Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Promosi Kesehatan merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan

masyarakat melalui proses pembelajaran dari-oleh-untuk dan bersama masyarakat,

agar mereka dapat menolong dirinya sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang

bersumber daya masyarakat, sesuai dengan kondisi social budaya setempat dan

didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan. Menolong diri

sendiri artinya bahwa masyarakat mampu berperilaku mencegah timbulnya

masalah-masalah dan gangguan kesehatan, memelihara dan meningkatkan derajat

kesehatan serta mampu pula berperilaku mengatasi apabila masalah gangguan

kesehatan tersebut terlanjur terjadi di tengah-tengah kehidupan masyarakat. (

Notoatmodjo, 2014)

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat adalah wujud keberdayaan masyarakat

yang sadar, mau dan mampu mempraktekkan PHBS. Salah satunya adalah

mencuci tangan dengan sabun. Hal ini disebabkan perilaku PHBS masih sangat

rendah, dimana baru 12% masyarakat yang mencuci tangan pakai sabun setelah

buang air besar, hanya 9% ibu-ibu yang mencuci tangan pakai sabun setelah

membersihkan tinja bayi dan balitanya, hanya sekitar 7% masyarakat yang

mencuci tangan dengan sabun sebelum memberi makan kepada bayinya,

sedangkan masyarakat yang mencuci tangan pakai sabun sebelum makan hanya

14%. Mencuci tangan sebelum makan sudah menjadi keharusan supaya kita

terlindung dari bahaya kuman yang ikut masuk ke dalam tubuh kita. Kuman

inilah yang dapat ditularkan dan menyebabkan kita menjadi sakit. Penularannya

itu dapat melalui beberapa cara yaitu melalui percikan ludah pada saat batuk

1
2

atau bersin. Melalui benda-benda yang terkontaminasi oleh kuman. Melalui

cairan tubuh si penderita misalnya air seni. Melalui tangan yang kotor dan

makanan atau minuman yang terkontaminasi. (Kusumawati, 2014)

Salah satu masalah yang disebabkan oleh masalah lingkungan yang kurang

sehat berkaitan dengan air minum adalah penyakit diare. Penyakit diare sampai

saat ini masih merupakan salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian.(

Tambuwun, 2015). Penyakit diare merupakan penyakit endemis di Indonesia dan

juga merupakan penyakit potensial KLB yang sering disertai dengan kematian.

Pada tahun 2015 terjadi 18 kali KLB Diare yang tersebar di 11 provinsi, 18

kabupaten/kota, dengan jumlah penderita 1.213 orang dan kematian 30 orang

(CFR 2,47%). Angka kematian (CFR) saat KLB diare diharapkan <1%. Pada tabel

berikut dapat dilihat rekapitulasi KLB diare dari tahun 2010 sampai dengan tahun

2015, terlihat bahwa CFR saat KLB masih cukup tinggi (>1%) kecuali pada tahun

2011 CFR saat KLB 0,40%, sedangkan tahun 2015 CFR diare saat KLB bahkan

meningkat menjadi 2,47%. Perkiraan jumlah penderita diare yang datang ke

sarana kesehatan dan kader kesehatan sebesar 10% dari angka kesakitan dikali

jumlah penduduk di satu wilayah kerja dalam waktu satu tahun. Angka kesakitan

nasional hasil Survei Morbiditas Diare tahun 2015 yaitu sebesar 214/1.000

penduduk. Maka diperkirakan jumlah penderita diare di fasilitas kesehatan

sebanyak 5.097.247 orang, sedangkan jumlah penderita diare yang dilaporkan

ditangani di fasilitas kesehatan sebanyak 4.017.861 orang atau 74,33% dan

targetnya sebesar 5.405.235 atau 100%. ( Kemenkes RI, 2016)

Berdasarkan data Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara diketahui

bahwa pola penyakit rawat inap di Rumah Sakit di Provinsi Sumatera Utara yang

tertinggi pada Diare/Gastroenteritis dengan jumlah 5.606 kasus. Berdasarkan data


3

yang diperoleh dari Kabupaten di Propinsi Sumatera Utara bahwa jumlah

penderita diare tahun 2016 sebanyak 130.283 orang sedangkan jumlah yang

ditandai sebanyak 112.594 orang (86,42%). Sebanyak 5 Kabupaten/Kota telah

mengobati dan menangani penderita diare yang ada di wilayahnya melebihi target

yang telah ditetapkan. Namun, ada juga Kabupaten/Kota yang persentase diare

yang diobati dan ditangani rendah, yaitu Kota Tebing Tinggi (36,06%) dan

Kabupaten Tapanuli Utara (41,91%). Kemungkinan rendahnya persentase diare

diobati dan ditangani di Kota Tebing Tinggi disebabkan oleh kurangnya pelaporan

dari fasilitas kesehatan. Angka Kesakitan diare di Provinsi Sumatera Utara sebesar

