LP Nifas
LP Nifas
NIFAS
Oleh :
Tk. 2 Reguler 1
PENDAHULUAN
LANDASAN TEORI
Nifas atau puerperium adalah periode waktu atau masa dimana organ-organ reproduksi
kembali kepada keadaan tidak hamil. Masa ini membutuhkan waktu sekitar enam minggu
(Fairer, Helen, 2001:225)
Masa nifas atau masa puerperium mulai setelah partus selesai dan berakhir setelah kira-
kira enam minggu (Wiknjosastro, Hanifa, 1999: 237)
Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai
alat-alat kandungan kembali seperti pra-hamil, lama masa nifas ini yaitu 6-8 minggu
(Mochtar, Rustam, 1998:115)
Infeksi Nifas adalah semua peradangan yang disebabkan oleh masuknnya kuman-kuman
kedalam alat-alat genetalia pada waktu persalinan dan nifas (Ambarwati dan Wulandari,
2009:122)
Infeksi nifas adalah infeksi pada dan melalui traktus genetalis setelah persalinan.
Suhu 38 °C atau lebih yang terjadi antara hari ke 2-10 postpartum dan diukur peroral
sedikitnya empat kali sehari (Mochtar, Rustam, 1998:115)
2.2 ETIOLOGI
Menurut (Ambarwati dan Wulandari, 2009:122-123) :
1. Berdasarkan masuknya kuman kedalam alat kandungan.
a. Ektogen (kuman datang dari luar)
b. Autogen (kuman masuk dari tempat lain dalam tubuh)
c. Endogen (dari jalan lahir sendiri)
2. Berdasarkan kuman yang sering menyebabkan infeksi.
a. Streptococcus Haemolyticus Aerobik
Masuknya secara eksogen dan menyebabkan infeksi berat yang ditularkan dari penderita
lain, alat-alat yang tidak suci hama, tangan penolong.
b. Staphylococcus aureus
Masuk secara eksogen, infeksinya sedang, banyak ditemukan sebagai penyebab infeksi
dirumah sakit.
c. Eschericia coli
Sering berasal dari kandung kemih dan rektum, menyebabkan infeksi terbatas.
d. Clostridium welchii
Kuman aerobik yang sangat berbahaya, sering ditemukan pada abortus kriminalis dan
partus yang ditolong dukun dari luar rumah sakit.
Infeksi yang menyerang pada payudara meliputi : fisura di puting susu yang terinfeksi
biasanya merupakan lesi awal. Peradangan edema dan pembengkakan payudara segera akan
menyumbat aliran air susu. Menggigil, demam, malaise, dan nyeri tekan pada payudara bisa
ditemukan. ( Bobak, Lowdermilk, Jensen 2004)
Infeksi pada saluran kemih yaitu sistitis biasanya memberikan gejala berupa nyeri berkemih
(disuria), sering berkemih, dan tidak dapat menahan untuk berkemih. Demam biasanya
jarang terjadi. Adanya retensi urine pasca persalinan umumnya merupakan tanda adanya
infeksi. Pielonefritis memberikan gejala yang lebih berat, demam, menggigil, serta perasaan
mual dan muntah. Selain disuria, dapat juga terjadi piuria dan hematuria.
( Sitti Saleha, 2009 )
A. Tanda Infeksi
Infeksi akut ditandai dengan demam, sakit didaerah infeksi, berwarna kemerahan,
fungsi organ tersebut terganggu. Gambaran klinis infeksi nifas dapat berbentuk :
1. Infeksi local
Pembekakan luka episiotomi, terjadi penanahan, perubahan warna kulit, pengeluaran
lhoceabercampur nanah, mobilitasi terbatas karena rasa nyeri, temperature badan
dapat meningkat.
2. Infeksi umum
Tampak sakit dan lemah, temperature meningkat, tekanan darah menurun dan nadi
meningkat, pernapasan dapat meningkat dan teras sesak, kesadaran gelisah sampai
menurun dan koma, terjadi gangguan involusi uterus, lochea berbau dan bernanah
serta kotor.
