Anda di halaman 1dari 122

HUBUNGAN KEMAMPUAN MANAJERIAL APARAT

PEMERINTAH DESA DENGAN PEMBANGUNAN DESA


(Studi pada Desa-desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat
Propinsi Sumatera Utara)

TESIS

Oleh:
FAHRI AZHARI
NIM. 067024009/SP

Program Magister Studi Pembangunan

SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk: Pertama, mengetahui tingkat


kemampuan manajerial aparat pemerintahan desa di Kecamatan Stabat
Kabupaten Langkat. Kedua, mendeskripsikan tingkat pembangunan desa di
Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat. Ketiga, menjelaskan dan menganalisis
hubungan kemampuan manajerial aparat pemerintahan desa dengan
pembangunan desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat.
Penelitian ini berlokasi di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat.
Populasi dan sampel penelitian ini adalah seluruh Kepala Desa beserta
perangkat-perangkatnya di Kecamatan Stabat yang berjumlah 30 responden.
Data primer penelitian diperoleh melalui penyebaran kuisioner. Analisis data
secara deskriptif analitis dan statistik korelasi product moment.
Hasil penelitian menunjukkan: Pertama, kemampuan manajerial
aparat pemerintahan desa yang diukur melalui indikator kemampuan
pengelolaan struktur organisasi, kemampuan memperoleh dukungan
lingkungan, kemampuan pelaksanaan tugas (performance) dan kemampuan
leadership secara umum disimpulkan cukup baik. Kedua, tingkat
pembangunan desa yang diukur melalui adanya partisipasi masyarakat,
adanya perimbangan peran pemerintah dan masyarakat dalam
pembangunan, adanya kemandirian masyarakat serta peningkatan taraf
hidup masyarakat secara keseluruhan disimpulkan cukup baik. Ketiga,
hubungan antara kemampuan manajerial aparat pemerintahan desa dengan
tingkat pembangunan desa-desa yang berada di Kecamatan Stabat Kabupaten
Langkat berdasarkan pengujian statistik menunjukkan angka korelasi sebesar
angka korelasi sebesar 0,728. Ini berarti kemampuan manajerial aparat
pemerintahan desa memiliki hubungan yang kuat dengan pembangunan desa
di lingkungan Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat.

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah disampaikan kepada Allah swt, atas kehendak-Nya dan

izin-Nya penelitian yang berjudul: "Hubungan Kemampuan Manajerial

Aparat Pemerintah Desa dengan Pembangunan Desa (Studi pada Desa-desa

di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara)", dapat

diselesaikan. Salawat dan salam disampaikan kepada Rasulullah saw yang

membawa pencerahan kehidupan bagi umat manusia.

Penelitian ini merupakan persyaratan untuk mendapatkan gelar

Magister Studi Pembangunan (MSP) pada Sekolah Pascasarjana Universitas

Sumatera Utara. Inti bahasan penelitian ini adalah mengkaji kemampuan

manajerial Kepala Desa beserta perangkat-perangkatnya dalam

pembangunan desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat. Atas

rampungnya penelitian ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan

penghargaan kepada pihak-pihak yang turut serta memberikan andil dan

dukungan.

1. Pertama sekali ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada yang

terhormat ibu Prof.Dr.Ir. T. Chairun Nisa B. MSc, selaku Direktur Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Atas dedikasi beliau, penulis

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
diberi kesempatan untuk mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana

USU Medan.

2. Ucapan terima kasih selanjutnya penulis sampaikan kepada Bapak

Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA selaku Ketua Program Studi Pembangunan

Univesitas Sumatera Utara.

3. Ucapan terima kasih tidak luput disampaikan kepada kedua pembimbing

tesis ini, Drs. Kariono, M.Si. (Pembimbing I) dan Drs. Agus, M.Si

(Pembimbing II).

4. Terima kasih khusus penulis sampaikan kepada ayahanda

(Drs. H. Surya Djahisa, M.Si) dan ibunda (Hj. Khairul Bariah) serta

kakanda (Ir. Hj. Gumala Ulfa) atas cinta dan kasih sayang yang telah

diberikan, begitu juga saudara-saudara penulis. Mereka semua tidak

pernah bosan memberikan dorongan semangat sekaligus mendoakan

penulis agar dapat menyelesaikan pendidikan di Sekolah Pascasarjana

USU.

5. Teman-teman di jurusan Studi Pembangunan satu angkatan, teman-

teman sejawat di Kantor Pemkab Langkat yang tidak dapat disebutkan

satu persatu namanya, penulis menyampaikan penghargaan setinggi-

tingginya atas dorongan dan semangat untuk terus belajar, bekerja dan

berprestasi.

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
Penelitian ini masih membutuhkan kritik dan saran yang berharga dari

semua kalangan. Akhirnya, dengan senantiasa mengharap ridha dan rahmat

Allah swt, semoga penelitian ini membawa berkah bagi pengembangan ilmu

pengetahuan. Amin ya rabbal ‘alamin.

Medan, Pebruari 2008


Penulis,

FAHRI AZHARI
NIM. 067024009/SP.

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
RIWAYAT HIDUP

Nama : Fahri Azhari


Tempat Lahir : Jakarta
Tanggal Lahir : 8 Agustus 1983

Jenis Kelamin : Laki-laki

Kewarganegaraan : Indonesia

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Menikah

Golongan Darah :B

Alamat : Jl. Perkutut Komp Pemda No. 2 Stabat

Nomor HP : 0811600164/ 081973400200/ 061-77000767

Nama Orang Tua : Ayah = Drs. H. Surya Djahisa, M.Si

Ibu = Hj. Khairul Bariah

Status dalam keluarga : Anak Kandung (anak ke II)

Jumlah bersaudara : 1 (satu) orang kakak (Ir. Hj. Gumala Ulfa)

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii


DAFTAR ISI ....................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ................................................................................................ vii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ x
DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................... xi

BAB I PENDAHULUAN ................................................................. 1


1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2 Perumusan Masalah ................................................................... 9
1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................... 10
1.4 Kegunaan Penelitian ................................................................... 11
1.5 Kerangka Pemikiran.................................................................... 11
1.6 Hipotesis ..................................................................................... 12

BAB II LANDASAN TEORETIS........................................................... 13


2.1 Manajemen Pengolaan Sumber Daya Manusia...................... 13
2.1.1Pengertian Manajemen........................................................ 13
2.1.2Manajemen Sumber Daya Manusia .................................... 15
2.1.3 Fungsi Manajemen Pengembangan SumberDaya Manusia........ 23

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
2.2 Manajemen Pemerintahan................................................... 28

2.3 Kemampuan Aparat Pemerintahan ..................................... 33

2.4 Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa.............. 35

2.4.1 Kemampuan Pengelolaan Struktur Organisasi .......38

2.4.2 Kemampuan Memperoleh Dukungan ..................... 40

2.4.3 Kemampuan Pelaksanaan Tugas (Performance) ....43

2.4.4 Kemampuan Kepemimpinan (Leadership)

Pemerintahan........................................................... 44

2.5 Pembangunan Desa ............................................................. 46

2.6 Aparat Pemerintahan Desa.................................................. 51

2.7 Hubungan Kemampuan Manajerial dengan

Pembangunan Desa ............................................................. 53

BAB III METODE PENELITIAN ........................................................... 58

3.1 Lokasi dan Jadual Penelitian .............................................. 58

3.2 Jenis dan Pendekatan Penelitian ......................................... 59

3.3 Populasi dan Sampel ........................................................... 60

3.4 Definisi Operasional Variabel............................................. 61

3.5 Sumber Data........................................................................ 64

3.6 Teknik Pengumpulan Data.................................................. 64

3.7 Analisis Data ....................................................................... 65

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN........................... 66

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ................................... 66

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
4.2 Karakteristik Responden ..................................................... 72

4.3 Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintahan Desa .......... 76

4.3.1 Kemampuan Pengelolaan Struktur Organisasi .......76

4.3.2 Kemampuan Memperoleh Dukungan ..................... 79

4.3.3 Kemampuan Pelaksanaan Tugas (Performance) ....82

4.3.4 Kemampuan Kepemimpinan (Leadership)............. 87

4.4 Tingkat Pembangunan Desa ............................................... 92

4.4.1 Partisipasi Masyarakat ............................................ 92

4.4.2 Perimbangan Peran Masyarakat dengan

Pemerintah .............................................................. 95

4.4.3 Kemandirian Masyarakat ........................................ 98

4.4.4 Taraf Hidup Masyarakat ......................................... 100

4.5 Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat

Pemerintahan Desa dengan Tingkat Pembangunan

Desa.....................................................................................102

4.6 Pembahasan Penelitian........................................................ 106

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................... 108

5.1 Kesimpulan ......................................................................... 108

5.2 Saran-saran.......................................................................... 109

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................110

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman


3.1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian……………………………………….. 58

4.1 Luas Wilayah, Jarak ke Kantor Camat, dan Jenis Penggunaan


Tanah di Kecamatan Stabat Dirinci Menurut Desa/Kelurahan
Tahun 2006…………………………………………………………….. 67

4.2 Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan Tingkat Kepadatan


Penduduk di Kecamatan Stabat Dirinci Menurut Desa/Kelurahan
Tahun 2006…………………………………………………………….. 68

4.3 Banyaknya Penduduk, Rumah Tangga dan Rata-rata Jiwa per


Rumah Tangga di Kecamatan Stabat Dirinci Menurut
Desa/Kelurahan Tahun 2006………………………………………… 69

4.4 Banyaknya Penduduk Menurut Agama yang Dianut di


Kecamatan Stabat Dirinci Menurut Desa/Kelurahan Tahun
2006…………….. 70

4.5 Banyaknya Tenaga Kerja yang Bekerja Menurut Lapangan


Pekerjaan di Kecamatan Stabat Dirinci Menurut Desa/Kelurahan
Tahun 2006…………………………………………………………….. 71

4.6 Banyaknya Industri Menurut Jenisnya di Kecamatan Stabat


Dirinci Menurut Desa/Kelurahan Tahun 2006…………………….. 72

4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Umur………………………….. 73

4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin......................... 74

4.9 Distribusi Responden Berdasarkan Suku/Etnis….......................... 75

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
4.10 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan................ 75

4.11 Hubungan kerjasama antara Kepala Desa dengan Perangkat-


perangkatnya…………………………………………………………… 77

4.12 Pemberdayaan Perangkat-perangkat Desa yang Dilakukan Oleh


Kepala Desa……………………………………………………………. 79

4.13 Pelaksanaan Diskusi yang Diselenggarakan Kepala Desa bersama


Masyarakat untuk Menentukan dan Menyelesaikan Masalah-
Masalah yang Berkaitan dengan Pembangunan……………………. 80

4.14 Sikap Keterbukaan antar Sesama Aparatur Pemerintahan Desa…. 81

4.15 Sikap Saling Percaya antar Sesama Aparatur Pemerintahan


Desa.. 82

4.16 Tingkat Tanggungjawab Kepala Desa dan Perangkat-


perangkatnya dalam Melaksanakan Tugas ………………………… 84

4.17 Tingkat Motivasi Kepala Desa dan Perangkat-perangkatnya


dalam Bekerja Keras…………………………………………………… 84

4.18 Sikap Kepala Desa dan Perangkat-perangkatnya terhadap


Pekerjaan yang Ditekuni……………………………………………… 85

4.19 Prestasi Kerja Kepala Desa dan Perangkat-perangkatnya…………. 87

4.20 Kerjasama yang Dilakukan antara Kepala Desa beserta


Perangkat-perangkatnya dengan Masyarakat………………………. 89

4.21 Keadilan Kepala Desa dalam Pembagian Tugas……………………. 90

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
4.22 Suasana Kerja di Lingkungan Pemerintahan Desa…………………. 91

4.23 Peluang Masyarakat Berpartisipasi dalam Pembangunan…………. 93

4.24 Keterlibatan Masyarakat Desa dalam Berperan Melaksanakan


Program Pembangunan Desa………………………………………… 94

4.25 Perimbangan Peran antara Masyarakat dan Pemerintah dalam


Perencanaan dan Pelaksanaan Pembangunan Desa……………….. 96

4.26 Demokratisasi dalam Operasionalisasi Pembangunan Desa…… 97

4.27 Keaktifan Masyarakat dalam Kegiatan Pembangunan Desa……… 98

4.28 Kemandirian Masyarakat Desa dalam Melaksanakan


Pembangunan yang Dilakukan Bersama Aparat Pemerintahan
Desa……………………………………………………………………... 99

4.29 Kesempatan Kerja Masyarakat di Lingkungan Desa………………. 101

4.30 Kemampuan Masyarakat Desa dalam Memenuhi Kebutuhan


Rumah Tangga…………………………………………………………. 102

4.31 Rangkuman Hasil Analisis Korelasi Product Moment………………. 103

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

1.1 Kerangka Pemikiran Hubungan Kemampuan Manajerial

Aparat Pemerintahan Desa dengan Pembangunan Desa

di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat ......................................... 12


2.1 Masalah Pokok dalam Bidang Pengembangan SDM

di Indonesia ...................................................................................... 18

2.2 Komponen-komponen Strategis dalam Perencanaan SDM .............. 20

2.3 Tujuan Organisasi berdasarkan Aspek Input, Proses dan

Output ............................................................................................... 23

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul Halaman

1 Kuisioner Penelitian.......................................................................... 115

2 Profil/Karakteristik Responden......................................................... 118

3 Tabulasi Jawaban Responden tentang Kemampuan

Manajerial ......................................................................................... 119

4 Tabulasi Jawaban Responden tentang Tingkat Pembangunan

Desa .................................................................................................. 120

5 Hasil Analisis Korelasi Product Moment antara Kemampuan

Manajerial Aparat Pemerintahan Desa dengan Tingkat

Pembangunan Desa ........................................................................... 121

6 Peta Administrasi Kecamatan Stabat ................................................ 122

7 Daftar Riwayat Hidup Peneliti.......................................................... 123

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Negara Republik Indonesia sebagai negara kesatuan menganut asas

desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah, dengan

memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk

menyelenggarakan otonomi daerah. Terbitnya Undang-undang Nomor 22

Tahun 1999, tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian direvisi dengan

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, semakin menguatkan posisi daerah

dalam upaya meningkatkan kemampuan di segala bidang, karena semua yang

menyangkut kemajuan daerah diserahkan pengelolaan sepenuhnya kepada

daerah, terutama Kabupaten dan Kota sebagai titik berat otonomi daerah.

UU No. 32 Tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah secara normatif

mengatur tentang desa sebagai unit organisasi pemerintah terendah, yang

sebelumnya pada UU No. 5 Tahun 1979 bercorak sentralistik. Pergeseran

perubahan yang menonjol pada UU No. 22 Tahun 1999 maupun UU No. 32

Tahun 2004, terletak pada filosofi yang digunakan, yaitu keanekaragaman

dalam kesatuan sebagai kontra konsep dari filosofi keseragaman yang

digunakan dalam UU No. 5 Tahun 1979.

Dalam kerangka otonomi daerah, salah satu komponen yang masih

perlu dikembangkan adalah wilayah pedesaan. Eksistensi desa memiliki arti

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
penting dalam proses pembangunan pemerintahan dan kemasyarakatan,

karena desa memiliki “hak otonomi”, yaitu hak untuk mengatur dan

mengurus secara bebas rumah tangganya sendiri berdasarkan asal-usul dan

adat istiadat masyarakat setempat. Dengan demikian, pembangunan

pedesaan menuju terciptanya desa yang mandiri tidak dapat dilakukan secara

uniform dan stereotifikal untuk seluruh bangsa/negara.

Merujuk pada konsep pengembangan development from bellow, yang

menekankan proses penyelenggaraan pembangunan pada optimalisasi

pemanfaatan sumber daya alam dan keahlian setempat, maka konsepsi

pembangunan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk. Hal

ini berarti surplus wilayah dikembalikan ke wilayah untuk mendiversifikasi

ekonomi wilayah. Meskipun konsep wilayah lebih luas maknanya dibanding

definisi desa, pusat perhatian konsep ini tetap menekankan pada elemen

terkecil suatu wilayah untuk mengembangkan ekonomi wilayah yang lebih

luas, dimana desa merupakan elemen terkecil dari sistem wilayah. Salah satu

bentuk dari aplikasi konsep development from bellow adalah agropolitan

development, sebagai konsep pembangunan wilayah yang memiliki basis

perekonomian pertanian. Prasyarat yang dibutuhkan dalam implementasi

konsep pembangunan ini adalah sistem pemerintahan yang demokratis dan

tidak terlalu sentralistik. Prasyarat tersebut sejalan dengan apa yang

dilakukan oleh bangsa Indonesia, terutama di era otonomi daerah seiring

dengan pemberlakuan UU No. 32 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
Untuk mewujudkan kemandirian pelaksanaan pembangunan yang

berbasis pada wilayah pedesaan, dituntut keterlibatan sosiokultural yang ada

dalam masyarakat. Hal ini semakin membuka peluang bagi masyarakat desa

untuk memanfaatkan nilai-nilai budaya serta pranata sosial setempat demi

mewujudkan keberhasilan pembangunan di desanya masing-masing. Melalui

otonomi desa, terbuka kesempatan yang luas untuk mengetahui sumber daya,

masalah, kendala serta memperbesar akses setiap warga desa untuk

berhubungan langsung dengan pemimpinnya, atau sebaliknya bagi pemimpin

dapat mengetahui kebutuhan desa secara tepat. Pembangunan desa dengan

demikian merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang

dilaksanakan dari masyarakat, oleh masyarakat serta untuk masyarakat desa

dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan taraf kehidupan yang layak.

Karakteristik pembangunan desa memiliki sifat yang multidimensional

menyangkut seluruh aspek kehidupan masyarakat di desa. Dari sudut

pemerintahan, pembangunan desa dioperasionalisasikan melalui berbagai

sektor dan program yang saling terkait dan pelaksanaannya dilakukan oleh

masyarakat dengan bantuan dan bimbingan pemerintah. Pada realitasnya,

mayarakat desa sampai saat ini tetap memiliki berbagai keterbatasan sumber

daya, baik sumber daya manusia, sumber daya alam, maupun sumber daya

modal. Kerjasama yang dibangun antara pemerintah dengan mayarakat akan

menciptakan pola hubungan yang serasi dalam proses pelaksanaan

pembangunan di pedesaan.

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
Pembangunan pedesaan, identik dengan pembangunan di sektor

pertanian, karena sebagian besar mata pencaharian penduduk bergerak di

sektor pertanian, meskipun dalam prakteknya di lapangan, karakteristik

budaya masyarakat pedesaan di Indonesia sangat beragam. Mubyarto (2000),

membagi tipologi desa berdasarkan mata pencahariannya, yakni desa

persawahan, desa perkebunan, desa perternakan, desa industri kecil dan

menengah, desa jasa dan perdagangan, serta desa perladangan. Fenomena

yang sama juga dijumpai di wilayah Kabupaten Langkat. Berdasarkan data

statistik, wilayah Kecamatan Stabat yang menjadi lokasi penelitian, sebagian

besar masyarakatnya bergerak di sektor pertanian, yakni terdapat sekitar

41,72% (BPS Kecamatan Stabat dalam Angka, 2007:19).

Secara tradisional, peranan sektor pertanian dalam pembangunan

ekonomi dipandang pasif dan bahkan hanya dianggap sebagai unsur

penunjang semata (Todaro, 1998:432). Fenomena ini dijumpai dalam sejarah

pembangunan di Indonesia selama pemerintahan Orde Baru, yang

menjadikan sektor pertanian sebagai sektor pendukung proses industrialisasi.

Peranan sektor pertanian dianggap sebagai sumber tenaga kerja dan sumber

bahan baku murah demi perkembangan sektor-sektor industri yang

diharapkan mampu mengejar ketertinggalan ekonomi yang dialami oleh

bangsa Indonesia. Akibat dari marginalisasi konsep pembangunan wilayah

pedesaan selama pemerintahan Orde Baru, menimbulkan berbagai masalah

bagi masyarakat desa yang sampai saat ini belum dapat diatasi secara tuntas.

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
Beberapa persoalan yang dihadapi masyarakat di pedesaan antara lain

kurangnya sarana dan prasarana, banyaknya pengangguran, kualitas gizi

yang masih rendah, aparatur desa belum berfungsi dengan baik, lokasi desa

yang terisolisasi dan terpencar, keterampilan penduduk yang rendah, tidak

seimbangnya antara jumlah penduduk dengan luas wilayah pertanian,

kemiskinan, ketimpangan distribusi pendapatan, ketidakseimbangan

struktural ataupun keterbalakangan pendidikan dan lain sebagainya.

Hal menonjol dilihat dari aspek pemerintahan adalah pelaksanaan

organisasi pemerintahan desa yang belum secara optimal berjalan dengan

baik, sehingga pertumbuhan dan perubahan sosial di desa relatif lambat,

bahkan kemacetan sistem tidak dapat dihindarkan. Untuk melakukan

perubahan sosial masyarakat desa, dibutuhkan perencanaan yang baik dalam

pembangunan desa yang mampu mengangkat serta mengembangkan potensi

lokal masyarakat di pedesaan.