214 per 1.000 penduduk. ( Dinkes Kota Medan, 2016)

Berdasarkan profil kesehatan Kota Medan bahwa pada tahun 2016 jumlah

penderita diare sebanyak 8.861 orang dan seluruhnya (100%) ditolong oleh tenaga

kesehatan maupun kader kesehatan di posyandu. Persentase penemuan penderita

diare di Kota Pekanbaru sebesar 39,36% sedangkan berdasarkan standar

pelayanan minimal (SPM) sebesar 100%. ( Dinkes Kota Medan, 2016)

Data Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara tahun 2015 juga dapat

dilihat bahwa jumlah target penemuan penderita diare di Kabupaten Langkat

sebanyak 11.807 orang sedangkan jumlah penderita diare yang ditangani sebesar

16.326 orang (138%). ( Dinkes Provinsi Medan, 2016)

Salah satu faktor risiko yang sering diteliti berkaitan dengan penyakit diare

adalah faktor lingkungan yang meliputi sarana air bersih (SAB), sanitasi

lingkungan, jamban, dan kondisi rumah.2 Kejadian diare dapat ditularkan melalui

air yang merupakan media utama dalam penularan diare, disamping makanan dan
4

vektor penyakit. Diare dapat terjadi bila seseorang mengonsumsi air minum yang

telah tercemar, baik tercemar dari sumbernya maupun tercemar selama perjalanan

sampai ke rumah. ( Widjaja, 2011)

Penyebab utama diare adalah minimnya perilaku hidup bersih dan sehat

(PHBS) di masyarakat. Salah satunya karena pemahaman mengenai cara mencuci

tangan dengan sabun secara baik dan benar menggunakan air bersih mengalir.

Berdasarkan kajian WHO, cuci tangan dengan sabun dapat mengurangi angka

kejadian diare hingga 47%.( Kusuma, 2014)

Desa Sampe Raya adalah salah satu desa yang ada di Kecamatan

Bahorok Kabupaten Langkat. Berdasarkan data yang diperoleh dari kepala Desa

Sampe Raya bahwa jumlah penduduk di desa tersebut sebanyak 1695 jiwa yang

terdiri dari laki-laki sebanyak 862 jiwa dan perempuan sebanyak 833 jiwa. Jumlah

KK sebanyak 425 KK dan jumlah balita sebanyak 155 balita. Berdasarkan data

kejadian diare pada balita di Desa Sampe Raya pada tahun 2018 (Januari 2018 –

Juni 2018) sebanyak 84 kasus atau rata-rata per bulan sebanyak 14 kasus diare

pada balita. Dan pada bulan Juli 2018 data yang terjadi diare pada balita adalah

sebanyak 13 orang.

Hasil survei pendahuluan yang peneliti lakukan dengan mewawancarai 10

orang ibu yang anaknya mengalami diare menunjukkan bahwa hanya 4 orang

(40%) yang memiliki perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan baik, dan 6

orang (60%) lainnya perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) tidak baik. Hal

tersebut menunjukkan bahwa lebih banyak ibu yang tidak memiliki perilaku

hidup bersih dan sehat (PHBS) rumah tangga untuk mencegah terjadinya diare
5

pada balita. Ibu tidak membiasakan diri untuk mencuci tangan sebelum memberi

makan balitanya, ibu tidak mencuci tangan dengan air yang mengalir, dan ibu

tidak mencuci tangan menggunakan sabun.

Berdasarkan uraian tersebut maka penulis tertarik dan merasa perlu untuk

dilakukan penelitian dengan judul “Hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

(PHBS) Rumah Tangga dengan Kejadian Diare pada Balita (Usia 2-5 Tahun) di

Desa Sampe Raya Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat Tahun 2018.”

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah bagaimana hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

(PHBS) Rumah Tangga dengan kejadian diare pada balita (usia 2-5 tahun) di

Desa Sampe Raya Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat Tahun 2018.

1.3. Tujuan Penelitian

1) Untuk mengetahui Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Rumah

Tangga ibu yang mempunyai balita (usia 2-5 tahun)di Desa Sampe Raya

Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat Tahun 2018.

2) Untuk mengetahui kejadian diare pada balita (usia 2-5 tahun) di Desa

Sampe Raya Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat Tahun 2018.

3) Untuk menganalisis hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

Rumah Tangga dengan kejadian diare pada balita (usia 2-5 tahun) di Desa

Sampe Raya Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat Tahun 2018.


6

1.4. Manfaat Penelitian

1) Manfaat teoritis

(1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan

pengetahuan ilmiah yang bermanfaat bagi STIKes Binalita Sudama

Medan dalam pengembangan ilmu pengetahuan tentang hubungan

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Rumah Tangga dengan

kejadian diare pada balita (usia 2-5 tahun).

