Anda di halaman 1dari 75

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

NILAI TUKAR PETANI DI PROVINSI SUMATERA UTARA

TESIS

Oleh

RIFYAL RAMADHANU
187039030/MAG

PROGRAM STUDI MAGISTER AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2021

i
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
NILAI TUKAR PETANI DI PROVINSI SUMATERA UTARA

TESIS

Tesis Sebagai Salah Satu Syarat untuk Dapat Memperoleh Gelar Magister
Pertanian pada Program Studi Magister Agribisnis
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

Oleh

RIFYAL RAMADHANU
187039030/MAG

PROGRAM STUDI MAGISTER AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2021

ii
iii
Telah diuji dan dinyatakan L U L U S di depan Tim Penguji pada
Jum’at, 5 Pebruari 2021

Tim Penguji :
Ketua : Dr. Ir Rahmanta, M.Si
Anggota : Sri Fajar Ayu, SP, MM, DBA
: Dr. Ir Tavi Supriana M.S
: Dr. Ir. Salmiah, M.S

iv
LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis yang berjudul :

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI TUKAR

PETANI DI PROVINSI SUMATERA UTARA

Adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun

sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan

secara benar dan jelas.

Medan, 24 April 2021

Yang membuat pernyataan,

RIFYAL RAMADHANU
NIM. 187039030

v
RIWAYAT HIDUP

Rifyal Ramadhanu, saya lahir di Medan, Kecamatan Medan Johor,

Provinsi Sumatera Utara, tanggal 19 Februari 1996, anak kedua dari tiga

bersaudara bersaudara, putra dari ayahanda Ir. Asrul dan Ibunda Dra. Fitri

Fatimah.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai berikut :

1. Sekolah Dasar Islam Terpadu Al- Fauzi, Medan tamat tahun 2007.

2. Madrasah tsanawiyah Mualimin, Medan tamat tahun 2010

3. Man 1 Medan, tamat tahun 2013

4. Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,

tamat tahun 2018

5. Tahun 2018 melanjutkan pendidikan S2 di Program Studi Magister Agribisnis

Universitas Sumatera Utara.

vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas

berkat dan rahmat-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan

baik.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada

Bapak Dr. Ir. Rahmanta, M.Si selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Ibu Sri Fajar

Ayu, S.P, M.M, DBA Anggota Komisi Pembimbing yang telah membantu penulis

dalam penyusunan tesis ini.

Secara khusus, penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua

saya Ayahanda Ir. Asrul dan Ibunda Dra Fitri Fatimah M.M dan seluruh keluarga

yang telah mendorong dan memotivasi penulis untuk menyelesaikan tesis ini.

Penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua

pihak yang terlibat dalam penyelesaian studi ini, kepada:

1. Bapak Dr. Muryanto Amin, S. Sos, M.Si selaku Rektor Universitas Sumatera

Utara.

2. Bapak Dr. Ir. Hasanuddin, MS selaku dekan dan para wakil dekan Fakultas

Pertanian Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Dr. Ir. Rahmanta, M.Si selaku ketua program Studi Magister

Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

4. Ibu Dr. Ir Tavi Supriana M.S dan Bapak Dr. Ir. Salmiah, M.S selaku komisi

penguji, atas bimbingan arahan dan waktu yang telah diberikan kepada

penulis untuk menyelesaikan tesis ini.

5. Seluruh staf pengajar dan staf administrasi Program Studi Magister

Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

vii
6. Seluruh Keluarga Besar Penulis Elvita Fitri S.TP, Eko Supriadi S.P, Syukri

Mulia S.P, Swandi Harahap S.Sos, Sonia Ramadhani S.P, Syafia Zulfa S.P,

Anita Rizky Lubis S.P, Lutfiah Hanifah, Rizqi Khairuna S.P.Di, M.Li yang

memberikan arahan dan semangat kepada penulis.

7. Alm. Atok saya H. Ahmad Chalid Husein yang selalu memberi motivasi

kepada saya

8. Rekan Mahasiswa Sekolah Pascasarjana Magister Agribisnis Universitas

Sumatera Utara, atas bantuan dan dukungan selama peneliti menempuh studi

dalam penulisan tesis ini

Akhirnya, penulis berharap semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua

terutama dalam Meningkatkan Kesejahteraan Petani.

Medan, 24 April 2021

Penulis.

viii
ABSTRAK

Salah satu indikator yang menunjukkan kesejahteraan petani adalah Nilai Tukar
Petani (NTP). Tujuan penelitian untuk menganalisis pengaruh inflasi, suku bunga,
tenaga kerja, PDRB, dan Nilai Tukar Petani tahun sebelumnya terhadap Nilai
Tukar Petani di Provinsi Sumatera Utara. Data yang digunakan adalah data
sekunder dari tahun 1989-2018. Model analisis yang digunakan adalah metode
Autoregressive Ordinary Least Square (OLS). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Sumatera Utara dalam
kurun waktu 30 tahun (1989-2018) mengalami fluktuasi, dengan sebagian besar
nilainya dibawah angka 100 berarti petani di Provinsi Sumatera Utara tidak
sejahtera/defisit. Faktor-faktor yang mempengaruhi Nilai Tukar Petani (NTP) di
Provinsi Sumatera Utara secara simultan adalah inflasi, suku bunga, tenaga kerja,
PDRB, dan NTP tahun sebelumnya. Tetapi secara parsial faktor inflasi, tenaga
kerja, dan NTP tahun sebelumnya berpengaruh signifikan terhadap Nilai Tukar
Petani, sedangkan variable suku bunga dan PDRB tidak berpengaruh signifikan
terhadap Nilai Tukar Petani.
Kata kunci : Petani, Kesejahteraan, Inflasi, Suku Bunga, Tenaga Kerja, PDRB

ix
ABSTRACT

One indicator that shows the welfare of farmers is the Farmer Exchange Rate
(NTP). The research objective was to analyze the effect of inflation, interest rates,
labor, GDP, and the previous year's Farmer Exchange Rate on Farmer Exchange
Rates in North Sumatra Province. The data used are secondary data from 1989-
2018. The analysis model used is the Ordinary Least Square (OLS)
Autoregressive method. The results showed that the development of the Farmer
Exchange Rate (NTP) in North Sumatra Province in a period of 30 years (1989-
2018) fluctuated, with most of the values below 100 means that farmers in North
Sumatra Province are not prosperous / deficit. The factors that simultaneously
influence the Farmers Exchange Rate (NTP) in North Sumatra are inflation,
interest rates, labor, GDP, and the previous year's NTP. But partially the
inflation, labor, and NTP factors in the previous year have a significant effect on
the Farmer Exchange Rate, while the interest rate and GRDP variables have no
significant effect on the Farmer Exchange Rate.

Keywords: Farmers, Welfare, Inflation, Interest Rates, Labor, GRDP

x
DAFTAR ISI
Hal

RIWAYAT HIDUP .............................................................................................. vi


KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xv
I. PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2. Identifikasi Masalah ............................................................................. 5
1.2. Tujuan Penelitian.................................................................................. 6
1.3. Kegunaan Penelitian ............................................................................. 6
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 7
2.1. Nilai Tukar Petani (NTP) ..................................................................... 7
2.2. Kesejahteraan Petani ............................................................................ 8
2.3. Relevansi NTP dan Kebijakan Peningkatan Kesejahteraan Petani .... 10
2.4. Landasan Teori ................................................................................... 13
2.4.1 Konsep Barter/Pertukaran ........................................................ 13
2.4.2 Konsep Faktorial ...................................................................... 14
2.4.3 Konsep Penerimaan .................................................................. 14
2.4.4 Konsep Subsisten ..................................................................... 15
2.4.5 Nilai Tukar Petani .................................................................... 16
2.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai Tukar Petani (NTP) .......... 18
2.5.1 Inflasi ......................................................................................... 18
2.5.1 Suku Bunga ............................................................................... 19
2.5.2 Tenaga Kerja ............................................................................. 20
2.5.4 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ............................... 22
2.6. Penelitian Terdahulu .......................................................................... 23
2.7. Kerangka Pemikiran ........................................................................... 27
2.8. Hipotesis ............................................................................................. 28

xi
III. METODE PENELITIAN ....................................................................... 29
3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian ................................................ 29
3.2. Metode Penentuan Data dan Teknik Pengumpulan Data ................... 29
3.3. Metode Analisis Data ......................................................................... 29
3.3.1 Uji Asumsi Klasik ..................................................................... 30
3.3.2. Analisis Kesesuaian Model (Goodness of Fit) ......................... 32
3.4. Definisi dan Batasan Operasional ...................................................... 33
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 35
4.1. Gambaran Wilayah Penelitian ............................................................ 35
4.2. Perkembangan Variabel Dependen dan Independen .......................... 38
4.3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Nilai Tukar Petani (NTP)
Provinsi Sumatera Utara tahun 1989-2018 ........................................ 42
4.3.1. Uji Asumsi Klasik .................................................................... 42
4.3.2. Analisis Kesesuaian Model (Goodness of Fit) ......................... 44
V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 51
5.1. Kesimpulan......................................................................................... 51
5.2. Saran ................................................................................................... 51
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 52
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... 55

xii
DAFTAR TABEL

No Judul Hal

Tabel 1. Koefisien Multikolinearitas..................................................................... 43

Tabel 2. Kolerasi Heteroskedastatis ...................................................................... 43

Tabel 3. Hasil Uji T Nilai Tukar Petani Sumatera Utara ...................................... 45

xiii
DAFTAR GAMBAR

No Judul Hal
Gambar 4. 1. Grafik Perkembangan Nilai Tukar Petani Provinsi SumateraUtara tahun
1989 - 2018 ................................................................................................. 38
Gambar 4. 2. Grafik Perkembangan Inflasi di Provinsi Sumatera Utara .......................... 39
Gambar 4. 3. Grafik Perkembangan Suku Bunga Provinsi Sumatera Utara ..................... 40

Gambar 4. 4. Grafik Perkembangan Tenaga Kerja Provinsi Sumatera Utara ................... 41

Gambar 4. 5. Grafik Perkembangan PDRB Sumatera Utara 1989– 2018......................... 41

Gambar 4. 6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai Tukar Petani Sumatera Utara..... 42

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Hal
Lampiran 1. Data Bps Nilai Tukar Petani, Inflasi, Suku Bunga, PDRB............... 55

Lampiran 2. Uji Normalitas .................................................................................. 57

Lampiran 3. Uji Multikolineritas .......................................................................... 58

Lampiran 4. Uji Heteroskedasticity ...................................................................... 59

Lampiran 5. Uji T .................................................................................................. 60

xv
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pembangunan di segala bidang merupakan arah dan tujuan kebijakan

Pemerintah Indonesia. Hakikat sosial dari pembangunan itu sendiri adalah upaya

peningkatan kesejahteraan bagi seluruh penduduk Indonesia. Mengingat bahwa

sebagian besar penduduk Indonesia tinggal di daerah perdesaan dan penduduk

perdesaan umumnya masih menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian,

maka sangat diharapkan sektor pertanian ini dapat menjadi motor penggerak

pertumbuhan yang mampu meningkatkan pendapatan para petani dan mampu

mengentaskan kemiskinan (BPS, 2020).

Indonesia dikenal sebagai negara agraris di mana sektor pertanian

memiliki peran penting dalam perekonomian nasional. Selain sebagai penyedia

kebutuhan pangan, sektor pertanian juga sebagai penyedia bahan baku industri.

Dalam pembangunan nasional, sektor pertanian menjadi salah satu prioritas utama

karena mayoritas penduduk Indonesia bekerja di sektor pertanian. Kesejahteraan

petani dan pengentasan kemiskinan terutama di wilayah pedesaan menjadi fokus

pembangunan pertanian karena sektor pertanian menjadi basis pertumbuhan

ekonomi pedesaan (Kusumawardhani, 2017).

Provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu daerah yang memiliki

potensi besar bagi pengembangan sektor pertanian, bahkan beberapa komoditi

yang dihasilkan menjadi komoditi ekspor. Sektor pertanian menjadi salah satu

sektor yang diandalkan yang memberikan kontribusi terbesar dalam pembentukan

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sumatera Utara dibandingkan sektor

yang lainnya, dimana pada tahun 2018 sektor pertanian memberikan kontribusi
2

besar terhadap PDRB Sumatera Utara yaitu sebesar 20,92%

(BPS, 2018).

Potensi sebesar itu dapat menjadi sebuah pertimbangan untuk

meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat di Sumatera Utara. Namun

hal ini rupanya tidak sejalan dengan keadaan yang dialami petani yang mana kita

ketahui sebagai penyumbang kontribusi PDRB terbesar di Sumatera Utara dilihat

dari Nilai Tukar Petani yang kian menurun dari 2016-2018 secara beruntun yakni

100.19, 99.39, dan 97.98. Ini menunjukkan bahwa dengan dominasi kontribusi

terhadap PDRB yang juga meningkatkan pertumbuhan ekonomi ternyata

berbanding terbalik terhadap kesejahteraan yang diperoleh petani berupa NTP

yang terus menurun di Provinsi Sumatera Utara.

