Anda di halaman 1dari 94

1

Jurnal Ilmiah
Farmako Bahari
PIMPINAN UMUM/PENANGGUNG JAWAB
DEKAN FAKULTAS MIPA UNIVERSITAS GARUT

WAKIL PIMPINAN UMUM/WAKIL PENANGGUNG JAWAB


KETUA PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS MIPA UNIVERSITAS GARUT
MITRA BESTARI
Prof. Dr.H.Anas Subarnas, M.Sc., Apt.
Prof.Dr. Entun Santosa, M.Sc.
Prof.Dr.H.Muhammad Ali Ramdhani, MT.
Prof.Dr. Ieke Sartika, MS.

DEWAN EDITOR
Ketua : dr.Hj. Syifa Hamdani, MARS.
Sekretaris : Setiadi Ihsan, M.Si., Apt.
Anggota : Riska Prasetiawati, M.Si., Apt
Dr. Nizar AH,MM.,MT.,M.Si

EDITOR PELAKSANA
Ketua : Dr. Ria Mariani, M.Si., Apt
Sekretaris : Revi Yenti, M.Si., Apt
Anggota : Daden Wahyudin Darajat, M.Pd
Wiwin Winingsih, M.Si., Apt

Penerbit:
Jurusan Farmasi FAKULTAS MIPA UNIVERSITAS GARUT

Alamat Penerbit
Jurusan Farmasi FMIPA UNIGA
Jl. Jati No. 42B Kecamatan Tarogong Kaler Kab. Garut 44151
Telp/Fax (0262) 540007
email : farmasiuniga@yahoo.com

2
website: www.fmipa.uniga.ac.id

Kata Pengantar

Puji Syukur ke Hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat-Nya sehingga Jurnal
Farmako Bahari ini dapat terbit.

Seiring dengan meningkatnya kemajuan dan ilmu pengetahuan serta sumber daya
manusia maka hasil-hasil penelitian maupun teori baru dalam bidang farmasi perlu
dipublikasikan. Berkaitan dengan hal ini, Program Studi Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Garut berinisiatif untuk memberikan ruang dan peluang
bagi akademisi, peneliti, dan mahasiswa untuk menuangkan tulisannya dalam “ Jurnal
Farmako Bahari”.

Jurnal Farmako Bahari diharapkan dapat terbit dua kali setahun dengan topik kajian
yang beragam sesuai dengan bidang kefarmasian.

Semoga Jurnal Farmako Bahari ini dapat menambah dan melengkapi diseminasi hasil
hasil penelitian di bidang farmasi.

Pimpinan Umum
Jurnal Farmako Bahari

Prof.Dr. Ny. Iwang S Soediro

3
Jurnal Ilmiah
Farmako Bahari
Juli 2014, Volume 5 Nomor 1

Hal

Kata Pengantar i
Daftar Isi ii

Retty Handayani FORMULASI SEDIAAN TABLET HISAP DARI EKSTRAK 1-26


ETANOL KULIT KAYU MANIS (Cinnamomum burmanni,
Blume)
SEBAGAI ANTIOKSIDAN

Novianti FORMULASI SEDIAAN SABUN CAIR CUCI TANGAN 27-42


ANTISEPTIK DARI EKSTRAK ETANOL DAUN KEMANGI
(Ocimum americanum L.)

Ardi Rustamsyah Isolasi Senyawa Fenolat Dari Ekstrak Metanol Daging 43-53
Buah Asam Paya (Eleiodoxa Conferta (Griff.) Burret.)

Deden Winda UJI AKTIVITAS ANTIDIARE EKSTRAK ETANOL DAUN 54-62


Suwandi SENDOK (Plantago mayor L.) PADA MENCIT JANTAN
GALUR SWISS WEBSTER

Farid Perdana PENGARUH METODE EKSTRAKSI TERHADAP KADAR α- 63-79


MANGOSTIN DALAM EKSTRAK KULIT BUAH MANGGIS
(Garcinia mangostana L.)

Ruchiyat ANALISIS KUALITATIF DAN KUANTITATIF KADAR KLORIN 80-89


PADA AIR KOLAM RENANG DI CIPANAS GARUT

4
FORMULASI SEDIAAN TABLET HISAP DARI EKSTRAK ETANOL KULIT
KAYU MANIS (Cinnamomum burmanni, Blume)
SEBAGAI ANTIOKSIDAN

Retty Handayani

Abstrak

Telah dikembangkan formula sediaan tablet hisap dari ekstrak etanol kulit
kayu manis (Cinnamomum burmannii, Blume) sebagai antioksidan. Tujuan
penelitian ini adalah membuat tablet hisap ekstrak etanol kulit kayu manis
(Cinnamomum burmannii, Blume) yang memiliki aktivitas antioksidan serta
memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia Edisi IV. Teknik pembuatan
tablet dilakukan dengan metode granulasi basah dengan perbedaan
konsentrasi pengikat PVP dari ketiga formula yaitu 1%, 2%, dan 3%.
Evaluasi tablet meliputi uji organoleptis, keseragaman bobot, keseragaman
ukuran, friabilitas, friksibilitas dan kekerasan serta dikuti dengan uji
aktivitas antioksidan tablet hisap ekstrak etanol kulit kayu manis dan uji
kesukaan. Hasil evaluasi tablet menunjukkan bahwa formula 2 merupakan
formula terbaik dibandingkan dengan formula 1 dan 3 yang telah
memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia Edisi IV. Hasil uji aktivitas
antioksidan tablet hisap ekstrak etanol kulit kayu manis bersifat aktif
sebagai antioksidan dengan nilai IC50 153,14 ppm (formula 1), 132,59 ppm
(formula 2) dan 154,91 ppm (formula 3) sedangkan IC 50 Vitamin C sebesar
15,88 ppm.

Kata kunci : tabet hisap, kulit kayu manis, antioksidan

1. Pendahuluan

Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam, diantaranya memiliki tanaman


khas yang biasa digunakan oleh semua lapisan masyarakat baik untuk bahan
pangan maupun obat tradisional. Penggunaan obat tradisional yang berasal dari
tanaman semakin meningkat. Seiring perkembangan teknologi pengobatan
maka dilakukan pengembangan terhadap sediaannya agar lebih mudah dan

5
disukai penggunaannya. Salah satu tanaman yang dapat digunakan untuk
pengobatan adalah kulit kayu manis (Cinnamomum burmannii, Bl). Kulit kayu
manis memiliki khasiat untuk kesehatan yaitu dalam meringankan flu,
menghangatkan tubuh, menurunkan kolesterol serta mengontrol gula darah.
Selain itu juga tanaman kayu manis memiliki kelebihan, Menurut Wahyu dan
Yulfi kulit kayu manis juga mempunyai aktivitas sebagai antioksidan (1).
Berdasarkan kelebihannya tersebut maka penelitian ini akan dikembangkan
formulasi tablet hisap dari tanaman kulit kayu manis (Cinnamomum burmannii,
Bl).

Tablet hisap adalah sediaan padat yang mengandung satu atau lebih bahan
obat, umumnya dengan bahan dasar beraroma dan manis yang dapat melarut
atau hancur perlahan dalam mulut (2).

Tablet ini dimaksudkan untuk memberi efek lokal pada mulut atau
kerongkongan dan umumnya digunakan untuk mengobati sakit tenggorokan
atau untuk mengurangi batuk pada influenza dan dapat juga dimaksudkan untuk
diabsorbsi secara sistemik setelah ditelan. Jenis tablet ini dirancang agar tidak
hancur di dalam rongga mulut tetapi melarut atau terkikis secara perlahan
dalam waktu 30 menit atau kurang (3).

Sediaan ini dapat mengandung vitamin, antibiotik, antiseptik, anestetik lokal,


antihistamin, dekongestan (obat hidung tersumbat), kortikosteroid, astringen,
analgesik, aromatik, demulsen (pereda radang atau iritasi-penyejuk), atau
kombinasi bahan tersebut (4).

Adapun masalah yang akan diteliti adalah apakah sediaan tablet hisap ekstrak
etanol kulit kayu manis (Cinnamomum burmannii, Bl) memenuhi persyaratan
sesuai FI Edisi IV

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat tablet hisap ekstrak
etanol kulit kayu manis (Cinnamomum burmannii, Bl) yang memiliki aktivitas
antioksidan serta memenuhi persyaratan FI Edisi IV.

Manfaat penelitian ini adalah sebagai informasi khususnya pada bidang


Teknologi Farmasi bahwa tanaman kayu manis dapat dijadikan sediaan tablet
hisap.

2. Metode Penelitian

Pada penelitian ini diawali dengan pengumpulan kulit kayu manis


(Cinnamomum burmanii, Bl) yang diperoleh dari perkebunan kota Singkawang.

6
Tanaman ini dideterminasi di Laboratorium Biologi FMIPA Universitas
Tanjungpura Pontianak. Kemudian dilakukan pembuatan simplisia dengan
pengecilan ukuran partikel kulit kayu manis setelah itu dilakukan pengovenan
untuk mengurangi kadar air pada kulit kayu manis. Tahap selanjutnya dilakukan
maserasi kulit kayu manis dengan menggunakan pelarut etanol 96% selama ±3
hari. Pelarut diganti setiap 1 x 24 jam selama ± 3 kali sampai warna yang
dihasilkan tidak pekat. Setiap pergantian pelarut dilakukan pengadukan sesekali.
Ekstrak disaring dan dikentalkan pada suhu 40-50°C dengan menggunakan
rotary evaporator. Kemudian dilakukan uji karakteristik simplisia dan ekstrak
etanol kulit kayu manis yang meliputi pemeriksaan organoleptis, penetapan
kadar air, penetapan kadar abu, penetapan kadar abu larut air, penetapan kadar
abu tidak larut asam, pentapan susut pengeringan, penetapan kadar sari larut
air, dan penetapan kadar sari larut etanol. Selanjutnya dilakukan uji penapisan
fitokimia meliputi uji alkaloid, flavonoid, tanin, kuinon, saponin, steroid dan
triterpenoid. Untuk penentuan konsentrasi ekstrak yang digunakan dalam
pembuatan sediaan tablet hisap terlebih dahulu dilakukan orientasi aktivitas
antioksidan pada ekstrak etanol kulit kayu manis dengan menggunakan metode
DPPH dan vitamin C sebagai pembanding.

Tahap selanjutnya adalah pembuatan tablet hisap dengan bobot 300 mg, yang
mengandung ekstrak etanol kulit kayu manis dengan metode granulasi basah,
digunakan PVP sebagai pengikat dengan konsentrasi yang berbeda pada setiap
formulasi. Adapun evaluasi yang dilakukan untuk mendapatkan bentuk sediaan
tablet dengan mutu yang baik, evaluasi terdiri dari evaluasi granul dengan
pemeriksaan kandungan lembab, sifat alir granul, bobot jenis, indeks
kompresibilitas, kadar pemampatan dan evaluasi tablet yaitu sifat organoleptik,
keseragaman bobot, keseragaman ukuran, friabilitas, uji friksibilitas, uji
kekerasan, dan uji kesukaan. Tahap akhir dilakukan pengujian aktivitas
antioksidan pada sediaan tablet hisap yang mengandung ekstrak etanol kulit
kayu manis dengan menggunakan metode DPPH dan vitamin C sebagai
pembanding.

3. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Tujuan dari penelitian ini untuk membuat tablet hisap antioksidan dengan
menggunakan ekstrak etanol kulit kayu manis (Cinnamomum burmannii, Bl).
Kulit kayu manis diperoleh dari perkebunan kota Singkawang. Tanaman ini di
determinasi di Laboratorium Biologi FMIPA Universitas Tanjungpura Pontianak.
Hasil determinasi menunjukkan bahwa memang benar tumbuhan tersebut
adalah kayu manis dengan spesies (Cinnamomum burmannii, Bl). Kayu Manis
merupakan tanaman yang mudah ditemukan di Indonesia selain itu kayu manis

7
juga merupakan salah satu bahan bumbu yang sering digunakan dalam
masakan. Pemilihan kulit kayu manis ini karena diketahui bahwa kulit kayu
manis mengandung senyawa yang berkhasiat sebagai antioksidan yang dapat
digunakan sebagai zat aktif dalam pembuatan tablet hisap.

Selanjutnya dilakukan pembuatan simplisia untuk mengetahui simplisia yang


digunakan memenuhi syarat atau tidak dalam pembuatan sediaan tablet hisap
dilakaukan uji karakteristik simplisia serta dilakukan uji penapisan fitokimia.
Hasil pemeriksaan karakteristik simplisia kulit kayu manis yang meliputi kadar
abu total, kadar abu tidak larut asam, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol,
susut pengeringan adalah 6,4%; 0,21%; 7,5%; 17,56%; 9,1% telah memenuhi
persyaratan FHI (22). Hasil penapisan fitokimia simplisia kulit kayu manis
(Cinnamomum burmannii, Bl) yaitu mengandung flavonoid, saponin, fenol,
tanin, dan sterol/triterpenoid.

Hasil Pemeriksaan Organoleptik Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis


(Cinnamomum burmanii, Blume)

Pengamatan Hasil Pengamatan


Warna Jingga kecoklatan
Bau Khas kayu manis
Bentuk Cairan kental

Hasil Pemeriksaan Kadar Abu Total, Kadar Abu Tidak Larut Asam, Kadar Air
Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis

No Karakterisasi Hasil (%)


1 Kadar abu total 0,23
3 Kadar abu tidak larut asam 0,05
4 Kadar air 9,56

Hasil Penapisan Fitokimia Kulit Kayu Manis

Hasil Penapisan
No Senyawa Uji
Simplisia Ekstrak
1 Alkaloid - -
2 Flavonoid + +
3 Saponin + +
4 Fenol + +

8
5 Tanin + +
6 Sterol/triterpenoid + +

pembuatan ekstrak etanol kulit kayu manis terlebih dahulu dilakukan maserasi,
dengan cara merendam simplisia kedalam pelarut. Maserasi mempunyai
kelebihan yaitu mudah digunakan dan alatnya sederhana serta digunakan untuk
bahan yang tidak tahan panas. Rendemen ekstrak etanol kulit kayu manis
(Cinnamomum burmannii, Bl) yang diperoleh adalah 15,217%. Hasil
pemeriksaan karakteristik ekstrak etanol kulit kayu manis yang meliputi kadar
air, kadar abu total dan kadar abu tidak larut asam adalah 9,56%; 0,23%; dan
0,05% telah memenuhi persyaratan FHI (22). Hasil penapisan fitokimia simplisia
kulit kayu manis (Cinnamomum burmannii, Bl) yaitu mengandung flavonoid,
saponin, fenol, tanin, dan sterol/triterpenoid. Adapun senyawa yang berkhasiat
sebagai antioksidan adalah adalah senyawa fenol berupa sinamaldehid. Dimana
senyawa tersebut mampu meredam aksi radikal bebas yang menyerang tubuh
dan menyebabkan kerusakan pada DNA (23).

Hasil Pemeriksaan Organoleptik Kulit Kayu Manis


(Cinnamomum burmanii, Blume)

Pengamatan Hasil Pengamatan


Rasa Manis
Warna Coklat
Bau Khas kayu manis
Bentuk Serbuk

Hasil Pemeriksaan Susut Pengeringan, Kadar Abu Total, Kadar Abu Tidak
Larut Asam, Kadar Sari Larut Air, Kadar Sari Larut Etanol Simplisia Kulit
Kayu Manis

No Karakterisasi Hasil (%)


1 Kadar abu total 6,40
2 Kadar abu tidak larut asam 0,21
3 Kadar sari larut air 7,50
4 Kadar sari larut etanol 17,56
5 Susut pengeringan 9,10

9
Untuk penentuan konsentrasi ekstrak kulit kayu manis dilakukan orientasi
aktivitas antioksidan dengan menggunakan metode DPPH untuk memperoleh
nilai IC50. Inhibition concentration (IC50) dapat didefinisikan sebagai konsentrasi
larutan sampel yang akan menyebabkan reduksi terhadap aktivitas DPPH
sebesar 50%. Semakin kecil nilai IC50 berarti aktivitas antioksidannya semakin
tinggi. Suatu senyawa dikatakan sebagai antioksidan sangat kuat apabila nilai
IC50 kurang dari 50 ppm, kuat apabila nilai IC50 antara 50-100 ppm, sedang
apabila nilai IC50 berkisar antara 100-150 ppm, dan lemah apabila nilai IC50
berkisar antara 150-200 ppm (24). Nilai IC50 yang diperoleh pada ekstrak etanol
kulit kayu manis 88,68 ppm dan 62,64 ppm pada konsentrasi 0,1% dan 1%
sedangkan untuk vitamin C sebagai pembanding konsentrasi 0,1% dan 1%
dengan nilai IC50 22,76 ppm dan 3,29 ppm. Dilihat dari nilai IC50 ekstrak etanol
kulit kayu manis masuk kedalam kategori antioksidan yang kuat. Konsentrasi
ekstrak etanol kulit kayu manis yang digunakan dalam pembuatan sediaan
tablet hisap yaitu 1%.

Hasil Orientasi Vitamin C Sebagai Pembanding

Absorban C
Vitamin C Absorban % Inhibisi IC50
Kontrol (ppm)
0,774 10 0,421 45,607
0,774 20 0,396 48,837
0,774 30 0,368 52,455
0,1 22,76
0,774 40 0,335 56,718
0,774 50 0,318 58,915
0,774 60 0,288 62,791
0,774 100 0,358 53,747
0,774 200 0,340 56,072
0,774 300 0,306 60,465
1 3,29
0,774 400 0,276 64,341
0,774 500 0,256 66,925
0,774 600 0,226 70,801

10
70.000
60.000
y = 0.344x + 42.179
50.000 R² = 0.9958
% Inhibisi
40.000
30.000 Series1
20.000 Linear (Series1)
10.000
0.000
0 20 40 60 80
Kosentrasi (ppm)

Grafik persamaan regresi linier dari vitamin C pada konsentrasi 0,1%

80.000
70.000
y = 0.0348x + 49.888
60.000 R² = 0.9945
% Inhibisi

50.000
40.000
Series1
30.000
20.000 Linear (Series1)

10.000
0.000
0 200 400 600 800
Konsentrasi(ppm)

Grafik persamaan regresi linier dari vitamin C pada konsentrasi 1%

Hasil Orientasi Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis

Absorban C
Ekstrak Absorban % Inhibisi IC50
Kontrol (ppm)
0,774 10 0,653 15,633
0,774 20 0,640 17,313
0,1 0,774 30 0,570 26,357 88,68
0,774 40 0,542 29,974
0,774 50 0,521 32,687

11
0,774 60 0,491 36,563
0,774 100 0,360 53,488
0,774 200 0,352 54,522
0,774 300 0,342 55,814
1 62,64
0,774 400 0,310 59,948
0,774 500 0,275 64,470
0,774 600 0,228 70,543

40.000
35.000 y = 0.4411x + 10.982
30.000 R² = 0.9617
% Inhibisi

25.000
20.000
Series1
15.000
10.000 Linear (Series1)

5.000
0.000
0 20 40 60 80
Konsentrasi (ppm)

Grafik persamaan regresi linier dari ekstrak etanol kulit kayu manis pada
konsentrasi 0,1%

80.000
70.000 y = 0.0341x + 47.873
60.000 R² = 0.92
% Inhibisi

50.000
40.000
Series1
30.000
20.000 Linear (Series1)
10.000
0.000
0 200 400 600 800
Konsentrasi (ppm)

12
Grafik persamaan regresi linier dari ekstrak etanol kulit kayu manis pada
konsentrasi 1%

Pada pembuatan tablet hisap ini digunakan metode granulasi basah, metode ini
biasanya digunakan apabila zat aktif tahan terhadap lembab dan panas.
Umumnya untuk zat aktif yang sulit dicetak langsung karena sifat aliran dan
kompresibilitasnya tidak baik. Bahan pengisi yang digunakan yaitu manitol dan
sorbitol, dimana kedua bahan tersebut merupakan bahan pengisi yang sering
digunakan dalam pembutan tablet. Keuntungan dari kedua pengisi tersebut
adalah dapat memperbesar massa tablet, sehingga tablet memiliki ukuran yang
praktis untuk dicetak terutama zat aktif yang dosisinya kecil. PVP sebagai bahan
pengikat yaitu dengan perbedaan konsentrasi 2%, 3%, 4% di setiap formula.

Formulasi Tablet Hisap Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis

FORMULA (%)
BAHAN I II III
Ekstrak etanol kulit kayu manis 1 1 1
Fasa Manitol 44,5 44 43,5
Dalam Sorbitol 44,5 44 43,5
PVP 2 3 4
Fasa Talk 5 5 5
Luar Mg Stearat 3 3 3
Bobot Per Tablet 300 mg 300 mg 300 mg

Keterangan :
FI : Sediaan tablet hisap dengan konsentrasi PVP 2 %
FII : Sediaan tablet hisap dengan konsentrasi PVP 3 %
FIII : Sediaan tablet hisap dengan konsentrasi PVP 4 %

Pembuatan tablet diawali dengan pencampuran bahan-bahan yang meliputi


fase dalam dan fase luar. Pencampuran dilakukan untuk mendapatkan distribusi
zat aktif yang merata dan homogen. Zat aktif yang digunakan adalah ekstrak
etanol kulit kayu manis dengan konsentrasi 1%. Pewarna yang digunakan adalah
pewarna makanan yang berwarna jingga. Pengisi yang digunakan adalah manitol
dan sorbitol. Penambahan pengisi yaitu digunakan untuk menggenapkan bobot
tablet. Pengikat yang digunakan adalah PVP. Penambahan bahan pengikat
digunakan agar terbentuk massa yang dapat dikepal dan mudah diayak,
sehingga menghasilkan granul basah dengan ukuran yang diinginkan.

13
Sebelum dilakukan pencetakan tablet granul yang diperoleh dievaluasi terlebih
dahulu evaluasi granul meliputi pemeriksaan kandungan lembab, sifat alir
granul, bobot jenis, dan indeks kompresibilitas.

Uji kandungan lembab dilakukan agar kandungan lembab pada granul


kelembabannya tidak lebih dan tidak kurang dari persyaratan yang telah
ditentukan menurut Farmakope Indonesia edisi IV yaitu granul memiliki
kandungan lembab yang memenuhi persyaratan 2-4% (2). Kandungan lembab
yang tinggi akan menyebabkan penempelan pada die, sedangkan kandungan
lembab yang rendah dapat menyebabkan laminating atau capping. Hasil dari uji
kandungan lembab adalah F1, F2, dan F3 yaitu 3,52%; 2,51%; dan 3,20%.

