Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN PENDAHULUAN

TRAUMA WAJAH (MAKSILOFASIAL)

Pengertian Trauma Maksilofasial

Fraktur maksilofasial ialah fraktur yang terjadi pada tulang-tulang pembentuk


wajah. Berdasarkan anatominya wajah atau maksilofasial dibagi menjadi tiga bagian,
ialah sepertiga atas wajah, sepertiga tengah wajah, dan sepertiga bawah wajah. Bagian
yang termasuk sepertiga atas wajah ialah tulang frontalis, regio supra orbita, rima orbita
dan sinus frontalis. Maksila, zigomatikus, lakrimal, nasal, palatinus, nasal konka inferior,
dan tulang vomer termasuk ke dalam sepertiga tengah wajah sedangkan mandibula
termasuk ke dalam bagian sepertiga bawah wajah.

Trauma pada jaringan maksilofasial dapat mencakup jaringan lunak dan jaringan
keras. Yang dimaksud dengan jaringan lunak wajah adalah jaringan lunak yang
menutupi jaringan keras wajah. Sedangkan yang dimaksud dengan jaringan keras wajah
adalah tulang kepala yang terdiri dari : tulang hidung, tulang arkus zigomatikus, tulang
mandibula, tulang maksila, tulang rongga mata, gigi, tulang alveolus. Yang dimaksud
dengan trauma jaringan lunak adalah:

1. Abrasi kulit, tusukan, laserasi, tato

2. Cedera saraf, cedera saraf fasial

3. Cedera kelenjar paratiroid atau duktus Stensen

4. Cedera kelopak mata

5. Cedera telinga

6. Cedera hidung

Etiologi Trauma Maksilofasial

Trauma wajah di perkotaan paling sering disebabkan oleh perkelahian, diikuti oleh kendaraan
bermotor dan kecelakaan industri. Para zygoma dan rahang adalah tulang yang paling umum
patah selama serangan. Trauma wajah dalam pengaturan masyarakat yang paling sering
adalah akibat kecelakaan kendaraan bermotor, maka untuk serangan dan kegiatan rekreasi.
Kecelakaan kendaraan bermotor menghasilkan patah tulang yang sering melibatkan midface,
terutama pada pasien yang tidak memakai sabuk pengaman mereka. Penyebab penting lain
dari trauma wajah termasuk trauma penetrasi, kekerasan dalam rumah tangga, dan pelecehan
anak-anak dan orang tua. Bagi pasien dengan kecelakaan lalu lintas yang fatal menjadi
masalah karena harus rawat inap di rumah sakit dengan cacat permanen yang dapat mengenai
ribuan orang per tahunnya. Berdasarkan studi yang dilakukan, 72% kematian oleh trauma
maksilofasial paling banyak disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas (automobile).Berikut ini tabel
etiologi trauma maksilofasial :

Penyebab pada orang dewasa Persentase (%)


Kecelakaan lalu lintas
5-1050-655-10Penyebab pada 40-45
Persentase (%)
orang anak / berkelahi
Penganiayaan 10-15
Olahraga 5-10
Jatuh
Jatuh 5
Lain-lain 5-10
Olahraga (termasuk naik sepeda)
Penganiayaan / berkelahi
10-15
Kecelakaan lalu lintas

Patofisiologi Trauma Maksilofasial


Kehadiran energi kinetik dalam benda bergerak adalah fungsi dari massa
dikalikan dengan kuadrat kecepatannya. Penyebaran energi kinetik saat deselerasi
menghasilkan kekuatan yang mengakibatkan cedera. Berdampak tinggi dan rendah-
dampak kekuatan didefinisikan sebagai besar atau lebih kecil dari 50 kali gaya gravitasi.
Ini berdampak parameter pada cedera yang dihasilkan karena jumlah gaya yang
dibutuhkan untuk menyebabkan kerusakan pada tulang wajah berbeda regional. Tepi
supraorbital, mandibula (simfisis dan sudut), dan tulang frontal memerlukan kekuatan
tinggi-dampak yang akan rusak. Sebuah dampak rendah-force adalah semua yang
diperlukan untuk merusak zygoma dan tulang hidung.
Patah Tulang Frontal : ini terjadi akibat dari pukulan berat pada dahi. Bagiananterior
dan / atau posterior sinus frontal mungkin terlibat. Gangguan lakrimasi mungkin dapat
terjadi jika dinding posterior sinus frontal retak. Duktus nasofrontal sering terganggu.
Fraktur Dasar Orbital : Cedera dasar orbital dapat menyebabkan suatu fraktur yang
terisolasi atau dapat disertai dengan fraktur dinding medial. Ketika kekuatan menyerang
pinggiran orbital, tekanan intraorbital meningkat dengan transmisi ini kekuatan dan
merusak bagian-bagian terlemah dari dasar dan dinding medial orbita. Herniasi dari isi
orbit ke dalam sinus maksilaris adalah mungkin. Insiden cedera okular cukup tinggi,
namun jarang menyebabkan kematian.
Patah Tulang Hidung: Ini adalah hasil dari kekuatan diakibatkan oleh trauma langsung.
Fraktur Nasoethmoidal (noes): akibat perpanjangan kekuatan trauma dari hidung ke
tulang ethmoid dan dapat mengakibatkan kerusakan pada canthus medial, aparatus
lacrimalis, atau saluran nasofrontal.
Patah tulang lengkung zygomatic: Sebuah pukulan langsung ke lengkung zygomatic
dapat mengakibatkan fraktur terisolasi melibatkan jahitan zygomaticotemporal.
Patah Tulang Zygomaticomaxillary kompleks (ZMCs): ini menyebabkan patah tulang
dari trauma langsung. Garis fraktur jahitan memperpanjang melalui zygomaticotemporal,
zygomaticofrontal, dan zygomaticomaxillary dan artikulasi dengan tulang sphenoid.
Garis fraktur biasanya memperpanjang melalui foramen infraorbital dan lantai orbit.
Cedera mata serentak yang umum.
Fraktur mandibula: Ini dapat terjadi di beberapa lokasi sekunder dengan bentuk U-
rahang dan leher condylar lemah. Fraktur sering terjadi bilateral di lokasi terpisah dari
lokasi trauma langsung.
Patah tulang alveolar: Ini dapat terjadi dalam isolasi dari kekuatan rendah energi
langsung atau dapat hasil dari perpanjangan garis fraktur melalui bagian alveolar rahang
atas atau rahang bawah
Fraktur Panfacial: Ini biasanya sekunder mekanisme kecepatan tinggi mengakibatkan
cedera pada wajah atas, midface, dan wajah yang lebih rendah.

