Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

ILUMINASI DAN INSTALASI LISTRIK

Disusun Oleh kelompok II:


JOHANNES KEVIN PURBA 5163230022
IBRANI SINAGA 5163230015
SHABIRIN NAZRI RGG 5163230039

TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2019
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas Iluminasi dan Instalasi Listrik yaitu
membuat makalah. Banyak pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tugas ini, baik secara
moril maupun spiritual maka dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Tuhan yang Maha Esa yang telah menganugerahkan kepada penulis kemampuan berfikir
sehingga makalah ini dapat selesai tepat pada waktunya.

2. Bapak Dr. Adi Sutopo, M.Pd, MT selaku pembimbing.

3. Semua pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan tugas makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, segala kritik dan saran yang sifatnya membangun akan menyempurnakan penulisan
makalah ini serta bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Medan, Februari 2019

-Penulis-
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar .................................................................................................
Daftar Isi ..........................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................
1.1 Latar Belakang .............................................................................
1.2 Tujuan Makalah ............................................................................
1.3 Rumusan Masalah .........................................................................

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................


2.1 Pentingnya Penangkal petir bagi instalasi listrik dan bangunan ..
2.2 Jenis Jenis Penangkal Petir ...........................................................
2.3 Wilayah yang diamankan penangkal petir ....................................
2.4 Perencanaan penangkal petir..........................................................

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan ....................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pembangunan gedung–gedung baru cenderung bertingkat, hal ini sebagai solusi semakin
sempitnya lahan tanah yang ada. Namun disisi lain, dengan semakin banyak berdirinya
bangunan bertingkat, beberapa permasalahan mengenai keamanan bangunan menjadi hal
penting untuk diperhatikan, karena bangunan bertingkat lebih beresiko mengalami gangguan,
baik gangguan secara mekanik maupun gangguan alam. Salah satu dari gangguan mekanik
bisa dimungkinkan kerobohan gedung karena kurang kokoknya bangunan, sedangkan
gangguan alam yang sering terjadi adalah terkenanya sambaran petir.
Secara geografis letak Indonesia yang dilalui garis katulistiwa menyebabkan Indonesia
beriklim tropis, akibatnya Indonesia memiliki hari guruh rata-rata per tahun yang sangat
tinggi. Dengan demikian bangunan – bangunan di Indonesia memiliki resiko lebih besar
mengalami kerusakan akibat terkena sambaran petir. Kerusakan yang ditimbulkan dapat
membahayakan peralatan serta manusia yang berada di dalam gedung tersebut. Petir merusak
struktur yang terbuat dari bahan, seperti batu, kayu, beton dan baja yang dapat mengalirkan
arus listrik yang tinggi dari petir sehingga dapat memanaskan bahan dan akan menyebabkan
potensi kebakaran atau kerusakan berbahaya lainnya.
Untuk melindungi dan mengurangi dampak kerusakan dari sambaran petir maka perlu
dipasang sistem pengaman pada gedung bertingkat. Sistem pengaman itu salah satunya berupa
sistem penangkal petir beserta pentanahannya.
1.2 Tujuan Makalah
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan penulis
mengenai menangkal listrik bagi instalasi listrik pada bangunan serta mengetahui jenis jenis
penangkal petir dan luas wilayang yang diamankan penangkal petir, serta bagaimana membuat
penangkal petir tersebut

1.3 Rumusan Masalah


1. Bagaimana Dampak dan Mekanisme Induksi Petir ?
2. Mengapa Gedung Perlu di Beri Penangkal Petir ?
3. Bagaimana Konstruksi Pemasangan Penangkal Petir Pada Gedung ?
4. Dampak diareal bangunan BTS (Base Transceiver Station) berproteksi yang terkena
sambaran petir ?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pentingnya penangkal petir bagi instalasi listrik dan bangunan


