Anda di halaman 1dari 19

A.

Pengertian

Sindrom koroner akut (SKA) merupakan kejadian kegawatan pada pembuluh darah
koroner ( Andra, 2006 ). Sindrom ini juga merupakan suatu fase akut dari angina pektoris
tidak stabil (APTS) yang disertai infark miokradium akut ( IMA ) gelombang Q dengan
peningkatan non ST atau tanpa gelombang Q dengan peningkatan ST yang terjadi karena
adanya trombosis akibat ruptur plak aterosklerosis yang tidak stabil ( Wasid, 2007).

Istilah SKA banyak digunakan saat ini untuk menggambarkan kejadian kegawatan pada
pembuluh darah koroner. SKA merupakan satu sindrom yang terdiri atas beberapa penyakit
koroner, yaitu angina tak stabil (unstable angina ), infark miokard non-elevasi ST, infark
miokard dengan elevasi ST, maupun angina pektoris pasca infark atau pasca tindakan
intervensi koroner perkutan. SKA merupakan keadaan darurat jantung dengan manifestasi
klinis rasa tidak eneak di dada atau gejala lain sebagai akibat iskemia miokardium ( Harun,
2007).

B. Etiologi

Rilantono (1996) mengatakan sumber masalah sesungguhnya hanya terletak pada


penyempitan pembuluh dara jantung (vasokonstriksi). Penyempitan ini diakibatkan oleh
empat hal, meliputi :

1. Adanya timbunan- lemak (aterosklerosis) dalam pembulh darah akibat konsumsi


kolestrol tinggi .
2. Sumbatan (trombosis) oleh sel beku dara (trombus).
3. Vasokonstriksi atau penyempitan pembuluh darah akibat kejang terus menerus
4. Infeksi pada pemuluh darah

Wasid (2007) menambahkan mulai terjadinya SKA dipengaruhi oleh beberapa kedaaan :

1. aktivitas/latihan fisik yang berlebihan (tidak terkondisikan)


2. stress emosi
3. terkejut
4. udara dingin

Keadaan tersebut ada hubungannya dengan peningkatan aktivitas simptis sehingga


tekanan darah meningkat ,frekuensi debar jantung, dan kontraksilitas jantung meningkat.
C. Faktor Risiko

Faktor penting yang mempercepat terjadinya penyakit jantung koroner dan dikenal
sebagai faktor risiko adalah sebagai berikut :

1. Hipertensi, hiperlipidemia
2. Perokok berat
3. Diabetes melitus, obesitas
4. Tipe kepribadian A, Stress emosi
5. Kurang aktivitas fisik
6. Keturunan
7. Usia
8. Jenis kelamin

D. Klasifikasi
Wasid (2007) mengatakan berat/ringannya SKA menurut Braunwald (1993) adalah :
1. Kelas I : serangan baru, yaitu kurang dari 2 bulan proggresif , berat, dengan
nyeri pada waktu istirahat, atau aktivitas sangat ringan, terjadi >2 kali per hari.
2. Kelas II : Syb-akut, yakni sakit dada antara 48 jam hingga dengan 1 bulan
pada waktu istirahat.
3. Kelas III : akut, yakni kurang dari 48 jam .

Secara klinis:

1. Kelas A : sekunder, dicetuskan oleh hal-hal di luar koroner, seperti anemia,


infeksi,demam,hipotensi, tirotoksikosis, dan hipoksia karena gagal nafas.
2. Kelas B : primer .
3. Kelas C : setelah infark (dalam 2 minggu IMA ). Belumpernah diobati .
Dengan anti angina ( penghambat beta adrenergik, nitrat, dan antagonis
kalsium). Antiangina dan nitogliserin intravena.

G. Manifestasi klinis

Gejala sindrom koroner akut berupa keluhan nyeri ditengah dada, seperti rasa ditekan,
rasa diremas-remas, menjalarke leher, lengan kiri dan kanan, serta ulu hati, rasa terbakar
dengan sesak nafas dan keingat dingin dan keluhan nyeri ini terdapat merambat ke kedua
rahang gigi kanan atau kiri, bahu, serta punggung. Lebih spesifik, ada juga yang disertai
kembung pada ulu hati seperti masuk angin atau magh (Rilantoro, 1996).

