Anda di halaman 1dari 6

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Stroke masih merupakan masalah medis yang menjadi penyebab kesakitan

dan kematian nomor 2 di Eropa dan nomor 3 di Amerika Serikat. Sebanyak 10%

penderita stroke mengalami kelemahan yang memerlukan perawatan. Stroke

adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran darah di otak

yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak sehingga mengakibatkan

seseorang mengakibatkan kelumpuhan atau kematian (Batticaca & Fransiska B,

2012).

Stroke secara klasik ditandai oleh defisit neurologis yang disebabkan oleh

cedera fokus akut dari sistem saraf pusat (SSP) oleh penyebab vaskular, termasuk

infark serebral, perdarahan intraserebral dan perdarahan subarachnoid (Sacco et

al., 2013). Stroke dapat menyebabkan paralisis diberbagai tingkat, kesulitan

berbicara, kehilangan memori atau kemampuan penalaran, koma dan kematian

(Putaala, J, 2010 & sacco et al 2013 dalam Maida 2018).

Data World Health Organisation association (WHO) tahun 2013, stroke

menduduki urutan pertama kematian di dunia setelah penyakit jantung iskemik.

Terdapat sekitar 15 juta orang penderita stroke setiap tahun. Di antaranya di

temukan jumlah kematian sebanyak 5 juta orang dan 5 juta orang lainnya

mengalami kecacatan yang permanen (Hermansyah, dkk 2015).

Berdasarkan data Riset kesehatan dasar tahun 2013 prevalensi stroke

tertinggi terdapat di Sulawesi Selatan (17,9). Sementara itu di Sumatera Utara

1
2

prevalensi kejadian stroke sebesar 6,3%. Prevalensi penyakit stroke juga

meningkat seiring bertambahnya usia. Kasus stroke tertinggi adalah usia 75 tahun

keatas (43,1%) dan lebih banyak pria (7,1%) dibandingkan dengan wanita (6,8%)

(Depkes, 2013).

Berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan atau gejala prevalensi stroke di

Indonesia sebesar 12,1 % per mil. Sedangkan untuk provinsi Aceh prevalensi

stroke yaitu sebesar 10,5 %per mil. Angka kejadian akan bertambah seiring

dengan bertambahnya umur dimana kasus tertinggi berada pada umur ≥75 tahun

(Riset Kesehatan Dasar, 2013).

Menurut dinas kesehatan aceh barat, jumlah penderita stroke 2 (dua)

tahun trakhir yaitu pada tahun 2017 berjumlah 30 orang, kemudian pada tahun

2018 mengalami peningkatan jumlah penderita stroke yaitu menjadi 56 penderita (

Dinas Kesehatan Aceh Barat 2019).

Jumlah penderita stroke di puskesmas meureubo dalam 2 tahun terakhir

yaitu pada tahun 2017 yaitu 6 orang dan pada tahun 2018 sebanyak 4 orang dan

terjadi penurunan pada tahun 2018 ( Puskesmas Meureubo, 2019).

Masalah keperawatan pada pasien stroke adalah ketidak seimbangan

nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, resiko infeksi, kerusakan integritas kulit,

kerusakan intergritas jaringan, nyeri akut, ganguan citra tubuh, gagguan rasa

nyaman,hambatan mobilisasi fisik dan inkontinesia urinarius fungsional (Nurarif

dan, Kusuma hardi.2015).

Perjalanan penyakit yang terjadi pada pasien stroke di sebabkan oleh

beberapa faktor pencetus seperti salah satunya penimbunan lemak atau kolestrol
3

yang meningkat dalam darah mengakibatkan lemak yang sudah nekrotik dan

bergenerasi menjadi kapur atau mengandung koleatrol dengan infiltrasi lifosit

mengakibatkan pembulu darah (oklusi vaskuler) sehinga aliran darah terhambat

dan eritrosit tergumpal, endotel rusak dan hilangnya cairan plasma yang

menyebabkan terjadinya edema cerebral sehinga mengalami peningkatan tik

yang menyebabkan ganguan rasa nyaman nyeri, Aretrin cerebrin media yang

menyebabkan disfungsi N.XI (asesoris) dan terhambat fungsi motorik dan

muskuluskeletal dan kelemahan pada satu atau ke empat anggota gerak yang

terjadi pada hemiparase atau plegi kanan & kiri dan hambatan mobilitas fisik

atau tirah baring terlalu lama akan menyebabkan luka decubitus dan terjadi

kerusakan integritas kulit (Nurarif, & Kusuma, 2015).

