Anda di halaman 1dari 17

pendidikan agama Islam merupakan pendidikan formal yang harus diberikan

kepada peserta didik.


Abdul Wahab Khallaf mendefinisikan Al-Qur’an adalah Kalam Allah yang
diturunkan melalui Malaikat Jibril kepada hati Rasulullah anak Abdullah dengan
lafadz bahasa arab dan makna hakiki untuk menjadi hujjah bagi Rasulullah atas
kerasulannya dan menjadi pedoman bagi manusia dengan penunjuknya serta
beribadah membacanya.1
Adapun definisi Al-Qur’an menurut sebagian besar ulama Ushul Fiqih
adalah Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dalam
bahasa arab yang dinukilkan kepada generasi sesudahnya secara mutawatir,
membacanya merupakan ibadah, tertulis dalam mushaf; dimulai dari surat Al-
Fatihah dan ditutup dengan surat An-Nash.2
Dari definisi-definisi diatas, disini dapat disimpulkan beberapa ciri khas
Al-Qur’an, antara lain sebagai berikut:
1. Al-Qur’an merupakan kalam Allah yang diturunkan kepada nabi
Muhammad SAW.
2. Bahasa Al-Qur’an adalah bahasa Arab.
3. Al-Qur’an menjadi pedoman dan petunjuk bagi umat manusia.
4. Al-Qur’an dinukilkan kepada beberapa generasi sesudahnya secara
mutawatir.
5. Membaca Al-Qur’an merupakan ibadah, dan membaca setiap kata
dalam al-Qur’an mendapat pahala dari Allah.
6. Al-Qur’an dimulai dari surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-
Nash.
Nabi Muhammad SAW sebagai pendidik pertama, pada awal masa
pertumbuhan Islam telah menjadikan Al-Qur’an sebagai dasar pendidikan agama
Islam disamping Sunnah beliau sendiri. Kedudukan al-Qur’an sebagai sumber
pokok/ dasar Pendidikan Agama Islam dapat dipahami dari ayat al-Qur’an itu
sendiri.

A. Tafsir Ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan Fungsi Al-Qur’an Sebagai


Pedoman Hidup dan Dasar Penyelenggraan Pendidikan
1. QS. Al-An’am/6: 91-92
a. QS. Al-An’am/6: 91

1
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2006), Cet Ke-5, hal. 122
2
Rachmat Syafe’I, Ilmu Ushul Fiqih, (Bandung: PT. Pustaka Setia, 2007), cet ke-3, hal. 50
‫اااا مع ملااىى بم مشاارر هماادن‬ ‫ق قم دد هر هه إه دذ مقاَ رلوُا مماَ أم دناامز مل ا ر‬ ‫ااا مح ا‬ ‫مو مماَ قم مد رروا ا م‬
ً‫ب ا لا هذيِ مجاااَ مء هبااهه رموُ مسااىى رنااوُ ررا مو رهااردى‬ ‫مش دي رء ۗ قر دل مم دن أم دن مز مل ا دل هك متاَ م‬
َ‫س تر دب ردو نم مهاَ مو تر دخ رفوُ من مك ثه يِااررا ۖ مو رع لل دم رتاادم ممااا‬‫س ۖ تم دج مع رلوُ نم هر قم مرا هطيِ م‬ ‫هلل نا اَ ه‬
‫اااا ۖ رثااام مذ در هراادم هفااي مخ دوُ ه‬
‫ضااهه دم‬ ‫ملاادم تم دع لم رمااوُا أم دن تراادم مو مل آ بماااَ رؤ رك دم ۖ قرااهل ا ر‬
‫يم دل مع ربوُ من‬
“Dan mereka tidak menghormati Allah dengan penghormatan yang
semestinya, di kala mereka berkata: "Allah tidak menurunkan sesuatupun
kepada manusia". Katakanlah: "Siapakah yang menurunkan kitab (Taurat)
yang dibawa oleh Musa sebagai cahaya dan petunjuk bagi manusia, kamu
jadikan kitab itu lembaran-lembaran kertas yang bercerai-berai, kamu
perlihatkan (sebahagiannya) dan kamu sembunyikan sebahagian besarnya,
padahal telah diajarkan kepadamu apa yang kamu dan bapak-bapak kamu
tidak mengetahui(nya)?" Katakanlah: "Allah-lah (yang menurunkannya)",
kemudian (sesudah kamu menyampaikan Al Quran kepada mereka),
biarkanlah mereka bermain-main dalam kesesatannya.”