Selain petir dapat menyambar sebuah bangunan yang telah di lengkapi anti petir/penangkal
petir konvensional maupun elektrostatis, petir juga dapat menyambar melalui jaringan listrik
PLN yang kabelnya terbentang di luar dan terbuka. Pada Umumnya jaringan listrik terbuka
seperti ini masih ada dan di pergunakan di beberapa negara termasuk Indonesia. Arus petir
yang merusak perangkat panel listrik bukan di sebabkan oleh sambaran petir yang menyambar
langsung ke bangunan yang telah di pasang penangkal petir atau anti petir melainkan
sambaran petir mengenai jaringan listrik PLN sehingga arus petir ini masuk ke bangunan
mengikuti kabel listrik dan merusak panel listrik tersebut.
Jadi biasanya sambaran petir mengenai sesuatu yang jauh dari bangunan yang telah terpasang
instalasi penangkal petir baik instalasi penangkal petir konvensional maupun penangkal petir
elektrostatis, hal ini sudah biasa terjadi karena kabel distribusi PLN memakai kabel distribusi
terbuka dan letaknya tinggi, seperti yang terpasang pada jaringan listrik tegangan tinggi di
Indonesia.
Untuk penanganan agar peristiwa ini tidak terjadi maka perlu sekali jaringan listrik pada
sebuah bangunan di lengkapi dengan perangkat Surya Arrester (Pelepas tegangan lebih/over
voltage). Jenis dan merk Surge Arrester ini banyak sekali tersedia di pasaran umum, yang jelas
pemasangan arrester harus di hubungkan dengan grounding ke bumi.
Suatu instalasi penangkal petir yang telah terpasang harus dapat melindungi semua bagian
dari struktur bangunan dan arealnya termasuk manusia serta peralatan yang ada didalamnya
terhadap ancaman bahaya dan kerusakan akibat sambaran petir. Berikut ini akan dibahas
mengenai cara menentukan besarnya kebutuhan bangunan akan proteksi petir menggunakan
beberapa standart yaitu berdasarkan Peraturan Umum Instalasi Penangkal Petir, Nasional Fire
Protection Association 780, International Electrotechnical Commision 1024-1-1.
Kebutuhan Bangunan Terhadap Ancaman Bahaya Petir Berdasarkan Peraturan Umum
Instalasi Penangkal Petir. Jenis Bangunan yang perlu diberi penangkal petir dikelompokan
menjadi :
1. Bangunan tinggi seperti gedung bertingkat, menara dan cerobong pabrik.
2. Bangunan penyimpanan bahan mudah meledak atau terbakar, misalnya pabrik amunisi,
gudang bahan kimia.
3. Bangunan untuk kepentingan umum seperti gedung sekolah, stasiun, bandara dan
sebagainya.
4. Bangunan yang mempunyai fungsi khusus dan nilai estetika misalnya museum, gedung
arsip negara.
Besarnya kebutuhan suatu bangunan terhadap instalasi proteksi petir ditentukan oleh besarnya
kemungkinan kerusakan serta bahaya yang terjadi jika bangunan tersebut tersambar petir.
Berdasarkan Peraturan umum Instalasi Penangkal Petir besarnya kebutuhan tersebut mengacu
kepada penjumlahan indeks-indeks tertentu yang mewakili keadaan bangunan di suatu lokasi
dan dituliskan sebagai berikut ;

Dari persamaan tersebut maka akan terlihat bahwa semakin besar nilai indeks akan semakin
besar pula resiko (R) yang di tanggung suatu bangunan sehingga semakin besar kebutuhan
bangunan tersebut akan sistem proteksi petir.

