Anda di halaman 1dari 7

BAB II

PEMBAHASAN

A. KONSEP MEDIS
1. Definisi
Diabetes insipudus adalah penyakit yang ditandai oleh penurunan produksi,
sekresi, atau fungsi ADH. Istilah diabetes insipidus berhubungan dengan kualitas
dan kuantitas urine: penyakit ini berkaitan dengan jumlah urine yang banyak,
keruh, atau tawar. Tanpa ADH, tubulus koligen ginjal tidak dapat merabsorbsi air
dan tidak dapat memekatkan urine. Diabetes insipidus dapat disebabkan oleh
berkurangnya produksi ADH secara total atau parsial oleh hipotalamus, atau
penurunan pelepasan ADH dari hipofisis posterior. Berkurangnya ADH dapat
disebabkan oleh tumor atau cedera kepala.
Diabetes insipidus juga dapat disebabkan oleh ginjal yang tidak dapat berespon
terhadap ADH yang bersirkulasi karena berkurangnya reseptor atau second
massenger. Jenis diabetes insipidus ini disebut nefrogenik, yaitu berasal di ginjal,
penyebab diabetes insipidus nefrogenik meliputi, sifat resesif terkait-X dan
genetik, penyakit ginjal, hipokalemia, dan hiperkalsemia.
Diabetes insipidus adalah kegagalan tubuh untuk menyimpan air karena
kekurangan hormon antidiuretik (ADH, vasopresin ), yang disekresikan oleh
ginjal, atau karena ketidakmampuan ginjal untuk berespon pada ADH. Diabetes
insipidus ditandai oleh polidipsi dan poliuria . ( Nettina M. Sandra. 2001)
Diabetes insipidus adaah suatu penyakit yang ditandai oleh penurunan produksi
sekresi dan fungsi dari ADH. (Corwin,2000) Diabetes insipidus merupakan
kelainan pada lobus posterior hipofisis yang disebabkan oleh defisiensi
vasopressin yang merupakan hormone anti diuretic (ADH). Kelainan ini ditandai
oleh rasa haus yang sangat tinggi ( polidipsia ) dan pengeluaran urin yang encer
dengan jumlah yang besar. (Suzanne C, 2001)
2. Etiologi
Penyebab diabetes insipidus mungkin :
i. Sekunder yang berhubungan dengan trauma kepala, tumor otak atau
pembedahan ablasi atau iradiasi kelenjar hipofisi juga infeksi sistem saraf
pusat atau tumor metastasis
ii. Nefrologi yang berhubungan dengan kegagalan tubulus renalis untuk
berespon terhadap ADH
iii. Nefrogenik yang berhubungan dengan obat yang disebabkan oleh berbagai
pengobatan
iv. Primer, hereditas dengan gejala – gejala kemungkinan saat lahir (kelainan
kelenjar hipofisis)
Penyakit ini tidak dapat dikontrol dengan membatasi masukan cairan, karena
kehilangan volume urine dalam jumlah yang besar berlanjut terus bahkan tanpa
penggantian cairan sekalipun. Upaya membatasi cairan menyebabkan pasien
mengalami suatu kebutuhan akan cairan yang tiada henti – hentinya dan
mengalami hipernatrimia serta dehidrasi berat.