Tapan 2002 menambahkan gejala klinis SKA meliputi:

1. Terbentuknya trombus yang menyebabkan darah sukar mengalir ke otot jantung dan
daerah yang diberdarahi menjadi trancam mati.
2. Rasa nyeri, rasa terjepit, kram, rasa berat atau rasa terbakar didada (angina). Lokasi
nyeri biasanya berada disisi tengah atau kiri dada dan kerahang bawah, leher, bahu
dan lengan serta ke punggung. Nyeri dapat timbul pada waktu istirahat. Nyeri ini
dapat pula timbul pada penderita yang sebelumnya belum pernah mengalami hal ini
atau pada penderita yang pernah mengalami angina, namun pada kali ini pola
serangannya menjadi lebih berat atau lbih sering.
3. Selain gejala yang khas diatas, dapat juga terjadi pada penderita hanya mengeluh
seolah pencernaannya terganggu atau hanya berupa nyeri yang terasa di ulu hati.
Keluhan diatas dapat disertai dengan sesak, muntah atau keringat dingin.

H. Pemeriksaan diagnostik

Wasid (2007) mengatakan cara mendiagnosis IMA, ada tiga komponen yang harus
ditemukan:

1. Sakit dada
2. Perubahan EKG, berupa gambaran STEMI/NSTEMI dengan atau tanpa gelombang Q
patologik
3. Peningkatan enzim jantung (paling sedikit 1,5 kali nilai batas atas normal), terutama
CKMB dan troponin-T/I, dimana troponin lebih spesifik untuk nekrosis miokard, nilai
normal troponin ialah 0,1 - 0,2 ng/dl, dan dianggap positif bila >0,2 ng/dl.
WOC

Aterosklerosis
Faktor pencetus :

- Hiperkolesterolemia
Ruptur plak
- Diabetes melitus
- Merokok
Aktivasi faktor - Hipertensi
pembekuan dan - Usia lanjut
platelet - Obesitas

Pengeluaran faktor
jaringan

Faktor VIIa
Faktor VII a
kompleks

Faktor X Faktor Xa

Produksi trombin

Faktor pendukung
dekompensasi kordis
Terjadi adesi dan
agregasi

Penurunan aliran
Pembentukan darah
trombus

Sindrom koroner
Proses inflamasi akut

Aktivasi makrofag,
proteinase, limfosit
sel T , sitokin

Disabilitas Plak
1 2 3
 ST  Tidak ada ST Mekanisme
kebutuhan O2
 CKMB normal kompensasi :
 CKMB
 Troponin curah jantung
suplai O2
 Troponin normal

Metabolisme
anaerob STEMI NSTEMI

produksi
asam laktat
filtrasi glomerulus Suplai O2, ke paru

Merangsang
nonsiseptor
retensi cairan
oliguria Kebutuhan O2

ambang
nyeri
Kelebihan volume Kompensasi :
cairan frekuensi nafas ( RR)
angina

nyeri Terapi : diuretik


Takipnea / dipsnea

Diagnosa
Keperawatan : Sekresi kalium

Nyeri Akut Diagnosa Keperawatan :

Diagnosa keperawatan : Pola Nafas Tidak Efektif


Gangguan Keseimbangan
Elektrgolit : Hipokalemia
INTERVENSI KEPERAWATAN

N DIAGNOSA NOC NIC


O
1 Nyeri akut b.d Kontrol nyeri Aktivitas-aktivitas
agens cedera  mengenai kapan Pemberian analgesik
nyeri terjadi (1/5) 1. tentukan lokasi, karakteristik,
 menggambarkan kualitas dan keparahan nyeri
faktor penyebab sebelum mengobati pasien
(1/5) 2. cek perintah pengobatan meliputi
 menggunakan obat,dosis, frekuensi obata
tindakan analgesik yang diresepkan
pengurangan 3. cek riwayat alerginya obat
[nyeri] tanpa 4. evaluasi kemampuan pasien untuk
analgesik [3/4] berperan serta dalam pemilihan

