BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
hidup manusia, sehingga keadaan sungai perlu dijaga agar tetap berada pada
kondisi yang baik. Pada sungai sering mengalami perubahan morfologi yang
diakibatkan oleh adanya faktor alam maupun faktor campur tangan manusia.
Faktor alam disebabkan oleh sungai itu sendiri dan faktor dari campur tangan
manusia, seperti adanya perubahan tata guna lahan di daerah sungai tentunya
dapat menjadi salah satu faktor yang dapat menimbulkan permasalahan pada
sungai.
Terjadinya perubahan tata guna lahan pada daerah sungai yang dulunya
hutan lebat menjadi area terbuka, sebagai tempat pemukiman dan pertanian
resap air (infitrasi) berkurang dan mengakibatkan debit banjir yang terjadi pada
berbelok-belok.
2
menyebabkan berkurangnya luas penampang sungai, pada saat terjadi debit banjir
maka air akan meluap dan dapat membahayakan area di sekitar pinggiran sungai.
aliran, namun belum optimal dalam menanggulangi gerusan tebing, sebab masih
terjadi gerusan yang cukup besar pada belokkan sungai walaupun telah ada krib.
menciptakan aliran turbulensi pada ujung krib dan belakang krib, munculnya
terdapat pada krib tipe impermeabel, apabila aliran turbulensi ini besar maka
pemasangan krib yang sesuai, agar krib dapat berfungsi dengan baik sesuai
dengan fungsinya. Sementara kendala yang dihadapi pada saat ini adalah
gerusan tebing sungai perlu dilakukan, oleh karena itu kami mengambil judul
B. Rumusan Masalah
pemasangan krib?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada rumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini
yaitu:
D. Manfaat Penelitian
E. Batasan Masalah
Untuk mendapatkan hasil dalam variasi sudut pemasangan krib (600, 900,
1200) yang optimal dalam penelitian tentang bangunan krib tidak tembus air (krib
2) Media yang digunakan dalam penelitian ini adalah saluran terbuka dengan
bentuk trapesium.
saluran.
F. Sistematika Penulisan
teori tentang sungai, hidrolika sungai, perilaku aliran di tikungan sungai, proses
erosi pada tebing, gerusan, penanganan gerusan tebing dan kerangka pikir
penelitian.
Bab III metode penelitian yang berisi tentang metode penelitian yang
terdiri atas waktu dan tempat penelitian alat bahan, prosedur penelitian, gambar
Bab IV hasil dan pembahasan yang berisi tentang hasil penelitian yang
gerusan pada tebing dengan adanya krib impermeabel pada tikungan sungai
Bab V penutup yang berisi tentang kesimpulan dan dari hasil penelitian
ini, serta saran-saran dari penulis yang berkaitan dengan faktor pendukung dan
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Sungai
1. Defenisi Sungai
secara alamiah, mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar dibagian hilir.
Air hujan yang jatuh diatas permukaan bumi dalam perjalanannya sebagian kecil
menguap dan sebagian besar mengalir dalam bentuk alur-alur kecil, kemudian
menjadi alur-alur sedang seterusnya mengumpul menjadi satu alur besar atau
tentang sungai yaitu dalam peraturan pemerintah pasal 1 ayat 1 ini yang
dimaksud dengan sungai adalah suatu tempat dan wadah-wadah serta jaringan
pengaliran air mulai dari mata air sampai muara dengan dibatasi kanan dan
1) Suatu daerah yang di dalamnya terdapat air yang mengalir secara terus
menerus.
7
mirip dengan daerah yang di dalamnya terdapat air yang mengalir secara
2. Perilaku Sungai
Sungai adalah suatu saluran drainase yang terbentuk secara alamiah. Akan
tetapi disamping fungsinya sebagai saluran drainase dan dengan adanya air yang
Sosrodarsono, dkk, 2008). Volume sedimen yang sangat besar yang dihasilkan
Karena itu ukuran butiran sedimen yang mengendap di bagian hulu sungai lebih
sungai ke luar dari daerah pegunungan yang curam dan memasuki dataran yang
lebih landai, maka pada lokasi ini terjadi proses pengendapan yang sangat intensif
yang menyebabkan mudah berpindahnya alur sungai dan berbentuk apa yang
disebut kipas pengendapan. Pada lokasi tersebut sungai bertambah lebar dan
dangkal, erosi dasar sungai tidak lagi dapat terjadi, bahkan sebaliknya terjadi
8
penendapan yang sangat intensif. Dasar sungai secara terus menerus naik, dan
sedimen yang hanyut terbawa arus banjir, bersama dengan luapan air banjir
tersebar dan mengendap secara luas membentuk dataran alluvial. Pada daerah
dataran yang rata alur sungai tidak stabil dan apabila sungai mulai membelok,
maka terjadilah erosi pada tebing belokan luar yang berlangsung sangat intensif,
3. Struktur Sungai
morfologi sungai pada hakekatnya merupakan bentuk luar, yang secara rinci
Keterangan:
A = bantaran sungai
B = tebing/jering sungai
C = badan sungai
E = dasar sungai
F = vegetasi riparian
9
bahwa bagian dari bentuk luar sungai secara rinci dapat dipelajari melalui bagian-
bagian dari sungai, yang disebut dengan istilah struktur sungai. Struktur sungai
dapat dilihat dari tepian aliran sungai (tanggul sungai), alur bantaran, bantaran
sungai dan tebing sungai, yang secara rinci diuraikan sebagai berikut:
Alur sungai adalah bagian dari muka bumi yang selalu berisi air yang
mengalir yang bersumber dari aliran limpasan, aliran sub surface run-off, mata air
yang keras. Jarang ditemukan bagian yang rata, kadang kala bentuknya
bergelombang, landai atau dari bentuk keduanya sering terendapkan material yang
terbawa oleh aliran sungai (endapan lumpur). Tebal tipisnya dasar sungai sangat
3) Bantaran sungai
Bantaran sungai merupakan bagian dari struktur sungai yang sangat rawan.
