Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN KASUS THT

Otitis Media Akut Stadium Perforasi

Disusun oleh:
dr. Suryadi

Pembimbing:

dr. Ribka, Sp.THT-KL

Program Internship Dokter Indonesia


Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
RSU Kotabaru – Kalimantan Selatan
Periode 12 Februari 2018 – 12 Februari 2019
i
KATA PENGANTAR

Puji syukur sebesar-besarnya penyusun panjatkan kepada Allah SWT karena berkah

dan rahmat-Nya laporan kasus ini bisa diselesaikan tepat pada waktunya.

Penyusun mengucapkan terima kasih kepada Direktur RSU Kotabaru atas

kesempatan yang diberikan kepada penyusun untuk dapat menjalani Program Internship di

RSU Kotabaru selama 1 tahun. Penyusun juga mengucapkan terima kasih yang sebanyak-

banyaknya kepada pembimbing Internship di RSU Kotabaru, yaitu dr. Siti Khadijah dan dr.

Djoko Susanto. Tidak lupa pula penyusun juga mengucapkan terima kasih yang sebanyak-

banyaknya kepada pembimbing Laporan Kasus bagian Ilmu Bedah yaitu dr. Ribka, Sp.THT-

KL yang dengan sabar telah memberikan bimbingan dan waktunya kepada penyusun dalam

menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Otitis Media Akut Stadium Perforasi” ini.

Penyusun sadar dalam penyusunan laporan kasus ini masih banyak terdapat

kekurangan, semoga dalam penyusunan selanjutnya, penyusun dapat lebih baik lagi.

Demikian yang dapat penyusun sampaikan. Kiranya laporan kasus ini dapat berguna

dan membantu generasi dokter-dokter selanjutnya maupun mahasiswa-mahasiswi jurusan

kesehatan lain yang sedang dalam menempuh pendidikan, semoga laporan kasus ini berguna

sebagai referensi dan sumber bacaan untuk menambah ilmu pengetahuan.

Kotabaru, 8 Oktober 2018

dr. Suryadi

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ……………………………………………………...………… i

KATA PENGANTAR …………………………………………….……………………… ii

DAFTAR ISI …………………………………………………………….……………….. iii

LAPORAN KASUS.......... ………………………………………….………….…...….….. 1

BAB I : PENDAHULUAN ...............................................................................................8

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................9

Anatomi...................................................................................................................................9

Fisiologi Pendengaran ......................................................................................................... 15

OTITIS MEDIA AKUT

Definisi................................................................................................................................. 16

Etiologi ................................................................................................................................ 16

Patofisiologi.......................................................................................................... .............. 17

Klasifikasi............................................................................................................................. 17

Diagnosis ........................................................................................................................... 20

Tatalaksana ………............................................................................................................. 21

Pencegahan ......................................................................................................................... 22

Komplikasi ......................................................................................................................... 23

BAB II : KESIMPULAN ...............,...............................................................................24

Daftar Pustaka ………………………...........……………….…………...…….……….. 25

iii
Laporan Kasus
Ilmu THT-KL
RUMAH SAKIT UMUM KOTABARU

Nama : dr. Suryadi


Status : Dokter Internship
Periode : 11 Februari 2018 - 11 Februari 2019
Pembimbing : dr. Ribka, Sp.THT-KL
Topik : Otitis Media Akut

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. H
Usia : 40 tahun
Jenis Kelamin : Laki- laki
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Guru
Alamat : Jl. Selokayang

1
ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 14 Agustus 2018 pada pukul
10.00 WIB.

Keluhan Utama
Keluar cairan dari telinga sebelah kanan sejak 3 hari SMRS.

Keluhan Tambahan
Pendengaran telinga kanan berkurang dan terdengar bunyi berdengung sejak 3 hari yang
lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke RS dengan keluhan keluar cairan berterusan dari telinga kanan sejak 3
hari SMRS. Cairan yang keluar berwarna bening dan seperti lem. Pasien mengaku
awalnya telinga kanannya terasa nyeri berdenyut-denyut diikuti keluar cairan dan rasa
nyerinya berkurang. Pasien juga mengaku berkurang pendengarannya di telinga kanan dan
terdengar suara berdengung pada awal telinganya keluar cairan. Pasien menyangkal
adanya pusing berputar. Pasien menyatakan saat ini pasien pilek selama 2 minggu dan
badannya terasa kecapaian serta kurang tidur karena beban kerja. Batuk- batuk dan
demam disangkal pasien.
Pasien mengaku pernah berobat ke poli THT tujuh bulan yang lalu karena keluar cairan
dari telinga kanannya selama bertahun-tahun (pasien tidak ingat). Pasien tidak ingat obat
yang diberikan dan setelah obat habis, pasien berasa sembuh dan tidak kontrol.