B. Gejala Infeksi
Gejala umum dari infeksi puerperalis ini yaitu :
a. Peningkatan suhu
b. Takikardi
c. Nyeri pada pelvis
d. Demam tinggi
e. Nyeri tekan pada uterus
f. Lokhea berbau busuk/ menyengat
g. Penurunan uterus yang lambat
h. Nyeri dan bengkak pada luka episiotomy
C. Klasifikasi
1) Infeksi yang terbatas pada perineum , vulva , vagina , serviks , dan endometrium .
b. Endometritis
1. Kadang –kadang lokhea tertahan dalam uterus oleh darah sisa plasenta dan
selaput ketuban yang disebut lokiametra.
2. Pengeluaran lokia bisa banyak atau sedikit, kadang-kadang berbau/tidak, lokhea
berwarna merah atau coklat.
3. Suhu badan meningkat mulai 48 jam postpartum, menggigil, nadi biasanya sesuai
dengan kurva suhu tubuh.
4. Sakit kepala, sulit tidur, dan anoreksia.
5. Nyeri tekan pada uterus, uterus agak membesar dan lembek, his susulan biasanya
sangat mengganggu. Leukositosis dapat berkisar antara 10.000-13.000/mm³.
2) Penyebaran dari tempat tersebut melalui vena , jalan limfe dan permukaan dan
endometrium.
1. Pada septikemia, sejak permulaan klien sudah sakit dan lemah sampai 3 hari
postpartum suhu meningkat dengan cepat. Biasanya disertai menggigil
dengan suhu 39-40ᵒC. Keadaan umum cepat memburuk, nadi sekitar 140-
160x/menit atau lebih. Klien juga dapat meninggal dalam 6-7 hari
postpartum.
2. Pada piemia, suhu tubuh klien tinggi disertai dengan menggigl yang terjadi
berulang-ulang. Suhu meningkat dengan cepat kemudian suhu turun dan
lambat laun timbul gejala abses paru, pneumonia, dan pleuritis.
b. Peritonotis
1. Pada umumnya terjadi peningkatan suhu, nadi cepat dan kecil, perut
kembung dan nyeri,serta ada defensif muskuler. Wajah klien mula-mula
kemrahan, kemudian menjadi pucat, mata cekung, kulit wajah dingin, serta
terdapat facishipocratica.
2. Pada peritonitis yang terdapat di daerah pelvis, gejala tidak seberat peritonis
umum klien demam, perut bawah nyeri,tetapi keadaan umum tetap baik.
c. Selulitis pelvis
1. Bila suhu tinggi menetap lebih dari satu minggu disertai rasa nyeri di kiri atau
kanan dan nyeri pada pemeriksaan dalam, patut dicurigai adanya selulitis
pelvic.
2. Pada pemeriksaan dalam dapat diraba tahanan padat dan nyeri di sebelah
uterus.
3. Di tengah jaringan yang meradang itu bisa timbul abses dimana suhu yang
mula mula tinggi menetap , menjadi naik turun disertai menggigil.Klien
tampak sakit, nadi cepat, dan nyeri perut.
2.4 PATOFISIOLOGI
Setelah kala III, daerah bekas insersio plasenta merupakan sebuah luka dengan diameter kira-
kira 4 cm. Permukaanya tidak rata, berbenjol-benjol karena banyaknya vena yang ditutupi
thrombus. Daerah ini merupakan tempat yang baik untuk tumbuhnya kuman dan masuknya
jenis yang pathogen dalam tubuh wanita. Servik sering mengalami perlukaan pada
persalinan, demikian juga vulva, vagina dan perineum, yang merupakan tempat masuknya
kuman patogen. Infeksi nifas dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu satu infeksi yang
terbatas pad perineum, vulva, vagina, servik dan endometrium, kedua penyebaran dari tempat
tersebut melalui vena-vena, melalui jalan limfe dan melalui permukaan endometrium.
