Disusun oleh :
Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan Kehadirat Allah SWT atas limpahan
Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas mata kuliah
PENYAKIT ASMA’’ pada waktu yang telah ditentukan. Untuk itu pada kesempatan ini
1. Dian Ratna Rianti, M.Sc., Apt. yang telah membimbing kami dalam mata kuliah
2. Agustina Susilowati, M.Farm., Apt. yang telah membimbing kami dalam mata
3. Keluarga dan teman-teman serta pihak lain yang tidak dapat kami sebutkan satu
Kami menyadari bahwa makalah ini masih mempunyai banyak kekurangan. Untuk itu
kritik dan saran yang mebangun dari pembaca sangat dibutuhkan demi peningkatan makalah
Kelompok II/4C
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Asma adalah penyakit inflamasi atau peradangan kronik saluran nafas yang
ditandai adanya mengi, batuk, dan rasa sesak di dada yang berulang dan timbul
terutama pada malam atau menjelang pagi akibat penyumbatan saluran pernafasan.
Penyakit ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dihampir semua negara di
dunia, diderita oleh anak – anak sampai dewasa dengan derajat penyakit dari ringan
sampai berat, bahkan beberapa kasus dapat menyebabkan kematian. Asma merupakan
penyakit kronis yang sering muncul pada masa kanak – kanak dan usia muda
sehingga dapat menyebabkan kehilangan hari – hari sekolah atau hari kerja produktif
bahwa penderita penyakit ini meningkat jumlahnya, meskipun belakangan ini obat –
Serikat memperkirakan bahwa setidaknya 7,5 juta orang penduduk negeri itu
mengidap bronkhitis kronik, lebih dari 2 juta orang menderita emfisema dan
setidaknya 6,5 juta orang menderita salah satu bentuk asma. Laporan organisasi
kesehatan dunia (WHO) dalam World Health Report 2000 menyebutkan, lima
penyakit paru utama merupakan 17,4% dari seluruh kematian didunia, masing –
masing terdiri dari infeksi paru 7,2%, PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronis) 4,8%,
Tuberkulosis 3,0%, Kanker Paru atau Trakea atau Bronkus 2,1%, dan Asma 0,3%.
Saat ini penyakit asma masih menunjukkan prevalensi yang tinggi. Berdasarkan
data dari WHO (2002) dan GINA (2011), diseluruh dunia diperkirakan terdapat 300
4
juta orang menderita asma dan tahun 2025 diperkirakan jumlah pasien asma mencapai
400 juta. Jumlah ini dapat saja lebih besar mengingat asma merupakan penyakit yang
negara menunjukan bahwa prevalensi penyakit asma berkisar antara 1-18% (GINA,
2011).
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN
5
BAB II
PEMBAHASAN
Fungsi utama sistem pernafasan adalah pertukaran gas. Dalam proses pertukaran
ini, udara memasuki tubuh pada saat inhalasi (inspirasi); kemudian udara pernafasan
tersebut berjalan sepanjang trakus resporatorius melalui pertukaran antara oksigen dan
Saluran nafas atas yang terususun atas rongga hidung, mulut, faring, dan laring,
memungkinkan udara mengalir ke dalam paru – paru. Daerah yang bertanggung jawab
Saluran nadas bawah terdiri atas trakea, bronkus utama, bronkus sekunder
ruang hampa anatomik dan hanya berfungsi sebagai lintasan untuk mengalirkan udara
ke dalam serta ke luar paru-paru. Disebelah distal setiap bronkuolus respatorik, duktus
alveolaris, dan sakus alveolaris. Bronkiolus serta duktus berfungsi sebagai salurang
pengahantar, dan alveoli merupakan unit utama pertukaran gas. Pembagian akhie
6
Gambar 1. Gambar strukur lobulus paru
pada saat inspirasi, saluran nafas bawah melindungi paru-paru melalui beberapa
partikel-partikel asing. Lalu benda asing disapu ke saluran pernadasan atas atau
tangan, yang dinamakan silia. Gangguan epitelium paru-paru atas sistem mukosi;iaris
dapat masuk ke dalam paru-paru dan menyebabkan inflamasi. Saluran nafas bawah
dihirup tersebt ke dalam saluran pernafasan bawah dan alveoli paru. Kontraksi dan
Ekspirasi normal berjalan secara pasif; otot-otot inspirasi berhenti berkontraksi dan
pengembangan jaringan paru serta dinding dada yang bersifat elastis menyebabkan
otot tersebut berkontraksi kembali. Gerakan ini mengingkatkan tekanan didalam paru-
7
paru hingga diatas tekanan atmosfer sehingga terjadi aliran udara dari paru-paru ke
dalam atmosfer.