Riwayat Penyakit Dahulu


- Riwayat penyakit tekanan darah tinggi disangkal
- Riwayat penyakit kencing manis disankal
- Riwayat alergi obat disangkal

Rwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada riwayat tekanan darah tinggi, kencing manis dan alergi dalam keluarga.

2
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum
Kesan sakit : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos Mentis
Kepala : Normocephali, Rambut hitam distribusi merata
Mata : Pupil bulat isokor ki=ka
Refleks cahaya langsung +/+
Refleks cahaya tidak langsung +/+
Conjungtiva anemis -/-
Sklera ikterik -/-

Leher : trachea lurus di tengah, pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)
Thoraks : Tidak dilakukan pemeriksaan
Abdomen : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstrimitas : Akral hangat, odem (-), sianosis (-).

Status THT
1.Telinga
Kanan Kiri
Daun telinga Normotia, Nyeri tarik (-) , Normotia, Nyeri tarik (-) ,
Nyeri tekan tragus(-), nyeri Nyeri tekan tragus(-), nyeri
tekan mastoid(-) tekan mastoid(-)
Retroaurikular Sikatriks (-), fistel (-) Sikatriks (-), fistel (-)
Liang telinga Lapang Lapang
Mukosa Hiperemis (+) Hiperemis (-)
Sekret (+) warna bening, (-)
mukopurulen, tidak bau
Serumen (-) (-)
Membran timpani Perforasi sub total Intak
Reflex cahaya (+)

3
Tes penala
 Rinne (+) (+)
 Weber Lateralisasi telinga kanan
 Schwabach Sama dengan pemeriksa Sama dengan pemeriksa

2. Pemeriksaan Hidung
Kanan Kiri
Bentuk hidung luar Simetris simetris
Deformitas tidak ada deformitas tidak ada deformitas
Nyeri tekan :
- Sinus frontalis (-) (-)
- Sinus ethmoidalis (-) (-)
- Sinus maksilaris (-) (-)
Krepitasi (-) (-)

Vestibulum Lapang Lapang


Mukosa hiperemis (-) Mukosa hiperemis (-)
Sekret (-) Sekret (-)
Septum deviasi (-) (-)
Konka nasi Eutrofi Eutrofi

3. Transluminasi
Tidak dilakukan pemeriksaan

4
4. Pemeriksaan Faring
Arkus faring Simetris, tidak hiperemis
Mukosa faring tidak hiperemis
Uvula Letak di tengah
Dinding faring Granuler
Tonsil palatine T1 – T1 tenang
Hiperemis -/-
Kripta -/-
Detritus -/-
Gigi geligi Lengkap
Caries (-)

5. Pemeriksaan laring

Tidak dilakukan pemeriksaan

6. Pemeriksaan leher
Tiroid : Tidak membesar
KGB : Submental, submandibula, servikalis anterior, supraclavikula tidak teraba membesar.

5
DIAGNOSA KERJA
Otitis Media Akut Auris Dextra Stadium Perforasi

DIAGNOSA BANDING
Otitis Media Suppuratif Kronis

TATA LAKSANA
Pembersihan sekret
Medikamentosa :
- H2O2 3% ; 3x10 tetes/hari AD
- Tetes telinga; Otopain 3x4 tetes/ hari AD
- Antibiotik peroral; Amoxicillin 3x500mg
- Analgetik; asam mefenamat 500mg 3x 1 / hari
Anjuran- anjuran: Menjaga kebersihan telinga
Tidak boleh mengorek- ngorek telinga
Telinga harus tetap kering
Tidak boleh berenang