Uji sifat alir granul dilakukan untuk mengetahui apakah aliran granul sudah
bagus, karena dengan aliran granul yang bagus maka granul akan mudah
mengalir dari hopper ke dalam cetakan. Pada uji ini dapat diketahui bahwa
semua formula memiliki sifat alir yang bagus, karena semua formula memiliki
sifat alir yang memenuhi persyaratan, yaitu ≥ 10 gram/detik (2). Dari ketiga
formula diperoleh aliran F1, F2, dan F3 yaitu 13,19 gram/detik, 21,98
gram/detik, dan 13,36 gram/detik.

Penentuan bobot jenis pada granul dilakukan dengan dua cara yaitu penetuan
bobot jenis nyata dan bobot jenis mampat. Uji bobot jenis ini diketahui bahwa
semua formula memiliki bobot jenis yang baik, karena semua formula memiliki
bobot jenis yang memenuhi persyaratan, yaitu 0,2-0,6 gram/mL (2). Hasil uji
bobot jenis nyata granul menunjukkan bahwa F1, F2, dan F3 yaitu 0,465; 0,417;
dan 0,444. Sedangkan uji bobot jenis mampat granul pada ketukan 500
menunjukkan bahwa F1, F2, dan F3 yaitu 0,56; 0,48; dan 0,53. Dari kedua uji ini
akan mempengaruhi hasil kadar pemampatan dan persentase kompresibilitas.

Hasil Uji Bobot Jenis Nyata Granul

Formula W V P

1 20 43 0,465
1 2 20 43 0,465
3 20 43 0,465
1 20 48 0,417
2 2 20 48 0,417
3 20 48 0,417

14
1 20 45 0,444
3 2 20 45 0,444
3 20 45 0,444

Keterangan : P = Bobot Jenis Nyata


W = Bobot Granul
V = Volume Granul Tanpa Pemampatan

Hasil Uji Bobot Jenis Mampat Granul

Formula W Ketukan Vn Pn Mean SD KV

1 1 20 10 39 0,51
2 20 39 0,51 0,51 0,00 0,00
3 20 39 0,51
1 20 50 38 0,53
2 20 38 0,53 0,53 0,00 0,00
3 20 38 0,53
1 20 100 37 0,54
2 20 37 0,54 0,54 0,00 0,00
3 20 37 0,54
1 20 500 36 0,56
2 20 36 0,56 0,56 0,00 0,00
3 20 36 0,56
2 1 20 10 45 0,44
2 20 45 0,44 0,44 0,00 0,00
3 20 45 0,44
1 20 50 44 0,45
2 20 44 0,45 0,45 0,00 0,00
3 20 44 0,45
1 20 100 43 0,47
2 20 43 0,47 0,47 0,00 0,00
3 20 43 0,47
1 20 500 42 0,48
2 20 42 0,48 0,48 0,00 0,00
3 20 42 0,48
3 1 20 10 43 0,47
2 20 43 0,47 0,47 0,00 0,00
3 20 43 0,47
1 20 50 41 0,49 0,49 0,00 0,00

15
2 20 41 0,49
3 20 41 0,49
1 20 100 39 0,51
2 20 39 0,51 0,51 0,00 0,00
3 20 39 0,51
1 20 500 38 0,53
2 20 38 0,53
0,53 0,00 0,00
3 20 38 0,53

Keterangan : Pn = Bobot Jenis Mampat ; W = Bobot Granul ; Vn = Volume


Granul Pada n Ketukan

Hasil Uji Indeks Kompresibilitas Granul

Indeks
Formula Ketukan p Pn Mean SD KV
Kompresibilitas
1 0,465 0,51 8,82
2 10 0,465 0,51 8,82 8,82 0 0
3 0,465 0,51 8,82
1 0,465 0,53 12,26
2 50 0,465 0,53 12,26 12,26 0 0
3 0,465 0,53 12,26
1
1 0,465 0,54 13,89
2 100 0,465 0,54 13,89 13,89 0 0
3 0,465 0,54 13,89
1 0,465 0,56 16,96
2 500 0,465 0,56 16,96 16,96 0 0
3 0,465 0,56 16,96
1 0,417 0,44 5,23
2 10 0,417 0,44 5,23 5,23 0 0
3 0,417 0,44 5,23
1 0,417 0,45 7,33
2 50 0,417 0,45 7,33 7,33 0 0
3 0,417 0,45 7,33
2
1 0,417 0,47 11,28
2 100 0,417 0,47 11,28 11,28 0 0
3 0,417 0,47 11,28
1 0,417 0,48 13,13
2 500 0,417 0,48 13,13 13,13 0 0
3 0,417 0,48 13,13
1 0,444 0,47 5,53
3 10 5,53 0 0
2 0,444 0,47 5,53

16
3 0,444 0,47 5,53
1 0,444 0,49 9,39
2 50 0,444 0,49 9,39 9,39 0 0
3 0,444 0,49 9,39
1 0,444 0,51 12,94
2 100 0,444 0,51 12,94 12,94 0 0
3 0,444 0,51 12,94
1 0,444 0,53 16,23
2 500 0,444 0,53 16,23 16,23 0 0
3 0,444 0,53 16,23
Keterangan : P = Bobot Jenis Nyata ; Pn = Bobot Jenis Mampat

Hasil Uji Kadar Pemampatan Granul

Formula V0 Ketukan Vt Kp Mean SD KV

1 43 39 9,30
2 43 10 39 9,30 9,30 0 0
3 43 39 9,30
1 43 38 11,63
2 43 50 38 11,63 11,63 0 0
3 43 38 11,63
1
1 43 37 13,95
2 43 100 37 13,95 13,95 0 0
3 43 37 13,95
1 43 36 16,28
2 43 500 36 16,28 16,28 0 0
3 43 36 16,28
1 48 45 6,25
2 48 10 45 6,25 6,25 0 0
3 48 45 6,25
1 48 44 8,33
2 48 50 44 8,33 8,33 0 0
3 48 44 8,33
2 1 48 43 10,42
2 48 100 43 10,42 10,42 0 0
3 48 43 10,42
1 48 42 12,50
2 48 500 42 12,50 12,50 0 0
3 48 42 12,50

17
1 45 43 4,44
2 45 10 43 4,44 4,44 0 0
3 45 43 4,44
1 45 41 8,89
2 45 50 41 8,89 8,89 0 0
3 45 41 8,89
3 1 45 39 13,33
2 45 100 39 13,33 13,33 0 0
3 45 39 13,33
1 45 38 15,56
2 45 38 15,56
500 15,56 0 0
3 45 38 15,56

Keterangan : Kp = Kadar Pemampatan (%) ;


Vo = Volume Granul Sebelum Pemampatan ;
Vt = Volume Ganul Pada t Ketukan

Hasil pada uji indeks kompresibilitas dapat menunjukkan bagaimana sifat aliran
dari granul. Dari hasil uji indeks kompresibilitas dapat diketahui bahwa ketiga
formula memiliki kompresibilitas yang menunjukkan aliran cukup baik, karena
semua formula tersebut masuk pada rentang 11-20% (2). Uji indeks
kompresibilitas granul pada ketukan500 menunjukkan bahwa F1, F2, dan F3 yaitu
16,96%; 13,13%; dan 16,23%.

Hasil Uji Kandungan Lembab granul (%)

Formula Replikasi kadar air Mean SD


1 3,69
1 2 3,43 3,52 0,15
3 3,43
1 2,97
2 2 2,45 2,51 0,43
3 2,12
1 3,56
3 2 3,12 3,20 0,33
3 2,92

18
Hasil Uji Sifat Alir Granul (g/det)

Formula 1 Formula 2 Formula 3


No Sifat Sifat Sifat
Berat Waktu Berat Waktu Berat Waktu
Alir Alir Alir
(gram) (detik) (gram) (detik) (gram) (detik)
(g/det) (g/det) (g/det)
1 100 7,67 13,04 100 4,58 21,83 100 7,54 13,26
2 100 7,64 13,09 100 4,56 21,93 100 7,49 13,35
3 100 7,58 13,19 100 4,55 21,98 100 7,42 13,48
Mean 13,11 21,91 13,36
SD 0,08 0,07 0,11
KV 0,60 0,33 0,81

Setelah semua uji granul dilakukan, maka granul siap dicetak menjadi tablet.
Sebelum dicetak, granul ditambahkan fase luar yaitu pelicin, tujuan ditambah
pelicin adalah mempermudah pada saat proses pencetakan agar tidak lengket,
ditambah pewarna untuk memperbaiki penampilan dan melihat homogenitas.
Setelah itu diperoleh tablet, dilakukan evaluasi meliputi sifat organoleptik,
keseragaman bobot, keseragaman ukuran, friabilitas, friksibilitas, uji kekerasan,
uji aktivitas antioksidan, dan uji kesukaan.

Hasil Uji Friabilitas Tablet

Friabilitas (%)
Formula 1 Formula 2 Formula 3
Replikasi 1 0,663 0,674 0,673
Replikasi 2 0,674 0,690 0,691
Replikasi 3 0,676 0,682 0,685
Mean 0,671 0,682 0,683
SD 0,007 0,008 0,009
KV 1,043 1,173 1,342

Hasil uji Friksibilitas Tablet

Friksibilitas (%)

19
Formula 1 Formula 2 Formula 3
Replikasi 1 0,489 0,487 0,489
Replikasi 2 0,486 0,492 0,494
Replikasi 3 0,488 0,489 0,492
Mean 0,488 0,489 0,492
SD 0,002 0,003 0,003
KV 0,313 0,514 0,512

Hasil Uji Kekerasan Tablet

Kekerasan Tablet (Kg)


No Formula I Formula II Formula III
R1 R2 R3 R1 R2 R3 R1 R2 R3
1 4,89 4,89 4,87 6,00 6,22 6,22 13,56 13,57 13,56
2 4,77 4,76 4,76 6,30 6,35 6,30 13,40 13,41 13,40
3 4,12 8,11 5,11 6,45 6,55 6,55 13,67 13,66 13,67
4 4,25 5,11 5,26 6,67 6,50 6,50 13,78 13,78 13,79
5 4,56 4,56 5,56 6,78 6,60 6,60 14,15 14,15 14,16
6 4,45 4,46 4,45 6,90 6,87 6,87 14,35 14,36 14,36
7 4,34 4,34 4,32 7,21 7,25 7,25 13,72 13,72 13,71
8 4,43 4,42 4,42 7,11 7,11 7,14 14,24 14,25 14,25
9 5,19 5,20 5,20 6,97 6,95 6,97 13,15 13,17 13,17
10 5,20 5,20 5,20 6,89 6,89 6,87 13,43 13,43 13,42
11 5,23 5,24 5,24 7,32 7,34 7,32 13,50 13,50 13,51
12 5,87 4,89 4,89 6,72 6,74 6,74 13,63 13,62 13,62
13 5,34 5,35 5,35 6,38 6,38 6,37 13,54 13,53 13,54
14 5,21 5,21 5,20 6,72 6,71 6,71 14,12 14,12 14,14
15 5,29 5,29 5,28 6,37 6,37 6,36 14,05 14,05 14,07
16 4,44 4,43 5,43 6,27 6,26 6,26 13,75 13,76 13,76
17 4,50 4,50 4,50 6,58 6,60 6,58 13,32 13,34 13,34
18 4,53 4,52 4,52 7,03 7,05 7,05 14,21 14,22 14,22
19 4,61 5,12 4,62 6,20 6,20 6,21 14,19 14,19 14,19
20 5,10 5,12 5,12 6,25 6,25 6,26 14,25 14,25 14,24
Mean 4,83 5,07 4,97 6,66 6,66 6,66 13,80 13,80 13,81
SD 0,48 0,81 0,38 0,37 0,35 0,36 0,36 0,36 0,37

20
KV 9,91 1,03 7,68 5,57 5,33 5,37 2,64 2,63 2,65

Keterangan : R = Replikasi

Uji sifat organoleptis bertujuan untuk melihat warna, bau dan rasa tablet. Dari
evaluasi tablet hisap ekstrak etanol kulit kayu manis secara organoleptis
menunjukkan bahwa ketiga formula memiliki hasil yang sama, baik warna, bau
dan rasa yaitu bewarna jingga tua, bau khas kayu manis dan berasa manis.

Hasil uji keseragaman bobot dan keseragaman ukuran, ketiga formula memiliki
bobot dan ukuran yang tidak jauh berbeda. Pada uji keseragaman bobot, ketiga
formula memenuhi persyaratan keseragaman bobot pada Farmakope edisi IV,
yaitu tidak boleh dua tablet lebih dari 5% bobot rata-rata dan tidak boleh satu
tablet lebih dari 10% bobot rata-rata. Hasil dari uji keseragaman bobot rata-rata
adalah F1, F2, dan F3yaitu 300,53 mg; 300,76 mg; dan 300,62 mg.

Hasil Uji Keseragaman Bobot Tablet

Bobot Tablet (mg)


No Formula 1 Formula 2 Formula 3
R1 R2 R3 R1 R2 R3 R1 R2 R3
1 300 300 301 302 300 300 300 300 300
2 301 300 300 300 300 301 298 300 300
3 300 301 302 301 301 301 300 302 299
4 302 300 300 300 300 302 301 302 300
5 301 301 302 302 302 300 302 302 300
6 299 300 300 300 302 301 301 300 300
7 302 300 301 300 301 300 300 300 300
8 302 300 301 300 301 300 300 300 300
9 301 300 300 301 300 302 300 300 302
10 300 300 302 300 300 300 301 300 302
11 300 301 299 300 302 300 302 301 300
12 300 300 299 300 301 300 301 302 302
13 300 300 300 301 300 302 300 302 301
14 301 302 300 301 300 301 300 300 300

21
15 301 300 300 302 301 300 300 301 301
16 301 301 300 300 302 302 300 302 302
17 300 302 302 302 302 301 300 300 302
18 300 300 301 301 301 302 300 300 301
19 300 302 300 300 300 301 302 300 301
20 300 300 301 301 300 300 302 300 300
Me 300,5 300, 300, 300, 300, 300, 300, 300, 300,
an 5 50 55 70 80 80 50 70 65
SD 0,83 0,76 0,94 0,80 0,83 0,83 1,00 0,92 0,93
KV 0,27 0,25 0,31 0,27 0,28 0,28 0,33 0,31 0,31

Keterangan : R = Replikasi

Hasil uji keseragaman ukuran, semua tablet memenuhi persyaratan yang telah
ditentukan, persyaratannya adalah diameter tablet tidak lebih dari 3 kali tebal
tablet dan tidak kurang dari 1 1/3 tebal tablet (2). Hasil dari uji keseragaman
ukuran rata-rata adalah F1, F2, dan F3 yaitu 5,32 mm; 5,32 mm; dan 5,31 mm.

Hasil Uji Keseragaman Ukuran Tablet

Formula 1 Formula 2 Formula 3


D Ketebalan (mm) Ketebalan (mm) Ketebalan (mm)
No (mm) R1 R2 R3 R1 R2 R3 R1 R2 R3
1 6,95 5,35 5,30 5,40 5,35 5,30 5,40 5,35 5,40 5,30
2 6,95 5,35 5,30 5,35 5,30 5,25 5,35 5,35 5,30 5,25
3 6,95 5,25 5,30 5,35 5,35 5,30 5,35 5,35 5,30 5,30
4 6,95 5,35 5,35 5,30 5,30 5,30 5,35 5,35 5,25 5,35
5 6,95 5,35 5,35 5,25 5,30 5,30 5,25 5,35 5,35 5,30
6 6,95 5,30 5,25 5,35 5,35 5,30 5,35 5,30 5,25 5,35
7 6,95 5,40 5,35 5,35 5,35 5,40 5,35 5,35 5,25 5,35
8 6,95 5,25 5,35 5,30 5,35 5,25 5,20 5,40 5,35 5,30
9 6,95 5,30 5,25 5,30 5,30 5,35 5,35 5,20 5,25 5,30
10 6,95 5,35 5,35 5,30 5,30 5,35 5,35 5,30 5,30 5,30
11 6,95 5,40 5,35 5,35 5,35 5,35 5,35 5,25 5,30 5,30

22
12 6,95 5,30 5,35 5,35 5,30 5,30 5,35 5,40 5,35 5,35
13 6,95 5,35 5,40 5,40 5,30 5,35 5,35 5,30 5,35 5,35
14 6,95 5,25 5,20 5,20 5,30 5,30 5,35 5,25 5,30 5,30
15 6,95 5,35 5,35 5,35 5,30 5,30 5,25 5,35 5,30 5,30
16 6,95 5,30 5,35 5,35 5,35 5,35 5,30 5,40 5,35 5,35
17 6,95 5,40 5,35 5,35 5,35 5,30 5,35 5,25 5,30 5,30
18 6,95 5,35 5,35 5,30 5,35 5,30 5,30 5,30 5,35 5,30
19 6,95 5,25 5,25 5,30 5,30 5,25 5,25 5,30 5,30 5,25
20 6,95 5,20 5,25 5,25 5,25 5,25 5,20 5,30 5,30 5,25
Mean 6,95 5,32 5,32 5,32 5,32 5,31 5,32 5,32 5,31 5,31
SD 0,00 0,06 0,05 0,05 0,03 0,04 0,06 0,05 0,04 0,03
KV 0,00 1,05 0,95 0,91 0,55 0,75 1,04 1,00 0,76 0,62
Keterangan : D = Diameter ; R = Replikasi

Uji friabilitas bertujuan untuk mengetahui apakah tablet capping atau tidak.
Data friabilitas digunakan untuk mengukur ketahanan permukaan tablet
terhadap gesekan yang dialami sewaktu pengemasan dan pengiriman. Dari hasil
yang diperoleh, menunjukkan bahwa semua formula memenuhi persyaratan
<1% (2). Hasil dari uji friabilitas adalah F1, F2, dan F3 yaitu 0,671%; 0,682%; dan
0,683%.

Uji friksibilitas bertujuan untuk mengetahui ketahanan permukaan tablet


terhadap gesekan yang dialami sewaktu pengemasan dan pengiriman. Dari hasil
yang diperoleh, menunjukkan bahwa semua formula memenuhi persyaratan
<1% (2). Hasil dari uji friksibilitas adalah F1, F2, dan F3yaitu 0,488%; 0,489%; dan
0,492%.

Uji kekerasan tablet dilakukan untuk memastikan bahwa tablet yang telah
dibuat tidak rapuh dan tidak mudah patah. Semua tablet memiliki kekerasan
yang memenuhi persyaratan, yaitu 4-8 kg (14). Rata-rata kekerasan tablet pada
ketiga formula yaitu 4,95 kg; 6,66 kg; dan 13,80 kg. Pada F3 tidak memenuhi
persyaratan karena terlalu keras. Semakin tinggi konsentrasi pengikat pada
tablet maka tablet semakin keras karena terdapat daya adhesivitas yang tinggi
dalam tablet.

Uji aktivitas antioksidan tablet hisap ekstrak etanol kulit kayu manis bertujuan
untuk mengetahui apakah didalam sediaan tablet hisap yang telah jadi masih
mempunyai aktivitas sebagai antioksidan. Dari hasil uji aktivitas antioksidan

23
yang didapat, semua formula mempunyai aktivitas antioksidan. F1, F2, dan F3
mempunyai nilai IC50 sebesar 153,14 ppm; 132,59 ppm; dan 154,91 ppm. Ketiga
formula tersebut terjadi peningkatan nilai IC50 atau penurunan aktivitas
antioksidan pada sediaan tablet hisap. Hal ini disebabkan kemungkinan oleh
adanya pemanasan granul serta proses penyimpanan yang kurang baik.

Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Tablet Hisap Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis

Absorban C %
Formula Tablet Absorban IC50
Kontrol (ppm) Inhibisi
0,756 100 0,415 45,106
0,756 200 0,345 54,365
0,756 300 0,325 57,011
1 1 153,14
0,756 400 0,252 66,667
0,756 500 0,230 69,577
0,756 600 0,210 72,222
0,756 100 0,411 45,635
0,756 200 0,343 54,630
0,756 300 0,309 59,127
2 1 0,756 400 0,235 68,915 132,59
0,756 500 0,225 70,238
0,756 600 0,210 72,222
0,756 100 0,425 43,783
0,756 200 0,345 54,365
0,756 300 0,309 59,127
3 1 154,91
0,756 400 0,245 67,593
0,756 500 0,225 70,238
0,756 600 0,205 72,884

24
80.000
y = 0.0545x + 41.737
60.000
% Inhibisi
R² = 0.9568
40.000
Series1
20.000
Linear (Series1)
0.000
0 200 400 600 800
Konsentrasi (ppm)

Grafik persamaan regresi linier dari tablet hisap ekstrak etanol kayu manis
pada formulasi I

80.000
60.000 y = 0.0542x + 42.84
% Inhibisi

R² = 0.9327
40.000
Series1
20.000
Linear (Series1)
0.000
0 200 400 600 800
Konsentrasi (ppm)

Grafik persamaan regresi linier dari tablet hisap ekstrak etanol kayu manis
pada formulasi II

80.000

60.000 y = 0.0576x + 41.173


% Inhibisi

R² = 0.9465
40.000
Series1
20.000
Linear (Series1)
0.000
0 200 400 600 800
Konsentrasi (ppm)

Grafik persamaan regresi linier dari tablet hisap ekstrak etanol kayu manis
pada formulasi III

25
Hasil Uji Tablet Vitamin C Sebagai Pembanding

Vitamin Absorban Konsentrasi


Absorban % Inhibisi IC50
C Kontrol (ppm)
0,756 100 0,364 51,852
0,756 200 0,355 53,042
0,756 300 0,343 54,630
1 15,88
0,756 400 0,326 56,878
0,756 500 0,309 59,127
0,756 600 0,301 60,185

62.000
60.000 y = 0.0178x + 49.735
% Inhibisi

58.000 R² = 0.988
56.000
Series1
54.000
52.000 Linear (Series1)
50.000
0 200 400 600 800
Konsentrasi (ppm)

Grafik persamaan regresi linier dari tablet vitamin C sebagai pembanding

Uji kesukaan bertujuan untuk mengetahui apakah responden menyukai atau


tidak tablet hisap yang dibuat. Dari hasil uji kesukaan yang didapat, formula 2
lebih banyak disukai dibandingkan dengan formula 1 dan 3. Hal ini disebabkan
karena formula 2 memiliki tingkat kemanisan yang baik, tidak keras, serta pada
saat dihisap melarut semua didalam mulut.

Hasil Uji Kesukaan Tablet Hisap Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis

Formula I Formula II Formula III


Responden Tidak Tidak Tidak
Suka Suka Suka
Suka Suka Suka
1 √ √ √

26
2 √ √ √
3 √ √ √
4 √ √ √
5 √ √ √
6 √ √ √
7 √ √ √
8 √ √ √
9 √ √ √
10 √ √ √
11 √ √ √
12 √ √ √
13 √ √ √
14 √ √ √
15 √ √ √
16 √ √ √
17 √ √ √
18 √ √ √
19 √ √ √
20 √ √ √
Jumlah 11 9 18 2 4 16
% Total 55% 45% 90% 10% 20% 80%

Keterangan:
- FI = Pengikat PVP (2%)
- FII = Pengikat PVP (3%)
- FIII = Pengikat PVP (4%)

4. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :

Dari hasil orientasi aktivitas antioksidan ekstrak etanol kulit kayu manis dengan
metode radikal DPPH (1,1-difenil-2-pikril hidrazil) nilai IC50 yang diperoleh adalah
sebesar 62,64 ppm pada konsentrasi 1%.