Dalam perencanaan pembangunan desa, pemerintah desa dalam hal

ini Kepala Desa mempunyai peran penting dan strategi dalam perencanaan

bersama dengan Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Dalam UU No. 32

Tahun 2004, memungkinkan setiap desa memiliki sebuah lembaga yang

sesuai dengan kebutuhan masyarakat desa. Lembaga ini bisa berupa lembaga

adat atau lembaga kemasyarakatan desa yang ditetapkan dengan peraturan

desa. Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 64 Tahun 1999, disebutkan

bahwa lembaga kemasyarakatan ini merupakan mitra pemerintah desa dalam

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
aspek perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian pembangunan yang

bertumpu pada masyarakat.

Konsep perencanaan pembangunan di wilayah pedesaan menjadi

demikian penting, karena akan menentukan arah pembangunan di suatu

desa. Selain itu, menjadi kewajiban pemerintah desa untuk menampung

aspirasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan desa. Aspirasi

masyarakat dapat ditampung dengan cara melibatkan Badan

Permusyawaratan Desa dalam proses perencanaan pembangunan desa

bersama pemerintah desa, yaitu Kepala Desa beserta perangkat-

perangkatnya.

Untuk mencapai hasil maksimal pembangunan, dimulai dari proses

perencanaan, pelaksanaan hingga selesainya pembangunan, yang kata

kuncinya diperlukan pengelolaan secara sistematik. Dalam konteks ini, sistem

manajemen pemerintahan sebagai perangkat integral dan melekat dengan

pengelolaan pembangunan desa berfungsi untuk memperbaiki tingkat

kesejahteraan masyarakat. Seiring dengan itu, aspek kemampuan aparat

pemerintahan desa sebagai penentu dan penyelenggara menajemen

pemerintahan desa harus dapat menciptakan nilai keadilan dalam proses

pembangunan desa. Nilai keadilan itu berkaitan dengan pemenuhan hal-hak

warga negara yang harus terlayani secara menyeluruh oleh pemerintah desa.

Untuk menyelenggarakan fungsi pemerintahan dan pembangunan desa

dibutuhkan kemampuan manajerial aparat pemerintah desa yang handal

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
dalam usaha memberikan kepuasan bagi masyarakat melalui pelaksanaan

pembangunan desa sesuai tujuan keberadaan institusi pemerintahan sebagai

organisasi publik.

Secara empirik penerapan fungsi-fungsi manajemen pemerintahan

pada desa-desa di wilayah Kecamatan Stabat, belum berjalan secara optimal.

Fenomena ini dapat dilihat dari pembuatan Daftar Usulan Rencana Proyek

(DURP) yang seharusnya direncanakan oleh pemerintah desa dan BPD atas

usul masyarakat desa, ternyata hanya dibuat oleh Kepala Desa dan aparat

kecamatan. Proses pelaksanaan pembangunan juga tidak mengikutsertakan

masyarakat. Pelaksana kegiatan dilakukan Kepala Desa dan aparat

kecamatan tanpa mempertimbangkan aspek kepentingan masyarakat desa.

Begitu pula pada aspek pengawasan hasil pembangunan, tidak pernah

diperiksa oleh BPD, tetapi diperiksa oleh pihak kecamatan. Dengan demikian

sejauh ini pelaksanaan pembangunan desa masih didasarkan atas kemauan

dan keinginan Kepala Desa dan pihak kecamatan, belum atas dasar

pertimbangan keinginan dan kemauan masyarakat desa.

Fenomena di atas menguatkan asumsi bahwa kemampuan manejerial

aparat pemerintah desa dalam mengelola manajemen permintahan desa

masih sangat rendah, bahkan aktivitas manajemen tidak dilaksanakan oleh

aparat pemerintah desa. Kondisi ini, dapat menyebabkan kualitas

pengelolaan manajemen pemerintah desa yang menunjang keberhasilan

pembangunan desa menjadi rendah. Padahal pembangunan desa yang

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
merupakan keterpaduan antar berbagai kebijakan pemerintah dengan

partisipasi serta swadaya gotong-royong masyarakat, perlu didukung dengan

kemampuan aparatur pemerintah dalam menciptakan iklim keterpaduan

yang serasi dan berkesinambungan dalam memanfaatkan segala sumber daya

di desa untuk didayagunakan dalam pelaksanaan program pembangunan

desa.

Dalam kaitan itu, implikasi tingkat keberhasilan pembangunan desa,

yang diukur dari tingkat taraf hidup masyarakat, ternyata masih sangat

rendah. Tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa juga

terlihat sangat rendah serta kurangnya kemampuan masyarakat untuk

berkembang secara mandiri dalam menjaga dan melestarikan hasil-hasil

pembangunan desa. Atas dasar kondisi objektif di atas, salah satu kunci

keberhasilan organisasi pemerintah desa dalam melaksanakan pembangunan

desa, terletak pada kemampuan manajerial aparat pemerintah desa. Untuk

itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut seberapa besar hubungan

kemampuan manajerial aparat pemerintah desa dengan pembangunan desa

di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, yang menjadi masalah pokok

penelitian ini adalah "apakah terdapat hubungan antara kemampuan

manajerial aparat pemerintahan desa dengan pembangunan desa di

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat?". Secara rinci yang menjadi masalah

penelitian ini diuraikan dalam poin-poin pertanyaan berikut:

1. Bagaimana kemampuan manajerial aparat pemerintahan desa di

Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat?

2. Bagaimana tingkat pembangunan desa di Kecamatan Stabat Kabupaten

Langkat?

3. Apakah terdapat hubungan kemampuan manajerial aparat pemerintahan

desa dengan pembangunan desa di Kecamatan Stabat Kabupaten

Langkat?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan utama penelitian ini

adalah untuk mengetahui, menjelaskan dan menganalisis hubungan antara

kemampuan manajerial aparat pemerintahan desa dengan pembangunan

desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat. Secara rinci tujuan penelitian

ini dijabarkan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui tingkat kemampuan manajerial aparat pemerintahan

desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat.

2. Untuk mendeskripsikan tingkat pembangunan desa di Kecamatan Stabat

Kabupaten Langkat.

3. Untuk menjelaskan dan menganalisis hubungan kemampuan manajerial

aparat pemerintahan desa dengan pembangunan desa di Kecamatan

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
Stabat Kabupaten Langkat.

1.4 Kegunaan Penelitian

2. Secara akademis, hasil penelitian ini berguna bagi pengembangan ilmu

pengetahuan, terutama dalam studi pembangunan dan pemerintahan di

wilayah pedesaan yang mandiri dan mempertimbangkan kualitas taraf

hidup masyarakat.

3. Secara praktis, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan

bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Langkat, dalam meningkatkan kinerja

aparatur pemerintahan desa melalui kemampuan manajerial dalam

menunjang pembangunan desa.

4. Hasil penelitian ini juga berguna bagi para peneliti yang berminat pada

kajian sejenis.

1.5 Kerangka Pemikiran

Bila digambarkan kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada

skema di bawah ini:

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
Kemampuan Manajerial
Aparat Pemerintahan Tingkat Pembangunan
Desa (X) Desa (Y)
• Kemampuan pengelolaan
struktur organisasi
• Partisipasi masyarakat
• Kemampuan memperoleh
• Perimbangan peran
dukungan lingkungan
• Kemandirian masyarakat
• Kemampuan pelaksanaan
• Taraf hidup masyarakat
tugas (performance)
• Kemampuan leadership

Gambar 1.1
Kerangka Pemikiran Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat
Pemerintahan Desa dengan Pembangunan Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat

1.6 Hipotesis

Terdapat hubungan positif dan signifikan antara kemampuan

manajerial aparat pemerintahan desa dengan pembangunan desa di

Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat.

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
BAB II

LANDASAN TEORETIS

2.1 Manajemen Pengembangan Sumberdaya Manusia

2.1.1 Pengertian Manajemen

Kegiatan manajemen menurut George R. Terry (1993:9), adalah untuk

mencapai tujuan, dilakukan oleh individu-individu yang menyumbangkan

upaya yang terbaik melalui tindakan-tindakan yang telah ditetapkan

sebelumnya. Tindakan ini meliputi pengetahuan tentang apa yang harus

mereka lakukan, menetapkan cara bagaimana melakukannya, memahami

bagaimana mereka harus mengukur efektivitasnya. Selanjutnya menetapkan

dan memelihara kondisi lingkungan yang memberi respon ekonomis,

psikologis, sosial, politis dan sumbangan-sumbangan teknis serta

pengendaliannya.

Bila manajemen disebut sebagai kegiatan, maka pelaksanaannya

disebut manajing dan orang yang melakukannya disebut manajer. Individu

yang menangani tugas-tugas operasional seluruhnya bersifat manajerial.

Kemampuan manajerial harus sesuai dengan sifat-sifat manajemen sebagai

suatu proses. Proses itu menjadi panduan dari kegiatan yang dilakukan

secara menyeluruh. Manajemen sebagai suatu proses sosial, artinya adanya

proses hubungan antara manajer dengan bawahan. Dari penjelasan ini, istilah

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
manajemen berhubungan dengan usaha untuk mencapai tujuan tertentu

dengan jalan menggunakan sumber-sumber yang tersedia dalam organisasi

dengan cara sebaik mungkin. Karena organisasi mengandung unsur

sekelompok manusia, maka unsur terpenting dalam manajemen adalah

kelompok manusia (Sarwoto, 1991:47).

Secara umum, manajemen diartikan kemampuan bekerja dengan orang

lain untuk menentukan, menginterpretasikan dan mencapai tujuan-tujuan

organisasi dengan pelaksanaan fungsi-fungsi perencanaan (planning),

pengorganisasian (organizing), penyusunan personalia atau kepegawaian

(staffing), pengarahan dan kepemimpinan (leading) dan pengawasan

(controlling) (Handoko, 1991:10). Untuk mencapai tujuan, seorang manajer

bekerja dengan orang lain dengan cara mengatur, menggerakkan dan

mengarahkan segala jenis pekerjaan. Itulah sebabnya manajemen disebut

juga sebagai seni yang menggerakkan dan mengarahkan orang lain melalui

cara yang persuasif tanpa tekanan (Hasibuan, 2007:1-2).

Menurut Handoko (1991:12), manajemen bukan hanya ilmu atau seni,

tetapi kombinasi dari keduanya. Kombinasi ini tidak dalam proporsi yang

tetap, tetapi dalam proporsi yang bermacam-macam. Pada umumnya para

manajer efektif mempergunakan pendekatan ilmiah dalam membuat

keputusan, namun di pihak lain dalam banyak aspek perencanaan,

kepemimpinan, komunikasi dan segala sesuatu yang menyangkut unsur

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
manusia, bagaimanapun juga pendekatan artistik (seni) tidak dapat

diabaikan.

2.1.2 Manajemen Sumberdaya Manusia

Masalah sumber daya manusia (SDM) di satu pihak dimaksudkan

untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan kerja manusia dalam

melakukan berbagai macam kegiatan dalam masyarakat. Di lain pihak,

pengembangan SDM berhubungan erat dengan usaha peningkatan taraf

hidup. Yang sering ditekankan adalah pada aspek pertama, yaitu peningkatan

kemampuan seseorang untuk melakukan pekerjaan tertentu dengan asumsi

bahwa aspek kedua akan terpenuhi dengan sendirinya (Simanjuntak, 1982:9).

Pengembangan adalah setiap usaha untuk memperbaiki pelaksanaan

pekerjaan yang sekarang maupun yang akan datang, dalam memberikan

informasi yang mempengaruhi sikap atau menambah kecakapan. Dengan

kata lain pengembangan adalah setiap kegiatan yang dimaksud untuk

mengubah perilaku-perilaku yang terdiri dari pengetahuan, kecakapan dan

sikap (Moekijat, 1991:8).

Manajemen pengembangan SDM dapat dilihat dari dua aspek, yaitu

aspek kuantitas dan kualitas. Aspek kuantitas menyangkut jumlah SDM

(penduduk), sedangkan aspek kualitas menyangkut mutu SDM, yakni kualitas

fisik maupun kualitas nonfisik (kecerdasan dan mental). Untuk

meningkatkan kualitas fisik dapat diupayakan melalui program peningkatan

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
kesehatan dan gizi, sedangkan untuk meningkatkan kualitas kecerdasan dan

mental ditempuh melalui pendidikan dan pelatihan.

Secara makro, pengembangan SDM (human resources development)

diartikan sebagai proses peningkatan kualitas atau kemampuan manusia

dalam rangka mencapai tujuan pembangunan. Proses peningkatan ini

mencakup perencanaan, pengembangan dan pengelolaan SDM. Secara mikro,

pengertian SDM dalam lingkungan unit kerja (organisasi atau lembaga) yang

dimaksud adalah tenaga kerja, pegawai (employee). Berdasarkan itu,

pengembangan SDM secara mikro adalah proses perencanaan pendidikan,

pelatihan dan pengelolaan pegawai/karyawan untuk mencapai hasil yang

optimal. Proses pengembangan SDM itu terdiri dari perencanaan (planning),

pendidikan dan pelatihan (education and training) dan pengelolaan

(management) (Notoatmodjo, 1998:2-3).

Menurut Simanjuntak (1982:9-10), pengembangan SDM sesuai

dengan perkembangan susunan masyarakat dan ekonomi, dimulai dari

keluarga, yakni untuk mengasah kemampuan kerja seseorang agar perlu

ditingkatkan secara khusus. Tingkatan kedua pengembangan SDM adalah

pendidikan dan pelatihan formal. Orang dididik atau dilatih bukan saja untuk

memperoleh pengetahuan tertentu, melainkan juga untuk meningkatkan

kemampuan kerja serta penghasilannya. Tingkatan ketiga dari

pengembangan SDM adalah lingkungan organisasi melalui penerapan

prinsip-prinsip manajemen.

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
Prinsip pertama dari manajemen adalah peningkatan efisiensi

penggunaan sumber-sumber yang digunakan dalam produksi, seperti waktu,

modal, bahan-bahan dan tenaga kerja. Peningkatan produktivitas kerja

pegawai merupakan tujuan utama dari manajemen personalia. Produktivitas

seseorang dapat ditingkatkan hanya bila kebutuhan fisik minimumnya sudah

terpenuhi. Implikasinya adalah penerapan upah minimum dan pembinaan

syarat-syarat kerja di instansi/lembaga.

Setidaknya, ada dua masalah pokok dalam bidang pengembangan

SDM di Indonesia yang perlu ditangani secara baik. Pertama, kurangnya

pengembangan (underdevelopment) SDM menyangkut berbagai aspek,

antara lain individualitas, etika, pengetahuan, keterampilan, bakat, apresiasi

terhadap bekerja secara tekun. Kedua, kurangnya pencurahan

(underutilization) SDM. Pencurahan yang rendah terhadap SDM ini dapat

dilihat dari gejala pengangguran yang bersifat terbuka, orang bekerja dengan

jumlah jam kerja yang minim meskipun ia dapat bekerja lebih lama, orang

yang bekerja cukup lama tetapi mendapat upah di bawah layak, penempatan

seseorang dalam pekerjaan yang tidak sesuai dengan pendidikannya (tidak

sesuai dengan prinsip the right man on the right job). Dua masalah pokok

pengembangan SDM di Indonesia, dapat dilihat pada skema berikut:

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
Individualitas

Etika

Kurang Pengetahuan
Pengembangan Keterampilan

Bakat
Apresiasi Bekerja
Secara Tekun
Dua Masalah Pokok
dalam bidang SDM Kemampuan
Bekerja

Upah/Pendapatan

Kurang Penempatan
Pencurahan Pekerja yang sesuai
Bidang Pendidikan

Tenaga Kerja
Wanita & Usia
Lanjut

Gambar 2.1.
Masalah Pokok dalam Bidang Pengembangan SDM di Indonesia
(Sumber: Hidayat, 1982:83)

Di samping pengembangan, dibutuhkan juga perencanaan SDM yang

baik. Perencanaan dalam hal ini berarti teknik atau cara mencapai tujuan

untuk mewujudkan maksud dan sasaran tertentu yang telah ditentukan

sebelumnya (Sanusi, 2000:9). Perencanaan SDM berarti serangkaian

kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi permintaan (demand) dan

lingkungan pada organisasi di waktu yang akan datang, serta untuk

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
memenuhi kebutuhan-kebutuhan tenaga kerja yang ditimbulkan oleh

kondisi-kondisi tersebut. Secara lebih rinci Notoatmodjo mengatakan:

Perencanaan sumber daya manusia berarti mengestimasi secara


sistematik permintaan (kebutuhan) dan suplai tenaga kerja dari suatu
organisasi di waktu yang akan datang. Perencanaan sumber daya
manusia di suatu organisasi adalah sangat penting, bukan saja bagi
organisasi itu sendiri, tetapi juga bagi tenaga kerja yang bersangkutan
dan bagi masyarakat (Notoatmodjo, 1998:13).

Salah satu definisi klasik tentang perencanaan SDM mengatakan

bahwa perencanaan pada dasarnya merupakan pengambilan keputusan

sekarang tentang hal-hal yang akan dikerjakan di masa depan (Rivai,

2005:37). Ini berarti, yang menjadi fokus perhatian dalam perencanaan SDM

adalah langkah-langkah tertentu yang diambil oleh pihak manajemen guna

lebih menjamin bahwa dalam organisasi tersedia SDM yang tepat untuk

menduduki berbagai kedudukan, jabatan dan pekerjaan yang tepat pada

waktu yang tepat pula.

Perencanaan SDM terdiri dari enam komponen, yaitu perencanaan

ketenagakerjaan, proyeksi ketenagakerjaan, proyeksi ketenagakerjaan dalam

kaitannya dengan perencanaan jabatan, proyeksi dan struktur kesempatan

kerja menurut klasifikasi jabatan, perhitungan produktivitas tenaga kerja

menurut lapangan usaha dan perencanaan kebutuhan pokok. Dari model itu

dapat digambarkan komponen strategis dalam perencanaan SDM sebagai

berikut:

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
Perencanaan Ketenagakerjaan

Proyeksi Ketenagakerjaan

Perencanaan Ketenagakerjaan
dalam Kaitannya dengan
Komponen Strategis Perencanaan Pendidikan
dalam Perencanaan
SDM
Proyeksi dan Struktur Kesempatan
Kerja menurut Klasifikasi Jabatan

Perhitungan Produktivitas Tenaga


Kerja menurut Lapangan Usaha

Perencanaan Kebutuhan Pokok

Gambar 2.2.
Komponen-komponen Strategis dalam Perencanaan SDM
(Sumber: Hidayat, 1982:83)

Perencanaan dan Pengembangan SDM yang terarah disertai

pengelolaan yang baik akan menghemat penggunaan sumber daya alam

(SDA), atau setidak-tidaknya pengolahan dan pemakaian SDA dapat secara

efektif dan efisien. Pengembangan SDM akan mendorong pencapaian hasil

secara optimal, sekaligus merupakan bentuk investasi (human investment).

Berdasarkan itu, pengembangan SDM merupakan suatu keniscayaan dalam

sebuah organisasi/instansi. Namun demikian, dalam pelaksanaan perlu

mempertimbangkan faktor-faktor internal (yang datang dari dalam

organisasi) maupun faktor eksternal (yang datang dari luar organisasi).

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
Faktor-faktor internal yang dimaksud adalah misi dan tujuan

organisasi; strategi pencapaian tujuan; sifat dan jenis kegiatan dan jenis

teknologi yang digunakan. Sedangkan faktor eksternal yang dimaksud adalah

kebijaksanaan pemerintah; sosio-budaya masyarakat serta perkembangan

ilmu pengetahuan dan teknologi.

Tenaga kerja atau pegawai baru dalam sebuah lembaga/instansi

merupakan salah satu faktor produksi (input) yang mesti diolah sehingga

menghasilkan keluaran (output) yang memadai. Pegawai baru yang belum

mempunyai keterampilan dan keahlian perlu dilatih, sehingga menjadi

pegawai yang terampil dan ahli. Apabila dilatih serta diberikan pengalaman

dan motivasi, maka pegawai tersebut akan menjadi matang. Proses inilah

yang disebut dengan pengolahan sumber daya manusia (Rivai, 2005:1).

Alasan utama pentingnya pengembangan kualitas SDM dalam suatu

organisasi/instansi terutama karena peran strategis SDM sebagai pelaksana

fungsi-fungsi organisasi, yaitu perencanaan, pengorganisasian, manajemen

staf, kepemimpinan, pengendalian dan pengawasan serta sekaligus berfungsi

sebagai pelaksana operasional organisasi seperti pemasaran, produksi,

perdagangan, industri, keuangan dan administrasi. Berhasil atau tidaknya

pelaksanaan fungsi-fungsi tersebut sangat bergantung pada seberapa besar

kualitas SDM dalam organisasi itu. Demikian pentingnya peran strategis

pengembangan dan peningkatan kualitas SDM sejalan dengan tuntutan era

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
globalisasi. SDM yang berkualitas akan sangat menentukan maju mundurnya

organisasi di masa mendatang.

Tanpa adanya unsur manusia (man) dalam organisasi, tidak mungkin

sebuah organisasi bergerak maju dan berjalan menuju yang diinginkan.