RENCANA PEMERIKSAAN LANJUTAN


Pasien dianjurkan untuk kontrol ke poli THT setelah obat habis

PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : bonam

6
RESUME

Pasien laki-laki, umur 40 tahun, datang dengan keluhan keluar cairan berwarna
bening dan seperti lem secara berterusan dari telinga kanan sejak 3 hari SMRS. Selain
itu, pendengaran di telinga kanannya berkurang dan terdengar suara berdengung pada
awal telinganya keluar cairan. Awalnya telinga kanannya terasa nyeri berdenyut-
denyut diikuti keluar cairan dan rasa nyerinya berkurang setelah itu. Pasien
menyatakan saat ini pasien pilek selama 2 minggu dan badannya terasa kecapaian
serta kurang tidur karena beban kerja. Pasien mempunyai riwayat keluar cairan dari
telinga kanannya selama bertahun-tahun dan pernah berobat tujuh bulan yang lalu.
Pasien sempat berasa sembuh namun tidak kontrol.

Pada pemeriksaan telinga didapatkan mukosa liang telinga kanan hiperemis, sekret
(+), bening, mukopurulen dan tidak berbau. Membran timpani telinga kanan perforasi
subtotal.

Tes penala, Rinne +/+, Weber ; lateralisasi ke telinga kanan, Schwabach; sama
dengan pemeriksa.

Assesment : Otitis Media Akut Auris Dextra Stadium Perforasi

7
BAB I

PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN

Penyakit yang ditemui di daerah telinga sebetulnya merupakan dampak dari adanya
radang tenggorok, sinusitis, infeksi adenoid, dan lainnya yang berkelanjutan. Jarak antara
saluran tenggorok, hidung, dan telinga yang pendek menyebabkan kuman pada saluran
tersebut naik ke telinga.2

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa otitis media merupakan masalah paling


umum kedua pada praktek pediatrik, setelah pilek. Radang, celah telinga tengah (tuba
eustakius, telinga tengah dan mastoid) khususnya sering pada anak, dan pada daerah-daerah
dengan sarana minimal. Sejak penggunaan antibiotik secara luas terhadap otitis media dan
mastoiditis pada pertengahan 1930-an, angka mortalitas dan penyulit serius dari otitis media
telah sangat menurun. Namun, sekarang penyakit telinga tengah seringkali terdapat dalam
bentuk kronik atau lambat yang menyebabkan kehilangan pendengaran dan pengeluaran
sekret. Morbiditas seringkali berarti gangguan pendengaran yang mengganggu fungsi sosial,
pendidikan dan profesional. Pada anak usia sekolah, gangguan-gangguan telinga tengah
(misal, otitis media serosa) lazim terjadi, anak mungkin memperlihatkan hasil yang buruk
disekolah hingga gangguan ini dapat dideteksi melalui pemeriksaan penyaring untuk
selanjutnya didiagnosa dan diobati.

Otitis media terbagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif (otitis
media serosa, otitis media sekretoria, otitis media musinosa, otitis media musinosa). Masing-
masing golongan mempunyai bentuk akut dan kronis, yaitu otitis media supuratif akut (otitis
media akut = OMA) dan otitis media supuratif kronis (OMSK). Begitu pula otitis media
serosa terbagi menjadi otitis media serosa akut (barotrauma = aerotitis) dan otitis media
serosa kronis. Selain itu terdapat juga otitis media spesifik, seperti otitis media tuberculosa
atau otitis media sifilítica. Otitis media yang lain ahila otitis media adhesive. 2

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. ANATOMI

i) DAUN TELINGA

Anatomi : Daun telinga merupakan struktur tulang rawan yang kompleks yang bertekuk-
tekuk dan dibungkus oleh kulit tipis. Lekukan-lekukan itu dibentuk oleh heliks, antiheliks,
tragus, antitragus, fosa skafoidea, fosa triangularis, khonka dan lobulus. Jaringan subkutan
daun telinga bagian superior sangat tipis, terutama di permukaan anterior, sehingga kulit
langsung menempel pada tulang rawan. Makin ke bawah lapisan subkutan bertambah dan
berakhir di lobulus yang tidak mempunyai rangka tulang rawan.