(2) Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi peneliti selanjutnya yang

melakukan penelitian yang sama dengan penelitian ini.

2) Manfaat praktis

(1) Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi petugas Kesehatan

Puskesmas Bukit Lawang tentang hubungan Perilaku Hidup Bersih dan

Sehat (PHBS) Rumah Tangga dengan kejadian diare pada balita (usia 2-

5 tahun).

(2) Sebagai masukan bagi masyarakat di Desa Sampe Raya tentang

hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Rumah Tangga

dengan kejadian diare pada balita (usia 2-5 tahun).


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Telaah Teori

2.1.1. Diare pada Balita

1) Pengertian

Diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau

tidak seperti biasanya ditandai dengan peningkatan volume, keenceran serta

frekuensi lebih dari 3 kali sehari dan pada neonates lebih dari 4 kali sehari dengan

tanpa lender darah. ( Hidayat, 2015)

Diare dapat juga didefinisikan sebagai suatu kondisi dimana terjadi

perubahan dalam kepadatan dan karakter tinja, atau tinja cair dikeluarkan tiga kali

atau lebih perhari. (Ramaiah, 2013)

Diare merupakan salah satu gejala dari penyakit pada sistem

gastrointestinal atau penyakit lain di luar saluran pencernaan. Diare merupakan

salah satu penyakit sistem pencernaan yang sering dijumpai di masyarakat yaitu

penyakit yang ditandai dengan buang air besar encer lebih dari tiga kali dalam

sehari. ( Ngastiyah, 2013)

Jadi diare adalah buang air besar yang frekuensinya lebih dari 3 kali sehari

dengan konsistensi tinja yang encer.

2) Etiologi

Etiologi diare dapat dibagi dalam beberapa faktor, yaitu :

(1) Faktor Infeksi

7
8

a) Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab

utama diare pada anak. Infeksi parenteral ini meliputi: (a) Infeksi bakteri:

Vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas

dan sebagainya. (b) Infeksi virus: Enteroovirus (Virus ECHO, Coxsackie,

Poliomyelitis), Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus dan lain-lain. (c)

Infestasi parasite : Cacing (Ascaris, Trichiuris, Oxyuris, Strongyloides),

protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis),

jamur (candida albicans).

b) Infeksi parenteral yaitu infeksi di bagian tubuh lain di luar alat pencernaan,

seperti Otitis Media akut (OMA), Tonsilofaringitis, Bronkopneumonia,

Ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan

anak berumur di bawah 2 tahun.

(2) Faktor Malabsorbsi

Faktor malabsorbsi terdiri dari a) Malabsorbsi karbohidrat: disakarida

(intoleransi laktosa, maltose dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa,

fruktosa dan galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering

ialah intoleransi laktrosa. b) Malabsorbsi lemak c) Malabsorbsi protein

(3) Faktor makanan: makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.

(4) Faktor psikologis: rasa takut dan cemas. Walaupun jarang dapat menimbulkan

diare terutama pada anak yang lebih besar.

(5) Faktor pendidikan. Menurut penelitian, ditemukan bahwa kelompok ibu

dengan status pendidikan SLTP ke atas mempunyai kemungkinan 1,25 kali

memberikan cairan rehidrasi oral dengan baik pada balita dibanding dengan
9

kelompok ibu dengan status pendidikan SD ke bawah. Diketahui juga bahwa

pendidikan merupakan faktor yang berpengaruh terhadap morbiditas anak

balita. Semakin tinggi tingkat pendidikan orang tua, semakin baik tingkat

kesehatan yang diperoleh si anak.

(6) Faktor pekerjaan. Ayah dan ibu yang bekerja pegawai negeri atau Swasta rata-

rata mempunyai pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan ayah dan ibu yang

bekerja sebagai buruh atau petani. Jenis pekerjaan umumnya berkaitan dengan

tingkat pendidikan dan pendapatan. Tetapi ibu yang bekerja harus

membiarkan anaknya diasuh oleh orang lain, sehingga mempunyai risiko lebih

besar untuk terpapar dengan penyakit.

(7) Faktor umur balita. Sebagian besar diare terjadi pada anak di bawah usia 2

tahun. Balita yang berumur 12-24 bulan mempunyai risiko terjadi diare 2,23

kali dibanding anak umur 25-59 bulan.

(8) Faktor lingkungan. Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang

berbasis lingkungan. Dua faktor yang dominan yaitu sarana air bersih dan

pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi bersama dengan perilaku

manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare

serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula, yaitu

melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan kejadian penyakit

diare.

(9) Faktor Gizi. Diare menyebabkan gizi kurang dan memperberat diarenya. Oleh

karena itu, pengobatan dengan makanan baik merupakan komponen utama

penyembuhan diare tersebut. Bayi dan balita yang gizinya kurang sebagian
10

besar meninggal karena diare. Hal ini disebabkan karena dehidrasi dan

malnutrisi. Faktor gizi dilihat berdasarkan status gizi yaitu baik = 100-90,

kurang =<90-70, buruk = <70 dengan BB per TB.

