Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

NIFAS

Oleh :

RISKA AMANDA (1614401009)

Tk. 2 Reguler 1

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG

DIII KEPERAWATAN TANJUNGKARANG

TAHUN AJARAN 2017/2018


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Infeksi postpartum adalah infeksi bakteri pada traktus genitalia, terjadi sesudah melahirkan,
ditandai kenaikan suhu sampai 38 derajat selsius atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari
pertama pasca persalinan, dengan mengecualikan 24 jam pertama.
Kasus infeksi pada post partum sering terjadi. Pada dasarnya prognosisnya baik bila diatasi
dengan pengobatan yang sesuai. Menurut derajatnya, septikemia merupakan infeksi paling
berat dengan mortalitas tinggi, diikuti peritonitis umum dan piemia.Infeksi post partum bila
tidak diatasi dengan baik dan profesional sering mengalami morbiditas dan mortalitas yang
tinggi. Terutama bila sumber infeksi telah menjalar pada organ-organ vital.Dengan majunya
ilmu keperawatan, mahasiswa keperawatan diharapkan mampu mengetahui asuhan
keperawatan yang komprehensif yang dapat di manifestasikan dengan memberikan
perawatan post partum untuk mencegah terjadinya infeksi dan komplikasi. Mahasiswa
perawat juga diharapkan mampu dalam memberikan penyuluhan kesehatan sehingga dapat
meningkatkan pengetahuan, pengalaman dan keterampilan untuk membantu pasien mencapai
kesehatan yang optimal.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apakah Pengertian Nifas ?
2. Apa Saja Penyebab Gangguan Pada Nifas?
3. Bagai Mana Tanda Dan Gejala , Klasifikasi Gangguan Pada Masa Nifas ?
4. Bagaimana Patofisiologi Gangguan Pada Masa Nifas?
5. Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Infeksi Post Partum?

1.3 TUJUAN PENULIS


Dapat menerapkan ilmu yang telah diperoleh serta mendapatkan pengalaman dalam
melaksanakan asuhan keperawatan secara langsung pada ibu sehingga dapat digunakan
sebagai berkas penulis di dalam melaksanakan tugas sebagai perawat.
a. Tujuan umum
1. Untuk menerapkan asuhan keperawatan nifas pada ibu beresiko infeksi setelah
persalinan.
b. Tujuan khusus
1. Memenuhi Syarat dalam Praktik Klinik Keperawatan Maternitas
2. Memenuhi Tugas dan Kewajiban Praktik Klinik Keperawatan Maternitas
Diruang Delima Rawat Inap RSUD Dr.H Abdul Moelok Provinsi Lampung

1.4 MANFAAT PENULIS


a. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai tambahan sumber kepustakaan dan perbandingan pada asuhan keperawatan pada
ibu nifas fisiologis.
b. Bagi Klien dan Keluarga
Agar klien mengetahui dan memahami perubahan fisiologis yang terjadi pada masa nifas
secara fisiologis maupun psikologis serta masalah pada masa nifas sehingga timbul
kesadaran bagi klien untuk memperhatikan keadaannya pada masa nifas.
c. Bagi Lahan Praktek
Hasil penulisan dapat memberikan masukan terhadap tenaga kesehatan untuk lebih
meningkatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat dan selalu menjaga mutu kesehatan.
d. Manfaat Bagi Pasien dan Keluarga
Pasien dan keluarga mengetahui wawasan dan perawatan yang tepat setelah post partum.
e. Manfaat Bagi Penulis
Menambah pengetahuan dalam aplikasi yang lebih nyata dilapangan dibidang maternitas
dengan pasien post partum .
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 PENGERTIAN NIFAS

Nifas atau puerperium adalah periode waktu atau masa dimana organ-organ reproduksi
kembali kepada keadaan tidak hamil. Masa ini membutuhkan waktu sekitar enam minggu
(Fairer, Helen, 2001:225)
Masa nifas atau masa puerperium mulai setelah partus selesai dan berakhir setelah kira-
kira enam minggu (Wiknjosastro, Hanifa, 1999: 237)
Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai
alat-alat kandungan kembali seperti pra-hamil, lama masa nifas ini yaitu 6-8 minggu
(Mochtar, Rustam, 1998:115)
Infeksi Nifas adalah semua peradangan yang disebabkan oleh masuknnya kuman-kuman
kedalam alat-alat genetalia pada waktu persalinan dan nifas (Ambarwati dan Wulandari,
2009:122)
Infeksi nifas adalah infeksi pada dan melalui traktus genetalis setelah persalinan.
Suhu 38 °C atau lebih yang terjadi antara hari ke 2-10 postpartum dan diukur peroral
sedikitnya empat kali sehari (Mochtar, Rustam, 1998:115)