9
Perdarahan daun telinga bagian posterior berasal dari cabang posterior a. karotis
eksterna yang mendarahi juga sebagian kecil permukaan depan daun telinga. Sebagian
permukaan belakang daun telinga juga diperdarahi oleh a. oksipitalis. Permukaan depan daun
telinga terutama diperdarahi oleh cabang anterior a. temporalis superfisialis anterior.
Persarafan daun telinga disuplai oleh cabang-cabang aurikularis magnus, dan
oksipitalis minor dari pleksus servikalis, juga dari cabang aurikulotemporal saraf trigeminal
serta cabang auricular n. vagus.1

ii) LIANG TELINGA


Anatomi : Liang telinga terdiri atas bagian tulang rawan pada sepertiga luar dan bagian
tulang pada dua pertiga dalam. Bentuk liang telinga seperti huruf S melar akibat perbedaan
sudut bagian tulang rawan dan bagian tulang, karena itu membran timpani biasanya tidak
dapat terlihat langsung dari luar.
Histologi : Kulit liang telinga bagian tulang rawan mempunyai struktur menyerupai kulit di
bagian tubuh lain, mengandung folikel rambut dan kelenjar-kelenjar, sedangkan kulit di
bagian tulang merupakan kulit yang tipis sekali dan berlanjut ke kulit membran timpani,
tidak mempunyai folikel rambut dan kelenjar-kelenjar.
Fisiologi : Panjang liang telinga dewasa sekitar 2,5 cm. Panjang ini secara fisika sesuai
dengan panjang yang memberi resonansi untuk frekuensi suara sekitar 3400 Hz, yang
merupakan frekuensi penting untuk mengerti percakapan. 1

iii) MEMBRAN TIMPANI

10
Anatomi : Membran timpani berbentuk hampir lonjong, terletak oblig di liang telinga,
membatasi liang telinga dengan kavum timpani. Diameter membran timpani rata-rata sekitar
1 cm, paling panjang pada arah anterior-inferior ke superior posterior. Membran timpani
dibagi menjadi 2 bagian, pars flaksida, yang merupakan bagian atas; dan pars tensa yang
merupakan bagian bawah.
Histologi : Membran timpani terdiri atas 3 lapis. Lapisan luar merupakan kulit terusan dari
kulit yang melapisi dinding liang telinga. Lapisan tengah merupakan jaringan ikat yang
terdiri atas 2 lapisan, yaitu lapisan radier yang serabut-serabutnya berpusat di manubrium
maleus, dan lapisan sirkuler yang serat-seratnya lebih padat di lingkaran luar dan makin
jarang ke arah sentral. Lapisan dalam merupakan bagian dari lapisan mukosa kavum timpani.

iv) KAVUM TIMPANI


Anatomi : Kavum timpani merupakan rongga yang di sebelah lateral dibatasi oleh membran
timpani, di sebelah medial oleh promontorium, di sebelah superior oleh tegmen timpani dan
inferior oleh bulbus jugularis dan n. fasialis.
Histologi : Telinga tengah dilapisi oleh mukosa tipis yang terutama berepitel kuboid tak
bersilia melapisi periosteum, termasuk tulang pendengaran dan ligamen-ligamen. Pada
daerah mesotimpanum mukosa ini kaya akan sel goblet dan kelenjar musin.

Isi Kavum Timpani


♦ Tulang pendengaran
Terdapat 3 buah tulang pendengaran, maleus, inkus dan stapes yang menghubungkan
membran timpani ke jendela lonjong.

11
♦ Maleus
Bagian-bagian tulang maleus terdiri atas kapitulum, leher, manubrium, prosesus
lateral dan prosesus anterior. Kapitulum maleus terletak di rongga epitimpani dan bersendi
dengan inkus. Manubrium maleus, merupakan bagian yang melekat pada membran timpani.
Prosesus anterior yang mengikatnya ke fisura timpanoskuamosa, sedangkan prosesus lateral
merupakan tempat perlekatan ligamentum maleus lateralis yang mengikat maleus ke celah
Rivinus di atap epitimpanum. 1
♦ Inkus
Tulang inkus terdiri atas badan, manubrium (prosesus longus) dan prosesus brevis.
Badan inkus pada bagian anterior cekung, tempat persendiannya dengan maleus. Manubrium
inkus berjalan ke arah inferior anterior paralel dengan manubrium maleus. Prosesus longus
inkus merupakan bagian yang relatif paling sedikit pendarahannya sehingga merupakan
bagian yang paling sering mengalami nekrosis akibat peradangan di telinga tengah.
♦ Stapes
Tulang stapes terdiri atas kapitulum stapes, basis stapes (stapes footplate) dan krura.
Kapitulum stapes berhubungan dengan prosesus lentikularis inkus membentuk sendi inkudo-
stapedius. Krura stapes terdiri atas krura anterior dan krura posterior. Dikatakan bahwa
gerakan seperti piston pada kaki stapes berubah menjadi gerakan guncangan (rocking
movement) ketika stapes menerima energi suara keras.