27
Dari hasil evaluasi granul yang meliputi pemeriksaan kandungan lembab,sifat
alir granul, bobot jenis, dan indeks kompresibilitas, semua dari hasil uji tersebut
telah memenuhi persyaratan menurut Farmakope Indonesia Edisi IV.

Dari hasil evaluasi tablet yang meliputi uji sifat organoleptik, uji keseragaman
bobot, uji keseragaman ukuran, uji friabilitas, uji friksibilitas semua dari hasil uji
tersebut telah memenuhi persyaratan menurut Farmakope Indonesia Edisi IV
sedangkan untuk uji kekerasan hanya formula 3 yang tidak memenuhi
persyaratan.

Hasil uji aktivitas antioksidan tablet hisap ekstrak etanol kulit kayu manis
menunjukkan semua formula mempunyai aktifitas antioksidan. Formula
tersebut adalah F1, F2, dan F3 yaitu dengan nilai IC50 sebesar 153,14 ppm;
132,59 ppm; dan 154,91 ppm.

Dari hasil uji kesukaan yang didapat, formula II lebih banyak disukai
dibandingkan dengan formula I dan III.

5. Daftar Pustaka

Wahyu, Yulfi Zetra, Dkk, 2006, “Minyak Atsiri dari Kulit Batang Cinnamomum
burmannii (Kayu Manis) dari Famili Lauraceae Sebagai Insektisida Alami,
Antibakteri, dan Antioksidan”, Jurnal Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh November, Hlm. 6-7.

Ditjen POM, 1995, “Farmakope Indonesia”, Edisi IV, Departemen Kesehatan


Republik Indonesia, Jakarta, Hlm. 6-8

Banker, G.S., Anderson, N.R., 1986, “The Theory and Practice Of Industrial
Pharmacy”, 3rd Ed, Lea & Febiger, Philadelphia, p. 293-343.

Siregar, Charles, J. P., 2010, “Teknologi Farmasi Sediaan Tablet Dasar-Dasar


Praktis”, EGC, Jakarta, Hlm. 9, 27-29, 33-36, 505.

BPOM RI., 2009, “Herbal Indonesia Berkhasiat Bukti Ilmiah dan Cara Racik” Vol
8 PT. Trubus Suwafaya, Jakarta, Hlm. 318.

BPOM RI., 2010, “Acuan Sediaan Herbal Volume Kelima Edisi Pertama”,
Direktorat Obat Asli Indonesia, Jakarta, Hlm.90-91.

28
BPOM RI., 2006, Acuan “Sediaan Herbal Volume Kedua Edisi Pertama”,
Direktorat Obat Asli Indonesia , Jakarta, Hlm.38.

Winarsi, W., 2007, “Antioksidan Alami dan Radikal Bebas”, Penerbit Kanisius,
Yogyakarta, Hlm. 8-10.

Howart, D.R., Talcott, S.T., Etc., 2000, “Changes in phytochemical and


antioxidant activity of selected pepper cultivars (Capsicum species) as
influenced by maturity”, Vol. 48 (2000), Journal of Agricultural and Food
Chemistry, Weslaco, p. 1713-1720.

Sandor PS., D.,Clemente L., et al., 2005, “Efficacy of coenzyme Q10 in migraine
prophylaxis: A randomized controlled trial”, Vol. 64 Neurology, p. 713-715.

Wangcharoen, and W., Morasuk., 2008, “Antioxidant Capacity Changes In Chilli


Spur Pepper (Capsicum Annum Linn, Var. Acuminatum Finger) During Drying
Process”, Asian Journal Of Food And Agro-Industry, Departement Of Food
Technologi, Faculty Of Engineering And Agro-Industry, Maejo University, Chiang
Mai 50290, Thailand, p. 7-10. 62

Voight, R., 1994., “Buku Pelajaran Teknologi Farmasi”, penerjemah DR.


Soendani Noerono, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, Hlm. 163-165,
221-222, 361-362, 505, 509.

Lachman, L., Lieberman H.A., Dkk., 1994 “Teori dan Praktek Farmasi Industri”,
Edisi III, Universitas Indonesia Press, Jakarta, Hlm. 162-163.

Ansel, H.C., 1989, “Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi”, edisi IV, Penerjemah F.
Ibrahim, Universitas Indonesia Press, Jakarta, Hlm. 254-256, 259-262.

Lachman, L, H. Lieberman H.A., Etc., 1990, “Pharmaceutical Dosage From:


Tablet”, 2rd Edition, Marcel Dekker Inc., New York, p. 293-294, 296-303, 304-
307.

Daoust, R.G Lynch, M.J., 1990., “Mannitol in Chewable Tablets Drug and
Cosmetic Industry”., p. 26-28

Martin, S.W.Hoover, J.E., 1998 “Husa’s Pharmaceutical Dispendsing”, 5th


Edition, Mack Publishing Co, Easton, Pennsylvania, p. 78.

29
Rowe, R.C., Sheskey, P.J., Etc., 2009, “Handbook Of Pharmaceutical Excipients”,
6th Edition, Pharmaceutical Press, London, p. 703-704.

Ditjen POM, 1979, “Farmakope Indonesia”, Edisi III, Departemen Kesehatan


Republik Indonesia, Jakarta, Hlm. 87-102.

Ditjen POM, 2000, “Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat” Edisi I,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, Hlm. 13-17.

Ditjen POM, 1989, “Materia Medika Indonesia”, Jilid V, Departemen Kesehatan


Republik Indonesia, Jakarta, Hlm. 536-540, 549-553.

Ditjen POM, 2009, “Farmakope Herbal Indonesia”, Edisi I, Menkes Republik


Indonesia, Jakarta, Hlm. 46-50.

Prasetyaningrum, R., Utami, R., Dkk., 2012, “Aktivitas Antioksidan, Total Fenol,
dan Antibakteri Minyak Atsiri dan Oleoresin Kayu Manis (Cinnamomum
burmannii)”, Jurnal Teknosains Pangan Vol 1 (1). Hlm. 10

Molyneux, P., 2004, “The use of stable free radical diphenylpicrylhydrazyl


(DPPH) for estimating antioxidant activity”, Vol. 26 (2), Songklanakarin J. Sci.
Technology, Songkhla, p. 211-219.

30
FORMULASI SEDIAAN SABUN CAIR CUCI TANGAN ANTISEPTIK DARI
EKSTRAK ETANOL DAUN KEMANGI (Ocimum americanum L.)

Novianti

Abstrak

Telah dilakukan penelitian mengenai formulasi sediaan sabun cair cuci


tangan antiseptik dari ekstrak etanol daun kemangi (Ocimum americanum
L.) dan pengujian aktivitas antibakterinya terhadap bakteri Staphylococcus
aureus dan E.coli dengan metode difusi agar. Hasil aktivitas antibakteri
menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun kemangi (Ocimum americanum
L.) pada konsentrasi 50%, 25% dan 12,5% dengan zona hambat 17,25 mm,
15,00 mm, dan 16,25 mm, pada bakteri Staphylococcus aureus, dan pada
konsentrasi 50% , 25% dan 12,5% dengan zona hambat 17,25 mm, 16,35
mm, 13,15 mm pada bakteri E.coli dan koefisien fenol 5 kalinya . Hasil
evaluasi sediaan sabun cair cuci tangan antiseptik menunjukan bahwa hasil
uji organoleptik (warna, bau, konsistensi), homogenitas, pH, viskositas,
bobot jenis, dan tinggi dan kestabilan busa memenuhi standar SNI. Hasil uji
keamanan sediaan sabun cair cuci tangan antiseptik ekstrak etanol daun
kemangi (Ocimum americanum L.) menunjukan tidak terjadi iritasi dan
untuk hasil uji kesukaan menunjukan sediaan sabun cair cuci tangan
antiseptik pada konsentrasi 6 % yang paling disukai.

31
Kata kunci : Sabun, Ekstrak Etanol Daun Kemangi (Ocimum americanum
L.), Antiseptik, Staphylococcus aureus dan E.coli

1. Pendahuluan

Dalam menjaga kesehatan tubuh kita, memelihara kebersihan tangan


merupakan hal yang sangat penting. Dalam aktivitas kita sehari-hari tangan
seringkali terkontaminasi dengan mikroba, sehingga tangan dapat menjadi
perantara masuknya mikroba ke dalam tubuh kita. Salah satu cara yang paling
sederhana dan paling umum dilakukan untuk menjaga kebersihan tangan adalah
dengan mencuci tangan menggunakan sabun (1).

Tangan memiliki stuktur permukaan yang kompleks sehingga merupakan


tempat yang ideal bagi pertumbuhan mikroorganisme. Pada permukaan kulit
dapat ditemukan mikroorganisme menetap dan mikroorganisme sementara (2).

Ribuan mikroba menempel pada tangan manusia yang kemudian ikut masuk
kedalam tubuh manusia bersamaan dengan makanan yang masuk kedalam
mulut. Pada umumnya mikroba penyebab gangguan saluran pencernaan masuk
kedalam tubuh manusia melalui oral (3).

Gangguan pencernaan yang timbul pada usus dapat menimbulkan salah satu
penyakitnya adalah diare. Salah satu bakteri penyebab diare yaitu Escherichia
coli(E.Coli). Penyakit infeksi saluran pencernaan yang disebabkan oleh mikroba
tersebut masih sering melanda masyarakat Indonesia. Kejadian ini dibuktikan
dengan angka prevalensi penyakit diare dan disentri yang semakin meningkat
(3).

Dewasa ini minat masyarakat untuk memanfaatkan kembali bahan–bahan alam


bagi kesehatan, terutama obat–obatan dari tumbuhan cenderung meningkat
apalagi penggunaan bahan alam untuk kosmetik. Sejalan dengan meningkatnya
pemakaian tumbuh–tumbuhan sebagai obat, bahan obat dan kosmetik, maka
penelitian untuk membuktikan kebenaran khasiat maupun efek samping perlu
dioptimalkan (4).

Penelitian tentang khasiat daun kemangi sebagai antibakteri telah dilakukan


oleh khalil (2013). Ekstrak etanol daun kemangi memiliki aktivitas antibakteri
terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dengan diameter zona
hambat 21 mm pada konsentrasi 200 mg/mL untuk bakteri Escherichia coli dan
16 mm pada konsentrasi 200 mg/mL untuk bakteri Staphylococcus aureus (5).

32
Kemangi juga memiliki kegunaan sebagai antiseptik. Antiseptik adalah zat kimia
yang dipakai untuk mencegah pertumbuhan atau aktivitas mikroorganisme baik
dengan cara menghambat dan membunuh, dilakukan terhadap jaringan hidup.
Syarat antiseptik adalah dapat membunuh mikroba, non toksik pada hewan dan
manusia dan tidak korosif terhadap instrumen.

Sabun merupakan pembersih yang dibuat dengan reaksi kimia antara kalium
dan natrium dengan asam lemak dari minyak nabati atau lemak hewani.
Berbagai jenis sabun yang beredar di pasaran dalam bentuk yang bervariasi
mulai dari sabun cuci, sabun mandi, sabun pencuci tangan, sabun pembersih
peralatan rumah tangga dalam bentuk krim, padatan atau batangan, bubuk dan
bentuk cair (6).

Oleh karena itu tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat sediaan sabun
pencuci tangan sebagai antiseptik, yang disukai dan aman. Penelitian ini
diharapkan dapat bermanfaat sebagai salah satu upaya pemanfaatan sumber
alam Indonesia khususnya daun kemangi dengan memaksimalkan manfaat daun
kemangi sebagai bahan baku kosmetik yang bermanfaat sebagai antiseptik.
Penelitian ini juga diharapkan merupakan tahap awal dalam pengembangan
sediaan sabun cair cuci tangan dengan ekstrak etanol daun kemangi yang
mempunyai khasiat antiseptik.

2. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmasi Universitas Garut. Daun


Kemangi diperoleh dari Daerah Samarang, Kabupaten Garut. Penelitian diawali
dengan pengumpulan dan Determinasi daun kemangi, kemudian dilakukan
karakteristik dan penapisan fitokimia daun kemangi, pembuatan ekstrak daun
kemangi dengan menggunakan pelarut etanol, pengujian aktivitas ekstrak
etanol daun kemangi (Ocimum americanum L.) dan pengujian koefisien fenol.
Tahap selanjutnya dilakukan pembuatan dan pemilihan formula dasar sabun
cair yang sesuai, yang akan digunakan untuk bahan sabun cair antiseptik.
Setelah diperoleh formula dasar yang sesuai kemudian dilakukan pembuatan
sediaan sabun cair yang mengandung ekstrak etanol daun kemangi. Setelah itu
dilakukan evaluasi tehadap sabun cair ekstrak etanol daun kemangi meliputi
evaluasi sabun cair meliputi pengamatan organoleptik (bau, warna, konsistensi)
pengujian berdasarkan Standar Nasional Indonesia, (bobot jenis, viskositas, pH,
Tinggi dan kestabilan busa dan tegangan permukaan), uji keamanan, uji
kesukaan sabun cair pencuci tangan. Pengamatan terhadap sediaan sabun cair
pencuci tangan dilakukan selama 28 hari penyimpanan.

33
3. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Pada penelitian ini, bahan yang digunakan adalah ekstrak etanol daun kemangi
(Ocimum americanum L.) yang dibuat menjadi sabun cair cuci tangan antiseptik
dan diuji aktivitas antiseptik dengan metode koefisien fenol. Daun kemangi
(Ocimum americanum L.) yang diperoleh dari daerah Samarang Kabupaten
Garut, Jawa Barat. Tanaman daun kemangi (Ocimum americanum L.)
dideterminasi di Herbarium Bandungese, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati
,Institut Teknologi Bandung. Hasil yang diperoleh menunjukan bahwa tanaman
tersebut benar daun kemangi (Ocimum americanum L.).

Hasil penapisan fitokimia menunjukan bahwa daun kemangi (Ocimum


ameicanum L.) mengandung alkaloid, saponin, tanin, steroid/triterpenoid dan
flavonoid. Hasil pemeriksaan karakteristik menunjukan bahwa simplisia kering
daun kemangi (Ocimum ameicanum L.) mengandung kadar abu total 10,51%;
kadar sari larut etanol 6%, susut pengeringan 12,8%; kadar sari larut air
13,07%; Kadar air 6% yang mana hasil karakteristik tersebut memenuhi syarat
pada Materia Medika Indonesia (MMI).

Hasil Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia Daun Kemangi


(Ocimum americanum L.)

Jenis Uji Kadar (%) MMI(%)


Kadar abu total 10,51 <13,0
Susut pengeringan 12,8 -
Kadar sari larut air 13,07 >5,0
Kadar sari larut etanol 6 >3,5
Kadar air 6 >10

Ekstrak etanol daun kemangi (Ocimum americanum L.) diperoleh dengan cara
dimaserasi dengan menggunakan pelarut etanol 70% dlakukan selama 3x24 jam.
Rendemen simplisia daun kemangi (Ocimum americanum L.) yang diperoleh
sebanyak 16,6%; sedangkan rendemen ekstrak etanol daun kemangi (Ocimum
americanum L.) yang diperoleh sebanyak 13,78%

Rendemen Simplisia Daun Kemangi (Ocimum americanum L.)

Berat Basah (gram) Berat Kering (gram) Rendemen (%)


3000 500 16,6

Rendemen Ekstrak Etanol Daun Kemangi (Ocimum americanum L.)

34
Berat Kering (gram) Berat Ekstrak Pekat Rendemen (%)
(gram)
500 68,88 13,78

Hasil pengujian aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun kemangi (Ocimum


ameicanum L.) tehadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli(E.Coli
)dengan berbagai konsentrasi ekstrak etanol daun kemangi (Ocimum
ameicanum L.) untuk bakteri Staphylococcus aureus pada konsentarsi 50%
menghasilkan diameter hambat 17,25 mm; pada konsentrasi 25% menghasilkan
diameter hambat 15,00 mm; 12,5% menghasilkan diameter hambat 16,25 mm;
Untuk bakteri Escherichia coli(E.Coli) pada konsentrasi 50% menghasilkan
diameter hambat 17,75 mm; pada konsentrasi 25% menghasilkan diameter
hambat 16,35 mm; pada konsentrasi 12,5% menghasilkan diameter hambat
13,15 mm; Hasil pengujian bakteri terhadap ekstrak etanol daun kemangi
(Ocimum americanum L.) dibanding dengan etanol 70% menunjukan diameter
zona hambat 20 mm untuk ekstrak dan 12 mm untuk etanol 70%.

Hasil Uji Aktivitas Ekstrak Etanol Daun Kemangi (Ocimum americanum L.)
Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus dan E.Coli
Konsentrasi (%) Diameter Hambat (mm)
Staphylococcus aureus E.Colli
50 17,25 17,25
25 15,00 16,35
12,5 16,25 13,15

Hasil Uji Bakteri Tehadap Ekstrak Etanol Daun Kemangi, Etanol 70%
Bahan Uji Diameter Hambat (mm)
Ekstrak Etanol Daun Kemangi 20
Alkohol 70% 12

Ekstrak etanol daun kemangi memiliki aktivitas antibakteri terbukti dengan zona
hambat ekstrak pekat lebih besar dibanding dengan zona hambat etanol 70%..
Hasil pengujian koefisien fenol terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli(E.Coli) dari ekstrak etanol daun kemangi (Ocimum americanum
L.)pada konsentrasi 25%, 20%, 15%, 10% dan 5% diperoleh bakteri
Staphylococcus aureus pada konsentrasi 25% menit ke 5 dan 10 menunjukkan
hasil negatif (-) dan pada menit ke 15 menunjukan hasil positif, tetapi pada
konsentrasi lain menit ke 5, 10 dan 15 menunjukan hasil positif, kecuali menit
ke 15 untuk konsentrasi 15% menunjukan hasil negatif

35
Hasil Uji Fenol Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus dan E.Coli
Konsentrasi (%) Waktu( menit)
5’ 10’ 15’
5 + + +
4 + + +
3 + + -
2 + + +
1 + + +

Hasil Uji Ekstrak Etanol Daun Kemangi (Ocimum americanum L.) Terhadap
Bakteri Staphylococcus aureus
Konsentrasi (%) Waktu (menit)
5’ 10’ 15’
25 - - +
20 + + +
15 + + -
10 + + +
5 + + +

Untuk bakteri Escherichia coli (E. Coli) pada menit ke 5 menunjukan hasil
positif (+), dan pada konsentrasi 15% menit ke 10 dan 15 menunjukan hasil
negatif (-). Hasil positif (+) menunjukan bahwa adanya perkembangan
mikroorganisme dan untuk hasil negatif menunjukan tidak adanya
perkembangan mikroorganisme. Hasil tersebut didapat untuk koefisien fenolnya
yaitu 5 kalinya. Hasil

Hasil Uji Ekstrak Etanol Daun Kemangi (Ocimum americanum L.) Terhadap
Bakteri E.Coli
Konsentrasi (%) Waktu (menit)
5’ 10’ 15’
25 + + +
20 + + +
15 + - -
10 + + +
5 + + +

Tahap berikutnya dilakukan dilakukan percobaan pendahuluan yaitu pembuatan


formula basis sabun cair cuci tangan antiseptik (B1, B2, B3) dengan berbagai

36
konsentrasi Na CMC (1%, 2%, 3%) Na CMC sebagai surfaktan , asam stearat
sebagai penstabil busa, Na Benzoat sebagai pengawet, Kalium hidroksida
sebagai basa, oleum lavender sebagai pewangi, cocamid diethanolamid sebagai
surfaktan, minyak zaitun sebagai asam lemak. Berdasarkan hasil uji
pendahuluan tersebut, formula basis B3 ini dipilih karena lebih stabil, memiliki
konsistensi yang baik untuk sediaan sabun cair cuci tangan yang selanjutnya
akan diformulasikan dalam bentuk sediaan sabun cair cuci tangan antiseptik
yang mengandung ekstrak etanol daun kemangi (Ocimum ameicanun L.).

Formulasi Basis Sabun Cair Cuci Tangan

Komposisi Persentase (%)


F1 F2 F3
Minyak zaitun 20 20 20
Kalium hidroksida 16 16 16
Na CMC 1 2 3
Asam stearat 0,5 0,5 0,5
Natrium bisulfit 0,05 0,05 0,05
Natrium benzoat 0,5 0,5 0,5
Cocamid diethanolamid 5 5 5
Pewangi oleum lavender q.s q.s q.s
Aquadest 100 100 100

Keterangan :
B1 = Basis sabun cair cuci tangan yang mengandung Na CMC 1%
B2 = Basis sabun cair cuci tangan yang mengandung Na CMC 2%
B3 = Basis sabun cair cuci tangan yang mengandung Na CMC 3%

Pada pembuatan keempat formula sediaan sabun cair cuci tangan, yang
masing-masing sediaan mengandung ekstrak etanol daun kemangi (Ocimum
americanum L.) dengan konsentrasi 5%; 5,5%; 6%; dan satu sediaan tanpa
ekstrak etanol daun kemangi (Ocimum americanum L.) sebagai basis sediaan
sabun cair cuci tangan. Evaluasi sediaan sabun cair cuci tangan ekstrak etanol
daun kemangi (Ocimum americanum L.) dilakukan dengan cara membandingkan
keadaan sabun cair cuci tangan sebelum dan sesudah penyimpanan selama 28

37
hari. Evaluasi sabun cair cuci tangan meliputi pengujian organoleptik (meliputi
bau, warna, konsistensi), pH, viskositas, bobot jenis, tinggi dan kestabilan busa
dan tegangan permukaan.

Hasil Pengamatan Organoleptik Basis Sabun Cair Cuci Tangan

Basis Pengamatan Hasil pengamatan pada hari ke-


1 7 14 21 28
B1 Warna P P P P P
Bau Tb Tb Tb Tb Tb
Konsistensi K K K K K
B2 Warna P P P P P
Bau Tb Tb Tb Tb Tb
Konsistensi K K K K K
B3 Warna P P P P P
Bau Tb Tb Tb Tb Tb
Konsistensi K K K K K

Keterangan :
B1 = Basis sabun cair cuci tangan mengandung Na CMC 1%
B2 = Basis sabun cair cuci tangan mengandung Na CMC 2%
B3 = Basis sabun cair cuci tanagn mengandung Na CMC 3%
P = Putih
Tb = Tidak berbau
K = Kental

Formula Sabun Cair Cuci Tangan Dengan Berbagai Konsentrasi Ekstrak Etanol
Daun Kemangi (Ocimum americanum L.)