2.2 ETIOLOGI
Menurut (Ambarwati dan Wulandari, 2009:122-123) :
1. Berdasarkan masuknya kuman kedalam alat kandungan.
a. Ektogen (kuman datang dari luar)
b. Autogen (kuman masuk dari tempat lain dalam tubuh)
c. Endogen (dari jalan lahir sendiri)
2. Berdasarkan kuman yang sering menyebabkan infeksi.
a. Streptococcus Haemolyticus Aerobik
Masuknya secara eksogen dan menyebabkan infeksi berat yang ditularkan dari penderita
lain, alat-alat yang tidak suci hama, tangan penolong.
b. Staphylococcus aureus
Masuk secara eksogen, infeksinya sedang, banyak ditemukan sebagai penyebab infeksi
dirumah sakit.
c. Eschericia coli
Sering berasal dari kandung kemih dan rektum, menyebabkan infeksi terbatas.
d. Clostridium welchii
Kuman aerobik yang sangat berbahaya, sering ditemukan pada abortus kriminalis dan
partus yang ditolong dukun dari luar rumah sakit.

2.3 TANDA DAN GEJALA, KLASIFIKASI

Infeksi yang menyerang pada payudara meliputi : fisura di puting susu yang terinfeksi
biasanya merupakan lesi awal. Peradangan edema dan pembengkakan payudara segera akan
menyumbat aliran air susu. Menggigil, demam, malaise, dan nyeri tekan pada payudara bisa
ditemukan. ( Bobak, Lowdermilk, Jensen 2004)
Infeksi pada saluran kemih yaitu sistitis biasanya memberikan gejala berupa nyeri berkemih
(disuria), sering berkemih, dan tidak dapat menahan untuk berkemih. Demam biasanya
jarang terjadi. Adanya retensi urine pasca persalinan umumnya merupakan tanda adanya
infeksi. Pielonefritis memberikan gejala yang lebih berat, demam, menggigil, serta perasaan
mual dan muntah. Selain disuria, dapat juga terjadi piuria dan hematuria.
( Sitti Saleha, 2009 )
A. Tanda Infeksi
Infeksi akut ditandai dengan demam, sakit didaerah infeksi, berwarna kemerahan,
fungsi organ tersebut terganggu. Gambaran klinis infeksi nifas dapat berbentuk :
1. Infeksi local
Pembekakan luka episiotomi, terjadi penanahan, perubahan warna kulit, pengeluaran
lhoceabercampur nanah, mobilitasi terbatas karena rasa nyeri, temperature badan
dapat meningkat.
2. Infeksi umum
Tampak sakit dan lemah, temperature meningkat, tekanan darah menurun dan nadi
meningkat, pernapasan dapat meningkat dan teras sesak, kesadaran gelisah sampai
menurun dan koma, terjadi gangguan involusi uterus, lochea berbau dan bernanah
serta kotor.

B. Gejala Infeksi
Gejala umum dari infeksi puerperalis ini yaitu :
a. Peningkatan suhu
b. Takikardi
c. Nyeri pada pelvis
d. Demam tinggi
e. Nyeri tekan pada uterus
f. Lokhea berbau busuk/ menyengat
g. Penurunan uterus yang lambat
h. Nyeri dan bengkak pada luka episiotomy

C. Klasifikasi

Infeksi puerperalis dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu :

1) Infeksi yang terbatas pada perineum , vulva , vagina , serviks , dan endometrium .

a. Infeksi perineum, vulva, dan serviks

Tanda dan gejalanya :


1. Rasa nyeri dan panas pada tempat infeksi, disuria, dengan atau tanpadistensi
urine.
2. Jahitan luka mudah lepas, merah, dan bengkak.
3. Bila getah radang bisa keluar, biasanya keadaan tidak berat, suhu sekitar 38ᵒC,
dan nadi kurang dari 100x/menit.
4. Bila luka terinfeksi tertutup jahitan dan getah radang tidak dapat keluar, demam
bisa meningkat hingga 39-40ᵒ C, kadang-kadang disertai menggigil.

b. Endometritis
1. Kadang –kadang lokhea tertahan dalam uterus oleh darah sisa plasenta dan
selaput ketuban yang disebut lokiametra.
2. Pengeluaran lokia bisa banyak atau sedikit, kadang-kadang berbau/tidak, lokhea
berwarna merah atau coklat.
3. Suhu badan meningkat mulai 48 jam postpartum, menggigil, nadi biasanya sesuai
dengan kurva suhu tubuh.
4. Sakit kepala, sulit tidur, dan anoreksia.
5. Nyeri tekan pada uterus, uterus agak membesar dan lembek, his susulan biasanya
sangat mengganggu. Leukositosis dapat berkisar antara 10.000-13.000/mm³.