dipasok oleh banyak pembuluh kapiler. Untuk mencapai lumen kapiler, oksigen harus
melewati membran kapiler alveoli. Alveoli paru memfasilitasi pertukaran gas melalui
difusi, oksigen masuk kedalam darah dan karbon dioksida yang merupakan produk
sampingan metabolisme sel akan keluar dari dalam darah serta dibuang melalui
saluran nafas.
metabolisme dan mengangkut zat-zat limbah metabolik serta karbon dioksida dari
oksigen) mencapai pembuluh kapiler jaringan, oksigen berdifusi dari darah kedalam
sel jarena gradien tekanan oksigen. Jumlah oksigen yang tersedia bagi sel bergantung
pada konsentrasi hemoglobin (pembawa oksigen yang utama) didalam darah, aliran
kondisi yang normal tidak pernah menumpuk dalam jaringan tubuhm karbon dioksida
yang dihasilkan selama respirasi sel akan berdifusi dalam jaringan ke pembuluh
kapiler regional san diangkut oleh sirkulasi vena sistemik. Ketika karbon dioksida
mencapai kapiler alveolaris, gas ini akan berdifusi ke dalam alveoli yang tekanan
parsial kabon dioksidanya (PaCO2) lebih rendah. Karbon dioksida dikeluarkan dari
Untuk pertukaran gas yang efektif, ventilasi dan perfusi pada tingkat alveoler
harus sangat cocok dengan rasio ventilasi terhadap perfusi disebut rasio V/Q.
8
Ketidakcocokan V/Q dapat terjadi karena disfungsi ventilasi-perfusi atau perubahan
makanik paru. Pertukaran gas paling evektif bergantung pada hubungan antara
vnetilasi dan perfusi yang diungkapkan lewat rasio V/Q. Diagram dibawah
memperlihatkan apa yang terjadi pada rasio V/Q yang normal dan abnormal.
Kalau rasio V/Q cocok, darah kotor dari Kalau rasio V/Q rendah, sirkulasi pulmoner
sistem vena akan kembali ke ventrikel adekuat tetapi tidak terdapat cukup oksigen
kanan dan kemudian melalui arteri untuk difusi yang normal (yang dilukiskan
pulmonalis memasuki paru-pari dengan dengan adanya halangan pada ventilasi).
membawa karbon dioksia. Pembuluh Bagian darah yang mengalir melalui
arteri bercabang menjadi kapiler pembuluh darah paru tidak mengalami
alveoler tempat pertukaran gas terjadi oksigenasi.
Gambar 2. Vertilasi dan perfusi normal Gambar 3. Ventilasi yang tidak adekuat
(shunt)
Kalau rasio V/Q tinggi, ventilasi Silent unit menunjukkan tidak adan
berjalan normal tetapi alveoli menurun ventilasi dan perfusi pada daerah paru
atau tidak terdapat (dilukiskan dengan (yang dilukiskan dengan adanya halangan
adanya halangan pada perfusi). pada perfusi dan ventilasi). Bagian darah
Keadaan ini terjadi karena defek yang mengalir melalui pemuluh darh paru
perfusi, seperti emboli paru atau tidak mengalami oksigenasi.
gangguan yang menurunkan curah
jantung.
9
Gambar 4. Perfusi yang tidak adekuat
Gambar 5. Ventilasi dan perfusi yang tidak
(dead space ventilation)
adekuat (silent unit)
pada volime dan kapasitas paru, kelenturan serta resistensinya terhadap aliran udara.
Perubahan keleturan dapat terjadi pada paru dan atau dinding dada. Kerusakan serabut
elastik paru yang terjadi pada sindrom gawat nafas dewasa (adult respiratori distress
pasien sulit bernafas. Membran kapiler alveolaris dapat pula tertekan sehingga terkadi
lateralis pada batang otak. Impuls berjalan disepanjang nervus fewnikus dibawah
10
terdapat diantara tulang-tulang iga (kosta). Frekuensi dan kedalaman pernafasan
akan menimbulkan tarikan nafas inspiratorik yang kuat dan bergantian dengan
ekspirasi lemah. Pola ini tidak terjadi pada nervus vagus masih utuh. Pusat
apneustatik secara kontinue mengeksitasi pusat inspirasi dalam medula oblongata dan
dengan cara demikian memfasilitasi inspirasi. Sinyal dari pusat pneumotaksik dan
implan aferen dari nervus vagus menghambat pusat apneustatik dan “memastikan”
inspirasi.
darah arterial (pH), PaCO2, dan tekanan parsial oksigen arterial (PaO2). Kemoreseptor
sentral bereaksi secara tidal langsung terhadap darah arteri dengan mengindera
respirasi akan meningkat; jika nilai PaCO2 rendah, frekuensi respirasi menurun.