2.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan diagnostik
1. Jumlah sel darah putih (SDP)
2. Hemoglobin ( Hb / ht ), untuk mengetahui penurunan pada adanya anemia
3. Kultur ( aerobik / anaerobik ) dari bahan intra uterus atau intra servikal atau drainase luka
atau pewarnaan gram dari lokhia serviks dan uterus mengidentifikasi organisme penyebab.
4. Urinalisis dan kultur : mengesampingkan interaksi saluran kemih
5. Ultrasonografi : menentukan adanya fragmen-fragmen plasenta yang tertahan,
melokalisasi abses peritoneum.
6. Pemeriksaan biomanual : menentukan sifat dan lokasi nyari pelvis. Masa atau
pembentukan abses atau adanya vena-vena dengan trombosis.
2.6 PENATALAKSANAAN
a. Anemia diperbaiki selama kehamilan. Berikan diit yang baik. Koitus pada kehamilan
tua sebaiknya dilarang
c. Perhatikan diet
e. Hati-hati bila ada abses, jaga supaya nanah tidak masuk ke dalam rongga perinium
(Wiknjosastro, 2006)
a. Sebelum menyusui, pijat payudara dengan lembut, mulailah dari luar kemudian
perlahan-lahan bergerak ke arah puting susu dan lebih berhati-hati pada area yang
mengeras.
b. Menyusui sesering mungkin dengan jangka waktu selama mungkin, susui bayi dengan
payudara yang sakit jika ibu kuat menahannya, karena bayi akan menyusui dengan penuh
semangat pada awal sesi menyususi, sehingga bisa mengeringkannya dengan efektif.
c. Lanjutkan dengan mengeluarkan ASI dari payudara itu setiap kali selesai menyusui jika
bayi belum benar-benar menghabiskan isi payudara yang sakit tersebut.
d.Tempelkan handuk halus yang sudah dibasahi dengan air hangat pada payudara yang
sakit beberapa kali dalam sehari (atau mandi dengan air hangat beberapa kali), lakukan
pemijatan dengan lembut di sekitar area yang mengalami penyumbatan kelenjar susu dan
secara perlahan-lahan turun ke arah puting susu.
6. Penanganan infeksi saluran kemih yang ideal adalah agens antibacterial yang secara efektif
menghilangkan bakteri dari traktus urinarius dengan efek minimal terhadap flora fekal dan
vagina. Terapi dapat dibedakan atas terapi antibiotika dosis tunggal, terapi antibiotika
konversial, terapi jangka lama, terapi dosis rendah untuk supresi. Pencegahan yang dapat
diberikan adalah menjaga kebersihan sekitar saluran kemih, membasuhi air dari atas ke
bawah setelah buang air kecil maupun buang air besar. Semaksimalkan untuk
membersihkan bagian organ saluran kemih.( Sitti Saleha, 2009 ).
2.7 PATHWAY
2.8 ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas Klien
b. Riwayat kesehatan
Biasanya klien mengeluh badan lemah, demam, nadi cepat, nafas sesak, badan
menggigil, gelisah, nyeri pada daerah luka operasi
Kemungkinan salah satu anggota keluarga ada yang menderita infeksi tenggorokan
c. Pemeriksaan Fisik
1) Aktivitas / istirahat
Biasanya klien mengeluh malaise, letargi, kelelahan / keletihan yang terus menerus
(persalinan lama, stressor pasca partum multiple)
2) Sirkulasi
3) Eliminasi
4) Makanan / Cairan
5) Neurosensori
6) Pernafasan
7) Nyeri / Ketidaknyamanan
Biasanya nyeri abdomen bawah / uteri, nyeri tekan / nyeri local, disuria,
ketidaknyamanan abdomen, sakit kepala
8) Integritas Ego
9) Keamanan
Biasanya terjadi peningkatan suhu tubuh yang merupakan tanda infeksi dan dapat
pula terjadi menggigil berat atau berulang
10) Seksualitas
Biasanya pecah ketuban dini / lama, persalinan lama, subinvolusi uterus mungkin ada,
lochea bau busuk dan banyak / berlebihan, tepi insisi kemerahan, edema, keras, nyeri
tekan / memisah dengan drainase purulen.