Terletak antara badan sungai dengan tanggul sungai, mulai dari tebing sungai
(filter nutrient), menghambat aliran permukaan dan pengendali besaran laju erosi.
4) Tebing sungai
lereng atau sudut lereng, yang tergantung dari medannya. Semakin terjal akan
semakin besar sudut lereng yang terbentuk. Tebing sungai merupakan habitat dari
B. Hidrolika Sungai
saluran terbuka, menurut asalnya saluran dapat digolongkan menjadi saluran alam
(natural) dan saluran buatan (artificia) (Ven Te Chow. 1992 dalam Rosalina
Nensi. E.V).
Saluran alam meliputi semua alur air yang terdapat secara alamiah di
bumi, mulai dari anak selokan kecil di pegunungan, selokan kecil, kali, sungai
kecil dan sungai besar sampai ke muara sungai. Aliran air di bawah tanah dengan
beberapa hal dapat dibuat anggapan pendekatan yang cukup sesuai dengan
persyaratan aliran pada saluran ini dapat diterima untuk menyelesaikan analisa
hidrolika teoritis. Studi selanjutnya tentang perilaku aliran pada saluran alam
angkutan sedimen dan sebagainya. Hal ini merupakan ilmu tersendiri yang disebut
hidrolika sungai.
1. Sifat-sifat Aliran
pada setiap penampang saluran. Suatu aliran seragam dapat bersifat tetap dan
waktu. Sedangkan aliran disebut berubah (varied), bila kedalaman aliran berubah
disepanjang saluran. Aliran berubah dapat bersifat tetap maupun tak tetap (Ven Te
terhadap perilaku cairan. Dalam aliran laminer butir-butir air seolah-olah bergerak
menurut lintasan tertentu yang teratur dan lurus dan selapis cairan yang sangat
lintasan yang tidak teratur, tidak lancar maupun tidak tetap, walaupun butir-butir
tersebut tetap menunjukan gerak maju dalam aliran secara keseluruhan (Ven Te
gaya akibat kekentalannya (viscous forces) menjadi tiga bagian, yaitu: aliran
laminer, aliran transisi, dan aliran turbulen (French, dalam Robert J. Kodatie
2009). Variable yang dipakai untuk klasifikasi ini adalah bilangan Reynold yang
didefinisikan sebagai :
ῡ.𝐿
𝑅𝑒 = ................................................................................................... (1)
𝑣
Dimana:
𝑅𝑒 = Angka Reynold
terbuka adalah:
dapat dibandingkan dengan merubah kedalaman. Jika kecepatan aliran lebih kecil
dari pada kecepatan kritis, maka aliran disebut sub kritis, sedangkan jika
kecepatan alirannya lebih besar dari pada kecepatan kritis, maka alirannya disebut
superkritis.
13
Apabila FR< 1, berarti gaya gravitas menjadi dominan dan aliran dalam
Apabila FR> 1, berarti gaya kelembaman yang dominan dan aliran menjadi
superkritis.
angka Froude (FR) yaitu angka perbandingan antara gaya kelembaman dan gaya
gravitasi :
𝑣̅
𝐹𝑅 = .................................................................................................. (2)
√𝑔𝐿
Dimana:
FR = Angka Froude
penampang (m)
2. Kecepatan Aliran
Kecepatan aliran disebabkan oleh tekanan pada muka air akibat adanya
perbedaan fluida antara udara dan air dan juga akibat gaya gesekan pada dinding
saluran (dasar maupun tebing saluran) maka kecepatan aliran pada suatu potongan
melintang saluran tidak seragam (Addison, 1944; Chow 1959 dalam Robert. J
melintang saluran, kekasaran saluran dan lokasi saluran (saluran lurus atau pada
belokan).
terjadi pada jarak 0,05 sampai 0,25 dikalikan kedalaman airnya dihitung dari
permukaan air seperti pada gambar (3.a). Namun pada sungai yang sangat lebar
permukaan air (Addison, 1994 dalam Robert. J Kodatie, 2009). Makin sempit
Pada prinsipnya kecepatan aliran dapat diukur dengan tiga metode (Yuni
1) Metode Apung
k = koefisien pelampung
2) Metode Current-meter/Flow-meter
Ada dua tipe current-meter yaitu tipe baling-baling (propeller type) dan
tipe canting (cup Type). Oleh karena distribusi kecepatan aliran disungai tidak
sama baik arah vertikal maupun horizontal, maka pengukuran kecepatan aliran
3) Tabung pilot
menggunakan penggaris penahan tinggi tekanan. Tinggi kenaikan muka air pada
tabung pilot atau pada penggaris adalah tinggi tekanan akibat kecepatan (h).