Informasi dari kemoreseptor perifer dalam glomus keratikus dan badan aorta juga
responsif terhadap penurunan PaO2 dan nilai pH. Salah satu diantara kedua perubahan
1. Atelektasis
Atelektasis terjadi kalau sakus alveolaris atau seluruh segmen paru tidak
ataupun total. Fenomena ini membuat bagian tertentu paru tidak bisa melakukan
11
pertukaran gas sehingga darah kotor mengalir tanpa berubah melalui bagian atau
regio tersebut dan menyebabkan hipoksia. Atelektasis dapat bersifat kronis atau
akut dan umumya terjadi pada pasien yang menjalani pembedahan toraks atau
abdomen bagian atas. Ada dua penyebab utama kolaps paru yang terjadi karena
Atelektasis absorpsi
aliran darah dan akhirnya terjadi kolaps paru. Keadaan ini dapat terjadi
parut.
Atelektasis kompresi
keluar dari dalam paru dan membuat paru menjadi kolaps. Keadaan ini
dapat tejadi karena insisi bedah pada abdomen bagian atas, graktur iga,
nyeri pleuritik dada, pemasangan pembalut dada yang terlalu ketat, dan
Situasi ini akan membuat paru tidak dapat mengembang penuh atau
12
membuat pasien merasa sakit ketika harus menarik nafas yang dalam
2. Bronkiektasis
trakeobronkial. Bronkiektasis dapat terbatas pada satu segmen atau pada satu
lobus saja. Kelainan ini biasanya bersifat bilateral dan meliputi segmen basiler
bronkiolus. Pada bronkiektasis sakuler, bronkus yang besar dapat melebar dan
berbentuk seperti balon. Ketiganya terjadi karena keadaan yang berikatan dengan
Kistik fibrosis
Obstruksi (akhibat benda asing, tumor, atau stenosis) disertai infeksi yang
rekuren
Inhalasi gas yang korosif atau aspirasi cairan lambung yang berulang
kedalam paru-paru
13
Anomali kongenital, seperti bronkomalasia, bronkiektasis kongenital, dan
dekstrokardia)
bronkus yang mengalami dilatasi dan menimbulkan infesi sekunder yang ditandai
3. Sianosis
kebiruan. Pada sebagian besar orang yang berkulit cerah, warna kebiruan pada
dasar kuku dan bibir dapat terdeteksi dengan mudah. Sianosis sentral
14
dan bentuk sianosis ini terlihat paling jelas pada membran mukosa pipi serta bibir.
Sianosis perifer merupakan keadaan pelambatan aliran darah pada jari-jari tangan
dan kaki, yangg paling jelas terlihat jika kita memeriksa daerah dasar kuku.
desaturasi maka sianosis akan terjadi sekalipun jumlah oksigen cukup ataupun
darah arteri (yang ditunjukkan oleh PaO2 yang rendah), shunt paru atau jantung
dari kanan ke kiri, penurunan curah jantung, rasa cemas, dan lingkungan yang
bersuhu dingin.
oksigenasi yang adekuat. Oksigenasi jaringan yang tidak adekuat dapat terjadi
pada anemia berat dengan kadar hemoglobin tidak memadai. Keadaan ini juga
pada polisitemia, yaitu peningkatan jumlah sel darah merah secara abnormal.