Tafsir Jalalain menafsirkan ayat tersebut sebagai berikut : (Dan mereka


tidak menghormati) orang-orang Yahudi itu (Allah dengan penghormatan yang
semestinya) artinya mereka sama sekali tidak mengagungkan-Nya dengan
pengagungan yang seharusnya, atau mereka tidak mengetahui-Nya dengan
pengetahuan yang semestinya (di kala mereka mengatakan) kepada Nabi saw.,
yaitu sewaktu mereka mendebat Nabi saw. dalam masalah Alquran ("Allah tidak
menurunkan sesuatu pun kepada manusia." Katakanlah,) kepada mereka
("Siapakah yang menurunkan kitab Taurat yang dibawa oleh Musa sebagai cahaya
dan petunjuk bagi manusia, kamu jadikan kitab itu) dengan memakainhya pada
tiga tempat (lembaran-lembaran kertas) kamu menuliskannya pada lembaran-
lembaran kertas yang bercerai-berai (kamu perlihatkan sebagiannya) kamu tidak
suka menampakkan kesemua isinya (dan kamu sembunyikan sebagian besarnya)
sebagian besar dari apa yang terdapat di dalam kandungannya, seperti mengenai
ciri-ciri Nabi Muhammad saw. (padahal telah diajarkan kepadamu) hai orang-
orang Yahudi di dalam Alquran (apa yang kamu dan bapak-bapak kamu tidak
mengetahuinya?") karena tidak terdapat di dalam kitab Taurat, maka hal itu
membuat kamu ragu dan berselisih paham tentang Taurat antara sesamamu.
(Katakanlah, "Allahlah") yang menurunkannya; jika mereka tidak
mengatakannya, maka tidak ada jawaban lain kecuali jawaban itu (kemudian
biarkanlah mereka di dalam kesibukan mereka) dalam kebatilan mereka (bermain-
main).
Sedangkan tafsir ayat di atas menurut Quraish Shihab adalah orang-orang
kafir itu tidak memandang Allah, kasih sayang, dan kebijaksanaan-Nya
sebagaimana mestinya, karena mereka mengingkari akan diturunkannya kerasulan
kepada salah seorang di antara manusia. Wahai Nabi, tanyakan kepada orang-
orang musyrik dan sekutu mereka dari orang-orang Yahudi, "Siapa yang
menurunkan kitab yang dibawa Mûsâ, yang bagaikan cahaya yang menyinari, dan
hidayah yang membimbing? Kitab yang kalian tulis pada lembaran-lembaran
kertas yang terpisah-pisah, kalian perlihatkan bagian yang sesuai dengan hawa
nafsu, dan kalian sembunyikan banyak bagian yang bisa membawa kalian untuk
mempercayai al-Qur'ân. Juga kitab yang darinya kalian banyak mengetahui hal-
hal yang sebelumnya kalian dan bapak-bapak kalian tidak mengetahuinya."
Jawablah, wahai Nabi, dengan mengatakan, "Allahlah yang menurunkan Tawrât."
Lalu biarkanlah mereka berlalu dalam kesesatan dan bermain-main seperti anak
kecil.

b. QS. Al-An’am/6: 92

‫ي ى ى َّ يىر ىرد ىيلىذه ى َّ رولذىتِق ىلنى ىذذ ىرر ى َّ أقىمى ى َّا ل ىقى ىررىى ى‬ ‫ذ‬
‫صى ىددى ىقق ى َّا لمى ىذىىيِ َّبر ى ل ر‬
‫ذ‬
‫روىرهى ىرذىىا َّك ىتِرىىاَ ك‬
‫ب ى َّ أرىنَل ىرزل ىنرىىاَ هقى َّ قم ىبرىىاَ رركك ى َّ قم ى ر‬
‫صى ىرلى ىذتذى ىلم ى‬ ‫ذ‬ ‫ذ‬ ‫ذ‬ ‫ذ‬ ‫ذ‬
‫رورم ىلن ى َّ رح ىلورلىرىىاَ َّ ۚ َّ روا لمى ىذىىي رن ى َّ يقىلؤم ىنقىىورن ى َّ بذىىاَ للى ىخ ىررذة ى َّ يقىلؤم ىنقىىورن ى َّ بىذ ىه ى َّ ۖ َّ روقهى ىلم ى َّ رع ىلرى ىىى ى َّ ر‬
‫قير ىىاَ فذىظىقىونر‬
“Dan ini (Al Quran) adalah kitab yang telah Kami turunkan yang
diberkahi; membenarkan kitab-kitab yang (diturunkan) sebelumnya dan
agar kamu memberi peringatan kepada (penduduk) Ummul Qura (Mekah)
dan orang-orang yang di luar lingkungannya. Orang-orang yang beriman
kepada adanya kehidupan akhirat tentu beriman kepadanya (Al Quran) dan
mereka selalu memelihara sembahyangnya.”

Tafsir Jalalain menafsirkan ayat tersebut sebagai berikut : (Dan ini)


Alquran ini (adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkahi; membenarkan
kitab-kitab yang sebelumnya) yaitu kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya (dan
agar kamu memberi peringatan) dengan memakai ta dan ya diathafkan kepada
makna kalimat sebelumnya, yang artinya, Kami menurunkan Alquran untuk
diambil keberkahannya, dipercayai dan agar kamu memberi peringatan dengannya
(kepada penduduk Umul Qura/Mekah dan orang-orang yang ada disekitarnya)
yaitu penduduk kota Mekah dan umat lainnya (dan orang-orang yang beriman
kepada adanya kehidupan akhirat tentu beriman kepadanya, dan mereka selalu
memelihara salatnya) karena takut akan siksaan akhirat.
Sedangkan tafsir ayat di atas menurut Quraish Shihab adalah bahwa Al-
Qur'ân yang Kami turunkan, sebagaimana halnya Tawrât, adalah kitab yang
mempunyai banyak kebaikan, kekal sampai hari kiamat, membenarkan dan
membawa berita tentang penurunan kitab-kitab sebelumnya dengan maksud untuk
memberi kabar gembira kepada orang-orang Mukmin, dan menakut- menakuti
orang-orang musyrik Makkah dan sekitarnya dengan murka Allah apabila tidak
tunduk kepadanya. Orang-orang yang mempercayai hari pembalasan itu,
mempercayainya karena harapan mereka untuk mendapatkan pahala dan takut
siksaan. Dari itu, mereka kemudian selalu berdisiplin untuk mengerjakan salat
dengan sempurna

Pelajaran yang dapat di ambil dari QS. Al-An’am/6: 91-92 diatas yaitu :
kita sebagai umat islam harus beriman dan mengamalkan isi al-quran yang telah
Allah turunkan melalui rasul-Nya dan menjadikan Al-Quran sebagai pedoman
hidup sekaligus juga dasar atau sumber utama dalam memberikan pendidikan
agama Islam kepada keluarga dan masyarakat agar menjadi petunjuk ke jalan
yang lurus dan tidak tersesat seperti kaum-kaum terdahulu.