2) Penyebaran dari tempat tersebut melalui vena , jalan limfe dan permukaan dan
endometrium.

a. Septikemia dan piemia

1. Pada septikemia, sejak permulaan klien sudah sakit dan lemah sampai 3 hari
postpartum suhu meningkat dengan cepat. Biasanya disertai menggigil
dengan suhu 39-40ᵒC. Keadaan umum cepat memburuk, nadi sekitar 140-
160x/menit atau lebih. Klien juga dapat meninggal dalam 6-7 hari
postpartum.
2. Pada piemia, suhu tubuh klien tinggi disertai dengan menggigl yang terjadi
berulang-ulang. Suhu meningkat dengan cepat kemudian suhu turun dan
lambat laun timbul gejala abses paru, pneumonia, dan pleuritis.
b. Peritonotis

1. Pada umumnya terjadi peningkatan suhu, nadi cepat dan kecil, perut
kembung dan nyeri,serta ada defensif muskuler. Wajah klien mula-mula
kemrahan, kemudian menjadi pucat, mata cekung, kulit wajah dingin, serta
terdapat facishipocratica.
2. Pada peritonitis yang terdapat di daerah pelvis, gejala tidak seberat peritonis
umum klien demam, perut bawah nyeri,tetapi keadaan umum tetap baik.

c. Selulitis pelvis

1. Bila suhu tinggi menetap lebih dari satu minggu disertai rasa nyeri di kiri atau
kanan dan nyeri pada pemeriksaan dalam, patut dicurigai adanya selulitis
pelvic.
2. Pada pemeriksaan dalam dapat diraba tahanan padat dan nyeri di sebelah
uterus.
3. Di tengah jaringan yang meradang itu bisa timbul abses dimana suhu yang
mula mula tinggi menetap , menjadi naik turun disertai menggigil.Klien
tampak sakit, nadi cepat, dan nyeri perut.

2.4 PATOFISIOLOGI

Setelah kala III, daerah bekas insersio plasenta merupakan sebuah luka dengan diameter kira-
kira 4 cm. Permukaanya tidak rata, berbenjol-benjol karena banyaknya vena yang ditutupi
thrombus. Daerah ini merupakan tempat yang baik untuk tumbuhnya kuman dan masuknya
jenis yang pathogen dalam tubuh wanita. Servik sering mengalami perlukaan pada
persalinan, demikian juga vulva, vagina dan perineum, yang merupakan tempat masuknya
kuman patogen. Infeksi nifas dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu satu infeksi yang
terbatas pad perineum, vulva, vagina, servik dan endometrium, kedua penyebaran dari tempat
tersebut melalui vena-vena, melalui jalan limfe dan melalui permukaan endometrium.
2.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan diagnostik
1. Jumlah sel darah putih (SDP)
2. Hemoglobin ( Hb / ht ), untuk mengetahui penurunan pada adanya anemia
3. Kultur ( aerobik / anaerobik ) dari bahan intra uterus atau intra servikal atau drainase luka
atau pewarnaan gram dari lokhia serviks dan uterus mengidentifikasi organisme penyebab.
4. Urinalisis dan kultur : mengesampingkan interaksi saluran kemih
5. Ultrasonografi : menentukan adanya fragmen-fragmen plasenta yang tertahan,
melokalisasi abses peritoneum.
6. Pemeriksaan biomanual : menentukan sifat dan lokasi nyari pelvis. Masa atau
pembentukan abses atau adanya vena-vena dengan trombosis.

2.6 PENATALAKSANAAN

1. Pengobatan infeksi nifas


a. Sebaiknya segera dilakukan pembiakan ( kultur) dan sekret vagina dari luka operasi
dan darah serta uji kepekaan untuk mendaptkan antibiotik yang tepat dalam pengobatan.
b. Lalu berikan dosis yang cukup dan adekuat.
c. Karena pemeriksa memberikan waktu lama berikan antibiotika spektrum luas ( blood
spectrum )
d. Pengobatan yang dapat mempertinggi daya tahan tubuh penderita (infus, transfusi
darah).