15
4. Hipoksemia
dibuktikan melalui penurunan PaO2 pada pemeriksaan gas darah arteri. Keadaan
penurunan oksigenasi jaringan pada tingkat seluler yang dapat disebabkan oleh
keadaan-keadaan yang mengenai sistem tubuh lain tetapi tidak ada berkaitan
dengan perubahan faal paru. Curah jantung yang rendah atau keracubab sianida
dapat menyebabkan hipoksia dan perubahan respirasi. Hipoksia dapat terjadi pada
bagia tubuh manapun. Jika hipoksia terjadi dalam darah, keadaan ini dinamakan
yang dihirup pada saat inspirasi, hipoventilasi, kelainan difusi, rasio V/Q yang
abnormal dan shunt pulmoner dari kanan ke kiri. Mekanisme fisiologis bagi setiap
16
B. DEFINISI ASMA
Asma (bronkial) merupakan gangguan inflamasi pada jalan nafas yang ditandai
oleh obstruksi aliran udara nafas dan respon jalan nafas yang belebihan terhadap
berbagai bentuk rangsangan. Obstruksi jalan nafas yang menyebar luas tetapi
bervariasi ini disebabkan oleh bronkospasme, edema mukosa jalan nafas dan
remodelling jalan nafas. Penyakit ini merupakan salah stu bentuk penyakit paru
obstruktif menahun (PPOM), yaitu penyakit paru jangka paru jangka panjang yang
ditandai oleh peningkatan resistensi jalan nafas; bentuk lain PPOM meliputi bronkitis
C. PENYEBAB ASMA
Bulu binatang
Iritan
Stres emosi
Kelelahan
Perubahan endokrin
Perubahan suhu
17
Perubahan kelembaban
Kecemasan
Faktor genetik
Asma ekstrinsik biasanya disertai gejala dan tanda klinis atopi (alergi tipe 1
yang diantarai IgE), seperti ekzema serta rinitis alergika. Umumnya bentuk serangan
asma ini timbul setelah terjadi infeksi saluran nafas yang berat, khususnya pada pasien
dewasa. Serangan asma akut diawali secara dramatis disertai lebih dari satu gejala
berat dengan awitan bersamaan dan kemudian secara berangsur akan terjadi
peningkatan kegawatan nafas (respiratory distress). Asma yang terjadi disertai gejala
sianosis, konfusi, serta letargi meunjukan awitan status asmatikus dan gagal nafas
18
E. PATOFISIOLOGI ASMA
Ada dua pengaruh genetik yang ditemukan pada penyakit asma, yaitu
dengan fakor – fakltor keturunan untuk menimbulkan reaksi asmatik yang disertai
brokospasme.
berbagai rangasangan sehingga terjadi spasme otot polos yang periodik dan
menimbulkan konstruksi jalan nafas berat. Antibofi IgE yang melekan pada sel – sel
mast yang mengandung histamin dan pada reseptor membran sel akan memulai
aserangan asma intrinsik. Ketika terpajan suatu antigen, seperti polen, antibodi IgE
Pada pajanan selanjutnya dengan antigen tersebut, sel – sel mast mengalami
degranulasi dan melepaskan mediator. Sel – sel mast dalam jaringan interstisial paru
akan terangsang untuk melepaskan histamin dan leukotrien. Histamin terikat pada
tempat – tempat reseptor dalam bronkus yang besar tempat substansi ini menyebabkan
pembengkakan pada otot polos. Membran mukosa mengalami inflamasi, iritasi, dan
Leukotrien melekat pada tempat reseptor dalam bronkus yang lebih kecil dan
prostaglandin berimigrasi melalui aliran darah ke dalam paru – paru dan dalam organ
ini, prostaglandin meningkatkan efek kerja histamin. Bunyi mengi (wheezing) dapat
19
terdengar pada saat batuk – semakin tinggi nadanya, semakin sempit lumen bronkus.
dan selanjutnya membuat lumen bronkus menjadi sempit. Sel – sel goblet menyekresi
mukus yang sangat lengket dan sulit dibatukkan keluar sehingga pasien semakin
batuk, memperdengarkan bunyi ronki serta mengi bernada tinggi dan mengalami
distres pernafasan yang bertambah berat. Selanjutnya edema mukosa dan sekret yang
Pada saat inspirasi lumen bronkus yang sempit masih dapat sedikit
mengembang sehingga udara masih dapat masuk kedalam alveoli. Pada saat
bronkus. Udara bisa masuk, tetapi tidak bisa keluar. Dada pasien akan mengembang
dan menyerupai tong sehingga diberi nama dada tong (barrel ches) sementara pada
Mukus akan mengisi dasar paru dan menghalangi ventilasi alveoli. Darah
dipintas kedalam alveoli pada bagian paru yang lain tetapi pemintasan ini masih tidak
paru dan disebabkan oleh udara yang terperangkap serta obstruksi jalan nafas.