Bahan Formula (%)


F0 F1 F2 F3
Ekstrak etanol daun kemangi 0 5 5,5 6
Minyak Zaitun 20 20 20 20
KOH 16 16 16 16
Asam stearat 0,5 0,5 0,5 0,5
Na CMC 3 3 3 3
Natrium benzoat 0,5 0,5 0,5 0,5
Cocamid diethanolamid 5 5 5 5
Pewangi q.s q.s q.s q.s

38
Aquadest 100 100 100 100

Keterangan :
F0 = Sabun cair cuci tangan tanpa ekstrak etanol daun kemangi
F1 = Sabun cair cuci tangan ekstrak etanol daun kemangi 5%
F2 = Sabun cair cuci tangan ekstrak etanol daun kemangi 5,5%
F3 = Sabun cair cuci tangan ekstrak etanol daun kemangi 6%

Berdasarkan data formula F0 memiliki warna putih, sedangkan formula F1, F2


dan F3 warna sabun mandi yang dihasilkan berwarna hijau tua. Hal ini
dikarenakan semakin tinggi konsentrai ekstrak etanol daun kemangi (Ocimum
americanum L.) yang ditambahkan, maka semakin pekat warna sediaan warna
dalam sediaan, penambahan parfum pada sediaan sabun cair cuci tanagan
menyebabkan ke-4 formula F0, F1, F2 dan F3 memiliki bau parfum lavender.
Parfum lavender ini dipilih karena memiliki bau yang lembut dan cocok untuk
sediaan sabun cair cuci tangan.

Dari hasil pengujian pH sabun cair cuci tangan menunjukan bahwa pH sediaan
dari ke empat formula, menunjukan pH yang dihasilkan rata- rata 8, sehingga
sediaan tersebut memenuhi persyaratan pH sabun cair menurut standar SNI
yaitu ada pada range (6-8). (SNI 06-4085-1996)

Hasil Pengujian pH Sediaan Sabun Cair Cuci Tangan yang Mengandung Ekstrak
Etanol Daun Kemangi (Ocimum americanum L.)

Formula Lama penyimpanan (minggu)


ke-
0 1 2 3 4
F0 8 8 8 8 8
F1 8 8 8 8 8
F2 8 8 8 8 8
F3 8 8 8 8 8

39
10

8
F0

pH
6
F1
4
F2
2 F3
0 1 2 3 4
Minggu ke-

Grafik Hubungan Waktu Penyimpanan Terhadap pH

Keterangan :
F0 = Sabun cair cuci tangan tanpa ekstrak etanol daun kemangi
F1 = Sabun cair cuci tangan ekstrak etanol daun kemangi 5%
F2 = Sabun cair cuci tangan ekstrak etanol daun kemangi 5,5%
F3 = Sabun cair cuci tangan ekstrak etanol daun kemangi 6%

Pengujian viskositas bertujuan untuk melihat kekentalan yang dihasilkan dari


sediaan yang dibuat. Pengamatan terhadap viskositas pada hari pertama
pembuatan menunjukan bahwa viskositas sediaan semakin tinggi (kental)
dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak etanol daun kemngi (Ocimum
americanum L.) yang ditambahkan. Dimana hasil pengujian viskositas untuk F0
memiliki nilai rata-rata 1960 cps, F1 rata-rata 5880 cps, F2 rata-raat 6240 cps, F3
rata-rata 9720 cps. Sehingga pada sediaan sabun cair tersebut memenuhi
persyaratan viskositas menurut standar SNI yaitu (500-20.000 cps). (SNI 06-
4085-1996).

Hasil Pengukuran Viskositas Sediaan Sabun Cair Cuci Tangan yang


Mengandung Ekstrak Etanol Daun Kemangi (Ocimum americanum L.)

Formula Pengukuran Viskositas (Cps) Sabun Cair


Ekstrak Etanol DaunKemangi pada
minggu ke-
0 1 2 3 4
F0 1600 1600 1600 2400 2600
F1 5800 5800 6000 5800 6000

40
F2 3600 3600 8000 8000 8000
F3 8400 8400 8600 11.600 11.600

14000
12000

Viskositas (Cps)
10000
8000 F0
6000 F1
4000
F2
2000
0 F3
0 1 2 3 4
Minggu ke-

Grafik Hubungan Waktu Penyimpanan Terhadap Viskositas


Keterangan :
F0 = Sabun cair cuci tangan tanpa ekstrak etanol daun kemangi
F1 = Sabun cair cuci tangan ekstrak etanol daun kemangi 5%
F2 = Sabun cair cuci tangan ekstrak etanol daun kemangi 5,5%
F3 = Sabun cair cuci tangan ekstrak etanol daun kemangi 6%
Pengujian bobot jenis bertujuan untuk mengetahui kemurnian dari suatu
sediaan sabun. Dari hasil pengujian tersebut rata-rata bobot jenis untuk F1 1,04;
F2 1,05; dan F3 1,03; sehingga formulasi tersebut memenuhi persyaratan bobot
jenis standar SNI berkisar 1,01-1,10 g/mL.

Pada pengamatan tegangan permukaan sabun cair cuci tangan dihasilkan rata-
rata untuk F0 23 dyne/cm, F1 23 dyne/cm, F2 23 dyne/cm dan F3 23 dyne/cm
yang mengandung ekstrak etanol daun kemangi (Ocimum americanum L.)
ternyata hasil yang diperoleh tidak memenuhi syarat SNI dimana syarat SNI
yaitu 27-49 dyne/cm , itu dikarnakan nilai surfaktannya tinggi sehingga nilai
tegangan permukaannya kecil.

Hasil Pengamatan Homogenitas Sediaan Sabun Cair Cuci Tangan Ekstrak Etanol
Daun Kemangi (Ocimum americanum L.) Selama Waktu Penyimpanan

Formula minggu ke-


0 1 2 3 4
F0 H H H H H
F1 H H H H H
F2 H H H H H

41
F3 H H H H H

Hasil Pengujian Bobot Jenis Sediaan Sabun Cair Cuci Tangan yang Mengandung
Ekstrak Etanol Daun Kemangi (Ocimum americanum L.)

Formula Bobot jenis (g/mL) Minggu ke-


0 1 2 3 4
F0 0,98 0,98 1,01 1,01 1,02
F1 1,05 1,05 1,05 1,05 1,06
F2 1,02 1,02 1,02 1,03 1,03
F3 1,02 1,03 1,03 1,03 1,03

1.1
Bobot Jenis (g/ml)

1.05
F0
1
F1
0.95
F2
0.9 F3
0 1 2 3 4
Minggu ke-

Grafik Hubungan Waktu Penyimpanan Terhadap Bobot Jenis

Pengamatan tinggi dan kestabilan busa dengan menggunakan air suling dan air
sadah, dimana tinggi busa pada air suling lebih tinggi dibandingkan dengan air
sadah, yaitu untuk rata-rata tinggi busa pada air biasa pada F0 56,2 mm; F1 57
mm; F2 55 mm dan F3 52 mm, untuk air sadah rata-rata tinggi busa yang
dihasilkan pada F0 12 mm, F1 5 mm , F2 6 mm dan F3 6 mm , formula tersebut
memenuhi persyaratan tinggi busa SNI berkisar 13-220 mm. Dimana tinggi busa
air suling lebih tinggi dibading air sadah, hal itu dikarenakan pada air sadah
terdapat logam- logam berat yang terkandung didalam air tersebut seperti
magnesium karbonat, kalium karbonat dan H2SO4 yang dapat mempengaruhi
tinggi busa yang dihasilkan. (SNI 1992).

Hasil Pengukuran Tinggi dan Kestabilan Busa Sediaan Sabun Cair Cuci Tangan
Ekstrak Etanol Daun Kemangi (Ocimum americanum L.) Pada Air Suling

Formula Tinggi busa (mm) Minggu ke-


0 menit 5 menit

42
0 1 2 3 4 0 1 2 3 4
F0 70 70 80 80 85 50 50 60 65 55
F1 80 80 70 60 60 70 70 55 43 50
F2 70 70 70 60 60 55 55 60 55 45
F3 60 70 60 60 60 50 50 60 55 45

Hasil Pengukuran Tinggi dan Kestabilan Busa Sediaan Sabun Cair Cuci Tangan
Ekstrak Etanol Daun Kemangi (Ocimum americanum L.) Pada Air Sadah

Formula Tinggi busa (mm) Minggu ke-


0 menit 5 menit
0 1 2 3 4 0 1 2 3 4
F0 15 15 10 10 10 15 15 10 10 10
F1 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
F2 5 5 10 5 5 5 5 10 5 5
F3 5 5 10 5 5 5 5 10 5 5

Hasil uji keamanan dan kesukaan terhadap sediaan dilakukan pada 20 orang
sukarelawan sehat dengan waktu 2 x 24 jam setiap hari. Pada pukul 06.00 dan
17.00 hasil menunjukan bahwa sediaan sabun cair cuci tangan yang duji tidak
menimbulkan iritasi pada kulit. Sukarelawan tidak mengalami reaksi panas,
iritasi ataupun rasa gatal pada tangannya setelah penggunaan sediaan ini.

Hasil Uji Keamanan

Hari ke-
Sukarelawan 1 2 3
F0 F1 F2 F3 F0 F1 F2 F3 F0 F1 F2 F3
1 - - - - - - - - - - - -
2 - - - - - - - - - - - -
3 - - - - - - - - - - - -
4 - - - - - - - - - - - -
5 - - - - - - - - - - - -
6 - - - - - - - - - - -
7 - - - - - - - - - - - -
8 - - - - - - - - - - - -
9 - - - - - - - - - - - -
10 - - - - - - - - - - - -
11 - - - - - - - - - - - -
12 - - - - - - - - - - - -
13 - - - - - - - - - - - -
14 - - - - - - - - - - - -
15 - - - - - - - - - - - -
16 - - - - - - - - - - - -

43
17 - - - - - - - - - - - -
18 - - - - - - - - - - - -
19 - - - - - - - - - - - -
20 - - - - - - - - - - - -

Keterangan:
(+) = terjadi iritasi pada kulit tangan
(-) = tidak terjadi iritasi pada kulit tangan

Hasil Uji Kesukaan

Hari ke-
Sukarelawan 1 2 3
F0 F1 F2 F3 F0 F1 F2 F3 F0 F1 F2 F3
1 1 1 2 2 1 1 2 2 1 1 2 2
2 1 2 1 2 1 2 2 2 1 1 2 2
3 2 1 1 2 2 2 1 2 2 1 1 2
4 2 1 1 2 2 2 1 2 2 1 2 2
5 2 1 1 1 2 1 1 1 2 2 1 1
6 2 1 1 1 2 2 2 1 2 1 1 1
7 2 1 2 1 2 2 1 1 2 1 1 1
8 1 1 2 2 1 1 1 2 1 1 1 2
9 1 1 1 2 1 1 2 2 1 1 1 2
10 1 1 1 2 1 2 1 2 1 1 1 2
11 1 2 2 2 1 2 2 2 1 1 1 2
12 1 2 1 2 1 2 2 2 1 1 2 2
13 2 2 1 1 1 2 1 1 2 2 2 2
14 2 1 1 2 2 2 1 2 2 2 1 2
15 2 1 1 1 2 1 1 2 2 2 2 2
16 2 1 1 1 2 1 2 2 2 1 2 1
17 2 1 1 2 2 1 1 1 2 1 1 2
18 2 1 1 2 2 1 1 2 2 1 1 2
19 2 1 1 2 2 1 2 2 2 1 1 2
20 2 1 2 2 2 1 1 2 2 1 1 2

Keterangan :
1 = tidak suka; 2 = tidak suka

4. Kesimpulan

44
Hasil pengujian aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun kemangi (Ocimum
americanum L.) terhadap bakteri Staphylococcus aureus pada konsentrasi 50%
memilki diameter hambat yaitu 17,25 mm; 25% adalah 15,00 mm; dan 12,5%
adalah 16,25 mm; sedangkan untuk bakteri Escherichia coli(E.Coli) pada
konsentrasi 50% memiliki diameter hambat 17,75 mm; 25% adalah 16,35 mm
;dan 12,5% adalah 13,15 mm.

Hasil pengujian koefisien fenol ekstrak etanol daun kemangi (Ocimum


americanum L.) tehadap bakteri Staphylococcus aureus yang menunjukan nilai
koefisien fenol yaitu 5 kalinya.

Dari hasil pembuatan sediaan sabun cair cuci tangan dengan berbagai
konsentrasi ekstrak etanol daun kemngi (Ocimum americanum L.) F3 yang
menunjukan hasil yang baik dan dari hasil evaluasi yang meliputi permeriksaan
organoleptik, pH, viskositas, bobot jenis, tinggi dan kestabilan busa, uji
keamanan dan uji kesukaan memenuhi persyaratan sabun cair standar SNI.
Kecuali untuk tegangan permukaan tidak memenuhi standar SNI.

5. Daftar Pustaka

Maksum Radji, Herman Suryadi dkk, 2007, “Uji Aktivitas Antimikroba Beberapa
Merek Dagang Pembersih Tangan Antiseptik”, Majalah Ilmu Kesehatan
Kefarmasian, vol. IV (1), 1693-9883, Hlm 1.

Siti Fuiziah Noer, 2011 “Pengaruh Kadar Etanol dalam Sediaan Gel Antiseptik
terhadap Pertumbuhan BakteriSalmonella thyposa”, vol 6, 12, Hlm 1.

Sutiyami, Siti Nuryani, “Uji Aktivitas Minyak Atsiri Kemangi(Ocimum Sanctum


L) pada Berbagai Kuman Penyebab Diare”, Tugas Akhir, Jurusan Analis
Kesehatan Poltekes Kemenkes Yogyakarta,Yogyakarta, Hlm 1.

Novita Maylia Eka Cahyani, 2014, Jurnal Kesehatan Masyarakat,“Daun Kemangi


sebagai Alternatif Pembuatan Handsanitaizer”, Hlm 151.

Kun Harismah, Agus Sriyanto, dkk, 2013, “Pemanfaatan Kemangi(Ocimum


Sanctum L) sebagai Substitusi Aroma pada Pembuatan Sabun Herbal
Antioksidan”, Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas
Muhammadiyah, Surakarta, 2013, Hlm 1.

45
Deni Anggraini, Wiwik Sri Rahmides, dkk, 2012, “Formulasi Sabun Cair dari
Ekstrak Batang Nanas (Ananas Comosus L)untuk Mengatasi Jamur Candida
Albicans”, Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Riau, Fakultas Farmasi Universitas
Andalas, Padang, Hlm 1.

Dalimatta, A., S., 2000, “Tanaman Berkhasiat Obat Di Indonesia”, Jilid IV.
Pustaka Lartika, Jakarta.

Djuanda, Adhi, 1987, “Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin”, Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Hlm 3-4, 6-9.

Fera Puspita, 2013,”Formulasi Sediaan Sabun Transparan Antioksidan dari


Ekstrak Etanol Daun Kemangi(Ocimum americanum L)”, Tugas akhir Sarjana
Farmasi, Jurusan Farmasi, FMIPA-Universitas Garut, Garut, Hlm 28-32.

Dirjen POM, 1995, “Materi Medika Indonesia”, Jilid VI, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta, Hlm 72.

Drs. H. Syaifuddin, B., Ac., 1997,”Anatomi Fisiologi”, Edisi 2, Buku Kedokteran,


Jakarta, Hlm 141-143.

Dirjen POM, 1979, “Farmakope Indonesia”, Edisi III, Departemen Kesehatan RI,
Jakarta. Hlm 57, 96, 395, 401, 709, 458.

Olivia H, Weny Wiyono, dkk, 2013,“Pengaruh Basis Salep terhadap Formulasi


Sediaan Salep Ekstrak Daun Kemangi (Ocimum Sanctum L) pada Kulit
Punggung Kelinci yang dibuat Infeksi Staphylococcus aureus”, Pharmacon
Jurnal Ilmiah Farmasi, Vol.2 (02), Hlm 28.

Satrias Apgar, 2010, “Formulasi Sabun Mandi Cair yang Mengandung Gel Daun
Lidah Buaya (Aloe vera L.)Webb) dengan Basis Virginia Coconut Oil (VCO)”,
Tugas Akhir Sarjana Farmasi, Jurusan Farmasi, FMIPA-Universitas Islam
Bandung, Bandung, Hlm 14,15.

46
Isolasi Senyawa Fenolat Dari Ekstrak Metanol Daging Buah Asam Paya
(Eleiodoxa Conferta (Griff.) Burret.)

Ardi Rustamsyah

Abstrak

Telah dilakukan isolasi senyawa fenolat dari daging buah asam paya
(Eleiodoxa conferta (Griff.) Burret.). Simplisia daging buah asam paya
(Eleiodoxa conferta (Griff.) Burret.) diekstraksi dengan cara maserasi
menggunakan pelarut metanol. Penapisan fitokimia serbuk simplisia dan
ekstrak metanol daging buah asam paya menunjukan adanya senyawa
flavonoid, alkaloid, saponin, tanin, kuinon, dan steroid/triterpenoid. Ekstrak
metanol difraksinasi menggunakan ekstraksi cair-cair dengan n-heksan dan
etil asetat sebagai pelarut sehingga didapat 3 fraksi. Dari subfraksi etil
asetat dilakukan kromatografi cair vakum didapat 21 fraksi. Fraksi
11dan13digabung dan dimurnikan menggunakan metode kromatografi
lapis tipis preparatif dan didapat isolate A. Isolat A diuji kemurnian
menggunakan kromatografi dengan 3 pengembang tunggal serta
kromatografi lapis tipis 2 dimensi. Isolat A diidentifikasi dan dikarakterisasi
menggunakan spektrofotometri uv-vis dan kromatografi lapis tipis 2
dimensi. Isolat A dalam EtOH memiliki panjang gelombang maksimum 265
nm, dalam EtOH dengan penambahan NaOH terjadi peningkatan panjang
gelombang maksimum menjadi 272 nm. Pemeriksaan kromatografi lapis
tipis dua dimensi isolat A menggunakan pengembang 1 asam asetat :

47
kloroform (1 : 9) menunjukkan hasil HRf 53dan pengambang 2 etil asetat :
benzen (9 : 11) menunjukkan hasil HRf 83. Berdasarkan hasil tersebut isolat
A diduga senyawa fenolat yaitu asam p-hidroksibenzoat.

Kata kunci : Asam paya, senyawa fenolat, isolasi, spektrofotometri uv-vis,


Asam p-hidroksibenzoat

1. Pendahuluan

Pada saat ini masyarakat Indonesia banyak memilih obat tradisional sebagai
suatu alternatif dalam pengobatan penyakit. Hal ini dikarenakan masyarakat
berfikir bahwa obat tradisional mempunyai efek samping yang kecil, meskipun
aktivitas yang ditunjukkan tidak terlalu signifikan dan berlangsung lama. Akan
tetapi, meningkatnya keinginan masyarakat menggunakan bahan alam dengan
adanya tren “kembali ke alam” tidak diimbangi dengan pengetahuan
masyarakat dalam pemanfaatan tumbuhan alam ini sehingga bahan alam ini
belum dapat diberdayakan secara maksimal. Hal ini merupakan warisan secara
turun-temurun, bagian yang dapat digunakan untuk pengobatan tradisional
bermacam-macam, yaitu buah, daun, kulit, batang, akar dan bunga. Oleh karena
itu, untuk mengetahui bahwa suatu tumbuhan yang digunakan di masyarakat
sebagai obat maka dilakukan berbagai penelitian, baik dari segi fitofarmakologi
maupun dari segi fitokimia.

Asam paya (Eleiodoxa conferta) termasuk dalam kelompok Palmae, suku


Arecaceae yang banyak digunakan secara tradisional sebagai obat sariawan dan
digunakan masyarakat sebagai pemberi rasa asam dalam masakan serta
tumbuh tersebar di Bangka, Lampung, Riau, Sumatera Selatan, dan Kalimantan
Timur (1,2).

Asam paya (Eleiodoxa conferta) banyak tumbuh liar di hutan di sekitar mata air
dan rawa di Bangka. Kerabat salak itu adaptif di lahan berkadar air tinggi.
Anggota keluarga Arecaceae itu biasa tumbuh berdampingan dengan nipah,
pandan, dan sagu. Sebetulnya asam paya (Eleiodoxa conferta) juga tersebar di
Sumatera (Lampung, Sumatera Selatan, dan Riau) serta Kalimantan (Kalimantan
Timur). Di Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, asam paya (Eleiodoxa conferta)
dipakai untuk campuran sambal terasi. Di Kalimantan Timur asam paya

48
(Eleiodoxa conferta) diolah sebagai manisan seperti di Bangka. Sedangkan di
Jawa, buah itu tak populer (2).

Penelitian mengenai daging buah asam paya (Eleiodoxa conferta) ini belum
banyak dilakukan secara mendalam, terutama kandungan fenoliknya. Oleh
karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengisolasi golongan
senyawa fenolik dari ekstrak metanol daging buah asam paya (Eleiodoxa
conferta).

2. Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan langkah-langkah meliputi penyiapan bahan,


pemeriksaan karakteristik simplisia, penapisan fitokimia, ekstraksi, pemisahan,
dan karakterisasi isolat. Pertama-tama dilakukan penyiapan bahan dengan
menentukan bagian tumbuhan yang akan digunakan, determinasi,
pengumpulan bahan, pengolahan bahan menjadi simplisia, yang terdiri dari
sortasi basah, pencucian, perajangan, pengeringan pada suhu kamar, sortasi
kering, penghalusan menjadi simplisia serta penyimpanannya, dan karakteristik
simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik, penetapan kadar
abu, penetapan kadar abu larut air, penetapan kadar abu tidak larut asam,
penetapan susut pengeringan, penetapan kadar air, penetapan kadar sari larut
dalam air, penetapan kadar sari larut dalam etanol, penetapan dilakukan
menurut metode Materia Medika Indonesia (10) (11).

Setelah penyiapan simplisia, tahapan selanjutnya penapisan fitokimia dilakukan


untuk pemeriksaan awal untuk menduga keadaan suatu golongan senyawa
kimia yang berada dalam simplisia, yang meliputi pemeriksaan kandungan
alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, kuinon, steroid/dan terpenoid (10). Metode
ekstraksi yang digunakan ialah maserasi dingin menggunakan pelarut metanol
selama 3 x 24 jam, kemudian ekstrak yang diperoleh disaring sehingga
menghasilkan filtrat, setelah itu filtrat dipekatkan dengan rotary vacuum
evaporator didapat ekstrak kental metanol.