Untuk melihat keberhasilan pembangunan, selain data tentang

pertumbuhan ekonomi juga diperlukan data pengukur tingkat kesejahteraan

penduduk khususnya petani. Salah satu indikator proxy yang dapat mengukur

tingkat kesejahteraan petani adalah Nilai Tukar Petani (NTP). Yang dimaksud

dengan Nilai Tukar Petani adalah rasio antara indeks harga yang diterima petani

(It) dengan indeks harga yang dibayar petani (Ib) dalam persentase. It merupakan

suatu indikator tingkat kesejahteraan petani produsen dari sisi pendapatan,

sedangkan Ib dari sisi kebutuhan petani baik untuk konsumsi maupun produksi.

Bila It atau Ib lebih besar dari 100, berarti It atau Ib lebih tinggi di bandingkan It

atau Ib pada tahun dasar. Secara konsepsional NTP adalah pengukur kemampuan

tukar produk pertanian yang dihasilkan petani dengan barang/jasa yang diperlukan

untuk konsumsi rumah tangga dan keperluan dalam memproduksi produk

pertanian (BPS, 2020).


3

Berikut ini adalah data perkembangan Nilai Tukar Petani di Provinsi

Sumatera Utara dari tahun 1989-2018, di tampilkan pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1. Data Perkembangan NTP Sub Sektor Pertanian Provinsi


Sumatera Utara tahun 1989-2018

Tahun NTP
1989 99.8
1990 99.8
1991 95.6
1992 94
1993 85.3
1994 88.5
1995 90.9
1996 86.7
1997 85.9
1998 81.4
1999 81.9
2000 88.5
2001 93.1
2002 98.1
2003 100.79
2004 94.09
2005 93.33
2006 93.11
2007 92.99
2008 101.79
2009 100.82
2010 102.36
2011 103.42
2012 101.71
2013 99.49
2014 100.08
2015 98.61
2016 100.19
2017 99.39
2018 97.98
Sumber : BPS Sumut, 2019

Tabel 1.1. menunjukkan bahwa ada penurunan NTP pada tahun

1989 – 1993 namun terjadi peningkatan pada tahun 1994 -1995 dan terjadi
4

peningkatan secara beruntun pada 1996 – 2003. Selanjutnya terjadi penurunan

pada 2004 – 2007 dan fluktuasi sekitar tahun 2008 – 2017 dan kembali turun di

tahun 2018. Dari data tersebut bahwa NTP paling rendah terjadi pada tahun 1998

dan 1999 yakni sebesar 81,4 dan 81,9 sebagai mana kita ketahui pada masa

tersebut terjadi krisis ekonomi. NTP tertinggi terjadi pada tahun 2011 – 2012

yakni sebesar 102,36 – 103,42.

NTP tidak berdiri sendiri melainkan ada faktor-faktor lain baik secara

langsung maupun tidak langsung yang mempengaruhi. Ada beberapa faktor yang

diduga mempengaruhi Nilai Tukar Petani yakni inflasi, suku bunga, tenaga kerja,

Produk Domestik Regional Bruto dan nilai tukar petani sebelumnya.

Inflasi merupakan kecenderungan meningkatnya tingkat harga secara umum

dan terus-menerus (Nopirin, 2013:25). Kenaikan harga dari satu atau dua barang

saja tidak disebut sebagai inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada

(atau mengakibatkan kenaikan) sebagian besar harga barang-barang lain

(Natsir, 2014:253)

Kemudian hal lain yang di duga berpengaruh terhadap NTP adalah Suku

bunga. Suku bunga mempengaruhi kesejahteraan petani karena menurut teori

klasik semakin tinggi bunga, maka makin tinggi keinginan masyarakat untuk

menyimpan dananya di bank. Artinya pada tingkat bunga yang lebih tinggi,

masyarakat akan terdorong untuk mengorbankan atau mengurangi pengeluaran

untuk berkonsumsi guna menambah tabungan.

Faktor lain yang juga di duga kuat berpengaruh terhadap NTP adalah tenaga

kerja .Tenaga kerja sendiri merupakan indikator terpenting dalam pembangunan

pertanian, tanpa ada tenaga kerja maka sistem pertanian tidak akan berjalan
5

dengan baik karena pertanian membutuhkan tenaga kerja dari mulai hulu sampai

hilir.

Selanjutnya dalam pembangunan manusia selalu berhubungan timbal balik

dengan pertumbuhan ekonomi. Ketika hubungan pertumbuhan ekonomi dan

pembangunan manuia kuat akan salaing mendukung satu sama lain. Proses

lanjutnya pertumbuhan ekonomi suatu daerah dalam kurun waktu tertentu ialah

menggunakan data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), sehingga tingkat

perkembangan PDRB per kapita yang dicapai masyarakat seringkali sebagai

ukuran kesuksesan suatu daerah dalam mencapai cita-cita guna menciptakan

pembangunan ekonomi. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi melalui indicator

PDRB yang berarti pula akan meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran

rakyat. Oleh karenanya PDRB di duga berpegaruh terhapad Nilai tukar petani.

Berdasarkan uraian latar belakang yang sudah diuraikan, peneliti tertarik

untuk meneliti faktor – faktor yang mempengaruhi Nilai Tukar Petani (NTP) di

Provinsi Sumatra Utara. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi Nilai Tukar

Petani pada penelitian ini yakni inflasi, suku bunga, tenaga kerja, produk domestik

regional bruto (PDRB) dan NTP tahun sebelumnya.

1.2. Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah dari penelitian ini sebagai berikut :

1. Apakah faktor inflasi, suku bunga, tenaga kerja, PDRB dan NTP tahun

sebelumnya mempengaruhi Nilai Tukar Petani (NTP) di Provinsi Sumatera

Utara tahun 1989-2018


6

1.2. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis pengaruh faktor inflasi, suku bunga, tenaga kerja, PDRB dan

NTP tahun sebelumnya mempengaruhi Nilai Tukar Petani (NTP) di Provinsi

Sumatera Utara tahun 1989-2018.

1.3. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Sebagai gambaran mengenai kondisi Nilai Tukar Petani di Provinsi Sumatera

Utara sehingga mendorong petani dalam pengembangan usahataninya dan

mencapai pembangunan pertanian.

2. Sebagai bahan informasi, pertimbangan dan masukan bagi pemerintah pusat

maupun pemerintah daerah serta pihak-pihak terkait dalam pengambilan

keputusan untuk membuat kebijakan terutama untuk mencapai kesejahteraan

petani di Provinsi Sumatera Utara.

3. Sebagai referensi dan bahan studi bagi pihak yang membutuhkan.


7

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Nilai Tukar Petani (NTP)


Konsep NTP sebagai indikator kesejahteraan petani telah dikembangkan sejak

tahun 1980-an. Menurut Rachmat (2013), Salah satu unsur kesejahteraan petani

adalah kemampuan daya beli dari pendapatan petani untuk memenuhi kebutuhan

pengeluaran rumah tangga petani. Peningkatan kesejahteraan dapat diukur dari

peningkatan daya beli pendapatan untuk memenuhi pengeluarannya tersebut.

Semakin tinggi daya beli pendapatan petani terhadap kebutuhan konsumsi maka

semakin tinggi nilai tukar petani dan berarti secara relatif petani lebih sejahtera.

Selain sebagai indikator kesejahteraan, NTP juga digunakan untuk:

1. Mengukur kemampuan tukar (term of trade) produk yang dijual petani dengan

produk yang dibutuhkan petani dalam berproduksi dan konsumsi rumah tangga. 2.

Memperoleh gambaran tentang perkembangan tingkat pendapatan petani dari

waktu ke waktu yang dapat dipakai sebagai dasar kebijakan untuk memperbaiki

tingkat kesejahteraan petani. 3. Menunjukkan tingkat daya saing (competiveness)

produk pertanian dibandingkan dengan produk lain. 4. Petani yang dimaksud

dalam konsep NTP adalah petani yang berusaha di sub sektor tanaman pangan

(padi dan palawija), hortikultura (sayur-sayuran, buah-buahan, tanaman hias dan

tanaman obat-obatan), tanaman perkebunan rakyat (kelapa, kopi, cengkeh,

tembakau dan kapuk odolan), peternak (ternak besar, ternak kecil, unggas dan

hasil peternakan serta sub sektor perikanan baik perikanan tangkap maupun

perikanan budidaya.
8

Menurut BPS (2020), arti angka Nilai Tukar Petani ada 3, yaitu:

1. NTP > 100, berarti petani mengalami surplus. Harga produksi naik lebih

besar dari kenaikan harga konsumsinya. Pendapatan petani naik lebih besar

dari pengeluarannya.

2. NTP = 100, berarti petani mengalami impas. Kenaikan/penurunan harga

produksinya sama dengan persentase kenaikan/penurunan harga barang

konsumsi. Pendapatan petani sama dengan pengeluarannya.

3. NTP < 100, berarti petani mengalami defisit. Kenaikan harga produksi

relatif lebih kecil dibandingkan dengan kenaikan harga barang

konsumsinya. Pendapatan petani turun, lebih kecil dari pengeluarannya.

2.2. Kesejahteraan Petani

Kesejahteraan adalah suatu kondisi dimana seluruh kebutuhan jasmani dan

rohani dari rumah tangga tersebut dapat dipenuhi sesuai dengan tingkat hidup.

Status kesejahteraan dapat diukur berdasarkan proporsi pengeluaran rumah tangga

(Bappenas, 2013). Rumah tangga dapat dikategorikan sejahtera apabila proporsi

pengeluaran untuk kebutuhan pokok sebanding atau lebih rendah dari proporsi

pengeluaran untuk kebutuhan bukan pokok. Sebaliknya rumah tangga dengan

proporsi pengeluaran untuk kebutuhan pokok lebih besar dibandingkan dengan

pengeluaran untuk kebutuhan bukan pokok, dapat dikategorikan sebagai rumah

tangga dengan status kesejahteraan yang masih rendah.

Unsur penting yang berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan petani

adalah tingkat pendapatan petani. Upaya peningkatan pendapatan petani secara

otomatis tidak selalu diikuti peningkatan kesejahteraan petani, karena

kesejahteraan petani juga tergantung pada faktor-faktor non-finansial seperti


9

faktor sosial budaya. Peningkatan kesejahteraan petani tidak saja dipengaruhi

faktor-faktor terkait dengan pertanian tetapi juga faktor-faktor non-pertanian.

Peningkatan kesejahteraan petani memiliki beberapa dimensi baik dari sisi

produktifitas usahatani maupun dari sisi kerjasama lintas sektoral dan daerah.

Berdasarkan capaian dan permasalahan yang telah dihadapi serta arah

pembangunan yang akan datang, revitalisasi pertanian dan peningkatan

kesejahteraan petani menghadapi beberapa tantangan yang fundamental mulai dari

optimalisasi lahan, sumberdaya alam dan lingkungan hidup, ketersediaan

infrastruktur, pupuk dan bibit sebagai input pertanian, penanganan dan antisipasi

perubahan iklim dan bencana, akses permodalan hingga tataniaga pertanian yang

lebih baik serta berpihak pada pertanian dan petani (Bappenas, 2010).

Kesejahteraan petani secara sederhana dapat dilihat dari bagaimana ia

memenuhi kebutuhan keluarganya, baik dari konsumsi kebutuhan makanan,

pakaian, kesehatan, pendidikan, serta kelayakan hunian tempat tinggal.

NTP merupakan ukuran kemampuan daya beli/daya tukar petani terhadap barang

yang dibeli petani. Peningkatan nilai tukar petani menunjukkan peningkatan

kemampuan riil petani dan mengindikasikan peningkatan kesejahteraan petani,

atau sebaliknya (Rusono, dkk 2013).

Nilai tukar petani disamping menggambarkan kekuatan daya beli

komoditas yang diusahakan juga berkaitan dengan perilaku ekonomi rumah

tangga, karena proses pengambilan keputusan rumah tangga untuk memproduksi,

membelanjakan dan mengkonsumsi suatu barang merupakan bagian dari perilaku

ekonomi rumah tangga. Nilai tukar petani yang tinggi akan mendorong

kegairahan petani dalam berusaha tani.


10

2.3. Relevansi NTP dan Kebijakan Peningkatan Kesejahteraan Petani

Pembangunan nasional pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat, untuk itu dalam setiap tahapan pembangunan,

kesejahteraan masyarakat selalu menjadi tujuan utama. Sejalan dengan itu, dalam

rencana rencana jangka panjang pembangunan nasional peningkatan

kesejahteraan petani telah dan akan menjadi prioritas pembangunan nasional dan

sektor pertanian. Saat ini NTP dijadikan sebagai indikator kesejahteraan petani.