Dengan begitu, yang dimaksud dengan SDM dalam hal ini adalah seseorang

yang siap, mau dan memberi sumbangan terhadap usaha pencapaian tujuan

organisasi. Selain itu, SDM juga merupakan salah satu unsur masukan

(input) yang bersama dengan unsur lainnya, seperti modal, bahan, mesin,

dan metode/teknologi diubah melalui proses manajemen menjadi keluaran

(output) berupa barang dan atau jasa dalam usaha mencapai tujuan

organisasi sebagaimana tertera pada bagan berikut:

TUJUAN ORGANISASI

MASUKAN PROSES KELUARAN


- Manusia - Perencanaan - Barang
- Modal - Pengorganisasian berkualitas
- Bahan - Penstafan - Jasa
- Mesin - Kepemimpinan berkualitas
- Teknologi - Penggerakan - Layanan
- Pemasaran - Pengendalian berkualitas
- Pelanggan

Gambar 2.3.
Tujuan Organisasi berdasarkan Aspek Input, Proses dan Output
(Sumber: Rivai, 2005:7)

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
2.1.3 Fungsi Manajemen Pengembangan Sumber Daya Manusia

SDM perlu dikelola secara baik dan profesional agar tercipta

keseimbangan antara kebutuhan SDM dengan tuntutan serta kemajuan

organisasi. Keseimbangan itu merupakan kunci sukses bagi organisasi agar

dapat berkembang dan tumbuh secara produktif dan wajar. Perkembangan

organisasi sangat tergantung pada produktivitas tenaga kerja yang terdapat

dalam organisasi.

Bila pengembangan SDM dilaksanakan secara profesional, diharapkan

SDM dapat bekerja secara lebih produktif. Pengelolaan dan pengembangan

SDM ini dimulai dari sejak perekrutan, seleksi, pengklasifikasian,

penempatan sesuai dengan kemampuan, penataran/pelatihan dan

pengembangan karir. Dengan demikian, masalah manusia merupakan faktor

utama sebagai modal usaha yang perlu diperhatikan oleh organisasi.

Lembaga atau organisasi yang dinamis dan berkembang selalu

menghadapi berbagai perubahan karena semakin kompleks dan rumitnya

pekerjaan. Perubahan ini menunjukkan pertumbuhan, perluasan dan

pembebanan tanggungjawab. Menurut Desler (1995:297), pengembangan

pegawai adalah upaya untuk meningkatkan prestasi pegawai pada saat

sekarang atau di masa depan memberikan pengetahuan merubah sikap atau

meningkatkan keterampilan, dalam hal ini mencakup program-program

dalam organisasi seperti kursus, bimbingan dalam pekerjaan dan rotasi

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
penugasan, serta program-program profesional seperti seminar yang

diselenggarakan oleh manajemen atau universitas.

Sasaran yang diharapkan dari pengembangan SDM itu antara lain

pekerjaan yang dilakukan dapat lebih cepat dan lebih baik; penggunaan

bahan dapat lebih hemat; penggunaan peralatan/mesin diharapkan lebih

tahan lama; angka kecelakaan diharapkan dapat diperkecil; tanggungjawab

diharapkan menjadi lebih besar serta kelangsungan organisasi dapat lebih

terjamin di masa mendatang.

Tujuan organisasi akan tercapai dengan baik, apabila pegawai dapat

mempertahankan tugas-tugasnya dengan efisien, oleh karena itu untuk

meningkatkan kemampuan kerja pegawai, organisasi harus menjalankan

usaha-usaha mengembangkan pegawainya. Tujuan pengembangan pegawai

adalah untuk memperbaiki efektifitas kerja pegawai dalam mencapai hasil-

hasil kerjanya yang telah ditetapkan. Perbaikan efektifitas kerja dapat

dilakukan dengan cara meningkatkan pengetahuan kerjanya, keterampilan

maupun upaya meningkatkan pengetahuan pegawai itu sendiri terhadap

bidang tugasnya.

Melalui pengembangan SDM, efektifitas kerja dapat lebih ditingkatkan

bilamana SDM yang ada telah sesuai dengan kebutuhan organisasi. Selain itu,

Standar Operating Prosedure (SOP) sebagai pedoman kerja telah dimiliki

yang meliputi suasana kerja kondusif, tersedia perangkat kerja sesuai dengan

tugas masing-masing, adanya jaminan keselamatan kerja, semua sistem telah

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
berjalan dengan baik, dapat diterapkannya secara baik fungsi organisasi,

penempatan SDM telah dihitung berdasarkan kebutuhan dan beban kerja

(Rivai, 2005:49).

Tidak dapat disangkal bahwa peningkatan efektifitas kerja seluruh

pegawai dalam organisasi termasuk dalam organisasi pemerintahan mutlak

dijadikan sasaran perhatian manajemen. Perhatian dan usaha demikian

penting disebabkan oleh alasan berikut:

a. Penelitian dan pengalaman banyak orang menunjukkan bahwa


potensi pegawai tidak selalu sepenuhnya dapat digali dan
dimanfaatkan. Artinya biasanya terdapat kesenjangan antara
kemampuan efektif ril dengan kemampuan potensial.
b. Selalu terjadi perubahan dalam proses produksi barang dan atau
jasa yang dihasilkan oleh organisasi, baik karena perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi maupun karena perubahan
tuntutan konsumen dalam arti mutu, kuantitas dan bentuk yang
sesuai dengan perkembangan zaman.
c. Bentuk, jenis dan intensitas persaingan antara berbagai organisasi
yang mungkin saja meningkat dan adakalanya berkembang tidak
sehat, terutama apabila makin banyak lembaga yang menghasilkan
barang atau jasa yang sejenis (Rivai, 2005:49-50).

Dengan demikian, jelas terlihat bahwa terdapat kaitan yang sangat erat

antara peningkatan efektifitas dengan pencapaian tujuan dan sasaran

organisasi. Selain itu, dengan adanya pengembangan SDM, produktivitas

akan dapat lebih ditingkatkan apabila tersedia data tentang pengetahuan,

pekerjaan, pelatihan yang telah diikuti oleh pegawai. Mengingat sasaran

pembinaan pegawai adalah produktifitas yang optimal, maka kegiatan yang

dilaksanakan harus mencerminkan unsur-unsur yang dapat menjamin

tercapainya hasil secara optimal.

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
Pentingnya manajemen memberikan perhatian pada produktivitas

kerja ini disebabkan oleh alasan-alasan berikut:

a. Organisasi sebagai produsen yang menghasilkan produk dan jasa


dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan konsumen yang selalu
terjadi perubahan, baik karena tuntutan kebutuhan/permintaan
konsumen yang berubah-ubah seiring dengan perkembangan
pengetahuan teknologi maupun karena tuntutan kualitas, mode
situasi dengan perkembangan zaman.
b. Ragam produk dan jasa yang dihasilkan lembaga semakin banyak
yang memerlukan pengetahuan dan teknologi yang beragam pula,
sehingga memerlukan keahlian SDM yang berbeda dan beragam.
c. Pesaingan yang semakin ketat antar lembaga yang menghasilkan
produk dan jasa sejenis.
d. Banyak hasil penelitian menunjukkan bahwa produktivitas kerja
SDM dapat ditingkatkan melalui upaya peningkatan kepuasan
kerja, motivasi kerja dan pengetahuan SDM (Rivai, 2005:50).

Berdasarkan itu, fungsi pengembangan SDM selain meningkatkan

efektivitas kerja juga dapat mendorong peningkatan produktivitas organisasi.

Senada dengan itu, Flippo (1995:210), mengatakan bahwa manfaat

pengembangan SDM pada setiap organisasi adalah:

a. Produktifitas semakin bertambah dipandang dari sudut jumlah dan


mutu
b. Semangat kerja semakin meningkat
c. Pengawasan semakin berkurang
d. Kecelakaan kerja semakin berkurang
e. Stabilitas dan fleksibilitas organisasi semakin bertambah

Sedangkan menurut Handoko (2003:85), beberapa alasan mengapa

pengembangan SDM itu perlu dilaksanakan:

a. Dapat mengurangi ketergantungan pada penarikan tenaga kerja


yang baru
b. Lowongan pekerjaan lebih memungkinkan dipenuhi terlebih
dahulu secara internal
c. Semakin besar rasa keterkaitan pegawai terhadap lembaga

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
d. Cara efektif untuk menghadapi tantangan yang dihadapi oleh
organisasi

2.2. Manajemen Pemerintahan

Secara umum manajemen pemerintahan adalah pengendalian dan

pemanfaatan semua faktor dan sumber daya sesuai perencanaan (planning)

hingga evaluasi yang diperlukan untuk mencapai atau menyelesaikan suatu

tujuan tertentu. Sebagaimana manajemen yang dipraktekkan di sektor

swasta, maka manajemen pemerintahan ditempatkan pada posisi yang sama,

yakni harus memiliki orientasi kepada siapa jasa publik itu diberikan. Dalam

manajemen pemerintahan dikenal tiga aktor, yaitu pelanggan, produser dan

pengatur pelayanan (service arranger). Apabila produser merangkap sebagai

pengatur, maka produser selain memproduksi juga memasarkan dan

mendistribusi jasa kepada pelanggan dan pelanggan secara langsung

menerima pelayanan dari produser (pemerintah).

Sejalan dengan itu, Ndraha (1997:73-86) berpendapat bahwa

pemerintah berfungsi sebagai pembuat, penjual dan distibutor, sementara

rakyat adalah pemesan, pembeli, penerima produk-produk pemerintahan.

Hubungan antara pemerintah dan yang diperintah pada situasi seperti ini

diibaratkan hubungan produser dengan konsumer dan disebut hubungan

transaksional maupun transformasional.

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
Fungsi pemerintah bukan hanya semata melakukan aktivitas

pelayanan, tetapi juga menjamin bahwa pelayanan yang diberikan

berkualitas, dalam pengertian sesuai dengan tuntutan kebutuhan pelanggan

atau berorientasi pada kepentingan publik. Orientasi manajemen pemerintah

harus memperhatikan aspirasi masyarakat sebagai pelanggannya dan

menempatkan kepentingan masyarakat sebagai kepentingan pertama yang

harus dilayani. Manajemen pemerintahan perlu membangun sistem kualitas

terpadu, perubahan budaya (culture change) yang berorientasi pada

kepentingan masyarakat serta menjadikan kualitas pelayanan sebagai suatu

kebutuhan (the way of life), sehingga dapat menghasilkan pelayanan yang

berkualitas. Manajemen pemerintahan seperti ini diharapkan dapat

memenuhi tuntutan yang berkembang.

Pemerintahan desa sebagai satuan pemerintahan dalam struktur

ketatanegaraan terendah, secara operasional menjadi komponen terdepan

yang berhadapan langsung dengan aktivitas kehidupan masyarakat. Tuntutan

dan kebutuhan masyarakat secara prosedural disampaikan melalui

pemerintahan desa, selanjutnya secara struktural diteruskan kepada

pemerintah tingkat atasnya (pemerintah kecamatan). Demikian pula

sebaliknya, berbagai kebijaksanaan dan program yang diimplementasikan

pemerintah dijabarkan melalui satuan pemerintahan sampai pada tingkat

desa yang langsung berkaitan dengan kepentingan masyarakat.

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
Pemerintahan desa menyandang tugas dan kewajiban ganda atau dwi

fungsi pemerintahan. Terhadap pemerintah, ia bertindak sebagai wakil

masyarakat, dan terhadap masyarakat ia bertindak selaku wakil dari

pemerintah. Fungsi tersebut, menempatkan pemerintahan desa sebagai

penghubung antara pemerintah dan masyarakatnya. Dalam upaya

melaksanakan tugasnya, institusi pemerintah menurut Katz (dalam Ndraha,

1987:113) "memerlukan dukungan struktur (organisasi) seperti dasar hukum,

tata kerja, biaya, fasilitas, personil dan sebagainya, serta dukungan

lingkungan yang berfungsi sebagai masukan dalam pelaksanaan tugas".

Dukungan struktur organisasi ini, meliputi: (1) kemampuan menyiapkan

sarana bagi pelaksanaan tugas, (2) kemampuan memelihara pola perilaku

organisasi, dan (3) kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan,

dan mengendalikan lingkungan yang bersangkutan.

Sebagai unit pemerintahan terendah, pemerintahan desa mempunyai

otonomi dalam arti berhak dan berwenang untuk mengatur dan mengurus

rumah tangganya sendiri sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-

undangan, juga mempunyai tugas lain sebagai bagian dari segenap wewenang

dan kewajibannya, yaitu hak atas pelaksanaan tugas dekonsentrasi,

desentralisasi dan tugas pembantuan yang dibebankan oleh pemerintah

tingkat atasnya. Hal ini diikuti pula dengan tanggungjawab aparat

pemerintahan desa dalam memanage dan mengarahkan organisasi

kemasyarakatan sebagai organisasi yang berdiri sendiri, yang tumbuh atas

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
keinginan rakyat, menjadi harapan besar sehingga dapat berperan dalam

membantu pemerintahan desa dalam mengelola pembangunan desa.

Organisasi masyarakat yang bersifat lokal, Lembaga Masyarakat Desa (LMD),

merupakan wahana partisipasi masyarakat desa dalam pembangunan yang

fungsinya memadukan berbagai kegiatan pemerintah serta swadaya gotong-

royong masyarakat.

Dalam menerapkan manajemen pemerintahan desa, perlu diterapkan

prinsip responsivness, yakni sikap keterbukaan dan transparan dari aparat

pemerintahan agar masyarakat mudah memperoleh data dan informasi

tentang kebijaksanaan, program dan kegiatan yang akan, sedang dan sudah

dijalankan sehingga muncul sikap partisipasi masyarakat dalam perumusan

atau perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian

kebijaksanaan publik yang terkait dengan dirinya. Selain itu, perlu diterapkan

prinsip akuntabilitas, yang menuntut aparat pemerintah untuk mampu

mempertanggungjawabkan kebijaksanaan, program dan kegiatan yang

dilaksanakan termasuk pula yang terkait erat dengan pendayagunaan ketiga

komponen, yaitu kelembagaan, ketatalaksanaan, dan sumberdaya manusia.

Selanjutnya perlu diterapkan prinsip responsibilitas, yang menuntut aparat

pemerintah mendasarkan setiap tindakannya pada aturan hukum, baik yang

terkait dengan lingkungan eksternal (masyarakat luas) maupun yang berlaku

di lingkungan internal.

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
Kinerja aparat pemerintahan dapat dikatakan baik apabila telah

mampu merealisasikan dan mempertanggungjawabkan seluruh kebijakan,

program dan kegiatan sesuai dengan misinya selama waktu tertentu dalam

memenuhi tuntutan dan kepentingan masyarakat. Sedangkan manajemen

yang berhasil mengelola organisasi adalah mampu mewujudkan lembaga

pemerintahan yang berkinerja tinggi. Ciri-ciri organisasi berkinerja tinggi

menurut Siagian (1995:27-29), adalah:

a. Mempunyai arah yang jelas untuk ditempuh. Arah tersebut


tercermin pada visi yang dimiliki para manajer dalam organisasi
tentang mau kemana organisasi akan dibawa di masa depan.
b. Selalu berupaya agar dalam organisasi tersedia tenaga-tenaga
berpengetahuan dan berketerampilan tinggi disertai oleh semangat
kewirausahaan.
c. Membuat komitmen yang kuat pada suatu rencana aksi strategis,
yaitu rencana aksi yang diharapkan membuahkan keuntungan
finansial yang memuaskan dan menempatkan organisasi pada
posisi yang bersaing serta dapat diandalkan.
d. Memiliki kesadaran yang tinggi tentang pentingnya efektivitas dan
produktivitas yang meningkat.
e. Membuat komitmen yang mendalam pada strategi yang telah
ditentukan dan berupaya bersama seluruh komponen organisasi
lainnya agar strategi tersebut membuahkan hasil yang maksimal.

Aparatur pemerintahan dikatakan memiliki kinerja yang tinggi apabila

memiliki ciri-ciri, memiliki visi yang memuat kejelasan tujuan yang ingin

dicapai, kualitas sumberdaya manusia yang handal, adanya komitmen

terhadap rencana aksi strategis, dan kesadaran akan pentingnya efektivitas

dan produktivitas yang tinggi. Keseluruhan upaya tersebut, diharapkan dapat

mewujudkan kualitas manajemen pemerintahan.

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
2.3 Kemampuan Aparat Pemerintahan

Kemampuan aparat pemerintah sangat terkait dengan kualitas dari

Sumber Daya Manusia (SDM). Kemampuan pemerintah daerah menurut

Strauss dan Stayle (1980:299), adalah:

(1)mengidentifikasi masalah-masalah pembangunan dan kesempatan;


(2)mengidentifikasi atau membuat kemungkinan pemecahan masalah-
masalah pembangunan; (3)membuat keputusan dan memecahkan
konflik; (4) memobilisasi sumber daya dan; (5)memanage program-
program pembangunan dan proyek pembangunan menjadi kriteria
penting satu program untuk fungsi desentralisasi pembangunan untuk
organisasi regional atau organisasi daerah harus disesuaikan dengan
kemampuan agen-agen pelaksana.

Kemampuan (ability) merupakan kapasitas seorang individu untuk

mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan. Kemampuan ini terdiri

dari kemampuan intelektual dan kemampuan fisik. Kemampuan intelektual

adalah kemampuan untuk mengerjakan kegiatan mental, sedangkan

kemampuan fisik adalah kemampuan untuk melakukan tugas-tugas yang

menuntut stamina, kecakapan, kekuatan dan keterampilan. Kemampuan

yang berhubungan dengan tugas dan pekerjaan adalah kesanggupan

seseorang dalam melaksanakan pekerjaan secara sungguh-sungguh dan

memberi hasil yang baik. Kemampuan merupakan keterampilan,

pengetahuan, dan mental bekerja seseorang yang didukung dengan kondisi

fisik yang baik. Berdasarkan ini, unsur utama kemampuan aparatur adalah

pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dari pendidikan,

keterampilan, atau pengalamannya selama bekerja.

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
Untuk meningkatkan kemampuan seorang pegawai dapat dilakukan

melalui pendidikan dan pelatihan. Pendidikan membentuk dan menambah

pengetahuan tentang sesuatu dengan lebih cepat dan tepat. Sedangkan

pelatihan akan membentuk keterampilan kerja (Simanjuntak, 1982:144).

Nawawi (2000:67), berpendapat “peningkatan kemampuan dan kemahiran

kerja dapat ditempuh dengan jalan menambah pengetahuan dan latihan-

latihan bagi para personil melalui penataran, tugas belajar, latihan kerja di

lingkungan sendiri atau di lingkungan lain dan di dalam atau di luar negeri”.

Lebih lanjut Nawawi (2000:67), menambahkan peningkatan kemampuan

kerja pegawai diarahkan untuk:

1. Memungkinkan tenaga kerja yang tersedia dipergunakan secara


berdaya guna dan berhasil guna.
2. Menciptakan hubungan kerja yang menyenangkan dan
produktifitas dalam kerangka mencapai tujuan.
3. Meningkatkan perkembangan tenaga kerja sampai batas
kemampuan maksimal masing-masing dan sesuai pula dengan
perkembangan cara dan peralatan kerja yang terbaru dan terbaik.

2.4 Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintahan Desa

Kemampuan manajerial secara umum merupakan kemampuan

manajer suatu organisasi dalam menjalankan fungsi-fungsi manajemen guna

mencapai tujuan yang telah ditentukan. Millet (dalam Todaro, 1998),

mengatakan seorang manajer harus memiliki empat kemampuan pokok

dalam menajalankan tugas-tugasnya, yaitu: (a) the ability to see an

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
enterprise as a whole; (b) the ability to make decisions; (c) the ability to

delegate authority; dan (d) the ability to command loyalty.

Seorang manajer harus mampu melihat organisasi sebagai satu

keseluruhan (the ability to see an enterprise as awhole). Maksudnya,

manajer dengan segala pengetahuan yang dimilikinya, harus dapat

memandang seluruh unsur yang ada dalam organisasi sebagai satu kesatuan,

serta dapat mempersatukan komponen organisasi atau individu-individu

yang ada dan yang berpotensi bersama-sama bekerja untuk tujuan organisasi.

Seorang manajer harus mampu mengambil keputusan-keputusan (the ability

to make decisions) guna mengatasi segala permasalahan yang timbul, dengan

demikian ia dapat membuat alternatif-alternatif dan selanjutnya memilih

alternatif yang terbaik guna memecahkan permasalahan yang dihadapi.

Manajer harus memiliki kemampuan untuk melimpahkan atau

mendelegasikan wewenang (the ability to delegate authority), artinya tidak

semua pekerjaan dapat dilakukan oleh seorang manajer mengingat beban

kerja yang berat, terlebih bagi manajer yang berada pada level puncak (top

level manager). Selain itu, seeorang manajer harus memiliki kemampuan

untuk menanamkan kesetiaan (the ability to command loyalty), artinya

harus mampu memelihara loyalitas bawahan, baik terhadap atasannya

maupun terhadap organisasi.