Ekstrak kental metanol dilakukan penapisan fitokimia kembali yang dilakukan


secara bertahap mulai dari pemeriksaan golongan alkaloid, flavonoid, tanin,
saponin, dan steroid/terpenoid. Ekstrak metanol yang telah dipekatkan
difraksinasi berturut-turut dengan n-heksan dan etil asetat, sehingga diperoleh

49
fraksi n-heksan, etil asetat dan metanol sisa. Masing-masing fraksi yang
diperoleh kemudian dipekatkan dengan cara penguapan menggunakan alat
rotary vacuum evaporator. Fraksi n-heksan dan etil asetat yang telah dipekatkan
dipantau dengan menggunakan kromatografi lapis tipis analitik menggunakan
penampak bercak sitroborat dan diperiksa dibawah sinar ultraviolet.

Pemisahan fraksi etil asetat dilakukan dengan metode kromatografi cair vakum
dengan menggunakan pengembang diklorometan-metanol dengan
perbandingan 9:1. Pemeriksaan dan identifikasi senyawa dari setiap fraksi yang
diperoleh dilakukan dengan kromatografi lapis tipis analitik. Fraksi yang diduga
mengandung senyawa yang sama disatukan.

Pemurnian dilakukan dengan cara kromatografi lapis tipis preparatif dengan


komposisi pengembang yang telah dioptimasi. Identifikasi hasil pemurnian
dilakukan secara kromatografi lapis tipis dua dimensi dan isolat yang didapat
dikarakterisasi dan diidentifikasi dengan Spektrofotometri ultraviolet-tampak.

3. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Pada penelitian ini menggunakan daging buah asam paya (Eleiodoxa conferta
(Griff.) Burret.) yang diperoleh dari Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat.
Bahan yang telah dikumpulkan dipastikan identitasnya dengan melakukan
determinasi tumbuhan di Laboratorium Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Tanjung Pura Pontianak yang menunjukkan
bahwa tumbuhan ini termasuk famili Arecaceae dan spesies Eleiodoxa conferta
(Griff.) Burret.

Sebelumnya dilakukan proses pengeringan, tanaman yang akan dibuat simplisia


harus melalui beberapa tahapan dimulai dari pengumpulan bahan baku hingga
proses pengeringan. Bagian tanaman yang digunakan adalah buah. Setelah
dilakukan pengumpulan buah maka dilakukan sortasi basah yang bertujuan
untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan asing lainnya dari bahan
simplisia. Selanjutnya buah dicuci di air mengalir, hal ini dilakukan untuk
menghilangkan tanah atau pengotor lain yang menempel pada buah. Buah
kemudian dikeringkan yang bertujuan untuk mendapatkan simplisia yang tidak
mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama.

Simplisia yang diperoleh kemudian dilakukan pemeriksaan. Pemeriksaan


karakteristik dari simplisia ini bertujuan untuk spesifikasi dari simplisia yang
diteliti. Hasil dapat dilihat pada tabel dibawah

50
Hasil Pemeriksaan Karakteristik Simplisia

No. Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan (%)


1 Kadar Abu Total 6
2 Kadar Abu Larut Dalam Air 2,5
3 Kadar Abu Tidak Larut Asam 2
4 Susut Pengeringan 3,75
5 Kadar Sari Larut Air 5,5
6 Kadar Sari Larut Etanol 5

Pada penapisan fitokimia serbuk simplisia daging buah asam paya menunjukkan
adanya kandungan golongan senyawa kimia yaitu flavonoid, alkaloid, saponin,
tanin, kuinon dan steroid/triterpenoid. Tabel dapat dilihat pada tabel di bawah

Hasil Pemeriksaan Penapisan Fitokimia Ekstrak Metanol Daging Buah Asam


Paya

No. Golongan Senyawa Simplisia Ekstrak MeOH

1 Alkaloid + +
2 Flavonoid + +
3 Saponin + +
4 Tanin + +
5 Kuinon + +
6 Steroid/Triterpenoid + +

Pembuatan ekstrak yang dilakukan dalam penelitian ini dengan cara ekstraksi
dingin yaitu dengan cara maserasi selama 3 x 24 jam menggunakan pelarut
metanol. Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pekerjaan
dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah dipisahkan. Sebelum
dilakukan proses maserasi, simplisia diserbukan terlebih dahulu dengan maksud
agar mempermudah penyerapan pelarut karena semakin luas permukaan
simplisia sehingga penetrasi pelarut kedalam membran sel/berinteraksi dengan
simplisia semakin mudah. Selama proses maserasi, pada maserat sesekali
dilakukan pengadukan dengan maksud mengoptimalkan proses penyarian.

Jumlah serbuk simplisia yang dimaserasi sebanyak 1000 g, dan jumlah pelarut
yang digunakan sebanyak 8 L. Hasil maserasi dikumpulkan dan diuapkan
pelarutnya dengan menggunakan rotary vacuum evaporatory sehingga
diperoleh ekstrak pekat metanol. Ekstrak pekat metanol yang didapat dilakukan
pemeriksaan penapisan fitokimia dan hasil pemeriksaan tersebut menunjukkan

51
adanya kandungan golongan senyawa kimia yaitu flavonoid, alkaloid, saponin,
tanin, kuinon dan steroid/triterpenoid.

Selanjutnya dilakukan proses fraksinasi menggunakan metode ekstraksi cair-


cair. Ekstraksi pekat metanol dilarutkan dalam air panas. Tujuannya ialah untuk
menghilangkan klorofil yang terdapat dalam ekstrak metanol. Pelarut yang
digunakan pada ekstraksi cair-cair menggunakan pelarut dengan kepolaran yang
meningkat yaitu pelarut n-heksan dan etil asetat. Kemudian masing-masing
fraksi n-heksan dan etil asetat yang dipekatkan dengan menggunakan rotary
vacuum evaporatory sehingga diperoleh 2,7 g fraksi pekat n-heksan dan 3,4 g
fraksi pekat etil asetat. Masing-masing fraksi diperiksa dengan metode KLT, hasil
yang diperoleh fraksi etil asetat yang positif mengandung fenol.

Hasil Kromatogram Masing-Masing Fraksi

F1 F2 F3 F1 F2 F3 F1 F2 F3
Gambar Kromatogram fraksi ekstrak kental metanol daging buah asam paya,
n-heksan, etil asetat : (A) dibawah UV 254 ; (B) dibawah UV 366 ; (C) dibawah
UV 366 setelah disemprot penampak bercak sitroborat.

Keterangan :
Fase Gerak = Diklorometan : Metanol (9:1)
Fase Diam = Silika Gel GF254
F1 = Ekstrak Kental Metanol Daging Buah Asam Paya
F2 = Fraksi N-Heksan
F3 = Fraksi Etil asetat

52
Tahap pemeriksaan selanjutnya dilakukan dengan metode kromatografi cair
vakum dengan menggunakan sistem landai n-heksan-etil asetat-metanol dengan
perbandingan pelarut. Dari hasil kromatografi cair vakum tersebut diperoleh 21
fraksi, kemudian masing-masing fraksi diuapkan. Setiap fraksi dikromatografi
lapis tipis dengan fase diam silika gel GF254, fase gerak diklorometan-metanol
(9:1), penampak bercak sinar UV 254 nm dan 366 nm, dan sitroborat. Fraksi
yang memiliki kromatografi yang sama digabungkan yaitu fraksi 11-13.
Selanjutnya fraksi gabungan dilakukan pemurnian dengan menggunakan
kromatografi lapis tipis preparatif dengan fase diam silika gel GF 254, fase gerak
diklorometan-metanol (9:1), dipantau di sinar UV 254, UV 366, dan
menggunakan penampak bercak sitroborat. Dari kromatografi lapis tipis
preparatif menghasilkan 3 pita, hanya pita 1 yang menunjukan bercak tajam
dominan kuning. Isolat yang diperoleh yaitu isolat A, kemudian dilakukan
pemeriksaan kemurnian dengan kromatografi lapis tipis tiga pengembang beda
dan dua dimensi. Pada kromatografi lapis tipis tiga pengembang berbeda
digunakan pengembang diklorometan : metanol (4 : 250 µl), etil asetat :
metanol (9 : 250 µl) dan toluen : aseton (9 : 1), sedangkan pada dua dimensi
digunakan pengembang etil asetat : n-heksan (9:500µl) dan etil asetat : metanol
(9:500µl) dengan penampak bercak H2SO4. Isolat A kemudian dikarakteristik
menggunakan kromatografi lapis tipis dua dimensi dan menggunakan
spektrofotometri ultraviolet.

Hasil Kromatogram Fraksi-Fraksi Kcv

F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8 F9 F10

(B) (C)

F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8 F9 F10 F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8 F9 F10

53
Gambar Kromatogram fraksi-fraksi kromatografi cair vakum : (A) dibawah UV
254 ; (B) dibawah UV 366 ; (C) dibawah UV 366 setelah disemprot penampak
bercak sitroborat.

Keterangan :
Fase Gerak = Diklorometan : Metanol (9:1)
Fase Diam = Silika Gel GF254
F1 = Fraksi Etil Asetat
F2 = Fraksi 5
F3 = Fraksi 7
F4 = Fraksi 9
F5 = Fraksi 11
F6 = Fraksi 13
F7 = Fraksi 15
F8 = Fraksi 17
F9 = Fraksi 19
F10 = Fraksi 21

Hasil Kromatogram Preparatif Fraksi Gabungan

(A) (B)

Pita 3

54
Pita 2
Pita 1
(C)
Gambar Kromatogram preparatif fraksi gabungan : (A) dibawah UV 254 ; (B)
dibawah UV 366 ; (C) dibawah UV 366 setelah disemprot penampak bercak
sitroborat.

Keterangan :
Fase gerak = Diklorometan : Metanol (9:1)
Fase diam = TLC Silika gel 60 F254

Hasil pemeriksaan kromatografi lapis tipis dua dimensi pada isolat A dengan
menggunakan pengembang 1 asam asetat : kloroform (1:9) dan pengembang 2
etil asetat : benzen (9:11), kemudian dibandingkan dengan data pustaka dan
didapatkan hasil yang diduga golongan fenol sederhana yaitu asam p-
hidroksibenzoat (13). Hal ini diperkuat dengan hasil KLT Rf (x 100) dalam
pengembang asam asetat : kloroform (1:9) didapatkan Rf 0,53 dan dalam
pengembang etil asetat : benzen (9:11) didapatkan Rf 0,83 serta hasil
spektrofotometri UV untuk isolat A dalam EtOH memiliki panjang gelombang
maksimum yaitu 265 nm, dalam EtOH dengan penambahan NaOH terjadi
kenaikan. Menurut Harborne hasil identifikasi dengan kromatografi lapis tipis
dua dimensi, KLT Rf (x100) dan spektrofotometri UV menunjukkan isolat A
merupakan golongan fenol sederhana yang diduga senyawa asam p-
hidroksibenzoat (13).

HASIL SPEKTRUM ISOLAT A

55
Gambar Spektrum ultraviolet isolat A dengan penambahan EtOH

Gambar Spektrum ultraviolet isolat A dengan penambahan EtOH dan


penambahan NaOH

4. Kesimpulan

Penapisan fitokimia pada serbuk simplisia dan ekstrak metanol daging buah
asam paya menunjukan adanya flavonoid, alkaloid, saponin, tanin, kuinon,
steroid/triterpenoid.
Dari fraksi etil asetat berhasil diisolasi satu senyawa yang termasuk golongan
fenol sederhana yaitu senyawa asam p-hidroksibenzoat.
5. Daftar Pustaka

Afriani Sari, Idiawati Nora,Dkk., 2014, “Uji Aktivitas Antioksidan Daging Buah
Asam Paya (Eleiodoxa conferta Burret)”, JKK, Vol.3,
No.1,Pontianak,http://jurnal.untan.ac.id/index.php/jkkmipa/article/view/6003,
Diakses tanggal 27 Desember 2014.

Roswati Sri, 2014, “Buah Langka Indonesia, Coba dan Rasakan Sensasinya
(Bagian 2)”,http://www.tempokini.com/2014/08/buah-langka-indonesia-coba-
dan-rasakansensasinya-bagian-2/.html, Diakses tanggal 27 Desember 2014.

Mukarlina,2015,“DeterminasiTumbuhan”,No.005/A/LB/FMIPA/UNTAN/2015,Fa
kultasMatematikaDanPengetahuan Alam, Universitas Tanjungpura, Pontianak.

Lim, T.K., 2012, “Edible Medicinal and Non-Medicinal Plants:Vol.1


Fruits”,Springer, New York, London, Hlm. 70-75.

56
Ansel, Howard C., 1989, “Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi”,Edisi IV,
Diterjemahkan oleh Farida Ibrahim, UI-Press, Jakarta, Hlm. 607-608.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1986, “Sediaan Galenik”, Depkes


RI, Jakarta, Hlm. 50-55.

Heinrich, M., Barnes, J.,Dkk.,2010, “Farmakognosi dan Fitoterapi”, EGC, Jakarta,


Hlm. 82-123.

Harborne, J.B., 1996, “Metode Fitokimia”, Terjemahan Kosasih Padmawinata &


Iwang Soediro, ITB, Bandung, Hlm. 4-147.

Soediro, I., Dkk., 1983, “Isolasi Rutin dari Beberapa Tumbuhan di Indonesia”,
Laporan Penelitian No. 7614284 DIP-ITB Tahun 1983-1984, Bandung, Hlm. 5-37.

Ditjen POM, 1995, “Materia Medika Indonesia”, Jilid V, Departemen Kesehatan


Republik Indonesia, Jakarta, Hlm.429-433, 536-540.

Maskan, Doni, 2005, “Pemeriksaan Flavonoid dan Asam Fenolat Herba Tempuh
Wiyang (Emilia sonchifolia (L.) DC.)”, Tugas Akhir Sarjana Farmasi
FMIPAUniversitas Garut,Garut, Hlm. 21-24.

Ditjen POM, 1980,“Materia Medika Indonesia”, Jilid IV, Departemen Kesehatan


Republik Indonesia, Jakarta, Hlm. 210-213.

Harbone, J. B., 1987, “Metode Fitokimia”, Penerbit ITB, Bandung,Hlm. 123-234.

Ditjen POM,“Parameter Standar Umum Ekstrak Tanaman Obat”,Cetakan


Pertama, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Hlm. 13-38.

57
Markham, K. R., 1988, “Cara Mengidentifikasi Flavonoid”, Terjemahan Kosasih
Padmawinata, Penerbit ITB, Bandung, Hlm. 15-53.

Gritter, 1991, “Pengantar Kromatografi”, Terjemahanoleh Padmawinata, Edisi


III, Institut Teknologi Bandung, Bandung, Hlm. 157-163.

UJI AKTIVITAS ANTIDIARE EKSTRAK ETANOL DAUN SENDOK (Plantago


mayor L.) PADA MENCIT JANTAN GALUR SWISS WEBSTER

Deden Winda Suwandi

Abstrak

Telah dilakukan pengujian aktivitas antidiare ekstrak etanol 70% daun


sendok (Plantago mayor L.)dengan metode proteksi terhadap diare oleh
oleum ricini dan metode transit intestinal terhadap mencit jantan galur
Swiss Webster. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan metode
pengujian aktivitas antidiare dengan oleum ricini sebagai induktor diare,
ekstrak etanol daun sendok dosis 50; 100;dan 200 mg/kgbb memiliki
aktivitas sebagai antidiare dengan menurunkan bobot feses dan frekuensi
defekasi, memperbaiki konsistensi feses, mengurangi lamanya diare yang
berbeda bermakna terhadap kontrol positif (p<0,05); serta menekan waktu
muncul diare walaupun tidak berbeda bermakna terhadap kontrol positif;
jugadisertai kecenderungan penekanan gerakan peristaltik usus pada dosis
200 mg/kg bb.

Kata kunci : antidiare, daun sendok, metode proteksi diare, metode transit
Intestinal

58
1. Pendahuluan

Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan feses berbentuk cairan atau
setengah cairan (setengah padat), kandungan air feses lebih banyak dari
biasanya yaitu lebih dari 200 gram atau 200 mL/24 jam. Buang air besar encer
dengan atau tanpa darah atau lender, dapat pula disertai frekuensi defekasi
yang meningkat (1).

Diare dapat bersifat akut atau kronis, dan penyebabnya bermacam-macam.


Diare akut dapat disebabkan oleh infeksi dengan bakteri seperti Escherichia coli,
Shigella sp., Vibrio cholera, virus, amuba seperti Entamoeba histolytica, Giardia
lamblia, dapat pula disebabkan oleh toksin bakteri seperti Staphylococcus
aureus, Clostridium welchii yang mencemari makanan. Sedangkan diare kronis
mungkin berkaitan dengan berbagai gangguan gastrointestinal. Ada pula diare
yang berlatar belakang kelainan psikosomatik, alergi oleh makanan atau obat-
obat tertentu, kelainan pada sistem endokrin dan metabolisme, kekurangan
vitamin dan sebagai akibat radiasi (2).

Diare yang berkepanjangan sangat melemahkan penderitanya karena tubuhnya


kehilangan banyak energi cairan dan elektrolit tubuh, sehingga memerlukan
terapi pengganti dengan cairan dan elektrolit serta kalori, obat antibakteri atau
antiamuba tergantung penyebab diare, maupun obat-obat lain yang bekerja
memperlambat peristaltik usus, menghilangkan spasme dan nyeri, atau
menenangkan (2).

Bersamaan dengan makin tingginya insidensi diare dalam masyarakat, maka


banyak dilakukan upaya-upaya pengobatan diare. Sampai sekarang, pengobatan
antidiare baik yang tradisional maupun kimia telah banyak dikembangkan.

Masyarakat di Indonesia sendiri, terutama masyarakat golongan menengah


kebawah, lebih sering mengatasi diare ini dengan berbagai macam tanaman
obat. Dibandingkan obat kimia, obat herbal memiliki beberapa keuntungan
yaitu lebih murah, efek sampingnya lebih minimal, dan memiliki lebih banyak
manfaat.

Daun sendok atau daun urat (Plantago mayor L.) merupakan tanaman obat yang
digunakan oleh masyarakat sebagai obat yang mengatasi keluhan-keluhan
penyakit tertentu seperti luka (bengkak), kencing manis, kencing batu, ginjal dan
empedu berbatu. Pemakaian empirik dari daun sendok antara lain adalah untuk
nyeri perut dan disentri. Di dalam daun sendok terkandung zat-zat seperti
alkaloid (kalium alkaloid yang tidak beracun), lendir dengan asam D-

59
galakturonat, pluntagon, glikosida aukobin, invertin, enzim emulsin, vitamin C,
tanin, minyak lemak, asam sitrat (3).

Pada penelitian sebelumnya dilakukan pengujian efek antidiare dari ekstrak


etanol 50% daun sendok (Plantago mayor L.) terhadap tikus dengan dosis 1
(50mg/100gbb), dan dosis 2 (150mg/100gbb), sebagai pembanding digunakan
loperamid dosis 0,12 mg/100gbb. Hasil percobaan menunjukan bahwa efek
antidiare ekstrak daun sendok baik dosis 50 mg/100 gbb, maupun 150 mg/100
gbb tidak ada beda nyata terhadap pembanding loperamid dosis 0,12 mg/100
gbb (3).

Berdasarkan latar belakang tersebut, masalah yang dapat diidentifikasikan


adalah apakah ekstrak etanol 70% daun sendok (Plantago mayor L.) memiliki
efek antidiare. Penelitian ini bertujuan untuk menguji aktivitas antidiare dari
berbagai dosis ekstrak etanol 70% daun sendok (Plantago mayor L.) terhadap
mencit jantan galur Swiss Webster dan untuk mengetahui berapa dosis efektif
ekstrak etanol 70% daun sendok yang digunakan sebagai antidiare.

Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode proteksi
terhadap diare yang diinduksi oleum ricini dan metode transit intestinal yang
dapat digunakan untuk mengevaluasi aktivitas obat antidiare berdasarkan
pengaruh jarak rasio usus yang ditempuh oleh suatu marker pada waktu
tertentu terhadap panjang usus keseluruhan pada hewan percobaan (2).

Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi terhadap


masyarakat tentang aktivitas antidiare daun sendok (Plantago mayor L.) sehinga
penggunaannya dapat dibuktikan secara ilmiah.

2. Metode Penelitian

Penelitian diawali dengan pengumpulan tanaman uji, penyiapan simplisia,


determinasi tanaman, karakterisasi simplisia dan penapisan fitokimia, serta
pembuatan sediaan uji berupa ekstrak etanol 70% daun sendok (Plantago
mayor L.) lalu dilakukan perhitungan dosis yang digunakan pengujian efek.
Pengujian aktivitas antidiare ekstrak etanol 70% daun sendok (Plantago mayor
L.) pada mencit jantan putih galur Swiss Webster dilakukan dengan
menggunakan metode proteksi terhadap diare yang diinduksi oleh oleum ricini
dan metode transit intestinal. Uji metode proteksi dilakukan pada mencit
dengan oleum ricini sebagai induktor diare. Efek antidiare dievaluasi
berdasarkan parameter waktu muncul diare, konsistensi feses, frekuensi
defekasi, bobot feses, dan lamanya diare. Kemudian dilanjutkan dengan metode

60
transit intestinal untuk melihat mekanisme kerja antidiare terhadap gerakan
peristaltik usus, berdasarkan pengaruh pada rasio jarak usus yang ditempuh
oleh suatu marker dalam waktu tertentu terhadap panjang usus keseluruhan
pada hewan percobaan. Keberhasilan pengujian ditandai dengan adanya
penurunan bobot feses dan frekuensi defekasi, peningkatan konsistensi feses
serta waktu muncul diare yang lambat dan lama waktu diare yang cepat. Jika
efek antidiare menunjukkan efek positif. Data yang diperoleh diolah secara
statistik dengan metode ANAVA dan uji lanjut LSD (Least Significant Differences)
untuk menilai bahwa antar kelompok kontrol dan kelompok uji ada perbedaan
bermakna, sehingga dapat disimpulkan adanya aktivitas obat uji (2,4).

3. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Pada penelitian ini digunakan daun sendok(Plantago mayor L.) yang didapat dari
Kecamatan Leles Kabupaten Garut sebagai tumbuhan uji, karena berdasarkan
pengalaman empirik dan studi beberapa pustaka serta penelitian sebelumnya,
tanaman ini memiliki khasiat sebagai antidiare.
Tumbuhan yang digunakan pada penelitian ini dideterminasi terlebih dahulu di
Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati (SITH) Institut Teknologi Bandung. Hasil
determinasi (dapat dilihat pada Lampiran 2) tanaman menunjukkan bahwa
klasifikasi dari tanaman daun sendok ini berasal daridivisi Magnoliophyta, kelas
Magnoliopsida (Dicots), anak kelas Asteridae, bangsa Plantaginales, familia
Plantaginaceae, spesies Plantago major L, sinonim Plantago hasskarlii Decne.
Nama umum great plantain, nipple grass (Inggris), daun urat, daun sendok
(Indonesia), ki urat (Sunda).