2. QS. Al-Baqarah/2: 1-5, 97, 185


a. QS. Al-Baqarah/2: 1-5
 Ayat 1

‫ا لى‬
“Alif laam miim.”
Tafsir Jalalain menafsirkan ayat (Alif laam miim) Allah yang lebih
mengetahui akan maksudnya. Sedangkan tafsir ayat di atas menurut Quraish
Shihab adalah bahwa Allah Swt. memulai dengan huruf-huruf eja ini untuk
menunjukkan mukjizat al-Qur'ân, karena al-Qur'ân disusun dari rangkaian huruf-
huruf eja yang digunakan dalam bahasa bangsa Arab sendiri. Meskipun demikian,
mereka tidak pernah mampu untuk membuat rangkaian huruf-huruf itu menjadi
seperti al-Qur'ân. Huruf-huruf itu gunanya untuk menarik perhatian pendengarnya
karena mengandung bunyi yang berirama.
 Ayat 2

‫ب ى َّ ۛ َّ فذىيِ ذه ى َّ ۛ َّ قه ىددىىى َّ لذىل ىقمى تِىىم ىذق ىي ىر‬ ‫ذىر ىلذى ر ذ‬


‫ب ى َّ رلى ى َّ رريلى ر‬
‫ك ى َّا لىك ىتِرىىاَ ق‬
“Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka
yang bertakwa”

Tafsir Jalalain menafsirkan ayat tersebut sebagai berikut : (Kitab ini) yakni
yang dibaca oleh Muhammad saw. (tidak ada keraguan) atau kebimbangan
(padanya) bahwa ia benar-benar dari Allah swt. Kalimat negatif menjadi predikat
dari subyek 'Kitab ini', sedangkan kata-kata isyarat 'ini' dipakai sebagai
penghormatan. (menjadi petunjuk) sebagai predikat kedua, artinya menjadi
penuntun (bagi orang-orang yang bertakwa) maksudnya orang-orang yang
mengusahakan diri mereka supaya menjadi takwa dengan jalan mengikuti perintah
dan menjauhi larangan demi menjaga diri dari api neraka.
Sedangkan tafsir ayat di atas menurut Quraish Shihab adalah bahwa inilah
kitab yang sempurna, yaitu al-Qur'ân yang telah Kami turunkan. Orang-orang
yang berakal sehat tidak akan dihinggapi rasa ragu bahwa al-Qur'ân diturunkan
oleh Allah Swt. dan membenarkan apa-apa yang tercakup di dalamnya berupa
hukum, kebenaran dan petunjuk yang berguna bagi orang-orang yang siap
mencari kebenaran, menghindari bahaya dan sebab yang menjurus kepada
hukuman.
 Ayat 3

‫صى ىرلى ىرة ى روذمىم ىىاَ رررزقَل ىنرىىاَ قه ىلم ى يقىلن ىذف ىقىىورن ى‬
‫ب ى رويقىذق ىيِ قمىىورن ى ال م‬
‫ا لىمىذذىىي ن ى يقىلؤذم ىنىقىورن ى بىذىاَ ل ىغرىليِ ى ذ‬
‫ر‬
“(yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat,
dan menafkahkan sebahagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada
mereka.”

Tafsir Jalalain menafsirkan ayat tersebut sebagai berikut : (Orang-orang


yang beriman) yang membenarkan (kepada yang gaib) yaitu yang tidak kelihatan
oleh mereka, seperti kebangkitan, surga dan neraka (dan mendirikan salat) artinya
melakukannya sebagaimana mestinya (dan sebagian dari yang Kami berikan
kepada mereka) yang Kami anugerahkan kepada mereka sebagai rezeki (mereka
nafkahkan) mereka belanjakan untuk jalan menaati Allah.
Sedangkan tafsir ayat di atas menurut Quraish Shihab adalah bahwa
Mereka itu adalah orang-orang yang percaya dengan teguh yang disertai dengan
ketundukan dan penyerahan jiwa kepada yang gaib--yaitu hal-hal yang tidak dapat
ditangkap oleh panca indera, seperti malaikat dan hari kemudian, karena dasar
beragama adalah beriman kepada yang gaib--melaksanakan salat dengan benar,
tunduk dan khusyuk kepada Allah. Dan orang-orang yang menginfakkan sebagian
dari apa yang dianugerakan oleh Allah kepada mereka di jalan kebaikan dan
kebajikan.
 Ayat 4

‫ك ى َّ روبىذىاَ للى ىذخ ىررذة ى َّ قه ىلم ى َّ يىقىوقَذىنىقىورن ى‬ ‫ذ‬


‫ك ى َّ رورمىىاَ َّ أقىنَلىذزرل ى َّ ذم ىلن ى َّ قَر ىلب ىل ى ر‬
‫ذ‬
‫روا لىمىذىىي رن ى َّيقىلؤذم ىنىقىورن ى َّذبرىىاَ َّ أقىنَلىذزرل ى َّ إذىلرىليِ ى ر‬
“Dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Quran) yang telah
diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu,
serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.”

Tafsir Jalalain menafsirkan ayat tersebut sebagai berikut : (Dan orang-


orang yang beriman pada apa yang diturunkan kepadamu) maksudnya Alquran,
(dan apa yang diturunkan sebelummu) yaitu Taurat, Injil dan selainnya (serta
mereka yakin akan hari akhirat), artinya mengetahui secara pasti.
Sedangkan tafsir ayat di atas menurut Quraish Shihab adalah bahwa
Mereka beriman kepada al-Qur'ân yang diturunkan kepadamu, Muhammad, yang
mengandung hukum dan kisah, dan melaksanakan yang diperintahkan. Mereka
beriman kepada kitab-kitab Allah yang diturunkan kepada nabi-nabi dan rasul-
rasul sebelummu seperti Tawrât, Injîl dan lain-lainnya, karena pada prinsipnya,
risalah-risalah Allah itu satu. Dan ciri-ciri mereka adalah percaya dengan teguh
akan datangnya hari kiamat, yaitu hari hisab, pembalasan dan hukuman.
 Ayat 5

‫ك ى َّ قه ىقم ى َّ ا لىقم ىلف ىلذىقحىىورن ى‬


‫ك ى َّ رع ىلرىىى ى َّ قه ىددىىى َّ ذم ىلن ى َّ رردبذى ىلم ى َّ ۖ َّ روأىقىوىلىر ىئذى ر‬
‫أىقىوىلىر ىئذى ر‬
“Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan
merekalah orang-orang yang beruntung.”

