 24,5%
Trombosit : 129.000/ uL
SGOT/SGPT : 14/5
USG Abdomen:
Distended usus disertai multiple lesi hiperechoic didalamnya sugestif cacing.

Resume

Pasien seorang laki – laki usia 5 tahun datang dengan keluhan nyeri diseluruh perut dan
tidak bisa buang air besar selama 3 hari. Hasil pemeriksaan tanda – tanda HR 68x/i ireguler,
RR 20x/i Temp 36ºC. Hasil pemeriksaan fisik abdomen tampak distensi, nyeri tekan seluruh
lapangan perut (+) bising usus (+) melemah . Hasil pemeriksaan penunjang USG abdomen
: distended usus disertai multiple lesi hiperechoic didalamnya sugestif cacing.
V. DIAGNOSA KERJA
Akut abdomen e.c ileus obstruktif (susp. Askariasis)

VI. DIAGNOSA BANDING


1. Anemia hipokrom mikrositer
2. Dyspepsia syndrome

VII. PENATALAKSANAAN
1. Tirah baring
2. O² 2 lpm
3. Albendazole 200 mg PO dosis tunggal
4. Sangobion tab 1 x 1

VIII. RENCANA PEMERIKSAAN


1. Foto Polos Abdomen
2. Feses rutin

IX. RENCANA LANJUT


Observasi TTV
Rujuk ke spesialis bedah
BAB II

LANDASAN TEORI

a. Definisi
Askariasis adalah suatu infeksi yang disebabkan oleh Ascaris lumbricoides atau yang
secara umum dikenal sebagai cacing gelang (Onggowaluyo, 2002). Ascaris lumbricoides
adalah salah satu spesies cacing yang termasuk ke dalam Filum Nemathelminthes, Kelas
Nematoda, Ordo Rhabditia, Famili Ascarididae dan Genus Ascaris. Cacing gelang ini
tergolong Nematoda intestinal berukuran terbesar pada manusia. Distribusi penyebaran
cacing ini paling luas dibanding infeksi cacing lain karena kemampuan cacing betina
dewasa menghasilkan telur dalam jumlah banyak dan relatif tahan terhadap kekeringan
atau temperatur yang panas (Ideham dan Pusarawati, 2007).

b. Gejala Klinis
Gejala Klinis Kurang lebih 85% kasus ascariasis tidak menunjukkan gejala klinis
(asimtomatis), namun beberapa individu dengan keluhan rasa terganggu di abdomen
bagian atas dengan intensitas bervariasi. Pada awal migrasi larva melalui paru-paru pada
umumnya tidak menimbulkan gejala klinis, namun pada infeksi berat dapat menyebabkan
pneumonitis. Larva askaris dapat menimbulakan reaksi hipersensitif pulmonum, reaksi
inflamasi dan pada individu yang sensitif dapat menyebabakan gejala seperti asma
misalnya batuk, demam, dan sesak nafas. Reaksi jaringan karena migrasi larva yakni
inflamasi eosinofilik, granuloma pada jaringan paru dan hipersensitifitas lokal
menyebabakan peningkatan sekresi mukus, inflamasi bronkiolar dan eksudat serosa. Pada
kondisi berat karena larva yang mati, menimbulkan vaskulitis dengan reaksi granuloma
perivaskuler. Inflamasi eosinofilik dikenal dengan sindrom loffler’s, dahak mengandung
eosinofil dan larva kadang-kadang ditemukan. Gejala alergi lainnya seperti urtikaria
kemerahan di kulit (skin rash), nyeri pada mata dan insomnia karena reaksi alergi terhadap
ekskresi dan sekresi metabolik cacing dewasa, cacing dewasa yang mati, infeksi intestinal.
Cacing dewasa menimbulkan gejala klinis ringan , kecuali pada infeksi berat. Gejala klinis
yang sering timbul, gangguan abdominal, nausea, anoreksia dan diare. Komplikasi serius
akibat migrasi cacing dewasa ke pencernaan lebih atas akan menyebabkan muntah (cacing
keluar lewat mulut atau hidung) atau keluar lewat rectum. Migrasi larva dapat terjadi
sebagai akibat rangsangan panas (38,9oC). Sejumlah cacing dapat membentuk bolus
(massa) yang dapat menyebabkan obstruksi intestinal secara parsial atau komplet dan
menimbulkan rasa sakit pada abdomen, muntah dan kadang-kadang massa dapat di raba.
Migrasi cacing ke kandung empedu, menyebabkan kolik biliare dan kolangitis. Migrasi
pada saluran pankreas menyebabkan pankreatitis. Apendisitis dapat disebabkan askaris
yang bermigrasi ke dalam saluran apendiks. Pada anak di bawah umur 5 tahun
menyebabakan gangguan nutrisi berat karena cacing dewasa dan dapat di ukur secara
langsung dari peningkatan nitrogen pada tinja. Gangguan absorpsi karbohidrat dapat
kembali normal setelah cacing dieleminasi. Askaris dapat menyebabkan protein energy
malnutrition. Pada anakanak yang diinfeksi 13-14 cacing dewasa dapat kehilangan 4 gram
protein dari diet yang mengandung 35-50 gram protein/hari (Ideham dan Pusarawati,
2007).

