Tymus memiliki 2 lobus yang saling berhubungan secara erat dan bersatu
dalam jaringan ikat. Sebuah lobus terdiri dari ribuan lobulus yang masing-
masing ada korteks dan medula. Kelenjar timus merupakan sumber suatu
faktor yang dibawa darah untuk menginduksi diferensiasi sel induk
limfosit yang mampu berpartisipasi dalam reaksi kekebalan.
Dalam timus tidak terdapat pembuluh aferen dan sinus limfe. Pembuluh eferen
terutama berjalan ke jaringan ikat interlobular.
Jumlah cabang nervus vagus dan nervus simpatis servikalis mencapai timus sedikit.
Saraf terutama tersebar pada dinding pembuluh darah.
Arteri yang memperdarahi berasal dari arteri torasika interna dan arteri tiroidea
inferior. Cabang-cabangnya berjalan sepanjang trabekula yang diselubungi oleh sel
retikulat epitel yang memasuki lobus perbatasan korteks dan medula. Arteriole
bercabang banyak dan kapiler-kapilernya memasok darah ke korteks dan sedikit yang
memasok ke medula. Darah yang melalui venula pasca kapiler berploriferasi di
korteks memasuki sistem pembuluh darah. Darah venula kembali ke tuberkula
interlobularis dan selanjutnya ke vena brakiosepalika dan vena tiroidea.
Timus adalah "sarang" yang berlokasi di mediastinum bagian atas. Timus berkembang sampai
masa pubertas, dan setelah itu ia akan menyusut atau digantikan oleh jaringan lemak.
Kelenjar timus normalnya berfungsi secara efektif sepanjang umur manusia, namun
fungsinya menurun seiring usia. Akibatnya, insiden penyakit autoimun dan pertumbuhan sel-
sel ganas meningkat. Tetapi sejumlah nukleoprotein (asam timonukleat) mengambil alih
beberapa fungsi timus. Selain itu kelenjar timus berinteraksi dengan gonad dalam
mempengaruhi pertumbuhan tubuh.
Perkembangan seluruh sistem limfatik diputuskan dan diatur oleh timus. Timus (bersama-
sama dengan sumsum tulang) adalah organ imunitas yang utama. Tahun 1961, Miller dkk
menemukan manfaat utama dari kelenjar timus dalam pematangan imunologi. Mereka
membuktikan bahwa tikus yang baru lahir tidak mengalami perkembangan imunitas setelah
kelenjar timus mereka dieksisi. Ini artinya faktor selular dan hormonal timus menjadi
perantara bagi pematangan sistem imunologi sehingga sel-sel imun menjadi sel yang siap
berperang.
Perkembangan limfosit T dari sel induk yang ada di sumsum tulang belakang juga melalui
kelenjar timus. Sekitar 3% "pre-thymus lymphocytes" akan bermigrasi ke timus sebelum
melanjutkan perjalanan ke sirkulasi darah. Sisanya yang ada di kelenjar timus adalah yang
terbaik untuk ditatar agar mengenali sel-sel yang ada di tubuh.
Setelah proses pematangan selesai, sel-sel imun ditempatkan di sistem limfatik (kelenjar
getah bening, dinding usus, limpa dan sumsum tulang). Limfosit dilepaskan ke sirkulasi
darah dan akan mengenali permukaan sel-sel seseorang sebagai milik mereka. Faktor-faktor
HLA (human lymphocyte antigen markers) berintegrasi di permukaan sel di tubuh manusia
dan masing-masing orang memiliki karakter berbeda (identitas HLA). Limfosit-limfosit timus
(limfosit T) mengenali sel-sel tubuh mereka karena informasi yang ditempelkan pada mereka
selama perjalanan mereka singgah di timus. Subkelompok dari limfosit T akan terus menerus
terbentuk melalui kontak dengan timosit (hormon timus), misalnya sel-sel T-helper. Jika perlu
(aksi defensif) produk ini akan memproduksi imunoglobin yang spesifik melawan agen-agen
asing.
Limfosit sel B tidak akan sanggup mengubah diri mereka menjadi immunoglobulin yang
memproduksi sel-sel plasma jika tidak ada sel-sel T-helper atau faktor timus. Sel-sel T-
supresor memiliki efek penghambat pada limfosit-limfosit sehingga tidak telalu banyak
antibodi yang terbentuk. Penyakit autoimun, atau penyakit imun yang kompleks akan sulit
sekali dijelaskan tanpa adanya sel-sel supresor ini.
Kelenjar timus dengan hormon-hormonnya yang spesifik, ibarat pusat pengaturan reaksi
pertahanan tubuh. Tanpa timus (misalnya yang dibuang atau rusak karena radiasi), limfosit T
tidak bisa bekerja. Kerja timus menurun setelah masa pubertas berakhir. Setelah 5 dekade,
artinya saat manusia memasuki usia 50, timus menyusut menjadi residu yang amat kecil.
Penurunan aktivitas timus menjadi salah satu latar belakang berkembanganya penyakit-
penyakit degeneratif, penyakit ganas, dan penyakit autoimun.