(10) Faktor sosial ekonomi masyarakat. Sosial ekonomi mempunyai pengaruh

langsung terhadap faktor-faktor penyebab diare. Kebanyakan anak mudah

menderita diare berasal dari keluarga besar dengan daya beli yang rendah,

kondisi rumah yang buruk, tidak mempunyai penyediaan air bersih yang

memenuhi persyaratan kesehatan.

(11) Faktor makanan dan minuman yang dikonsumsi. Kontak antara sumber dan

host dapat terjadi melalui air, terutama air minum yang tidak dimasak dapat

juga terjadi secara sewaktu mandi dan berkumur. Kontak kuman pada kotoran

dapat berlangsung ditularkan pada orang lain apabila melekat pada tangan

dan kemudian dimasukkan ke mulut dipakai untuk memegang makanan.

Kontaminasi alat-alat makan dan dapur. Bakteri yang terdapat pada saluran

pencernaan adalah bakteri Etamoeba colli, salmonella, sigella. Dan virusnya

yaitu Enterovirus, rota virus, serta parasite yaitu cacing (Ascaris, Trichuris),

dan jamur (Candida albican).

(12) Faktor terhadap Laktosa (susu kaleng). Tidak memberikan ASI secara penuh

4-6 bulan pada pertama kehidupan. Pada bayi yang tidak diberi ASI risiko

untuk menderita diare lebih besar daripada bayi yang diberi ASI penuh dan

kemungkinan menderita dehidrasi berat juga lebih besar. Menggunakan botol

susu ini memudahkan pencemaran oleh kuman sehingga menyebabkan diare.

Dalam ASI mengandung antibodi yang dapat melindungi kita terhadap


11

berbagai kuman penyebab diare seperti Sigella dan V. Cholerae. (Ramaiah,

2013)

3) Klasifikasi Diare

Klasifikasi diare berdasarkan lama waktu diare terdiri dari : ( Ngastiyah,

2013)

(1) Diare akut. Diare akut yaitu buang air besar dengan frekuensi yang meningkat

dan konsistensi tinja yang lembek atau cair dan bersifat mendadak datangnya

dan berlangsung dalam waktu kurang dari 2 minggu. Menurut Kementerian

Kesehatan RI, diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari

tanpa diselang-seling berhenti lebih dari 2 hari. Berdasarkan banyaknya cairan

yang hilang dari tubuh penderita, gradasi penyakit diare akut dapat dibedakan

dalam empat kategori, yaitu: a) Diare tanpa dehidrasi, b) Diare dengan

dehidrasi ringan, apabila cairan yang hilang 2-5% dari berat badan, c) Diare

dengan dehidrasi sedang, apabila cairan yang hilang berkisar 5-8% dari berat

badan, d) Diare dengan dehidrasi berat, apabila cairan yang hilang lebih dari

8-10%. ( Ngastiyah, 2013)

(2) Disentri, yaitu diare yang disertai dengan darah dalam tinjanya. Disentri dapat

berakibat menurunnya berat badan dengan cepat, anoreksia dan kemungkinan

terjadinya komplikasi pada mukosa usus.

(3) Diare persisten. Diare persisten adalah diare yang berlangsung 15-30 hari,

merupakan kelanjutan dari diare akut atau peralihan antara diare akut dan

kronik.
12

(4) Diare kronik. Diare kronis adalah diare hilang-timbul, atau berlangsung lama

dengan penyebab non-infeksi, seperti penyakit sensitif terhadap gluten atau

gangguan metabolisme yang menurun. Lama diare kronik lebih dari 30 hari.

Menurut Suharyono, diare kronik adalah diare yang bersifat menahun atau

persisten dan berlangsung 2 minggu lebih. ( Ngastiyah, 2013)

Diare dapat juga diklasifikasikan berdasarkan derajat dehidrasinya yaitu

a) Diare dengan dehidrasi ringan yaitu kehilangan cairan sampai 5% dari berat

badan. b) Diare dengan dehidrasi sedang yaitu kehilangan cairan 6-10% dari berat

badan. c) Diare dengan dehidrasi berat yaitu kehilangan cairan lebih dari 10% dari

berat badan. (Soegijanto, 2012)