Aparatur pemerintah yang memiliki kemampuan manajerial, adalah

aparatur pemerintah yang mampu menerapkan fungsi-fungsi manajemen

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
pemerintahan, sehingga dapat melayani, mengayomi serta menumbuhkan

prakarsa dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan dan memiliki

kepekaan, baik terhadap pandangan maupun aspirasi yang hidup dalam

masyarakat. Kemampuan manajerial diperlukan untuk menentukan

pencapaian tujuan pemerintahan dalam pembangunan, menurut Katz (dalam

Ndraha, 1987:112), dilihat dari aspek kemampuan administratif, yakni

kemampuan mencapai tujuan yang diinginkan melalui sistem-sistem

pendukung pembangunan. Terkait dengan pemerintahan desa, seorang

Kepala Desa harus memiliki kemampuan administratif sekaligus kemampuan

manajerial, artinya kedudukan Kepala Desa adalah administrator sekaligus

manajer dalam lembaga pemerintahan desa.

Siagian (1995:27), mengatakan bahwa bentuk nyata dari kegagalan

suatu organisasi mengkaitkan pencapaian tujuannya dengan pencapaian

tujuan masyarakat luas terlihat dalam dua wujud. Pertama, masyarakat akan

kehilangan kepercayaan terhadap organisasi yang bersangkutan. Kedua,

akibat hilangnya kepercayaan tersebut masyarakat tidak lagi memberikan

dukungan kepada kebijaksanaan dan kegiatan organisasi tersebut.

Menurut Tjokroamidjojo (1987:71), sejalan dengan kemajuan

masyarakat, semakin luas dan rumitnya pembangunan, mengharuskan

adanya aparatur pemerintah yang berdaya guna tinggi. Fungsi dan

kedudukan Kepala Desa sangat kompleks dan luas, walaupun secara

struktural hanya penyelenggara unit pemerintahan terendah, tetapi dituntut

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
memiliki kemampuan manajerial yang handal dalam mengatasi dan

menyelesaikan berbagai masalah di wilayahnya sebagai akibat dari tuntutan

serta kebutuhan masyarakat desa yang kian meningkat. Dalam kaitan

tersebut, Kepala Desa dalam melaksanakan tugas diperlukan perangkat

pemerintahan desa yang memiliki kemampuan manajerial yang memadai.

Mengacu pada model manajerial yang dikembangkan Simamora

(1995:16), terdapat dua versi, yaitu: (1) acuan kerja manajer lini berorientasi

pada produktivitas, sedangkan manajer staf, mereka berbagi tujuan, nilai dan

pandangan dengan manajer lini dalam mengambil keputusan yang

berkesesuaian. (2) Manajer lini melaksanakan fungsi-fungsi kunci seperti

evaluasi kerja dan pengembangan, karena manajer lini mempunyai tingkat

pendidikan yang tinggi maka dapat berperan sebagai pelatih. Sedangkan

manajer staf melakukan interaksi dengan pimpinannya.

2.4.1 Kemampuan Pengelolaan Struktur Organisasi

Struktur pada dasarnya, adalah ciri organisasi untuk mengendalikan

atau membedakan semua bagiannya (Sedarmayanti, 2001:33). Adanya

struktur untuk membedakan organisasi dalam mengendalikan perilaku

anggotanya dalam menjalankan tugas. Di samping itu, struktur juga

mempengaruhi perilaku dan fungsi kegiatan di dalam organisasi. Dengan

demikian, untuk dapat menciptakan efektivitas dan efisiensi organisasi,

diperlukan keputusan yang sarat dengan mendesain struktur organisasi.

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
Struktur meliputi berbagai aspek, salah satu dapat ditinjau dari

sentralisasi dalam organisasi, sebagaimana dikemukakan Hall (1977:50)

sebagai berikut:

Aspek lain dari struktur, sentralisasi dengan berbagai cara untuk


memformalkannya dalam sentralisasi yang tinggi dan mudah.
Sentralisasi rendah ditunjukkan oleh fakta bahwa departemen
akademik secara totalitas bebas memilih anggota fakultas berdasarkan
pada penilaian mereka yang memiliki sejumlah kekuasaan minimal.
Level administratif sentral, sentralisasi tinggi terjadi bilamana
pengambilan keputusan tertahan atau dekat pada puncak organisasi.

Berbeda dengan era Orde Baru, struktur pemerintahan desa di era

reformasi, ditandai oleh suatu struktur yang otonom. Desa tidak lagi menjadi

bawahan langsung kecamatan. Hal penting dari perubahan stuktur ini adalah

terjadinya pemisahan fungsi legislatif dan eksekutif. Pemisahan ini menjadi

tegas dengan tidak adanya klausul mengenai posisi Kepala Desa di institusi

BPD. Dengan demikian pemerintahan desa dikontrol oleh BPD. Di era

otonomi, BPD merupakan mitra dari pemerintahan desa, yang fungsinya

mengayomi adat istiadat, membuat peraturan desa, menampung dan

menyalurkan aspirasi masyarakat serta melakukan pengawasan terhadap

penyelenggaraan pemerintahan desa. Posisi dan fungsi BPD, pada dasarnya

memungkinkan keterlibatan rakyat untuk mengambil bagian dalam proses

pengambilan kebijaksanaan di desa.

Dalam penyelenggaraan pemerintahan desa, Kepala Desa mendapat

dukungan dari struktur organisasinya, sebagaimana menurut Ndraha

(1991:143), sebagai unsur pimpinan dalam struktur pemerintahan desa,

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
sekretaris desa selaku unsur staf dan kepala dusun sebagai unsur pelaksana.

Staf berfungsi mengefektifkan fungsi kepala desa dan tugas-tugas

manajemen. Menurut Ndraha (2000:49), semakin modern masyarakat,

semakin diversifikatif produk, semakin saling bergantung setiap orang pada

orang lain dan semakin diperlukan kerjasama antar manusia.

2.4.2 Kemampuan Memperoleh Dukungan Lingkungan

Kemampuan manajerial aparat pemerintahan desa tidak berarti apa-

apa apabila tidak disertai dengan lingkungan, sistem nilai serta dukungan

sumber daya yang kondusif. Keterkaitan (dukungan) lingkungan terhadap

kemampuan manajerial aparat pemerintahan desa (Kepala Desa dan

perangkatnya), terletak pada kenyataan bahwa pemerintahan desa

merupakan tokoh-tokoh pilihan masyarakat desa. Dengan demikian,

dukungan lingkungan terhadap pemerintahan desa meliputi beberapa hal,

antara lain:

a. Melalui sistem itu pemerintahan desa umumnya dan Kepala Desa


khususnya diharapkan akseptabel dalam masyarakat, sebagai
pemimpin lokal yang berasal dari daerah setempat dan dapat
membawakan aspirasi masyarakat desa.
b. Prosedur demokratis di tingkat desa dan diterapkan dalam
perencanaan dan pengambilan keputusan "grass roots planning".
c. Karena Kepala Desa dan unsur pmerintahan desa lainnya berasal
dari rakyat, maka harus ada perasaan bersama. Merasakan apa
yang diinginkan masyarakat.
d. Suasana yang demokratis yang membentuk iklim yang sehat bagi
tumbuhnya prakarsa dan rasa tanggungjawab masyarakat dalam
pembangunan desa, timbulnya rasa percaya diri untuk kemudian
kemampuan itu berkembang.

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
e. Penetapan dan penggerakan sumber-sumber daya yang ada agar
dimanfaatkan guna meningkatkan kemampuan desa untuk
berkembang secara mandiri.
f. Peran pemerintah dalam membimbing pertumbuhan
pembangunan di desa dalam hal merencanakan pembangunan
desa, misalnya berlangsung dalam tiga tahap; yakni perencanaan
untuk masyarakat, perencanaan bersama masyarakat dan
perencanaan oleh masyarakat (Ndraha, 1991:145).

Menurut Sedarmayanti (2001:93), organisasi perlu mengidentifikasi

kekuatan seluruh sumber daya atau kekuatan yang dimiliki beserta

kelemahannya. Identifikasi kelemahan dan kekuatan organisasi dilakukan

dalam upaya menggali keunggulan bersaing (competitive advantage).

Adapun dukungan lain dari keterkaitan lingkungan adalah adanya partisipasi

masyarakat dalam pembangunan. Partisipasi dapat dianggap sebagai

masukan bagi pembangunan. Di samping itu, partisipasi dapat menjadi tolok

ukur untuk menilai apakah sebuah proyek yang bersangkutan merupakan

proyek pembangunan desa atau bukan. Menurut Peter (dalam Ndraha

1991:103), jika masyarakat desa yang bersangkutan tidak berkesempatan

untuk berpartisipasi dalam pembangunan suatu proyek di desanya, maka

pada hakekatnya bukanlah proyek pembangunan desa.

Mubyarto (2000:35), mengatakan "partisipasi adalah kesediaan untuk

membantu berhasilnya setiap program sesuai kemampuan setiap orang tanpa

berarti mengorbankan kepentingan diri sendiri". Sedangkan Bryant dan

White (dalam Ndraha 1991:102), menyebut dua macam partisipasi, yaitu

partisipasi antara sesama warga atau anggota suatu perkumpulan yang

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
dinamakan partsipasi horizontal, dan partisipasi yang dilakukan oleh

bawahan dengan atasan, antar klien dengan patron atau antar masyarakat

sebagai suatu keselurahan dengan pemerintah yang dinamakan partisipasi

vertikal. Keterlibatan dalam kegiatan seperti perencanaan dan pelaksanaan

pembangunan disebut partisipasi dalam proses administratif.

Upaya menggerakkan partisipasi masyarakat dapat dilakukan dengan

cara-cara berikut: Pertama, proyek pembangunan desa dirancang secara

sederhana dan mudah dikelola oleh masyarakat. Kedua, organisasi dan

lembaga kemasyarakatan harus mampu menggerakkan dan menyalurkan

aspirasi masyarakat. Ketiga, adanya peningkatan peranan masyarakat dalam

pembangunan (Ndraha, 1991:105).

2.4.3 Kemampuan Pelaksanaan Tugas (Performance)

Kemampuan melaksanakan tugas adalah kemampuan untuk mencapai

keluaran yang telah ditetapkan atau hasil yang hendak dicapai. Kemampuan

melaksanakan tugas (performance) sebagaimana dikemukakan Ndraha

(1991:113), terdiri dari kemampuan untuk merencanakan usaha mencapai

tujuan dan kemampuan untuk melaksanakan rencana tersebut. Dalam

kemampuan untuk merencanakan usaha tersebut termasuk kemampuan

untuk menggali, menggerakkan dan mengkombinasikan masukan-masukan

dari lingkungan dan menyiapkannya bagi sistem pelaksanaan tugas, karena

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
pelaksanaan tugas merupakan proses yang langsung berkaitan dengan

pencapaian tujuan, maka sistem inilah yang penting.

Pelaksanaan tugas berkaitan dengan kinerja. Kinerja menurut

Mangkunegara (2000:67), adalah "hasil kerja secara kualitas dan kuantitas

yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai

dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya". Faktor-faktor yang

mempengaruhi pelaksanaan tugas (performance) adalah faktor kemampuan

(ability) dan faktor motivasi (motivation). Hal ini sesuai dengan pendapat

Davis (dalam Mangkunegara 2000:67), faktor kemampuan, terdiri dari

kemampuan yang diperoleh dari pendidikan yang memadai dan terampil

dalam menjalankan tugasnya, maka ia lebih mudah mencapai kinerja yang

diharapkan, serta faktor motivasi yang terbentuk dari sikap (attitude) seorang

pegawai dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi yang

menggerakkan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi

(tujuan kerja).

McClelland (dalam Mangkunegara 2000:8), mengemukakan enam

karakteristik pegawai yang memiliki motif berprestasi tinggi, yaitu:

a. Memiliki tanggungjawab pribadi yang tinggi.


b. Berani mengambil resiko.
c. Memiliki tujuan yang realistis.
d. Memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk
merealisasi tujuannya.
e. Memanfaatkan umpan balik (feedback) yang kongkrit dalam
seluruh kegiatan kerja yang dilakukannya.
f. Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah
diprogramkan.

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
2.4.4 Kemampuan Kepemimpinan (Leadership) Pemerintahan

Tiap organisasi atau kelompok selalu memiliki pemimpin dan anggota.

Jika dalam suatu kelompok tidak ada pemimpin, maka kegiatan yang

dilakukan tidak akan terarah bahkan tidak akan dapat mencapai tujuan yang

ditetapkan. Kepemimpinan melibatkan orang lain, oleh karena itu dimana

ada pemimpin, pasti terdapat pengikut.

Terry (1993:11), mengatakan kepemimpinan adalah interaksi antar

anggota dalam suatu kelompok. Pemimpin adalah agen perubahan, dan orang

yang lebih berpengaruh terhadap bawahannya. Usaha mempengaruhi suatu

kelompok atau organisasi bukan pekerjaan yang mudah. Seorang pemimpin

harus mampu mempengaruhi dan menghimbau bawahannya, dan harus

memiliki keterbukaan terhadap pandangan-pandangan baru, tanggap atas

keperluan bawahannya, serta mendukung pelaksanaan inovasi. Untuk

mendapatkan hasil yang terbaik, maka pemimpin harus menjadi agen

perubahan yang menerima ide-ide baru, tanggap terhadap kebutuhan

bawahannya, dan menjadi fasilitator serta mampu melaksanakan ide baru

yang disepakati.

Stoner (1982:53), mengatakan kepemimpinan adalah proses

mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas yang berkaitan dengan tugas para

anggota kelompok. Definisi ini menyangkut tiga implikasi penting. Pertama,

kepemimpinan menyangkut orang lain (bawahan atau pengikut). Kesediaan

mereka untuk menerima pembinaan dari pemimpin para anggota kelompok

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
membantu menentukan status, tanpa bawahan semua kualitas

kepemimpinan seorang manager akan menjadi tidak relevan. Kedua,

kepemimpinan menyangkut suatu pembagian kekuasaan yang tidak

seimbang diantara para pemimpin dan anggota kelompok. Para pemimpin

mempunyai wewenang untuk mengarahkan berbagai kegiatan para anggota

kelompok, tetapi para anggota kelompok tidak dapat mengarahkan kegiatan

pemimpin secara langsung, meskipun dapat juga melalui cara-cara tidak

langsung. Ketiga, selain dapat memberikan pembinaan kepada bawahan atau

pengikut, pemimpin juga dapat menggunakan pengaruh. Dengan kata lain

pemimpin tidak hanya dapat memerintah bawahan apa yang harus dilakukan,

tetapi juga mempengaruhi bagaimana bawahan melaksanakan perintahnya.

Kegiatan pimpinan tidak terlepas dari faktor lingkungan, menurut

Wexley dan Yulk (1992:85), untuk memantau pengumpulan informasi

mengenai kegiatan unit organisasi, manajer memperhatikan perolehan

informasi yang dibutuhkan untuk mengevaluasi kemajuan pekerjaan, kinerja,

para bawahan secara individual, kualitas produk atau jasa, keberhasilan

proyek atau program, peristiwa dalam organisasi yang mempengaruhi

manajer unit, perhatian dari konsumen dan klien, kinerja para pemasok dan

penjual, tindakan pesaing, serta perubahan-perubahan lain dalam lingkungan

ekstemal, seperti kecenderungan pasar, kondisi ekonomi, kebijakan

pemerintah dan pengembangan teknologi. Pemantauan ini pula dapat

mengetahui apakah kepemimpinan yang dilaksanakan efektif atau tidak.

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
2.5 Pembangunan Desa

Secara etimologi, pembangunan berasal dari kata "bangun", diberi

awalan "pem" dan akhiran "an", guna menunjukkan perihal membangun.

Kata bangun setidak-tidaknya mengandung empat arti. Pertama, dalam arti

sadar atau siuman. Kedua, dalam arti bangkit atau berdiri. Ketiga, dalam arti

bentuk. Keempat, dalam arti kata kerja, yakni membuat, mendirikan atau

membina. Pembangunan meliputi pula segi anatomik (bentuk), fisiologik

(kehidupan) dan behavioral (perilaku) (Ndraha, 1987:1).

Pembangunan menurut Tjokroamidjojo (1987:2), adalah "usaha

perubahan ke arah yang lebih baik yang dilakukan secara berencana dan

bertahap”. Menurut Siagian (1988:31), pembangunan adalah suatu usaha atau

rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang terencana yang dilakukan

secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah menuju modernitas

dalam rangka pembinaan bangsa (nation building).

Bhattacharya Administrative Organization for Development (dalam

Ndraha 1991:72-73), memberi batasan pembangunan desa, sebagai proses

usaha masyarakat desa yang bersangkutan dipadukan dengan usaha-usaha

pemerintah untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, mengintegrasikan

kehidupan masyarakat desa ke dalam kehidupan bangsa dan memungkinkan

mereka untuk memberikan sumbangan sepenuhnya kepada kemajuan

nasional. Berdasarkan definisi ini, pembangunan masyarakat desa dipahami

sebagai proses kerjasama pemerintah dengan masyarakat dalam

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
memperbaiki kondisi ekonomi, sosial dan kebudayaan ke dalam integritas

komunitas kehidupan bangsa. Proses tersebut meliputi dua elemen dasar,

yaitu partisipasi masyarakat dan bantuan pelayanan teknis dari pemerintah.

Proses tersebut diwujudkan dalam berbagai program yang dirancang untuk

kepentingan masyarakat.

Pembangunan sebagai usaha sadar dan terencana yang dilakukan

untuk mencapai kondisi atau keadaan tertentu yang lebih baik dari

sebelumnya, meliputi segala aspek kehidupan politik, ekonomi dan sosial

budaya. Menurut Ndraha (1987:100), istilah pembangunan desa dapat saling

dipertukarkan dengan istilah pembangunan pedesaan, dalam batasan-

batasan pengertian pembangunan masyarakat, tentu saja pembangunan

pedesaan sebagai metode dapat juga diterapkan pada pembangunan

masyarakat di daerah perkotaan. Ini juga yang dijadikan landasan

pembangunan masyarakat di kota-kota seluruh Indonesia.

Tujuan utama pembangunan desa, menurut Ndraha (1981:84), adalah:

Pertama, meningkatkan taraf hidup masyarakat. (a) Pemerintah


berhasil membangun berbagai fasilitas kehidupan masyarakat sebagai
modal dan sarana penggerak masyarakat desa. (b) Pemerintah berhasil
menggerakkan masyarakat (mobilisasi) dengan berbagai cara dan
sarana seperti simulasi, perlombaan desa, penetapan-penetapan target
dan mungkin melalui instruksi-instruksi. Kedua, menumbuhkan dan
meningkatkan partisipasi masyarakat desa, yang dimulai dari bobot
yang rendah (partisipasi fisik) atau hanya beberapa orang saja yang
tergerak kemudian meningkat sampai kepada bobotnya yang tertinggi
(partisipasi bertanggungjawab), dimana setiap orang merasa tergerak
untuk berpartisipasi. Ketiga, meningkatkan kemampuan masyarakat
untuk berkembang secara mandiri dan hidup dalam suasana sejahtera
dengan lingkungannya.

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
Konteks peningkatan taraf hidup masyarakat lebih nyata apabila

masyarakat desa telah memperoleh taraf hidup yang layak, dalam arti

kebutuhan pokoknya (primary needs) bisa terpenuhi, mereka dapat

menikmati kebutuhan pangan, sandang, dan papan serta pendidikan dan

pelayanan kesehatan. Dalam konteks ini Ndraha (1981:31), menambahkan

bahwa sejauh mungkin bersandar pada sumber-sumber setempat dan

bergerak atas kekuatan sendiri, berdasarkan rasa percaya atas kekuatan

sendiri, prakarsa, tekad untuk menolong diri sendiri dan rasa tanggungjawab.

Kemudian adanya partisipasi masyarakat dalam pembangunan, berupa: (1)

partisipasi dalam aktivitas-aktivitas bersama dalam proyek-proyek

pembangunan yang khusus. (2) Partisipasi sebagai individu di luar aktivitas-

aktivitas bersama dalam pembangunan Koentjaraningrat (1993:79).

Pada tipe yang pertama, rakyat pedesaan diajak, dipersuasi,

diperintahkan atau dipaksa dari wakil-wakil dari beraneka warna departemen

atau pamong desa untuk berpartisipasi dan menyumbangkan tenaga atau

hartanya kepada proyek-proyek pembangunan yang khusus dan biasanya

bersifat fisik. Pada tipe yang kedua, tidak ada proyek aktivitas bersama yang

khusus tetapi ada proyek-proyek pembangunan yang tidak bersifat fisik

namun memerlukan partisipasi masyarakat atas dasar kemauan mereka

sendiri.

Kebutuhan adanya perimbangan peran (konsep keseimbangan dan

partisipasi) antara masyarakat dengan pemerintah dalam mekanisme

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
pelaksanaan pembangunan desa untuk menciptakan sosok masyarakat yang

mandiri, merupakan tujuan dan sasaran pokok pembangunan yang

diidealkan. Konsep kemandirian sebagai wujud kemampuan masyarakat

untuk berkembang secara mandiri dalam pembangunan desa, memiliki arti

yang lebih luas dari sekedar perimbangan tanggungjawab pembiayaan

pembangunan. Konsep mandiri berarti perimbangan kekuatan antara

masyarakat pedesaan dan negara dalam menentukan arah dan tujuan

perubahan sosial yang terjadi di dalam masyarakat (Soetrisno, 1995:20).