NTP dihitung dari rasio harga yang diterima petani (HT) terhadap harga yang

dibayar petani (HB). Kenaikan HT dengan laju yang lebih besar akan

menghasilkan kenaikan daya beli dan sebaliknya. HT sebagai indikator

penerimaan petani mempunyai arah positif terhadap kesejahteraan petani (NTP)

dan HB sebagai indikator pengeluaran petani mempunyai arah negatif terhadap

kesejahteraan petani (NTP). Pergerakan NTP ditentukan oleh komponen

penyusunnya tersebut.

Indikator NTP yang dibangun BPS mempunyai unit analisa nasional dan

regional (provinsi). NTP nasional merupakan agregasi dari NTP regional dan sub

sektor dan komoditas. Dengan demikian NTP dapat didisagregasi menjadi unit

NTP provinsi dan agregasi menurut sub sektor dan komoditas. Dengan demikian

disamping dapat diketahui indikator kesejahteraan petani nasional juga dapat

diketahui dan diperbandingkan tingkat kesejahteraan petani antar regional

provinsi, perbandingan tingkat kesejehteraan antar sub sektor dan antar

komoditas.

NTP dapat pula diturunkan menurut NTP menurut provinsi (NTP Aceh,

NTP Jawa Barat, NTP NTB dsb.), NTP menurut sub sektor (NTP sub sektor
11

tanaman pangan, NTP sub sektor hortikultura, NTP sub sektor perkebunan, NTP

sub sektor peternakan dan pangan, NTP sub sektor perikanan); dan NTP

komoditas penyusun sub sektor (contohnya NTP Padi, NTP sayur-sayuran, NTP

ternak unggas, dan sebagainya). Dari NTP juga dapat diturunkan NTP dari

masing-masing komponen seperti NT Padi terhadap pupuk, NTP sayuran terhadap

sewa lahan, NTP unggas terhadap upah, dan sebagainya. Disamping sebagai

komponen penyusun NTP, nilai tukar komponen penyusun NTP itu sendiri

merupakan parameter penting kebijakan pembangunan pertanian.

Namun demikian penyusunan NTP yang dibangun oleh BPS sebagai

indikator kesejahteraan petani memiliki kelemahan. Pertama, dari sisi cakupan/

definisi “petani” belum sepenuhnya memasukkan seluruh sub sektor dan

komoditas pertatian. Definisi "petani" dalam NTP telah mencakup petani tanaman

pangan, petani hortikultura, petani pekebun, petani ternak, dan petani ikan dan

nelayan perikanan, namun belum termasuk petani yang bergerak di usaha

kehutanan. Di masing-masing sub sektor, belum semua komoditas tercakup dalam

penghitungan NTP seperti: (a) belum memasukkan usaha tanaman obat dan

tanaman hias pada sub sektor hortikultura, dan (b) penyusun sub sektor

perkebunan rakyat perlu lebih dirinci, misalnya dalam kelompok komoditas

tanaman tahunan dan tanaman semusim.

Kedua, Penghitungan NTP dinyatakan dalam bentuk indeks didasarkan

kepada metoda indeks Laspeyres. Asumsi utama dari penghitungan indeks metoda

Laspeyres adalah tidak ada perubahan kuantitas dalam periode pengukuran.

Kuantitas selalu tertimbang pada awal titik pengamatan (Qo) dan perkembangan

nilai indeks bertumpu pada perubahan harga-harga, sehingga perhitungan NTP


12

tidak mengakomodasikan perkembangan produktivitas, sebagai dampak dari

kemajuan teknologi dan kegiatan pembangunan, dan Ketiga, konsep NTP yang

didasarkan kepada Indeks Laspeyres sebagaimana yang dilakukan oleh BPS pada

akhirnya merumuskan NTP sebagai rasio harga antara yang diterima petani dan

dibayar petani.

Dengan didasarkan kepada indeks Laspeyres, perkembangan NTP

bertumpu pada perubahan harga-harga. Pada pasar komoditas pertanian yang

kompetitif, harga ditentukan oleh kekuatan penawaran dan permintaan. Kenaikan

harga terjadi karena adanya kekurangan pasokan dibanding permintaan.

Penurunan pasokan dapat terjadi karena penurunan produksi atau permintaan naik

lebih tinggi dibandingkan penawaran (produksi). Pada skala nasional atau

regional, kenaikan harga produk justru mengidentifikasikan

kekurangan/kelangkaan pasokan/ produksi untuk mengimbangi permintaan dan

mendorong kenaikan inflasi. Pada sisi lain, dengan struktur tataniaga produk

pertanian yang terjadi saat ini kenaikan harga produk yang diterima petani tidak

identik dengan peningkatan pendapatan petani. Dengan demikian peningkatan

harga produk pertanian yang berakibat NTP naik tidak sepenuhnya

menggambarkan kondisi yang diinginkan. Harga produksi yang meningkat tidak

sepenuhnya meningkatkan pendapatan petani, atau berarti kenaikan NTP belum

sepenuhnya berarti peningkatan pendapatan/kesejehteraan petani. BPS

mendefinisikan bahwa peningkatan NTP berarti peningkatan kesejahteraan.

Definisi tersebut benar pada asumsi bahwa produktivitas selalu tetap dan petani

selalu menguasai produksi, sehingga kenaikan produksi juga berarti kenaikan

penerimaan pendapatan petani (Bappenas, 2013)


13

2.4. Landasan Teori


Secara umum, nilai tukar mempunyai arti yang luas dan dapat digolongkan

menjadi lima konsep nilai tukar, yaitu: (1) Nilai Tukar Barter, (2) Nilai Tukar

Faktorial, (3) Nilai Tukar Penerimaan, (4) Nilai Tukar Subsisten, dan (5) Nilai

Tukar Petani (Rachmat dalam Kurniawan 2018)

2.4.1 Konsep Barter/Pertukaran

Konsep barter (Nilai Tukar Barter) mengacu kepada harga nisbi suatu

komoditas pertanian tertentu terhadap barang/produk non pertanian. Nilai Tukar

Barter (NTB) didefinisikan sebagai rasio antara harga pertanian terhadap harga

produk non pertanian. Secara matematik dirumuskan sebagai berikut:

𝑃𝑥
NTB =
𝑃𝑦

dimana:

NTB = Nilai Tukar Barter Pertanian,

Px = Harga komoditas pertanian,

Py = Harga komoditas non pertanian.

Konsep nilai tukar ini mampu mengidentifikasi perbandingan harga relatif

dari komoditas pertanian tertentu terhadap harga produk yang dipertukarkan.

Peningkatan NTB berarti semakin kuat daya tukar harga komoditas pertanian

terhadap barang yang dipertukarkan. Konsep NTB hanya berkaitan dengan

komoditas dan produk tertentu dan tidak mampu memberi penjelasan berkaitan

dengan perubahan produktivitas (teknologi) komoditas pertanian dan komoditas

non pertanian tersebut.


14

2.4.2 Konsep Faktorial

Konsep faktorial merupakan perbaikan dari konsep barter, yaitu dengan

memasukkan pengaruh perubahan teknologi (produktivitas). Nilai Tukar Faktorial

(NTF) pertanian didefinisikan sebagai rasio antara harga pertanian terhadap harga

non pertanian, dikalikan dengan produktivitas pertanian (Zx). Apabila hanya

memperhatikan produktivitas pertanian maka disebut Nilai Tukar Faktorial

Tunggal (NTFT). Apabila produktivitas non pertanian (Zy) juga diperhitungkan,

maka disebut Nilai Tukar Faktorial Ganda (NTFG). NTFT dan NTFG dirumuskan

sebagai berikut:

𝑃𝑥∗𝑍𝑥
NT𝐹𝑇 =
𝑃𝑦

NTFT = NTB * Zx

𝑃𝑥∗𝑍𝑥
NTFG =
𝑃𝑦∗𝑍𝑦

NTFG = NTB * Z

dimana:

NTFT = Nilai Tukar Faktorial Tunggal,

NTFG = Nilai Tukar Faktorial Ganda,

ZX = Produktivitas komoditas pertanian,

Zy = Produktivitas produk non pertanian,

Z = Rasio produktivitas pertanian (x) terhadap non pertanian (y).

2.4.3 Konsep Penerimaan

Konsep penerimaan (Nilai Tukar Penerimaan) merupakan pengembangan

dari konsep nilai tukar faktorial. Nilai Tukar Penerimaan (NTR) merupakan daya
15

tukar dari penerimaan (nilai hasil) komoditas pertanian yang diproduksikan petani

per unit (hektar) terhadap nilai input produksi untuk memproduksi hasil tersebut.

Dengan demikian NTR menggambarkan tingkat profitabilitas dari usahatani

komoditas tertentu. Namun NTR hanya menggambarkan nilai tukar komoditas

tertentu, belum keseluruhan komponen penerimaan dan pengeluaran petani.

𝑃𝑥∗𝑄𝑥
NTR =
𝑃𝑦∗𝑄𝑦

dimana:

NTR = Nilai Tukar Penerimaan,

PX = Harga komoditas pertanian,

Py = Harga input produksi,

QX = Jumlah komoditas pertanian yang dihasilkan,

Qy = Jumlah input produksi yang digunakan.

2.4.4 Konsep Subsisten

Konsep nilai tukar subsisten (NTS) merupakan pengembangan lebih lanjut

dari NTR. NTS menggambarkan daya tukar dari penerimaan total usahatani petani

terhadap pengeluaran total petani untuk kebutuhan hidupnya. Penerimaan petani

merupakan penjumlahan dari seluruh nilai hasil produksi komoditas pertanian

yang dihasilkan petani dan pengeluaran nilai hasil produksi komoditas pertanian

yang dihasilkan petani. Pengeluaran petani merupakan penjumlahan dari

pengeluaran untuk konsumsi rumahtangga dan pengeluaran untuk biaya produksi

usahatani. NTS dirumuskan sebagai berikut:

∑𝑃𝑥𝑖 𝑄𝑥𝑖
NTS =
(𝑃𝑦𝑖∗𝑄𝑦𝑖)+(𝑃𝑦𝑗∗𝑄𝑦𝑗)
16

dimana:

NTS = Nilai Tukar Subsisten,

PXi = Harga komoditas pertanian ke i,

QXi = Produksi komoditas pertanian ke i,

PYi = Harga produk konsumsi,

QYi = Jumlah produk konsumsi,

PYj = Harga produk input produksi,

QYj = Jumlah input produksi.

Dengan demikian, NTS menggambarkan tingkat daya tukar/daya beli dari

pendapatan petani dari usahatani terhadap pengeluaran rumahtangga petani untuk

kebutuhan hidupnya yang mencakup pengeluaran konsumsi dan pengeluaran

untuk biaya produksi. Dalam operasionalnya konsep NTS ini hanya dapat

dilakukan pada tingkat mikro, yaitu unit analisa Rumah tangga.

2.4.5 Nilai Tukar Petani

Secara konsepsi NTP mengukur daya tukar dari komoditas pertanian yang

dihasilkan petani terhadap produk yang dibeli petani untuk keperluan konsumsi

dan keperluan dalam memproduksi usahatani. Nilai tukar petani (NTP Padi)

didefinisikan sebagai rasio antara harga yang diterima petani (HT) dengan harga

yang dibayar petani (HB) atau NTP = HT/HB. Pengukuran NTP dinyatakan

dalam bentuk indeks sebagai berikut:

𝐼𝑇
𝐼𝑁𝑇𝑃 =
𝐼𝐵

dimana:

INTP = Indeks Nilai Tukar Petani,


17

IT = Indeks harga yang diterima petani,

IB = Indeks harga yang dibayar petani.

Indeks tersebut merupakan nilai tertimbang terhadap kuantitas pada tahun

dasar tertentu. Pergerakan nilai tukar akan ditentukan oleh penentuan tahun dasar

karena perbedaan tahun dasar akan menghasilkan keragaan perkembangan indeks

yang berbeda. Formulasi indeks yang digunakan adalah Indeks Laspeyres.

∑𝑄𝑜∗𝑃𝑖
𝐼=
∑𝑄𝑜∗𝑃𝑜

dimana:

I = Indeks Laspeyres,

Q0 = Kuantitas pada tahun dasar tertentu (tahun 0),

P0 = Harga pada tahun dasar tertentu (tahun 0),

Pi = Harga pada tahun ke i.

NTP dikembangkan dengan unit analisa nasional dan regional, sehingga

diperoleh keunggulan karena merupakan indikator makro nasional dan regional

dari tingkat kesejahteraan petani regional.

Saat ini NTP dijadikan sebagai indikator kesejahteraan petani. NTP dihitung

dari rasio harga yang diterima petani (HT) terhadap harga yang dibayar petani

(HB). Kenaikan HT dengan laju yang lebih besar akan menghasilkan kenaikan

daya beli dan sebaliknya. HT sebagai indikator penerimaan petani mempunyai

arah positif terhadap kesejahteraan petani (NTP) dan HB sebagai indikator

pengeluaran petani mempunyai arah negatif terhadap kesejahteraan petani (NTP).