Manifestasi Klinis
Gejala klinis gejala dan tanda trauma maksilofasial dapat berupa :
Dislokasi, berupa perubahan posisi yg menyebabkan maloklusi terutama pada fraktur
mandibular
Pergerakan yang abnormal pada sisi fraktur Rasa nyeri pada sisi fraktur Perdarahan pada daerah fraktur
yang dapat menyumbat saluran napas Pembengkakan dan memar pada sisi fraktur sehingga dapat
menentukan lokasi daerah fraktur Krepitasi berupa suara pada saat pemeriksaan akibat
pergeseran Laserasi yg terjadi pada daerah gusi, mukosa mulut dan daerah sekitar fraktur
Diskolorisasi perubahan warna pada daerah fraktur akibat pembengkakan Numbness,
kelumpuhan dari bibir bawah, biasanya bila fraktur terjadi dibawah nervus alveolaris Pada
fraktur orbita dapat dijumpai penglihatan kabur atau ganda, penurunan pergerakan bola mata
dan penurunan visus.

Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan saat awal trauma pada cedera kepala dan wajah selain dari
factor mempertahankan fungsi ABC (airway, breathing, circulation) dan menilai status
neurologis (disability, exposure), maka factor yang harus diperhitungkan pula adalah
mengurangi iskemia serebri yang terjadi. Keadaan ini dapat dibantu dengan pemberian
oksigen dan glukosa sekalipun pada otak yang mengalami trauma relative memerlukan
oksigen dan glukosa yang lebih rendah.
Selain itu perlu pula dikontrol kemungkinan tekanan intracranial yang meninggi
disebabkan oleh edema serebri. Sekalipun tidak jarang memerlukan tindakan operasi,
tetapi usaha untuk menurunkan tekanan intracranial ini dapat dilakukan dengan cara
menurunkan PaCO2 dengan hiperventilasi yang mengurangi asidosis intraserebral dan
menambah metabolisme intraserebral. Adapun usaha untuk menurunkan PaCO 2 ini
yakin dengan intubasi endotrakeal, hiperventilasi. Tin membuat intermittent iatrogenic
paralisis. Intubasi dilakukan sedini mungkin kepala klien-lkien yang koma untuk
mencegah terjadinya PaCO2 yang meninggi. Prinsip ABC dan ventilasi yang teratur
dapat mencegah peningkatan tekanan intracranial.
Penatalaksanaan konservatif meliputi :
 Bedrest total
 Observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran).
 Pemberian obat-obatan: Dexmethason / kalmethason sebagai pengobatan anti-
edema serebral, dosis sesuai dengan berat ringannya trauma.
 Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat), untuk mengurangi vasodilatasi.
 Pengobatan anti-edema dengan larutan hipertonis, yaitu manitol 20%, atau
glukosa 40%, atau gliserol 10%.
 Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (pensilin) atau untuk infeksi
anaerob diberikan metronidasol.
 Makanan atau cairan. Pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak dapat
diberikan apa-apa,hanya cairan infuse dextrose 5%, aminofusin, aminofel (18
jam pertama dari terjadinya kecelakaan), 2-3 hari kemudian diberikan makanan
lunak.
 Pada trauma berat. Karena hai-hari pertama didapat klien mengalami penurunan
kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit maka hari-hari
pertama (2-3 hari) tidak terlalu banyak cairan. Dextosa 5% 8 jam pertama, ringer
dextrosa 8 jam kedua, dan dextrose 5% 8 jam ketiga, pada hari selanjutnya bila
kesadaran rendah maka makanan diberikan melalui nasogastric tube (2500-300
TKTP). Pemberian protein tergantung dari nilai urenitrogennya.

Pemeriksaan Penunjang
Wajah Bagian Atas :
 CT-scan 3D dan CBCT-scan 3D (Cone Beam CT-scan 3D)
 CT-scan aksial koronal
 Imaging Alternatif diantaranya termasuk CT Scan kepala dan X-ray kepala
Wajah Bagian Tengah :
 CT-scan 3D dan CBCT-scan 3D (Cone Beam CT-scan 3D)
 CT scan aksial koronal
 Imaging Alternatif diantaranya termasuk radiografi posisi waters dan
posteroanterior (Caldwells), Submentovertek (Jughandles)
Wajah Bagian Bawah :
 CT-scan 3D dan CBCT-scan 3D
 Panoramic X-ray
 Imaging Alternatif diagnostik mencakup posisi:
 Posteroanterior (Caldwells)
 Posisi lateral (Schedell)
 Posisi towne

Komplikasi
1. Perdarahan ulang
2. Kebocoran cairan otak
3. Infeksi pada luka atau sepsis
4. Timbulnya edema serebri
5. Timbulnya edema pulmonum neurogenik, akibat peninggian TIK
6. Nyeri kepala setelah penderita sadar
7. Konvulsi

Anda mungkin juga menyukai