3. Patofisiologi
Secara patogenesis, diabetes insipidus dibagi menjadi dua jenis, yaitu diabetes
insipidus sentral dan diabetes insipidus nefrogenik.
a. Diabetes Insipidus Sentral
Diabetes insipidus sentral (DIS) disebabkan oleh kegagalan
pelepasan hormone antideuretik (ADH) yang secara fisiologis dapat
merupakan kegagalan sintesis atau penyimpanan. Secara anatomis kelainan
ini terjadi akibat kerusakan nucleus supraoptic, paraventrikuler dan
filiformis hipotalamus yang mensintesis ADH. Selain itu DIS juga
disebabkan oleh gangguan pengankutan ADH akibat kerusakan pada akson
traktus supraoptikohipofisealisdan aksoan hipofisis posterior di mana ADH
disimpan untuk sewaktu-waktu dilepaskan ke dalam sirkulasi jika
dibutuhkan.
Secara biokimiawi, DIS terjadi karena tidak adanya sintesis ADH,
atau sintesis ADH yang kuantitatif tidak mencukupi kebutuhan, yang tidak
dapat berfungsi sebagai mana ADH yang normal. Sintesis neurofisin suatu
dinding protein yang abnormal juga dapat mengganggu pelepasan ADH.
Karena pada pengukuran kadar ADH dalam serum secara
radioimmunoassay, yang menjadi marker bagi ADH adalah neurofisin yang
secara fisiologis tidak berfungsi, maka kadar ADH yang normal atau
meningkat belum dapat memastikan bahwa fungsi ADH itu adalah normal
atau meningkat.
Termasuk dalam klasifikasi DIS adalah diabetes insipidus yang
diakibatkan oleh kerusakan osmoreseptor yang terdapat pada hipotalamus
anterior dan disebut Verney’s osmoreceptor cells yang berada di luar sawar
darah otak
b. Diabetes Insipidus Nefrogenik
Istilah diabetes insipidus nefrogenik (DIN) dipakai pada diabetes
insipidus yang tidak responsive terhadap ADH aksogen. Secara fisiologis
DIN dapat disebabkan oleh:
i. Kegagalan pembentukan dan pemeliharaan gradient osmotic dalam
medulla renalis.
ii. Kegagalan utilisasi gradient pada keadaan dimana ADH berada dalam
jumlah yang cukup dan berfungsi normal

4. Manifestasi Klinis
a. Poliuria
Haluaran urin harian dalam jumlah yang sangat banyak dengan urin yang
sangat encer, berat jenis urin 1,001 sampai 1,005. Biasanya mempunyai awitan
yang mendadak, tetapi mungkin secara tersamar pada orang dewasa.
b. Polidipsia
Rasanya sangat kehausan , 4 sampai 40 liter cairan setiap hari terutama
sangat membutuhkan air yang dingin.
c. Tidur terganggu karena poliuria dan nokturia
d. Penggantian air yang tidak cukup dapat menyebabkan :
i. Hiperosmolalitas dan gangguan SSP ( cepat marah, disorientasi, koma dan
hipertermia )
ii. Hipovolemia, hipotensi, takikardia, mukosa kering dan turgor kulit buruk.
e. Dehidrasi
Bila tidak mendapat cairan yang adekuat akan terjadi dehidrasi.
Komplikasi dari dehidrasi, bayi bisa mengalami demam tinggi yang disertai
dengan muntah dan kejang-kejang. Jika tidak segera terdiagnosis dan diobati,
bisa terjadi kerusakan otak, sehingga bayi mengalami keterbelakangan mental.
Dehidrasi yang sering berulang juga akan menghambat perkembangan fisik.
Gejala lain :
i. Penurunan berat badan
ii. Bola mata cekung
iii. Hipotensi
iv. Tidak berkeringat atau keringat sedikit, sehingga kulit kering dan
pucat
v. Anoreksia

5. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada Diabetes Insipidus adalah :
a. Hickey-Hare atau Carter-Robbins test.
Pemberian infuse larutan garam hipertonis secara cepat pada orang normal
akan menurunkan jumlah urin. Sedangkan pada diabetes insipidus urin akan
menetap atau bertambah. Pemberian pitresin akan menyebabkan turunnya
jumlah urin pada pasien DIS dan menetapnya jumlah urin pada pasien DIN.
b. Fluid deprivation menurut Martin Golberg.
i. Sebelum pengujian dimulai, pasien diminta untuk mengosongkan kandung
kencingnya kemudian ditimbah berat badannya, diperiksa volum dan berat
jenis atau osmolalitas urin pertama. Pada saat ini diambil sampel plasma
untuk diukur osmolalitasnya.
ii. Pasien diminta buang air kecil sesering mungkin paling sedikit setiap jam
iii. Pasien ditimbang setiap jam bila diuresis lebih dari 300 ml/jam atau setiap 3
jam bila dieresis kurang dari 300 ml/jam.
iv. Setiap sampel urin sebaiknya diperiksa osmolalitasnya dalam keadaan segar
atau kalau hal ini tidak mungkin dilakukan semua sampel harus disimpan
dalam botol yang tertutup rapat serta disimpan dalam lemari es.
v. Pengujian dihentikan setelah 16 jam atau berat badan menurun 3-4 %
tergantung mana yang terjadi lebih dahulu. Pengujian ini dilanjutkan
dengan:
1) Uji nikotin
a) Pasien diminta untuk merokok dan menghisap dalam-dalam
sebanyak 3 batang dalam waktu 15-20 menit.
b) Teruskan pengukuran volume, berat jenis dan osmolalitas setiap
sampel urine sampai osmolalitas/berat jenis urin menurun
dibandingkan dengan sebelum diberikan nikotin.
2) Uji Vasopresin :
a) Berikan pitresin dalam minyak 5 m, intramuscular.
b) Ukur volume, berat jenis, dan osmolalitas urin pada dieresis
berikutnya atau 1 jam kemudian.
c. Laboraturium: darah, urinalisis fisis dan kimia.
Jumlah urin biasanya didapatkan lebih dari 4-10 liter dan berat jenis
bervariasi dari 1,001-1,005 dengan urin yang encer. Pada keadaan normal,
osmolalitas plasma kurang dari 290 mOsml/l dan osmolalitas urin osmolalitas
urin 300-450 mOsmol/l. pada keadaan dehidrasi, berat jenis urin bisa
mencapai 1,010, osmolalitas plasma lebih dari 295 mOsmol/l dan osmolalitas
urin 50-150 mOsmol/l. urin pucat atau jernih dan kadar natrium urin rendah.
Pemeriksaan laboraturium menunjukkan kadar natrium yang tinggi dalam
darah. Fungsi ginjal lainnya tampak normal.
d. Tes deprivasi air diperlukan untuk pasien dengan diabetes insipidus dengan
defisiensi
ADH parsial dan juga untuk membedakan diabetes insipidus dengan
polidipsia primer pada anak. Pemeriksaan harus dilakukan pagi hari. Hitung
berat badan anak dan periksa kadar osmolalitas plasma urin setiap 2 jam. Pada
keadaan normal, osmolalitas akan naik (<300) namun output urin akan
berkurang dengan berat jenis yang baik (800-1200).
e. Radioimunoassay untuk vasopressin
Kadar plasma yang selalu kurang drai 0,5 pg/mL menunjukkan diabetes
insipidus neurogenik berat. Kadar AVP yang subnormal pada hiperosmolalitas
yang menyertai menunjukkan diabetes insipidus neurogenik parsial.
Pemeriksaan ini berguna dalam membedakan diabetes insipidus parsial dengan
polidipsia primer.
f. Rontgen cranium
Rontgen cranium dapat menunjukkan adanya bukti tumor intrakranium
seperti kalsifikasi, pembesaran slla tursunika, erosi prosesus klinoid, atau
makin melebarnya sutura.
g. MRI
MRI diindikasikan pada pasien yang dicurigai menderita diabetes
insipidus. Gambaran MRI dengan T1 dapat membedakan kelenjar pitutaria
anterior dan posterior dengan isyarat hiperintense atau disebut titik terang atau
isyarat terang.
DAFTAR PUSTAKA

Abbas MW et al. 2016. Diabetes Insipidus: The Basic and Clinical Review . International Journal of
Research in Medical Sciences. Jan;4(1):5-11 : www.msjonline.org

Baughman C.Diane & Joann C. Hackley. 2000. Keperawatan Medikal Bedah Buku
Saku.Jakarta; AGC

National Kidney and Urologic Diseases Information Clearinghouse. 2008. Diabetes


Insipidus. NIH Publication No. 08–4620 September 2008 :
https://www.niddk.nih.gov/health-information/kidney-disease/diabetes-insipidus

Anda mungkin juga menyukai