Tafsir Jalalain menafsirkan ayat tersebut sebagai berikut : (Merekalah),


yakni orang-orang yang memenuhi sifat-sifat yang disebutkan di atas (yang
beroleh petunjuk dari Tuhan mereka dan merekalah orang-orang yang beruntung)
yang akan berhasil meraih surga dan terlepas dari siksa neraka. Sedangkan tafsir
ayat di atas menurut Quraish Shihab adalah bahwa mereka yang mempunyai ciri-
ciri sifat sebagaimana disebutkan adalah golongan yang telah dipersiapkan dan
ditetapkan untuk memperoleh petunjuk ketuhanan. Mereka adalah satu-satunya
golongan yang bakal mendapatkan kemenangan, pahala yang diharapkan dan
didambakan, oleh sebab upaya dan kerja keras mereka dengan melaksanakan
semua perintah dan menjauhi segala larangan.
b. QS. Al-Baqarah/2: 97

َ‫ص ىددى ىقَىدىاَ َّ لذىرمىىا‬ ‫ذ ذ‬ ‫قَقىلل ى َّ رم ىلن ى َّركىىاَ رن ى َّ رع ىقد ىووا َّ ذلذى ى لذبىىي رل ى َّ فرىذإى نَىىمىهقى َّ نَر ىمزلرىهقى َّ رع ىلرىىى ى َّ قَر ىل ىبذى ر‬
‫ك ى َّ بذىذإىلذ ىن ى َّال لىم ىه ى َّ قم ى ر‬
‫يى ى‬ ‫ذ ذذ‬ ‫ذ‬
‫يى ى َّ يرىرد ىيلىه ى َّ روقه ىددىىى َّ روبقىلش ىررىى ى َّ ل ىل ىقم ىلؤم ىن ى ر‬ ‫بر ى ل ر‬
“Katakanlah: Barang siapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu
telah menurunkannya (Al Quran) ke dalam hatimu dengan seizin Allah;
membenarkan apa (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjadi petunjuk
serta berita gembira bagi orang-orang yang beriman.”

Tafsir Jalalain menafsirkan ayat tersebut sebagai berikut : (Katakanlah)


kepada mereka, ("Barang siapa yang menjadi musuh Jibril) maka silakan ia binasa
dengan kebenciannya itu! (Maka sesungguhnya Jibril itu menurunkannya)
maksudnya Alquran (ke dalam hatimu dengan seizin) atau perintah (Allah,
membenarkan apa-apa yang berada di hadapannya) yaitu kitab-kitab suci yang
turun sebelumnya (dan menjadi petunjuk) dari kesesatan (serta berita gembira)
berupa surga (bagi orang-orang yang beriman).
Sedangkan tafsir ayat di atas menurut Quraish Shihab adalah bahwa
Sebagian mereka beranggapan bahwa mereka memusuhi dan ingkar terhadap al-
Qur'ân karena mereka adalah musuh-musuh Jibrîl yang telah menyampaikan kitab
ini kepadamu. Maka katakanlah kepada mereka, wahai Nabi, "Barangsiapa yang
menjadi musuh Jibrîl, maka ia adalah musuh Allah. Sebab, Jibrîl tidak membawa
kitab ini dari dirinya sendiri, tetapi ia menurunkannya atas perintah Allah untuk
membenarkan kitab-kitab samawi yang terdahulu dan juga untuk membenarkan
kitab mereka sendiri. Juga sebagai petunjuk dan kabar gembira bagi orang-orang
yang beriman."
c. QS. Al-Baqarah/2: 185

‫ت ى َّ ذم ىرن ى َّا لىقىرد ىىى ى‬ ‫رش ىه ىر ى َّ رم ىضىىاَ رن ى َّا لىم ىذذىىيِ َّ أقىنَلىذزرل ى َّ فذىيِ ذه ى َّا ل ىق ىرآْ قن ى َّ ه ىددىىى َّ لىذىل نمىىاَ ذس ى َّ وب ىيِدى ىنرىىاَ ت‬
‫رر‬ ‫ل ق‬ ‫ل ق رر ر‬
‫ذ‬ ‫ذ‬
‫روا لىقف ىلرقَىرىاَ ن ى َّ ۚ َّ فرىرم ىلن ى َّ رش ىذه ىرد ى َّ م ىلن ىقك ىقم ى َّ ال مشى ىله ىرر ى َّ فر ىل ىيِرى ق‬
‫ص ىلم ىهقى َّ ۖ َّ رورم ىلن ى َّ رك ىاَ رن ى َّ رم ىذري د‬
‫ضىىاَ َّ أرىلو ى َّ رع ىلرىىى ى‬
‫رس ىرف ىتر ى َّ فرىعذىمدى ىةكى َّ ذم ىلن ى َّ أرىيمىىاَتم ى َّ أقىرخ ىرر ى َّ ۗ َّ يقىذري قد ى َّ ال لىم ىهقى َّ بذىقك ىقم ى َّ ا لىيِقىلس ىرر ى َّ رورلى ى َّ يقىذري قد ى َّ بذىقك ىقم ى َّ ا لىعقىلس ىرر ى‬
‫رولذىتِقىلك ىذم ىلقىوا َّ ا لىعذىمدى ىرة ى َّ رولذىتِقىرك ىبدى ىقروا َّ ال لىم ىهرى َّ رع ىلرىىى ى َّ رمىىاَ َّ ره ىردىىاقك ىلم ى َّ رولرىرع ىلىم ىقك ىلم ى َّ ترىلش ىقك ىقرورن ى‬
“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di
dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi
manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda
(antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu
hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia
berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu
ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang
ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki
kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan
hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu
mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya
kamu bersyukur.”