c. Diagnosis
Selama fase intestinal diagnosis dapat ditetapkan dari penemuan cacing
dewasa atau telur cacing. Cacing betina Askaris mengeluarkan telur secara konstan,
telur dapat dihitung untuk memperkirakan jumlah cacing dewasa yang menginfeksi.
Cacing dewasa Askaris dapat keluar melalui anus atau mulut, karena sudah tua
atau karena reaksi tubuh hospes. Sedangkan telur (fertile dan unfertile) dapat
ditemukan pada pemeriksaan tinja. Telur dapat dengan mudah ditemukan pada sediaan
basah apus tinja (direct wet smear) atau sediaan basah dari sedimen pada metode
konsentrasi (Ismid, 2008). Untuk mendignosis adanya larva pada paru-paru dapat
dilakukan dengan melakukan rontgen pada rongga dada atau dapat ditetapkan dari
penemuan larva pada sediaan sputum atau kumbah lambung (Irianto, 2009).

d. Tatalaksana
Beberapa obat yang efektif terhadap ascariasis adalah sebagai berikut : Pirantel
pamoat: dosis 10 mg/kg BB (maksimum 1 g) dapat diberikan dosis tunggal. Efek
samping : gangguan gastrointestinal, sakit kepala, pusing, kemerahan pada kulit dan
demam. Mebendazol : dosis 100 mg dua kali per hari selama lebih dari 3 hari. Efek
samping : diare rasa sakit pada abdomen, kadang-kadang leukopenia. Mebendazol tidak
di anjurkan pada wanita hamil karena dapat membahayakan janin. Piperasin sitrat :
dosis 75 mg/kg BB (maksimum 3,5 g/hari), pemeberian selama dua hari. Efek samping
: kadang – kadang menyebabkan urtikaria, gangguan gastrointestinal dan pusing.
Albendazol : dosis tunggal 400 mg, dengan angka kesembuhan 100% pada infeksi
cacing Ascaris (Ideham dan Pusarawati, 2007).

e. Pencegahan
Penularan Askaris dapat terjadi secara oral, maka untuk pencegahannya hindari
tangan dalam keadaan kotor, karena dapat menimbulkan adanya kontaminasi dari telur-
telur askaris. Oleh karena itu, biasakan mencuci tangan sebelum makan. Selain hal
tersebut, hindari juga mengkonsumsi sayuran mentah dan jangan membiarkan makanan
terbuka begitu saja, sehingga debu-debu yang berterbangan dapat mengontaminasi
makan tersebut ataupun dihinggapi serangga yang membawa telur-telur tersebut.
Untuk menekan volume dan lokasi dari aliran telur-telur melalui jalan ke penduduk,
maka pencegahannya dengan mengadakan penyaluran pembuangan feses yang teratur
dan sesuai dengan syarat pembuangan kotoran yang memenuhi aturan kesehatan dan
tidak boleh mengotori air permukaan untuk mencegah agar tanah tidak terkontaminasi
telur-telur Askaris. Mengingat tingginya prevalensi terjadinya askariasis pada anak-
anak, maka perlu diadakan pendidikan di sekolah-sekolah mengenai cacing askaris ini.
Dianjurkan juga untuk membiasakan diri mencuci tangan sebelum makan,
mencuci makanan dan memasaknya dengan baik, memakai alas kaki terutama diluar
rumah. Ada baiknya di desa-desa diberikan pendidikan dengan cara peragaan berupa
gambar atau video, sehingga dengan cara ini dapat dengan mudah dimengerti oleh
mereka. Untuk melengkapi hal di atas perlu ditambah dengan penyediaan sarana air
minum dan jamban keluarga, sehingga sebagaimana telah terjadi program nasional,
rehabilitasi sarana perumahan juga merupakan salah satu perbaikan keadaan sosial-
ekonomi yang menjurus kepada perbaikan kebersihan dan sanitasi. Cara- cara
perbaikan tersebut adalah buang air pada jamban dan menggunakan air untuk
membersihkannya, makan makanan yang sudah dicuci dan dipanaskan serta
menggunakan sendok garpu dalam waktu makan dapat mencegah infeksi oleh telur
cacing. Anak-anak dianjurkan tidak bermain di tanah yang lembab dan kotor, serta
selalu memotong kuku secara teratur. Halaman rumah selalu dibersihkan (Irianto,
2009).

Anda mungkin juga menyukai