2.2. Jenis Jenis penangkal petir

Penangkal petir konvensional


Tidak lepas dari sosok Benjamin Franklin, ilmuwan dan politikus terkenal yang menemukan
penangkal petir pertama . Alat penangkal petir menjadi populer, terutama digunakan untuk
dipasang pada gedung-gedung tinggi seperti perkantoran, hotel maupun gedung yang
menaungi perangkat vital. Pada dasarnya penangkal petir bukanlah alat yang rumit dan
memiliki komponen yang komplek. Penangkal petir hanyalah merupakan rangkaian jalur yang
memiliki fungsi sebagai jalan bagi kilatan petir untuk menuju ke arah permukaan bumi, tanpa
merusak benda-benda sekitar yang dilewatinya. Sistem penangkal petir semacam ini dianggap
sebagai penangkal petir konvensional dan dikenal memiliki 3 bagian terutama, yakni batang
penangkal petir, kabel konduktor serta tempat pembumian/grounding. Untuk bagian batang
penangkal petir biasanya berupa bahan tembaga yang didirikan tegak berdiri dengan ujung
runcing. Ujung runcing tersebut bukan tanpa sebab dan alasan. Hal ini karena muatan listrik
mempunyai sifat yang mudah berkumpul serta lepas pada ujung logam yang runcing. Selain
itu ujung runcing batang mampu memperlancar proses tarik-menarik dengan muatan listrik
pada awan. Batang ini sering dipasang pada bagian teratas bangunan gedung. Untuk bagian
kedua adalah kabel konduktor. Masih sama yakni dengan bahan tembaga dan biasanya
memiliki diameter jalinan sekitar 1 cm sampai 2 cm, tergantung kebutuhan. Fungsi kabel
konduktor tentu adalah untuk meneruskan aliran muatan listrik yang masuk ke batang muatan
listrik ke tanah. Bagian ini sering terpasang dibagian luar dinding gedung. Untuk yang ketiga
adalah tempat pembumian atau sering disebut dengan istilah Grounding. Fungsi Grounding
adalah "mengubur" muatan listrik dari petir ke tanah. Itulah mengapa bagian Grounding sering
dipasang didalam tanah dengan bahan yang terbuat dari bahan tembaga berlapis baja.
Penangkal petir Radioaktif
Penangkal petir diatas merupakan yang konvensional. Dan kali ini penangkal petir Radioaktif
menjadi metode yang kurang populer dan bahkan terlarang. Kinerjanya adalah dengan
menggagalkan proses ionisasi menggunakan zat beradiasi karena penelitian terbaru
menyebutkan bahwa muatan listrik pada awan disebabkan oleh proses ionisasi. Bahan zat
beradiasi yang mampu menggagalkan proses ini adalah Radium 226 serta Ameresium 241.
Kedua bahan ini dianggap bisa menghamburkan ion radiasinya serta menetralkan muatan
listrik awan. Metode ini sudah terlarang untuk mengurangi pemakaian zat beradiasi.
Penangkal petir Electrostatic
Penangkal Petir Electrostatic tidak terlarang, tetapi kurang populer digunakan. Prinsip
kerjanya penangkal dianggap meniru sebagian dari metode dan sistem penangkal petir
Radioaktif, yaitu dengan menambah muatan pada bagian ujung finial atau splitzer agar petir
selalu menuju ujung komponen ini untuk disambar. Komponen kondukor dan Gounding tetap
dibutuhkan untuk mengubur muatan listrik. Ada pula EF Lighting Protection System yang
memiliki prinsip menyalurkan arus petir dengan menggunakan terminal receiver serta kabel
penghantar khusus yang mempunyai sifat isolasi tegangan tinggi.
2.3. Wilayah yang diamankan penangkal petir
Penagkal petir, banyak supplier mempromosikan alat penangkal petir dengan radius proteksi
100 meter sampai 150 meter lebih, namun bagaimana kita dapat mengetahui apakah alat
tersebut dapat bekerja mem-proteksi seperti yang disebutkan?
Hal mendasar yang harus kita ketahui sebelumnya adalah:
Sistim penangkal petir bekerja bukan dengan "menangkal" petir tetapi menyalurkan arus petir
dengan aman ke pem-bumian (earthing).
Untuk mengetahui seberapa besar radius sistim proteksi petir, kita perlu memperhatikan hal
dibawah ini:
Bagaimana cara kerja penangkal petir yang ditawarkan tersebut sehingga mampu
memproteksi area seluas yang di sebutkan dalam brochure?
Acuan standard apakah yang diterapkan manufaktur / pabrikan dalam men-desain sistim
proteksi petir? Contoh, standard yang berlaku untuk sistim penangkal petir adalah:
 Internasional (diakui oleh hampir semua negara) IEC 62305
 Indonesia SNI 03-7015-2004
 Inggris BS EN 62305
 Amerika NFPA 780, UL 96
 Perancis NFC 17-102
 Spanyol UNE 21186
Berapa jumlah hari guruh dan intensitas petir di daerah yang akan di pasang penangkal petir
Perhitungan faktor resiko berdasarkan rumusan yang terdapat dalam standard yang dipakai
sebagai acuan.
Bila manufaktur / pabrikan tidak mencantumkan sertifikasi acuan standard sistim proteksi
petir serta perhitungan radius proteksi, sistim proteksi tersebut dapat dikatagorikan non-
