PENDAHULUAN
Foster dan Meyer (1973) menyatakan bahwa erosi dan sedimentasi adalah
dua hal yang saling berkaitan sebagai hubungan sebab akibat. Sedimentasi muncul
akibat adanya proses erosi yang diawali oleh proses pelepasan (detachment),
pengangkutan (transportation), dan pengendapan (deposition) partikel tanah. Partikel
tanah yang mengalami transportasi dan mengendap di tempat berbeda itulah yang
disebut sedimen. Di Indonesia permasalahan erosi dan sedimentasi menjadi salah
satu fokus pengelolaan lingkungan daerah aliran sungai. Peraturan Menteri
Kehutanan (P.60/Menhut-II/2014) menyatakan bahwa sedimentasi adalah suatu
masalah di dalam daerah aliran sungai (DAS) yang dijadikan sebagai salah satu
indikator kriteria klasifikasi DAS.
Hilangnya lapisan tanah akibat proses erosi lahan secara global sangat
mempengaruhi berbagai ekosistem alam. Hal tersebut menjadikan erosi dan
sedimentasi termasuk ke dalam urutan atas permasalahan lingkungan yang ada di
dunia disamping isu-isu lain seperti populasi manusia, ketersediaan air, energi, dan
berkurangnya biodiversitas (Pimentel, 2006). Berbagai masalah tersebut sebagian
besar dipicu oleh aktivitas manusia dalam memanfaatkan alam. Dominasi manusia
oleh alam menjadi salah satu indikator klasifikasi bentuklahan asal proses, yaitu asal
proses Antropogenik (Verstappen, 1983). Szabo (2010) juga mengemukakan bahwa
1
manusia adalah agen yang sama pentingnya dengan faktor geomorfik lain terhadap
evolusi bentanglahan. Pengaruh manusia tersebut tidak bisa dibandingkan dengan
proses-proses endogenik alam seperti pergerakan lempeng dan vulkanik karena
manusia hanya berperan sebagai agen proses eksogenik.
2
1.2. Rumusan Masalah
Pertumbuhan penduduk di Indonesia paling banyak terjadi di Pulau Jawa.
Lebih dari 56% penduduk Indonesia terdapat di Pulau Jawa (Pusdatin Kementan,
2014). Pertumbuhan tersebut tentunya akan berdampak pada berbagai bidang seperti
pertumbuhan perkotaan, pertanian, transportasi, dan lain sebagainya. Berdasarkan
kondisi tersebut maka Pulau Jawa dapat dijadikan sebagai representasi Indonesia
dalam perkembangan penduduk dan berbagai aktivitasnya.
Pulau Jawa memiliki banyak daerah aliran sungai. Setidaknya terdapat 1.365
DAS besar dan kecil yang ada di Pulau Jawa (SK Menhut No. SK.511/Menhut-
V/2011). Daerah aliran sungai yang ada di Pulau Jawa memiliki karakteristik yang
berbeda dari bentuk, ukuran, serta kondisi hidrologisnya. Sebuah daerah aliran
sungai memiliki bentanglahan yang bervariasi dari hulu sampai ke hilir.
Bentanglahan yang terbentuk secara alami mengalami evolusi geomorfologis yang
berlangsung secara berangsur-angsur. Adanya campur tangan manusia dalam
memanfaatkan DAS akan dapat mempengaruhi evolusi yang terjadi. Manusia dapat
secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi proses geomorfologi. Hal yang
paling mudah diamati adalah pertumbuhan permukiman dan pertanian. Kedua hal
tersebut dapat mempengaruhi terjadinya proses geomorfologis seperti erosi,
sedimentasi, serta proses lanjutan lainnya. Cepat atau lambat, tidak ada satu pun
sistem alam yang tidak dipengaruhi oleh intervensi manusia (Karenyi, 2010).
Salah satu DAS yang memiliki tingkat erosi tinggi adalah SWS Citanduy.