2. Pengobatan kemoterapi dan antibiotic


a. Kemasan sulfonamide
b. Trisulfa merupakan kombinasi dari suldizim 185, sulfa metazin 130 mg dan sulfa
tiozol 183 mg.
c. Dosis insial 2 gr diikuti 1 gr 4-6 jam kemudian per oral.
d. Kemasan penisilin
e. Prokain-penisilin 1,2-2,4 juta im. Penisilin 6.500 satuan setiap 6 jam atau metasilin 1
gr setiap 6 jam im ditambah dengan ampisilin kapsul 4x250 mg/oral.
f. Tetrasiklin, entromisin dan khlorampenikol
3. Pencegahan infeksi nifas pada organ genetalia :

a. Anemia diperbaiki selama kehamilan. Berikan diit yang baik. Koitus pada kehamilan
tua sebaiknya dilarang

b. Membatasi masuknya kuman di jalan lahir selama persalinan

c. Jaga persalinan agar tidak berlarut-larut. Selesaikan persalinan dengan trauma


sesedikit mungkin. Cegah perdarahan banyak dan penularan penyakit dari petugas dalam
kamar bersalin. Alat-alat persalinan harus steril dan lakukan pemeriksaan hanya bila
perlu dan atas indikasi yang tepat

Penanganan infeksi nifas pada organ genetalia :

a. Suhu harus diukur dari mulut sedikitnya 4 kali sehari

b. Berikan terapi antibiotik

c. Perhatikan diet

d. Lakukan transfusi darah bila perlu

e. Hati-hati bila ada abses, jaga supaya nanah tidak masuk ke dalam rongga perinium

(Wiknjosastro, 2006)

4. Jika ibu menyusui:

a. Sebelum menyusui, pijat payudara dengan lembut, mulailah dari luar kemudian
perlahan-lahan bergerak ke arah puting susu dan lebih berhati-hati pada area yang
mengeras.

b. Menyusui sesering mungkin dengan jangka waktu selama mungkin, susui bayi dengan
payudara yang sakit jika ibu kuat menahannya, karena bayi akan menyusui dengan penuh
semangat pada awal sesi menyususi, sehingga bisa mengeringkannya dengan efektif.

c. Lanjutkan dengan mengeluarkan ASI dari payudara itu setiap kali selesai menyusui jika
bayi belum benar-benar menghabiskan isi payudara yang sakit tersebut.
d.Tempelkan handuk halus yang sudah dibasahi dengan air hangat pada payudara yang
sakit beberapa kali dalam sehari (atau mandi dengan air hangat beberapa kali), lakukan
pemijatan dengan lembut di sekitar area yang mengalami penyumbatan kelenjar susu dan
secara perlahan-lahan turun ke arah puting susu.

e. Kompres dingin pada payudara di antara waktu menyusui.

f. Bila diperlukan berikan parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam.

g. Lakukan evaluasi setelah 3 hari untuk mengevaluasi hasilnya.

5. Jika ibu tidak menyusui :

a. Gunakan bra yang menopang

b. Kompres dingin pada payudara untuk mengurangi bengkak dan nyeri.

c. Berikan parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam.

d. Jangan dipijat atau memakai kompres hangat pada payudara.

e. Lakukan evaluasi setelah 3 hari untuk mengevaluasi hasilnya.

6. Penanganan infeksi saluran kemih yang ideal adalah agens antibacterial yang secara efektif
menghilangkan bakteri dari traktus urinarius dengan efek minimal terhadap flora fekal dan
vagina. Terapi dapat dibedakan atas terapi antibiotika dosis tunggal, terapi antibiotika
konversial, terapi jangka lama, terapi dosis rendah untuk supresi. Pencegahan yang dapat
diberikan adalah menjaga kebersihan sekitar saluran kemih, membasuhi air dari atas ke
bawah setelah buang air kecil maupun buang air besar. Semaksimalkan untuk
membersihkan bagian organ saluran kemih.( Sitti Saleha, 2009 ).