Pergerakan NTP ditentukan oleh komponen penyusunnya tersebut

(Rusono, dkk, 2013). NTP merupakan ukuran kemampuan daya beli/daya tukar

petani terhadap barang yang dibeli petani. Peningkatan nilai tukar petani
18

menunjukkan peningkatan kemampuan riil petani dan mengindikasikan

peningkatan kesejahteraan petani, atau sebaliknya (Rusono, dkk 2013).

2.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai Tukar Petani (NTP)

Adapun faktor-faktor yang diduga mempengaruhi Nilai Tukar Petani di

Provinsi Sumatera Utara dalam penelitian ini ialah inflasi, suku bunga, tenaga

kerja , Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan NTP tahun sebelumnya.

2.5.1 Inflasi

Banyak definisi inflasi tetapi semua defenisi itu mencakup pokok yang

sama. Samuelson (2001) memberikan definisi bahwa inflasi sebagai suatu

keadaan dimana terjadi kenaikan tingkat harga umum, baik barang-barang, jasa-

jasa maupun faktor-faktor produksi. Dari definisi tersebut mengindikasikan

keadaan melemahnya daya beli yang diikuti dengan semakin merosotnya nilai riil

(intrinsik) mata uang suatu negara

Dari definisi yang ada tentang inflasi dapatlah di simpulkan tiga pokok

yang terkandung di dalamnya, yaitu :

1. Adanya kecenderungan harga-harga untuk meningkat, yang berarti

mungkin saja tingkat harga yang terjadi pada waktu tertentu turun atau

naik dibandingkan dengan sebelumnya, tetapi tetap menunjukkan

kecenderungan yang meningkat.

2. Peningkatan harga tersebut berlangsung terus menerus, bukan terjadi pada

suatu waktu saja.


19

3. Mencakup tingkat harga umum (general level of prices) yang berarti

tingkat harga yang meningkat itu bukan hanya pada satu atau beberapa

komoditi saja.

Suatu perekonomian dikatakan telah mengalami inflasi jika tiga

karakteristik berikut dipenuhi, yaitu : 1) terjadi kenaikan harga, 2) kenaikan harga

bersifat umum, dan 3) berlangsung terus-menerus.

2.5.1 Suku Bunga

Suku bunga sangat berpengaruh terhadap kredit/pinjaman, semakin tinggi

suku bunga maka semakin tinggi yang harus di bayarkan petani, kurangnya

pemahaman petani terhadap suku bunga dan prosedur kredit yang berbelit belit

membuat petani sulit untuk mengajukan pinjaman.

Banyak faktor yang memyebabkan sulitnya petani dalam mengakses di

lembaga keuangan antara lain: jaminan yang harus diberikan, prosedur kredit

yang sulit, faktor ini lah yang enyebabkan petani sulit untuk medapatkan modal

usaha. Modal yang dimaksud dalam hal ini ialah uang yang digunakan untuk

membeli input yang digunakan untuk kegiatan produksi yang akan memberi hasil

pertanian yang maksimal, dengan hasil yang maksimal maka akan meningkatkan

pendapatan petani. Oleh karena itu modal merupakan bagian terpenting dalam

kegiatan usaha pertanian, karena dengan kurangnya modal akan menghambat

kegiatan pertanian dan bedampak pada penurunan hasil pertanian.

Pola pendapatan dan pengeluaran yang berbeda adalah ciri kas petani, hasil

pertanian diterima petani setiap musiman sedangkan pengeluaran harus di

keluarkan setiap hari. oleh karena itu petani sangat membutuhkan kredit modal.
20

kredit permodalan untuk pembiayaan pertanian berasal dari modal pinjaman atau

kredit. Pinjaman atau kredit dapat dibagi dalam tiga jenis, yaitu

1. kredit program pemerintah,

2. kredit dari lembaga formal, seperti perbankan atau BPR, dan

3. kredit dari lembaga informal, seperti pedagang, pelepas uang, kelompok dan

sebagainya.

Pemerintah menaruh perhatian yang cukup serius terhadap permodalan pada

sektor pertanian. Sejarah kredit pertanian di Indonesia menunjukkan bahwa

pemerintah telah menghasilkan berbagai macam kebijakan serta program kredit

yang menunjukkan bukti keseriusan pemerintah dalam menangani masalah di

sektor pertanian. Kebijakan kredit pertanian yang cukup berhasil dapat dilihat dari

program Bimas (Bimbingan Masal), KIK (Kredit Investasi Kecil), dan KMKP

(Kredit Modal Kerja Permanen) yang mampu menghantarkan Indonesia mencapai

swasembada pangan pada era Orde Baru. Program lain pada era kepemimpinan

SBY terkait permasalahan modal pertanian antara lain yaitu Kredit Usaha Tani

(KUT), Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKPE), Kredit Usaha Rakyat

(KUR), serta kredit Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) yang

dilaksanakan pada tahun 2008.

2.5.2 Tenaga Kerja

Sumber daya manusia (SDM) atau human resources mengandung dua

pengertian. Pertama, sumber daya manusia mengandung pengertian usaha kerja

atau jasa yang dapat diberikan dalam proses produksi. Dalam hal ini SDM

mencerminkan kualitas usaha yang diberikan oleh seorang dalam waktu tertentu

untuk menghasilkan barang dan jasa. Pengertian kedua dari SDM menyangkut
21

manusia yang mampu bekerja untuk memberikan jasa atau usaha kerja tersebut.

Mampu bekerja berarti mampu melakukan kegiatan yang mempunyai nilai

ekonomis, yaitu bahwa kegiatan tersebut menghasilkan barang atau jasa untuk

memenuhi kebutuhan masyarakat. Secara fisik, kemampuan bekerja diukur

dengan usia. Dengan kata lain, orang dalam usia kerja dianggap mampu bekerja.

Kelompok penduduk dalam usia kerja tersebut dinamakan tenaga kerja atau man

power. Secara singkat, tenaga kerja didefinisikan sebagai penduduk dalam usia

kerja (work-ing age population).

Menurut teori ekonomi makro new classics, upah tenaga kerja terbentuk

pada kondisi pasar yang kompetitif dan tercapai pada saat terjadinya general

equilibrium (kesetimbangan ekonomi secara menyeluruh). Dengan demikian

tingkat konsumsi dan pasokan tenaga kerja dari rumah tangga, output, penyerapan

tenaga kerja, penentunan harga oleh produsen, serta penentuan upah antara

pekerja dan pemberi kerja, kesemuanya konsisten dengan tingkah laku dalam

proses maksimisasi. Sebagai konsekuensinya akan terjadi nilai upah tenaga kerja

yang lamban untuk merespons dinamika perubahan faktor-faktor ekonomi. Teori

ini mempunyai beberapa kelemahan yang bersifat fundamental, seperti teori ini

gagal dalam menerangkan adanya pengangguran sukarela, dampak dari kebijakan

moneter terhadap output dan penyerapan tenaga kerja, kegagalan pada percepatan

deflasi pada tingkat pengangguran yang tinggi, banyaknya orang yang kurang

menabung (undersaving) di hari tua, tingginya volatilitas harga saham jauh di atas

perubahan fundamental ekonomi, dan angka kemiskinan yang tetap tinggi.

Terlepas dari teori yang menyatakan bahwa pasar tenaga kerja lamban

dalam merespons dinamika pasar, kondisi pasar tenaga kerja di kawasan Asia
22

berkembang secara dinamis merespons dinamika pertumbuhan ekonomi di

kawasan ini. Di Asia ada lima aspek dalam transformasi pertanian dan strukural

ekonomi. Pertama, sumbangan ouput pertanian terhadap Produk Domestik Bruto

(PDB) menurun lebih cepat dari menurunnya sumbangan pertanian dalam

menyerap tenaga kerja. Kedua, produktivitas tenaga kerja pertanian di kawasan

Asia tumbuh lebih cepat dari pertumbuhan produktivitas tenaga kerja pada negara

berkembang di kawasan lainnya. Ketiga, produktivitas lahan di Kawasan Asia

berkembang lebih cepat dari perkembangan produktivitas lahan pada negara

berkembang di kawasan lainnya. Keempat, perubahan teknologi pertanian

semenjak tahun 1960-an menyebabkan peningkatan hasil tanaman tradisional di

Kawasan Asia. Kelima, komposisi output pertanian pada negara berkembang di

Kawasan Asia telah bergeser dari tanaman tradisional ke produk yang bernilai

tinggi (Briones dan Felipe, 2013).

2.5.4 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

pertumbuhan ekonomi merupakan kenaikan output per kapita dalam

jangka yang panjang, penekanannya ialah pada tiga aspek yakni proses, output per

kapita, serta jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi merupakan proses, bukan

hanya gambaran ekonomi sesaat. Pembangunan daerah serta pembangunan

sektoral harus dilaksanakan sejalan agar pembangunan sektoral yang berada di

daerah-daerah dapat berjalan sesuai dengan potensi serta prioritas daerah. Produk

Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan jumlah nilai tambah yang

dihasilkan untuk seluruh wilayah usaha dan jasa dalam suatu wilayah,

menerapkan jumlah seluruh nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan seluruh

unit ekonomi. PDRB sendiri dapat diartikan sebagai jumlah nilai tambah yang
23

dihasilkan oleh seluruh unit usaha atau merupakan jumlah seluruh nilai barang

dan jasa oleh seluruh unit ekonomi di suatu wilayah (BPS, 2016).

2.6. Penelitian Terdahulu

Citra Sekarwangi Kusumawardhani (2017) melakukan penelitian “Analisis

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Tukar Petani Tanaman Pangan Di Pulau

Jawa”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel jaringan irigasi, panjang

jalan, harga gabah, pupuk urea, dan inflasi berpengaruh positif dan signifikan

terhadap Nilai Tukar Petani Subsektor Tanaman Pangan di Pulau Jawa. Variabel

luas tanam berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Nilai Tukar Petani

Subsektor Tanaman Pangan di Pulau Jawa. Sedangkan variabel produktivitas dan

upah tenaga kerja berpengaruh negatif namun tidak signifikan terhadap Nilai

Tukar Petani Subsektor Tanaman Pangan.

Nurul Faridah (2016) melakukan penelitian “Analisis Faktor-Faktor Yang

Mempengaruhi Nilai Tukar Petani Subsektor Tanaman Pangan Padi di Aceh”.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor luas panen berpengaruh positif secara

signifikan sedangkan harga pupuk dan inflasi berpengaruh negatif secara

signifikan terhadap nilai tukar petani. Untuk variabel produksi padi dan

infrastruktur tidak digunakan, dikarenakan memiliki pengaruh terhadap variabel

luas panen, harga pupuk dan inflasi.

Destanul Aulia & Sri Fajar Ayu (2016) melakukan penelitian “Analisis

Saling Hubungan Antara Nilai Tukar Petani dan Angka Harapan Hidup di

Sumatera Utara” Hasil penelitian menunjukkan bahwa angka harapan hidup

mempunyai hubungan kasual dengan tingkat pendapatan petani. Sebaliknya

hipotesis yang menyatakan tingkat pedapatan petani mempunyai hubungan kasual


24

dengan angka harapan hidup, tidak dapat di terima. Hal ini menyokong pendapat

yang menyatakan bahwa perbaikan kesehatan, tidak sepenuhnya benar. Akan

tetapi, hal sebaliknya juga terjadi yaitu kondisi yang sehat akan menyebabkan

perbaikan ekonomi. Tidak mengherankan jika jumlah masyarakat miskin makin

bertambah seperti yang dinyatakan Badan Pusat Statistik (BPS) per September

2014-Maret 2015. Kondisi petani di Sumatera Utara yang bekerja secara manual

bukan menggunakan peralatan atau mesin-mesin pertanian seperti negara maju

sangat mengandalkan tenaga petani. Tanpa tingkat kesehatan yang prima lahan

pertanian yang memang sudah sangat kecil dibandingkan dengan negara maju

tidak dapat di olah dengan baik dan menghasilkan pendapatan yang mencukupi.

Hasil penelitian Beatrice Ingrid Dachi (2016) yang berjudul “Analisis

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Sektor Pertanian di Provinsi

Sumatera Utara, bahwa variabel jumlah tenaga kerja sektor pertanian, luas lahan

sektor pertanian, dan nilai ekspor FOB sektor pertanian, secara serempak

berpengaruh nyata terhadap PDRB sektor pertanian di Provinsi Sumatera Utara.

Jumlah tenaga kerja sektor pertanian secara parsial berpengaruh nyata terhadap

PDRB sektor pertanian, luas lahan sektor pertanian secara parsial berpengaruh

nyata PDRB sektor pertanian, dan nilai ekspor FOB sektor pertanian secara

parsial berpengaruh nyata terhadap PDRB sektor pertanian di Provinsi Sumatera

Utara. Dengan ini dapat dinyatakan bahwa hipotesis dua diterima.