 mengenali apa analgesik, rute dan dosis dan

yang terkait keterlibatan pasien, sesuai

dengan gejala kebutuhan

nyeri [1/5] 5. pemilihan analgesik atau

 melaporkan nyeri kombinasi analgesik yang sesuai

yang terkontro ketika lebih dari satu diberikan

(1/5) 6. tentukan analgesik (narkotoak,


non narkotik, atau NSAID),

Tingkat nyeri berdasarkan tipe dan keparahan

 nyeri yang nyeri

dilaporkan (1/5) 7. tentukan analgesik sebelumnya,


rute pemberian, dan dosisis untuk
 panjanngnya
mencapai hasil pengurangan nyeri
episode nyeri
yang optimal
(1/5)
8. tinggalkan narkotik dan obat-obat
 ekpresi wajah
lain yang dibatasi, sesuai dengan
nyeri (1/5)
aturan rumah sakit
 ketegangan otot
9. monitor tanda vital sebelum dan
(1/5)
setelah pemberian analgesik
 frekuensi nafas narkotik pada pemberian dosis
(4/5) pertama kali atau jika ditemukan
 berkeringat (2/3) tanda-tanda vital yang tidak
biasanya
10. berikan kebutahan kenyamanan
dan aktivitas lain yang dapat
membantu relaksasi untuk
memfasilitasi penurunan nyeri
11. berikan analgesiksesuai waktu
paruhmya, teruma pada nyeri
yang berat
12. susunharapan yang positif
mengenai keefektifan analgesik
untuk mengoptimalkan respon
nyeri
13. pertimbangkan penggunaan infus
terus-menerus, baik sendiri atau
digabungkan dengan oploid bolus,
untuk mempertahankan level
serum
14. jalankan tindakan keselamatan
pada pasien yang menerima
analgesik narkotika, sesuai
kebutuhan
15. mintakan pengobatan nyeri PRN
sebelum nyeri menjadi parah
16. informasikan pasien yang
mendapatkan narkotika bahwa
rasa mengantuk kadang terjadi
selama 2-3 hari pertama
pemberian dan selanjutnya akan
menghilang
17. evaluasi keefektifan analgesik
dengan interval yang teratur pada
stiap setelah pemberian
khususnya setelah pemberian
pertama kali, juga observasi
adanya tanda dan gejala efek
samping (misalnya, depresi,
pernafasan, mual dan muntah,
mulut kering dan konstipasi)
18. dekumentasikan respon terhadap
analgesik dan adanya efek
samoing
19. valuasi dan dekumentasikan
tingkat sedasi dari pasien yang
menrima oploid.

Manajemen nyeri
1. lakukan pengkajian nyeri
komprehensif yang meliputi
lokasi, karakteristik, onset/durasi,
frekuensi, kualitas, atau beratnya
nyeri dan faktor pencetus
2. observasi adanya petunjuk
nonverbal menegenai
ketidaknyamanan terutama pada
mereka yang tidak dapat
berkomunikasi secara efektif
3. pastikan perawatan analgesik bagi
pasien dilakukan dengan
pemantauan yang ketat
4. gunakan strategi komunikasi
terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri dan sampaikan
penerimaan pasien terhadapa
nyeri
5. gali pengetahuan dan kepercayaan
pasien mengenai myeri
6. pertimbangkan pengaruh budaya
terhadap respon nyeri
7. tentukan akibat dari pengalaman
nyeri terhadap kualitas hidup
pasien (misalnya : tidur, nafsu
makan, pengertian, perasaan,
hubungan)
8. gali bersama pasien faktor-faktor
yang dapat menurunkan atau
memperberat nyeri
9. evaluasi pengalaman nyeri di
masa lalu yang meliputi riwayat
nyeri kronik individu atau
keluarga atau nyeri yang
menyebabkan
disability/ketidaknyamanan/kecac
atan, dengan tepat
10. evaluasi bersama pasien dan tim
kesehatan lainnnya, mengenai
efektifitas tindakan pengontrolan
nyeri yang pernah digunakan
sebelumnya
11. bantu keluarga dalam mencari dan
menyediakan dukungan
12. tentukan kebutuhan frekuensi
untuk melakukan pengkajian
ketidaknyamanan pasien
mengimplementasikan rencana
monitor
13. berikan informasi mengenai nyeri,
seperti penyebab nyeri, berapa
lama nyeri akan dirasakan, dan
antisipasi dan ketidaknyamanan
akibat prosedur
14. pertimbangkan keinginan pasien
untuk berpatisipasi, kemampuan
berpartisipasi, kecenderungan,
dukungan dari orang terdekat
terhadap metode dan
kontraindikasi ketika memilih
strategi penurunan nyeri
15. ajarkan prinsip-prinsip
manajemen nuyeri
16. pertimbangkan tipe sumber nyeri
ketika memilih strategi penurunan
nyeri
17. gali penggunaan metode
farmakologi yang dipakai pasien
saat ini untuk menurunkan nyeri
18. ajarkan metode farmakologi untuk
menurunkan nyeri
19. dorong klien untuk menggunakan
obat-obatan penurunan nyeri yang
adekuat
20. kolaborasi dngan pasien, orang
terdekat dan tim kesehatan
lainnya untuk memilih
mengimplementasika tindakan
penurun nyeri nonfarmakologi,
sesuai kebutuhan
21. berikan individu penurunan nyeri
yang optimal dengan peresepan
analgesik
22. implementasikan penggunnaan
pasien-terkontrol analgesik
(PCA), jika sesuai
23. gunakan tindakan pengontrol
nyeri sebelum nyeri bertambah
berat
24. berikan obat sebelum melakukan
aktivitas untuk meningkatkan
partisipasi, namun [lakukan]
evaluasi [mngenai] bahaya dari
sedasi
25. pastikan pemberian analgesik dan
atau strategi nonformakologi
sebelum dilakukan prosedur yang
menimbulkan nyeri.
2. Pola nafas tidak Respon penyepihan Aktivitas-aktivitas
efektif b.d ventilasi mekanik Manajemen jalan nafas :
keletihan otot  Tingkat 1. Buka jalan nafas dengan teknik
pernafasan pernapasan chin lift atau jaw thrust sebagai
spontan (1/3) mana mestinya
 Irama pernapasan 2. Posisikan pasien untuk
spontan (1/3) memasikmalkan ventilasi
 Gangguan 3. Identifikasi kebutuhan
pernafasan (1/3 aktual/potensial pasien untuk