Untuk mengukur nilai h, tabung pitot diletakkan berlawanan dengan arah aliran
v = √2 𝑔ℎ ......................................................................................................... (4)
4. Debit Aliran
Debit aliran adalah laju aliran air (dalam bentuk volume air) yang
satuan SI besarya debit dinyatakan dalam satuan meter kubik per detik (m 3/det)
melalui empat kategori (Gordon et al, 1992 dalam Chay Asdak, 2014):
Dimana:
horizontal (lebar aliran) dan ke arah vertikal (ke dalam aliran). Luas aliran
merupakan jumlah luas tiap bagian (segment) dari profil yang terbuat. Ada dua
bn + bn+1
an = x dn
2
dimana:
bn = lebar sungai ke n
dn = kedalaman seksi ke n
Dimana:
Qn = ῡ . an
Dimana :
an = luas seksi n
19
Q = ∑𝑛𝑖=1 qi
Dimana:
Qn = ῡ . an
Dimana :
an = luas seksi n
Q = ∑𝑛𝑖=1 qi
20
melintang sungai yang selanjutnya bersama dengan aliran utama akan membentuk
aliran helicoidal. Besarnya kecepatan arus melintang ini berkisar antara 10%-15%
dari kecepatan arah utama aliran (Legono, 1990 dalam Ayu Marlina H, 2014).
Dengan demikian pada sungai yang bermeander, erosi akan terjadi pada sisi luar
belokan dan pengendapan terjadi pada sisi dalam belokan. Pada daerah tikungan
pengikisan terjadi di awal tikungan dan pengendapan terjadi di akhir tikungan dan
pengikisan paling banyak dibagian luar tikungan dan pengendapan dibagian dalam
bila superelevasi miring ke arah dalam tikungan dan akan berkurang bila
Erosi tebing sungai (streambank erosion) adalah pengikisan tanah pada tebing-
tebing sungai dan penggerusan dasar sungai oleh aliran air sungai (Chay Asdak,
2014).
gerusan aliran sungai dan oleh adanya longsoran tanah pada tebing sungai. Proses
yang pertama berkorelasi dengan kecepatan aliran sungai. Semakin cepat laju
21
aliran sungai (debit puncak atau banjir) semakin besar kemungkinan terjadi erosi
tebing.
E. Gerusan
permukaan alami atau datum yang diasumsikan. Gerusan adalah proses semakin
dalamnya dasar sungai karena interaksi antara aliran dengan material dasar sungai
terjadi pada suatu kecepatan aliran dimana sedimen ditranspor lebih besar dari
Cahya, 2012)
a. Besar gerusan akan sama selisihnya antara jumlah material yang diangkut
keluar daerah gerusan dengan jumlah material yang diangkut masuk ke dalam
daerah gerusan.
bertambah. Untuk kondisi aliran bergerak akan terjadi keadaan gerusan yang
1. Tipe Gerusan
Tipe gerusan yang diberikan oleh Raudkivi dan Ettema adalah sebagai
berikut :
1) Gerusan umum di alur sungai, tidak berkaitan sama sekali dengan ada atau
menjadi terpusat.
3) Gerusan lokal disekitar bangunan, terjadi karena pola aliran lokal disekitar
bangunan sungai.
Gerusan dan jenis (2) dan (3) selanjutnya dapat dibedakan menjadi gerusan
dengan air bersih (clean water scour) maupun gerusan dengan air bersedimen
(live bed scour). Gerusan dengan air bersih berkaitan dengan air keadaan dimana
dasar sungai di sebelah hulu bangunan dalam keadaan diam (tidak ada material
yang mengangkut) atau secara teoritik τ0< τc. Sedangkan gerusan dengan air
bersedimen terjadi ketika kondisi aliran dalam saluran meyebabkan material dasar
bergerak. Peristiwa ini menunjukkan bahwa tegangan geser pada saluran lebih
1) Kondisi clear water scour dimana gerusan dengan air bersih terjadi jika
material dasar sungai di sebelah hulu gerusan dalam keadaan diam atau tidak
terangkut.
𝑈
Untuk ≤ 0,5 gerusan lokal tidak terjadi dan proses transportasi sedimen
𝑈𝑐𝑟
tidak terjadi.
23
𝑈
Apabila 0,5 ≤ 1,0 gerusan lokal terjadi secara terus-menerus dan proses
𝑈𝑐𝑟
2) Kondisi live bed scour dimana gerusan yang disertai dengan angkutan
Dimana :
Gerusan tebing sungai harus diatasi untuk menjaga agar tebing sungai
tetap stabil dan tidak terancam longsor, untuk itu diperlukan bangunan pengatur
sungai. Bangunan pengatur sungai adalah suatu bangunan air yang dibangun pada
sungai dan berfungsi mengatur aliran air agar tetap stabil dan sebagai pengendali
1) Perkuatan lereng
3) Tanggul
5) Ground sill
24
2. Krib
1) Defenisi Krib
Problem perbaikan alur sungai yang berubah karena terjadi erosi dan
yang sangat komplek (Jansen dkk, dalam M. Haris, 2013). Pengujian model dan
perbaikan sungai.
menghindarkan kuat arus dari sepanjang tepi sungai, termasuk pada belokan
Krib adalah bangunan yang dibuat mulai dari tebing sungai ke arah tengah
guna mengatur arus sungai dan tujuan utamanya adalah (Suyono Sosrodarsono,
dkk, 2008):
gerusan.