“Nilai Tukar Petani (NTP) Sub Sektor Tanaman Pangan Padi di Aceh”,

dengan menggunakan data sekunder dan diolah secara time series dengan

pendekatan Ordinary Least Square (OLS) menghasilkan penelitian bahwa, luas

panen berpengaruh positif dan signifikan, sedangkan inflasi dan harga pupuk
25

berpengaruh negatif dan berpengaruh secara signifikan terhadap Nilai Tukar

Petani (NTP). Variabel produksi padi dan infrastruktur dalam penelitian tidk

digunakan, karena memiliki pengaruh terhadap tiga variable lainnya, yaitu

variable luas panen, harga pupuk, dan inflasi, (Faridah & Syechalad, 2016).

Penelitian yang berjudul “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Nilai Tukar Petani Tanaman Pangan di Kawasan Barat Indonesia”, dengan

menggunakan data sekunder dengan metode analisis deskriptif dan regresi data

panel dengan metode fixed effect model. Penelitian tersebut menghasilkan bahwa,

nilai PDRB kawasan barat Indonesia terbesar disumbang oleh subsektor pertanian

tanaman pangan, namun ternyata memiliki rata-rata nilai tukar petani terendah

apabila dibandingkan dengan subsektor pertanian lainnya, berdasarkan kondisi

tersebut mengindikasikan bahwa pertumbuhan ekonomi sektor pertanian,

khususnya subsektor tanaman pangan tidak memberikan perubahan terhadap

peningkatan kesejahteraan petani tanaman pangan di Kawasan Barat Indonesia.

Berdasarkan hasil regresi penelitian menunjukkan bahwa yang mempengaruhi

nilai tukar petani tanaman pangan di KBI adalah produktivitas padi, panjang jalan,

dan harga gabah GKP di tingkat petani signifikan secara positif terhadap nilai

tukar petani tanaman pangan serta luas lahan sawah irigasi, posisi kredit bank

umum sektor pertanian, harga pupuk urea dan luas layanan daerah irigasi

memiliki hubungan negatif terhadap pembentukan nilai tukar petani tanaman

pangan di KBI, (Sunendar, 2012).

Penelitian selanjutnya yang berjudul “Analisis Produksi Padi di Pulau

Jawa Periode Tahun 2008-2013” dalam penelitiannya menggunakan metode

analisis data panel dengan model regresi random effect, sedangkan pada pengujian
26

statistik peneliti memakai uji chow test yang meliputi uji F dan uji t. Hasil analisis

penelitian menunjukan bahwa variabel luas lahan panen secara signifikan

berpengaruh positif, sedangkan produktivitas tanaman padi dan jumlah tenaga

kerja petani tidak signifikan dan berpengaruh negatif terhadap hasil produksi padi

di Pulau Jawa, (Pancawati, 2014).

Penelitian selanjutnya berjudul “Pengaruh PDRB Sektor Pertanian, Nilai

Tukar Petani dan Investasi Sektor Pertanian Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja

Sektor Pertanian Provinsi Jambi”, dengan metode analisis data menggunakan

analisis deskriptif kuantitatif dan regresi. Hasil penelitian tersebut menjelaskan

bahwa, rata-rata perkembangan variabel PDRB sektor pertanian dan investasi

sektor pertanian mengalami peningkatan dari tahun ketahun, sedangkan variabel

nilai tukar petani, dan penyerapan tenaga kerja sektor pertanian berfluktuasi dari

tahun ke tahun. PDRB sektor pertanian berpengaruh positif dan signifikan

terhadap penyerapan tenaga kerja sektor pertanian di Provinsi Jambi, sedangkan

nilai tukar petani dan investasi disektor pertanian tidak memiliki pengaruh yang

signifikan, (Simanjuntak & Bhakti, 2018).

Penelitian dengan judul “Analisis Nilai Tukar Petani Komoditas Tanaman

Pangan di Sumatera Utara”, menggunakan data primer yang dilakukan secara

validasi kuesioner, entri data, koding data, dan selanjutnya pengolahan data.

Berasarkan hasil penelitian diperoleh rata-rata Nilai Tukar Petani (NTP) tanaman

pangan di Sumatera Utara sebesar 99,07 persen, sedangkan Nilai Tukar Subsisten

(NTS) pangan di Sumatera Utara sebesar 367,69 persen dalam pengeluaran rumah

tangga petani. Faktor-faktor yang mempengaruhi Nilai Tukar Petani (NTP) di


27

Sumatera Utara yaitu produktivitas hasil, luas lahan, biaya tenaga kerja, harga

komoditas, dan harga pupuk, (Riyadh, 2015).

2.7. Kerangka Pemikiran


Nilai Tukar Petani (NTP) merupakan pengukur kemampuan daya tukar sektor

pertanian terhadap sektor non pertanian. Sehingga NTP dapat menunjukkan

kemampuan riil petani serta dapat mengindikasikan kesejahteraan petani.Indeks

harga yang diterima petani (It) adalah perbandingan antara harga yang diterima

petani pada tahun berlaku dengan harga tersebut pada tahun dasar. Sedangkan

perbandingan antara harga yang dibayarkan petani pada tahun berlaku dengan

harga yang dibayarkan petani pada tahun dasar merupakan indeks harga yang

dibayarkan petani (Ib). Hasil akhir dari Nilai Tukar petani dibagi ada tiga yaitu

surplus, impas dan defisit. Dari ketiga hasil NTP tersebut dapat menentukan

kesejahteraan petani. Banyak faktor yang mempengaruhi nilai tukar petani, dan

yang di bahas dalam penelitian ini ada lima faktor yaitu Inflasi (X1), Suku Bunga

(X2), Tenaga Kerja (X3), PDRB (X4) dan NTP tahun sebelumnya (Yt-1).

Inflasi

Nilai Tukar Petani


Suku Bunga
(NTP) Sumatera
Utara
Tenaga Kerja

PDRB

NTP tahun
sebelumnya

Gambar 2.1. Skema Kerangka Pemikiran


28

2.8. Hipotesis

Adapun hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Factor-faktor inflasi, suku bunga, tenaga kerja, PDRB dan NTP tahun

sebelumnya berpengaruh terhadap Nilai Tukar Petani (NTP) di Provinsi

Sumatera Utara tahun 1989-2018.


29

III. METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian

Daerah penelitian ditentukan secara purposive, artinya daerah penelitian

didasarkan atas adanya tujuan tertentu.Penelitian dilakukan di Provinsi Sumatera

Utara dengan pertimbangan bahwa Provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu

provinsi dengan produksi produk sektor pertanian terbesar di Indonesia.

3.2. Metode Penentuan Data dan Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa

data time series (1989-2018 atau 30 tahun). Data sekunder yang digunakan

diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan instansi terkait lainnya serta

literatur-literatur berkaitan dengan penelitian ini. Jenis data yang dikumpulkan

antara lain Nilai Tukar Petani Provinsi Sumatera Utara, inflasi, suku bunga,

tenaga kerja, PDRB dan NTP tahun sebelumnya .

3.3. Metode Analisis Data

Untuk menjawab identifikasi masalah, dianalisis dengan menggunakan

metode autoregresive . metode Ordinary Least Square (OLS). Secara sistematis

dapat model tersebut dapat ditulis sebagai berikut:

𝑌𝑡 = α₀ + 𝑎1 𝑋₁ + 𝑎2 𝑋₂ + 𝑎3 𝑋₃ + 𝑎4 𝑋₄ + 𝑎5 𝑌𝑡−1 + 𝑒𝑡

Dimana :

Yt = Nilai Tukar Petani (%)

α0 = konstanta

𝑎₁ − 𝑎₅ = Koefisien Regresi

X1 = Inflasi (%)
30

X2 = Suku Bunga (%)

X3 = Tenaga Kerja (orang)

X4 = PDRB (milyar Rupiah)

Yt-1 = NTP tahun sebelumnya (%)

𝑒𝑡 = Error

3.3.1 Uji Asumsi Klasik

Dalam regresi linear berganda, agar hasil dugaan parameter dalam

penelitian berperilaku BLUE (Best Linear Unbiased Estimator) dalam menguji

kualitas data, dapat dilakukan melalui uji asumsi klasik.

3.3.1.1. Uji Normalitas

Data yang berdistribusi normal akan memperkecil kemungkinan terjadinya

bias. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk membandingkan fungsi

distribusi populasi yang diamati adalah uji One Sample Kolmogorov Smirnov

(OS-KS).Pengujian dilakukan dengan uji Kolmogorov Smirnov, dengan melihat

nilai signifikansi.

1. Sig. KS > 0,10 = Data berdistribusi normal

2. Sig. KS < 0,10 = Data tidak berdistribusi normal

3.3.1.2. Uji Multikolinearitas

Untuk mengetahui ada tidaknya gejala multikolinearitas dapat dilihat dari

besarnya nilai Tolerance dan VIF (Variance Inflation Factor).Tolerance

mengukur variabilitas variabel terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel

independen lainnya. Nilai umum yang biasa dipakai adalah nilai Tolerance ˃ 0,10

atau nilai VIF < 10, maka tidak terjadi multikolinearitas.


31

3.3.1.3. Uji Heteroskedastisitas

Model regresi yang baik adalah tidak terjadi heteroskedastisitas.Uji yang

digunakan untuk melihat ada atau tidaknya heterokedastisitas adalah uji Glejser,

yaitu meregresikan absolut residual dengan variabel bebas.yaitu meregresikan

absolut residual dengan variabel bebas, dengan ketentuan:

1. Bila nilai Sig. < 0,10 maka terjadi heterokedastisitas


2. Bila nilai Sig. > 0,10 maka tidak terjadi heterokedastisitas

3.3.1.4. Uji Autokorelasi

Uji Autokorelasi digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya

penyimpangan asumsi klasik autokorelasi yaitu korelasi yang terjadi antara

residual pada satu pengamatan dengan pengamatan lain pada model regresi.

Pengambilan keputusan pada uji Durbin-Watson adalah sebagai berikut:

1. Jika d lebih kecil dari dL atau lebih besar dari (4-dL) maka H0 ditolak, yang

berarti terdapat autokorelasi.

2. Jika d terletak antara dU dan (4-dU) H0 diterima, yang berarti tidak ada

autokorelasi

3. Jika d terletak antara dL dan dU atau di antara (4-dU) dan (4-dL), maka tidak

menghasilkan kesimpulan yang pasti.


32

3.3.2. Analisis Kesesuaian Model (Goodness of Fit)

3.3.2.1. Koefisien Determinasi (R2 )

Nilai R2 yang kecil berarti bahwa kemampuan variabel-variabel

independen dalam menjelaskan variansi variabel dependen sangat terbatas.Nilai

yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir

semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variabel-variabel dependen.

3.3.2.2. Uji t (parsial)

Uji t dilakukan dengan menguji pengaruh setiap variabel dependen

terhadap variabel independen.Uji t merupakan uji secara parsial pengaruh variabel

independen terhadap variabel dependen. Uji t dilakukan dengan membandingkan

nilai signifikansi dengan taraf yang nyata yang digunakan dengan ketentuan:

1. H0 diterima dan H1 ditolak jika nilai signifikansi t > α (0,10). Hal ini berarti

bahwa secara parsial variabel bebas tidak berpengaruh signifikan terhadap

variabel terikat

2. H1 diterima dan H0 ditolak jika nilai signifikansi t < α (0,10). Hal ini berarti

bahwa secara parsial variabel bebas berpengaruh signifikan terhadap variabel

terikat.

3.3.2.3. Uji F (serentak)

Untuk menguji pengaruh variable-variabel secara serentak/simultan

tersebut terhadap Nilai Tukar Petani, maka digunakan uji F . Uji F merupakan uji

statistik yang digunakan untuk menunjukkan apakah semua variabel independen

atau bebas yang dimasukkan ke dalam model mempunyai pengaruh secara

bersama-sama terhadap variabel dependen atau terikat (Ghozali, 2011). Uji F


33

dilakukan dengan membandingkan nilai signifikansi dengan taraf yang nyata yang

digunakan dengan ketentuan:

1. H0 diterima dan H1 ditolak jika nilai signifikansi F > α (0,05). Hal ini

berarti bahwa secara bersama-sama variabel bebas (X1, X2, X3, X4,

X5) tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat (Y)

2. H1 diterima dan H0 ditolak jika nilai signifikansi F < α (0,05). Hal ini

berarti bahwa secara bersama-sama variabel bebas ((X1, X2, X3, X4,

X5) berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat (Y)

3.4. Definisi dan Batasan Operasional

Defenisi dan batasan operasional dimaksudkan untuk menghindari

kesalah-pahaman istilah-istilah yang terdapat dalam tesis ini.

