Anda di halaman 1dari 3

Sayuti Melik

Mohamad Ibnu Sayuti atau yang lebih dikenal sebagai Sayuti Melik (lahir di Sleman,
Yogyakarta, 22 November 1908 – meninggal di Jakarta, 27 Februari 1989 pada umur 80 tahun)
Pendidikan dimulai dari Sekolah Ongko Loro (Setingkat SD) di desa Srowolan, sampai kelas IV
dan diteruskan sampai mendapat Ijazah di Yogyakarta. Sayuti Melik termasuk dalam kelompok
Menteng 31, yang berperan dalam penculikan Sukarno dan Hatta pada tanggal 16 Agustus 1945
(Peristiwa Rengasdengklok). Di sini, para anggota dari Peristiwa Rengasdengklok meyakinkan
Soekarno bahwa Jepang telah menyerah dan para pejuang telah siap untuk melawan Jepang, apa
pun risikonya. Selain anggota dari peristiwa Rengasdengklok Sayuti melik merupakan salah satu
pengetik dari naskah proklamasi Indonesia. Sayuti sendiri memberi gagasan, yakni agar teks
proklamasi ditandatangani Bung Karno dan Bung Hatta saja, atas nama bangsa Indonesia

Sumber : http://doktrin-militer.sttbt.web.id/ind/2748-2633/Sayuti-
Melik_42977_sttbinatunggal_doktrin-militer-sttbt.html

B.M Diah

Burhanuddin Mohammad Diah atau B.M. Diah (lahir di Kutaraja, yang kini dikenal sebagai
Banda Aceh, 7 April 1917 - Jakarta, 10 Juni 1996) adalah seorang tokoh pers, pejuang
kemerdekaan, diplomat, dan pengusaha Indonesia. Burhanuddin menjalani pendidikannya di
HIS, kemudian melanjutkan ke Taman Siswa di Medan. Pada usia 17 tahun, Burhanuddin hijrah
ke Jakarta dan belajar di Ksatriaan Instituut (sekarang Sekolah Ksatrian). Burhanuddin memilih
jurusan jurnalistik dan disana ia banyak belajar tentang bidang kewartawanan. Pada akhir
September 1945, setelah diumumkannya Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, ia bersama
sejumlah rekannya berusaha mengambil alih percetakan Jepang "Djawa Shimbun" yang
menerbitkan Harian Asia Raja (surat kabar). Tentara Jepang yang menjaga percetakan tidak
melawan, bahkan menyerah.

Sumber http://kepustakaan-
presiden.perpusnas.go.id/cabinet_personnel/popup_profil_pejabat.php?id=535&presiden_id=&p
residen=

Humor Sejarah

Ibu guru mengajar tentang sejarah kemerdekaan RI.

Guru: “Kalian tahu, bagaimana pada saat itu pejuang-pejuang kita berkorban untuk kemerdekaan
RI? Mereka berjuang hidup atau mati hingga tetes darah penghabisan! Nah, kamu Riring, coba
kamu ceritakan bagaimana peristiwa pembacaan teks Proklamasi itu.”

Murid: “Aduh! Mana saya tahu Bu, kan waktu itu saya belum lahir.”
Seorang kepala sekolah ingin mengetahui pengetahuan sejarah nasional murid-murid kelas
enam.

Kepala Sekolah: “Anak-anak, siapa yang menandatangani naskah Proklamasi Kemerdekaan


Indonesia?”

Tidak ada yang menjawab. Kepala Sekolah itu kecewa karena di antara murid itu tidak ada yang
tahu nama Soekarno dan Hatta. Setelah kepala sekolah keluar kelas, Pak Semar, guru wali kelas
6 khawatir akan kena batunya.

Pak Semar: “Mengenai naskah Proklamasi yang ditanyakan oleh Kepala Sekolah tadi, sebaiknya
kalian mengaku saja kalau ada di antara kalian yang menandatanganinya.”

Dalam kesempatan lomba nyanyi lagu hari kemerdekaan, dengan semangat Cak Sakera mulai
menyanyi:

“Enam belas Agustus tahun empat lima…”

Juri: “Bapak, salah itu… Ulangi!”

Cak Sakera mulai lagi:

“Enam belas Agustus tahun empat lima…”

Juri: “Masih salah…Ini kesempatan terakhir!”

Cak Sakera: “Saya ndak salah pak, sampean dengar saya nyanyi dulu.”

Akhirnya juri serius mendengarkan,

“Enam belas Agustus tahun empat lima…besoknya hari kemerdekaan kita…”

Murid: "Pak, kenapa lambang negara kita burung Garuda?"

Guru: "Karena sesuai dengan hari kemerdekaan kita, 17 Agustus 1945, 17 adalah jumlah bulu di
sayap, bulan 8 (Agustus) adalah jumlah bulu di ekor, dan 45 adalah jumlah bulu yang berada di
leher."
Murid: "Lalu mengapa negara kita merdeka tanggal 17 Agustus bukan tanggal 2 Januari
misalnya...?"

Guru: "Ehmmm, kalau kita merdeka tanggal 2 Januari maka lambang negara kita bukan lagi
burung Garuda melainkan capung, dengan dua sayap dan satu ekor.

Anda mungkin juga menyukai