Tekanan gas intrapleural serta alveoler meningkat dan peningkatan ini menyebabkan
penurunan perfusi pada alveoli paru. Peningkatan tekanan gas alveoler, penurunan
ventilasi dan perfusi mengakibatkan rasio ventilasi – perfusi tidak merata dan tidak
selanjutnya akan menurunkan tekanan parsial karbon dioksida arteri (PaCO2) dan
20
obstruksi jalan nafas, semakin banyak pula alveoli paru yang tersumbat. Ventilasi
serta perfusi tetap tidak ade kuat dan terjadilah retensi karbon dioksida. Akhibatnya
akan timbul asidosis respiratori dan akhirnya pasien mengalami gagal nafas.
21
F. MEDIATOR YANG TERLIBAT PADA PENYAKIT ASMA
Pada asma, terjadia reaksi jalan napas dan bronkospasme yang berlebihan.
Ilustrasi ini memperlihatkan proses perjalanan serangan asma.
Gambar 8. Histamin (H) melekat pada tempat reseptor dalam bronkus besar sehinga
terjadi pembengkakan otot polos.
Gambar 9. Leukotrien (L) melekat pada tempat reseptor dalam bronkus kecil dan
menyebabkan pembengkakakn otot polos ditempat tersebut. Leukotrien juga
menyebabkan migrasi prostaglandin melalui aliran darah kedalam paru – paru dan
disini, leukotrien meningkatkan kerja histamin.
22
Gambar 10. Histamin menstimulasi membran mukosa untuk menyekresi mukus
secara berlebihan dan selanjutnya menimbulkan penyempitan lumen bronkus. Pada
saat inspirasi, lumen bronkus yang sempit masih dapat sedikit mengembang, namun
pada saat ekspirasi, peningkatan tekanan intratorakal menyebabkan penutupan total
lumen bronkus.
Gambar 11. Mukus mengisi paru bagian bawah (basis pulmoner) dan menghambat
ventilasi alveoler. Darah akan dipintas ke alveoli pada bagian paru yang lain. Tetapi
tidak bisa mengimbang penurunan ventilasi.
23
G. KALSIFIKASI PENBYAKIT ASMA BERDASARKAN PENAMPAKAN
KLINIS
Pada tahun 1997, National Heart, Lung and Blood Institure pada National
frekuensi timbulnya gejala serta eksaserbasi, efeknya pada tingkat aktivitas, dan hasil
pemeriksaan faal paru, keempat tingkat level atau intensitas adalah : intermiten
Keluhan dan gejala asma terjadi kurang dari dua kali perminggu
intensitas bervariasi
Keluhan dan gejala pada malam hari terjadi kurang dari dua kali perbulan
80% nilai normal; PEF dapat bervariasi dengan kisaran kurang dari 20%
Keluhan dan gejala asma terjadi lebih dari dua kali perminggu tetap kurang
Keluhan dan gejala pada malam hari terjadi lebih dari dua kali perbulan
melebihi 80% nilai normal; PEF dapat bervariasi dengan kisaran 20%-30%
24
Aksaserbasi terjadi lebih dari dua kali perminggu dan dapat berlangsung
Keluhan dan gejala pada malam hari terjadi lebih dari satu kali perminggu
Hasil pemeriksaan faal paru memperlihatkan FEV atau PEF sebesar 60%-
80% nilai normal; PEF dapat bervariasi dengan kisaran melebihi 30%
Hasil pemeriksaan faal paru memperlihatkan FEV atau PEF kurang dari
60% nilai normal; PEF dapat bervariasi dengan kisaran melebihi 30%
25
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Sistem pernafasan adalah sistem organ yang digunakan untuk pertukaran gas.
Proses bernafas dilakukan dengan memasukkan udara kedalam tubuh (inspirasi) dan
menghembuskan karbon dioksida ke luar tubuh (ekspirasi). Asma adalah salah satu
gangguan sistem pernafasan. Asma adalah suatu penyakit kronik (menahun) yang
nafas yang akhirnya seseorang mengalami sesak nafas. Penyakit asma ditandai
dengan batuk pada pagi, siang dan malam hari, sesak nafas dan nafasnya tersengal,
bunyi saat bernafas, rasa tertekan pada dada, dan gangguan tidur karena batuk dan
sesak nafas
B. SARAN
Dengan beberapa uraian tentang sistem pernafasan, penyakit asma, tanda dan
gejala, patofisiologi penyakit asma diharapkan dapat menambah wawasan bagi
pembaca dan juga bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari.
26
DAFTAR PUSTAKA
Kemenkes, RI. 2014. INFODATIN Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI
Mayer., Welsh dan Kowalak. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta : ECG
27