1) Kebiasaan perorangan
2) Makan / Minum
3) Tidur
Biasanya tidur klien mengalami gangguan karena suhu badan meningkat dan badan
menggigil
Biasanya penyakit ini banyak ditemukan pada ekonomi rendah dengan stressor
bersamaan
f. Data Psikologis
Biasanya klien dengan penyakit ini gelisah karena terjadinya peningkatan suhu tubuh
dan nyeri tekan pada abdomen
2. Head to Toe
b. Abdomen
1) Uterus
Normal :
Abnormal :
a) lembek
c. Keadaan genitalia
1) Lochea
Normal :
b) Bau biasa
d) Jumlah perdarahan yang ringan atau sedikit (hanya perlu mengganti pembalut
setiap 3-5 jam)
Abnormal :
a) Merah terang
b) Bau busuk
2) Perinium
6. Kolaborasi dokter
tentang pemberian
analgesik bial nyeri skala 6. Mengurangi
7 ke atas. intensitas nyeri denagn
menekan rangsnag nyeri
pada nosiseptor.
2. Resiko defisit Pasien dapat 1. Pantau: 1. Mengidentifikasi
volume cairan b/d mendemostrasikan penyimpangan indikasi
Tanda-tanda
pengeluaran yang status cairan kemajuan atau
vital setiap 4
berlebihan; membaik. penyimpangan dari hasil
jam.
perdarahan; yang diharapkan.
diuresis; keringat Kriteria evaluasi: tak Warna urine.
berlebihan. ada manifestasi
dehidrasi, resolusi Berat badan
oedema, haluaran setiap hari.
urine di atas 30 Status umum 2. Mengidentifikasi
ml/jam, kulit setiap 8 jam. keseimbangan cairan
kenyal/turgor kulit pasien secara adekuat
2. Pantau: cairan
baik. dan teratur.
masuk dan cairan keluar
setiap 8 jam.
3. Temuan-temuan ini
3. Beritahu dokter mennadakan hipovolemia
bila: haluaran urine < 30 dan perlunya peningkatan
ml/jam, haus, cairan.
takikardia, gelisah, TD di
bawah rentang normal,
urine gelap atau encer
gelap.
4. Mencegah pasien
4. Konsultasi dokter jatuh ke dalam kondisi
bila manifestasi kelebihan cairan yang
kelebihan cairan terjadi. beresiko terjadinya
oedem paru.
6. Kateterisasi
memabnatu pengeluaran
urine untuk mencegah
stasis urine.
6. Meningkatkan
pengosongan feses dalam
rektum.
4. Dorong
memajukan
aktifitas/toleransi 4. Komsumsi oksigen
perawatan diri. miokardia selama
berbagai aktifitas dapat
meningkatkan jumlah
5. Anjurkan keluarga oksigen yang ada.
untuk membantu Kemajuan aktifitas
pemenuhan kebutuhan bertahap mencegah
ADL pasien. peningkatan tiba-tiba
pada kerja jantung.
6. Jelaskan pola
peningkatan bertahap 5. Teknik
dari aktifitas, contoh: penghematan energi
posisi duduk ditempat menurunkan penggunaan
tidur bila tidak pusing energi dan membantu
dan tidak ada nyeri, keseimbangan suplai dan
bangun dari tempat kebutuhan oksigen.
tidur, belajar berdiri dst.
6. Aktifitas yang maju
memberikan kontrol
jantung, meningaktkan
regangan dan mencegah
aktifitas berlebihan.