Pengolahan bahan daun sendok menjadi simplisia, meliputi sortasi basah


bertujuan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing lain,
pencucian bertujuan untuk menghilangkan tanah dan pengotor lain yang
melekat pada bahan simplisia, pengeringan simplisia dilakukan dengan cara
diangin-anginkan tidak kontak langsung dengan sinar matahari agar kandungan
zat aktif yang terkandung pada daun tidak rusak, sortasi kering bertujuan untuk
memisahkan simplisia yang kualitasnya kurang baik akibat proses pengeringan,
penyimpanan dan penggilingan menjadi serbuk dengan menggunakan blender
(13).

Hasil Penapisan Fitokimia Simplisia dan Ekstrak Etanol 70% Daun sendok
(Plantago mayor L.)

Hasil
No Pemeriksaan Simplisia Ekstrak

61
1 Alkaloid + +
2 Flavonoid + +
3 Saponin + +
4 Tannin + +
5 Kuinon - -
6 Steroid/triterpenoid + +

Keterangan : (+) = Terdeteksi


(-) = Tidak terdeteksi

Hasil penapisan fitokimia terhadap simplisia dan ekstrak daun sendok


menunjukkan bahwa simplisia dan ekstrak daun sendok mengandung alkaloid,
flavonoid, saponin, tanin galat/katekat, steroid/triterpenoid. Senyawa tanin
berdasarkan pustaka telah diketahui memiliki khasiat sebagai adstringen, yaitu
dapat merapatkan dan menciutkan selaput lendir usus lebih tahan terhadap
rangsangan senyawa kimia sehingga meringankan atau mengobati, flavonoid
dapat menghambat mortilitas usus sehingga mengurangi sekresi dan elektrolit,
sedangkan steroid yang terdapat dalam daun sendok dapat meningkatka
nabsopsi air dan elektrolit dalam usus sehingga mengakibatkan absorpsi air dan
elektrolit dalam usus menjadi normal kembali (3).

Hasil Pemeriksaan Karakteristik Simplisia Daun Sendok (Plantago mayor L.)

No. Pemeriksaan Kadar (%) Standar MMI (%)


1 Kadar air 6 -
2 Kadar abu total 7,6 Tidak lebih dari 15
3 Kadar abu tidak larut asam 0,4 Tidak lebih dari 0,4
4 Kadar abu larut air 2,6 -
5 Kadar sari larut air 32,7 Tidak kurang dari 30
6 Kadar sari larut etanol 9,9 Tidak kurang dari 4
7 Susut pengeringan 8,5 -

Hasil pemeriksaan karakteristik simplisia daun sendokdiperoleh kadar air


sebesar 6%; kadar abu total 7,6%; kadar abu tidak larut asam 0,4%;kadar abu
larut air 2,6%; kadar sari larut air 32,7%; kadar sari larut etanol 9,9%; dan susut
pengeringan 8,5%. Berdasarkan hasil tersebut untuk kadar abu total, kadar abu
tidak larut asam, kadar sari larut air dan kadar sari larut etanol dinyatakan
memenuhi persyaratan MMI yaitu kadar abu total tidak lebih dari 15% (7,6%)
kadar abu tidak larut asam tidak lebih dari 0,4% (0,4%) kadar sari larut air tidak
kurang dari 30% (32,7%) dan kadar sari larut etanol tidak kurang dari 4% (9,9%).

62
Secara umum karakterisasi simplisia dilakukan untuk menentukan apakah
simplisia yang digunakan memenuhi standar yang berlaku atau tidak (14).

Pembuatan ekstrak dilakukan dengan cara maserasi untuk menjaga supayazat


aktif yang terdapat di dalam tanaman tidak terurai atau rusak oleh proses
pemanasan karena belum diketahui ada atau tidaknya zat yang tidak tahan
panas. Ekstraksi yang dilakukan menggunkan pelarut etanol karena pelarut ini
universal dapat menarik senyawa-senyawa polar maupun non-polar (15).
Selanjutnyahasilmaserasi yang didapatdipekatkandengan alat penguap vakum
putar hingga diperoleh ekstrak. Lalu dikeringkan dalam cawan penguap hingga
didapat ekstrak etanol kental dengan bobot sebanyak 16,75 gram sehingga
didapat rendemen ekstrak sebanyak 16,75%.

Pada penelitian sebelumnya dilakukan pengujian efek anti diare dari ekstrak
etanol 50% daun sendok (Plantago mayor L.) terhadap tikus dengan dosis1
(50mg/100gbb), dan dosis 2 (150mg/100gbb), sebagai pembanding digunakan
loperamid dosis 0,12 mg/100gbb. Hasil percobaan menunjukan bahwa efek
antidiare ekstrak daun sendok baik dosis 50 mg/100 gbb, maupun 150 mg/100
gbb tidak ada bedanya terhadap pembanding loperamid dosis 0,12 mg/100 gbb
(3).
Oleum ricini digunakan sebagai induktor diare karena oleum ricini dapat
meningkatkan gerak peristaltik usus sehingga terjadi diare. setelah satu jam
pemberian sediaan uji ekstrak daun sendok dan untuk pembanding diberikan
loperamid HCl,lalu diberikan oleum ricini secara oral kepada hewan percobaan.
Pada uji aktivitas antidiare ini, digunakan metode proteksi terhadap diare yang
diinduksi oleh oleum ricini dan metode transit intestinal. Metode proteksi
terhadap diare yang diinduksi oleh oleum ricini bertujuan untuk mengetahui
kemampuan ekstrak daun sendok dalam menghambat diare pada mencit yang
diinduksi oleum ricini. Parameter yang diamati pada metode induksi oleum ricini
yaitu bobot feses, frekuensi defekasi, konsistensi feses, waktu muncul diare, dan
lama diare dimana kelompok uji dapat dikatakan positif memiliki efek antidiare
jika terjadi penurunan bobot feses dan frekuensi defekasi, peningkatan
konsistensi feses serta waktu muncul diare yang lambat dan lama waktu diare
yang cepat. Metode transit intestinal digunakan untuk mengevaluasi aktivitas
obat antidiare apakah berkaitan dengan gerak peristaltik usus atau tidak,
berdasarkan pengaruh ekstrak daun sendok terhadap rasio jarak usus yang
ditempuh marker dalam waktu tertentu dalam panjang usus keseluruhan pada
mencit. Marker yang digunakan yaitu karbon aktif. Pada metode transit
intestinal parameter yang diamati yaitu panjang usus mencit yang dilalui karbon
aktif yang kemudian dibandingkan terhadap panjang usus mencit keseluruhan
(2,4).

63
Pemberian Loperamid HCl pada mencit sebanyak 4 mg/70kgbb menunjukkan
efek antidiare dilihat dari penurunan bobot feses dan frekuensi defekasi,
peningkatan konsistensi feses serta waktu muncul diare yang lambat dan lama
waktu diare yang cepat yang berbeda bermakna terhadap kontrol positif (p<0,05).
Hal ini menunjukkan bahwa metode yang digunakan dalam penelitian ini valid.

Selanjutnya pengujian aktivitas antidiare dari ekstrak etanol daun sendok


dilakukan dengan dosis 50 mg/kg bb, 100 mg/kg bb dan 200 mg/kg bb. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun sendok dosis 50 mg/kg bb,
100 mg/kg bb dan 200 mg/kg bb memiliki aktivitas antidiare dengan penurunan
bobot feses dan frekuensi defekasi, peningkatan konsistensi feses serta waktu
muncul diare yang lambat dan lama waktu diare yang cepat yang berbeda
bermakna terhadap kontrol positif (p<0,05).

Pada kelompok dosis 1 (50mg/kg bb mencit) pengamatan menunjukkan


penurunan bobot feses, berbeda bermakna terhadap kontrol positif (p<0,05)pada
menit ke 30-60, 180-210;penurunan frekuensi defekasi, berbeda bermakna
terhadap kontrol positif (p<0,05)pada menit ke30-60, 150-180, 210-240, 270-
300;serta peningkatan konsistensi feses, berbeda bermakna secara statistik
dibanding kelompok kontrol positif (p<0,05) pada menit ke 30-60,150-180, 180-
210, 240-270.

Pada kelompok dosis II(100mg/kg bb mencit) pengamatan menunjukkan


penurunanbobot feses , berbeda bermakna terhadap kontrol positif (p<0,05)pada
menit ke 0-30, 30-60, 240-270;penurunan frekuensi defekasi, berbeda
bermakna terhadap kontrol positif (p<0,05) pada menit ke 30-60, 60-90;
peningkatan konsistensi feses, berbeda bermakna secara statistik dibanding
kelompok kontrol positif (p<0,05)pada menit ke 30-60, 150-180, 180-210, 240-
270(p<0,05).

Pada kelompok dosis III (200mg/kg bb mencit) pengamatan menunjukkan


penurunanbobot feses , berbeda bermakna terhadap kontrol positif (p<0,05)pada
menit ke 0-30, 30-60, 150-180, 180-210, 240-270;penurunan frekuensi defekasi,
berbeda bermakna terhadap kontrol positif (p<0,05) pada menitke 30−60, 60-90,
120-150, 150-180, 180-210;serta peningkatan konsistensi feses, berbeda
bermakna secara statistik dibanding kelompok kontrol positif (p<0,05)pada menit
ke 30-60, 60-90, 120-150, 150-180, 180-210, 240-270.

Waktu Muncul Diare dan Lama Diare pada Uji Aktivitas Antidiare Ekstrak
Etanol 70% Daun Sendok(Plantago mayor L.) pada Mencit

64
Waktu Muncul Diare Lama Diare
Kelompok
(menit) (menit)
Kontrol positif 17,33±12,74 346±65,8
Pembanding 27,67±1,53 263±19,05*
EDSD 1 24,33±14,15 282±23,43*
EDSD2 22,667±8,39 267,67±22,81*
EDSD 3 25,33±3,51 259±19,05*

Keterangan : * ) =Berbeda makna terhadap kontrol positif pada p < 0,05


Kont. + =Diberi suspensi tragakan 1%
EDSD I = Diberi Ekstrak Daun Sendok dosis 1 (50 mg/kg bb)
EDSD II = Diberi Ekstrak Daun Sendok dosis 2 (100 mg/kg bb)
EDSD III = Diberi Ekstrak Daun Sendok dosis 3 (200 mg/kg bb)
Pemb. = Diberi Loperamid HCl

Hasil Uji Aktivitas Antidiare Ekstrak Daun Sendok Metode Transit Intestinal

Kelompok Lintas usus %


Kontrol 61,07±17,88
Pembanding 44,53±10,32
EDSD I 68,83±10,46
EDSDII 56,87±6,27
EDSD III 38,47±7,81*

Keterangan : * ) =Berbeda makna terhadap kontrol positif pada p < 0,05


Kont. + =Diberi suspensi tragakan 1%
EDSD I = Diberi Ekstrak Daun Sendok dosis 1 (50 mg/kg bb)
EDSD II = Diberi Ekstrak Daun Sendok dosis 2 (100 mg/kg bb)
EDSD III = Diberi Ekstrak Daun Sendok dosis 3 (200 mg/kg bb)
Pemb. = Diberi Loperamid HCl

4. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol daun sendok dosis
I(50 mg/kgbb mencit), dosis II (100 mg/kgbb mencit), dan dosis III (200 mg/kgbb
mencit), memiliki aktivitas antidiare dengan menurunkan bobot feses dan
frekuensi defekasi, memperbaiki konsistensi feses, mengurangi lamanya diare
yang berbeda bermakna terhadap kontrol positif (p<0,05) serta menekan waktu
muncul diare walaupun tidak berbeda bermakna terhadap kontrol positif. Efek

65
antidiare terbesar ditunjukkan oleh ekstrak etanol 70% daun sendok dosis 200
mg/kgbb yang disertai kecenderungan penekanan gerakan peristaltik usus.

5. Daftar Pustaka

Syaifulloh, 1996, “Ilmu Penyakit Dalam”, Edisi III, Jilid I, Universitas Indonesia,
Jakarta, Hlm. 451-457.

Suryawati, S., dan B. Santhoso, 1993, “Penapisan Farmakologi, Pengujian


Fitokimia dan Pengujian Klinik”, Yayasan Pengembangan Obat Bahan Alam
Phytomedika, Jakarta, Hlm. 19-21 dan 155 – 157.

Sundari, D., Dkk, 2005, “Uji Khasiat Antidiare Ekstrak Daun Sendok (Plantago
Major L) pada Tikus Putih”, Media Litbang Kesehatan, Volume XV.

Syamsuhidayat, S.S., dan J, R. Hutapea, 1991, “Inventaris Tanaman Obat


Indonesia” Jilid I, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen
Kesehatan RI., Jakarta.

Badan POM Republik Indonesia, 2011, “Acuan Sediaan Herbal”, Jilid I,


Direktorat Obat Asli Indonesia Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional,
Kosmetik dan Produk Komplemen, Jakarta, Hlm 30-34.

Ganiswara, S.G., 1995, “Farmakologi dan Terapi”, Edisi Ke-IV, Bagian


Farmakologi FKUI, Jakarta, Hlm. 197.

Mutschler, E., 1991, “Dinamika Obat”, Edisi V, Penerbit ITB, Bandung, 1991.
Hlm. 542-543.

Priyanto, M., 2009, “Farmakoterapi dan Terminologi Medis”. Lenskofi, Depok,


Hlm. 108, 110, 113.

Tim Penyusun, 1999, ”Kapita Selekta Kedokteran”, Edisi.III, Jilid 1, Media


Aesculapius FKUI, Jakarta, hlm. 500-504.

Tjay, T.H., dan K. Rahardja, 2007, “Obat-obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan
Efek-efek Sampingnya”, Edisi VI, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta, Hlm. 288-
296, 305.

Hardman, J.G., Dkk, “Dasar Farmakologi Terapi”, Edisi X, Vol. II, Buku
Kedokteran, EGC, Jakarta.

66
Sukandar, E.Y., Dkk., 2008, “Iso Farmakoterapi”, Penerbit PT. ISFI, Jakarta, Hlm.
349-353

Mulyani, S., dan D. Gunawan, 2004, “Ilmu Obat Alam (Farmakognosi)”, Jilid I,
Penebar Swadaya, Jakarta, Hlm. 11-12.

Ditjen RI., 1989, “Materia Medika Indonesia”, Jilid V, Depkes RI., Jakarta, Hlm.
253-257.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010, “Suplemen I Farmakope


Herbal Indonesia”, Jakarta.

PENGARUH METODE EKSTRAKSI TERHADAP KADAR α-MANGOSTIN


DALAM EKSTRAK KULIT BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana L.)

Farid Perdana

Abstrak

Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh metode ekstraksi terhadap


kadar α-mangostin dari ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana
L.). Sampel kulit buah manggis diekstraksi dengan metode refluks dan
sokletasi dengan menggunakan pelarut metanol yang diekstraksi selama 1,
2, 3 dan 4 jam. Analisis kadar α-mangostin dari ekstrak menggunakan
instrumen KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi) yang dilengkapi dengan
kolom C-18 dengan suhu kolom 30oC, fase gerak asetonitril: 0,1% H3PO4
dalam air (95:5% v/v),laju alir 1,0 ml/menit, detektor UV pada panjang
gelombang 320nm, dan volume injeksi 10μl. Hasil penentuan kurva
kalibrasi pada kisaran konsentrasi standar 100-2000μg/mL didapat
koefisien korelasi (r2) = 0,997. Hasil pengukuran, didapat kadar α-mangostin
paling tinggi pada sampel ekstrak yang diekstraksi dengan metode sokletasi

67
selama 3 jam yaitu 1,1920% per 100mg/mL ekstrak.Dari hasil uji statistik
dua rata-rata dihasilkan bahwa pada tingkat kepercayaan 95%
menunjukkan tidak terdapat perbedaan rata-rata kadarα-mangostinyang
diekstraksi dengan metode refluks dan sokletasi. Hasil uji ANOVA dengan
tingkat kepercayaan 95% menunjukkan terdapat perbedaan yang
bermakna antara kadar α-mangostin yang diekstraksi pada waktu yang
berbeda (1, 2, 3, dan 4 jam) baik secara refluks maupun sokletasi.

Kata kunci : α-mangostin, refluks, sokletasi, KCKT.

1. Pendahuluan

Garcinia mangostana L. (manggis, Clusiaceae) sejak jaman dahulu digunakan


sebagai tanaman obat. Rasa lezat dan unik telah membuat buah ini sangat
populer. Kulit buah G. mangostana telah digunakan selama ratusan tahun di
seluruh dunia dan sebagian besar di Asia Tenggara digunakan sebagai obat
untuk berbagai penyakit. Xanton, terpenoid dan gula yang terkandung dalam
kulit buah G.mangostana telah dilaporkan memiliki aktivitas biologi. Komponen
utama dari kulit buah manggis adalah senyawa golongan xanton seperti -
mangosti -mangostin dan -magostin, garsinon, mangostanol dan garsinin.
Dari seluruh senyawa yang ada, turunan xanton berupa -mangostin
merupakan komponen yang paling banyak terdapat pada kulit manggis. Selain
jumlahnya yang lebih banyak, -mangostin juga memiliki aktivitas biologi yang
paling baik (1,2,3,4).

Senyawa -mangostin merupakan senyawa golongan xanton, senyawa ini


diisolasi dari kulit buah manggis (G. mangostana). -mangostin diisolasi
pertama kali oleh Schmid pada tahun 1855. Menurut penelitian, efek
farmakologi dari -mangostin yaitu sebagai antiinflamasi, antihistamin,
antioksidan, antikanker, dan antimikroorganisme (5,6,7).

Untuk memperoleh senyawa α-mangostin dalam kulit buah manggis diperlukan


proses ekstraksi. Perlakuan dalam mendapatkan ekstrak kulit buah manggis
dapat dilakukan dengan berbagai metode ekstraksi seperti ekstraksi panas dan
ekstraksi dingin. Jujun dkk. (2009), menggunakan metode ekstraksi maserasi
pada kulit buah manggis dengan pelarut etanol 95% untuk menententukan
stabilitas dari mangostin. Aisha dkk. (2012), menggunakan metode ekstraksi
refluks dengan pelarut etanol 75% untuk menentukan kadar -, -, dan -
mangostin. Namun belum diteliti pengaruh metode ekstraksi yang menghasilkan
kadar senyawa -mangostin yang tinggi (2,8).

68
Keberhasilan proses ekstraksi dilihat dengan menentukan kadar α-
mangostin. Spektroskopi dan kromatografi merupakan instrumen yang secara
umum dipergunakan untuk mengukur kadar mangostin. Secara spektroskopi,
spektrofotometri UV-VIS merupakan salah satu instrumen yang dipergunakan
dalam mengukur kadar mangostin. Aisha dkk. (2012), mengukur kadar
-mangostin pada panjang gelombang 320nm. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
(KCKT) merupakan instrumen yang sering digunakan. Dalam berbagai penelitian,
KCKT yang dipergunakan untuk menganalisis mangostin dengan detektor UV
pada panjang gelombang 320nm yang menggunakan kolom C-18 dengan suhu
30oC dan fase geraknya asetonitril : 0,1% v/v H3PO4 dalam air (95:5% v/v) (2,8).

Rumusan masalah dari penelitian ini yaitu dengan menggunakan metode


ekstraksi manakah kadar α-mangostin dapat diperoleh secara maksimal dan
apakah metode ekstraksi serta lamanya waktu ekstraksi dapat mempengaruhi
kadar α-magostin.

Batasan masalah dari penelitian ini yaitu metode ekstraksi kulit buah manggis
dilakukan dengan metode refluks dan sokletasi dengan pelarut metanol,
sedangkan analisis kualitatifnya dilakukan dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
dan pengukuran kadar atau analisis kuantitatif -mangostin dilakukan dengan
instrumen Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT).

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai


metode ekstraksi terbaik untuk mendapatkan kadar -mangostin terbanyak,
dan dapat menjadi acuan untuk penelitian selanjutnya.

2. Metode Penelitian

Pada penelitian ini, sampel kulit buah manggis yang sudah masak, berwarna
ungu kehitaman dan usia panennya kurang lebih 114 hari diperoleh dari Desa
Wanayasa, Purwakarta, Jawa Barat. Selanjutnya dilakukan determinasi,
determinasi bahan dilakukan dengan maksud memastikan identitas dari bahan
yang akan digunakan dalam penelitian. Determinasi dilakukan di Herbarium
Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung. Sampel
dikumpulkan dan kemudian dilakukan pengolahan menjadi serbuk simplisia.

Dalam sistem ekstraksi, dipergunakan pelarut metanol p.a dengan teknik


ekstraksi refluks dan soxhletasi. Sebelum diekstraksi, dilakukan penapisan
fitokimia pada serbuk kulit buah manggis untuk menentukan metabolit
sekunder apa saja yang terkandung dalam serbuk kulit buah manggis.
Identifikasi -mangostin dilakukan dengan metode Kromatografi Lapis Tipis
(KLT) dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Pertama-tama dilakukan KLT
pada ekstrak kulit buah dengan menggunakan fase gerak kloroform : etil asetat :

69
metanol (80:10:5) dengan fase diam silika gel 60 F254 deteksi pada UV 366nm
dan UV 254nm. Selanjutnya, pengukuran kadar -mangostin pada KCKT dimulai
dengan melakukan optimasi Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) terlebih
dahulu di Laboratorium Kimia Instrumen Universitas Pendidikan Indonesia.

Dalam pengoptimasian KCKT, langkah pertama yang dilakukan adalah


pembuatan fase gerak yang terdiri dari asetonitril : 0,1% H 3PO4 dalam air
(95:5% v/v). Setelah itu, dilakukan penentuan waktu retensi standar -
mangostin pada panjang gelombang 320nm dengan menggunakan Kromatografi
Cair Kinerja Tinggi (KCKT) pada konsentrasi standar -mangostin 1000 g/mL
dan 2000 g/mL, kemudian dibuat kurva kalibrasi standar -mangostin pada
rentang konsentrasi 100, 250, 500, 1000, 1500 dan 2000 g/mL. Pengukuran
kadar -mangostin dalam sampel diakukan dengan menggunakan KCKT yang
dilengkapi dengan detektor UV. Fase diam yang digunakan adalah kolom C-18
(250mm x 4,6mm, 5 m) pada suhu 30oC, fase geraknya adalah asetonitril : 0,1%
H3PO4 dalam air (95:5% v/v) dengan laju alir 1,0mL/menit, detektor UV pada
panjang gelombang 320nm. Sampel yang dianalisis harus disaring terlebih
dahulu dengan Milipore 0,45 m kemudian disuntikan sebanyak 10 L ke dalam
KCKT untuk dideteksi.

3. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Proses ekstraksi serbuk kulit buah manggis dilakukan dengan menggunakan


metode refluks dan sokletasi. Serbuk kering kulit buah manggis (Garcinia
mangostana L.) sebanyak 10g masing-masing diekstraksi dengan 2 cara yaitu
refluks dan sokletasi menggunakan 100mL metanol selama 1, 2, 3 dan 4
jam. Proses ekstraksi dilakukan dua kali pengulangan pada masing-masing
sampel yang berbeda. Metanol merupakan pelarut polar sehingga mampu
menarik senyawa-senyawa yang bersifat polar.