Tafsir Jalalain menafsirkan ayat tersebut sebagai berikut : Hari-hari


tersebut adalah (bulan Ramadan yang padanya diturunkan Alquran) yakni dari
Lohmahfuz ke langit dunia di malam lailatulkadar (sebagai petunjuk) menjadi
'hal', artinya yang menunjukkan dari kesesatan (bagi manusia dan penjelasan-
penjelasan) artinya keterangan-keterangan yang nyata (mengenai petunjuk itu)
yang menuntun pada hukum-hukum yang hak (dan) sebagai (pemisah) yang
memisahkan antara yang hak dengan yang batil. (Maka barang siapa yang
menyaksikan) artinya hadir (di antara kamu di bulan itu, hendaklah ia berpuasa
dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan, lalu ia berbuka, maka wajib baginya
berpuasa sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari yang lain)
sebagaimana telah diterangkan terdahulu. Diulang-ulang agar jangan timbul
dugaan adanya nasakh dengan diumumkannya 'menyaksikan bulan' (Allah
menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesempitan) sehingga
oleh karenanya kamu diperbolehkan-Nya berbuka di waktu sakit dan ketika dalam
perjalanan. Karena yang demikian itu merupakan `illat atau motif pula bagi
perintah berpuasa, maka diathafkan padanya. (Dan hendaklah kamu cukupkan)
ada yang membaca 'tukmiluu' dan ada pula 'tukammiluu' (bilangan) maksudnya
bilangan puasa Ramadan (hendaklah kamu besarkan Allah) sewaktu
menunaikannya (atas petunjuk yang diberikan-Nya kepadamu) maksudnya
petunjuk tentang pokok-pokok agamamu (dan supaya kamu bersyukur) kepada
Allah Taala atas semua itu.
Kemudian tafsir ayat di atas menurut Quraish Shihab adalah bahwa waktu
yang ditetapkan Allah sebagai hari wajib puasa itu adalah bulan Ramadan yang
sangat tinggi kedudukannya dalam pandangan Allah. Di bulan itu Allah
menurunkan al-Qur'ân sebagai petunjuk bagi semua manusia menuju jalan
kebenaran melalui keterangan-keterangan yang jelas sebagai pengantar menuju
kebajikan dan pembatas antara yang benar (haqq) dan yang palsu (bâthil)
selamanya, sepanjang masa dan usia manusia. Maka barangsiapa yang hadir
menyaksikan bulan ini dalam keadaan sehat dan tidak sedang dalam perjalanan,
maka ia wajib berpuasa. Tapi barangsiapa yang sakit, dan puasa akan
membahayakan dirinya, atau sedang dalam perjalanan, ia diperbolehkan tidak
berpuasa tapi tetap diwajibkan mengganti puasa yang ditinggalkan itu pada hari
yang lain. Allah tidak ingin memberati hamba- Nya dengan perintah-perintah, tapi
justru Dia menghendaki keringanan bagi mereka. Allah telah menjelaskan dan
memberi petunjuk tentang bulan suci itu agar kalian melengkapi jumlah hari puasa
dan membesarkan nama Allah atas petunjuk dan taufik-Nya.

Dari penjelasan tentang QS. Al-Baqarah/2: 1-5, 97, 185 dapat diambil
sebuah kesimpulan bahwa Al-Qur’an adalah pedoman hidup, petunjuk bagi orang-
orang yang beriman dan bertaqwa. Al-Qur’an juga memberikan kita
pendidikan/pelajaran untuk membedakan yang baik dan buruk, yang Haq dan
Bathil. Dalam kaitannya dengan dengan Filsafat (Ilmu) Pendidikan Islam dimensi
Epistemologi, melalui ayat-ayat di atas, kita dapat mengetahui bahwa hakikat
sumber ilmu itu adalah dari Allah SWT, karena Malaikat Jibril menurunkan Ayat-
ayat Al-Qur’an ke dalam hati Nabi Muhammad SAW atas ijin Allah SWT.

3. QS. Ali Imron/3: 7, 164


a. QS. Ali Imron Ayat 7

‫ت رهااان أر مم ا دل هك متاااَ ه‬
‫ب‬ ‫ت رم دح مك مماااَ ت‬ ‫ك ا دل هك متاَ م‬
‫ب هم دن هر آ مياااَ ت‬ ‫هر موُ ا لا هذيِ أم دن مز مل مع لم ديِ م‬
‫ت ۖ فم أ م ام اَ ا لا هذي من هفي قر رلوُ به هه دم مز دي تغ فم يِم تا به رعااوُ من مماااَ تم مشاااَ بم هم‬ ‫مو أر مخ رر رم تم مشاَ به مهاَ ت‬
‫هم دنااهر ا دب ته مغاااَ مء ا دل فه دت منااهة موا دب ته مغاااَ مء متااأد هوي له هه ۗ مو مماااَ يم دع ملاارم متااأد هوي لم هر إه ال ا ر‬
ۗ ‫اااا‬
َ‫موال ار ا هس رخوُ من هفي ا دل هع دلااهم يم رقوُ لرااوُ من آ مم اناااَ بهااهه ركاالُل هماادن هع دنااهد مر بل مناااَ ۗ مو ممااا‬
‫يم اذ اك رر إه ال رأو رلوُ ا دلم دل مباَ ه‬
‫ب‬
“Dialah yang menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepada kamu. Di
antara (isi)nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, itulah pokok-pokok isi Al
qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang
yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti
sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk
menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, padahal tidak ada yang
mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam
ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat,
semuanya itu dari sisi Tuhan kami". Dan tidak dapat mengambil pelajaran
(daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.”