v) Muskulus Stapedius dan Tensor Timpani


Fisiologi : Kontraksi m. stapedius dan m. tensor timbul akibat refleks terhadap suara keras,
ketika suara keras disampaikan ke susunan saraf pusat. Memerlukan waktu sekitar 40 sampai
80 milidetik untuk terjadinya kontraksi ini. Dengan kontraksi ini rantai tulang pendengaran
menjadi lebih kaku sehingga mengurangi reaksinya terhadap rangsangan akustik, terutama
penghantaran suara di bawah nada 1000 Hz dapat mengurangi hantaran sampai 40 dB.

12
vi) TUBA EUSTACHIUS

Anatomi : Tuba Eustachius menghubungkan kavum timpani dengan nasofaring, berjalan dari
muaranya pada bagian atas dinding depan atas kavum timpani ke muaranya di nasofaring
persis di belakang ujung belakang konka inferior.
Dewasa : perbedaan tinggi muaranya di kedua tempat itu adalah sekitar 25 mm,
sedangkan panjangnya sekitar 30 sampai 40 mm.
Anak ukurannya lebih pendek dan lebih datar. Dinding tuba Eustachius mempunyai
bagian tulang rawan yang merupakan 2/3 seluruh panjangnya mulai dari muaranya di
kavum timpani, sedangkan 1/3 bagian yang lain berdinding tulang rawan, turun ke arah
nasofaring dan bermuara si situ.
Histologi : Dinding tulang rawan ini tidak lengkap, dinding bawah dan lateral bawah
merupakan jaringan ikat yang bergabung dengan m. tensor dan levator veli palatini. Pada
tuba Eustachius mukosanya dilapisi oleh epitel berlapis semu (pseudostratified epithelium),
yang mengandung sel bersilia, sel goblet, sel basal serta sel endokrin.
Fungsi : Menjaga keseimbangan tekanan udara di dalam telinga dan menyesuaikannya
dengan tekanan udara di dunia luar. Mengalirkan sedikit lendir yang dihasilkan sel-sel yang
melapisi telinga tengah ke bagian belakang hidung. Sebagai sawar kuman yang mungkin
akan masuk ke dalam telinga tengah.

13
vii) TELINGA DALAM

Telinga dalam terdiri dari koklea yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibuler
yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut
helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli. 2

Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk


lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli di sebelah
atas, skala timpani di sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis) di antaranya. Skala
vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Ion dan
garam yang terdapat di perilimfa berbeda dengan endolimfa. Hal ini penting untuk
pendengaran. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran vestibuli ( Reissner’s
membrane ) sedangkan dasar skala media adalah membran basalis. Pada membran ini
terletak organ Corti.

Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran
tektoria, dan pada membran basalis melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel
rambut luar dan kanalis Corti, yang membentuk organ Corti. 2

14
2. FISIOLOGI PENDENGARAN

Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya bunyi oleh daun telinga dalam bentuk
gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut
menggetarkan membran timpani, diteruskan ke telinga tengah melaui rangkaian tulang
pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran
dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang
telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong,
sehingga prilimfa pada skala vestibuli bergerak. Getaran diteruskan melalui membran
Reisner yang mendorong endolimfe sehingga akan menimbulkan gerakan relative antara
membran basalis dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang
menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut sehingga kanal ion terbuka dan
terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel rambut, sehingga melepaskan
neurotrnansmitter kedalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf
auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai kekorteks pendengaran. (area 39-
40) di lobus temporalis.4

15
OTITIS MEDIA AKUT

1. Definisi

Otitis media akut (OMA) adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga
tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid.