Menurut Ndraha (1981:31), kemampuan masyarakat desa untuk

berkembang secara mandiri adalah kemampuan masyarakat desa untuk

mengidentifikasikan kebutuhan dan masalah-masalah yang dihadapi,

menyusun usaha untuk memenuhi kebutuhan serta memecahkan masalah

tersebut. Bertumpu pada beberapa pandangan di atas, partisipasi tumbuh

dan berkembang dengan sendirinya secara sukarela oleh masyarakat, dalam

arti masyarakat desa telah berkemampuan dalam mengidentifikasikan

berbagai kebutuhannya serta dapat mengolah sumber-sumber setempat bagi

kepentingannya. Apabila masyarakat sudah mencapai kemandirian, maka

akan melahirkan perubahan struktural serta memprakarsai perubahan dan

pembaharuan seirama dengan arus kemajuan dan perkembangan zaman

yang secara terus menerus. Kemandirian suatu masyarakat akan tampak

apabila telah muncul prakarsa, swadaya serta kesediaan untuk siap menerima

pembaharuan dan perubahan.

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
2.6 Aparat Pemerintahan Desa

Penyelenggaraan pemerintahan desa merupakan subsistem dari sistem

penyelenggaran pemerintahan, sehingga desa memiliki kewenangan untuk

mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat. Dalam UU No. 22 Tahun

1999, tentang Pemerintahan Daerah ditegaskan bahwa desa tidak lagi

merupakan wilayah administratif, bahkan tidak lagi menjadi bawahan atau

unsur pelaksana daerah, tetapi menjadi daerah istimewa dan besifat mandiri

yang berada dalam wilayah kabupaten sehingga warga desa berhak berbicara

atas kepentingan sendiri sesuai dengan kondisi sosial budaya yang hidup di

lingkungan masyarakatnya. Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004, tentang

Pemerintahan Daerah, di desa dibentuk Pemerintahan Desa dan Badan

Permusyawaratan Desa, yang merupakan Pemerintahan Desa. Pemerintahan

desa terdiri atas Kepala Desa atau yang disebut nama lain dan Perangkat

Desa. Berdasarkan ini, yang termasuk aparat pemerintahan desa adalah

Kepala Desa dan perangkat desa.

1. Kepala Desa

Kepala Desa adalah warga desa yang dipilih oleh masyarakat desa yang

kemudian diangkat dan dilantik menjadi Kepala Desa, yang mempunyai

fungsi sesuai UU No. 32 Tahun 2004, sebagai berikut:

a. Memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa.


b. Membina kehidupan masyarakat desa.
c. Membina perekonomian desa.
d. Memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat desa.
e. Mendamaikan perselisihan masyarakat di desa.

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
f. Mewakili desanya di dalam dan di luar pengadilan dan dapat
menunjuk kuasa hukumnya.

2. Perangkat Desa

UU No. 32 Tahun 2004 tidak menjelaskan secara rinci mengenai

perangkat desa. Namun demikian yang dimaksud perangkat desa adalah:

a. Unsur staf, yaitu unsur pelayanan kesekretariatan (Sekretaris Desa).

b. Unsur pelaksana teknis, yaitu Kepala Urusan yang terdiri dari Kepala

Urusan Pemerintahan, Kepala Urusan Pembangunan dan Kepala Urusan

Pelayanan Umum.

c. Unsur wilayah adalah Kepala Dusun, yang membantu Kepala Desa di

wilayah bagian desa.

Sedangkan tugas dan fungsi masing-masing perangkat desa

diserahkan kepada desa melalui Peraturan Desa untuk menyusunnya sendiri

sesuai dengan adat istiadat serta kondisi daerah dan masyarakat desa setelah

mendapat persetujuan Badan Perrmusyawaratan Desa (BPD).

2.7 Hubungan Kemampuan Manajerial dengan Pembangunan

Desa

Kemampuan manajerial aparat pemerintahan desa memiliki arti

penting dalam menunjang pembangunan desa. Pengembangan atau

pembangunan pedesaan keberhasilannnya sangat ditunjang oleh pelaksanaan

manajemen pemerintahan yang baik. Hal ini bermakna bahwa kemampuan

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
manajerial aparat pemerintahan desa dalam mengelola manajemen

pemerintahan yang berlangsung secara baik mulai dari aspek perencanaan,

pelaksanaan serta evaluasi, akan sangat bermanfaat dalam menunjang

pembangunan desa. Mengingat pembangunan desa adalah sebuah aktivitas

yang dilakukan masyarakat dan pemerintah secara bersama-sama, maka

salah satu unsur pengelola pembangunan desa yang utama adalah aparat

pemerintahan desa sebagai administrator pembangunan desa.

Kapasitas aparat pemerintahan desa dalam hal ini kemampuan

manajerial harus memadai, mampu memberikan pelayanan kepada

masyarakat secara maksimal. Pemerintahan desa yang sukses dalam

penyelenggaraan pembangunan desa adalah mereka yang mampu

melaksanakan fungsi-fungsi manajemen dalam upaya mencapai tujuan. Gagal

atau berhasilnya pembangunan desa tergantung dari kemampuan

manajemen pemerintahan desa.

Sumodiningrat (1996:146), mengatakan:

Sistem kerja tradisional tidak cocok lagi dalam keadaan desa pada
waktu ini. Penerapan manajemen pemerintahan dalam
penyelenggaraan pemerintahan desa tidak dapat ditunda lagi.
Pengurusan rumah tangga harus dilakukan sesuai dengan fungsi-
fungsi manajemen, yaitu penerapan perencanaan, pengorganisasian,
kepemimpinan, koordinasi dan kontrol. Dengan penerapan sistem
manajemen pemerintahan yang mantap, diharapkan dapat tercipta
kepemimpinan di desa yang lebih sesuai dengan tingkat
perkembangan dan kemajuan masyarakat, yakni kepemimpinan yang
mampu menumbuhkembangkan serta mendorong dan meningkatkan
partisipasi masyarakat.

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
Dengan kemampuan manajerial aparat pemerintahan desa, akan dapat

mengantisipasi dan menterjemahkan berbagai program pembangunan sesuai

tuntutan serta kebutuhan masyarakat dengan memanfaatkan sepenuhnya

potensi dan sumber daya yang tersedia di desa. Kemampuan manajerial

aparat pemerintahan desa dijabarkan melalui kerangka kerja manajemen

pemerintahan. Ndraha (1999:8), menjelaskan kerangka kerja manajemen

pemerintahan adalah penerapan fungsi-fungsi manajemen dalam metodologi

ilmu pemerintahan, yaitu:

Proses pengolahan input untuk menghasilkan output sampai pada


outcome. Input perencanaan adalah inovasi (aspirasi, tuntutan
konsumer atau sovereign), sedangkan outputnya adalah rencana.
Input pengorganisasian sumber-sumber adalah rencana dan
outputnya adalah organisasi sumber daya. Input penggerakan adalah
organisasi sumber daya dan outputnya adalah hasil (produk
pemerintahan). Input evaluasi (pengawasan) berupa produk
pemerintahan sedangkan outputnya adalah informasi tentang
sejauhmana produk pemerintahan sesuai dengan tuntutan
konsumen/sovereign. Informasi ini pada gilirannya menjadi masukan
bagi para perencana, demikian seterusnya (siklus manajemen).

Berdasarkan pandangan di atas, maka yang menjadi aspek

kemampuan manajerial aparat pemerintahan desa, antara lain:

1. Kemampuan dalam memimpin dan menggerakkan organisasi

pemerintahan desa.

2. Kemampuan mengkoordinasikan kegiatan dan pelaksanaan tugas

pemerintahan desa.

3. Kemampuan menerapkan prinsip manajeman pemerintahan desa yang

berkaitan dengan pembangunan desa.

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
4. Kemampuan melahirkan gagasan/ide baru untuk kelancaran

penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan desa.

5. Kemampuan menumbuhkan dukungan dan partisipasi masyarakat dalam

pembangunan desa.

Manulang (1982:54), mengatakan "kemampuan manajerial diperoleh

dari upaya pengembangan diri melalui pendidikan dan pelatihan, sehingga

diperoleh kesanggupan, kecakapan dan kekuatan dalam mengelola kegiatan

manajemen". Sedangkan Ndraha (1981:51), melihat faktor lain yang dapat

menumbuhkan kemampuan manajerial aparat pemerintahan desa, yaitu:

Pertama, penyediaan sarana teknis administrasi, berupa penyediaan


alat-alat kelengkapan, seperti (a) barang-barang yang tahan lama,
antara lain meja, kursi dan sebagainya yang lazim disebut inventaris;
(b) barang-barang yang habis pakai seperti kertas, tinta dan
sebagainya; (c) alat kelengkapan informatif berupa peta, struktur
organisasi. Kedua, faktor pembinaan kepada aparat pemerintahan
desa.

Untuk menunjang pelaksanaan pembangunan desa pada khususnya

dan pembangunan nasional pada umumnya, diperlukan keterlibatan aktif

seluruh rakyat bersama-sama dengan pemerintah. Dengan demikian peranan

pemerintah sangat menentukan dalam arti sebagai pelopor, pembimbing dan

penggerak bahkan sebagai teladan bagi masyarakat desa dalam setiap

langkah dan gerak pembangunan desa. Oleh karena itu, diperlukan aparatur

pemerintah yang berdaya guna tinggi dalam melaksanakan tugas-tugas

pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan mulai dari tingkat pusat

sampai ke daerah. Khususnya bagi aparatur pemerintahan desa yang

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
berhadapan dan berhubungan langsung dengan masyarakat. Berdaya guna

tinggi dalam arti memiliki kemampuan manajerial yang memadai, sehingga

pelaksanaan pembangunan dapat mencapai sasaran dan target yang telah

ditentukan atau direncanakan secara terarah, terpadu, berdaya guna serta

berhasil guna yang dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat sesuai hakekat

pembangunan nasional.

Dalam hubungan dengan pelaksanaan pembangunan desa, diperlukan

aparat pemerintahan desa yang berkemampuan, berdedikasi, bersih dan

berwibawa penuh rasa dan sikap pengabdian, yakni aparat pemerintahan

desa beserta perangkatnya yang ada di desa. Kemampuan manajerial aparat

pemerintahan desa dalam melaksanakan tugasnya mendapat dukungan dari

dalam berupa struktur dan dari luar berupa dukungan lingkungan. Dengan

kemampuan manajerial (administratifnya), pemerintah dapat melakukan

berbagai hal dalam rangka mewujudkan hasil pembangunan desa.

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
BAB III

MOTODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Jadual Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada desa-desa di Kecamatan Stabat

Kabupaten Langkat Sumatera Utara. Pelaksanaan penelitian dilaksanakan

selama ±3 (tiga) bulan, yakni dari bulan Desember 2007 sampai dengan

Pebruari 2008. Selama waktu itu, peneliti melakukan proses pengumpulan

data, analisis data, pengkayaan materi serta penulisan laporan hasil

penelitian.

Tabel 3.1. Jadual Pelaksanaan Penelitian

Waktu Pelaksanaan
No Pelaksanaan Kegiatan
Des 2007 Jan 2008 Peb 2008
1 Pengumpulan data
2 Identifikasi data
3 Pengelompokan data
4 Analisis data
5 Penulisan laporan
penelitian
6 Konsultasi/bimbingan
7 Seminar hasil penelitian
8 Perbaikan laporan hasil
penelitian
9 Sidang & penggandaan

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
3.2 Jenis dan Pendekatan Penelitian

Berdasarkan bidang keilmuan, penelitian ini tergolong penelitian

terapan dalam ilmu studi pembangunan. Jenis penelitian in adalah ex post

facto, yakni penelitian yang dilakukan untuk meneliti peristiwa yang telah

terjadi dan kemudian merunut ke belakang untuk mengetahui faktor-faktor

yang dapat menimbulkan kejadian tersebut (Sugiyono, 2005:7). Sebagaimana

dikatakan Kerlinger (1973), bila variabel bebas berbentuk atribut, maka

penelitian yang dilakukan adalah ex post facto.

Dilihat berdasarkan tempat penelitian, penelitian ini tergolong

penelitian kancah (field research). Penelitian kancah paling sering

dilaksanakan pada berbagai cabang ilmu pengetahuan, khususnya ilmu sosial.

Semakin kompleks kancah, semakin banyak pula fenomena dan masalah yang

dapat dipelajari. Penelitian kancah berhubungan dengan pranata dan budaya

serta pengalaman hidup masyarakat, kelompok dan individu (Bungin,

2005:47). Dilihat berdasarkan tujuannya, penelitian ini tergolong pada

penelitian terapan, yaitu penelitian yang dilakukan dengan tujuan

menerapkan, menguji dan mengevaluasi kemampuan suatu teori yang

diterapkan dalam memecahkan masalah-masalah praktis (Sugiyono, 1998:2).

Dilihat berdasarkan jenis datanya, maka penelitian ini tergolong

penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif menurut Kuncoro (2004:1),

adalah pendekatan ilmiah terhadap pengambilan keputusan yang berangkat

dari data, selanjutnya diproses dan dimanipulasi menjadi informasi yang

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
berharga bagi masyarakat ilmiah. Pemrosesan dan manipulasi data mentah

menjadi informasi yang bermanfaat inilah yang merupakan jantung dari

analisis kuantitatif.

Pendekatan penelitian adalah korelasional, yakni penelitian yang

berusaha menghubungkan atau mencari hubungan antara satu variabel

dengan variabel lain (Ali, 2002:23). Untuk mengetahui besarnya hubungan

variabel bebas (kemampuan manajerial aparat pemerintahan desa) dengan

variabel terikat (pembangunan desa) dilakukan pengujian statistik, yaitu

untuk membantu peneliti melakukan generalisasi secara sahih dari data

empirik yang telah dikumpulkan.

3.3 Populasi dan Sampel

Subjek penelitian adalah Kepala Desa beserta perangkat-perangkatnya.

Berdasarkan itu, maka populasi penelitian adalah seluruh aparat

pemerintahan desa di lingkungan Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat.

Berdasarkan data statistik Kecamatan Stabat dalam Angka (2007), jumlah

seluruh desa di wilayah kecamatan Stabat terdapat 6 (enam) desa, yakni desa

Banyumas, Pantai Gemi, Ara Condong, Kwala Begumit, Mangga dan

Karangrejo. Masing-masing desa terdiri dari 5 (lima) orang aparat

pemerintahan. Dengan demikian, total populasi penelitian adalah 30 orang.

Mengingat jumlah populasi tidak mencapai 100, maka secara keseluruhan

ditetapkan menjadi sampel, sebagaimana dikatakan Suharsimi Arikunto

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
(2002:112), "apabila subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua

sehingga penelitiannya merupakan penelitan populasi". Sampel penelitian ini

ditetapkan sebanyak 30 orang, berarti penelitian ini disebut juga penelitian

sensus, yakni menetapkan semua anggota populasi menjadi sampel

penelitian.

3.4 Definisi Operasional Variabel

Penelitian ini terdiri dari dua variabel, yaitu variabel bebas dan

variabel terikat. Variabel bebas (independen variable) adalah kemampuan

manajerial aparat pemerintahan desa, diberi notasi X. Sedangkan variabel

terikat (dependen variable) adalah pembangunan desa, diberi notasi Y.

Variabel kemampuan manajerial aparat pemerintahan desa

didefinisikan dengan kemampuan aparatur pemerintah desa dalam

menerapkan fungsi-fungsi manajemen pemerintahan, sehingga dapat

melayani, mengayomi serta menumbuhkan prakarsa dan partisipasi

masyarakat dalam pembangunan dan memiliki kepekaan terhadap

pandangan maupun aspirasi yang hidup dalam masyarakat. Indikator

kemampuan manajerial aparat pemerintahan desa ini diukur melalui: (1)

kemampuan pengelolaan struktur organisasi, (2) kemampuan memperoleh

dukungan lingkungan, (3) kemampuan pelaksanaan tugas (performance),

dan (4) kemampuan kepemimpinan (leadership).

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
1. Kemampuan pengelolaan struktur organisasi adalah kemampuan Kepala

Desa melakukan kerjasama dengan seluruh perangkat-perangkat desa

untuk melaksanakan fungsi pemerintahan dan pengambilan keputusan di

tingkat desa.

2. Kemampuan memperoleh dukungan lingkungan adalah kemampuan

Kepala Desa beserta perangkat-perangkatnya mendapatkan dukungan

seluruh sumberdaya yang ada di tengah masyarakat secara kondusif

dalam melaksanakan program pembangunan masyarakat desa.

3. Kemampuan pelaksanaan tugas (performance) adalah kemampuan

Kepala Desa beserta perangkat-perangkatnya untuk menggali,

menggerakkan dan mengkombinasikan berbagai input (masukan)

menjadi output (hasil) bagi pelaksanaan program pembangunan

masyarakat desa.

4. Kemampuan kepemimpinan (leadership) adalah kemampuan Kepala

Desa beserta perangkat-perangkatnya mempengaruhi dan mengajak

masyarakat desa untuk ikut berpartisipasi aktif dalam seluruh rangkaian

program pembangunan masyarakat desa.

Variabel pembangunan desa didefenisikan sebagai proses kerjasama

pemerintah dengan masyarakat untuk memperbaiki dan meningkatkan

kondisi kehidupan sosial, ekonomi dan kebudayaan masyarakat desa.

Indikator variabel ini diukur melalui: (1) partisipasi masyarakat, (2)

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
perimbangan peran masyarakat dan pemerintah, (3) kemandirian

masyarakat, dan (4) taraf hidup masyarakat.

1. Partisipasi masyarakat adalah kesediaan masyarakat desa untuk

menyumbangkan tenaga, pikiran dan dana bagi pelaksanaan proyek-

proyek pembangunan fisik di wilayah desanya.

2. Perimbangan peran adalah adanya keseimbangan peran antara

masyarakat dan pemerintah dalam menentukan, melaksanakan dan

mewujudkan program-program pembangunan yang berguna bagi

kepentingan masyarakat desa.

3. Kemandirian masyarakat adalah prakarsa, swadaya serta kesediaan

masyarakat desa untuk mengidentifikasikan kebutuhan dan masalah-

masalah yang dihadapi, menyusun usaha untuk memenuhi kebutuhan

serta memecahkan masalah tersebut secara mandiri dan

bertanggungjawab.

4. Taraf hidup masyarakat adalah terpenuhinya kebutuhan pokok (primary

needs) masyarakat desa, berupa kebutuhan pangan, sandang dan papan

serta pendidikan maupun pelayanan kesehatan.

3.5 Sumber Data

Penelitian ini mengandalkan sumber data primer dan sekunder.

Sumber data primer diperoleh dari responden, sedangkan data sekunder

diperoleh dari instansi maupun perpustakaan.

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
3.6 Teknik Pengumpulan Data

Data primer dijaring melalui penyebaran kuisioner. Pada kuisioner

digunakan skala Likert yang diberi pilihan jawaban berkisar antara sangat

setuju (SS); setuju (S); netral (N); tidak setuju (TS); dan sangat tidak setuju

(STS). Dalam hal ini responden dapat memilih jawaban sesuai dengan kondisi

objektif menurut persepsinya.

Nilai persepsi responden ini diukur dengan memberikan nilai jawaban

terhadap lima alternatif jawaban yang bergerak dari poin 5, 4, 3, 2 dan 1.

Butir pertanyaan pada angket adalah butir pertanyaan positif (favourable).

Nilai untuk butir positif adalah 5 untuk jawaban sangat setuju; 4 untuk

jawaban setuju; 3 untuk jawaban sedang atau netral; 2 untuk jawaban tidak

setuju; dan 1 untuk jawaban sangat tidak setuju.

Sedangkan data sekunder diperoleh melalui teknik checklist (membuat

catatan-catatan) dari sejumlah data yang dibutuhkan dalam rangka

mendukung objektifitas dan keakuratan penelitian ini.

3.7 Analisis Data

Setelah data terkumpul, langkah selanjutnya adalah pengolahan dan

analisis data. Data yang bersifat kualitatif dianalisis secara deskriptif analitis.

Sedangkan data yang bersifat kuantitatif dianalisis dengan menggunakan

statistik. Untuk menguji hipotesis penelitian, maka digunakan analisis

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
korelasi Product Moment, dengan bantuan software komputer Statistical

Product and Service Solutions (SPSS) versi 12,0.

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kecamatan Stabat merupakan satu di antara 20 (dua puluh)

Kecamatan di wilayah administratif Kabupaten Langkat. Kecamatan ini

terletak 030 45' – 040 00' Lintang Utara dan 980 15' - 980 00' Bujur Timur

dan berada ±4 meter di atas permukaan laut. Secara keseluruhan, wilayah

Kecamatan Stabat memiliki luas 9.124 hektar (91,24 Km2). Jarak antara

Kantor Camat ke Kantor Bupati ±0,5 Km. Adapun batas-batas wilayah adalah

sebagai berikut:

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Secanggang

2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Binjai

3. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Wampu

4. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang (Kecamatan

Hamparan Perak).