Sungai Citanduy masuk kedalam daftar 18 besar sungai di Asia dengan tingkat erosi
yang besar, yaitu pada urutan 12 dengan erosi sebesar 37 ton/ha/tahun (Arsyad,
1989). Data BBWS Citanduy tahun 2010 menyebutkan bahwa tingkat erosi DAS
Citanduy mencapai 164 ton/ha/tahun. Sungai Citanduy juga memiliki sistem DAS
yang unik dengan adanya barrier berupa Pulau Nusakambangan dan besarnya
pasang surut di daerah muara. Adanya dua faktor tersebut menjadikan sedimen yang
terbawa oleh aliran Sungai Citanduy dan beberapa sungai yang masuk ke dalam
SWS (Satuan Wilayah Sungai) Citanduy, yaitu Sungai Cikonde, Cimeneng, dan
Cibeureum tidak terdispersi ke laut secara langsung. Sedimen sebagian besar
terendapkan di dalam laguna karena untuk mencapai laut sedimen hanya dapat
3
melewati satu outlet sempit yang bermeander. Adanya arus pasang surut dan
lemahnya energi angkutan sungai membuat sedimen mengendap di dalam laguna
(Sarmili, dkk., 2004). Kondisi inilah yang menjadikan sedimentasi di Segara Anakan
sangat besar dan mengalami penurunan luas secara signifikan seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 1.1.
Berbagai kondisi tersebut tidak terjadi pada sungai-sungai lain di Pulau Jawa
yang memiliki angkutan sedimen yang besar seperti DAS Cimanuk ataupun DAS
Serayu. Hal tersebut menjadikan output dari SWS Citanduy adalah representasi dari
proses dan kejadian yang ada di dalamnya karena sedimen dapat merekam perubahan
lingkungan yang terjadi pada wilayah suplainya (Praptisih dan Cahyarini, 2012).
Berdasarkan kondisi tersebut, maka SWS Citanduy dapat dijadikan sebagai lokasi
kajian evolusi geomorfologis yang dipengaruhi oleh manusia di Pulau Jawa.
Beberapa kondisi fisik yang menjadi pertimbangan SWS Citanduy dipilih sebagai
representasi Pulau Jawa untuk lokasi kajian Antroposen disajikan pada Tabel 1.1.
4
No Kondisi SWS Keterangan
3 Tidak adanya reservoir atau waduk Sedimen dari hulu langsung menuju ke
sebagai retensi sedimen muara tanpa adanya penghalang
4 Laju pertumbuhan penduduk tinggi Pertumbuhan penduduk yang tinggi akan
dan terdapat beberapa pusat semakin memperbesar tekanan terhadap
pertumbuhan penduduk serta kota lingkungan dan kota adalah salah satu wujud
skala menengah dari kegiatan antropogenik
5 Lahan pertanian mendominasi di Pertanian/agrikultur adalah salah satu
kawasan SWS intervensi manusia terhadap alam yang
mudah diidentifikasi
1. Apa bukti-bukti dan eksistensi kala Antroposen di daerah kajian SWS Citanduy?
2. Apa penanda (marker) kala Antroposen yang ada di SWS Citanduy?
3. Bagaimana alternatif pengelolaan DAS yang dapat dilakukan berdasarkan bukti-
bukti dan eksistensi Antroposen?
5
Tujuan utama tersebut dapat diuraikan menjadi beberapa sub tujuan yang
memudahkan dalam membangun metodologi dan analisis data. Uraian tujuan utama
dan subtujuan ditunjukkan oleh Tabel 1.2.
6
c) Memberikan informasi alternatif pengelolaan DAS melalui perspektif evolusi
geomorfologi.
d) Menjadi salah satu laporan penelitian yang dapat dimanfaatkan untuk analisis
geomorfologi dalam evolusi bentanglahan.
e) Menjadi sumber tertulis untuk masukan dan pembanding tema serupa bagi
penelitian sebelumnya ataupun yang akan datang.
7
f) Stratotipe
- Salah satu unit dari stratigrafi yang memiliki batas yang jelas dengan unit
lainnya yang dapat menggambarkan umur, biasanya terdiri atas lapisan
yang kontinus atau deposit dari sebuah strata batuan (Kamus Geologi dan
Mineralogi, 2003).
Gambar 1.2. Peta wilayah penelitian (Peta dari Lampiran Kepres No. 12 Tahun 2012)