 Gerakan dinding memasukkan alat membuka jalan

dada asimetris nafas

(1/3) 4. Masukkan alat nasopharyngeal

 Ketidakyamanan airway (NPA) atau

(1/3) oropharyngeal airway (OPA),


sebaimana meatinya
5. Lakukan fisioterapi dada,
sebagaimana mestinya
6. Buang sekret dengan memotivasi
pasien untuk melakukan batuk
atau menyedot lendir
7. Motivasi pasien untuk bernafas
pelan, dalam, berputar, dan batuk
8. Gunakan teknik yang
menyenangkan untuk memotivasi
bernafas dalam kepada anak-anak
(misal: meniup gelembung,
meniup kincir, peluit)
9. Intruksikan bagaimana agar bisa
melakukan efektif
10. Bantu dengan dorongan
spirometer, sebagaimana mestinya
11. Auskultasi suara nafas, catat area
yang ventilasinya menurun atau
tidak ada dan adanya suara
tambahan
12. Lakukan penyedotan melalui
endroktrea atau nasotrakea,
sebagaimana mestinya
13. Kelola pemberian bronkodilator,
sebagaimana mestinya
14. Ajarkan pasien bagaimana
menggunakan inhaler sesuai
resep, sebaigamana mestinya
15. Kelola pengobatan aerosol,
sebaimana mestinya
16. Kelola nebulizer ulrasonik,
sebagaimana mestinya
17. Kelola udara atau oksigen yang
dilembabkan, sebaimana mestinya
18. Ambil benda asing dengan forsep
McGill, sebagaimana mestinya
19. Regulasi asupan cairan untuk
mengoptimalkan keseimbangan
cairan
20. Posiskan untuk meringankan
sesak nafas
21. Monitor status pernafasan dan
oksigensi, sebagaimana mestinya.

