Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki lahan yang cukup

luas dan dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan usaha ternak sapi potong.

Dengan kondisi seperti ini, Indonesia memiliki potensi dan peluang untuk

swasembada daging yang membentang luas, namun faktanya konsumsi daging

masih jauh dari swasembada daging yang ditandai dengan kebutuhan konsumsi

daging yang masih dipenuhi dari impor (Nuhung, 2015). Pada tahun 2016,

Indonesia baru mampu menghasilkan 469.235 ton daging sapi, sementara

konsumsi daging mencapai 738.025 ton (Anonymous, 2016).

Produksi daging yang rendah dapat disebabkan oleh berbagai faktor salah

satunya pemberian pakan berkualitas rendah (Nurhayu dan Pasambe, 2016).

Kondisi seperti ini dapat menyebabkan ketidakseimbangan unsur mineral yang

dibutuhkan oleh tubuh, salah satunya unsur kalsium (Ca) dan fosfor (P)

(Sudarmono, 2007). Walaupun diperlukan dalam jumlah sedikit, namun kalsium

dan fosfor dalam tubuh ternak sangat dibutuhkan untuk proses fisiologis normal

pada ternak seperti pembentukan tulang dan gigi, transmisi syaraf dan menjaga

keseimbangan pH darah (Arifin dkk., 1999).

Di dalam pakan, terdapat kandungan mineral, namun jumlah kandungan

mineral dalam hijauan pakan dan rumput ditentukan oleh beberapa faktor,seperti

1
2

jenis tanah, kondisi tanah, jenis tanaman, umur tanaman dan adanya mineral lain

yang memiliki efek antagonis terhadap mineral tertentu yang dibutuhkan oleh

ternak (Darmono, 2007; Sine dkk., 2015). Pakan merupakan salah satu sumber

utama mineral, sehingga apabila mineral dalam pakan rendah maka dapat

menyebabkan defisiensi mineral (Turner dan Bagnara, 1988). Defisiensi mineral

dapat menyebabkan sindrom sapi ambruk, gangguan tulang dan penurunan laju

pertumbuhan ternak. Penyembuhan sindrom sapi ambruk yang seringkali gagal

serta tingginya laporan kematian pada kasus sapi ambruk yang mencapai 20-67%

merupakan salah satu faktor penghambat swasembada daging nasional

(Rochmadiyanto, 2016). Pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari

defisiensi mineral adalah dengan menambahkan pelengkap mineral salah satunya

mineral blok. Mineral blok merupakan suplemen yang mempunyai unsur nutrisi

lengkap terutama mineral, vitamin, dan asam amino (Raguati, 2012).

Banyaknya kejadian sapi ambruk di Indonesia, salah satunya di Kabupaten

Grobogan, sering dikaitkan dengan defisiensi mineral akibat kondisi tanah.

Kondisi tanah yang miskin unsur mineral akan menghasilkan hijauan yang miskin

unsur mineral, sehingga dapat menyebabkan sapi mengalami defisiensi mineral

(Darmono, 2007). Badan Pusat Statistik Kabupaten Grobogan menyatakan daerah

ini memiliki curah hujan yang rendah. Dengan kondisi curah hujan yang rendah

dan kondisi lahan yang kering, menyebabkan mineral berada pada lapisan tana h

yang lebih dalam , sehingga kandungan mineral pada tanaman yang tumbuh pada

daerah tersebut memiliki unsur mineral yang rendah (Darmono, 2007).

Berdasarkan kondisi tersebut, perlu dilakukan penelitian penggunaan mineral blok


3

sebagai mineral tambahan yang dapat digunakan untuk memperbaiki status

mineral pada sapi di daerah Grobogan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian Gamavet

mineral blok terhadap kadar kalsium dan fosfor pada kelompok sapi PO di

Kelurahan Tambirejo, Kabupaten Grobogan.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi pengaruh

Gamavet mineral blok terhadap status kalsium dan fosfor dan dapat digunakan

sebagai perbaikan status mineral pada sapi PO di Kabupaten Grobogan.

Anda mungkin juga menyukai