Otitis Media Akut terjadi karena fungsi Tuba Eustachius terganggu yang
mengakibatkan pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah juga terganggu, sehingga
kuman masuk ke dalam telinga tengah dan terjadi peradangan.

2. Etiologi

Penyebab otitis media akut (OMA) dapat merupakan virus maupun bakteri.5 Pada
25% pasien, tidak ditemukan mikroorganisme penyebabnya. Virus ditemukan pada 25%
kasus dan kadang menginfeksi telinga tengah bersama bakteri. Bakteri penyebab otitis media
tersering adalah Streptococcus pneumoniae, diikuti oleh Haemophilus influenzae dan
Moraxella cattarhalis. Yang perlu diingat pada OMA, walaupun sebagian besar kasus
disebabkan oleh bakteri, hanya sedikit kasus yang membutuhkan antibiotik. Hal ini
dimungkinkan karena tanpa antibiotik pun saluran Eustachius akan terbuka kembali sehingga
bakteri akan tersingkir bersama aliran lendir.

Anak-anak lebih mudah terserang otitis media dibanding orang dewasa karena beberapa hal. 3

o Sistem kekebalan tubuh anak masih dalam perkembangan.


o Saluran Eustachius pada anak lebih lurus secara horizontal dan lebih pendek sehingga
ISPA lebih mudah menyebar ke telinga tengah.
o Adenoid (adenoid: salah satu organ di tenggorokan bagian atas yang berperan dalam
kekebalan tubuh) pada anak relatif lebih besar dibanding orang dewasa. Posisi adenoid
berdekatan dengan muara saluran Eustachius sehingga adenoid yang besar dapat
mengganggu terbukanya saluran Eustachius. Selain itu adenoid sendiri dapat terinfeksi
di mana infeksi tersebut kemudian menyebar ke telinga tengah lewat saluran
Eustachius.

16
3. Patofisiologi

Terjadi akibat terganggunya faktor pertahanan tubuh yang bertugas menjaga


kesterilan telinga tengah. Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas
seperti radang tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran
Eustachius.3 Saat bakteri melalui saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan infeksi di
saluran tersebut sehingga terjadi pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya saluran
menyebabkan transudasi, dan datangnya sel-sel darah putih untuk melawan bakteri. Sel-sel
darah putih akan membunuh bakteri dengan mengorbankan diri mereka sendiri. Sebagai
hasilnya terbentuklah nanah dalam telinga tengah. Selain itu pembengkakan jaringan sekitar
saluran Eustachius menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel di telinga tengah terkumpul
di belakang gendang telinga.

Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu karena
gendang telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga dengan organ
pendengaran di telinga dalam tidak dapat bergerak bebas. Kehilangan pendengaran yang
dialami umumnya sekitar 24 desibel (bisikan halus). 2 Namun cairan yang lebih banyak dapat
menyebabkan gangguan pendengaran hingga 45 desibel (kisaran pembicaraan normal).
Selain itu telinga juga akan terasa nyeri. 3 Dan yang paling berat, cairan yang terlalu banyak
tersebut akhirnya dapat merobek gendang telinga karena tekanannya.

4. Klasifikasi

Gejala klinis otitis media akut (OMA) tergantung pada stadium penyakit dan umur pasien.
Stadium otitis media akut (OMA) berdasarkan perubahan mukosa telinga tengah : 3

1. Stadium oklusi tuba Eustachius

Klinis : Terdapat gambaran retraksi membran timpani akibat tekanan negatif di dalam
telinga tengah. Kadang berwarna normal atau keruh pucat.

17
Gejala : Demam, batuk, pilek, gelisah, sukar tidur, telinga mampat, gangguan
pendengaran, suhu tubuh yang tinggi (> 39,5 derajat celsius), gelisah, diare, kejang, dan
kadang-kadang memegang telinga yang sakit.

2. Stadium hiperemis (presupurasi)

Klinis : Tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani atau seluruh
membran timpani tampak hiperemis serta edema. Sekret yang telah terbentuk mungkin
masih bersifat eksudat serosa sehingga sukar terlihat.