2.7 PATHWAY
2.8 ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian

a. Identitas Klien

b. Riwayat kesehatan

1) Riwayat kesehatan dahulu

Kemungkinan klien pernah menderita infeksi tenggorokan

2) Riwayat kesehatan sekarang

Biasanya klien mengeluh badan lemah, demam, nadi cepat, nafas sesak, badan
menggigil, gelisah, nyeri pada daerah luka operasi

3) Riwayat Kesehatan Keluarga

Kemungkinan salah satu anggota keluarga ada yang menderita infeksi tenggorokan
c. Pemeriksaan Fisik

1) Aktivitas / istirahat

Biasanya klien mengeluh malaise, letargi, kelelahan / keletihan yang terus menerus
(persalinan lama, stressor pasca partum multiple)

2) Sirkulasi

Biasanya tachikardi dari berat sampai bervariasi

3) Eliminasi

Biasanya BAB klien diare / konstipasi

4) Makanan / Cairan

Biasanya anoreksia, mual / muntah, haus, membran mukosa kering, distensi


abdomen, kekakuan, nyeri lepas

5) Neurosensori

Biasanya klien mengeluh sakit kepala

6) Pernafasan

Biasanya pernafasan cepat / dangkal

7) Nyeri / Ketidaknyamanan

Biasanya nyeri abdomen bawah / uteri, nyeri tekan / nyeri local, disuria,
ketidaknyamanan abdomen, sakit kepala

8) Integritas Ego

Biasanya klien ansietas, gelisah

9) Keamanan
Biasanya terjadi peningkatan suhu tubuh yang merupakan tanda infeksi dan dapat
pula terjadi menggigil berat atau berulang

10) Seksualitas

Biasanya pecah ketuban dini / lama, persalinan lama, subinvolusi uterus mungkin ada,
lochea bau busuk dan banyak / berlebihan, tepi insisi kemerahan, edema, keras, nyeri
tekan / memisah dengan drainase purulen.

d. Kebiasaan Sehari – hari

1) Kebiasaan perorangan

Biasanya kebersihan perorangan tidak terjaga sehingga kuman – kuman mudah


masuk / pathogen ada dalam tubuh.

2) Makan / Minum

Biasanya klien mengeluh anoreksia, mual / muntah, sering merasahaus.

3) Tidur

Biasanya tidur klien mengalami gangguan karena suhu badan meningkat dan badan
menggigil

e. Data Sosial Ekonomi

Biasanya penyakit ini banyak ditemukan pada ekonomi rendah dengan stressor
bersamaan

f. Data Psikologis
Biasanya klien dengan penyakit ini gelisah karena terjadinya peningkatan suhu tubuh
dan nyeri tekan pada abdomen
2. Head to Toe

a. Payudara dan putting susu


1) Simetris/tidak

2) Konsistensi ada pembengkakan/tidak

3) Puting menonjol/tidak, lecet/tidak

b. Abdomen

1) Uterus

 Normal :

a) kokoh, berkontraksi baik

b) tidak berada diatas ketinggian fundal saat masa nifas segera.

 Abnormal :

a) lembek

b) diatas ketinggian fundal saat masa nifas segera.

2) Kandung kemih : bisa buang air/tak bisa buang air

c. Keadaan genitalia

1) Lochea

Normal :

a) Merah hitam (lochea rubra)

b) Bau biasa

c) Tidak ada bekuan darah atau butir-butir darah beku

d) Jumlah perdarahan yang ringan atau sedikit (hanya perlu mengganti pembalut
setiap 3-5 jam)

Abnormal :
a) Merah terang

b) Bau busuk

c) Mengeluarkan darah beku

d) Perdarahan hebat ?(memerlukan penggantian pembalut setiap 0-2 jam)

2) Perinium

Edema, inflamasi, hematoma, pus, bekas luka episiotomi/robek, jahitan, memar,


hemorrhoid (wasir/ambeien).

3) Keadaan anus : haemoroid

d. Ekstremitas : varises, betis apakah lemah dan panas, edema, reflek

e. Kulit : pasien biasanya dengan kulit kemerahan, bengkak

2.9 DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan peregangan perineum; luka


episiotomi; involusi uteri; hemoroid; pembengkakan payudara

b. Resiko defisit volume cairan berubungan dengan pengeluaran yang berlebihan;


perdarahan; diuresis; keringat berlebihan.
c. Perubahan pola eleminasi BAK (disuria) berhubungan dengan trauma perineum dan
saluran kemih
d. Perubahan pola eleminasi BAB (konstipasi) berhubungan dengan kurangnya mobilisasi;
diet yang tidak seimbang; trauma persalinan.
e. Gangguan pemenuhan ADL berhubungan dengan immobilisasi; kelemahan.
f. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jalan lahir.
g. Resiko gangguan proses parenting berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang
cara merawat bayi.