Dilihat berdasarkan pembagian wilayah, Kecamatan Stabat memiliki

10 desa/kelurahan. Adapun tanah di Kecamatan ini digunakan antara lain

untuk lahan sawah, tanah kering dan bangunan/pekarangan. Secara rinci

pembagian wilayah, dan jenis penggunaan tanah di Kecamatan Stabat dapat

dilihat pada tabel berikut:

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
Tabel 4.1 Luas Wilayah, Jarak ke Kantor Camat, dan Jenis Penggunaan
Tanah di Kecamatan Stabat Dirinci Menurut Desa/Kelurahan
Tahun 2006

Luas Jenis Penggunaan Tanah


Jarak ke
Nama Wilayah
No
Desa/Kelurahan
Kantor Tanah Tanah Bangunan
(Km2) Camat (km) Sawah Kering /Pekaranga
n

1 Banyumas 4,24 5,50 302 64 54


2 Kwala Bingai 20,89 1,50 110 25 80
3 Sidomulyo 2,15 4,00 181 175 121
4 Pantai Gemi 4,20 5,00 73 1.831 150
5 Perdamaian 4,07 3,00 130 3.143 750
6 Stabat Baru 4,00 1,00 154 94 95
7 Ara Condong 4,02 4,50 245 89 87
8 Kwala Begumit 40,23 6,00 115 201 84
9 Mangga 3,50 12,00 230 137 90
10 Karangrejo 3,94 10,00 200 110 55
Total 91,24 1.740 5.869 1.566
Sumber: BPS Kecamatan Stabat (2007)

Berdasarkan data statistik di atas, desa/kelurahan terluas adalah

Kwala Begumit sedangkan kelurahan terkecil adalah Sidomulyo. Tanah untuk

lahan sawah terluas terdapat di desa Banyumas sedangkan tanah untuk lahan

sawah paling sedikit terdapat di desa Pantai Gemi. Tanah kering terluas

terdapat di kelurahan Perdamaian sedangkan lahan kering terkecil terdapat

di desa Kwala Begumit. Untuk lahan bagunan/pekarangan terluas terdapat

desa Perdamaian, sedangkan lahan bangunan/perakarangan terkecil terdapat

di desa Banyumas.

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
Tabel 4.2 Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan Tingkat Kepadatan Penduduk
di Kecamatan Stabat Dirinci Menurut Desa/Kelurahan Tahun 2006

Jumlah Penduduk
Luas Kepadatan
Nama Wilayah (Jiwa) Penduduk
No
Desa/Kelurahan per Km2
(Km2) Laki- Perem-
Total (Jiwa)
laki puan
1 Banyumas 4,24 2.477 2.391 4.868 1.148
2 Kwala Bingai 20,89 6.308 6.808 13.116 628
3 Sidomulyo 2,15 2.359 2.267 4.626 2.152
4 Pantai Gemi 4,20 3.010 2.897 5.907 1.406
5 Perdamaian 4,07 7.331 7.288 14.619 3.592
6 Stabat Baru 4,00 6.111 5.996 12.107 3.027
7 Ara Condong 4,02 2.533 2.445 4.978 1.238
8 Kwala Begumit 40,23 4.602 4.514 9.116 227
9 Mangga 3,50 1.431 1.400 2.831 809
10 Karangrejo 3,94 4.433 4.324 8.757 2.223
Total 91,24 40.595 40.330 80.925 887
Sumber: BPS Kecamatan Stabat (2007)

Berdasarkan data statistik diketahui bahwa penduduk terbanyak terdapat di

Kelurahan Perdamian sedangkan penduduk paling sedikit terdapat di desa Mangga.

Tingkat kepadatan penduduk tertinggi terdapat berada di kelurahan Perdamaian,

sedangkan tingkat kepadatan penduduk terendah berada di desa Kwala Begumit.

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
Tabel 4.3 Banyaknya Penduduk, Rumah Tangga dan Rata-rata Jiwa per
Rumah Tangga di Kecamatan Stabat Dirinci Menurut
Desa/Kelurahan Tahun 2006

Jumlah Jumlah Rata-rata


Penduduk Anggota per
No Nama Desa/Kelurahan Rumah Rumah
(Jiwa) Tangga (KK) Tangga (Jiwa)

1 Banyumas 4.868 1.037 4,69


2 Kwala Bingai 13.116 2.039 6,43
3 Sidomulyo 4.626 967 4,78
4 Pantai Gemi 5.907 1.374 4,30
5 Perdamaian 14.619 3.209 4,56
6 Stabat Baru 12.107 2.281 5,31
7 Ara Condong 4.978 1.151 4,32
8 Kwala Begumit 9.116 2.151 4,24
9 Mangga 2.831 708 4,00
10 Karangrejo 8.757 2.037 4,30
Total 91,24 16.954 4,77
Sumber: BPS Kecamatan Stabat (2007)

Berdasarkan data statistik di atas, rumah tangga terbanyak terdapat di

kelurahan Perdamaian, sedangkan jumlah rumah tangga terkecil terdapat di

desa Mangga. Dilihat dari rata-rata jumlah anggota per rumah tangga, yang

terbanyak terdapat di kelurahan Kwala Bingei, dan yang sedikit terdapat desa

Mangga.

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
Tabel 4.4 Banyaknya Penduduk Menurut Agama yang Dianut di Kecamatan
Stabat Dirinci Menurut Desa/Kelurahan Tahun 2006

Nama Desa/ Kristen


No Islam Katolik Hindu Budha Jumlah
Kelurahan Lainnya

1 Banyumas 4.858 0 0 0 10 4.868


2 Kwala Bingai 12.733 52 321 1 9 13.116
3 Sidomulyo 4.526 5 86 0 9 4.626
4 Pantai Gemi 5.898 0 0 0 9 5.907
5 Perdamaian 13.202 41 203 31 1.142 14.619
6 Stabat Baru 10.130 42 336 75 1.524 12.107
7 Ara Condong 4.970 0 8 0 0 4.978
8 Kwala Begumit 8.443 29 605 15 24 9.116
9 Mangga 2.826 0 0 0 5 2.831
10 Karangrejo 8.402 10 130 12 203 8.757
Total 75.988 179 1.689 134 2.935 80.925
Sumber: BPS Kecamatan Stabat (2007)

Dilihat dari penyebaran penganut agama, penganut agama Islam

merupakan distribusi terbanyak di Kecamatan Stabat, disusul kemudian

penganut agama Budha, Kristen dan Hindu.

Selanjutnya dilihat dari jenis mata pencaharian masyarakat di

Kecamatan Stabat sangat beragam, ada masayarakat yang bekerja di sektor

pertanian, industri, perdagangan, jasa, angkutan dan lain sebagainya.

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
Tabel 4.5 Banyaknya Tenaga Kerja yang Bekerja Menurut Lapangan
Pekerjaan di Kecamatan Stabat Dirinci Menurut Desa/Kelurahan
Tahun 2006

Nama Desa/ Perdaga-


No Pertanian Industri
ngan
Jasa Angkutan Lainnya Jumlah
Kelurahan
1 Banyumas 332 21 70 337 50 178 988
2 Kwala Bingai 1.690 63 253 540 115 303 2.964
3 Sidomulyo 197 3 30 197 9 523 959
4 Pantai Gemi 889 38 79 159 12 74 1.251
5 Perdamaian 1.605 69 266 497 81 433 2.951
6 Stabat Baru 933 76 131 236 73 944 2.393
7 Ara Condong 673 9 132 226 23 35 1.098
8 Kwala Begumit 257 44 389 964 116 214 1.984
9 Mangga 272 34 42 47 26 209 630
10 Karangrejo 304 12 891 433 133 151 1.924
Total 7.152 369 2.283 3.636 638 3.064 17.142
Sumber: BPS Kecamatan Stabat (2007)

Jenis pekerjaan masyarakat yang terbanyak berada di sektor lapangan

usaha pertanian, disusul kemudian yang bekerja di sektor jasa dan

perdagangan. Selanjutnya diikuti oleh jenis pekerjaan di sektor angkutan dan

industri.

Dalam lapangan usaha industri, di Kecamatan Stabat terdapat

sejumlah industri, baik dalam kategori industri besar/sedang, industri kecil

maupun industri rumah tangga.

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
Tabel 4.6 Banyaknya Industri Menurut Jenisnya di Kecamatan Stabat Dirinci
Menurut Desa/Kelurahan Tahun 2006

Nama Desa/ Industri Industri Industri R.


No Besar/sedang Jumlah
Kelurahan Kecil Tangga

1 Banyumas 0 0 0 0
2 Kwala Bingai 0 0 2 2
3 Sidomulyo 0 3 54 57
4 Pantai Gemi 0 0 21 21
5 Perdamaian 1 2 0 3
6 Stabat Baru 2 5 0 6
7 Ara Condong 0 8 0 11
8 Kwala Begumit 1 6 8 16
9 Mangga 0 2 17 19
10 Karangrejo 5 1 0 1
Total 9 27 102 136
Sumber: BPS Kecamatan Stabat (2007)

Jumlah industri besar/sedang di Kecamatan Stabat tedapat sebanyak 9

unit. Industri kecil berjumlah 27 unit sedangkan industri rumah tangga

tedapat 102 unit. Penyebarannya yang terbanyak di desa Sidomulyo, disusul

di desa Pantai Gemi, desa Mangga dan Kwala Begumit. Namun untuk desa

Banyumas tidak terdapat satupun industri.

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
4.2 Karakteristik Reponden

Untuk mengetahui kondisi profil/karaktersitik Kepala Desa beserta

perangkat-perangkatnya, dapat dilihat dari gambaran umum responden

penelitian. Dalam pembahasan berikut dikemukakan sekilas tentang

karakteristik responden yang diklasifikasi berdasarkan umur, jenis kelamin,

suku/etnis dan tingkat pendidikan.

1. Umur

Berdasarkan analisis deskriptif dari kuisioner yang dikumpulkan

diperoleh keterangan bahwa responden termuda berumur 28 tahun,

sedangkan responden tertua berumur 48 tahun. Bila dirata-ratakan umur

responden penelitian berkisar 36,2 tahun.

Tabel 4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Umur

Umur Responden Jlh. Responden Persentase


No.
(Tahun) (Orang) (%)
1. 28-30 2 6,70
2. 31-33 10 33,30
3. 34-36 6 20,00
4. 37-40 5 16,70
5. 41-43 5 16,70
6. 44-46 1 3,30
7. 47-49 1 3,30
Jumlah 30 100,00
Sumber: Data Primer (2007)

Distribusi responden yang berumur antara 28-30 tahun berjumlah

6,7%; responden yang berumur antara 31-33 tahun berjumlah 33,3%;

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
responden yang berumur 34-36 tahun berjumlah 20%; responden yang

berumur antara 37-40 tahun dan antara 41-43 tahun masing-masing

berjumlah 16,7%; responden yang berumur antara 44-46 tahun dan 47-49

tahun masing-masing berjumlah 3,3%.

2. Jenis Kelamin

Dilihat berdasarkan jenis kelamin, responden yang terbanyak adalah

laki-laki, yakni berjumlah 80%, sedangkan perempuan berjumlah 20%.

Tabel 4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jlh. Responden Persentase


No. Jenis Kelamin
(Orang) (%)
1. Laki-laki 24 80,00
2. Perempuan 6 20,00
Jumlah 30 100,00
Sumber: Data Primer (2007)

3. Suku/Etnis

Dilihat berdasarkan suku/etnis, responden penelitian terdiri dari

empat suku, yaitu Jawa, Melayu dan Batak. Distribusi responden yang

terbanyak adalah bersuku Jawa, yakni berjumlah 63,33%; disusul kemudian

suku Batak berjumlah 23,34%; sedangkan suku Melayu berjumlah 13,30%.

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
Tabel 4.9 Distribusi Responden Berdasarkan Suku/Etnis

Jlh. Responden Persentase


No. Suku/Etnis
(Orang) (%)
1. Jawa 19 63,33
2. Batak 7 23,34
3. Melayu 4 13,30
Jumlah 30 100,00
Sumber: Data Primer (2007)

4. Tingkat Pendidikan

Pendidikan responden dalam hal ini terdiri dari SD, SLTP, SLTA dan

Strata Satu (S1). Responden penelitian ini didominasi oleh yang

berpendidikan SLTP, yakni berjumlah 50%; sedangkan yang berpendidikan

SLTA berjumlah 30%. Responden yang berpendidikan SD berjumlah 16,67%

dan S1 berjumlah 3,33%.

Tabel 4.10 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Jlh. Responden Persentase


No. Tingkat Pendidikan
(Orang) (%)
1. SD 5 16,67
2. SLTP 15 50,00
3. SLTA 9 30,00
4. Strata Satu 1 3,33
Jumlah 30 100,00
Sumber: Data Primer 2007

4.3 Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintahan Desa

Sebagaimana telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa yang

dimaksud dengan kemampuan manajerial adalah kemampuan Kepala Desa

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
beserta perangkat-perangkatnya dalam menerapkan fungsi-fungsi

manajemen pemerintahan sehingga dapat melayani, mengayomi serta

menumbuhkembangkan prakarsa dan partisipasi masyarakat dalam

pembangunan yang memiliki kepekaan, baik terhadap pandangan maupun

aspirasi masyarakat. Indikator kemampuan manajerial aparat pemerintahan

desa ini diukur melalui: (1) kemampuan pengelolaan struktur organisasi, (2)

kemampuan memperoleh dukungan lingkungan, (3) kemampuan

pelaksanaan tugas (performance), dan (4) kemampuan kepemimpinan

(leadership).

4.3.1 Kemampuan Pengelolaan Struktur Organisasi

Dalam menjalankan roda pemerintahan, pola hubungan dan

kerjasama antara Kepala Desa dengan perangkat-perangkat harus berjalan

sebaik mungkin. Hubungan kerjasama ini tercermin melalui interaksi dan

komunikasi yang lancar sehingga menimbulkan sinergitas dan saling

memahami antara seluruh komponen. Keadaan demikian sangat mendukung

berlangsungnya kegiatan pemerintahan sebagaimana direncanakan untuk

mewujudkan visi, misi, dan tujuan.

Dalam usaha pencapaian tujuan organisasi, permasalahan yang

dihadapi bukan hanya berkisar pada bahan mentah, alat-alat, gedung atau

sarana fisik lainnya, melainkan juga menyangkut sumber daya manusia yang

mengelola faktor-faktor produksi fisik tersebut. Makin besar suatu organisasi,

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
makin banyak SDM di dalamnya, sehingga besar kemungkinan timbul

masalah menyangkut hubungan kemanusiaan. Permasalahan itu muncul

karena kamajemukan dan beragam nilai yang dianut oleh para pegawai atau

aparatur pemerintahan. Salah satu upaya untuk mengeliminir masalah

tersebut adalah dengan melakukan hubungan manusiawi, sehingga dapat

diketahui akar-akar masalah dan jalan keluar (way out) dari setiap

permasalahan yang timbul.

Tabel 4.11 Hubungan kerjasama antara Kepala Desa dengan Perangkat-


perangkatnya

Jlh. Responden Persentase


No. Jawaban Responden
(Orang) (%)
1. Sangat Baik 4 13,30
2. Cukup Baik 18 60,00
3. Sedang 7 23,30
4. Tidak Baik 1 3,30
5. Sangat Tidak Baik 0 0
Jumlah 30 100,00
Sumber: Data Primer (2007)

Salah satu indikator untuk mengetahui kemampuan aparat

pemerintahan desa adalah kemampuan dalam pengelolaan struktur

organisasi. Pengelolaan struktur organisasi adalah tata pergaulan, interaksi

dan kerjasama antara Kepala Desa dengan perangkat-perangkatnya dalam

melaksanakan roda pemerintahan. Berdasarkan jawaban responden

diketahui bahwa hubungan kerjasama antara Kepala Desa dengan perangkat-

perangkatnya umumnya cukup baik, yakni dijawab sekitar 60% responden.

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
Selanjutnya responden yang menjawab sedang berjumlah 23,35%, yang

menjawab sangat baik berjumlah 13,3%, sedangkan yang menjawab tidak

baik berjumlah 3,3%.

Selain pola hubungan kerjasama antara Kepala Desa dengan

perangkat-perangkatnya, dapat juga dilihat pemberdayaan perangkat-

perangkat desa yang dilakukan oleh Kepala Desa. Berdasarkan jawaban

responden, pemberdayaan perangkat-perangkat desa umumnya cukup baik,

yakni dijawab sekitar 56,7% responden. Selanjutnya yang menjawab sedang

berjumlah 23,3%, yang menjawab sangat baik berjumlah 13,3%, sedangkan

yang menjawab tidak baik berjumlah 6,7%.

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
Tabel 4.12 Pemberdayaan Perangkat-perangkat Desa yang Dilakukan Oleh
Kepala Desa

Jlh. Responden Persentase


No. Jawaban Responden
(Orang) (%)
1. Sangat Baik 4 13,30
2. Cukup Baik 17 56,70
3. Sedang 7 23,30
4. Tidak Baik 2 6,70
5. Sangat Tidak Baik 0 0
Jumlah 30 100,00
Sumber: Data Primer (2007)

4.3.2 Kemampuan Memperoleh Dukungan Lingkungan

Kemampuan Kepala Desa beserta perangkat-perangkatnya untuk

memperoleh dukungan segenap sumberdaya di tengah masyarakat secara

kondusif berfungsi memperlancar pelaksanaan program-program

pembangunan bagi masyarakat desa. Upaya untuk memperoleh dukungan

sumberdaya masyarakat itu dilakukan melalui diskusi, keterbukaan sertra

menciptakan iklim saling percaya.

Diskusi merupakan sarana bertukar pikiran atau pendapat, mengenai

sesuatu hal yang aktual dan membutuhkan pemecahan masalah. Kegiatan

diskusi pada masyarakat berujung pada penemuan solusi dari berbagai

masalah kehidupan. Dalam hal ini masalah-masalah yang dihadapi

masyarakat desa umumnya beragam. Itulah sebabnya, Kepala Desa di

samping berperan sebagai administratur pemerintahan, juga berfungsi

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
sebagai pemecah masalah (problem solver) sosial kemasyarakatan di

lingkungan desa.

Kegiatan diskusi, terutama yang berkaitan dengan penemuan dan

pencarian solusi masalah pembangunan di tingkat desa cukup intens

dilakukan. Hal ini dapat dijadikan sebagai salah satu indikator terciptanya

dukungan kondusif dari segenap SDM bagi Kepala Desa dan perangkat-

perangkatnya dalam menjalankan roda pemerintahan. Berdasarkan data

penelitian, sekitar 63,3% responden menjawab kegiatan diskusi cukup sering.

Yang menjawab sedang berjumlah 16,7%, yang menjawab sangat sering

berjumlah 10%, sedangkan yang menjawab jarang berjumlah 10%.

Tabel 4.13 Pelaksanaan Diskusi yang Diselenggarakan Kepala Desa bersama


Masyarakat untuk Menentukan dan Menyelesaikan Masalah-
Masalah yang Berkaitan dengan Pembangunan

Jlh. Responden Persentase


No. Jawaban Responden
(Orang) (%)
1. Sangat Sering 3 10,00
2. Cukup Sering 19 63,30
3. Sedang 5 16,70
4. Jarang 3 10,00
5. Tidak Pernah 0 0
Jumlah 30 100,00
Sumber: Data Primer (2007)

Selain itu, sikap keterbukaan antar Kepala Desa beserta perangkat-

perangkatnya di lingkungan masyarakat desa menjadi salah satu indikator

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
diperolehnya dukungan masyarakat. Menurut jawaban responden sikap

saling terbuka antar sesama aparatur pemerintahan desa berlangsung cukup

baik, yakni dijawab sekitar 63,3%. Responden yang menjawab sedang

berjumlah 20%, yang menjawab sangat baik berjumlah 6,7%, dan yang

menjawab tidak baik berjumlah 10%.

Tabel 4.14 Sikap Keterbukaan antar Sesama Aparatur Pemerintahan Desa

Jlh. Responden Persentase


No. Jawaban Responden
(Orang) (%)
1. Sangat Baik 2 6,70
2. Cukup Baik 19 63,30
3. Sedang 6 20,00
4. Tidak Baik 3 10,00
5. Sangat Tidak Baik 0 0
Jumlah 30 100,00
Sumber: Data Primer (2007)

Selanjutnya, sikap keterbukaan ini akan menumbuhkan sikap saling

percaya antar sesama aparatur pemerintahan desa. Sikap seperti ini dapat

memudahkan aparatur pemerintahan desa melakukan kegiatan dengan

penuh keikhlasan dan percaya diri. Selain itu, suasana kerja yang tenang dan

nyaman akan dapat tercipta menuju kelancaran tugas-tugas di lingkungan

pemerintahan desa.

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
Tabel 4.15 Sikap Saling Percaya antar Sesama Aparatur Pemerintahan Desa

Jlh. Responden Persentase


No. Jawaban Responden
(Orang) (%)
1. Sangat Baik 6 20,00
2. Cukup Baik 15 50,00
3. Sedang 6 20,00
4. Tidak Baik 3 10,00
5. Sangat Tidak Baik 0 0
Jumlah 30 100,00
Sumber: Data Primer (2007)

Berdasarkan jawaban responden, sikap saling percaya di kalangan

aparatur pemerintahan desa tumbuh cukup baik, dijawab sekitar 50%

responden. Kemudian yang menjawab sangat baik dan sedang masing-

masing berjumlah 20%. Sedangkan yang menjawab tidak baik berjumlah

10%.