2) Klasifikasi Krib
Secara garis besarnya terdapat 3 tipe konstruksi krib yaitu: tipe permeabel
(permeabel type) dimana air sungai dapat mengalir melalui krib tersebut, tipe
25
impermeabel (impermeabel type) dimana air sungai tidak dapat mengalir melalui
krib tersebut dan tipe semi-permeabel (combined of both the permeabel type and
dalam 2 tipe, yaitu tipe silang (transversal type) dan tipe memanjang (longitudinal
type).
Pada tipe permeable air dapat mengalir melalui krib (permeable spur).
Krib permeabel tersebut melindungi tebing terhadap gerusan arus sungai dengan
cara meredam energi yang terkandung dalam aliran sepanjang tebing sungai dan
tersebut.
Krib dengan konstruksi tipe impermeabel yang disebut pula krib padat,
karena air sungai tidak dapat mengalir melalui tubuh krib. Krib tipe ini
dipergunakan untuk membelokkan arah arus sungai dan karenanya sering terjadi
gerusan yang cukup dalam didepan ujung krib tersebut atau bagian sungai di
sebelah hilirnya.
26
Krib semi-permeabel ini berfungsi ganda yaitu sebagai krib permeabel dan
krib padat. Biasanya bagian yang padat terletak disebelah bawah dan berfungsi
Krib yang formasinya tegak lurus atau hampir tegak lurus arah arus sungai
dapat merintangi arus tersebut dan dinamakan krib melintang (transversal dyke),
sedang krib yang formasinya hampir sejajar arah arus sungai disebut krib
3) Fungsi Krib
Krib dibangun untuk merubah arah arus sungai sehingga arah arus utama
akan bergeser menjauhi tepi tikungan luar sungai, dengan demikian juga akan
mengurangi kecepatan aliran pada tebing sungai dan kaki tanggul dan berguna
untuk melindungi bahaya gerusan pada tebing sungai serta agar terjadi endapan
pada tebing sungai tersebut. Disamping itu juga berfungsi untuk memperbaiki
maupun mengatur lebar palung sungai dan kedalaman air yang dibutuhkan serta
27
Haris, 2013).
4) Perencanaan krib
memanjang, debit air sungai, kecepatan arus sungai, bahan-bahan dasar sungai
haruslah disurvei, dipelajari dan ditelaah secara mendalam dan tipe krib serta
lalu.
sungai yang sama atau yang hampir sama, kemudahan pelaksanaanya dan
besarnya pembiayaan.
(2) Pada sungai-sungai yang terlalu lebar dan untuk mengurangi turbulensi aliran,
dengan krib yang panjang, akan tetapi panjangnya harus dibatasi secukupnya,
(3) Jika krib yang akan dibangun antara lain untuk melindungi tebing sungai
terhadap pukulan air, maka panjang krib sepanjang ini harus dibatasi, karena
28
krib yang terlalu panjang akan menyebabkan timbulnya pukulan air pada
(4) Krib-krib tidak dapat berfungsi dengan baik pada sungai-sungai yang kecil
debit yang lebih besar atau debit banjir dan juga pertimbangan mengenai trase
keseluruhan.
5) Formasi Krib
Terdapat 3 macam formasi krib yang umum diterapkan yaitu tegak lurus
6) Dimensi Krib
Tinggi mercu krib sebaiknya paling tidak sama dengan elevasi bantaran.
Kemiringan lapis lindung tanggul dan krib biasanya berkisar antara 1:2,5 sampai
29
1:3,5 untuk kemiringan dibawah muka air dan 1:1,5 sampai 1:2,5 untuk
kemiringan di luar air. Kemiringan ujung krib kadang-kadang diambil 1:5 sampai
1:10 untuk mengurangi pusaran air/vortex dan efeknya (KP. 02, 2010)
dalam M. Haris. 2013, dimana panjang krib kurang dari 20% dari lebar saluran.
𝐶 2ℎ
𝐿<𝛼 .............................................................................................. (7)
2𝑔
dimana koefisien Chezy berdasarkan Bazin (1869), adalah fungsi dari jari-jari
87
𝐶 = 𝛾 ......................................................................................... (8)
1+ 𝐵
√𝑅
Tabel 1. Tabel bazin untuk koefisien yang tergantung pada kekasaran dinding
Jenis Dinding 𝜸𝑩
dalam melakukan penelitian yang berisi beberapa teori dan hasil penelitian yang
telah ada sebelumnya yang memiliki relevansi. Berdasarkan teori dan kajian yang
telah ada tersebut yang akan menjadi bahan pertimbangan peneliti untuk melihat
fakta kasus yang terjadi di lapangan. Oleh karna itu peneliti melakukan kajian
terhadap beberapa hasil penelitian berupa skripsi dan jurnal. Pengaruh sudut
sungai yang bertujuan untuk menganalisis perubahan dasar saluran, elevasi dasar
saluran (morfologi) dan gerusan di hulu krib akibat pemasangan krib permeabel
5 buah krib permeabel pada tikungan dan air tidak bersedimen (clean water).