Tafsir Jalalain menafsirkan ayat tersebut sebagai berikut : (Dialah yang


menurunkan kepadamu Alquran, di antara isinya ada ayat-ayat yang muhkamat)
jelas maksud dan tujuannya (itulah dia pokok-pokok Alquran) yakni yang menjadi
pegangan dalam menetapkan (sedangkan yang lainnya mutasyabihat) tidak
dimengerti secara jelas maksudnya, misalnya permulaan-permulaan surah.
Semuanya disebut sebagai 'muhkam' seperti dalam firman-Nya 'uhkimat aayaatuh'
dengan arti tak ada cacat atau celanya, dan 'mutasyaabiha' pada firman-Nya,
'Kitaaban mutasyaabiha,' dengan makna bahwa sebagian menyamai lainnya dalam
keindahan dan kebenaran. (Adapun orang-orang yang dalam hatinya ada
kecenderungan pada kesesatan) menyeleweng dari kebenaran, (maka mereka
mengikuti ayat-ayat mutasyabihat untuk membangkitkan fitnah) di kalangan
orang-orang bodoh dengan menjerumuskan mereka ke dalam hal-hal yang
syubhat dan kabur pengertiannya (dan demi untuk mencari-cari takwilnya)
tafsirnya (padahal tidak ada yang tahu takwil) tafsirnya (kecuali Allah) sendiri-
Nya (dan orang-orang yang mendalam) luas lagi kokoh (ilmunya) menjadi
mubtada, sedangkan khabarnya: (Berkata, "Kami beriman kepada ayat-ayat
mutasyaabihat) bahwa ia dari Allah, sedangkan kami tidak tahu akan maksudnya,
(semuanya itu) baik yang muhkam maupun yang mutasyabih (dari sisi Tuhan
kami," dan tidak ada yang mengambil pelajaran) 'Ta' yang pada asalnya terdapat
pada 'dzal' diidgamkan pada dzal itu hingga berbunyi 'yadzdzakkaru' (kecuali
orang-orang yang berakal) yang mau berpikir. Mereka juga mengucapkan hal
berikut bila melihat orang-orang yang mengikuti mereka.
Kemudian tafsir ayat di atas menurut Quraish Shihab adalah bahwa Dialah
yang telah menurunkan al-Qur'ân kepadamu. Di antara hikmah-Nya, sebagian
ayat al-Qur'ân muhkamât: jelas arti dan maksudnya, dan yang lain mutasyâbihât:
sulit ditangkap maknanya oleh kebanyakan orang, samar bagi orang-orang yang
belum mendalam ilmunya. Ayat-ayat mutasyâbihât itu diturunkan untuk
memotivasi para ulama agar giat melakukan studi, menalar, berpikir, teliti dalam
berijtihad dan menangkap pesan-pesan agama. Orang-orang yang hatinya condong
kepada kesesatan, mengikuti ayat-ayat mutasyâbihât untuk menebar fitnah dan
untuk menakwilkan sesuka hati mereka. Takwil yang benar dari ayat-ayat tersebut
tak dapat diketahui kecuali oleh Allah dan orang-orang yang mendalam ilmunya.
Mereka berkata, "Kami meyakini itu datangnya dari Allah. Kami tidak
membedakan keyakinan kepada al-Qur'ân antara yang muhkam dan yang
mutasyâbih." Tidak ada yang mengerti itu semua kecuali orang-orang yang
memiliki akal sehat yang tidak mengikuti keinginan hawa nafsu.
b. QS. Ali Imron Ayat 164

“Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang


beriman ketika Allah mengutus diantaramereka seorang Rasul dari
golongan mereka sendiri,yang membacakan kepada mereka ayat-ayat
Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al
kitab dan Al hikmah. dan Sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu,
mereka adalah benar benar dalam kesesatan yang nyata.”3

Tafsir Jalalain menafsirkan ayat tersebut sebagai berikut : (Sesungguhnya


Allah telah memberi karunia kepada orang-orang beriman ketika Dia mengirim
kepada mereka seorang rasul dari kalangan mereka sendiri) maksudnya seorang
Arab seperti mereka untuk mengawasi dan memberi pengertian, jadi bukan dari
kalangan malaikat dan tidak pula dari bangsa asing (yang membacakan kepada
mereka ayat-ayat-Nya) yakni Alquran (dan menyucikan mereka) membersihkan
mereka dari dosa (serta mengajarkan kepada mereka Alkitab) yakni Alquran (dan
hikmah) yakni sunah (dan sesungguhnya mereka) ditakhfifkan dari wainnahum

3
Depag, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, (Surabaya: Duta Ilmu, 2009), hlm. 92
(adalah sebelumnya) yakni sebelum kebangkitannya (benar-benar dalam kesesatan
yang nyata) atau jelas.
Kemudian tafsir ayat di atas menurut Quraish Shihab adalah bahwa Allah
telah berbuat baik kepada orang-orang Mukmin terdahulu yang hidup bersama
Nabi, dengan mengutus kepada mereka seorang rasul dari bangsa mereka sendiri.
Yaitu, seorang rasul yang membacakan ayat-ayat kitab suci, membersihkan
mereka dari keyakinan yang salah, dan mengajari mereka ilmu al-Qur'ân dan
teladan. Sebelum diutusnya rasul itu, mereka berada dalam kebodohan,
kebingungan dan perasaan tidak berarti.
Pada Tafsir Fi Zhilalil Qur‟an dijelaskan “...Dan mengajarkan kepada
mereka al-Kitab dan al-Hikmah...” orang-orang yang dituju dalam firman ini
adalah orangorang pribumi yang bodoh-bodoh, yang tidak tahu tulis baca dan
lemah pikirannya. Mereka tidak mempunyai pengetahuan sedikitpun yang
berbobot untuk ukuran internasional dalam bidang apapun. Mereka pun tidak
mempunyai cita-cita yang besar dalam kehidupan mereka yang melahirkan
pengetahuan yang bertaraf internasional dalam bab apapun.
Maka risalah inilah yang menjadikan mereka sebagai guru jagad, hukama
atau pemberi kebijakan dunia, dan pemilik akidah, pemikiran, sistem sosial, dan
tata aturan yang menyelamatkan manusia secara keseluruhan dari Jahiliahnya
pada masa itu. Mereka dinantikan peranannya dalam perjalanan ke depan untuk
menyelamatkan kemanusiaan dari kejahiliahan modern yang mengekspresikan
segala ciri khas jahiliyah tempo dulu, baik dalam bidang akhlak, sistem sosial
kemasyarakatan, maupun mengenai pandangan mereka terhadap sasaran dan
tujuan hidup, meskipun sudah terbuka bagi mereka ilmu-ilmu yang berkaitan
dengan materi, produk-produk perindustrian, dan kemajuan peradaban.
“...Sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-
benar dalam kesesatan yang nyata.” Mereka, sebelum kedatangan Nabi SAW.,
benar-benar pada kesesatan dalam konsepsi dan keyakinan, pemahaman terhadap
kehidupan, tradisi, dan perilaku, peraturan dan perundang-undangan, dan bidang
kemasyarakatan dan moral.4