2.10 RENCANA KEPERAWATAN

Diagnosa Tujuan dan Kriteria Rencana Intervensi Rasional


No.
Keperawatan Hasil

1. Gangguan rasa Pasien 1. Kaji tingkat nyeri 1. Menentukan


nyaman (nyeri) mendemonstrasikan pasien. intervensi keperawatan
b/d peregangan tidak adanya nyeri. sesuai skala nyeri.
perineum; luka
episiotomi; Kriteria hasil: vital 2. Mengidentifikasi
2. Kaji kontraksi
involusi uteri; sign dalam batas penyimpangan dan
normal, pasien uterus, proses involusi kemajuan berdasarkan
hemoroid; uteri.
menunjukkan involusi uteri.
pembengkakan
payudara. peningkatan aktifitas, 3. Anjurkan pasien
keluhan nyeri 3. Mengurangi
untuk membasahi ketegangan pada luka
terkontrol, payudara perineum dengan air
lembek, tidak ada perineum.
hangat sebelum
bendungan ASI. berkemih.

4. Anjurkan dan latih


pasien cara merawat
payudara secara teratur. 4. Melatih ibu
mengurangi bendungan
5. Jelaskan pada ibu ASI dan memperlancar
tetang teknik merawat pengeluaran ASI.
luka perineum dan
mengganti PAD secara 5. Mencegah infeksi
teratur setiap 3 kali dan kontrol nyeri pada
sehari atau setiap kali luka perineum.
lochea keluar banyak.

6. Kolaborasi dokter
tentang pemberian
analgesik bial nyeri skala 6. Mengurangi
7 ke atas. intensitas nyeri denagn
menekan rangsnag nyeri
pada nosiseptor.
2. Resiko defisit Pasien dapat 1. Pantau: 1. Mengidentifikasi
volume cairan b/d mendemostrasikan penyimpangan indikasi
 Tanda-tanda
pengeluaran yang status cairan kemajuan atau
vital setiap 4
berlebihan; membaik. penyimpangan dari hasil
jam.
perdarahan; yang diharapkan.
diuresis; keringat Kriteria evaluasi: tak  Warna urine.
berlebihan. ada manifestasi
dehidrasi, resolusi  Berat badan
oedema, haluaran setiap hari.
urine di atas 30  Status umum 2. Mengidentifikasi
ml/jam, kulit setiap 8 jam. keseimbangan cairan
kenyal/turgor kulit pasien secara adekuat
2. Pantau: cairan
baik. dan teratur.
masuk dan cairan keluar
setiap 8 jam.
3. Temuan-temuan ini
3. Beritahu dokter mennadakan hipovolemia
bila: haluaran urine < 30 dan perlunya peningkatan
ml/jam, haus, cairan.
takikardia, gelisah, TD di
bawah rentang normal,
urine gelap atau encer
gelap.
4. Mencegah pasien
4. Konsultasi dokter jatuh ke dalam kondisi
bila manifestasi kelebihan cairan yang
kelebihan cairan terjadi. beresiko terjadinya
oedem paru.

3. Perubahan pola Pola eleminasi (BAK) 1. Kaji haluaran 1. Mengidentifikasi


eleminasi BAK pasien teratur. urine, keluhan serta penyimpangan dalam
(disuria) b/d keteraturan pola pola berkemih pasien.
trauma perineum Kriteria hasil: berkemih.
dan saluran eleminasi BAK lancar, 2. Ambulasi dini
disuria tidak ada, 2. Anjurkan pasien memberikan rangsangan
kemih.
bladder kosong, melakukan ambulasi untuk pengeluaran urine
keluhan kencing dini. dan pengosongan
tidak ada. bladder.
3. Anjurkan pasien
untuk membasahi 3. Membasahi bladder
perineum dengan air dengan air hangat dapat
hangat sebelum mengurangi ketegangan
berkemih. akibat adanya luka pada
4. Anjurkan pasien bladder.
untuk berkemih secara
4. Menerapkan pola
teratur.
berkemih secara teratur
5. Anjurkan pasien akan melatih
untuk minum 2500- pengosongan bladder
3000 ml/24 jam. secara teratur.

6. Kolaborasi untuk 5. Minum banyak


melakukan kateterisasi mempercepat filtrasi pada
bila pasien kesulitan glomerolus dan
berkemih. mempercepat
pengeluaran urine.