4) Tanda dan Gejala Diare pada Anak

Lebih dari 90% kasus diare akut adalah disebabkan oleh agen infeksius,

dimana proses terjadinya diare dapat disebabkan oleh agen infeksius yang diawali

dengan mikroorganisme yang masuk ke dalam saluran pencernaan dan

berkembang biak dalam usus sehingga merusak sel mukosa pada usus dan

merusak kerja dari usus tersebut. Sehingga terjadilah perubahan kapasitas usus

yang akhirnya mengakibatkan gangguan fungsi usus dalam absorbsi cairan dan

elektrolit atau dengan kata lain dikarenakan adanya bakteri sehingga

menyebabkan sistem transport aktif dalam usus mengalami iritasi yang kemudian

menyebabkan sekresi cairan dan elektrolit akan meningkat. (Supariasa, 2012)

Faktor malabsorbsi merupakan kegagalan dalam melakukan absorbsi,

dimana kegagalan ini akan menyebabkan tekanan osmotik meningkat dan terjadi

pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus yang dapat meningkatkan isi rongga
13

usus sehingga terjadi gastroentritis. Menurut Hidayat, faktor makanan dapat

terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu diserap dengan baik sehingga terjadi

peningkatan dan penurunan peristaltik dan menyebabkan penurunan penyerapan

makanan. ( Hidayat, 2015)

Tabel 2.1 Penentuan Derajat Dehidrasi WHO

Tanda dan Dehidrasi Dehidrasi


No Dehidrasi Berat
Gejala Ringan Sedang
1 Keadaan Sadar, gelisah, Gelisah, Mengantuk, lemas,
Umum haus mengantuk anggota gerak dingin,
berkeringat, kebiruan,
mungkin koma, tidak
sadar.
2 Denyut nadi Normal kurang Cepat dan lemah Cepat, haus,
dari 120/menit 120- 140/menit kadangkadang tak
teraba, kurang dari
140/menit
3 Pernafasan Normal Dalam, mungkin Dalam dan cepat
cepat
4 Ubun-ubun Normal Cekung Sangat cekung
besar
5 Kelopak mata Normal Cekung Sangat cekung
6 Air mata Ada Tidak ada Sangat kering
7 Selaput lendir Lembab Kering Sangat kering
8 Elastisitas kulit Pada Lambat Sangat lambat (lebih
pencubitan dari 2 detik)
kulit secara
elastis kembali
secara normal
9 Air seni Normal, warna Berkurang Tidak kencing
kuning tua.

5) Manifestasi Klinis

Mula-mula bayi dan anak menjadi cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya

meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja

cair dan mungkin disertai lendir dan atau darah. Warna tinja makin lama berubah

menjadi kehijau-hijauan karena tercampur dengan empedu. Anus dan daerah

sekitarnya lecet karena seringnya defekasi dan tinja makin lama makin asam
14

sebagai akibat makin banyaknya asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak

dapat diabsorbsi usus selama diare. (Suharyono, 2013) Gejala muntah dapat

terjadi sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkan oleh lambung yang turut

meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam-basa dan elektrolit. Bila

penderita telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, maka gejala dehidrasi

makin tampak. Berat badan menurun, turgor kulit berkurang, mata dan ubun-ubun

membesar menjadi cekung, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak

kering. Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dapat dibagi menjadi dehidrasi

ringan, sedang, dan berat, sedangkan berdasarkan tonisitas plasma dapat dibagi

menjadi dehidrasi hipotonik, isotonik, dan hipertonik. (Anandita, 2015)

6) Cara Penularan Diare

Penularan penyakit diare pada balita biasanya melalui jalur fecal oral

terutama karena: (1) Menelan makanan yang terkontaminasi (makanan sapihan

dan air). (2) Beberapa faktor yang berkaitan dengan peningkatan kuman perut :

(a) Tidak memadainya penyediaan air bersih, (b) kekurangan sarana kebersihan

dan pencemaran air oleh tinja, (c) penyiapan dan penyimpanan makanan tidak

secara semestinya. Cara penularan penyakit diare adalah Air (water borne

disease), makanan (food borne disease), dan susu (milk borne disease).

(Anandita, 2015)

Secara umum faktor risiko diare pada dewasa yang sangat berpengaruh

terjadinya penyakit diare yaitu faktor lingkungan (tersedianya air bersih, jamban

keluarga, pembuangan sampah, pembuangan air limbah), perilaku hidup bersih


15

dan sehat, kekebalan tubuh, infeksi saluran pencernaan, alergi, malabsorbsi,

keracunan, imunodefisiensi, serta sebab-sebab lain. (Maryunani, 2014)