Manajemen asma
1. Tentukan dasar status pernafasan
sebagai titik pembanding
2. Dekumentasikan pengukuran
dasar dalam catatan klinik
3. Bandingkan status saat ini dengan
status sebelumnya untuk
mendeteksi perubahan dalam
status pernafasan
4. Dapatkan pengukuran spirometri
(rasio FEVI, FVC, FEVI,/ efek
yang cepat (short-acting
bronchodilator)
5. Monitor puncak dari jumlah
aliran pernafasan (PERF), dengan
tepat
6. Didik pasien untuk menggunakan
PERF meter di rumah
7. Monitor reaksi sama
8. Tentukan pemahaman
klien/keluarga mengenal penyakit
dan manajemen intrusikan pada
klien/keluarga mengenal
pengobatan anti inflamasi dan
bronkodilator dan
penggunnannya dengan tepat
9. Ajarkan teknik yang tepat untuk
menggunakan pengobatan dan
alat (inhaler, nebulizer)
10. Tentukan kepatuhan dengan
penanganan yang diresepkan
11. Dorong klien untuk
memverbalisikasikan perasaan
mengenai diagnosis, penanganan,
dan dampak gaya hidup
12. Identifikasi pemicu yang
diketahui dan reaksi yang
biasanya terjadi
13. Ajarkan klien untuk
mengindentifikasi dan
menghindari pemicu, sebisa
mungkin
14. Dapatkan rencana tertulis dengan
klien untuk mengatasi
kekambuhan
15. Bantu untuk mengenal tanda dan
gejala sebelum terjadi reaksi
asma dan implementasinya dan
respon tindakan yang tepat
16. Monitor kecepatan, irama,
kedalaman dan usaha pernafasan
17. Catat kapan terjadinya,
karekteristik dan durasi dari
batuk
18. Amati pergerakan dada, termasuk
juga simetris juga simetris atau
tidak, penggunaan otot bantu
pernafasan dan retraksi otot
supravaskular dan interkosial
auskultasi suara nafas, catat area
adanya penurunan atau hilangnya
suara ventilasi dan suara
adventitious
19. Ajarkan teknik bernafas/relaksasi
20. Gunakan pendekatan yang kalem
dan memberikan jaminan selama
serangan asma
21. Informasikan orang tua/pengasuh
kapan anak membutuhkan
pengobatan PRN disekolah,
dengan tepat
22. Tetapkan jadwal perawatan
teratur lanjutan
23. Resepkan dan/atau perbarui
pengobatan asma, dengan tepat
.
Monitor pernafasan
1. Monitor kecepatan, irama,
kedalaman, dan kesulitan bernafas
2. Catat pergerakan dada, catat
ketidaksimetrisan, pengunaan
otot-otot bantu nafas, dan reaksi
pada otot supraclaviculas dan
interkosta
3. Monitor suara tambahan seperti
ngorok
4. Monitor pola nafas ( misalnya :
bradipneu, takpneu,
hiperventilasi, pernafasan
kusmaul)
5. Pasang sensor pemantauan
oksigen non-invasif (misalnya :
alarm pada pasien berisiko tinggi)
6. Palpasi kesimentrisan ekspansi
paru
7. Perkusi torak anterior dan
posterior, dan apeks ke basis paru,
kanan dan kiri
8. Catat lokasi trakea
9. Monitor kelelahan otot-otot
diapragma dengan pergerakan
parasoksikal
10. Kaji perlunya penyedotan pada
jalan nafas dengan auskultasi
suara nafas ronki diparu
11. Monitor hasil pemeriksaan
ventilasi mekanik, catat
peningkatan tekanan inspirasi dan
volume tidal
12. Monitor peningkatan
kelelahan,kecemasan dan
kekurangan udara pada pasien
13. Catat perubahan pada saturasi O2,
volume tidal akhir CO2, dan
perubahan nilai analisa gas darah
dengan tepat
14. Monitor kemampuan batuk efektif
pasien
15. Catat onset, karateristik, dan
lamanya batuk
16. Monitor sekresi pernafasan pasien
17. Monitor secara ketat pasien-
pasien yang berisko tinggi
mengalami gangguan respirasi
(misalnya, pasien dengan teraoin
oploid, bayu baru lahir, pasien
dengan ventilasi mekanik)
18. Monitor keluhan sesak nafas
pasien, termasuk kegiatan yang
meningkatkan atau memperburuk
sesak nafas tersebut
19. Monitor suara serak perubahan
suara tersebut setiap jam pada
pasien luka bakar
20. Monitor suara krepitasi pada
pasien
21. Monitor hasil foto thoraks
22. Berikan bantuan resultasi jika
diperlukan
23. Berikan bantuan terapi nafas jika
diperlukan (misalnya, nebulizer).

3 Gangguan Keparahan hipokalemia : Manajemen elektrolit :


keseimbangan Indikator : Aktivitas :
elektrolit : 1. Penurunan serum 1. Monitor nilai serumelektrolit yang
hipokalemia b.d potassium abnormal
kelebihan volume 2. Hipotensi 2. Monitor manifestasi
cairan ortostatik ketidakseimbangan elektrolit
3. Penurunan 3. Berikan cairan sesuai resep, jika
tekanan darah diperlukan
4. Aritmia 4. Berikan suplemen elektrolit
5. Perubahan EKG (misalnya pemberian secara oral ,
6. Kelelahan pemberian melalui intravena)
7. Lethargy 5. Monitor respon pasien terhadap
8. Apatis terapi elektrolit yang diresepkan
9. Anoreksia 6. Berikan eletrolit terikat zat (
10. Mual muntah misalnya sodium ) sesuai resep
11. Penurunan dan keperluan
motilitas usus 7. Lakukan pengukuran untuk
12. Konstipasi mengontrol kehilangan elektrolit
13. Poliuria yang berlebihan.
14. Kelemahan otot
15. Paralisis lemah
16. Kram kaki
4

Anda mungkin juga menyukai