krib permeabel yaitu sudut krib 450,900 dan 1350 ke arah hulu aliran.
tikungan semakin berkurang dan perubahan yang terjadi hanya pada dasar saluran.
permeabel 45°, 90° dan 135°sebesar 1,376 cm, 1,346 cm dan 1,452 cm.
krib permeabel 45°, 90° dan 135°sebesar 1,05 cm, 0,95 cm dan 1,17 cm. Sehingga
sudut pemasangan krib permeabel krib 90° lebih baik karena perubahan dasar
salurannya (Bt/Bo) lebih kecil yaitu 1,346 cm (1,346 kali dari saluran awal) dan
gerusannya (ds/y) juga lebih kecil yaitu 0,95 cm dan koefisien determinasi (R2 )
Disusun oleh Sunaryo, Darwizal Daoed dan Febby Laila Sari pada tahun 2010.
pemasangan krib tidak lolos air (krib Impermeabel) serta variasi sudut dan jarak
aliran terhadap keruntuhan tebing tikungan. Tebing saluran dibuat dari pasir halus
jarak pemasangan krib sama dengan tinggi tebing. Kemudian arah sudut
Ketiga, Judul : Kajian Perubahan pola gerusan pada tikungan sungai akibat
penambahan debit. Disusun oleh Yuni Cahya S. Daties pada tahun 2012.
Masalah yang diteliti dalam peneltian ini adalah bagaimana pengaruh debit
terhadap pola gerusan pada tikungan sungai dan menentukan hubungan antara
debit aliran sungai, dengan pola gerusan dalam fungsi waktu pada tikungan
sungai.
disaring dan lolos ayakan no.4 dan tertahan ayakan no. 200. Waktu pengaliran
diberikan dengan selang waktu 10 menit, 20 menit, dan 30 menit untuk tiap debit
yang berbeda. Variasi kedalaman gerusan dari daerah pantauan dan titik bantu
tikungan, hal ini terjadi karena adanya peningkatan kecepatan aliran air. Namun
angkanya tidak terlalu signifikan karena keruntuhan tebing pada sisi luar belokan.
Ketika tinggi aliran h = 6,9 cm, gerusan mencapai kedalaman 3,5 cm. Kerusakan
pengambilan data. Endapan yang terjadi pada saluran lebih nampak di sisi bagian
mencapai 8,5 cm. Dengan bertambahnya debit yang diberikan, semakin banyak
pula material yang terbawa dari hulu kemudian menumpuk di bagian dalam
belokan.
35
BAB III
METODE PENELITIAN
5 bulan.
Moh. Nasir, Ph. D (1988) dalam Yuni Cahya, 2012 observasi dibawah kondisi
buatan (artificial condition), dimana kondisi tersebut dibuat dan diatur oleh
tersebut, serta adanya kontrol dengan tujuan untuk menyelidiki ada tidaknya
pembanding.
1. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari uji simulasi fisik di
laboratorium.
2. Data sekunder data yang diperoleh dari literatur dan hasil penelitian yang
Secara umum, alat dan bahan yang digunakan dalam penunjang penelitian
1. Alat
6) Meter lipat
7) Mistar
12) Palu
13) Gergaji
14) Stopwatch
2. Bahan
1) Air
2) Tanah timbunan
3) Paku
4) Batang pohon
5) Papan ketebalan 2 cm
D. Langkah-langkah Penelitian
1. Persiapan
Adapun kegiatan persiapan yang kami lakukan dalam penelitian ini adalah
melakukan kegiatan pembersihan pada area yang akan dibangun saluran dan
dibutuhkan.
38
2. Perancangan Model
1.50 m
DENAH SALURAN
SKALA : 1 cm : 100 cm
Krib Impermeabel
Bak Penampungan air
1.50 m
Gambar 13. Rancangan Model Saluran
POTONGAN MEMANJANG SALURAN
SKALA : 1 cm : 100 cm
39
Batang Pohon
Paku 5 cm
Papan Tebal 1.5 cm
Batang Pohon
25 cm
Paku 5 cm
Papan Tebal 1.5 cm
75 cm 10 cm
50 cm
POTONGAN II-II
25 cm
SKALA : 1 cm : 10 cm
10 cm
50 cm
POTONGAN II-II
SKALA : 1 cm : 10 cm
Batang Pohon
Batang Pohon
SKALA : 1 cm : 20 cm
3. Pembuatan Model
terdapat pada bab II mengenai penentuan dimensi krib yang dilakukan pada
tinggi muka air banjir atau tinggi bantaran sungai dan panjang krib adalah
Panjang krib (Lb) = 20% dari lebar saluran, dimensi lebar saluran adalah 50 cm
Jarak antar krib dapat menggunakan rumus dari KP. 02 tentang penentuan jarak
𝐶 2 .2ℎ 𝛾𝐵
𝐿<𝛼 dimana 𝐶 = 87/(1 + )
2.𝑔 √𝑅
41
A= (b+m.y)y
P = b+2h.√1 + 𝑚2
R = A/P
87
𝐶= 𝛾𝐵
1+
√𝑅
𝐶 2 .2ℎ
𝐿<𝛼 2.𝑔
4. Pengambilan Data
Adapun data-data yang kami ambil dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
8 𝛼
𝑄= 𝐶𝑑. 𝑡𝑔 √2. 𝑔𝐻 5/2
15 2
𝑄 × 15
𝐶𝑑 =
8 × 𝑡𝑔. 45°. √2. 𝑔𝐻 5/2
Dimana:
Cd = koefisien Thompson
Untuk data kedalaman air (y) diambil dari kedalaman pada hulu dimana
aliran belum melewati krib pada pada bagian kiri, bagian kanan, dan bagian
kedalaman air pada pertengahan dari bangunan krib yang disimbolkan dengan
Untuk data kecepatan aliran (v) diambil dari kecepatan aliran pada titik
dimana aliran belum melewati bangunan krib pada bagian kiri, bagian kanan,
dan bagian tengah saluran yang dirata-ratakan, yang disimbolkan dengan (v0),
disimbolkan dengan (v1) dan kecepatan aliran setelah melewati bangunan krib
(v2).