Faktor risiko terjadinya diare pada balita selain faktor intrinsik dan

ekstrinsik juga sangat dipengaruhi oleh perilaku ibu dan pengasuh balita karena

balita masih belum bisa menjaga dirinya sendiri dan sangat bergantung pada

lingkungannya. Dengan demikian apabila ibu balita atau ibu pengasuh balita tidak

bisa mengasuh balita dengan baik dan sehat maka kejadian diare pada balita tidak

dapat dihindari. Diakui bahwa faktor-faktor penyebab timbulnya diare tidak

berdiri sendiri, tetapi sangat kompleks dan sangat dipengaruhi oleh berbagai

faktor yang berkaitan satu sama lain, misalnya faktor gizi, sanitasi lingkungan,

keadaan social ekonomi, keadaan social budaya, serta faktor lainnya. Untuk

terjadinya diare sangat dipengaruhi oleh kerentanan tubuh, pemaparan terhadap

air yang tercemar, system pencernaan serta faktor infeksi itu sendiri. Kerentanan

tubuh sangat dipengaruhi oleh faktor genetik, status gizi, perumahan padat dan

kemiskinan. (Mansjoer, 2013)

7) Komplikasi Diare

Komplikasi Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara

mendadak, dapat terjadi berbagai macam komplikasi seperti: a. Dehidrasi

(ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonic atau hipertonik). b. Renjatan

hipovolemik c. Hypokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah,

bradikardia, perubahan pada elektrokardiogram). d. Hipoglikemia. e. Intoleransi

laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim lactase karena kerusakan vili

mukosa usus halus. f. Kejang, terutama pada dehidrasi hipertonik. g. Malnutrisi


16

energi protein, karena selain diare dan muntah penderita juga mengalami

kelaparan. (Ngastiyah, 2013)

8) Pencegahan Diare

Pencegahan terhadap penyakit diare antara lain:

(1) Terhadap faktor penjamu. Mempertinggi daya tahan tubuh manusia dan

meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam prinsip-prinsip hygiene

perorangan. Pencegahan diare pada anak balita antara lain:

a) Imunisasi

Salah satu jalan pintas yang sangat ampuh untuk menurunkan angka

kesakitan suatu penyakit infeksi baik oleh virus maupun bakteri adalah

imunisasi. Hal ini berlaku pula untuk penyakit diare dan penyakit

gastrointestinal lainnya. Untuk dapat membuat vaksin secara baik,

efisien. Dan efektif diperlukan pengetahuan mengenai mekanisme

kekebalan tubuh pada umumnya terutama, kekebalan saluran pencernaan

makanan.

b) Pemberian ASI

ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya

antibodi dan zat-zat lain yang dikandungnya. Pada bayi yang baru lahir,

pemberian ASI secara penuh mempunyai daya lindung 4 kali lebih besar

terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu botol.

Pada bayi yang tidak diberi ASI secara penuh, pada 6 bulan pertama

kehidupan, risiko mendapat diare adalah 30 kali lebih besar. Pemberian

c) Perilaku hidup bersih dan sehat


17

Untuk melakukan pola perilaku hidup bersih dan sehat dilakukan

beberapa penilaian antara lain adalah :

(a) Air bersih, keluarga menggunakan air bersih (PAM, sumur,

perpipaan) untuk keperluan sehari-hari.

(b) Jamban keluarga, keluarga buang air besar di jamban atau WC yang

memenuhi syarat kesehatan.

(c) Air yang di minum dimasak terlebih dulu.

(d) Mandi menggunakan sabun mandi.

(e) Selalu cuci tangan sebelum makan dengan menggunakan sabun

(f) Pencucian peralatan menggunakan sabun.

(g) Limbah, apakah SPAL sering di bersihkan.

(2) Terhadap faktor bibit penyakit.

a) Memberantas sumber penularan penyakit, baik dengan mengobati

penderita maupun carrier atau dengan meniadakan reservoir penyakit.

b) Mencegah terjadinya penyebaran kuman, baik di tempat umum maupun

di lingkungan rumah.

c) Meningkatkan taraf hidup rakyat, sehingga dapat memperbaiki dan

memelihara kesehatan.

(3) Terhadap faktor lingkungan

Mengubah atau mempengaruhi faktor lingkungan hidup, sehingga faktor-

faktor yang tidak baik dapat diawasi sedemikian rupa sehingga tidak

membahayakan kesehatan manusia. (Ronald, 2015)


18

Menurut Kemenkes RI, (Kemenkes, 2012) pencegahan diare pada

balita dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

(1) Pemberian ASI

ASI adalah makanan paling baik untuk bayi, komponen zat makanan tersedia

dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara

optimal oleh bayi. ASI saja sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai

umur 4-6 bulan, tidak ada makanan lain yang dibutuhkan selama masa ini.

Menurut Supariasa,21 bahwa ASI adalah makanan bayi yang paling alamiah,

sesuai dengan kebutuhan gizi bayi dan mempunyai nilai proteksi yang tidak

bisa ditiru oleh pabrik susu manapun. Tetapi pada pertengahan abad ke-18

berbagai pernyataan penggunaan air susu binatang belum mengalami berbagai

modifikasi. Pada permulaan abad ke-20 sudah dimulai produksi secara masal

susu kaleng yang berasal dari air susu sapi sebagai pengganti ASI. ASI steril

berbeda dengan sumber susu lain, susu formula, atau cairan lain disiapkan

dengan air atau bahan-bahan yang terkontaminasi dalam botol yang kotor.