standard sehingga kebenaran data yang disajikan patut diragukan karena belum pernah di
buktikan dalam pengetesan oleh otoritas terkait
Semua sistim proteksi, baik yang disebut metode konvensional (metode "Faraday Cage")
maupun ESE (Early Streamer Emission) menghitung zona proteksi dengan menggunakan
cakupan radius.
Didalam buku standard penangkal petir misalnya, luas radius proteksi ditentukan oleh
rumusan perhitungan resiko, yaitu dengan memperhatikan faktor resiko sebagaimana di
bawah ini:
berapa jumlah hari guruh di mana letak bangunan itu berada bahan dari bangunan, apakah
terbuat dari kayu, besi, atau beton adanya bahan yang mudah terbakar di dalam bangunan
tersebut bahaya terhadap keselamatan jiwa manusia berapa tinggi ujung "tip" air terminal
terhadap permukaan atau tepi bangunan / struktur yang ingin diproteksi
Adapun hasil akhir dari perhitungan rumusan faktor resiko adalah "Tingkat Proteksi".
Ada 4 tingkat proteksi ( Level I - IV) yang menentukan berapa besar cakupan radius proteksi,
masing-masing tingkatan mempunyai perhitungan radius proteksi yang berbeda.
Contoh:
apabila perhitungan resiko menunjukan bangunan tersebut masuk dalam tingkat proteksi
Level 4, dengan total ketinggian tiang penangkal petir 20 meter - standard IEC 62305 men-
syaratkan maksimum radius proteksi adalah 26.8 meter dan dengan ketinggian tiang yang
sama (20 meter) untuk tingkat proteksi level 1 radiusnya adalah 8.4 meter!
apapun bahan, type & merek sistim penangkal petir yang di pasang - tidak boleh melebihi
yang di-syaratkan dalam ketentuan standard tersebut.
Jadi ketinggian tiang, dan penempatannya sangat mempengaruhi radius proteksi, sehingga
tidak cukup hanya membuat perkiraan lingkaran maksimum radius proteksi dari tampak atas
dalam membuat design sistim penangkal petir.
Perhatikan gambar di bawah ini: Radius proteksi (R1) dihitung berdasarkan ketinggan (H1)
yaitu dari ketinggian antena TV terhadap ujung penangkal petir, demikian juga besarnya
radius "R2" bergantung pada ketinggian "H2", dst
Apabila dari hasil perhitungan diketahui ada bagian yang tidak terproteksi, maka kita harus
menambahkan ketinggian tiang (bila dimungkinkan), menggeser lokasi tiang atau menambah
Air Terminal agar semua bagian menjadi terproteksi
2.4. Perencanaan penangkal petir
1. Splitzen adalah bagian yang ditempatkan ditempat tertinggi di atas bangunan rumah . Dapat
juga dilakukan denganmenambah ketinggian dengan menambah pipa untuk mendapatkan
radius yang lebih besar dari sambaran petir. Bahan yang digunakan adalah dari batang
tembaga, saat ini jenis splitzen ini ada berbagai macam dipasaran ada jenis splitzen tunggal
ataupun bentuk trisula. Spliten dihubungkan ke terminal atau langsung ke pipa tembaga
dengan kabel BC 50 mm .
2. Untuk keamanan barang barang elektronik didalam rumah, anda bisa memasangkan sub
terminal dengan menggunakan plat tembaga dengan ukuran kira kira 5 cm x 20 cm.
Kemudian sub terminal ini diintegrasikan ke Terminal dengan menggunakan kabel BCC/
NYY 15 mm.
3. Untuk mengamankan tegangan lebih dari jaringan listrik, anda bisa menambah arester di
sistim instalasi listrik , dimana arester kemudian di hubungkan ke terminal grounding
dengan menngunakan kabel BC/NYY ukuran 15 mm.
4. Terminal adalah pusat yang menghubungkan beberapa kabel sebelum diteruskan ke
pembumian / pentanahan. Bahan terminal dapat menggunakan plat tembaga dengan ukuran
10 x 30 cm.Terminal bisa dibuatkan diluar bangunan rumah dengan menempatkannya di
sebuah bak kontrol. Kemudian terminal dihubungkan ke sistim pembumian dengan
menggunakan kabel BC ukuran 50 mm.
5. Sebagaimana persyaratan dalam pentanahan dimana dianjurkan nilai tahanan sitim
pembumian adalah dibawah 3 ohm untuk kemanan barang-barang elektronik . Pada
dasarnya untuk sistim pembumian yang bagus adalah berhubungan dengan tanah dimana
pipa dipasangkan, dimana kekedapan tanah yang tinggi adalah tempat yang paling bagus
untuk mendapatkan nilai tahanan pembumian yang rendah. Dianjurkan tidak menanam
pipa didaerah berpasir ataupun berbatu, karena biasanya nilai tahanan pembumian akan
semakin tinggi.
6. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal anda bisa menambahkan beberapa pipa tembaga
yang saling terintegarasi. Atau cara lain bisa dilakukan dengan menanam pipa dalam
hingga lebih dari 20 m. Bilamana nilai tersebut tidak dapat dicapai, sitim pembumian dapat
ditambahkan dengan memasangkan cooper plate yang ditanamkan bersamaan dengan
bentonite.
Gambar :
BAB III
KESIMPULAN

Gedung-gedung bertingkat sangat penting untuk di beri proteksi penangkal petir, karena
petir terjadi akibat adanya perpindahan muatan elektron dan muatan proton, dan biasanya
terjadi antara muatan yang ada di awan dengan muatan yang ada di bumi. Gedung-gedung
yang tinggi mengandung salah satu muatan tersebut, Oleh sebab itu bangunan yang tinggi
lebih cenderung mudah tersambar petir. Pada dasarnya proteksi perlindungan penangkal petir
dipasang untuk melindungi struktur bangunan atau fisik maupun melindungi peralatan pada
bangunan tersbut. "SEVEN POINT PLAN" merupaka metode perencanaan pemasangan
proteksi penangkal petir. Tujuan dari "SEVEN POINT PLAN" adalah menyiapkan sebuah
perlindungan efective dan dapat di andalkan terhadap serangan petir, "Seven Point Plan'
tersebut meliputi :
1. Menangkap Petir
2. Menyalurkan Arus Petir
3. Menampung Petir
4. Proteksi Grounding Sistem
5. Proteksi Jalur Power Listrik
6. Proteksi Jalur PABX
7. Proteksi Jalur Elektronik
Dan untuk wilayah yang diamankan penangkal petir luas radius proteksi ditentukan
berdasarkan hitungan yang terdapat di dalam standard yang berlaku dan luas radius proteksi
setiap lokasi berbeda-beda meskipun dengan air teminal yang sama karena perbedaan tingkat
proteksi yang dihitung dari faktor resiko sambaran petir.

Anda mungkin juga menyukai