yang mengalami gerusan tepatnya pada titik dimana terdapat bangunan krib
impermeabel.
5. Model Analisis
Dalam penelitian ini data-data yang telah diambil seperti data kecepatan
aliran data tinggi muka air dengan gerusan diolah dalam bentuk tabel dan kurva,
1) Kecepatan aliran dan tinggi muka air digunakan untuk mencari nilai debit
43
A = (b+m.y)y
m = nilai kemiringan
selain itu data kecepatan aliran dijadikan sebagai perbandingan dari pengaruh
dan memanjang serta kontur dari saluran pada setiap pemasangan krib
impermeable.
perbandingan kecepatan aliran (v) pada setiap titik pengamatan untuk masing-
6. Prosedur penelitian
saluran terbuka
5) Memasang krib pada tikungan sesuai dengan sudut dan jarak yang akan
digunakan.
7) Setelah pengukuran kecepatan (V) dan kedalaman aliran (Y) telah selesai
Mulai
Studi Literatur
Perancangan Model
Pembuatan Model
Pengambilan Data
Pengolahan data/validasi:
1. Kecepatan Aliran (v) Tidak
2. Perubahan Penampang Saluran
3. Kedalaman gerusan (hg)
Ya
Analisis Data/Pembahasan:
Sudut Krib (0)
Selesai
BAB IV
Sesuai yang dijelaskan pada bab II bahwa penentuan tinggi mercu krib
dapat disesuaikan dengan elevasi bantaran atau sama dengan tinggi muka air
tertinggi pada saat banjir sehingga tinggi krib adalah 25 cm atau 0.25 m
bahwa panjang krib adalah kurang dari 20% dari lebar saluran sehingga didapat
Diketahui :
Jarak antara krib dapat menggunakan rumus dari KP. 02 tentang penentuan
𝑚
𝐶 = 87/(1 + )
√𝑅
R = A/P
87 87
𝐶= 𝛾𝐵 = 0.85 = 26.00
1+ 1+
√𝑅 √0.13
𝐶 2 .2ℎ
𝐿<𝛼 2.𝑔
𝐶 2 . 2ℎ 26.002 . 2.0.2
𝐿<𝛼 = 𝐿 < 0.6 = 4.13 m atau 413 cm
2. 𝑔 2.9.8
8 𝛼
𝑄= 𝐶𝑑. 𝑡𝑔 √2. 𝑔𝐻 5/2
15 2
𝑄 × 15
𝐶𝑑 =
8 × 𝑡𝑔. 45°. √2. 𝑔𝐻 5/2
0.0330 × 15
𝐶𝑑 = = 0.781
8 × 𝑡𝑔. 45°. √2.9.81. 0.25/2
8
𝑄= 0.781. 𝑡𝑔. 45°√2.9.81𝐻 5/2
15
𝑄 = 1.84. 𝐻 5/2
𝑄 = 1.84. 𝐻 5/2
saluran (Q), bilangan Froude (Fr) dan bilangan Reynold (Re) sebagai berikut:
Perhitungan luas penampang pada saluran tanpa krib pada titik I (bagian hulu)
Rumus :A = (b+m.y)y
Untuk hasil perhitungan luas penampang (A) pada titik berikutnya dapat
Perhitungan penampang basah (P) pada saluran tanpa krib pada titik I (bagian
hulu)
Rumus :P = b+2h.√1 + 𝑚2
P = 0.5+2.0.07.√1 + 12 = 0.71 m
Untuk hasil perhitungan penampang basah (P) pada titik berikutnya dapat
Perhitungan jari-jari hidrolis (R) pada saluran tanpa krib pada titik I (bagian
hulu)
Rumus : R = A/P
Untuk hasil perhitungan luas penampang (A) pada titik berikutnya dapat
Perhitungan kemiringan saluran (I) pada saluran tanpa krib pada titik I
(bagian hulu)
Perhitungan debit saluran (Q)pada saluran tanpa krib pada titik I (bagian
hulu)
Rumus : Q = V.A
50
Perhitungan bilangan Froude (Fr) untuk saluran tanpa krib pada titik I (bagian
hulu) .
𝑉 0.98
𝐹𝑟 = = = 1.16
√𝑔. 𝑦 √9.81 × 0.07
Tabel 3.Perhitungan bilangan Froude (Fr) untuk setiap sudut pemasangan krib impermeable.