4.3.3 Kemampuan Pelaksanaan Tugas (Performance)

Seorang aparatur pemerintahan dituntut memiliki kemauan dan

kesadaran yang tinggi untuk memajukan lembaga dimana ia bekerja. Upaya

untuk memajukan lembaga itu salah satunya dapat diwujudkan melalui kerja

keras dan bertanggungjawab dalam setiap tugas yang diamanahkan

kepadanya. Kerja keras dan sikap bertanggungjawab itu merupakan cerminan

dari perilaku seseorang dalam bekerja, yang bermula dari kesediaan dan

kesadarannya untuk mentaati semua peraturan dan norma-norma yang

ditetapkan oleh lembaga.

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
Dalam kaitannya dengan tanggungjawab yang dilakukan oleh Kepala

Desa dan perangkat-perangkatnya, terutama menyangkut perannya sebagai

pelaksana tugas pemerintahan di tingkat paling bawah, dibuktikan dengan

disiplin kehadiran dalam berbagai kegiatan-kegiatan pemerintahan dan sosial

kemasyarakatan lainnya. Tanggungjawab ini juga menyangkut perannya

sebagai public figur di tengah masyarakat. Dengan demikian, tanggungjawab

seorang aparatur pemerintahan desa bukan hanya sebagai tenaga

administratur pemerintahan, tetapi juga sebagai pengabdi masyarakat. Ini

berarti tanggungjawab itu bukan hanya ditunjukkan di dalam kantor, tetapi

juga di tengah-tengah masyarakat terutama status sosialnya sebagai seorang

public figur yang memiliki dedikasi dan loyalitas kepada masyarakat yang

dipimpinnya.

Berdasarkan temuan penelitian, Kepala Desa dan perangkat-

perangkatnya melaksanakan tugas dengan penuh tanggungjawab. Sikap

bertanggungjawab dalam pelaksanan tugas, umumnya cukup tinggi yakni

berjumlah 53,3%. Yang menjawab sedang berjumlah 26,7%; yang menjawab

sangat tinggi berjumlah 16,7%, dan yang menjawab rendah berjumlah 3,3%.

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
Tabel 4.16 Tingkat Tanggungjawab Kepala Desa dan Perangkat-perangkatnya
dalam Melaksanakan Tugas

Jlh. Responden Persentase


No. Jawaban Responden
(Orang) (%)
1. Sangat Tinggi 5 16,70
2. Cukup Tinggi 16 53,30
3. Sedang 8 26,70
4. Rendah 1 3,30
5. Sangat Rendah 0 0
Jumlah 30 100,00
Sumber: Data Primer (2007)

Selanjutnya tanggungjawab ini akan melahirkan sikap kerja keras, giat,

tekun dan bersungguh-sungguh dalam bekerja agar memperoleh hasil yang

maksimal. Sikap kerja keras ini ditandai dengan adanya kemauan yang tinggi

untuk terus melakukan penemuan baru, metode atau teknik baru dalam

bekerja sehingga membawa hasil guna dan manfaat guna yang lebih positif

bagi kemajuan pembangunan masyarakat desa.

Tabel 4.17 Tingkat Motivasi Kepala Desa dan Perangkat-perangkatnya dalam


Bekerja Keras

Jlh. Responden Persentase


No. Jawaban Responden
(Orang) (%)
1. Sangat Tinggi 1 3,30
2. Cukup Tinggi 21 70,00
3. Sedang 7 23,30
4. Rendah 0 0
5. Sangat Rendah 1 3,30
Jumlah 30 100,00
Sumber: Data Primer (2007)

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
Berdasarkan jawaban responden, sikap kerja keras dalam menjalankan

tugas terindikasi cukup tinggi, berjumlah 70%, sedang berjumlah 23,3%,

sangat tinggi dan sangat rendah masing-masing berjumlah 3,3%.

Dalam kaitannya dengan performance (kemampuan melaksanakan

tugas), Kepala Desa dan perangkat-perangkatnya melaksanakan amanah

pekerjaan dengan rasa senang atau rasa suka yang tinggi terhadap bidang

pekerjaan yang ditekuninya. Senang terhadap pekerjaan selanjutnya akan

menumbuhkan sense of belonging dan sense of responsibilty dalam

lingkungan pekerjaan. Berdasarkan hasil penelitian, sebanyak 73,3%

responden mengatakan cukup senang dengan pekerjaannya saat ini sebagai

aparat pemerintahan desa. Sebanyak 20% responden menjawab sedang, dan

selebihnya sebanyak 6,7% responden menjawab sangat senang dengan

pekerjaannya saat ini.

Tabel 4.18 Sikap Kepala Desa dan Perangkat-perangkatnya terhadap


Pekerjaan yang Ditekuni

Jlh. Responden Persentase


No. Jawaban Responden
(Orang) (%)
1. Sangat Senang 2 6,70
2. Cukup Senang 22 73,30
3. Sedang 6 20,00
4. Tidak Senang 0 0
5. Sangat Tidak Senang 0 0
Jumlah 30 100,00
Sumber: Data Primer (2007)

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
Selanjutnya untuk mengetahui secara rinci tentang pelaksanaan tugas

(performance), dapat dilihat dari prestasi kerja Kepala Desa dan perangkat-

perangkatnya yang merupakan fungsi dari motivasi dan kemampuan. Untuk

menyelesaikan tugas atau pekerjaan seseorang sepatutnya memiliki derajat

kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu. Kesediaan dan keterampilan

seseorang tidak cukup efektif untuk mengerjakan sesuatu tanpa pemahaman

yang jelas tentang apa yang akan dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya.

Prestasi kerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang

sebagai hasil kerja yang dihasilkannya dan merupakan hal penting dalam

upaya memajukan lembaga dimana ia bekerja.

Untuk mengetahui apakah seseorang memiliki prestasi dalam bekerja

dapat digunakan berbagai pendekatan. Salah satu metode yang mudah untuk

melihat seseorang berprestasi dalam bekerja adalah dengan melihat

kecakapan dan kemampuan dalam melaksanakan suatu pekerjaan atau tugas

yang diembankan kepadanya. Instrumen penilaian kinerja karyawan antara

lain apakah seorang aparatur pemerintahan desa bekerja secara baik, efisien,

efektif dan produktif sesuai dengan tujuan lembaga.

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
Tabel 4.19 Prestasi Kerja Kepala Desa dan Perangkat-perangkatnya

Jlh. Responden Persentase


No. Jawaban Responden
(Orang) (%)
1. Sangat Tinggi 7 23,30
2. Cukup Tinggi 16 53,30
3. Sedang 5 16,70
4. Rendah 2 6,70
5. Sangat Rendah 0 0
Jumlah 30 100,00
Sumber: Data Primer (2007)

Berdasarkan jawaban responden, hasil kerja mereka secara umum

disenangi oleh masyarakat sehingga memotivasi mereka bekerja lebih baik di

masa mendatang. Berdasarkan itu, prestasi kerja Kepala Desa dan perangkat-

perangkatnya umumnya cukup baik, terdapat sekitar 53,3%, prestasi kerja

responden sangat tinggi terdapat sekitar 23,3%, sedang berjumlah 16,7% dan

rendah berjumlah 6,7%.

4.3.4 Kemampuan Kepemimpinan (Leadership)

Kompetisi global yang semakin tajam, mendorong organisasi atau

lembaga pemerintahan secara kontiniu perlu menyempurnakan berbagai

strategi meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat. Salah satu upaya

untuk meningkatkan kualitas itu adalah dengan memperhatikan aspek

leadership, yakni kemampuan mempengaruhi dan mempersuai masyarakat

untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan yang menunjang program

pembangunan desa. Pentingnya pemeliharaan kualitas leadership ini antara

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
lain untuk meningkatkan kualitas kehidupan kerja (quality of work life) yang

lebih baik. Dalam waktu yang sama perlu ditumbuhkan hubungan yang serasi

dan harmonis antara aparatur pemerintahan desa dengan masyarakat desa

yang dipimpinnya demi kepentingan bersama dalam memajukan sendi-sendi

kehidupan masyarakat desa.

Aspek kepemimpinan membutuhkan kerjasama yang baik antara

pemimpin dengan yang dipimpin. Dalam paradigma sosiologi, kerjasama

dianggap sebagai bentuk interaksi sosial yang pokok. Bahkan kerjasama

merupakan proses utama yang memberi gambaran bahwa sebagian besar

bentuk-bentuk interaksi sosial manusia didasari oleh adanya kerjasama.

Kerjasama dalam hal ini dimaksudkan sebagai suatu usaha bersama antara

orang perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai satu atau

beberapa tujuan bersama. Kerjasama yang dilakukan antar semua pihak di

lingkungan desa merupakan perwujudan dan pengakuan atas hak dan

kewajiban semua pihak dalam upaya mewujudkan eksistensi masyarakat

desa. Kerjasama ini akan terwujud apabila terbangun komunikasi yang baik

dan adanya persetujuan dan kesamaan pandangan tentang tugas, kewajiban

dan tanggungjawab antara pimpinan (Kepala Desa beserta perangkat-

perangkatnya) dengan bawahan (masyarakat desa secara luas).

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
Tabel 4.20 Kerjasama yang Dilakukan antara Kepala Desa beserta Perangkat-
perangkatnya dengan Masyarakat

Jlh. Responden Persentase


No. Jawaban Responden
(Orang) (%)
1. Sangat Baik 4 13,30
2. Cukup Baik 15 50,00
3. Sedang 8 26,70
4. Tidak Baik 2 6,70
5. Sangat Tidak Baik 1 3,30
Jumlah 30 100,00
Sumber: Data Primer (2007)

Berdasarkan jawaban responden kerjasasama yang dilakukan oleh

Kepala Desa beserta perangkat-perangkatnya dengan masyarakat umumnya

cukup baik, yakni dijawab sekitar 50% responden. Selanjutnya yang

menjawab sedang berjumlah 26,7%, yang menjawab sangat baik berjumlah

13,3%, yang menjawab tidak baik berjumlah 6,7% dan yang menjawab sangat

tidak baik berjumlah 3,3%.

Selanjutnya pertumbuhan berbagai jenis dan ragam pekerjaan dewasa

ini menghadirkan berbagai hubungan pegawai yang unik dengan pihak

manajemen. Secara umum hubungan pegawai dibentuk oleh persepsi

terhadap diskriminasi, atau kebalikan dari diskriminasi, yang mungkin saja

dapat terjadi ketika penentuan pekerjaan, pemberian insentif dan lain

sebagainya. Untuk mengatasi masalah diskrimisasi dan terciptanya potensi

konflik internal organisasi maka perlu diwujudkan prinsip kerja berdasarkan

keadilan.

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
Di lingkungan pemerintahan desa di Kecamatan Stabat, pembagian

hak maupun kewajiban dilakukan secara distributif dan merata, sehingga

tidak menimbulkan diskrimisasi dan gap antara sesama aparat pemerintahan

desa. Prinsip keadilan kerja dalam hal ini dapat dilihat dari jawaban

responden. Sebesar 53,3% responden menjawab Kepala Desa bersikap cukup

adil dalam pembagian tugas. Selanjutnya yang menjawab sedang berjumlah

33,3%, yang menjawab sangat adil dan tidak adil masing-masing berjumlah

6,7%.

Tabel 4.21 Keadilan Kepala Desa dalam Pembagian Tugas

Jlh. Responden Persentase


No. Jawaban Responden
(Orang) (%)
1. Sangat Adil 2 6,70
2. Cukup Adil 16 53,30
3. Sedang 10 33,30
4. Tidak Adil 2 6,70
5. Sangat Adil 0 0
Jumlah 30 100,00
Sumber: Data Primer (2007)

Selain beban kerja, suasana kerja juga dapat mempengaruhi kepuasan

seseorang dalam bekerja. Suasana kerja yang harmonis, rileks dan bebas dari

konflik merupakan salah satu upaya menciptakan kepuasan kerja di kalangan

aparatur pemerintahan desa. Kepala Desa harus mampu menciptakan

kepemimpinan yang sejuk sehingga membawa suasana kerja yang kondusif

serta menghindarkan konflik di lingkungan aparatnya. Berdasarkan temuan

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
penelitian, sekitar 50% responden menjawab bahwa suasana kerja di

lingkungan pemerintahan desa cukup menyenangkan. Selanjutnya yang

menjawab sedang berjumlah 26,7%, yang menjawab suasana kerja sangat

memuaskan berjumlah sebesar 16,7%. Selebihnya masing-masing sekitar

3,3% menjawab suasana kerja tidak menyenangkan dan sangat tidak

menyenangkan.

Tabel 4.22 Suasana Kerja di Lingkungan Pemerintahan Desa

Jlh. Responden Persentase


No. Jawaban Responden
(Orang) (%)
1. Sangat Menyenangkan 5 16,70
2. Cukup Menyenangkan 15 50,00
3. Sedang 8 26,70
4. Tidak Menyenangkan 1 3,30
5. Sangat Tidak Menyenangkan 1 3,30
Jumlah 30 100,00
Sumber: Data Primer (2007)

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
4.4 Tingkat Pembangunan Desa

Pembangunan desa dalam penelitian ini dimaksudkan sebagai proses

kerjasama pemerintah dengan masyarakat untuk memperbaiki dan

meningkatkan kondisi kehidupan sosial, ekonomi dan kebudayaan

masyarakat desa. Indikator variabel ini diukur melalui (1) partisipasi

masyarakat, (2) perimbangan peran masyarakat dan pemerintah, (3)

kemandirian masyarakat, dan (4) taraf hidup masyarakat.

4.4.1 Partisipasi masyarakat

Secara institusional, Kepala Desa dan perangkat-perangkatnya patut

memperhatikan dan memberikan jalan bagi masyarakat untuk berpartisipasi

luas dalam melaksanakan program-program pembangunan di tingkat desa.

Misalnya, memfasilitasi dan memberikan kesempatan bagi semua masyarakat

untuk memberi saran, pendapat, ikut aktif mengambil peran dalam setiap

kegiatan proyek pembangunan. Selain itu, Kepala Desa dan perangkat-

perangkatnya harus dapat menumbuhkan usulan dan arah pembangunan

desa yang bersumber dari masyarakat sesuai dengan kepentingan dan

kebutuhan yang mendesak.

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
Tabel 4.23 Peluang Masyarakat Berpartisipasi dalam Pembangunan

Jlh. Responden Persentase


No. Jawaban Responden
(Orang) (%)
1. Sangat Terbuka 2 6,70
2. Cukup Terbuka 16 53,30
3. Sedang 11 36,70
4. Tidak Terbuka 0 0
5. Sangat Tidak Terbuka 1 3,30
Jumlah 30 100,00
Sumber: Data Primer (2007)

Berdasarkan temuan penelitian, responden menjawab bahwa peluang

masyarakat untuk ikut andil dalam perencanaan dan pelaksanaan program

pembangunan desa umumnya cukup terbuka, yakni dijawab sekitar 53,3%

responden. Responden yang menjawab sedang sekitar 36,7%, responden yang

menjawab sangat terbuka sekitar 6,7% dan yang menjawab sangat tidak

terbuka berjumlah 3,3%.

Belakangan ini istilah management by objective (MBO) sangat

familiar di lingkungan organisasi. Management by objective berarti

manajemen berdasarkan sasaran. Metode ini mengacu pada pendekatan hasil

yang melibatkan segenap orang dalam pengambilan keputusan untuk

menentukan sasaran-sasaran yang hendak dicapainya berdasarkan prosedur.

Dalam konteks pembangunan desa, Kepala Desa harus mampu

menginformasikan tujuan yang hendak dicapai dalam pelaksanaan

pembangunan di lingkungan desanya berdasarkan hasil terjemahan dari

tujuan yang lebih tinggi (tujuan yang diarahkan dari Kecamatan dan

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
Kabupaten). Kemudian masing-masing Kepala Desa diberi kebebasan

berkreasi dalam pencapaian sasaran, memprediksi tantangan-tantangan dan

bagaimana cara mengatasi tantangan itu. Dalam prosesnya, Kepala Desa

tidak bisa melaksanakan kegiatan pembangunan itu secara sendiri,

melainkan harus mengajak partisipasi masyarakat untuk ikut memainkan

peran. Melalui metode seperti ini, setiap anggota masyarakat dapat

menentukan sasaran spesifik, serta mengetahui secara tepat apa yang

diharapkan dan apa yang mereka peroleh.

Tabel 4.24 Keterlibatan Masyarakat Desa dalam Berperan Melaksanakan


Program Pembangunan Desa

Jlh. Responden Persentase


No. Jawaban Responden
(Orang) (%)
1. Sangat Tinggi 8 26,70
2. Cukup Tinggi 15 50,00
3. Sedang 7 23,30
4. Rendah 0 0
5. Sangat Rendah 0 0
Jumlah 30 100,00
Sumber: Data Primer (2007)

Berdasarkan temuan penelitian, setiap anggota masyarakat cukup

tinggi berpartisipasi mengambil peran melaksanakan program pembangunan

desa, yakni dijawab sekitar 50% responden. Sekitar 26,7% responden

menjawab sangat tinggi, dan selebihnya sekitar 23,3% menjawab sedang.

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
4.4.2 Perimbangan Peran Masyarakat dengan Pemerintah

Manajemen memegang peranan penting dalam pengelolaan suatu

organisasi agar tercapai tujuan yang diinginkan. Setiap organisasi dewasa ini

dihadapkan pada trend revolusioner, seperti akselerasi produk, perubahan

teknologi, persaingan global, deregulasi, perubahan demografi serta

kecenderungan-kecenderungan ke arah masyarakat jasa dan informasi.

Trend-trend tersebut menuntut kemampuan organisasi untuk mampu

bersaing. Dalam hal inilah dituntut adanya praktek manajemen sumber daya

manusia yang tangguh.

Administrasi mencakup dimensi tugas sekaligus dimensi manusia.

Karena itu, jika organisasi ingin berhasil maka berbagai pekerjaan organisasi

harus dilaksanakan. Hal ini menuntut adanya sejumlah orang dalam

organisasi yang memberikan berbagai macam tingkat kepuasan dan atas

dasar itu mereka harus melakukannya agar pekerjaan terlaksana dengan baik

oleh semua personil. Jadi ada interaksi fungsional dalam administrasi antara

manusia, pekerjaan yang dibagi, organisasi dan kepuasan dalam mencapai

tujuan individu dan tujuan organisasi.

Pemerintahan desa sebagai lembaga pemerintah terdepan yang

berhadapan langsung dengan masyarakat di tingkat desa. Di dalamnya

ditemukan ragam kepentingan dan keinginan untuk mencapai tujuan

pembangunan. Sebagai suatu sistem, maka pemerintahan desa berkaitan

dengan manusia atau masyarakat yang berbeda persepsi dan motivasinya,

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
yang tentu saja berimplikasi pada peran yang dimainkan oleh administrator.

Untuk mengetahui bagaimana peran yang dimainkan aparat pemerintahan

desa dalam sistem pembangunan desa, maka perlu adanya perimbangan

peran antara pemerintah dan masyarakat desa. Aparat pemerintahan desa

tidak bisa secara otoriter dan monopoli melaksanakan kegiatan

pembangunan sesuai keinginan dan rencananya sendiri, melainkan harus

melibatkan peran serta masyarakat dalam menentukan arah serta partisipasi

aktif masyarakat dalam kegiatan pembangunan desa dimaksud.

Tabel 4.25 Perimbangan Peran antara Masyarakat dan Pemerintah dalam


Perencanaan dan Pelaksanaan Pembangunan Desa

Jlh. Responden Persentase


No. Jawaban Responden
(Orang) (%)
1. Sangat baik 5 16,70
2. Cukup baik 19 63,30
3. Sedang 4 13,30
4. Kurang baik 2 6,70
5. Tidak baik 0 0
Jumlah 30 100,00
Sumber: Data Primer (2007)

Berdasarkan temuan penelitian, sistem perimbangan peran antara

masyarakat desa dengan pemerintah dalam pembangunan desa umumnya

berjalan cukup baik, yakni dijawab sekitar 63,3% responden. Selanjutnya

yang menjawab sangat baik terdapat sebesar 16,7% responden, yang

menjawab sedang berjumlah 13,3% dan yang menjawab kurang baik

berjumlah 6,7%.

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
Demokratisasi di lingkungan masyarakat desa juga perlu ditumbuhkan

dengan memberi peran setiap anggota masyarakat dalam menikmati

pembangunan. Mengenai hal ini dapat dilihat dari jawaban responden yang

mengatakan bahwa demokratisasi dalam operasionalisasi pembangunan

umumnya berjalan cukup baik, yakni terdapat 53,3%. Responden yang

menjawab sedang berjumlah 26,7%, yang menjawab sangat baik berjumlah

16,7% dan yang menjawab tidak baik berjumlah 3,3%.