Pemberian ASI saja tanpa cairan atau makanan lain dan tanpa menggunakan

botol, menghindarkan anak dari bahaya bakteri dan organisme lain yang akan

menyebabkan diare. Keadaan ini disebut disusui secara penuh. Bayi-bayi

harus disusui secara penuh sampai mereka berumur 4-6 bulan, setelah 6 bulan

dari kehidupannya, pemberian ASI harus diteruskan sambil ditambahkan

dengan makanan lain (proses menyapih). ASI mempunyai khasiat preventif

secara imunologik dengan adanya antibody dan zat-zat lain yang

dikandungnya, ASI turut memberikan perlindungan terhadap diare. Pada bayi


19

yang baru lahir, pemberian ASI secara penuh mempunyai daya lindung 4x

lebih besar terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu

botol.

(2) Makanan pendamping ASI Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat

bayi secara bertahap mulai dibiasakan dengan makanan orang dewasa.

Menurut Supariasa, (Supariasa, 2012) bahwa pada masa tersebut merupakan

masa yang berbahaya bagi bayi sebab perilaku pemberian makanan

pendamping ASI dapat menyebabkan meningkatnya risiko terjadinya diare

ataupun penyakit lain yang menyebabkan kematian. Perilaku pemberian

makanan pendamping ASI yang baik meliputi perhatian terhadap kapan, apa,

dan bagaimana makanan pendamping ASI diberikan. Untuk itu ada beberapa

saran yang dapat meningkatkan cara pemberian makanan pendamping ASI

yang lebih baik, yaitu a) perkenalkan makanan lunak, ketika anak berumur 4-6

bulan tetapi teruskan pemberian ASI. Tambahkan macam makanan sewaktu

anak berumur 6 bulan atau lebih. Berikan makanan lebih sering (4 x sehari),

setelah anak berumur 1 tahun, berikan semua makanan yang dimasak dengan

baik, 4 - 6x sehari, teruskan pemberian ASI bila mungkin. b) Tambahkan

minyak, lemak, gula, ke dalam nasi/bubur dan biji-bijian untuk energi.

Tambahkan hasil olahan susu, telur, ikan, daging, kacang-kacangan, buah-

buahan dan sayuran berwarna hijau ke dalam makanannya. c) Cuci tangan

sebelum menyiapkan makanan dan menyuapi anak, suapi anak dengan sendok

yang bersih. d) Masak atau rebus makanan dengan benar, simpan sisanya pada
20

tempat yang dingin dan panaskan dengan benar sebelum diberikan kepada

anak. (Shulman, 2012)

(3) Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Menurut Kementerian Kesehatan RI, (

Supariasa, 2012) bahwa untuk melakukan pola perilaku hidup bersih dan

sehat dilakukan beberapa penilaian antara lain adalah a) penimbangan balita.

Apabila ada balita pertanyaannya adalah apakah sudah ditimbang secara

teratur ke posyandu minimal 8 kali setahun, b) Gizi, anggota keluarga makan

dengan gizi seimbang, c) Air bersih, keluarga menggunakan air bersih (PAM,

sumur) untuk keperluan sehari-hari, d) Jamban keluarga, keluarga buang air

besar di jamban/WC yang memenuhi syarat kesehatan, e) Air yang diminum

dimasak terlebih dahulu, f) Mandi menggunakan sabun mandi, g) Selalu cuci

tangan sebelum makan dengan menggunakan sabun, h) Pencucian peralatan

menggunakan sabun, i) Limbah, j) Terhadap faktor bibit penyakit yaitu (a)

Memberantas sumber penularan penyakit, baik dengan mengobati penderita

maupun carrier atau dengan meniadakan reservoir penyakit, (b) Mencegah

terjadinya penyebaran kuman, baik di tempat umum maupun di lingkungan

rumah, (c) Meningkatkan taraf hidup rakyat, sehingga dapat memperbaiki dan

memelihara kesehatan, (d) Terhadap faktor lingkungan, mengubah atau

mempengaruhi faktor lingkungan hidup sehingga faktor-faktor yang tidak baik

dapat diawasi sedemikian rupa sehingga tidak membahayakan kesehatan

manusia.

8) Penatalaksanaan
21

Prinsip penatalaksanaan diare menurut Kemenkes RI ( 2012) antara lain

dengan rehidrasi, nutrisi, medikamentosa.

