LP Trauma Wajah
LP Trauma Wajah
Trauma pada jaringan maksilofasial dapat mencakup jaringan lunak dan jaringan
keras. Yang dimaksud dengan jaringan lunak wajah adalah jaringan lunak yang
menutupi jaringan keras wajah. Sedangkan yang dimaksud dengan jaringan keras wajah
adalah tulang kepala yang terdiri dari : tulang hidung, tulang arkus zigomatikus, tulang
mandibula, tulang maksila, tulang rongga mata, gigi, tulang alveolus. Yang dimaksud
dengan trauma jaringan lunak adalah:
5. Cedera telinga
6. Cedera hidung
Trauma wajah di perkotaan paling sering disebabkan oleh perkelahian, diikuti oleh kendaraan
bermotor dan kecelakaan industri. Para zygoma dan rahang adalah tulang yang paling umum
patah selama serangan. Trauma wajah dalam pengaturan masyarakat yang paling sering
adalah akibat kecelakaan kendaraan bermotor, maka untuk serangan dan kegiatan rekreasi.
Kecelakaan kendaraan bermotor menghasilkan patah tulang yang sering melibatkan midface,
terutama pada pasien yang tidak memakai sabuk pengaman mereka. Penyebab penting lain
dari trauma wajah termasuk trauma penetrasi, kekerasan dalam rumah tangga, dan pelecehan
anak-anak dan orang tua. Bagi pasien dengan kecelakaan lalu lintas yang fatal menjadi
masalah karena harus rawat inap di rumah sakit dengan cacat permanen yang dapat mengenai
ribuan orang per tahunnya. Berdasarkan studi yang dilakukan, 72% kematian oleh trauma
maksilofasial paling banyak disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas (automobile).Berikut ini tabel
etiologi trauma maksilofasial :
Manifestasi Klinis
Gejala klinis gejala dan tanda trauma maksilofasial dapat berupa :
Dislokasi, berupa perubahan posisi yg menyebabkan maloklusi terutama pada fraktur
mandibular
Pergerakan yang abnormal pada sisi fraktur Rasa nyeri pada sisi fraktur Perdarahan pada daerah fraktur
yang dapat menyumbat saluran napas Pembengkakan dan memar pada sisi fraktur sehingga dapat
menentukan lokasi daerah fraktur Krepitasi berupa suara pada saat pemeriksaan akibat
pergeseran Laserasi yg terjadi pada daerah gusi, mukosa mulut dan daerah sekitar fraktur
Diskolorisasi perubahan warna pada daerah fraktur akibat pembengkakan Numbness,
kelumpuhan dari bibir bawah, biasanya bila fraktur terjadi dibawah nervus alveolaris Pada
fraktur orbita dapat dijumpai penglihatan kabur atau ganda, penurunan pergerakan bola mata
dan penurunan visus.
Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan saat awal trauma pada cedera kepala dan wajah selain dari
factor mempertahankan fungsi ABC (airway, breathing, circulation) dan menilai status
neurologis (disability, exposure), maka factor yang harus diperhitungkan pula adalah
mengurangi iskemia serebri yang terjadi. Keadaan ini dapat dibantu dengan pemberian
oksigen dan glukosa sekalipun pada otak yang mengalami trauma relative memerlukan
oksigen dan glukosa yang lebih rendah.
Selain itu perlu pula dikontrol kemungkinan tekanan intracranial yang meninggi
disebabkan oleh edema serebri. Sekalipun tidak jarang memerlukan tindakan operasi,
tetapi usaha untuk menurunkan tekanan intracranial ini dapat dilakukan dengan cara
menurunkan PaCO2 dengan hiperventilasi yang mengurangi asidosis intraserebral dan
menambah metabolisme intraserebral. Adapun usaha untuk menurunkan PaCO 2 ini
yakin dengan intubasi endotrakeal, hiperventilasi. Tin membuat intermittent iatrogenic
paralisis. Intubasi dilakukan sedini mungkin kepala klien-lkien yang koma untuk
mencegah terjadinya PaCO2 yang meninggi. Prinsip ABC dan ventilasi yang teratur
dapat mencegah peningkatan tekanan intracranial.
Penatalaksanaan konservatif meliputi :
Bedrest total
Observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran).
Pemberian obat-obatan: Dexmethason / kalmethason sebagai pengobatan anti-
edema serebral, dosis sesuai dengan berat ringannya trauma.
Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat), untuk mengurangi vasodilatasi.
Pengobatan anti-edema dengan larutan hipertonis, yaitu manitol 20%, atau
glukosa 40%, atau gliserol 10%.
Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (pensilin) atau untuk infeksi
anaerob diberikan metronidasol.
Makanan atau cairan. Pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak dapat
diberikan apa-apa,hanya cairan infuse dextrose 5%, aminofusin, aminofel (18
jam pertama dari terjadinya kecelakaan), 2-3 hari kemudian diberikan makanan
lunak.
Pada trauma berat. Karena hai-hari pertama didapat klien mengalami penurunan
kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit maka hari-hari
pertama (2-3 hari) tidak terlalu banyak cairan. Dextosa 5% 8 jam pertama, ringer
dextrosa 8 jam kedua, dan dextrose 5% 8 jam ketiga, pada hari selanjutnya bila
kesadaran rendah maka makanan diberikan melalui nasogastric tube (2500-300
TKTP). Pemberian protein tergantung dari nilai urenitrogennya.
Pemeriksaan Penunjang
Wajah Bagian Atas :
CT-scan 3D dan CBCT-scan 3D (Cone Beam CT-scan 3D)
CT-scan aksial koronal
Imaging Alternatif diantaranya termasuk CT Scan kepala dan X-ray kepala
Wajah Bagian Tengah :
CT-scan 3D dan CBCT-scan 3D (Cone Beam CT-scan 3D)
CT scan aksial koronal
Imaging Alternatif diantaranya termasuk radiografi posisi waters dan
posteroanterior (Caldwells), Submentovertek (Jughandles)
Wajah Bagian Bawah :
CT-scan 3D dan CBCT-scan 3D
Panoramic X-ray
Imaging Alternatif diagnostik mencakup posisi:
Posteroanterior (Caldwells)
Posisi lateral (Schedell)
Posisi towne
Komplikasi
1. Perdarahan ulang
2. Kebocoran cairan otak
3. Infeksi pada luka atau sepsis
4. Timbulnya edema serebri
5. Timbulnya edema pulmonum neurogenik, akibat peninggian TIK
6. Nyeri kepala setelah penderita sadar
7. Konvulsi