Tabel 4.26 Demokratisasi dalam Operasionalisasi Pembangunan Desa

Jlh. Responden Persentase


No. Jawaban Responden
(Orang) (%)
1. Sangat Baik 5 16,70
2. Cukup Baik 16 53,30
3. Sedang 8 26,70
4. Tidak Baik 1 3,30
5. Sangat Tidak Baik 0 0
Jumlah 30 100,00
Sumber: Data Primer 2007

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
4.4.3 Kemandirian masyarakat

Rasa bangga menjadi bagian dari anggota masyarakat desa karena

tenaga dan kemampuannya sangat dibutuhkan oleh pemerintah dalam proses

pembangunan merupakan salah satu indikator terciptanya pembangunan di

lingkungan desa. Rasa bangga ini akan menciptakan tingkat kemandirian

dalam memajukan desa. Keikutsertaan masyarakat dalam menjaga citra,

melakukan kegiatan yang berguna bagi pembangunan desa dengan segala

potensi yang dimiliki, baik tenaga, pikiran maupun dana merupakan salah

satu wujud kemandirian masyarakat desa dalam proses pembangunan di

lingkungan desa.

Tabel 4.27 Keaktifan Masyarakat dalam Kegiatan Pembangunan Desa

Jlh. Responden Persentase


No. Jawaban Responden
(Orang) (%)
1. Sangat Aktif 5 16,70
2. Cukup Aktif 17 56,70
3. Sedang 7 23,30
4. Tidak Aktif 1 3,30
5. Sangat Tidak Aktif 0 0
Jumlah 30 100,00
Sumber: Data Primer (2007)

Berdasarkan temuan penelitian, keaktifan masyarakat desa dalam

melakukan kegiatan pembangunan desa umumnya cukup aktif, yakni

terdapat sekitar 56,7%, yang menjawab sedang berjumlah 23,3%, yang

menjawab sangat aktif berjumlah 16,7% dan yang menjawab tidak aktif

berjumlah 3,3%.

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
Selanjutnya implementasi dari keaktifian melaksanakan kegiatan

pembangunan desa ini dapat dilihat dari kemauan yang tinggi dari mayarakat

dalam menggerakkan dan mewujudkan tujuan pembangunan desa. Sumber

daya manusia merupakan faktor sentral dalam pengembangan desa. Manusia

merupakan faktor strategis dalam semua kegiatan pembangunan.

Pengelolaan pembangunan desa didasarkan atas tujuan tertentu. Oleh

karenanya kualitas sumber daya manusia yang dimiliki di lingkungan desa

harus mampu dikelola dan dapat dimanfaatkan pemerintah dalam

melaksanakan program-program pembangunan desa.

Tabel 4.28 Kemandirian Masyarakat Desa dalam Melaksanakan


Pembangunan yang Dilakukan Bersama Aparat Pemerintahan
Desa

Jlh. Responden Persentase


No. Jawaban Responden
(Orang) (%)
1. Sangat tinggi 6 20,00
2. Cukup tinggi 16 53,30
3. Sedang 5 16,70
4. Rendah 3 10,00
5. Sangat Rendah 0 0
Jumlah 30 100,00
Sumber: Data Primer (2007)

Berdasarkan temuan penelitian, tingkat kemandirian dalam

mewujudkan tujuan pembangunan desa bekerjasama dengan aparat

pemerintahan desa umumnya cukup tinggi, yakni terdapat sekitar 53,3%,

selanjutnya yang menjawab sangat tinggi berjumlah 20%, yang menjawab

sedang berjumlah 16,7%, dan yang menjawab rendah berjumlah 10%.

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
4.4.4 Taraf Hidup Masyarakat

Pendapatan yang diperoleh seseorang dalam pekerjaan yang

ditekuninya dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga

sehari-hari. Untuk dapat memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga sehari-

hari, seseorang harus bekerja. Kesempatan kerja yang luas harus dapat

diciptakan sebagai ukuran keberhasilan pembangunan masyarakat desa.

Dalam konteks ini, kualitas kehidupan masyarakat desa dapat dilihat dari

kemampuan mereka dalam memenuhi kebutuhan dasar (pangan, sandang

dan papan, serta pendidikan dan kesehatan).

Berdasarkan hasil penelitian, kesempatan kerja masyarakat umumnya

cukup terbuka, yakni dijawab sekitar 66,7%. Selanjutnya sebesar 16,7%

responden menjawab sedang, sebesar 10% responden menjawab sangat

terbuka dan sebesr 6,7% responden menjawab kurang terbuka.

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
Tabel 4.29 Kesempatan Kerja Masyarakat di Lingkungan Desa

Jlh. Responden Persentase


No. Jawaban Responden
(Orang) (%)
1. Sangat terbuka 3 10,00
2. Cukup terbuka 20 66,70
3. Sedang 5 16,70
4. Kurang terbuka 2 6,70
5. Tidak terbuka 0 0
Jumlah 30 100,00
Sumber: Data Primer (2007)

Dengan pekerjaan dan pendapatan yang diperolehnya, seseorang akan

dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan fisik, status sosialnya dan egoistiknya

sehingga memperoleh kepuasan dalam hidupnya. Dari pendapatan yang

diterima perbulan, setelah digunakan dalam memenuhi kebutuhan ekonomi

keluarga. Berdasarkan temuan penelitian, sebesar 53,3% responden

mengatakan masyarakat desa cukup mampu memenuhi kebutuhan keluarga

perbulan. Sebesar 23,3% menjawab sedang, selanjutnya sebesar 16,7%

menjawab sangat mampu, dan selebihnya sebesar 6,7% menjawab tidak

mampu memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga setiap bulan.

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
Tabel 4.30 Kemampuan Masyarakat Desa dalam Memenuhi Kebutuhan
Rumah Tangga

Jlh. Responden Persentase


No. Jawaban Responden
(Orang) (%)
1. Sangat Mampu 5 16,70
2. Cukup Mampu 16 53,30
3. Sedang 7 23,30
4. Tidak Mampu 2 6,70
5. Sangat Tidak Mampu 0 0
Jumlah 30 100,00
Sumber: Data Primer (2007)

4.5 Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintahan Desa

dengan Tingkat Pembangunan Desa

Setelah mendeskripsikan variabel kemampuan manajerial aparat

pemerintahan desan dan tingkat pembangunan desa, maka selanjutnya

dilakukan pengujian hipotesis apakah terdapat hubungan positif dan

signifikan antara kemampuan manajerial aparat pemerintahan desa dengan

pembangunan desa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat. Analisis data

menggunakan teknik korelasi product moment, dengan menggunakan

bantuan software komputer SPSS versi 12,0, dan hasilnya diperoleh

kemampuan manajerial aparat pemerintaha desa memiliki hubungan

signifikan dengan pembangunan desa di Kecamatan Stabat Kabupaten

Langkat.

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
Tabel 4.31 Rangkuman Hasil Analisis Korelasi Product Moment

Tingkat Pembangunan
Variabel
Koefisien Korelasi Signifikansi
Kemampuan Manajerial Aparat
0,930 0,000
Pemerintahan Desa
**Correlation is significant at the 0,01 level (2-tailed)

Berdasarkan hasil pengujian statistik, diperoleh hubungan antara

variabel kemampuan manajerial aparat pemerintahan desa dengan tingkat

pembangunan desa yang menunjukkan angka korelasi sebesar 0,930.

Sebagaimana dikatakan Sugiyono (1998:149), bahwa “interval koefisien

korelasi antara 0,80 sampai dengan 1,00 dalam interpretasi uji korelasi,

berarti hubungan antara variabel yang diteliti adalah sangat kuat”.

Berdasarkan itu, bahwa variabel kemampuan manajerial aparat

pemerintahan desa memiliki hubungan yang sangat kuat dengan variabel

tingkat pembangunan desa di lingkungan Kecamatan Stabat Kabupaten

Langkat. Begitu juga apabila dilihat dari sisi probabilitas yang menunjukkan

angka 0,000. Hal ini berarti hubungan antara kedua variabel benar-benar

signifikan karena jauh di bawah 0,05 pada tingkat kepercayaan 0,01 (α=1 %).

Berdasarkan pengujian statistik, hipotesis yang menyatakan “terdapat


hubungan positif dan signifikan antara kemampuan manajerial aparat
pemerintahan desa dengan pembangunan desa di Kecamatan Stabat
Kabupaten Langkat", dapat diterima. Artinya kemampuan manajerial yang
ditampilkan Kepala Desa dan perangkat-perangkatnya secara positif dan
sangat nyata memiliki hubungan dengan terjadinya pembangunan di tingkat
desa-desa Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat. Semakin baik kemampuan
manajerial aparat pemerintahan desa, maka secara positif akan menyebabkan
pembangunan desa menjadi meningkat. Sebaliknya, semakin rendah

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
kemampuan manajerial aparat pemerintahan desa, akan menyebabkan
tingkat pembangunan desa menjadi rendah/menurun.

4.6 Pembahasan Penelitian

Sebagaimana telah dijelaskan pada bab sebelumnya, dalam

pelaksanaan pembangunan desa diperlukan aparatur pemerintahan desa

yang berkemampuan, memiliki dedikasi dan sikap pengabdian dalam

melaksanakan tugas. Bagi Kepala Desa dan perangkat-perangkat yang

berdapan langsung dengan masyarakatnya, dibutuhkan kemampuan

manajerial dalam melaksanakan tugas. Dengan kemampuan manajerial,

aparatur pemerintahan desan dapat melakukan berbagai hal dalam rangka

mewujudkan hasil pembangunan desa. Dengan memiliki kemampuan

manajerial yang memadai, pelaksanaan pembangunan dapat mencapai

sasaran dan target yang telah ditentukan secara terarah, terpadu, berdaya

guna serta berhasil guna yang dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat

desa sesuai hakekat pembangunan nasional.

Kemampuan manajerial yang dimiliki oleh aparatur pemerintahan

desa akan dapat mengantisipasi dan menterjemahkan berbagai program

pembangunan sesuai tuntutan serta kebutuhan masyarakat dengan

memanfaatkan sepenuhnya potensi dan sumber daya yang tersedia di desa.

Kemampuan manajerial aparat pemerintahan desa dijabarkan melalui

kerangka kerja manajemen pemerintahan. Oleh sebab itu, pada masa

mendapat semakin dirasakan perlu adanya pembinanan dan pengelolaan

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
kemampuan manajerial Kepala Desa dan perangkat-perangkatnya melalui

suatu mekanisme pendidikan dan pelatihan yang dilakukan secara kontiniu di

tingkat Kecamatan maupun di tingkat Kabupaten. Tujuannya agar proses dan

pola manajemen pembangunan desa dapat diarahkan, dikendalikan dan

mencapai tujuan yang diharapkan.

Meningat bahwa pembangunan desa merupakan aktivitas yang

dilakukan oleh masyarakat bekerjasama dengan pemerintah, maka salah satu

unsur pengelola pembangunan desa yang utama adalah aparat pemerintahan

desa sebagai administrator pembangunan desa. Ketidakmampuan Kepala

Desa dan perangkat-perangkatnya dalam memahami sistem manajemen

pemerintahan akan menimbulkan masalah bagi kelangsungan pembangunan

desa di masa mendatang. Oleh karenanya, Kepala Desa dan perangkat-

perangkatnya perlu secara tegas memahami dan mengetahui secara

konfrehensif dari mulai aspek perencanaan, pelaksanaan serta evaluasi

pembangunan, agar bermanfaat dalam menunjang pembangunan desa.

Proses manajemen pembangunan desa ini tidak bisa dilakukan secara

sepihak, yakni kemauan dan keinginan pihak Kepala Desa maupun

pemerintahan di atasnya (Kecamatan), namun harus secara realistis

memahami kebutuhan dan keinginan lokal masyarakat desa. Ini berarti, di

samping kemampuan manajemen juga dibutuhkan kemampuan

kepemimpinan (leadership). Untuk itu, Kepala Desa di samping sebagai

kepala pemerintahan di tingkat desa juga berarti sebagai pemimpin yang

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
harus mengetahui, memahami dan meladeni kebutuhan dan menyelesaikan

masalah yang ditemukan di kalangan masyarakat yang dipimpinnya.

Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan latar belakang masalah

yang dikemukakan, yang dalam pengamatan empiris peneliti terjadi

ketidaksesuaian antara kemampuan manajerial Kepala Desa dengan

perangkat-perangkatnya. Namun setelah dilakukan penelitian, ternyata

Kepala Desa beserta perangkat-perangkatnya memiliki kemampuan

manajerial yang cukup memadai dilihat dari empat indikator, yakni (1)

kemampuan pengelolaan struktur organisasi, (2) kemampuan memperoleh

dukungan lingkungan, (3) kemampuan pelaksanaan tugas (performance),

dan (4) kemampuan kepemimpinan (leadership). Boleh jadi, pengamatan

empiris peneliti hanya dilihat dari permukaan saja, sehingga menimbulkan

asumsi bahwa Kepala Desa dan perangkat-perangkatnya memiliki

kemampuan manajerial pemerintahan desa yang belum memadai. Namun

setelah dilakukan penelitian ternyata asumsi peneliti terbantah.

Kecuali itu, karena penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif

yang menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpulan data, maka

dirasakan temuan penelitian ini kurang menyentuh persoalan-persoalan

secara detail. Bila didekati dengan pendekatan kualitatif mungkin hasilnya

akan dapat menggali secara detail masalah-masalah yang berkaitan

kemampuan manajerial aparatur pemerintahan desa serta masalah tingkat

pembangunan di desa-desa Kecamatan Stabat. Berdasarkan ini, penelitian

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
lanjutan menyangkut variabel-variabel penelitian dapat dilakukan dengan

menggunakan pendekatan kualitatif. Di samping itu, untuk memahami lebih

lanjut mengenai pembangunan di tingkat desa, dapat digali dan

dikembangkan melalui variabel-variabel lain yang relevan dengan proses

pembangunan masyarakat desa.

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan temuan penelitian, dapat disimpulkan hasil penelitian

sebagai berikut:

1. Kemampuan manajerial aparat pemerintahan desa yang diukur melalui

indikator kemampuan pengelolaan struktur organisasi, kemampuan

memperoleh dukungan lingkungan, kemampuan pelaksanaan tugas

(performance) dan kemampuan leadership secara umum disimpulkan

cukup baik.

2. Tingkat pembangunan desa yang diukur melalui adanya partisipasi

masyarakat, adanya perimbangan peran pemerintah dan masyarakat

dalam pembangunan, adanya kemandirian masyarakat serta peningkatan

taraf hidup masyarakat secara keseluruhan disimpulkan cukup baik.

3. Hubungan antara kemampuan manajerial aparat pemerintahan desa

dengan tingkat pembangunan desa-desa yang berada di Kecamatan Stabat

Kabupaten Langkat berdasarkan pengujian statistik menunjukkan angka

korelasi sebesar angka korelasi sebesar 0,728. Ini berarti kemampuan

manajerial aparat pemerintahan desa memiliki hubungan yang kuat

dengan pembangunan desa di lingkungan Kecamatan Stabat Kabupaten

Langkat.

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
5.2 Saran

1. Untuk semakin meningkatkan kualitas dan kinerja pelayanan administrasi

pembangunan desa, maka disarankan kepada seluruh Kepala Desa beserta

perangkat-perangkatnya dapat meningkatkan kemampuan manejerial,

terutama dalam aspek kognisi, keterampilan dan kepemimpinan yang

berguna bagi kelancaran pelaksanaan pelayanan pembangunan bagi

masyarakat desa.

2. Untuk semakin menumbuhkan kesadaran dan partisipasi masyarakat

yang tinggi dalam proses pembangunan desa, maka disarankan bagi

Kepala Desa beserta seluruh perangkat-perangkat desa dapat menggali

dan memahami kebutuhan masyarakat yang dirasakan mendesak dalam

perencanaan dan implementasi program pembangunan.

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
DAFTAR PUSTAKA

Ali, M. Sayuthi. Metodologi Penelitian: Pendekatan Teori dan Praktek.


Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2002.

Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.


Jakarta: Rineka Cipta, 2002, edisi kelima, cetakan keduabelas.

BPS Kecamatan Stabat. Kecamatan Stabat dalam Angka Tahun 2007,


Stabat: BPS Kec. Stabat, 2007.

Bungin, Burhan. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Kencana


Prenada Media Group, 2005, cetakan kedua.

Desler, et.al. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Erlangga, 1995.

Flippo. Manajemen Personalia. Jakarta: Erlangga, 1995.

Hall, Richard. Organization Structure and Process. New Jersey: Prentice-


Hall International Inc., 1977.

Handoko, T. Hani. Manajemen. Yogyakarta: BPFE, 1991, edisi kedua, cetakan


keempat.

Hasibuan, Malayu S.P. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi


Aksara, 2007, cetakan kesembilan.

Hidayat. "Strategi Ketenagakerjaan dan Sumber Daya Manusia", dalam


Prijono Tjiptoherijanto, M. Yasin, Bakir Hasan dan Djunaedi
Hadisumarto (eds.), Sumber Daya Manusia, Kesempatan Kerja dan
Pembangunan Ekonomi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia, 1982.

Kerlinger, Fred N. Foundation of Behavioral Research. New York: Holt


Rinehart and Winston, Inc., 1973.

Koentjaraningrat. Masalah Kesukuan dan Integrasi Nasional. Jakarta:


Universitas Indonesia, 1993.

Kuncoro, Mudrajad. Metode Kuantitatif: Teori dan Aplikasi untuk Bisnis dan
Ekonomi. Yogyakarta: UPP AMP YPKN, 2004, edisi kedua.

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
Mangkunegara, A.A. Prabu. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta:
Erlangga, 2000.

Manullang, M. Dasar-Dasar Manajemen. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982.

Moekijat. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta, 1991.

Mubyarto. Prospek Otonomi Daerah dan Perekonomian Indonesia Pasca


Krisis Ekonomi. Yogyakarta: Aditya Media, 2000.

Nawawi, Hadari. Manajemen Strategik, Organisasi Nonpropit Bidang


Pemerintahan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2000.

Ndraha, Taliziduhu. Dimensi-dimensi Pemerintahan Desa. Jakarta: Bumi


Aksara, 1991.

_____________. Ilmu Pemerintahan. Jakarta: Institut Ilmu


Pemerintahan, 2000.

_____________. Metodologi Ilmu Pemerintahan. Jakarta: Rineka Cipta,


1997.

_____________. Partisipasi Masyarakat Desa dalam Pembangunan Desa


di Berbagai Desa. Yogyakarta: P3PK, 1981.

_____________. Pembangunan Masyarakat: Mempersiapkan


Masyarakat Tinggal Landas. Jakarta: Bina Aksara, 1987.

_____________. Pengantar Teori Pengembangan Sumber Daya


Manusia. Jakarta: Rineka Cipta, 1999.

Notoatmodjo, Soekidjo. Pengembangan Sumberdaya Manusia. Jakarta:


Rineka Cipta, 1998.

Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005, tentang Pemerintahan Desa.

Rivai, Veithzal. Manajemen Sumberdaya Manusia Untuk Perusahaan: dari


Teori ke Praktik. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2005.

Sanusi, Bachrawi. Pengantar Perencanaan Pembangunan. Jakarta: Lembaga


Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2000.

Sarwoto. Dasar-dasar Organisasi dan Manajemen. Jakarta: Ghalia


Indonesia, 1991, cetakan kedelapan.

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
Sedarmayanti. Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Bandung:
Mandar Maju, 2001.

Siagian, Sodang P. Analisis serta Perumusan Kebijakan dan Strategi


Organisasi. Jakarta: Gunung Agung, 1985.

_____________. Manajemen Stratejik. Jakarta: Bumi Aksara, 1995.

_____________. Proses Pengelolaan Pembangunan Nasional. Jakarta:


Gunung Agung, 1988.

Simamora, Henry. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: STIE


TKPN, 1995.

Simanjuntak, Payaman J. "Perkembangan Teori di Bidang Sumber Daya


Manusia", dalam Prijono Tjiptoherijanto, M. Yasin, Bakir Hasan dan
Djunaedi Hadisumarto (eds.), Sumber Daya Manusia, Kesempatan
Kerja dan Pembangunan Ekonomi. Jakarta: Lembaga Penerbit
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia,1982.

Soetrisno, Loekman. Menuju Masyarakat Partisipatif. Yogyakarta: Kanisius,


1995.

Stoner, James AF. Managemen. New Delhi: Prentice-Hall of India, 1982,


edisi kedua.

Strauss, George dan Leonard L. Stayles. Personnel The Human Problems in


Management. New Delhi: Prentice-Hall of India, 1980.

Sugiyono. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta, 1998, cetakan


kelima.

_____________. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta, 2005,


cetakan kedelapan.

Sumodiningrat, Gunawan. Pembangunan Daerah dan Pemberdayaan


Masyarakat. Jakarta: Bina Pena Pariwara, 1996.

Terry, George R. Prinsip-prinsip Manajemen, terjemahan J. Smith D.F.M.


Jakarta: Bumi Aksara, 1993, cetakan kelima.

Tjokroamidjojo, Bintoro. Pengantar Administrasi Pembanguan. Jakarta:


LP3ES, 1987.

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008
Todaro, Michael P. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, terjemahan
Haris Munandar. Jakarta: Erlangga, 1998.

Undang-undang Otonomi Daerah Nomor 32 Tahun 2004. Bandung:


Fokus Media, 2004.

Wexley, Kenneth N. dan Gery A. Yulk. Perilaku Organisasi dan Psikologi


Personalia, terjemahan Muhammad Shobaruddin. Jakarta: Rineka
Cipta, 1992.

Fahri Azhari:Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa
di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara), 2008.
USU e-Repository © 2008

Anda mungkin juga menyukai