Uji penapisan fitokimia dilakukan untuk mengetahui golongan kandungan kimia


yang terdapat dalam kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.). Hasil
penapisan fitokimia pada kulit buah manggis menunjukkan hasil positif
terhadap senyawa golongan saponin, falvonoid dan tanin, sedangkan
menunjukan hasil negatif terhadap senyawa alkaloid, steroid/triterpenoid dan
kuinon.

Untuk mengetahui kandungan senyawa α-magostin dalam ekstrak kulit buah


manggis, telah dilakukan analisis kualitatif dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
dan analisis kuantitatif dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT).

70
Hasil KLT dengan menggunakan pembanding standar α-mangostin,
menggunakan larutan pengembang campuran kloroform : etil asetat : metanol
perbandingan 80 : 10 : 5 dan fase diam silika gel 60F 254 dengan penampak
bercak asam sulfat (H2SO4) dalam etanol 10% (v/v) dan penyinaran dengan sinar
UV pada panjang gelombang 254nm dan 366nm

(a) (b) (c) (a) (b) (c)


(II)

Hasil KLT sampel ekstrak kulit buah manggis dengan cara refluks (a), dan
soklet (c) beserta standar α-mangostin (b) yang dilihat pada sinar UV
dengan panjang gelombang 366nm (I) dan 254nm (II).

Rata-rata Rf α-mangostin dalam Sampel

Metode Rata-rata Rf α-mangostin dalam Sampel Rf Standar


Ekstraksi 1 jam 2 jam 3 jam 4 jam α-mangostin
Refluks 0,75625 0,725 0,775 0,7875
0,6375
Sokletasi 0,7185 0,75625 0,7375 0,75625

Berdasarkan data analisis kualitatif di atas, Rf standar α-mangostin adalah


0,6375. Menurut Misra. dkk (2009), Rf α-mangostin pada kisaran 0,50. Hasil Rf
yang didapat mendukung teori di atas. Semua sampel terbukti mengandung
senyawa α-mangostin yang dibuktikan dengan nilai Rf-nya mendekati nilai Rf
standar α-mangostin (17).

Pada penelitian ini dilakukan analisis kuantitatif dengan KCKT, diawali dengan
penentuan waktu retensi standar α-mangostin, dilanjutkan dengan mengukur
luas area atau AUC (Area Under Curve) standar -mangostin konsentrasi 2000
dan 1000μg/mL pada panjang gelombang 320nm. Panjang gelombang

71
maksimum diperoleh dari beberapa penelitian sebelumnya (Aisha, dkk (2012),
Khumsupan, dkk (2014), dan Azharul Islam, dkk (2011)) (8,42,43).
Dalam analisis dengan menggunakan Kromatografi Lapis Tipis yang menjadi
parameter dalam identifikasi adalah waktu retensi. Hasil penentuan waktu
retensi standar -mangostin dapat dilihat pada Gambar V.2 dan Gambar V.3.

Grafik hasil penentuan Waktu Retensi (tR) standar


α-mangostin C = 2000 𝛍g/mL

Grafik hasil penentuan Waktu Retensi (tR) standar


α-mangostin C = 1000 𝛍g/mL

Waktu retensi standar α-mangostin yang diperoleh adalah 2,21 menit (C =


2000μg/mL) dan 2,08 menit ( C = 1000μg/mL) karena pada waktu tersebut AUC

72
yang diperoleh sangatlah tinggi. Menurut Jujun dkk. (2009), waktu retensi
α-mangostin terdeteksi pada 4,671 menit. Hasil waktu retensi yang didapat
sedikit berbeda dengan teori diatas dikarenakan kondisi instrumen KCKT dan
jenis instrumen KCKT yang digunakan berbeda (2).

Dalam mengukur kadar α-mangostin dalam sampel, diperlukan suatu


persamaan yang diperoleh dengan membuat kurva kalibrasi dengan mengukur
AUC α-mangostin pada berbagai konsentrasi. Standar α-mangostin yang dibuat
dengan konsentrasi 100, 250, 500, 1000, 1500 dan 2000μg/mL diperiksa
AUC-nya pada panjang gelombang 320nm. Hasil penelitian didapat persamaan
y = 45853x – 1147204 dengan koefisien korelasi persamaan r2 = 0,997.

Hasil Pengukuran AUC Standar α-mangostin

C (μg/mL) AUC
100 3561478
250 9971955
500 19981760
1000 46382585
1500 70407507
2000 88125657

100000000
80000000 y = 45853x - 1147204
R² = 0,997
60000000
AUC

40000000 Series1

20000000 Linear (Series1)


Gambar V.4 Grafik pengukuran AUC standar α-mangostin
0
0 500 1000 1500 2000 2500
Kadar sampel (x) dapat diperoleh dengan memplotkan hasil
Konsentrasi α-mangostin (μg/mL)

(y) ke dalam kurva kalibrasi y = 45853x – 1147204. Sehingga dapat diperoleh


kadar α-mangostin dalam sampel. Pengukuran kadar sampel masing-masing
dilakukan sebanyak 2 kali pengulangan, kemudian dari hasil tersebut dibuat
kadar rata-rata setiap sampel, konsentrasi ekstrak kulit buah manggis adalah

73
100mg/mL. Hasil pengukuran kadar α-mangostin dalam sampel ekstrak kulit
buah manggis dengan pelarut metanol yang diekstraksi dengan metode refluks
dan sokletasi selama 1, 2, 3, dan 4 jam dapat dilihat pada Tabel V.3 dan grafik
perbadingan rata-rata kadar α-mangostin

Hasil Pengukuran Kadar α-mangostin pada Sampel Ekstrak Metanol Kulit Buah
Manggis dengan Metode Refluks dan Sokletasi

Metode Rata-rata kadar α-mangostin dalam sampel (%)


Ekstraksi 1 jam 2 jam 3 jam 4 jam
Refluks 1,02825±0,004 1,4256±0,028 1,1920±0,077 1,0707 ± 0,034
Soxhlet 0,0698±0,006 0,6399±0,093 1,6808±0,351 1,3615 ± 0,051

2
Waktu Ekstraksi (jam)

1.5
1
Refluks
0.5
Sokletasi
0
1 2 3 4
Rata-rata kadar α-mangostin (%)

Grafik perbandingan rata-rata kadar α-mangostin yang diekstraksi dengan


metode refluks dan sokletasi

Berdasarkan data di atas, pada ekstraksi dengan metode refluks, proses


ekstraksi selama 2 jam menghasilkan senyawa α-mangostin yang lebih besar
dibandingkan dengan proses ekstraksi selama 1, 3 dan 4 jam yaitu 1,1920% per
100mg/mL ekstrak metanol kulit buah manggis. Hal tersebut membuktikan
bahwa ekstraksi dengan metode refluks memiliki waktu efektif untuk
memperoleh kadar maksimal α-mangostin yaitu selama 2 jam.

Pada ekstraksi dengan metode sokletasi, proses ekstraksi selama 3 jam


menghasilkan senyawa α-mangostin yang lebih besar dibandingkan dengan
proses ekstraksi selama 1, 2 dan 4 jam yaitu 1,6808% per 100mg/mL ekstrak
metanol kulit buah manggis. Hal tersebut membuktikan bahwa ekstraksi dengan
metode refluks memiliki waktu efektif untuk memperoleh kadar maksimal α-
mangostin yaitu selama 3 jam.

74
Menurut Ahmad dkk. (2013), titik leleh α-mangostin adalah 175-177oC yang
menunjukan bahwa senyawa α-mangostin bersifat termostabil. Meskipun
berdasarkan teori yang ada bahwa α-mangostin bersifat termostabil, namun bila
terus menerus mendapat perlakuan pemanasan yang terlalu lama maka
senyawa α-mangostin sebagian akan rusak (18).

Kadar maksimal α-mangostin terdapat pada metode ekstraksi sokletasi,


pemanasan secara tidak langsung merupakan faktor utama α-mangostin dapat
tetap stabil (28).

Berdasarkan tabel, untuk mengetahui pengaruh metode ekstraksi terhadap


kadar α-mangostin dilakukan uji dua rata-rata dengan dugaan Ho : tidak
terdapat perbedaan rata-rata kadar α-mangostin yang diekstraksi dengan
metode refluks dan sokletasi, dan Ha : terdapat perbedaan rata-rata kadar
α-mangostin yang diekstraksi dengan metode refluks dan sokletasi. Hasil uji dua
rata-rata dengan menggunakan tingkat kepercayaan 95%

Hasil Uji Dua Rata-Rata Kadar α-mangostin yang Diekstraksi dengan Metode
Refluks dan Sokletasi

Perbedaan metode ekstraksi dengan


Standar tingkat kepercayaan 95%
T Signifikan
Deviasi Penurunan
Kenaikan (Upper)
(Lower)
0,736831 -0,9306248 1,4128748 0,655 0,559
Merujuk pada kriteria pengujian di atas, karena nilai signifikan = 0,559 > α = 0,05
atau karena Lower bertanda negatif dan nilai Upper bertanda positif maka Ho
diterima, artinya tidak terdapat perbedaan rata-rata kadar α-mangostin yang
diekstraksi dengan metode refluks dan sokletasi.
Selain menguji pengaruh metode ekstraksi terhadap kadar α-mangostin,
dilakukan pula pengujian pengaruh lamanya waktu ekstraksi terhadap kadar
α-mangostin dengan menggunakan uji ANOVA dengan tingkat kepercayaan
95%. Hasil uji perbedaan yang signifikan antara kadar α-mangostin dengan
lamanya waktu ekstraksi dengan cara refluks dapat dilihat pada Tabel V.5
sebagai output pertama dan Tabel V.6 sebagai output kedua.

Output Pertama (oneway ANOVA) pada Metode Ekstraksi Refluks


F Sig.
31,742 0,003

75
Output Kedua (Post Hoc Test) pada Metode Ekstraksi Refluks

(I) (J) Perbedaan


waktu waktu Berarti (I-J)

1 2 -0,3973500*
3 -0,1637500*
4 -0,0424500
2 1 0,3973500*
3 0,2336000*
4 0,3549000*
3 1 0,1637500*
2 -0,2336000*
4 0,1213000
4 1 0,0424500
2 -0,3549000*
3 -0,1213000
*Perbedaan berarti dengan tingkat kepercayaan 95%

Dari output pertama oneway ANOVA dihasilkan nilai Fhitung = 31,742 dan sig.
0,003. Nilai Sig. 0,003 < α = 0,05 artinya pada tingkat kepercayaan 95%
menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara kadar α-mangostin
yang diekstraksi pada waktu yang berbeda.
Dari output kedua Post Hoc Test, tanda * menunjukkan waktu ekstraksi yang
berbeda secara signifikan. Dari tabel diatas terdapat delapan tanda * yaitu : -
0,3973500* menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara waktu
ekstraksi selama 1 jam dan waktu ekstraksi selama 2 jam; -0,1637500*
menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara waktu ekstraksi selama
1 jam dan waktu ekstraksi selama 3 jam; -0,3973500* menunjukkan terdapat
perbedaan yang signifikan antara waktu ekstraksi selama 2 jam dan waktu
ekstraksi selama 1 jam; 0,2336000* menunjukkan terdapat perbedaan yang
signifikan antara waktu ekstraksi selama 2 jam dan waktu ekstraksi selama 3
jam; 0,3549000* menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara
waktu ekstraksi selama 2 jam dan waktu ekstraksi selama 4 jam; 0,1637500*
menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara waktu ekstraksi selama
3 jam dan waktu ekstraksi selama 1 jam; -0,2336000* menunjukkan terdapat
perbedaan yang signifikan antara waktu ekstraksi selama 3 jam dan waktu
ekstraksi selama 2 jam dan -0,3549000* menunjukkan terdapat perbedaan yang

76
signifikan antara waktu ekstraksi selama 4 jam dan waktu ekstraksi selama 2
jam.
Hasil uji perbedaan yang signifikan antara kadar α-mangostin dengan lamanya
waktu ekstraksi dengan cara sokletasi

Output Pertama (oneway ANOVA) pada Metode Ekstraksi Sokletasi


F Sig.
30,995 0,003

Tabel V.8 Output Kedua (Post Hoc Test) pada Metode Ekstraksi Sokletasi

(I) (J) Perbedaan


waktu waktu Berarti (I-J)

1 2 -0,5701000*
3 -1,6110000*
4 -1,2917000*
2 1 0,5701000*
3 -1,0409000*
4 -0,7216000*
3 1 1,6110000*
2 1,0409000*
4 0,3193000
4 1 1,2917000*
2 0,7216000*
3 -0,3193000
*Perbedaan berarti dengan tingkat kepercayaan 95%

Dari output pertama oneway ANOVA dihasilkan nilai Fhitung = 30,995 dan sig.
0,003. Nilai Sig. 0,003 < α = 0,05 artinya pada tingkat kepercayaan 95%
menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara kadar α-mangostin
yang diekstraksi pada waktu yang berbeda.

Dari output kedua Post Hoc Test, tanda * menunjukkan waktu ekstraksi yang
berbeda secara signifikan. Dari tabel diatas terdapat delapan tanda * yaitu : -
0,5701000* menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara waktu
ekstraksi selama 1 jam dan waktu ekstraksi selama 2 jam; -1,6110000*
menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara waktu ekstraksi selama

77
1 jam dan waktu ekstraksi selama 3 jam; -1,2917000* menunjukkan terdapat
perbedaan yang signifikan antara waktu ekstraksi selama 1 jam dan waktu
ekstraksi selama 4 jam; 0,5701000* menunjukkan terdapat perbedaan yang
signifikan antara waktu ekstraksi selama 2 jam dan waktu ekstraksi selama 1
jam; -1,0409000 * menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara
waktu ekstraksi selama 2 jam dan waktu ekstraksi selama 3 jam; -0,7216000*
menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara waktu ekstraksi selama
2 jam dan waktu ekstraksi selama 4 jam; 1,6110000* menunjukkan terdapat
perbedaan yang signifikan antara waktu ekstraksi selama 3 jam dan waktu
ekstraksi selama 1 jam dan 1,0409000* menunjukkan terdapat perbedaan yang
signifikan antara waktu ekstraksi selama 3 jam dan waktu ekstraksi selama 2
jam; 1,2917000* menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara
waktu ekstraksi selama 4 jam dan waktu ekstraksi selama 1 jam; 0,7216000*
menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara waktu ekstraksi selama
4 jam dan waktu ekstraksi selama 2 jam.

Linieritas adalah suatu koefisien korelasi antara konsentrasi larutan standar


dengan serapan yang dihasilkan yang merupakan garis lurus. Metode analisis
yang menggambarkan kemampuan suatu alat untuk memperoleh hasil
pengujian yang sebanding dengan kadar analitik alat dalam sampel uji pada
rentang konsentrasi tertentu. Dari hasil pengujian diperoleh persamaan regresi
y = 45853x - 1147204 dengan koefisien korelasi (r) = 0,998. Koefisien korelasi ini
memberikan hasil yang linier karena memenuhi kriteria penerimaan
yaitu ≥ 0,997, sehingga penggunaan metode tersebut dapat digunakan untuk
mengukur kadar α-mangostin dengan hasil yang baik.
Batas deteksi adalah konsentrasi analit terendah dalam contoh yang dapat
dideteksi. Sedangkan batas kuantifikasi adalah konsentrasi terendah dalam
contoh yang dapat diukur secara kuantitatif dengan akurasi dan presisi yang
dapat diterima. Batas deteksi yang diperoleh adalah 145,558μg/mL dan batas
kuantifikasi yang diperoleh = 485,194μg/mL.

4. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :

Dengan menggunakan metode ekstraksi secara sokletasi selama 3 jam


menghasilkan kadar α-mangostin maksimal yang lebih tinggi dibandingkan
dengan metode ekstraksi secara refluks.

Tidak terdapat perbedaan rata-rata kadar α-mangostin yang diekstraksi dengan


metode refluks dan sokletasi.

78
Terdapat perbedaan yang signifikan antara kadar α-mangostin yang diekstraksi
pada waktu yang berbeda baik dengan metode refluks maupun sokletasi.

5. Daftar Pustaka

Obolskiy, D., Pischel, I., Etc., 2009, “Garcinia mangostana L.: A Phytochemical
and Pharmacological Review”, Phytoteraphy Research, Vol. 23, p. 1047.

Jujun, P., Pootakham, K., Etc., 2009, “HPLC Determination of Mangostin and Its
Application to Storage Stability Study”, CMU.J.Nat.Sci, Vol. 8(1), p. 43-45.

Kaomongkolgit, R., Jamdee, K., Etc., 2009, “Antifungial Actifityof Alpha-


Mangostin Againts Candida albicans”, Journal of Oral Science, Vol. 51(3), p.
401-402.

Febriyanti, N.E., 2010, “Ekstraksi Xanthone dari Kulit Buah Manggis (Garcinia
mangostana L.) dan Aplikasinya dalam Bentuk Sirup”, Tugas Akhir Sarjana
Teknologi Pertanian, Fakultas Industri Pertanian, IPB, Bogor, Hlm. 5.

Malathi, R., V. Kabaleeswaran, Etc., 2000, “Structure of Mangostin”, Journal of


Chemical Crystallography, Vol. 30(3), p. 203.

Yates, P., and S. George, 1957, “The Structure of Mangostin”, Departement of


Chemistry Harvard University, Amerika Serikat, p. 1691.

Nugroho, A.E., 2011, “Manggis (Garcinia mangostana L.) : Dari Kulit Buah yang
Terbuang Hingga Menjadi Kandidat Suatu Obat”,
http://mot.farmasi.ugm.ac.id/, Diakses 28 Maret 2015.

79
Aisha, A.F.A., Abu-Salah, K.M., Etc., 2012, “Quantification of α-, β- and γ-
Mangostin in Garcinia mangostana Fruit Rind Extracts by a Reverse Phase High
Performence Liquid Chromatography”, Academic Journals, Vol. 6(29), p. 4526.

Watson, R.R., 2013, “Bioactive Dietary Factors and Plant Extracts in


Dermatology”, Humana Press, New York, p. 452.

Lim, T.K., 2012, “Edible Medicinal and non-Medicinal Plants”, Vol. 2, Springer,
Netherlands, p. 83.

Sobir, 2009, “Budi Daya Tanaman Buah Unggul Indonesia”, AgroMedia, Jakarta,
Hlm. 129-130.

Utami, Prapti., 2008, “Tanaman Obat”, AgroMedia, Jakarta, Hlm. 172.

Budistra, W., 1999, “Penanganan Lepas Panen Manggis untuk Ekspor”,


Penebar Swadaya, Jakarta, Hlm. 40.

Departemen Pertanian Republik Indonesia, 2004, “Direktorat Tanaman Buah


SPO Manggis”, http://www.deptan.go.id, Diakses 06 Februari 2015.

Ali, A.A.E., Taher, M., Etc., 2012, “Development and Validation of Analitical
Method by RP-HPLC for Quantification of Alpha-Mangostin Encapsulated in
PLGA Microsphares”, J. Anal Bioanal Techniques, Vol. 3(7), p. 1.

Walker, E. B., 2007, “HPLC Analysis of Selected Xanthones in Mangosteen


Fruit”, J. Sep. Sci, Vol. 30(9), p. 1229.

Misra, H., Dwivedi, B.K., Etc., 2009, “Development and Validation of High
Performence Thin-Layer Chromatographic Method for Determination of α-
Mangostin in Fruit Pericarp of Mangosteen Plant (Garcinia Mangostan L.)
using Ultraviolet-Visible Detection”, Rec. Nat. Prod., Vol. 3(4), p. 180-184.

80
Ahmad, M., Yamin, B.M., Etc., 2013, “A Study on Dispersion and
Characterisation of α-Mangostin Loaded pH Sensitive Microgel System”,
Chemistry Central Journal, Vol. 7(85), p. 1-3.

Matsumoto, K., Akao, Y., Etc., 2004, ”Prefential Traget is Mitocondria in α-


Mangostin-Induced Apoptosis in Human Leukemia HL60 Cells”, Bioorganic and
Medicinal Chemistry, Vol. 2, p. 5799-5806.

Chairusrilerd, N., Furukawa, K., Etc., 1996, “Pharmacologycal Properties of α-


mangostin, a Novel Histamine H1 Receptor Antagonist”, Eur J Pharmacol., Vol.
314(3), p. 351-356.

Dungir, S.G., D.G. Katja, Dkk., 2012, “Aktifitas Antioksidan Ekstrak Kulit Buah
Manggis (Garcinia mangostana L.)”, J. FMIPA UNSRAT, Vol. 1(1), Hlm. 11.

Winarsi, Hery., 2007, “Antioksidan Alami dan Radikal Bebas”, Kanisius,


Yogyakarta, Hlm. 5.

Mardawati, E., Filianty, F., Dkk., 2008, “Kajian Aktifitas Antioksidan Ekstrak
Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) dalam Rangka Pemanfaatan
Limbah Kulit Buah Manggis di Kecamatan Puspahiang Kabupaten
Tasikmalaya”, Jurnal UNPAD, Vol. 2(3), Hlm. 7-8.

Goeswin, Agoes, 2007, “Teknologi Bahan Alam”, Penerbit ITB, Bandung, Hlm.
21-22.

Direktorat Jenderal Pengawas Obat dan Makanan RI, 1995, “Farmakope


Indosesia”, Edisi IV, Departemen Kesehatan RI, Jakarta, Hlm. 7,1010.

Direktorat Jenderal Pengawas Obat dan Makanan RI, 2000, “Parameter Standar
Umum Ekstrak Tumbuhan Obat”, Cetakan Pertama, Departemen Kesehatan RI,
Jakarta, Hlm. 10-11.

81
Voight, R., 1995, “Buku Pelajaran Teknologi Farmasi”, Alih Bahasa Drs Soedani
Noerono Soewandhi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Hlm. 577-578.

Mukhraini, 2014, “Ekstraksi, Pemisahan Senyawa, dan Identifikasi Senyawa


Aktif”, Jurnal Kesehatan, Vol. VII(2), Hlm. 362-363.

Medicafarma, 2008, “Ekstraksi”, http://medicafarma.com, Diakses 06 Februari


2015.

Sigma Aldrich, 2015, “Methanol”, http://sigmaaldrich.com, Diakses 06


Februari 2015.

Astarina, N,W.G., Astuti, K.W., Dkk., 2013, “Skrining Fitokimia Ekstrak Metanol
Rimpang Bangle (Zingiber purpureum Roxb.)”,
http://download.portalgaruda.org/, Diakses 10 Februari 2015.

Gandjar, I.G., dan Rohman, A., 2012, “Kimia Farmasi Analisis”, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, Hlm. 378-394.