Decubitus adalah kerusakan atau kematian kulit sampai jaringan di

bawah kulit, bahkan menembus otot sampai mengenai tulang akibat adanya

penekanan pada suatu area yang terus menerus sehinga mengakibatkan ganguan

sirkulasi darah setempat. Apabila ini berlangsung lama, hal ini dapat

menyebabkan insufisiensi aliran darah, anoksia atau iskemik jaringan dan

akhirnya dapat menyebabkan kematian sel (Nurarif, & Kusuma, 2015).

Tindakan keperawatan mandiri perawat yang dapat di berikan pada

pasien stroke untuk mencegah dekubitus salah satunya adalah tindakan pressure

management yaitu menganjurkan pasien untuk berpakaian yang longar,

menghindari kerutan pada tempat tidur, menjaga kebersihan kulit agar tetap

bersih dan kering, memobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali,

memonitor kulit akan adanya kemerahan, mengoleskan lotion atau minyak atau
4

baby oil pada daerah yang tetekan, memonitor aktifitas dan mobilisasi pasien,

memonitor status nutrisi pasien dan memandikan pasien dengan air hangat

(Nurarif A.H, & Kusuma Hadi 2015).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sulidah (2017)

Terjadi perbaikan kondisi kulit setelah tindakan pencegahan dibanding

sebelumnya dengan tingkat signifikansi 0,000 (p < 0,05. penelitian lain yang di

lakukan oleh okatiranti (2013) menujukkan Hasil penelitian gambaran risiko

terjadinya dekubitus berdasarkan tingkat ketergantungan pasien minimal care

sebesar 88,24% atau hampir seluruhnya tidak memiliki risiko untuk terjadinya

dekubitus, partial care sebesar 45,95% atau hampir setengahnya yang berisiko

terjadinya dekubitus dan total care sebesar 44,12% atau hampir setengahnya yang

memiliki risiko tinggi terjadinya dekubitus.

Berdasarkan penelitian Sobirin, Husna dan Sulistyawan (2014) tentang

peran keluarga dalam memotivasi pasien stroke dengan kepatuhan penderita

mengikuti rehabilitasi, yang mengatakan peran keluarga yang kurang baik lebih

besar ditemukan pada pasien pasca stroke yang tidak patuh dalam melakukan

rehabilitasi. Semakin besar peran keluarga dalam memotivasi anggota

keluarganya pasca stroke akan memberikan keyakinan bagi pasien pasca stroke

untuk sembuh dan melakukan rehabilitasi. Selain itu peran 373 keluarga akan

memberikan dampak positif terhadap pasien pasca stroke seperti memberikan

kekuatan dan memotivasi pasien pasca stroke dalam mengikuti proses

penyembuhan secara rutin (Okwari R, 2018) .


5

Berdasarkan hasil wawancara penulis lakukan dengan 3 orang

penderita stroke, mereka mengatakan bahwa mereka tidak mengetahui bahwa

tindakan tekanan manajemen dapat mencegah terjadinya luka decubitus, dan

meraka juga tidak pernah melakukan tindakan pressure management, keluarga

pasien mengatakan hanya memandikan pasien di waktu pagi hari dan menjemur

pasien di pagi hari, membersihkan tempat tidur, menganti sprei dan mengubah

posisi pasien ke kanan dan ke kiri.

Berdasarkan uraian sumber data yang terkait diatas, maka penulis

tertarik untuk mengangkat suatu penelitian yang berjudul Gambaran Kemampuan

Keluarga Dalam Pelaksanaan perawatan kulit Untuk Mencegah Decubitus Pada

Pasien Stroke Di Gampong Ranto Panjang Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh

Barat”

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah gambaran kemaampuan keluarga dalam Pelaksanaan

perawatan kulit Untuk Mencegah Decubitus Pada Pasien Stroke Di Gampong

Ranto Panjang Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat

1.3 Tujuan Studi Kasus

Mengambarkan kemampuan keluarga dalam pelaksanaan teknik perawatan

kulit untuk mencegah decubitus di Desa Ranto Panyang Kecamatan Meureubo

Kabupaten Aceh Barat


6

1.4 Manfaat Studi kasus

Karya tulis ini, di harapkan memberikan manfaat bagi:

1.4.1 Bagi Masyarakat

Meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam meningkatkan kemandirian

pasien dan keluarga dengan stroke dalam Perawatan Kulit Untuk Mencegah

decubitus.

1.4.2 Bagi Pengembangan Ilmu dan Teknologi Keperawatan

Menambah keluasan ilmu dan teknologi terapan bidang keperawatan dalam

meningkatkan kemandirian pasien dalam Perawatan Kulit Untuk Mencegah

decubitus.

1.4.3 Bagi Penulis

Memperoleh pengalaman dalam mengimplementasikan prosedur Perawatan

Kulit Untuk Mencegah decubitus pada asuhan keperawatan keluarga dengan

pasien stroke.

Anda mungkin juga menyukai