6. Kateterisasi
memabnatu pengeluaran
urine untuk mencegah
stasis urine.

4. Perubahan pola Pola eleminasi (BAB) 1. Kaji pola BAB, 1. Mengidentifikasi


eleminasi BAB teratur. kesulitan BAB, warna, penyimpangan serta
(konstipasi) b/d bau, konsistensi dan kemajuan dalam pola
kurangnya Kriteria hasil: pola
jumlah. eleminasi (BAB).
mobilisasi; diet eleminasi teratur,
feses lunak dan 2. Anjurkan ambulasi 2. Ambulasi dini
yang tidak
seimbang; trauma warna khas feses, dini. merangsang pengosongan
persalinan. bau khas feses, tidak rektum secara lebih
ada kesulitan BAB, cepat.
tidak ada feses 3. Anjurkan pasien
bercampur darah 3. Cairan dalam jumlah
untuk minum banyak cukup mencegah
dan lendir, konstipasi 2500-3000 ml/24 jam.
tidak ada. terjadinya penyerapan
cairan dalam rektum yang
dapat menyebabkan feses
4. Kaji bising usus menjadi keras.
setiap 8 jam.
4. Bising usus
5. Pantau berat mengidentifikasikan
badan setiap hari. pencernaan dalam kondisi
baik.
6. Anjurkan pasien
makan banyak serat 5. Mengidentifiakis
seperti buah-buahan adanya penurunan BB
dan sayur-sayuran hijau. secara dini.

6. Meningkatkan
pengosongan feses dalam
rektum.

5. Gangguan ADL dan kebutuhan 1. Kaji toleransi 1. Parameter


pemenuhan ADL beraktifitas pasien pasien terhadap menunjukkan respon
b/d immobilisasi; terpenuhi secara aktifitas menggunakan fisiologis pasien terhadap
kelemahan. adekuat. parameter berikut: nadi stres aktifitas dan
20/mnt di atas frek nadi indikator derajat
Kriteria hasil: istirahat, catat penagruh kelebihan kerja
- Menunjukkan peningaktan TD, jnatung.
peningkatan dalam dispnea, nyeri dada,
beraktifitas. kelelahan berat,
kelemahan, berkeringat,
- Kelemahan dan pusing atau pinsan.
kelelahan berkurang.
2. Tingkatkan
- Kebutuhan ADL istirahat, batasi aktifitas 2. Menurunkan kerja
terpenuhi secara pada dasar nyeri/respon miokard/komsumsi
mandiri atau dengan hemodinamik, berikan oksigen , menurunkan
bantuan. aktifitas senggang yang resiko komplikasi.
tidak berat.
- frekuensi
jantung/irama dan 3. Kaji kesiapan
Td dalam batas untuk meningkatkan
normal. aktifitas contoh: 3. Stabilitas fisiologis
penurunan pada istirahat penting
- kulit hangat,
kelemahan/kelelahan, untuk menunjukkan
merah muda dan
TD stabil/frek nadi, tingkat aktifitas individu.
kering
peningaktan perhatian
pada aktifitas dan
perawatan diri.

4. Dorong
memajukan
aktifitas/toleransi 4. Komsumsi oksigen
perawatan diri. miokardia selama
berbagai aktifitas dapat
meningkatkan jumlah
5. Anjurkan keluarga oksigen yang ada.
untuk membantu Kemajuan aktifitas
pemenuhan kebutuhan bertahap mencegah
ADL pasien. peningkatan tiba-tiba
pada kerja jantung.
6. Jelaskan pola
peningkatan bertahap 5. Teknik
dari aktifitas, contoh: penghematan energi
posisi duduk ditempat menurunkan penggunaan
tidur bila tidak pusing energi dan membantu
dan tidak ada nyeri, keseimbangan suplai dan
bangun dari tempat kebutuhan oksigen.
tidur, belajar berdiri dst.
6. Aktifitas yang maju
memberikan kontrol
jantung, meningaktkan
regangan dan mencegah
aktifitas berlebihan.

6. Resiko infeksi b/d Infeksi tidak terjadi. 1. Pantau: vital sign, 1. Mengidentifikasi
trauma jalan lahir. tanda infeksi. penyimpangan dan
Kriteria hasil: tanda kemajuan sesuai
infeksi tidak ada, luka
intervensi yang dilakukan.
episiotomi kering
dan bersih, takut 2. Kaji pengeluaran 2. Mengidentifikasi
berkemih dan BAB lochea, warna, bau dan kelainan pengeluaran
tidak ada. jumlah. lochea secara dini.
3. Kaji luka 3. Keadaan luka
perineum, keadaan perineum berdekatan
jahitan. dengan daerah basah
mengakibatkan
kecenderunagn luka
untuk selalu kotor dan
mudah terkena infeksi.
4. Anjurkan pasien
membasuh vulva setiap 4. Mencegah infeksi
habis berkemih dengan secara dini.
cara yang benar dan
mengganti PAD setiap 3
kali perhari atau setiap
kali pengeluaran lochea
banyak.
5. Pertahnakan
teknik septik aseptik
dalam merawat pasien 5. Mencegah
(merawat luka kontaminasi silang
perineum, merawat terhadap infeksi.
payudara, merawat
bayi).