4
Sayyid Quthb, Fi Zhilalil Qur‟an, terj. As‟ad Yasin, dkk...(Jil.2, Jakarta: Gema Insani Tahun
2000). hlm. 205.
Kandungan yang dapat kita peroleh dari QS. Ali Imron/3: 7, 164 adalah
bahwa Allah SWT memberitakan tentang keagunganNya dan kesempurnaan
pengaturanNya, yaitu bahwa Dia-lah yang Esa yang menurunkan kitab yang
agung ini, yang tidak ditemukan dan tidak akan ditemukan tandingannya dan
semisalnya dalam petunjuk, keindahan bahasa, kemukjizatan dan kebaikannya
bagi makhluk. Dan bahwasanya Al-Qur’an mencakup yang muhkam yang jelas
sekali artinya, yang terang yang tidak serupa dengan lainnya, dan juga mencakup
ayat-ayat mutasyabihat yang mengandung beberapa arti yang tidak ada satupun
dari arti-arti itu yang lebih kuat hanya dengan ayat tersebut hingga disatukan
dengan ayat yang muhkam. Ayat-ayat mutasyabihat itu diturunkan untuk
memotivasi para ulama (ahli ilmu agama/umum) agar giat melakukan studi,
pendidikan, pengajaran, menelaah, menalar, berpikir, teliti dalam berijtihad dan
menangkap pesan-pesan agama. Orang-orang yang hatinya condong kepada
kesesatan, mengikuti ayat-ayat mutasyâbihât untuk menebar fitnah dan untuk
menakwilkan sesuka hati mereka.
Orang-orang yang dalam hatinya ada penyakit, penyimpangan dan
penyelewengan karena niat mereka yang buruk akhirnya mereka mengikuti ayat-
ayat yang mutasyabih tersebut, mereka mengambil-nya sebagai dalil demi
memperkuat tulisan-tulisan mereka yang batil dan pemikiran-pemikiran mereka
yang palsu, hanya untuk mengobarkan fitnah dan penyimpangan terhadap
kitabullah, serta menjadikannya sebagai tafsiran untuknya sesuai dengan jalan dan
madzhab mereka yang akhirnya mereka itu tersesat dan menyesatkan.
Adapun orang-orang yang berilmu lagi mendalam ilmunya yang ilmu dan
keyakinan telah mencapai hati mereka, lalu membuah-kan bagi mereka perbuatan
dan pengetahuan maka mereka ini mengetahui bahwa al-Qur’an itu semuanya dari
sisi Allah, dan bahwa semua yang ada di dalamnya adalah haq, baik
yang mutasyabih maupun yang muhkam, dan bahwasanya yang haq itu tidak akan
saling bertentangan dan saling berbeda. Dan karena ilmu mereka bahwa ayat-ayat
yang muhkam mengandung makna yang tegas dan jelas, dan kepadanya mereka
mengembalikan ayat-ayat mustasyabih yang sering menimbulkan kebingungan
bagi orang-orang yang kurang ilmu dan pengetahuannya.

4. QS. Al-Isra’/17: 9, 82
a. QS. Al-Isra’/17: 9
‫يى ى َّا لىمىذذىىي رن ى َّير ىلعىرم ىلىقىورن ى‬ ‫ذذ‬ ‫ذ ذ ذ‬
‫إذىمنى ى َّ ىرهى ىرذىىا َّا لىق ىلرآْ رن ى َّير ىلهىدىىيِ َّ ل ىلىم ىذتى ى َّ ه ىري ى َّ أرىقَل ىروقم ى َّ رويقىبرىدشى ىقر ى َّا لىقم ىلؤم ىن ى ر‬
‫صىىاَ ذل ىىاَ ذ‬
‫ت ى َّ أرىمنى ى َّ رلىقىلم ى َّ أرىلج ىدرا َّرك ىبذىديا‬ ‫ال م ر‬
“Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih
lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu'min yang
mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.”

Tafsir Jalalain menafsirkan ayat tersebut sebagai berikut : (Sesungguhnya


Alquran ini memberikan petunjuk kepada) jalan (yang lebih lurus) lebih adil dan lebih
besar (dan memberi kabar gembira kepada orang-orang mukmin yang mengerjakan amal
saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.) Kemudian tafsir ayat di atas menurut
Quraish Shihab adalah bahwa Sesungguhnya al-Qur'ân memberikan petunjuk kepada
manusia menuju jalan yang paling lurus dan selamat untuk mencapai kebahagiaan yang
hakiki di dunia. Al-Qur'ân juga memberikan kabar gembira bagi orang-orang yang
beriman kepada Allah dan rasul-Nya, yang tunduk kepada kebenaran dan melakukan
perbuatan yang saleh berupa pahala yang besar pada hari kiamat.

b. QS. Al-Isra’/17: 82

‫يى ى َّ إذىملى ى‬ ‫ذذ‬ ‫ذ ذذ‬ ‫ذ‬ ‫ذ‬ ‫ذ‬


‫يى ى َّ ۙ َّ رورلى ى َّ يرىذزي قد ى َّ ال ظمىىاَ ل ىمى ر‬
‫رونَقىىنر ىدزقل ى َّ م ىرن ى َّا لىق ىلرآْ ن ى َّ رمىىاَ َّ قه ىرو ى َّ ش ىرفىىاَ ءكى َّ روررلحرى ىةكى َّ ل ىلىقم ىلؤم ىن ى ر‬
‫رخ ىرسىىاَ در ىا‬
“Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan
rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah
menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.”

Tafsir Jalalain menafsirkan ayat tersebut sebagai berikut : (Dan Kami


turunkan dari) huruf min di sini menunjukkan makna bayan atau penjelasan
(Alquran suatu yang menjadi penawar) dari kesesatan (dan rahmat bagi orang-
orang yang beriman) kepadanya (dan Alquran itu tidaklah menambah kepada
orang-orang yang zalim) yakni orang-orang yang kafir (selain kerugian)
dikarenakan kekafiran mereka. Kemudian tafsir ayat di atas menurut Quraish
Shihab adalah bahwa Bagaimana kebenaran itu tidak akan menjadi kuat, sedang
Kami telah menurunkan al-Qur'ân sebagai penawar keraguan yang ada dalam
dada, dan rahmat bagi siapa yang beriman kepadanya. Al-Qur'ân itu tidak
menambah apa-apa kepada orang-orang yang zalim selain kerugian, oleh sebab
kekufuran mereka.
Dari kedua penafsiran tersebut tentang QS. Al-Isra’ ayat 9 dan 82 dapat
kita simpulkan bahwa Al-Qur’an itu adalah sebagai pedoman hidup karena
menunjuki kita jalan yang lurus. Kemudian pada ayat ke 82 surah Al-Isra’ dapat
kita artikan bahwa bagi orang yang sakit kebodohan, kesesatan, ragu-ragu dan
ingkar, dengan turunnya Al-Quran ini, dapat sebagai penyembuh atau obat
penawar bila orang tersebut mau beriman. Dengan demikian maka dapat
mengambil manfaat, menghafal, dan memperhatikan petunjuk Allah SWT. Dan
dialah yang menyembuhkan dari sakit.
Al-Quran telah membebaskan kaum muslimin dari kebodohan sehingga
mereka menjadi bangsa yang menguasai dunia pada masa kekhalifahan Umayyah
dan Abbasiyah. Kemudian mereka kembali menjadi umat yang terbelakang karena
mengabaikan ajaran-ajaran Al-Quran. Dahulu mereka menjadi umat yang
disegani, tetapi kemudian menjadi pion-pion yang dijadikan umpan oleh musuh
dalam percaturan dunia. Karena mereka dulu melaksanakan ajaran Al-Quran,
negeri mereka menjadi pusat dunia ilmu pengetahuan, perdagangan dunia, dan
sebagainya serta pernah hidup makmur dan bahgia. Ayat ini memperingatkan
kaum muslimin bahwa mereka akan dapat memegang peranan kembali ke dunia,
jika mau mengikuti Al-Quran dan berpegang teguh pada ajarannya dalam semua
bidang kehidupan.
Sebaliknya jika mereka tidak mau melaksanakan ajaran Al-Quran dengan
sungguh-sungguh, mengutamakan kepentingan pribadi di atas kepentingan agama
dan masyarakat, serta hanya mementingkan kehidupan dunia, maka Allah akan
menjadikan musuh-musuh mereka sebagai penguasa atas diri mereka, sehingga
menjadi orang asing atau budak di negeri sendiri. Cukup pahit pengalaman kaum
Muslimin akibat mengabaikan ajaran Al-Quran. Al-Quran menyuruh mereka
bersatu dan bermusyawarah, tetapi mereka berpecah belah karena masalah-
masalah khilafiah yang kecil dan lemah, sedangkan masalah-masalah yang
penting dan besar diabaikan.

B. Penutup

Kedudukan Al-Qur’an sangat utama dalam hukum Islam karena langsung


diturunkan oleh Allah SWT. Di dalamnya memuat jawaban segala persoalan, baik
yangmenyangkut hubungan antara manusia dengan Allah (hablun minallah)
maupun antar sesama manusia (hablun minannas). Allah swt. telah menurunkan
Al-Quran melalui malaikat jibril kepada Nabi Muhammad saw. untuk
disampaikan kepada umatnya. Al-Quran merupakan pedoman bagi manusia
sebagai petunjuk untuk menemukan makna dari kehidupan yang sebenarnya. Al-
Quran mengandung beberapa ayat yang didalamnya berisi mengenai akidah,
ibadah, akhlak, hukum-hukum, peringatan, kisah-kisah, dan dorongan untuk
berfikir. Maka dari itulah Al-Quran merupakan pedoman bagi manusia dalam
menjalani kehidupan.
Konsep pendidikan menurut Al-Qur’an diarahkan pada upaya menolong
anak didik agar dapat melaksanakan fungsinya mengabdi kepada Allah. Seluruh
potensi yang dimiliki anak didik, yaitu potensi intelektual, jiwa dan jasmani harus
dibina secara terpadu dalam keselarasan, keserasian dan keseimbangan yang
tergambar dalam sosok manusia seutuhnya. Hal ini harus pula berimplikasi
terhadap materi, metode dan lain-lain yang berhubungan dengannya, sehingga
membentuk suatu sistem pendidikan yang sempurna. Deskripsi kependidikan
yang diberikan oleh Al-Qur’an Nampak memperlihatkan sosok yang
komprehensif mulai dari tujuan, materi, metode, evaluasi dan sebagainya. Namun
demikian pada semua aspek pendidikan itu, Al-Qur’an Nampak lebih
memposisikan dirinya sebagai pemandu dalam prinsip, dan tidak memasuki
kawasan yang lebih bersifat teknis. Mengenai bagaimana tujuan yang dirumuskan,
materi disusun, guru-guru dilatih dan evaluasi dilakukan, semua itu diserahkan
pada daya kreativitas dan ijtihad manusia. Dengan demikian keterlibatan manusia
secara intens dalam pendidikan amat dituntut.
DAFTAR PUSTAKA
Shihab, M.Quraish, 2002, Tafsir Al-Misbah:Pesan, Kesan, dan Keserasian al-
Qur‟an, Jakarta: Lentera hati.
Depag. 2009. Al-Qur‟an dan Terjemahnya. Surabaya: Duta Ilmu.
Quthb, Sayyid. 2000. Fi Zhilalil Qur’an, terj. As’ad Yasin, dkk. Jakarta: Gema
Insani.
Ramayulis. 2006. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.
Syafe’I, Rachmat. 2007. Ilmu Ushul Fiqih. Bandung: PT. Pustaka Setia.
https://tafsirq.com/index (Diakses 10 Oktober 2018)

Anda mungkin juga menyukai