Lebar
Sudut Kedalaman Kecepatan Luas Keliling Jari-jari
Titik Dasar Bilangan
Pemasangan Rata-rata Aliran (v) Penampang Basah Hidrolis
Pengamatan Saluran Froude (Fr)
Krib (0) (y) m m/det) (A) m2 (P) m ( R ), m
(b) m
Tanpa Krib 0.07 0.50 0.98 0.04 0.71 0.06 1.16
Titik I
60 0.11 0.50 0.40 0.06 0.80 0.08 0.39
(bagian
90 0.11 0.50 0.30 0.06 0.80 0.08 0.29
hulu)
120 0.11 0.50 0.27 0.07 0.81 0.08 0.26
Tanpa Krib 0.08 0.50 0.96 0.05 0.73 0.06 1.08
Titik II
60 0.11 0.50 0.77 0.06 0.80 0.08 0.75
(bagian
90 0.11 0.50 0.70 0.06 0.80 0.08 0.68
tengah)
120 0.11 0.50 0.68 0.07 0.80 0.08 0.66
Tanpa Krib 0.10 0.50 0.94 0.06 0.78 0.08 0.95
Titik III 60 0.11 0.50 0.67 0.07 0.80 0.08 0.65
(bagian hilir) 90 0.11 0.50 0.65 0.07 0.80 0.08 0.63
120 0.11 0.50 0.63 0.07 0.81 0.08 0.61
52
pengamatan I (bagian hulu) untuk saluran tanpa krib bilangan Froude (Fr) = 1.16,
untuk saluran dengan pemasangan krib impermeabel 600 bilangan Froude (Fr) =
0.39, untuk saluran dengan pemasangan krib impermeabel 900 bilangan Froude
(Fr) = 0.29 dan untuk saluran dengan pemasangan krib impermeabel 1200
bilangan Froude (Fr) = 0.26 untuk selanjutnya dapat dilhat pada tabel 3 di atas.
Perhitungan bilangan Reynold (Re) pada saluran tanpa krib pada titik
𝑉×𝑅
𝑅𝑒 =
𝜐
Untuk nilai viskositas (𝜐) dapat dilihat pada lampiran tabel viskositas
0.98 × 0.059
𝑅𝑒 = = 70760.80
0.84
Untuk perhitungan bilangan Froude (Fr) pada titik selanjutnya dan pada
Tabel 4.Perhitungan bilangan Reynold (Re) untuk setiap sudut pemasangan krib impermeable.
Lebar
Sudut Kedalaman Kecepatan Luas Keliling Jari-jari
Titik Dasar Bilangan
Pemasangan Krib Rata-rata Aliran (v) Penampang Basah Hidrolis ( R ),
Pengamatan Saluran Reynold (Re)
(0) (y) m m/det) (A) m2 (P) m m
(b) m
Tanpa Krib 0.073 0.500 0.980 0.904 2.574 0.059 70760.8
Titik I 60 0.107 0.500 0.400 0.065 0.802 0.081 38436.9
(bagian hulu) 90 0.107 0.500 0.300 0.065 0.802 0.081 28827.7
120 0.110 0.500 0.267 0.067 0.811 0.083 26261.7
Tanpa Krib 0.080 0.500 0.960 1.040 2.763 0.064 74795.4
II (bagian 60 0.107 0.500 0.767 0.065 0.802 0.081 73670.7
tengah) 90 0.107 0.500 0.700 0.065 0.802 0.081 67264.6
120 0.108 0.500 0.683 0.066 0.805 0.081 66209.0
Tanpa Krib 0.100 0.500 0.940 0.060 0.783 0.077 87859.9
Titik III 60 0.108 0.500 0.667 0.066 0.805 0.081 64594.1
(bagian hilir) 90 0.108 0.500 0.650 0.066 0.805 0.081 62979.3
120 0.111 0.500 0.633 0.068 0.814 0.083 62872.8
54
pengamatan I (bagian hulu) untuk saluran tanpa krib bilangan Reynold (Re) =7
Reynold (Re) = 38436.9, untuk saluran dengan pemasangan krib impermeabel 900
bilangan Reynold (Re) = 28827.7 dan untuk saluran dengan pemasangan krib
dilhat pada tabel 4. Perhitungan bilangan Reynold (Re) untuk setiap sudut
analisis kecepatan aliran pada sudut pemasangan krib impermeabel pada saluran
tanpa krib impemeabel dan saluran dengan krib impermeabel dengan masing-
Adapun tabel pengamatan kecepatan aliran pada saluran tanpa krib dan
Tabel 5. Kecepatan aliran pada setiap sudut pemasangan krib impermeabel pada
llllllllllllltitik pengamatan I (bagian hulu)
krib impermeabel pada titik pengamatan I (bagian hulu) di atas maka dapat dibuat
1.2
1.0
Kecepatan Aliran (m/det)
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
30
0 60
60 90
90 120120
Sudut Pemasangan Krib Impermeabel(0)
TITIK PENGAMATAN I (BAGIAN HULU)
Gambar 17. Grafik hubungan kecepatan aliran dengan sudut pemasangan krib
Impermeabel pada titik pengamatan I (bagian hulu)
56
impermeabel pada titik pengamatan I (bagian hulu) diatas dapat dilihat bahwa
kecepatan aliran pada saluran tanpa krib sebesar 0.98 m/det sedangkan pada
setiap sudut pemasangan krib yaitu, 0.40 m/det pada sudut pemasangan krib
impermeabel 600, 0.30 m/det pada sudut pemasangan krib impermeabel 900 dan
Adapun tabel pengamatan kecepatan aliran pada saluran tanpa krib dan
Tabel 6. Kecepatan aliran pada setiap sudut pemasangan krib impermeabel pada