7. Resiko gangguan Gangguan proses 1. Beri kesempatan 1. Meningkatkan


proses parenting parenting tidak ada. ibu untuk melakukan kemandirian ibu dalam
b/d kurangnya perawatan bayi secara perawatan bayi.
Kriteria hasil: ibu
pengetahuan mandiri.
tentang cara dapat merawat bayi
merawat bayi. secara mandiri
(memandikan, 2. Keterlibatan
menyusui, merawat 2. Libatkan suami bapak/suami dalam
tali pusat). dalam perawatan bayi. perawatan bayi akan
membantu meningkatkan
keterikatan batih ibu
dengan bayi.

3. Latih ibu untuk 3. Perawatan


perawatan payudara payudara secara teratur
secara mandiri dan akan mempertahankan
teratur. produksi ASI secara
kontinyu sehingga
kebutuhan bayi akan ASI
tercukupi.
4. Motivasi ibu untuk
meningkatkan intake 4. Meningkatkan
cairan dan diet TKTP. produksi ASI.

5. Lakukan rawat
gabung sesegera
mungkin bila tidak 5. Meningkatkan
terdapat komplikasi hubungan ibu dan bayi
pada ibu atau bayi. sedini mungkin.
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Infeksi postpartum adalah infeksi bakteri pada traktus genitalia, terjadi sesudah melahirkan,
ditandai kenaikan suhu sampai 38 derajat selsius atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama
pasca persalinan, dengan mengecualikan 24 jam pertama. Ini disebakan oleh kuman aerob juga
kuman anaerob. Infeksi bisa terjadi melalui tangan penderita, droplet infeksion, infeksi rumah
sakit (hospital infection), dalam rumah sakit, dan Koitus karena ketuban pecah. Manifestasi yang
muncul bergantung pada tempat-tempat infeksi, ada infeksi yang terbatas pada perineum, vulva,
vagina, serviks, dan endometrium kemudian bisa menyebar dari tempat-tempat tersebut melalui
vena-vena, jalan limfe dan permukaan endometrium. Bila menyebar maka manifestasi yang
muncul juga dapat memperburuk keadaan penderita.

Peristiwa terjadinya infeksi setelah persalinan yaitu dimana sewaktu persalinan, bakteri yang
mengkoloni servik dan vagina memperoleh akses ke cairan amnion, dan post partum bakteri-
bakteri ini akan menginvasi jaringan mati di tempat histerektomi. Kemudian terjadi seluletis para
metrium dengan infeksi jaringan ikat fibroareolar retroperitonium panggul. Hal ini dapat
disbabkan oleh penyebaran limfogen ogranisme dari tempat laserasi servik atau insisi/ laserasi
uterus yang terinfeksi. Dengan ini dapat mengakibatkan berbagai masalah keperawatan seperti
hipertemi dan nyeri, dan untuk intervensi keperawatannya merujuk pada diagnose nanda, nic dan
noc.

3.2 SARAN

Dengan makalah ini penulis berharap, mahasiswa dapat memahami konsep teori beserta asuhan
keperawatan pada infeksi post partum, karena infeksi post partum rentan ditemui terutama pada
wanita yang mengalami gangguan pada sistem imun, sebagai tim medis harus berusaha
semaksimal mungkin untuk mencegah terjadinya infeksi pada post partum, sehingga secara tidak
langsung dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas.

DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati dan Wulandari, 2009, Asuhan Kebidanan NIFAS, MITRA CENDEKA Press,
Jogjakarta
Doenges M.E. (2001). Nursing Care Plan. Guidlines for Planning Patient Car
(2 nd ed ). F.A. Davis Company. Philadelpia.
Farrer H. Prawatan Maternitas. Jakarta. EGC, 1999. hal 231-232
Hanifa, 2002, Ilmu Kebidanan, Jakarta, Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohadrjo.
Rustam Mochtar, Prof. Dr. MPH, 1998, Sonopsis Obstetri, Jilid 1, EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai