Anda di halaman 1dari 5

4.

2 Pembahasan

Pada bab ini penulis membahas tentang Gambaran Pelaksanaan Terapi Musik
Religi Untuk Menurunkan Intensitas Nyeri Post Operasi Pada Nn. E Dengan Post
Operasi Apendiktomi di Ruang Bedah BLUD RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh.
Pembahasan pada bab ini terutama membahas kesesuaian maupun kesenjangan antara
teori Hierarki Maslow yang merupakan pemenuhan kebutuhan dasar manusia melalui
tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi.

1. Pengkajian
Pengkajian pada Nn. E dilakukan pada hari Rabu 06 Juni 2018 jam 10. 00 WIB
di Kamar Kakak Tua Ruang Bedah BLUD RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh, untuk
keluhan utama yang dirasakan pasien mengeluh nyeri di bagian operasi, karena setiap
pembedahan selalu berhubungan dengan insisi atau sayatan yang merupakan trauma
atau kekerasan bagi penderita yang menimbulkan berbagai keluhan dan gejala. Salah-
satu keluhan yang ditemukan adalah nyeri. Hal ini sesuai dengan teori bahwa nyeri
pascaoperasi disebabkan oleh luka operasi ( Nursalam, 2011 dalam Utami S, 2014).
Hasil pengkajian nyeri yang didapatkan dari pasien yaitu P : pasien
mengatakan nyeri dirasakan saat bergerak ke kiri dan ke kanan, Q : nyeri dirasakan
seperti tersayat, R : nyeri terasa menyebar sampai ke pinggang, T : pasien mengatakan
nyeri dirasakan hilang timbul, S : skala nyeri 6.
Pengkajian pada masalah nyeri dilakukan dengan menggunakan metode
PQRST yang meliputi : P ( pemicu) yaitu faktor yang mempengaruhi gawat atau
ringannya nyeri, Q ( quality) dari nyeri, seperti apakah rasa tajam, tumpul atau
tersayat, R ( region) yaitu daerah perjalanan nyeri, S ( severity) adalah keparahan atau
intensitas nyeri, T ( time) adalah lama/ waktu serangan atau frekuensi nyeri ( Hidayat,
A. A 2014).
Data yang dikumpulkan penulis menggunakan metode biofisiologis, observasi,
pemeriksaan fisik, wawancara dengan menanyakan tentang biodata pasien/
penanggung jawab pasien, riwayat kesehatan saat ini maupun riwayat kesehatan
dahulu dan skala penilaian tentang tingkatan nyeri yang dirasakan oleh pasien.

2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan hasil pengkajian melalui wawancara, observasi, dan
pemeriksaan fisik, pada kasus post operasi appendiktomi penulis menemukan dua

1
diagnosa keperawatan yang muncul pada Nn. E sesuai dengan pendapat NANDA
NOC, NIC di antaranya : nyeri akut berhubungan dengan insisi pembedahan, dan
resiko infeksi berhubungan dengan invasi kuman pada luka operasi. Penulis
merumuskan diagnosa tersebut berdasarkan data yang didapat dari kasus dan
berdasarkan batasan karakteristik yaitu ekspresi wajah meringis, keluhan tentang
intensitas menggunakan standar skala nyeri ( skala penilaian numerik), laporan tentang
perilaku nyeri/ perubahan aktivitas, mengapresiasikan perilaku ( mis, gelisah
merengek, menangis, waspada), perubahan sisi untuk menghindari, sikap melindungi
area nyeri, sikap tubuh melindungi.

3. Perencanaan Keperawatan
Penulis menyusun rencana asuhan keperawatan dalam diagnosa keperawatan
nyeri akut berhubungan dengan adanya insisi pembedahan berdasarkan NANDA NIC
( Nursing Intervention Classification). Tujuan dan kriteria hasil ini berdasarkan NOC (
Nursing Outcomes Classification).
Rencana tindakan keperawatan yang dilakukan pada Nn. E dengan diagnosa
keperawatan nyeri akut berhubungan dengan insisi pembedahan yang dilakukan yaitu
yang pertama lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif. Yang ke dua gunakan
komunikasi terapetik untuk mengetahui pengalaman nyeri. Yang ke tiga gali bersama
pasien faktor- faktor yang dapat menurunkan dan memperberat nyeri. Yang ke empat
berikan penggunaan tekhnik non farmakologis yaitu terapi musik religi untuk
mengalihkan perasaan rileks pasien sehingga rasa nyeri berkurang. Yang ke lima
evaluasi tingkat penurunan skala nyeri setelah diberikan terapi musik religi. Yang ke
enam anjurkan istirahat dan tidur yang cukup untuk membantu penurunan nyeri. Yang
ke tujuh kolaborasikan pemberian analgesik sesuai dosis.

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan tahap ke empat dalam proses
keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan ( tindakan
keperawatan) yang telah direncanakan. Dalam tahap ini perawat harus mengetahui
berbagai hal, di antaranya bahaya fisik dan perlindungan kepada pasien, tekhnik
komunikasi, kemampuan dalam prosedur tindakan, pemahaman tentang hak- hak
pasien, tingkat perkembangan pasien. Dalam tahap pelaksanaan terdapat dua tindakan
yaitu mandiri dan kolaborasi ( Hidayat, A. A 2014).

2
Tindakan keperawatan dengan masalah nyeri akut berhubungan dengan insisi
pembedahan yang telah dilakukan oleh penulis pada Nn. E pada tanggal 06 Juni s.d.
08 Juni 2018 yang pertama melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk
lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan faktor. Pengkajian nyeri
menggunakan metode PQRST yaitu meliputi P ( pemacu) yaitu faktor yang
memengaruhi gawat atau ringannya nyeri, Q ( quality) dari nyeri, seperti apakah rasa
tajam, tumpul atau tersayat, R ( region) yaitu daerah perjalanan nyeri, seperti apakah
nyeri, S ( severity) adalah keparahan atau intensitas nyeri, misalnya skala nyeri 0 tidak
nyeri, skala nyeri 1- 3 nyeri ringan, skala nyeri 4- 6 nyeri sedang, skala nyeri 7- 9 berat
terkontrol, skala nyeri 10 nyeri berat tidak terkontrol, T ( time) adalah lama/ waktu
serangan atau frekuensi nyeri ( Hidayat, A. A 2014).
Terapi musik religi ditandai dengan penggunaan jenis musik yang digunakan
sebagai terapi, yaitu musik islami atau musik religi yang dapat membuat klien “
berpijak ke tanah” dan membimbing ke arah perasaan damai yang mendalam serta
kesadaran rohani. Musik religi merupakan penggabungan antara terapi musik dengan
terapi spiritual. Pendekatan spiritual mempercepat pemulihan atau penyembuhan
pasien ( Joseph & Ulrih, 2007 dalam Dian Novita).

5. Evaluasi
Setelah menyusun perencanaan dan melakukan tindakan keperawatan penulis
melakukan evaluasi dengan pasien untuk melihat kemampuan pasien dalam
menerapkan tindakan yang telah diberikan khususnya terapi musik religi untuk
menurunkan intensitas nyeri yang dialami oleh pasien. Pada evaluasi pertama yaitu
pada tanggal 06 Juni 2018 pukul 20. 00 WIB dengan hasil SOAP yaitu pasien
mengatakan nyeri di bagian operasi, pasien mengatakan nyeri seperti tersayat- sayat,
pasien mengatakan nyeri bertambah ketika bergerak, pasien mengatakan nyeri hilang
timbul, ekspresi wajah tampak meringis, ttv TD : 110/ 80 mmHg RR : 20x/ m HR :
90x/ m, skala nyeri 4, masalah nyeri teratasi sebagian, intervensi dilanjutkan sampai
dengan hari ke tiga.
Pada evaluasi hari ketiga yaitu pada tanggal 08 Juni 2018 pukul 15. 00 WIB
dengan SOAPIE yaitu pasien mengatakan nyeri di bagian operasi berkurang, pasien
mengatakan nyeri hilang timbul, ekspresi wajah tampak lebih tenang, HR : 80x/ m RR
: 22x/ m, skala nyeri 3, masalah teratasi sebagian. Berikan kembali terapi non
farmakologis yaitu terapi musik religi, kaji kembali skala nyeri secara komprehensif,

3
anjurkan pasien untuk istirahat tidur yang cukup. Memberikan terapi non farmakologis
yaitu terapi musik religi selama +- 15 menit, mengkaji skala nyeri secara
komprehensif setelah diberikan terapi musik religi termasuk lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas, dan faktor. Setelah dilakukan implementasi selanjutnya
penulis mengevaluasi kembali dengan hasil yaitu pasien mengatakan nyeri luka
operasi sudah berkurang, pasien mengatakan nyeri seperti tersayat- sayat sudah
berkurang, pasien mengatakan nyeri hanya dirasakan pada saat terjadi penekanan di
area luka operasi, pasien mengatakan dapat beristirahat dengan tenang, ekspresi wajah
tampak lebih tenang, ttv TD : 110/ 80 mmHg RR : 18x/ m HR : 80x/ m, skala nyeri
menjadi 2, masalah teratasi, intervensi dihentikan.
Berdasarkan hasil evaluasi di atas skala nyeri pada pasien post operasi
appendiktomi setelah dilakukan intervensi terapi musik religi terjadi perubahan skala
nyeri dari skala nyeri 6 menjadi skala nyeri 2 selama 3 hari pengelolaan nyeri pada
pasien post operasi appendiktomi.
Terapi musik bisa mempengaruhi keadaan biologis tubuh seperti emosi,
memori. Ketukan yang tetap dan tenang memberi pengaruh kuat pada pasien sehingga
tercipta suatu keadaan rileks. Keadaan rileks ini memicu teraktivitasnya sistem saraf
parasimpatis yang berfungsi sebagai penyeimbang dari fungsi parasimpatis. Terapi
musik bisa menjadi distraksi dari nyeri seseorang dan mengurangi efek samping
analgesik, terapi musik juga bisa menurunkan kecemasan, gelisah depresi,
meningkatkan motivasi sehingga berkontribusi meningkatkan kualitas hidup pasien (
Utomo dkk 2015).
Menurut teori gate control ( American music Therapy Association, 2008)
dalam Lenny I, & Mekar R ( 2014) mekanisme musik dalam proses penurunan rasa
nyeri di mana impuls nyeri akan berefek pada distraksi kognitif dalam inhibisi persepsi
nyeri. Ketika musik yang mempunyai efek terapi diperdengarkan, midbrain
meningkatkan pengeluaran beta endorphine hormone dan Gamma Amino Butyric Acid
( GABA) yang dapat mengeliminasi neurotransmitter rasa nyeri pada pusat persepsi
dan interpretasi sensorik somatic di otak sehingga efek nyerinya berkurang ( Guyton &
Hall, 2008).

4. 3 Keterbatasan
Dalam melakukan studi kasus ini penulis mempunyai sedikit kendala pada
saat menerapkan asuhan keperawatan terapi musik religi karena keadaan ruangan yang

4
ramai kunjungan anggota keluarga pasien membuat implementasi penulis harus
tertunda dan menunggu pada saat suasana tenang, namun dalam hal lainnya tidak ada
kendala karena pasien dan keluarga sangat kooperatif, pada saat melakukan pengkajian
penulis menyesuaikan dengan format yang ada yaitu format keperawatan medikal
bedah sehingga tidak ada kesulitan bagi penulis dalam melakukan pengkajian sampai
evaluasi, dan semuanya penulis lakukan sesuai dengan konsep teori yang ada.

Anda mungkin juga menyukai