Willard, H.H., Merrit, L.L.Jr., Etc., 1988, “Instrumental Metrhods of Analysis”,


7th Edition, Wadswort Publishing Company, California, p. 580.

Sabrina, A., surjani, W., dkk., 2013, “Perbandingan Metode Spektrofotometri


UV-Visibel dan KCKT pada Analisis Kadar Asam Benzoat dan Kafein dalam Teh
Kemasan”, http://jurnal-online.um.ac.id/, Diakses 10 Februari
2015.

Skoog, D.A., Holler, F.J., Etc., 1988, “Principles of Instrumental Analysis”, 5th
Edition , Saunder College Publishing, San Fransisco, p. 747, 739, 748.

Hatam, S.F., Suryanto, E., Dkk., 2013, “Aktivitas Antioksidan dari Ekstrak kulit
Nanas (Ananas comosus (L) Merr)”, Jurnal Farmasi UNSRAT, Vol. 2(1), Hlm. 9.

82
Astuti, K.W., 2012, “Pengaruh Metode Ekstraksi terhadap Perolehan Kembali
Cannabinoid dari Daun Ganja”, Indonesian Journal of Legal and Forensic
Science, Vol. 2(1), Hlm. 22.

Windarini, L.G.E., Astuti, K.W., Dkk., 2013, “Skrining Fitokimia Ekstrak Metanol
Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)”,
http://download.portalgaruda.org/, Diakses 10 Februari 2015.

Rismana, E., Kusumaningrum, Dkk., 2014, “Pengaruh Aktifitas Aniacne


Nanopartikel Kitosan-Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana)”,
Media Litbangkes, Vol. 24(1), Hlm. 22.

Islam, M.A., and Begum, S., 2011, ”Quantitaive Analysis of α-Mangostin in


Mangosteen Fruit Rind Extract”, Int. J. Agril. Innov. & Tech, Vol. 1(1&2),
p. 56.

Khumsupan, P., Sithisan, P., Etc., 2014, “Simple Quantitative Analysis of α-


Mangostin in Mangosteen Rind Extracts and their Microparticle Preparations
using HPLC Method”, Journal of Chemical, Biological and Physical Science, Vol.
4(4), p. 3408.

Zamri, R.J., 2008, “Validasi Metode Penentuan Kadar Apigenin dalam Ekstrak
Seledri dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi”, Tugas Akhir Sarjana Sain,
Jurusan Kimia, FMIPA, IPB, Bogor, Hlm. 12-14.

83
ANALISIS KUALITATIF DAN KUANTITATIF KADAR KLORIN PADA AIR
KOLAM RENANG DI CIPANAS GARUT

Ruchiyat

Abstrak

Analisis kualitatif dan kuantitatif kadar klorin pada air kolam renang di
Cipanas, Garut, Jawa Barat telah dilakukan. Tujuan penelitian ini yaitu
untuk menentukan kadar klorin pada air kolam renang di Cipanas Garut.
Sampel air kolam renang berjumlah 12 (dua belas) sampel yang di ambil
dari air kolam renang yang berada di Cipanas Garut. Pengujian dilakukan
menggunakan metode Spektrofotometri UV-Vis dengan panjang
gelombang 451 nm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dua belas sampel
positif mengandung klorin dengan kadar klorin tertinggi diperoleh dari
sampel 7 yaitu 4,184 ppm/5mL atau 836,8 ppm/L.Angka tersebut melebihi
ambang batas Badan SNI 06-48248-1998 atau Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990.

Kata kunci : Klorin, Kolam Renang, Spektrofotometri

84
1. Pendahuluan

Air sangat diperlukan oleh seluruh makhluk hidup. Air selalu berkaitan erat
dengan keberadaan makhluk biologis dan kehidupannya dalam alam ini dan
planet bumi tempat makhluk biologis tumbuh dan berkembang biak. Dalam
kehidupan sehari-hari, manusia sangat tergantung pada air dan kualitas
kesehatan juga sangat ditentukan oleh kualitas air untuk keperluan sehari-hari.
Untuk mendapatkan kualitas air yang baik, pada saat ini di beberapa tempat
terutama pada daerah yang padat pemukiman sukar diperoleh karena adanya
pencemaran air yang disebabkan oleh kegiatan manusia. Untuk menentukan
kualitas air bersih sangat sulit karena ditentukan oleh banyak faktor, seperti
ditinjau dari kegunaan dan sumber air itu sendiri. Kegunaan air dapat berupa
untuk air minum, keperluan rumah tangga, keperluan industri, irigasi pertanian
dan perkebunan, perikanan, rekreasi dan lainnya (1).

Renang adalah olahraga yang dapat meningkatkan kualitas hidup dan kesehatan
manusia. Berenang di kolam renang merupakan kegiatan olahraga atau rekreasi
yang banyak digemari oleh masyarakat termasuk anak-anak. Banyak yang tidak
menyadari bahwa keberadaan kolam renang dapat menjadi sarana dalam
penularan penyakit melalui media air. Secara langsung, contact yang terjadi di
antara pengunjung dapat menjadi transmisi kuman penyakit. Dengan demikian
kolam renang dapat menjadi salah satu media dalam penularan penyakit
melalui perantara air kolam renang, sehingga sanitasi kolam renang perlu
diperhatikan.

Pemerintah telah memberikan rekomendasi tentang persaratan kolam renang


yang sehat dan bersih. Syarat kolam renang diatur sesuai Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990 tentang kualitas air kolam renang
dan keluhan kesehatanpengguna. Salah satu aspek yang harus diawasi dari
sanitasi kolam renang adalah kualitas airnya yang harus memenuhi syarat, baik
secara fisik, kimia maupun mikrobiologi (2).

Pengawasan kualitas air kolam renang secara kimiawi termasuk salah satu
upaya sanitasi yang dilakukan. Salah satunya adalah pemberian senyawa kimia
berupa senyawa klor berupa kaporit CaOCl2 yang berfungsi untuk menjernihkan
dan mendesinfeksi kuman. Namun, penggunaan kaporit juga harus diperhatikan
dengan baik dan harus sesuai dengan batas aman yang ada. Penggunaan kaporit
dalam konsentrasi yang kurang dapat menyebabkan kuman yang ada di kolam
renang tidak terdesinfeksi dengan baik. Sedangkan penggunaan kaporit dengan
konsentrasi yang berlebih dapat meninggalkan sisa klor yang menimbulkan
dampak buruk bagi kesehatan. Sebagai desinfektan, sisa klor dalam penyediaan
air sengaja dipelihara, tetapi dalam konsentrasi yang berlebih klor ini dapat

85
terikat pada senyawa organik dan membentuk halogen-hidrokarbon (CH-Cl)
banyak diantaranya dikenal sebagai senyawa karsinogenik.

Umumnya air yang normal memiliki pH sekitar netral, berkisar antara 6 – 8. Air
limbah atau air yang tercemar memiliki pH sangat asam atau pH cenderung
basa, tergantung pada komponen pencemarnya, sebagai contoh air buangan
pabrik pengalengan mempunyai pH 6,2 – 7,6 sedangkan air buangan pabrik susu
dan produk-produk susu biasanya mempunyai pH 5,3 – 7,8 ; air buangan pabrik
bir biasanya mempunyai pH 5,5 – 7,4 dan air buangan pabrik pulp dan kertas
biasanya mempunyai pH 7,6 – 9,5 (3).

Berdasarkan hasil uraian di atas peneliti berharap ingin mengetahui kadar klorin
dan pemenuhan kesesuaian dalam air kolam renang yang berada di Cipanas
Garut apakah sudah sesuai dengan standar.

Adapun permasalahan yang akan dibahas oleh peneliti yaitu berapakah kadar
klorin yang terdapat dalam air kolam renang yang berada di Cipanas Garut yang
ditentukan dengan metode spektrofotometri dan apakah kadar klorin yang
terdapat dalam air kolam renang di Cipanas Garut telah sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan oleh SNI .
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kadar klorin yang terdapat
pada air kolam renang yang berada di Cipanas Garut serta untuk mengetahui
apakah kadar klorin yang terdapat pada air kolam renang di Cipanas Garut telah
sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh SNI.

Adapun manfaat dalam melakukan penelitian ini untuk memberikan informasi


tentang cara menentukan kadar klorin pada air kolam renang yang berada di
Cipanas Garut dan kesesuaian dengan standar yang telah ditetapkan Badan SNI
06-48248-1998 yaitu 0,011-4,0 mg/L atau menurut Permenkes RI No.
416/Menkes/Per/IX/1990 yaitu sisa klor 0,2-0,5 mg/L (dalam waktu 4 jam pada
suhu udara) (2,4).

2. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, klorin diukur dengan menggunakan spektrofotometri UV-


Visibel. Sampel uji yang digunakan yaitu air kolam renang di Cipanas Garut
dengan melakukan pemeriksaan Laboratorium secara kualitatif dan kuantitatif.

3. Hasil Penelitian dan Pembahasan

86
Pada penelitian ini dilakukan penentuan kadar klorin pada air kolam renang
yang dikumpulkan dari air kolam renang Cipanas Garut. Klorinasi (chlorination)
merupakan proses pemberian klorin ke dalam air yang telah menjalani proses
filtrasi dan merupakan langkah yang maju dalam proses purifikasi air. Klorin ini
banyak digunakan dalam pengolahan limbah industri, air kolam renang dan air
minum di negara-negara sedang berkembang karena sebagai desinfektan,
biayanya relatif lebih murah, mudah dan efektif. Senyawa-senyawa klor yang
umum digunakan dalam proses klorinasi antara lain, gas klorin, senyawa
hipoklorit, klor dioksida, bromine klorida, dihidroisosianuratdan kloramin(6).

Analisis kadar klorin pada air kolam renang di Cipanas Garut menggunakan uji
kualitatif pendahuluan yaitu uji warna dengan menggunakan pereaksi DPD serta
menggunakan amilum-KI dan dilanjutkan dengan uji kuantitatif menggunakan
spektrofotometri UV-Visibel. Sampel yang digunakan pada analisis ini sebanyak
12 sampel air kolam renang yang diambil dari kolam yang berbeda-beda di
Cipanas garut . Sampel yang telah terkumpul kemudian dilakukan uji warna
dengan menggunakan pereaksi DPD serta uji warna menggunakan amilum-KI.
Uji warna dilakukan dengan menggunakan pereaksi DPD akan terbentuk warna
merah jingga atau merah . Sedangkan uji warna dengan menggunakan amilum-
KI akan terbentuk warna biru.

Hasil Uji Warna reagen DPD(N-diethyl-p-phenylenediamin) dan reagen Amylum-KI

Reaksi
Reaksi
Warna reagen
warna
No. Sampel DPD(N-diethyl-p- Keterangan Keterangan
Amylum-
phenylenediamin)
KI

1. Sampel 1 Merah Muda Positif Klorin Biru Muda Positif Klorin


2. Sampel 2 Merah Muda Positif Klorin Biru Muda Positif Klorin
3. Sampel 3 Merah Muda Positif Klorin Biru Muda Positif Klorin
4. Sampel 4 Merah Muda Positif Klorin Biru Muda Positif Klorin
5. Sampel 5 Merah Muda Positif Klorin Biru Muda Positif Klorin
6. Sampel 6 Merah Muda Positif Klorin Biru Muda Positif Klorin
7. Sampel 7 Merah Muda Positif Klorin Biru Muda Positif Klorin
8. Sampel 8 Merah Muda Positif Klorin Biru Positif Klorin
9. Sampel 9 Merah Muda Positif Klorin Biru Muda Positif Klorin
10. Sampel 10 Merah Muda Positif Klorin Biru Muda Positif Klorin
11. Sampel 11 Merah Muda Positif Klorin Biru Muda Positif Klorin
12. Sampel 12 Merah Muda Positif Klorin Biru Muda Positif Klorin
.

87
Hasil uji warna ini menunjukkan bahwa ke-12 sampel air kolam renang positif
mengandung klorin.

Selain itu juga dilakukan validasi metode , meliputi :


Uji Presisi
Uji presisi dilakukan untuk membuktikan ketelitian suatu alat berdasarkan
tingkat ketelitian hasil analisis yang ditunjukkan dari nilai standar deviasi (SD)
dan relative standar deviasi (RSD). Konsentrasi yang diperoleh dari pengukuran
dilakukan sebanyak 7 kali yaitu 5 ppm yang dimasukkan kedalam persamaan uji
presisi.
Hasil Uji Presisi Larutan Standar Klorin (CaOCl)

Larutan
standar
Y X X2
Kalsium Klorin
(CaOCl) 5 ppm
5 0,330 5,105 26,061025
5 0,331 5,131 26,327161
5 0,331 5,131 26,327161
5 0,330 5,105 26,061025
5 0,332 5,157 26,594949
5 0,329 5,078 25,786084
5 0,332 5,157 26,594949
∑ 2,315 35,864 183,7524
Konsentrasi Rata-rata : 5,123
SD : 0,0009596190
(%) RSD : 0,018731583
Ketelitian alat : 99,99981269%

Uji Akurasi
Uji akurasi dilakukan dengan menambahkan larutan baku. Berdasarkan hasil uji
akurasi yang dilakukan pada 2 sampel diperoleh % perolehan kembali yaitu pada
sampel 1 diperoleh hasil 100,876% dan pada sampel 2 diperoleh hasil 100,350%.
Suatu metode mempunyai akurasi yang baik apabila nilai % perolehan kembali
diantara 95 – 105%.

C
Penambahan C Total
Uji A sampel % Recovery
Baku (ppm) Sampel (ppm)
(ppm)

88
0,708 15,052 101,05
1 5 0,708 15,052 10 101,05
0,707 15,026 100,52
Rata – rata Rata – rata 100,87
0,707 15,026 100,52
2 0,707 15,026 10 100,52
5
0,706 15,000 100,00
Rata – rata Rata – rata 100,35

Uji Liniearitas
Uji linearitas ditentukan dengan membuat larutan klorin (CaOCl) dengan variasi
konsentrasi dan selanjutnya diukur absorbansinya menggunakan
spektrofotometer visible (sinar tampak). Hasilnya selanjutnya diplotkan menjadi
kurva standar yang menunjukkan hubungan antara absorbansi terhadap
konsentrasi standar klorin (CaOCl). Hasil serapan yang diperoleh selanjutnya
digunakan untuk menghitung nilai koefisien korelasi (r), intersep (a) dan slop (b)
sehingga akan diperoleh persamaan y = bx + a.

Dari gambar diperoleh persamaan garis lurus y = 0,038x + 0,136. Didapat bahwa
nilai b (slope) = 0,038, nilai a (intercept) = 0,136 dengan harga r = 0,99.
Hubungan linear yang ideal dicapai jika nilai b = 0 dan r = +1 atau -1 bergantung
pada arah garis. Dengan demikian persamaan regresi tersebut dapat digunakan
untuk menghitung kadar klorin (CaOCl) pada air kolam renang di Cipanas Garut.
Hasil dapat dilihat pada Lampiran 9 Gambar 4.6 Kurva Baku Klorin (CaOCl).

Data Absorbansi Kurva Baku

Kadar (ppm) Absorbansi


5 0,331
7,5 0,423
10 0,521
12,5 0,611
15 0,715
17,5 0,810

89
Uji Batas Deteksi
Batas deteksi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah yang masih
terdeteksi oleh metode pada tingkat kepercayaan tertentu. Batas deteksi (BD)
ditentukan dengan bantuan kurva kalibrasi, yaitu intercept kurva dan standar
deviasi regresi.
y
Dari hasil uji limit deteksi diperoleh nilai S x = 0,00734 dan nilai Y BD = 0,15802
ppm. Sedangkan untuk nilai x yg diperoleh dari rumus regresi linear dengan
memplotkan Y BD ke dalam rumus dan diperoleh nilai X sebesar 0,5794 ppm.
Hasil dapat dilihat pada Lampiran 10 Tabel 5.5 Hasil Uji Batas Deteksi.
Hasil Uji Batas Deteksi

X (ppm) Yi Ŷ (yi - ŷ) (yi - ŷ)²


5 0,331 0,326 0,005 0,000025
7,5 0,423 0,421 0,002 0,000004
10 0,521 0,516 0,005 0,000025
12,5 0,611 0,611 0 0
15 0,715 0,706 0,009 0,000081
17,5 0,810 0,801 0,009 0,000081
∑ (yi - ŷ)² = 0,000216
S ⁄ = 0,00734
Y BD = 0,15802
X = 0,5794ppm

Tahap selanjutnya merupakan metode kuantitatif menggunakan


spektrofotometri UV-Visibel bertujuan untuk mengetahui kadar klorin pada ke-
12 sampel air kolam renang yang telah teridentifikasi positif mengandung klorin
melalui uji warna dengan menggunakan pereaksi DPD dan amilum-KI.
Pengukuran kadar klorin dengan metode spektrofotometri UV-Visibel dilakukan

90
dengan menggunakan standar klorin yang telah diketahui kadarnya dan
dibandingkan dengan absorban sampel yang belum diketahui kadarnya. Langkah
pertama analisis kuantitatif ini adalah penentuan panjang gelombang
maksimum. Panjang gelombang maksimum merupakan panjang gelombang
dimana serapan zat terhadap sinar diperoleh nilai absorbansi yang maksimum.
Menurut Rohman(10), ada beberapa alasan mengapa harus menggunakan
panjang gelombang maksimum adalah sebagai berikut : (a).Pada panjang
gelombang maksimum, kepekaannya juga maksimum karena pada panjang
gelombang maksimum tersebut, perubahan absorbansi untuk setiap satuan
adalah yang terbesar, (b).Disekitar panjang gelombang maksimum, bentuk kurva
absorbansi datar dan pada kondisi tersebut hukum Lambert-Beer akan
terpenuhi.
Jika dilakukan pengukuran ulang maka kesalahan yang disebabkan oleh
pemasangan ulang panjang gelombang akan kecil sekali ketika digunakan
panjang gelombang maksimum. Pada penelitian ini didapat panjang gelombang
maksimum adalah 451 nm. Hasil dapat dilihat pada Lampiran 6 Gambar 4.6
Penentuan Panjang Gelombang Maksimum.
Tahap selanjutnya yaitu penentuan kadar Klorin (CaOCl) pada sampel . Sebanyak
12 sampel masing-masing diambil 5 mL ke dalam gelas kimia 100 mL. Kemudian
pada tiap sampel ditambahkan pereaksi DPD dan di diamkan selama beberapa
menit sampai terjadi perubahan warna merah pada sampel . Apabila pada
sampel telah terjadi perubahan warna merah, maka sampel dapat langsung di
ukur kadarnya dengan menggunakan spektrofotometri UV-Visibel.
Dari hasil pengukuran dengan menggunakan spektrofotometri didapatkan nilai
absorbansi sampel yang kemudian dimasukkan kedalam persamaan regresi y =
0,038x + 0,136 sehingga diperoleh kadar klorin (CaOCl)pada sampel. Kadar klorin
(CaOCl)tertinggi diperoleh pada sampel 7 yaitu sebesar 4,184 ppm/5 mL sampel.
Dengan demikian kadar tertinggi diperoleh pada sampel 7 yaitu sebesar 4,184
ppm atau 836,8 ppm/L. Hasil dapat dilihat pada Lampiran 11 Tabel 5.6 Kadar
Klorin (CaOCl) dalam sampel.

Kadar CaOCl dalam Sampel


Sampel Absorbansi Kadar NaOCl Kadar NaOCl
Sampel (ppm/5ml) (ppm/L)
Sampel 1 0,022
0,022
0,022 4,157 831,4
∑ 0,066
̅ 0,022
Sampel 2 0,018
4,052 810,4
0,018

91
0,018
∑ 0,054
̅ 0,018
Sampel 3 0,021
0,021
0,021 4,131 826,2
∑ 0,063
̅ 0,021
Sampel 4 0,011
0,011
0,011 3,868 773,6
∑ 0,033
̅ 0,011
Sampel 5 0,013
0,013
0,013 3,921 784,2
∑ 0,039
̅ 0,013
Sampel 6 0,016
0,016
0,016 4,000 800
∑ 0,048
̅ 0,016

Absorbansi Kadar CaOCl Kadar CaOCl


Sampel
Sampel (ppm/5mL) (ppm/L)

Sampel 7 0,023
0,023
0,023 4,184 836,8
∑ 0,069
̅ 0,023
Sampel 8 0,014
0,014
0,014 3,947 789,4
∑ 0,042
̅ 0,014
Sampel 9 0,021
4,131 826,2
0,021

92
0,021
∑ 0,063
̅ 0,021
Sampel 10 0,021
0,021
0,021 4,131 826,2
∑ 0,063
̅ 0,021
Sampel 11 0,009
0,009
0,009 3,815 763
∑ 0,027
̅ 0,009
Sampel 12 0,011
0,011
0,011 3,868 773,6
∑ 0,033
̅ 0,011

4. Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan terhadap ke-12 sampel air kolam renang
yang ada di daerah Cipanas garut menunjukkan bahwa ke-12 sampel positif
mengandung klorin dengan kadar klorin tertinggi pada sampel 7 yaitu sebesar
4,184 ppm/5ml atau 836,8 ppm/L.

5. Daftar Pustaka

Situmorang, M., 2007,“Kimia Lingkungan”,Cetakan I,F MIPA UNIMED. Medan,


Hlm 45-115.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 1990,“tentang Syarat-syarat


dan Pengawasan Kualitas Air”, Jakarta, Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

Fardiaz, S,. 1992, “Polusi Air dan Udara”, Kanisius, Yogyakarta, EGC, Jakarta.

Kaporit Menurut SNI, 1992, Jakarta, SNI.

93
Effendi, H., 2003, “Telaah Kualitas Air”, Kanisius, Yogyakarta, EGC, Jakarta.

Chandra, B., 2005,“Pengantar Kesehatan Lingkungan”,Jakarta, Penerbit Buku


Kedokteran, Hlm 55.

Khopkar, S.M., 2002, “Konsep Dasar Kimia Analitik”, Penerbit UI-press.,Jakarta.

Mulja, M dan Suharman., 1995, “Analisis Instrumental”,Airlangga University


Press, Surabaya, Hlm 51-57.

Harmita, 2004, “Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara


Perhitungannya”, Majalah Ilmu Kefarmasian, vol 1, No. 3, hal 117-135.

Rohman, A,. 2008, “Kimia Farmasi Analisis”, Pustaka pelajar, Yogyakarta.

Rahayu, Eka Octiani. 2015. “Analisis Kandungan Zat Warna Metanil Yellow
pada beberapa Produk Tahu Kuning Yang Beredar di Wilayah Garut dengan
Metode Kromatografi Lapis Tipis dan Spektrofotometri Uv-Vis”, Tugas Akhir
Sarjana Farmasi, F.MIPA-Universitas Garut, Garut, Hlm 37-46.

94

Anda mungkin juga menyukai