3.4.1. Definisi

1. Nilai Tukar Petani adalah angka perbandingan antara indeks harga yang

diterima petani dengan indeks harga yang dibayar petani yang dinyatakan

dalam persentase.

2. Indeks harga yang diterima petani adalah indeks harga yang menunjukkan

perkembangan harga kebutuhan rumah tangga petani, baik itu kebutuhan

untuk konsumsi rumah tangga maupun kebutuhan untuk proses produksi

pertanian.

3. Indeks harga yang dibayar petani : indeks harga yang menunjukkan

perkembangan harga barang/jasa yang diperlukan untuk kebutuhan rumah

tangga petani dan biaya produksi.

4. Inflasi Inflasi merupakan kecenderungan meningkatnya tingkat harga secara

umum dan terus-menerus dalam satuan rupiah.


34

5. Suku bunga adalah nilai, tingkat harga dan yang di maksud dalam penelitian

ini ialah suku bunga pinjaman dalam satuan persen.

6. Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna

menghasilkan barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri

maupun untuk masyarakat. dalam satuan orang.

7. PDRB ialah Produk Domestik Regional Bruto yng menjelaskan

perekonomian suatu daerah.

3.4.2. Batasan Operasional

1. Penelitian dilakukan di Sumatera Utara.

2. Sampel dalam penelitian ini adalah data time series Nilai Tukar Petani (NTP)

tahun 1989-2018 di Provinsi Sumatera Utara.

3. Penelitian dilakukan pada tahun 2020.


35

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Wilayah Penelitian

Secara adminstratif Provinsi Sumatera Utara terletak di 0ᵒ LS – 4ᵒ 40’ LU

dan 96ᵒ 40’ – 100ᵒ 50’ BT, yang beribukota Medan dan mempunyai 25 kabupaten

dan 8 kotamadya. Sumatera Utara memiliki batas utara yaitu provinsi Aceh dan

selat Malaka, selatan berbatasan dengan provinsi Riau, Sumatera Barat dan

Samudera Indonesia, barat berbatasan dengan provinsi Aceh dan Samudera

Indonesia, timur berbatasan dengan selat Malaka. Luas Provinsi Sumatera Utara

kurang lebih 72.981,23 km2 (BPS, 2019) .

Topografis Wilayah Sumatera Utara terdiri dari daerah pantai, dataran

rendah dan dataran tinggi serta pegunungan Bukit Barisan yang membujur

ditengah-tengah dari Utara ke Selatan. Kemiringan tanah antara 0 – 12 % seluas

65,51% seluas 8,64 % dan diatas 40 % seluas 24,28 %, sedangkan luas Wilayah

Danau Toba 112.920 Ha atau 1,57 %. Berdasarkan Topografi Daerah Sumatera

Utara dibagi atas 3 (tiga) bagian yaitu bagian Timur dengan keadaan relatif datar,

bagian tengah bergelombang sampai berbukit dan bagian Barat merupakan

dataran bergelombang.Wilayah Pantai Timur yang merupakan dataran rendah

seluas 24.921,99 Km2 atau 34,77 persen dari luas wilayah Sumatera Utara adalah

Daerah yang subur, kelembaban tinggi dengan curah hujan relatif tinggi pula.

Wilayah ini memiliki potensi ekonomi yang tinggi sehingga cenderung

semakin padat karena arus migrasi dari wilayah Pantai Barat dan dataran tinggi.

Banjir juga sering melanda wilayah tersebut akibat berkurangnya pelestarian

hutan, erosi dan pendangkalan sungai. Pada musim kemarau terjadi pula

kekurangan persediaan air disebabkan kondisi hutan yang kritis. Wilayah dataran
36

tinggi dan wilayah Pantai Barat seluas 46.758,69 Km2 atau 65,23 persen dari luas

wilayah Sumatera Utara, yang sebagian besar merupakan pegunungan, memiliki

variasi dalam tingkat kesuburan tanah, iklim, topografi dan kontur serta daerah

yang struktur tanahnya labil. Beberapa 2 danau, sungai, air terjun dan gunung

berapi dijumpai di wilayah ini serta sebagian wilayahnya tercatat sebagai daerah

gempa tektonik dan vulkanik.

Iklim di Sumatera Utara termasuk iklim tropis yang dipengaruhi oleh

angin Passat dan angin Muson. Kelembaban udara rata-rata 78%-91%, Curah

hujan (800-4000) mm / Tahun dan penyinaran matahari 43%. Penduduk Sumatera

Utara terdiri dari berbagai suku, yaitu Melayu, Batak, Nias, Aceh, Minangkabau,

Jawa dan telah beragama. Walaupun berbeda Agama dan adat istiadat, kehidupan

bersama berlangsung rukun dan damai dengan Pancasila sebagai pedoman hidup.

Jumlah penduduk di Sumatera Utara 14.562.549 jiwa (BPS, 2019).

merupakan provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak di luar Pulau Jawa.

Sekitar 56,75 % penduduk bertempat tinggal di pedesaan dan 43,25 % bertempat

tinggal di daerah perkotaan. Pada tahun 2007, penduduk Provinsi Sumatera Utara

bertambah jumlahnya menjadi 12.834.371 jiwa yang terdiri dari 6.405.076 jiwa

penduduk laki-laki atau sebesar 49,91 persen dan 6.429.925 jiwa penduduk

perempuan atau sebesar 50,09 persen, dengan kepadatan rata-rata 179 Jiwa/Km²

(BPS, 2007).

Laju pertumbuhan Penduduk Sumatera Utara selama kurun waktu tahun

1990 – 2000 adalah 1,20 persen pertahun, dan pada Tahun 2000 – 2005 menjadi

1,35 persen pertahun. Laju pertumbuhan penduduk tertinggi antara Tahun 2000 –

2005 terdapat di Kabupaten Tapanuli Tengah sebesar 2,96 persen pertahun, hal ini
37

kemungkinan karena letak Kabupaten Tapanuli Tengah sebagai daerah transit

bagi Kabupaten di sekitarnya seperti Kabupaten Nias dan Tapanuli Selatan.

Sedangkan laju pertumbuhan penduduk terendah ada di Kabupaten Toba Samosir,

yang tercatat sebesar negatif 0,96 persen pertahun. Berdasarkan struktur usia

keseluruhan terdiri dari 33,68 persen berusia dibawah 15 Tahun; 42,06 persen

wanita usia subur dan 18,17 persen usia diatas 45 Tahun (termasuk 3,3 persen

diatas 64.

Potensi sumber daya alam Sumatera Utara cukup berlimpah, diantaranya

tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, perikanan dan pariwisata. Potensi

pertanian Provinsi Sumatera Utara diantaranya adalah sayuran, dan buah-buahan

yang sebagian besar telah dipasarkan dengan baik dan sudah di ekspor keluar

negeri maupun provinsi lain. Luas areal perkebunan adalah 1.634.772 ha atau

22,73% dari luas Sumatera Utara dengan produksi sebesar ± 3.738.516 ton untuk

23 komoditi diantaranya sawit, karet, kopi, kakao, tembakau dan kelapa. Rata-rata

pertambahan luas lahan perkebunan 0,72 % pertahun dan pertumbuhan produksi

sebesar 2,74 % pertahun (BPS, 2019).

Pada Provinsi Sumatera Utara memiliki 647.223 ha lahan pertanian yang

dapat dikembangkan. Sebagian besar luas lahan pertanian dialokasikan untuk

komoditas tanaman semusim. Hampir 66,4% dari luas lahan pertanian

dialokasikan untuk tanaman hortikultura. Sisanya 21,9% dari luas lahan pertanian

di Sumatera Utara dialokasikan ke komoditas tanaman tahunan dan 11,7%

diarahkan untuk pembentukan lahan padi sawah. Provinsi Sumatera Utara menuju

menjadi provinsi yang berbasis jasa dan industri. Peran sektor pertanian dalam

menyumbangkan PDRB Sumatera Utara semakin kecil.


38

4.2. Perkembangan Variabel Dependen dan Independen

4.2.1 Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) di Provinsi Sumatera Utara


Tahun 1989-2018

Berikut ini adalah data perkembangan Nilai Tukar Petani di Provinsi

Sumatera Utara dari tahun 1989-2018, di tampilkan pada Grafik 4.1.

Y: NTP
120

100

80

60

40

20

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

Gambar 4. 1. Grafik Perkembangan Nilai Tukar Petani Provinsi


SumateraUtara tahun 1989 - 2018
NTP berfluktuasi dari waktu ke waktu tergantung dari perkembangan

harga barang yang dijual petani dan barang serta jasa yang dikonsumsi petani.

Dilihat dari tabel diatas terlihat bahwa terjadi penurunan NTP pada 1989 – 1993

yakni. Namun terjadi peningkatan pada tahun 1994 -1995 dan terjadi peningkatan

secara beruntun pada 1996 – 2003. Selanjunya terjadi penurunan pada 2004 –

2007 dan naik turun tahun 2008 – 2017 dan kembali turun di tahun 2018. Dari

data tersebut juga kita dapat melihat bahwa NTP paling rendah terjadi pada tahun

1998 dan 1999 yakni sebesar 81,4 dan 81,9 sebagai mana kita ketahui pada masa

tersebut terjadi krisis ekonomi pada tahun tersebut. NTP tertinggi terjadi pada

tahun 2011 – 2012 yakni sebesar 102,36 – 103,42.


39

Dari Grafik 4.1 di atas dapat dilihat Nilai Tukar Petani Provinsi Sumatera

Utara periode 1989-2018 memiliki rata-rata 94,99 dimana dapat dikategorikan

jika petani berada di kondisi tidak sejahtera. Jika ditinjau secara tahunan, petani

dalam kondisi dikatakan sejahtera (NTP > 100) hanya berada pada tahun 2003,

2008-2012, 2014 dan tahun 2016. Sebagian besar tahun lainnya nilainya berada

dibawah angka 100, kondisi ini menggambarkan jika petani di Sumatera Utara

dikategorikan petani tidak sejahtera. Hal ini menunjukkan jika tingkat pendapatan

petani masih lebih kecil dibandingkan pengeluarannya.

4.2.2. Perkembangan Inflasi di Provinsi Sumatra Utara tahun 1989-2018


Perkembangan inflasi di Provinsi Sumatera Utara

X1: Inflasi (P)


100

80

60

40

20

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

Gambar 4. 2. Grafik Perkembangan Inflasi di Provinsi Sumatera Utara

Dari Grafik diatas ditunjukkan, terjadi peningkatan inflasi secara signifikan pada

tahun 1999-2001, tetapi ditahun-tahun sebelum dan sesudahnya pergerakan grafik

cenderung konstan.

4.2.3. Perkembangan Suku Bunga di Provinsi Sumatra Utara tahun 1989-


2018

Perkembangan suku bunga di Provinsi Sumatera Utara dalam kurun waktu

30 tahun yaitu tahun 1989-2018 dalam periode tahunan dapat dilihat dari Grafik
40

4.3 berikut ini :

X2: Suku Bunga (R)


45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

Gambar 4. 3. Grafik Perkembangan Suku Bunga Provinsi Sumatera Utara

Dari Grafik diatas ditunjukkan, terjadi peningkatan suku bunga secara

signifikan pada tahun 1999-2001, tetapi ditahun-tahun sebelum dan sesudahnya

pergerakan grafik cenderung konstan. Kenaikan suku bunga di tahun 2000

disebabkan krisis ekonomi di Indonesia.

4.2.4. Perkembangan Tenaga Kerja di Provinsi Sumatra Utara tahun 1989-


2018

Perkembangan tenaga kerja produktif di sector pertanian Provinsi Sumatera

Utara dalam kurun waktu 30 tahun yaitu tahun 1989-2018 dalam periode tahunan

dapat dilihat dari Grafik 4.4 berikut ini :

X3: Tenaga Kerja (TK)


3500000
3000000
2500000
2000000
1500000
1000000
500000
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
41

Gambar 4. 4. Grafik Perkembangan Tenaga Kerja Provinsi Sumatera Utara

Dari Grafik diatas ditunjukkan, terjadi peningkatan tenaga kerja produktif di

sector pertanian pada tahun 1989-2018 tetapi ditahun-tahun sebelum dan

sesudahnya pergerakan grafik cenderung konstan. Penurunan tenaga kerja

kembali terjadi di tahun 2018, hamper sama dengan jumlah tenaga kerja terendah

selama 30 tahun yang diteliti yaitu tahun 1990.

4.2.5. Perkembangan PDRB di Provinsi Sumatra Utara tahun 1989- 2018

Perkembangan PDRB Provinsi Sumatera Utara dalam kurun waktu

tahun yaitu tahun 1989-2018 dalam periode tahunan dapat dilihat dari Tabel 4.5 :

X4: PDRB
200000000

150000000

100000000

50000000

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

Gambar 4. 5. Grafik Perkembangan PDRB Sumatera Utara 1989– 2018


Dari Grafik diatas ditunjukkan, terjadi peningkatan PDRB Provinsi

Sumatera Utara pada tahun 1989-2018, Perkembangan PDRB ditunjukkan dengan

grafik yang positif peningkatannya dari tahun ke tahun.