lllllllllllllltitik pengamatan II (bagian tengah)
krib impermeabel pada titik pengamatan II (bagian tengah) di atas maka dapat
57
1.2
1
Kecepatan Aliran (m/det)
0.8
0.6
0.4
0.2
0
30
0 60 90 120
120
Sudut Pemasangan Krib Impermeabel (0)
impermeabel pada titik pengamatan II (bagian Tengah) diatas dapat dilihat bahwa
kecepatan aliran pada saluran tanpa krib sebesar 0.96 m/det sedangkan pada
setiap sudut pemasangan krib yaitu, 0.77 m/det pada sudut pemasangan krib
impermeabel 600, 0.70 m/det pada sudut pemasangan krib impermeabel 900 dan
Adapun tabel pengamatan kecepatan aliran pada saluran tanpa krib dan
Tabel 7. Kecepatan aliran pada setiap sudut pemasangan krib impermeabel pada
lllllllllllllltitik pengamatan III (bagian hilir)
krib impermeabel pada titik pengamatan III (bagian hilir) di atas maka dapat
59
1.2
1
Kecepatan Aliran (m/det)
0.8
0.6
0.4
0.2
0
30 0 6060 90
90 120 120
Sudut Pemasangan Krib Impermeabel (0)
Gambar 19. Grafik hubungan kecepatan aliran dengan sudut pemasangan krib v
vvvvvvv impermeabel pada titik pengamatan III (bagian hilir)
impermeabel pada titik pengamatan III (bagian hilir) diatas dapat dilihat bahwa
kecepatan aliran pada saluran tanpa krib sebesar 0.94 m/det sedangkan pada
setiap sudut pemasangan krib yaitu, 0.67 m/det pada sudut pemasangan krib
impermeabel 600, 0.65 m/det pada sudut pemasangan krib impermeabel 900 dan
1.2
1.0
Kecepatan Aliran (m/det)
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
30
0 60 90
90 120
120
Sudut Pemasangan Krib Impermeabel (0)
Gambar 20. Grafik hubungan kecepatan aliran dengan sudut pemasangan krib y
v uimpermeabel pada setiap titik pengamatan
impermeabel pada titik pengamatan I (bagian hulu) di atas dapat dilihat bahwa
kecepatan aliran pada saluran tanpa krib sebesar 0.98 m/det sedangkan pada
setiap sudut pemasangan krib yaitu, 0.40 m/det pada sudut pemasangan krib
impermeabel 600, 0.30 m/det pada sudut pemasangan krib impermeabel 900 dan
0.27 m/det untuk sudut pemasangan krib impermeabel 1200. kecepatan aliran
Tengah) kecepatan aliran pada saluran tanpa krib sebesar 0.96 m/det sedangkan
setiap sudut pemasangan krib yaitu, 0.77 m/det pada sudut pemasangan krib
impermeabel 600, 0.70 m/det pada sudut pemasangan krib impermeabel 900 dan
Adapun bentuk gerusan yang dapat diperlihatkan dalam bentuk kontur dari
sebagai berikut:
Gambar 24. Perubahan penampang saluran pada potongan E-E dan F-F
63
Pada potongan melintang A-A, B-B dan C-C pada bagian kanan tebing
saluran mengalami gerusan dan pada bagian kanan dasar saluran terjadi
sedimentasi, sedangkan pada potongan melintang D-D, E-E dan F-F mengalami
gerusan pada bagian kiri saluran dan pengendapan akibat dari adanya bangunan
A
B
A B
C
D
E
F
Gambar 26. Perubahan penampang saluran pada potongan A-A dan B-B
Gambar 27. Perubahan penampang saluran pada potongan C-C dan D-D
Pada potongan melintang A-A, B-B dan C-C pada bagian kanan tebing
saluran mengalami gerusan dan pada bagian kanan dasar saluran terjadi
sedimentasi, sedangkan pada potongan melintang D-D, E-E dan F-F mengalami
gerusan pada bagian kiri saluran dan pengendapan akibat dari adanya bangunan
A
B
A B
C
D
E
F
Gambar 29. Kontur pada penampang saluran pada sudut pemasangan krib
dvdvvdvdvimpermeable1200
66
Gambar 31. Perubahan penampang saluran pada potongan C-C dan D-D
Pada potongan melintang A-A, B-B dan C-C pada bagian kanan tebing
saluran mengalami gerusan dan pada bagian kanan dasar saluran terjadi
sedimentasi, sedangkan pada potongan melintang D-D, E-E dan F-F mengalami
gerusan pada bagian kiri saluran dan pengendapan akibat dari adanya bangunan
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
bervariasi.
pengamatan.
B. Saran
impermeabel dengan variasi sudut yang lebih banyak terutama dengan arah
DAFTAR PUSTAKA
Kodatie Robert J, 2009. Hidrolika Terapan Aliran pada Saluran Terbuka dan
Pipa. Edisi Revisi, Penerbit Andi. Yogyakarta