Gejala : stadium I + bengkak

3. Stadium supurasi

Klinis : Membran timpani menonjol ke arah telinga luar akibat edema yang hebat pada
mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superfisial serta terbentuknya eksudat
purulen di kavum timpani. Apabila tekanan tidak berkurang, akan terjadi iskemia,
tromboflebitis dan nekrosis mukosa serta submukosa. Nekrosis ini terlihat sebagai daerah
yang lebih lembek dan kekuningan pada membran timpani. Di tempat ini akan terjadi
ruptur.

Gejala : Stadium II + sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, nyeri di telinga bertambah
hebat, dan terdapat sekret yang mengalir keluar dari dalam lubang telinga. Sekret yang
keluar dapat berupa darah atau pus.

18
4. Stadium perforasi

Klinis : Karena pemberian antibiotik yang terlambat atau virulensi kuman yang tinggi,
dapat terjadi ruptur membran timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke
telinga luar.

Gejala : Pasien menjadi tenang, suhu badan turun, dan dapat tidur nyenyak.

5. Stadium resolusi

Bila membran timpani tetap utuh maka perlahan-lahan akan normal kembali. Bila terjadi
perforasi maka sekret akan berkurang dan mengering. Bila daya tahan tubuh baik dan
virulensi kuman rendah maka resolusi dapat terjadi tanpa pengobatan. Otitis media akut
(OMA) berubah menjadi otitis media supuratif subakut bila perforasi menetap dengan
sekret yang keluar terus-menerus atau hilang timbul lebih dari 3 minggu. Disebut otitis
media supuratif kronik (OMSK) bila berlangsung lebih 1,5 atau 2 bulan. Dapat
meninggalkan gejala sisa berupa otitis media serosa bila sekret menetap di kavum timpani
tanpa perforasi.

19
5. Diagnosa

Diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal berikut. 4

1. Penyakitnya muncul mendadak (akut)

2. Ditemukannya tanda efusi (efusi: pengumpulan cairan di suatu rongga tubuh) di telinga
tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda berikut:

a. menggembungnya gendang telinga


b. terbatas/tidak adanya gerakan gendang telinga
c. adanya bayangan cairan di belakang gendang telinga
d. cairan yang keluar dari telinga

3. Adanya tanda/gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan dengan adanya salah
satu di antara tanda berikut:

a. kemerahan pada gendang telinga


b. nyeri telinga yang mengganggu tidur dan aktivitas normal

Pemeriksaan penunjang :

a. Perforasi yang kecil mungkin memerlukan Otomikroskopi untuk identifikasi.


b. Tes screening suara, termasuk tes impedensi pada telinga bagian tengah.
c. Audiometri sekiranya dilakukan pada penegakkan diagnosa Otitis Media Akut
Perforasi. Hal ini juga sebaiknya dilakukan sebelum proses perbaikan yang
dilaksanakan baik proses perbaikan yang dilakukan di poli ataupun di ruang operasi.
Hasil dari tes ini biasanya mempunyai nilai dibawah 30 dB.
d. Audiografi sebaiknya dilakukan sebelum maupun sesudah tindakan operasi.

20
Efusi telinga tengah dapat diperiksa dengan otoskop (alat untuk memeriksa liang dan
gendang telinga dengan jelas).4 Dengan otoskop dapat dilihat adanya gendang telinga yang
menggembung, perubahan warna gendang telinga menjadi kemerahan atau agak kuning dan
suram, serta cairan di liang telinga.

OMA harus dibedakan dari otitis media dengan efusi yang dapat menyerupai OMA. Untuk
membedakannya dapat diperhatikan hal-hal berikut.4

Gejala dan tanda OMA Otitis media dengan efusi

Nyeri telinga, demam, rewel + -

Efusi telinga tengah + +

Gendang telinga suram + +/-

Gendang yang menggembung +/- -

Gerakan gendang berkurang + +

Berkurangnya pendengaran + +

6. Penatalaksanaan

Terapi bergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada stadium awal ditujukan untuk
mengobati infeksi saluran napas, dengan pemberian antibiotik, dekongestan lokal atau
sistemik, dan antipiretik.

Stadium Oklusi

Terapi ditujukan untuk membuka kembali tuba Eustachius sehingga tekanan negatif di
telinga tengah hilang. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,25 % untuk anak < 12 tahun
atau HCl efedrin 0,5 % dalam larutan fisiologis untuk anak diatas 12 tahun dan dewasa.
Sumber infeksi lokal harus diobati. Antibiotik diberikan bila penyebabnya kuman3.