42

4.3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Nilai Tukar Petani (NTP)


Provinsi Sumatera Utara tahun 1989-2018

4.3.1. Uji Asumsi Klasik

4.3.1.1. Normalitas

Uji yang dilakukan dengan tujuan untuk menilai sebaran data pada sebuah

kelompok data atau variabel, apakah sebaran data tersebut berdistribusi normal

ataukah tidak. Uji Normalitas berguna untuk menentukan data yang telah

dikumpulkan berdistribusi normal atau diambil dari populasi normal.

12
Series: Residuals
10 Sample 1990 2018
Observations 29

8
Mean -9.49e-15
Median 0.066754
6 Maximum 8.857224
Minimum -6.748560
4 Std. Dev. 3.046076
Skewness 0.309666
2 Kurtosis 4.194506

0 Jarque-Bera 2.187586
-5 0 5 10 Probability 0.334944

Gambar 4. 6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai Tukar Petani


Sumatera Utara

Berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan Eviews, maka dapat

diketahui bahwa nilai sig 0,334944 > 0,10 artinya data berdistribusi normal.

4.3.1.2. Uji Multikolinearitas

Uji Multikolinearitas untuk mengetahui adanya hubungan antara beberapa

atau semua variabel yang menjelaskan dalam model regresi, uji multikolenearitas.

Pada uji multikolenearitas, jika dalam model terdapat multikolinearitas

maka model tersebut memiliki kesalahan standar yang besar sehingga koefisien

tidak dapat ditaksir dengan ketepatan yang tinggi. Berdasarkan Tabel 1 diketahui
43

bahwa nilai VIF < 10 maka dapat disimpulkan regresi tidak terjadi

multikolinearitas atau korelasi yang sempurna antara variabel-variabel bebas.

Tabel 4.1. Koefisien Multikolinearitas

Coefficient Uncentered Centered


Variable Variance VIF VIF

C 343.6201 882.1953 NA
X1 0.006751 5.395918 3.640092
X2 0.045169 21.36125 5.581987
X3 1.62E-11 282.6839 1.265210
X4 3.68E-16 4.584632 2.216221
Yt-1 0.017206 399.4697 1.772967

Sumber : Data Sekunder diolah, 2020 (Lampiran 3)

4.3.1.3. Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya

penyimpangan asumsi klasik heteroskedastisitas yaitu adanya ketidaksamaan

varian dari residual untuk semua pengamatan pada model regresi. Prasyarat yang

harus terpenuhi dalam model regresi adalah tidak adanya gejala

heteroskedastisitas. Adapun hasil uji heterokedastisitas pada Tabel dibawah ini:

Tabel 4.2. Koefisien Heteroskedastisitas

Heteroskedasticity Test: Breusch-Pagan-Godfrey

F-statistic 0.694027 Prob. F(5,23) 0.6332


Obs*R-squared 3.801793 Prob. Chi-Square(5) 0.5783
Scaled explained SS 3.819634 Prob. Chi-Square(5) 0.5757
44

Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 08/30/20 Time: 22:27
Sample: 1990 2018
Included observations: 29

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 79.72425 92.43740 0.862467 0.3973


X1 0.379071 0.409718 0.925201 0.3645
X2 -1.614922 1.059816 -1.523776 0.1412
X3 -2.38E-06 2.01E-05 -0.118316 0.9068
X4 -1.23E-07 9.57E-08 -1.281625 0.2127
Yt-1 -0.457688 0.654098 -0.699723 0.4911

R-squared 0.131096 Mean dependent var 8.958630


Adjusted R-squared -0.057796 S.D. dependent var 16.29534
S.E. of regression 16.75963 Akaike info criterion 8.657814
Sum squared resid 6460.357 Schwarz criterion 8.940703
Log likelihood -119.5383 Hannan-Quinn criter. 8.746411
F-statistic 0.694027 Durbin-Watson stat 2.445878
Prob(F-statistic) 0.633196

Sumber : Data Sekunder diolah, 2020 (Lampiran 4)

Berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan Eviews, maka dapat

diketahui bahwa nilai korelasi kedua variabel independen dengan Unstandardized

Residual memiliki nilai signifikansi lebih dari 0,10. karena nilai sig sebesar

0,6332 lebih > α= 0,10 maka tidak terjadi gejala hesterokedastisitas.

4.3.2. Analisis Kesesuaian Model (Goodness of Fit)

4.3.2.1. Koefisien Determinasi (R2 )

Nilai koefisien determinasi semakin mendekati angka satu (1) maka garis

regresi menjadi semakin baik, hal ini dikarenakan nilai tersebut dapat menjelaskan

fakta data secara aktual. Namun, apabila nilai koefisien determinasi semakin

mendekati nol maka garis regresi data kurang baik. Berdasarkan hasil regresi

menunjukan bahwa nilai R-Squared sebesar 0.773946 artinya bahwa variasi


45

variabel Y mampu menjelaskan kelima variabel X1, X2, X3, X4 dan Yt-1 sebesar

77.39 % secara fakta dan sisanya sebesar 22,61 % dijelaskan oleh variabel lainnya

yaitu variabel yang ada di luar model dan tidak dimasukkan ke dalam model.

4.3.2.2. Hasil Uji F

Berdasarkan hasil regresi data menunjukan nilai F-Statistic sebesar

15.74909 dengan probabilitas (F-Statistic) sebesar 0.000001 yang mana 0.000001

< α = 10% , maka artinya menolak H0 yang berarti variabel independen (Inflasi,

suku bunga, tenaga kerja, PDRB dan NTP tahun sebelumnya) secara simultan

berpengaruh terhadap variabel dependen (Nilai Tukar Petani).

4.3.2.3. Hasil Uji-t


Pada pengujian hipotesis, akan dilakukan analisis pengujian pengaruh

parsial (uji t). Nilai Uji t tertampil pada Tabel 4.

Tabel 1.3. Hasil Uji t Nilai Tukar Petani (NTP) di Provinsi Sumatera Utara

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 3.396795 18.53699 0.183244 0.8562


X1 -0.146448 0.082163 -1.782407 0.0879
X2 0.189131 0.212531 0.889900 0.3827
X3 7.46E-06 4.03E-06 1.850381 0.0771
X4 1.71E-08 1.92E-08 0.892453 0.3814
Yt-1 0.742617 0.131170 5.661488 0.0000

R-squared 0.773946 Mean dependent var 94.82241


Adjusted R-squared 0.724803 S.D. dependent var 6.406700
S.E. of regression 3.360902 Akaike info criterion 5.444287
Sum squared resid 259.8003 Schwarz criterion 5.727176
Log likelihood -72.94217 Hannan-Quinn criter. 5.532885
F-statistic 15.74909 Durbin-Watson stat 1.732287
Prob(F-statistic) 0.000001
Sumber : Data Sekunder diolah, 2020 (Lampiran 5)
46

Persamaan regresi dapat ditulis sebagai berikut :

Yt = 3.396795 – 0.146448X1 + 0.189131X2 + 7.46E-06X3 + 1.71E-08X4 +

0.742617Yt-1

Hasil R² sebesar 0.773946 berarti kemampuan variasi variabel inflasi, suku

bunga, tenaga kerja, PDRB dan NTP sebelumnya sebesar 77,39 persen terhadap

permintaan bawang merah di Provinsi Sumatera Utara, sedangkan sisanya 22,61

persen dipengaruhi oleh variabel lain diluar model estimasi.

Uji-t diperoleh nilai probability (0,0879 < 0,10) pada taraf kepercayaan 90%

yang berarti bahwa inflasi berpengaruh nyata terhadap nilai tukar petani di

Sumatera Utara. Dari hasil uji t dimana variable inflasi ditambah 1 satuan maka

nilai tukar petani akan menurun sebesar sebesar 0.146448. Hal ini menyatakan

semakin meningkat inflasi maka nilai NTP menurun dan menyebabkan

kesejahteraan petani menurun, inflasi sangat berpengaruh terhadap kesejahteraan

petani inflasi suatu proses meningkatkannya harga-harga secara umum dan terus

menerus berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai

faktor, yaitu meningkatnya permintaan melebihi penawaran atau di atas kemapuan

berproduksi hal ini di sebabkan inflasi merupakan mekanisme meningkatnya

seperti peningkatan kosumsi masyarakat, berlebihnya likuiditas pasar memicu

kosumsi bahkan spekulasi yang menyebabkan harga yang di terima petani lebih

rendah dari harga yang di keluarkan petani. Diperlukan kebijakan pengaturan

harga yang merangsang petani berusaha tani dan akan meningkatkan

kesejahteraan petani dan pengendalian inflasi. Ini sesuai dengan hasil penelitian
47

Kusumawardhani (2017) yang menyatakan bahwa faktor inflasi berpengaruh

positif dan signifikan terhadap Nilai Tukar Petani di Pulau Jawa.

Uji-t diperoleh probability (0.3827 > 0,10) pada taraf pada taraf

kepercayaan 90% yang bearti bahwa suku bunga tidak berpengaruh nyata

terhadap nilai tukar petani di Sumatera Utara. Hal ini disebabkan karena

kurangnya pemahaman petani terhadap suku bunga hal ini sesuai dengan

penelitian Akbari, Tessa Nurul (2016) yang menyatakan pada dasarnya, sebagian

besar petani di Indonesia masih sangat lemah dalam mengakses sumber-sumber

permodalan formal. Lemahnya kepemilikan modal disebabkan petani tidak

mempunyai kemampuan untuk melakukan akumulasi modal.

Uji-t diperoleh probability (0.0771 < 0,10) pada kepercayaan 90% yang

bearti bahwa tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap nilai tukar petani di

Sumatera Utara. Dari hasil uji t dimana variable tenaga kerja ditambah 1 akan

meningkatkan nilai tukar petani sebesar 7.46E-06. Tenaga kerja merupakan

indikator terpenting dalam pembangunan pertanian , tanpa ada tenaga kerja maka

sistem pertanian tidak akan berjalan dengan baik karena pertanian membutuhkan

banyak tenaga kerja dari mulai hulu sampai hilir, tenaga kerja menjadi indikator

paling penting dalam pembangunan pertanian karena mempunyai fungsi yang

menentukan dalam peningkatan pembangunan pertanian suatau negara. Hal ini

bertentangan dengan penelitian Riyadh (2015) yang menyatakan bahwa semakin

banyak tenaga kerja yang diperkerjakan akan mengurangi pendapatan petani,

sehingga nilai tukar petani akan mengalami penurunan.

Uji-t diperoleh probability (0.3814 > 0,10) pada taraf kepercayaan 90%

yang berarti bahwa PDRB tidak berpengaruh nyata terhadap nilai tukar petani di
48

Sumatera Utara. Hal ini di sebabkan karena penyumbang PDRB bukannya hanya

dari pertanian namun banyak faktor lain, penurunan pada variable PDRB sektor

pertanian akan menyebabkan menurunnya nilai tukar petani, pertumbuhan

ekonomi suatu daerah saling berhubungan dengan pembangunan manusia yang

salah satunya petani, manusia selalu berhubungan timbal balik dengan

pertumbuhan ekonomi. Ketika hubungan pertumbuhan ekonomi dan

pembangunan manusia kuat akan saling mendukung satu sama lain. Proses

lanjutnya pertumbuhan ekonomi suatu daerah dalam kurun waktu tertentu ialah

menggunakan data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), sehingga tingkat

perkembangan PDRB per kapita yang dicapai masyarakat seringkali sebagai

ukuran kesuksesan suatu daerah dalam mencapai cita-cita guna menciptakan

pembangunan ekonomi. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi melalui indikator

PDRB yang berarti pula akan meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran

rakyat.

Uji-t diperoleh nilai probability (0,0000 < 0,10) pada taraf kepercayaan

90% yang berarti bahwa Nilai Tukar Petani tahun sebelumnya (NTP-1)

berpengaruh nyata terhadap nilai tukar petani di Provinsi Sumatera Utara. Dari

hasil uji t dimana variable inflasi ditambah 1 satuan maka nilai tukar petani akan

naik juga sebesar sebesar 0.742617 . Hal ini menyatakan semakin meningkat

NTP tahun sebelumnya maka nilai NTP saat ini juga berbanding positif (naik) dan

menyebabkan kesejahteraan petani ikut meningkat. NTP tahun sebelumnya

sangat berpengaruh terhadap kesejahteraan petani saat ini, jika NTP tahun

sebelumnya meningkat, maka pendapatan petani naik dan modal untuk memulai
49

masa tanam bisa lebih besar untuk tahun ini, sehingga hasil yang akan diperoleh

juga berbanding lurus.