6. Resiko infeksi b/d Infeksi tidak terjadi. 1. Pantau: vital sign, 1. Mengidentifikasi
trauma jalan lahir. tanda infeksi. penyimpangan dan
Kriteria hasil: tanda kemajuan sesuai
infeksi tidak ada, luka
intervensi yang dilakukan.
episiotomi kering
dan bersih, takut 2. Kaji pengeluaran 2. Mengidentifikasi
berkemih dan BAB lochea, warna, bau dan kelainan pengeluaran
tidak ada. jumlah. lochea secara dini.
3. Kaji luka 3. Keadaan luka
perineum, keadaan perineum berdekatan
jahitan. dengan daerah basah
mengakibatkan
kecenderunagn luka
untuk selalu kotor dan
mudah terkena infeksi.
4. Anjurkan pasien
membasuh vulva setiap 4. Mencegah infeksi
habis berkemih dengan secara dini.
cara yang benar dan
mengganti PAD setiap 3
kali perhari atau setiap
kali pengeluaran lochea
banyak.
5. Pertahnakan
teknik septik aseptik
dalam merawat pasien 5. Mencegah
(merawat luka kontaminasi silang
perineum, merawat terhadap infeksi.
payudara, merawat
bayi).
5. Lakukan rawat
gabung sesegera
mungkin bila tidak 5. Meningkatkan
terdapat komplikasi hubungan ibu dan bayi
pada ibu atau bayi. sedini mungkin.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Infeksi postpartum adalah infeksi bakteri pada traktus genitalia, terjadi sesudah melahirkan,
ditandai kenaikan suhu sampai 38 derajat selsius atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama
pasca persalinan, dengan mengecualikan 24 jam pertama. Ini disebakan oleh kuman aerob juga
kuman anaerob. Infeksi bisa terjadi melalui tangan penderita, droplet infeksion, infeksi rumah
sakit (hospital infection), dalam rumah sakit, dan Koitus karena ketuban pecah. Manifestasi yang
muncul bergantung pada tempat-tempat infeksi, ada infeksi yang terbatas pada perineum, vulva,
vagina, serviks, dan endometrium kemudian bisa menyebar dari tempat-tempat tersebut melalui
vena-vena, jalan limfe dan permukaan endometrium. Bila menyebar maka manifestasi yang
muncul juga dapat memperburuk keadaan penderita.
Peristiwa terjadinya infeksi setelah persalinan yaitu dimana sewaktu persalinan, bakteri yang
mengkoloni servik dan vagina memperoleh akses ke cairan amnion, dan post partum bakteri-
bakteri ini akan menginvasi jaringan mati di tempat histerektomi. Kemudian terjadi seluletis para
metrium dengan infeksi jaringan ikat fibroareolar retroperitonium panggul. Hal ini dapat
disbabkan oleh penyebaran limfogen ogranisme dari tempat laserasi servik atau insisi/ laserasi
uterus yang terinfeksi. Dengan ini dapat mengakibatkan berbagai masalah keperawatan seperti
hipertemi dan nyeri, dan untuk intervensi keperawatannya merujuk pada diagnose nanda, nic dan
noc.
3.2 SARAN
Dengan makalah ini penulis berharap, mahasiswa dapat memahami konsep teori beserta asuhan
keperawatan pada infeksi post partum, karena infeksi post partum rentan ditemui terutama pada
wanita yang mengalami gangguan pada sistem imun, sebagai tim medis harus berusaha
semaksimal mungkin untuk mencegah terjadinya infeksi pada post partum, sehingga secara tidak
langsung dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas.
DAFTAR PUSTAKA
Ambarwati dan Wulandari, 2009, Asuhan Kebidanan NIFAS, MITRA CENDEKA Press,
Jogjakarta
Doenges M.E. (2001). Nursing Care Plan. Guidlines for Planning Patient Car
(2 nd ed ). F.A. Davis Company. Philadelpia.
Farrer H. Prawatan Maternitas. Jakarta. EGC, 1999. hal 231-232
Hanifa, 2002, Ilmu Kebidanan, Jakarta, Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohadrjo.
Rustam Mochtar, Prof. Dr. MPH, 1998, Sonopsis Obstetri, Jilid 1, EGC, Jakarta.