21
Stadium Presupurasi

Diberikan antibiotik, obat tetes hidung dan analgesik. Bila membran timpani sudah terlihat
hiperemis difus, sebaiknya dilakukan miringotomi. Dianjurkan pemberian antibiotik
golongan penisilin atau eritromisin. Jika terjadi resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan
asam klavulanat atau sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin intramuskular agar
konsentrasinya adekuat di dalam darah sehingga tidak terjadi mastoiditis terselubung,
gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan kekambuhan. Antibiotik diberikan minimal
selama 7 hari.3

Stadium Supurasi

Selain antibiotik, pasien harus dirujuk untuk melakukan miringotomi bila membran timpani
masih utuh sehingga gejala cepat hilang dan tidak terjadi ruptur.3

Stadium Perforasi

Terlihat sekret banyak keluar, kadang secara berdenyut. Diberikan obat cuci telinga H2O2
3% selama 3-5 hari serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu. Biasanya sekret akan
hilang dan perforasi akan menutup sendiri dalam 7-10 hari.3

Stadium Resolusi

Membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak ada lagi, dan perforasi menutup.
Bila tidak, antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila tetap, mungkin telah terjadi
mastoiditis.

7. Pencegahan

Beberapa hal yang tampaknya dapat mengurangi risiko OMA adalah:

1. pencegahan ISPA pada bayi dan anak-anak,


2. pemberian ASI minimal selama 6 bulan,
3. penghindaran pemberian susu di botol saat anak berbaring,
4. dan penghindaran pajanan terhadap asap rokok.

Berenang kemungkinan besar tidak meningkatkan risiko OMA. 3

22
8. Komplikasi

Komplikasi yang disebabkan oleh Otitis Media Akut Perforasi antara lain adalah :

Intra cranial
• Meningitis.
• Subdural Empyema.
• Meningitis.
• Abses Otak.
• Trombosis Sinus Lateralis.
• Focal Otitis Encephalitis.

Extra cranial
• Gangguan pendengaran.
• Otitis Media Suputarif Khronis.
• Mastoiditis.
• Cholesteatoma.
• Facial Paralysis.
• Tympanosclerosis.
• Labyrintis.

23
BAB III

KESIMPULAN

1. Telinga tengah terdiri dari Membran timpani, Kavum timpani, Prosesus mastoideus,
dan Tuba eustachius
2. Otitis media akut (OMA) adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga
tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid.
3. Penyebab otitis media akut (OMA) dapat merupakan virus maupun bakteri. Bakteri
penyebab otitis media tersering adalah Streptococcus pneumoniae, diikuti oleh
Haemophilus influenzae dan Moraxella cattarhalis
4. Anak-anak lebih mudah terserang otitis media dibanding orang dewasa.
5. Gejala klinis otitis media akut (OMA) tergantung pada stadium penyakit dan umur
pasien
6. Terapi bergantung pada stadium penyakitnya
7. Jika diputuskan untuk memberikan antibiotik, pilihan pertama untuk sebagian besar
anak adalah amoxicillin dan pemberian antibiotik adalah 3-7 hari atau lima hari.
8. Ulasan dari Cochrane menunjukkan tidak adanya perbedaan bermakna antara
pemberian antibiotik dalam jangka waktu kurang dari tujuh hari dibandingkan dengan
pemberian lebih dari tujuh hari.5

24
DAFTAR PUSTAKA

Dr Helmi, Otitis Media Supuratif Kronis, Balai penerbit FK UI, Jakarta 2005, Halaman
12-27

Dr. H. Efiaty Arsyad Soepardi, telinga hidung tenggorokan kepala leher. Buku ajar ilmu
kesehatan. Edisi 6, Balai penerbit FK UI 2007,

Otitis Media Akut http://medlinux.blogspot.com/2009/02/otitis-media-akut.html

Wikipedia Ensiklopedia Bebas http://id.wikipedia.org/wiki/Otitis

Otitis Media (Ear Infection) http://www.nidcd.nih.gov/health/hearing/otitism.asp

25

Anda mungkin juga menyukai