Dari hasil pembahasan Nilai Tukar Petani sumatera utara tersebut, dapat

dilihat hasil penelitian menunjukkan bahwa inflasi, tenaga kerja dan NTP tahun

sebelumnya berpengaruh nyata terhadap nilai tukar petani (NTP) di Provinsi

Sumatera Utara, apabila ditambah ketiga faktor tersebut ditambah sebesar X maka

akan bertambah nilai tukar petani sebesar Y. ini sesuai teori nilai tukar petani

sebagai indikator kesejahteraan petani menurut Rachmat (2013), Salah satu unsur

kesejahteraan petani adalah kemampuan daya beli dari pendapatan petani untuk

memenuhi kebutuhan pengeluaran rumah tangga petani. Peningkatan

kesejahteraan dapat diukur dari peningkatan daya beli pendapatan untuk

memenuhi pengeluarannya tersebut. Semakin tinggi daya beli pendapatan petani

terhadap kebutuhan konsumsi maka semakin tinggi nilai tukar petani dan berarti

secara relatif petani lebih sejahtera. Selain sebagai indikator kesejahteraan,

menurut Badan Pusat Statistik, NTP juga digunakan untuk:

1. Mengukur kemampuan tukar (term of trade) produk yang dijual petani

dengan produk yang dibutuhkan petani dalam berproduksi dan konsumsi

rumah tangga.

2. Memperoleh gambaran tentang perkembangan tingkat pendapatan petani dari

waktu ke waktu yang dapat dipakai sebagai dasar kebijakan untuk

memperbaiki tingkat kesejahteraan petani.

3. Menunjukkan tingkat daya saing (competiveness) produk pertanian

dibandingkan dengan produk lain.


50

4. Petani yang dimaksud dalam konsep NTP oleh BPS adalah petani yang

berusaha di sub sektor tanaman pangan, hortikultura, tanaman perkebunan

rakyat, peternak.
51

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi Nilai Tukar Petani (NTP) di Provinsi

Sumatera Utara :

a. Secara serentak factor inflasi, suku bunga, tenaga kerja, PDRB dan NTP tahun

sebelumnya berpengaruh terhadap variable Nilai Tukar Petani

b. Secara Parsial : factor inflasi, tenaga kerja dan NTP tahun sebelumnya

berpengaruh signifikan terhadap Nilai Tukar Petani, sedangkan variable suku

bunga dan PDRB tidak berpengaruh signifikan terhadap Nilai Tukar Petani

5.2. Saran
1. Diharapkan pemerintah tetap menjaga stabilisasi nilai inflasi, suku bunga,

tenaga kerja, dan PDRB Sumatera Utara agar masyarakat umum khususnya

petani meningkatkan kesejahteraannya.

2. Diharapkan petani dapat memanfaatkan factor inflasi, ketersediaan tenaga

kerja yang banyak tersedia di sector pertanian Sumatera Utara untuk

meningkatkan Produksi dan pendapatannya.

3. Diharapkan peneliti selanjutnya agar dapat menganalisis NTP dengan

variable berbeda.
52

DAFTAR PUSTAKA
Amaos. T. 2013. “Upaya petani karet dalam pemenuhan kebutuhan hidup di Desa
Benius Kecamatan Selimbau Kabupaten Kapuas Hulu”. Jurnal Ilmu
Sosiatri
Akbari, Tessa Nurul (2016) Analisis Pengaruh Modal Sosial terhadap Akses
Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) dan Produksi Usahatani
Tebu. Tesis. Universitas Brawijaya.Malang

Asri Wijayanti, Hukum ketenagakerjaan pasca reformasi, (Jakarta Sinar Grafrika,


,2010),h.107

Aulia, Destanul dan Sri Fajar Ayu. 2016. Analisis Saling Hubungan Antara Nilai
Tukar Petani dan Angka Harapan Hidup di Sumatera Utara. Jurnal
Kesehatan Masyarakat Andalas: Vol 10 No. 2. Fakultas Kesehatan
Masyarakat. Universitas Andalas.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). 2010. Kajian Evaluasi


Revitalisasi Pertanian dalam Rangka Peningkatan Kesejahteraan Petani.
Jakarta.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). 2013. Analisis Nilai
Tukar Petani (NTP) sebagai Bahan Penyusunan RPJMN Tahun 2015-
2019. Jakarta.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). 2014. Rencana


Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015 -2019. Jakarta.

Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara. 2019. Provinsi Sumatera Utara
dalam Angka 2018.
Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara. 2020. Konsep Nilai Tukar Petani.
Briones R. and J. Felipe. 2013. Agriculture And Structural Transformation in
Developing Asia: Review and Outlook. ADB Economics Working Paper
Series No 363.

Faridah, N., dan Syechalad, M ,.N. (2016). “Analisis Faktor-Faktor yang


Mempengaruhi Nilai Tukar Petani Sub Sektor Tanaman Pangan Padi di
Aceh”. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Pembangunan. Vol 1 (1).

Firdaus, Muhammad. 2011. Ekonometrika Suatu Pendekatan Aplikatif. Edisi


Kedua. Jakarta: Bumi Aksara
Ghozali, Imam. 2012, Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS
20. Semarang: Badan Penerbit-Universitas Diponegoro.

Inggid Dachi, Beatrice. 2016. Analisis Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi


Pertumbuhan Sektor Pertanian di Sumatera Utara. Skripsi, USU. Medan.
53

Kementerian Pertanian Republik Indonesia. 2018. Luas Panen Padi menurut


Provinsi tahun 2014-2018. Kementerian Pertanian RI.
Kusumawardhani, Citra Sekarwangi. 2017. Analisis Faktor-faktor Yang
Mempengaruhi Nilai Tukar Petani Tanaman Pangan Di Pulau Jawa.
Skripsi. Fakultas Ekonomi Dan Bisnis. Universitas Diponegoro.
Semarang.
Kurniawan, Riki. 2018. Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Nilai Tukar
Petani (NTP) Padi Sawah di Desa Karang Gading, Kecamatan
Secanggang, Kabupaten Langkat. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas
Sumatera Utara.

Natsir, M. (2014). Ekonomi Moneter dan Perbankan Sentral. Jakarta: Mitra.

Nopirin. (2013). Ekonomi Moneter. Buku 2. Edisi ke-1. Yogyakarta: BPFE


Yogyakarta

Pancawati D., Suprapto D., dan Purnomo P., (2014), Karakteristik Fisika Kimia
Perairan Habitat Bivalvia di Sungai Wiso Jepara Physical Diponegoro,
Journal Of Maquares, 3 (4): 141-146

Prabandana, Riyadh Rahmad. (2015). Pengaruh Modal, Nilai Produksi dan


Tingkat Upah Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Industri Kecil Di
Kabupaten Sukoharjo. Diss. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Priyatno, D. 2011. Buku Saku Analisis Statistik Data SPSS. Yogyakarta:


Mediakom.
Rachmat, M. 2013. Nilai Tukar Petani: Konsep, Pengukuran Dan Relevansinya
Sebagai Indikator Kesejahteraan Petani. Pusat Sosial Ekonomi dan
Kebijakan Pertanian.
Rita, H. 2010. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3S. Jakarta.

Riyadh, Muhammad Ilham. 2015. Analisis Nilai Tukar Petani Komoditas


Tanaman Pangan Di Sumatera Utara. Fakultas Pertanian. Universitas
Islam Sumatera Utara. Medan
Rusono, N., Sunari, A., Candradijaya, A., Martino, I., dan Tejaningsih. 2013.
Analisis Nilai Tukar Petani (NTP) Sebagai Bahan Penyusunan RPJMN
Tahun 2015-2019. Direktorat Pangan dan Pertanian, Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional. Jakarta.

Simanjuntak, Martin. Yulmardi. A. Bhakti. 2018. Pengaruh PDRB Sektor


Pertanian, Nilai Tukar Petani, dan Investasi Sektor Pertanian Terahadap
Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Pertanian Provinsi Jambi. Jurnal
Ekonomi Sumberdaya Dan Lingkungan. Vol. 7. No. 1. ISSN: 2303-1220.
Jambi: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Jambi.
54

Sunendar, Asep. 2012. Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Nilai Tukar


Petani Tanaman Pangan di Kawasan Barat Indonesia (Periode Tahun
2008-2010). Tesis. Fakultas Ekonomi dan Managemen. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
55

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1.

Data BPS Nilai Tukar Petani, Inflasi, Suku Bunga, PDRB dan NTP-1
Tahun NTP X1 X2 X3 X4 Yt-1
1989 99.8 6.64 11.33 2433700 3340157 *
1990 99.8 7.56 22.39 2309743 3720666 99.8
1991 95.6 8.99 18.7 2410856 4141870 99.8
1992 94 4.56 13.17 2604592 4995026 95.6
1993 85.3 9.75 9.5 2467018 4895743 94
1994 88.5 8.28 14.38 2509257 5494842 85.3
1995 90.9 7.24 14.75 2478104 6120210 88.5
1996 86.7 8.7 12.88 2589894 7042130 90.9
1997 85.9 13.1 20 2425381 8743190 86.7
1998 81.4 83.56 38.44 2608700 13374810 85.9
1999 81.9 4.01 12.51 2679078 19536500 81.4
2000 88.5 5.73 14.53 2650396 20084210 81.9
2001 93.1 14.79 17.62 2749212 23377420 88.5
2002 98.1 9.59 12.93 2738193 25243940 93.1
2003 100.79 4.23 8.31 2709500 25789490 98.1
2004 94.09 6.8 5.92 2454136 28893550 100.79
2005 93.33 22.41 12.75 2721518 33486110 94.09
2006 93.11 6.11 9.75 2412328 35807650 93.33
2007 92.99 6.6 8 2419411 41010150 93.11
2008 101.79 10.72 9.25 2610571 48871760 92.99
2009 100.82 2.61 6.5 2693708 54431190 101.79
2010 102.36 8 6.5 2875343 62984340 100.82
2011 103.42 3.67 6 2595418 70655870 102.36
2012 101.71 4.3 5.75 2496229 103933110 103.42
2013 99.49 8.4 7.5 2563358 115194750 101.71
2014 100.08 8.17 7.75 2500758 121435440 99.49
2015 98.61 3.24 7.5 2878155 125487510 100.08
2016 100.19 6.34 4.75 3137897 134915800 98.61
2017 99.39 3.2 4.25 2675578 146366370 100.19
2018 97.98 1.23 6.00 2390797 155071980 99.39
56

Keterangan

NTP Nilai Tukar Petani (%)


X1 Inflasi (%)
X2 Suku Bunga (%)
X3 Tenaga Kerja (orang)
X4 Produk Domestik Regional Bruto (milyar Rph)
Yt-1 NTP tahun sebelumnya (%)
57

Lampiran 2. Uji Normalitas

12
Series: Residuals
10 Sample 1990 2018
Observations 29

8
Mean -9.49e-15
Median 0.066754
6 Maximum 8.857224
Minimum -6.748560
4 Std. Dev. 3.046076
Skewness 0.309666
2 Kurtosis 4.194506

0 Jarque-Bera 2.187586
-5 0 5 10 Probability 0.334944
58

Lampiran 3. Uji Multikolineritas


Variance Inflation Factors
Date: 08/30/20 Time: 22:28
Sample: 1989 2018
Included observations: 29

Coefficient Uncentered Centered


Variable Variance VIF VIF

C 343.6201 882.1953 NA
X1 0.006751 5.395918 3.640092
X2 0.045169 21.36125 5.581987
X3 1.62E-11 282.6839 1.265210
X4 3.68E-16 4.584632 2.216221
Yt-1 0.017206 399.4697 1.772967
59

Lampiran 4. Uji Heteroskedasticity


Heteroskedasticity Test: Breusch-Pagan-Godfrey

F-statistic 0.694027 Prob. F(5,23) 0.6332


Obs*R-squared 3.801793 Prob. Chi-Square(5) 0.5783
Scaled explained SS 3.819634 Prob. Chi-Square(5) 0.5757
60

Lampiran 5. Uji t
Dependent Variable: NTP
Method: Least Squares
Date: 08/30/20 Time: 22:25
Sample (adjusted): 1990 2018
Included observations: 29 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 3.396795 18.53699 0.183244 0.8562


X1 -0.146448 0.082163 -1.782407 0.0879
X2 0.189131 0.212531 0.889900 0.3827
X3 7.46E-06 4.03E-06 1.850381 0.0771
X4 1.71E-08 1.92E-08 0.892453 0.3814
Yt-1 0.742617 0.131170 5.661488 0.0000

R-squaredX1 0.773946 Mean dependent var 94.82241


Adjusted R-squared 0.724803 S.D. dependent var 6.406700
S.E. of regression 3.360902 Akaike info criterion 5.444287
Sum squared resid 259.8003 Schwarz criterion 5.727176
Log likelihood -72.94217 Hannan-Quinn criter. 5.532885
F-statistic 15.74909 Durbin-Watson stat 1.732287
Prob(F-statistic) 0.000001

Anda mungkin juga menyukai