(1) Dehidrasi, diare cair membutuhkan pengganti cairan dan elektrolit tanpa

melihat etiologinya. Jumlah cairan yang diberi harus sama dengan jumlah

yang telah hilang melalui diare dan atau muntah, ditambah dengan banyaknya

cairan yang hilang melalui keringat, urin, pernafasan, dan ditambah dengan

banyaknya cairan yang hilang melalui tinja dan muntah yang masih terus

berlangsung. Jumlah ini tergantung pada derajat dehidrasi serta berat masing-

masing anak atau golongan umur

(2) Nutrisi. Makanan harus diteruskan bahkan ditingkatkan selama diare untuk

menghindari efek buruk pada status gizi. Agar pemberian diet pada anak

dengan diare akut dapat memenuhi tujuannya, serta memperhatikan faktor

yang mempengaruhi gizi anak, maka diperlukan persyaratan diet sebagai

berikut yakni pasien segera diberikan makanan oral setelah rehidrasi yakni 24

jam pertama, makanan cukup energi dan protein, makanan tidak merangsang,

makanan diberikan bertahap mulai dengan yang mudah dicerna, makanan

diberikan dalam porsi kecil dengan frekuensi sering. Pemberian ASI

diutamakan pada bayi, pemberian cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan,

pemberian vitamin dan mineral dalam jumlah yang cukup

(3) Medikamentosa. Antobiotik dan antiparasit tidak boleh digunakan secara

rutin, obat-obat anti diare meliputi antimotilitas seperti loperamid,

difenoksilat, kodein, opium, adsorben seperti norit, kaolin, attapulgit, anti

muntah termasuk prometazin dan kloropomazin. Berdasarkan derajat dehidrasi


22

maka terapi pada penderita diare dibagi menjadi tiga yaitu rencana pengobatan

A, B, dan C yang diuraikan sebagai berikut:

a) Rencana pengobatan A.

Rencana pengobatan A digunakan untuk mengatasi diare tanpa dehidrasi,

meneruskan terapi diare di rumah, memberikan terapi awal bila anak

terkena diare lagi. Cairan rumah tangga yang dianjurkan seperti oralit,

makanan cair, air matang. Gunakanlah larutan untuk anak seperti

dijelaskan dalam tabel berikut:

Tabel 2.2 Kebutuhan Oralit per Kelompok Umur

Umur 3 jam pertama atau tidak haus atau Selanjutnya tiap


(Tahun) sampai tidak gelisah lagi kali mencret
<1 1½ gelas 1½ gelas
1-5 3 gelas 1 gelas
>5 6 gelas 4 gelas

b) Rencana pengobatan B

Digunakan untuk mengatasi diare dengan derajat dehidrasi ringan dan

sedang dengan cara 3 jam pertama diberikan 75 ml/kg BB, berat badan

anak tidak diketahui, berikan oralit paling sedikit sesuai tabel berikut:

Tabel 2.3 Jumlah Oralit yang diberikan pada 3 jam pertama

Umur < 1 Tahun 1-5 Tahun > 5 Tahun


Jumlah oralit 300 600 1200

Berikan anak yang menginginkan lebih banyak oralit, dorong juga ibu

untuk meneruskan ASI. Bayi kurang dari 6 bulan yang tidak mendapatkan

ASI, berikan juga 100-200 ml air masak. Setelah 3-4 jam, nilai kembali

anak menggunakan bagan penilaian, kemudian pilih rencana A, B, dan C

untuk melanjutkan.
23

c) Rencana pengobatan C
Rencana pengobatan C digunakan untuk mengatasi diare dengan derajat
berat. Pertama-tama berikan cairan intravena, nilai setelah 3 jam. Jika
keadaan anak sudah cukup baik maka berikan oralit. Setelah 1-3 jam
berikutnya nilai ulang anak dan pilihlah rencana pengobatan yang sesuai. (
Kemenkes RI, 2012)

2.2. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Rumah Tangga

Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) adalah semua perilaku kesehatan

yang dilakukan atas kesadaran semua anggota keluarga dan masyarakat, sehingga

keluarga dan masyarakat itu dapat menolong dirinya sendiri dan berperan aktif

dalam kegiatan-kegiatan kesehatan di masyarakat Kondisi sehat dapat dicapai

dengan mengubah perilaku dari yang tidak sehat menjadi perilaku sehat, dan

menciptakan lingkungan sehat di rumah tangga. Oleh karena itu kesehatan perlu

dijaga, dipelihara dan ditingkatkan oleh setiap anggota rumah tangga serta

diperjuangkan oleh semua pihak secara keseluruhan (totalitas). ( Yayan, 2014)

Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) adalah upaya untuk memberikan

pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, keluarga,

kelompok, dan masyarakat, dengan membuka jalan komunikasi, memberikan

informasi dan melakukan edukasi, untuk meningkatkan pengetahuan sikap, dan

perilaku, melalui pendekatan pimpinan (advokasi) bina suasana (social support)

dan pemberdayaan masyarakat (empowerment) sebagai suatu upaya untuk

membantu masyarakat mengenali dan mengatasi masalahnya sendiri, dalam

tatanan masing-masing, agar dapat menerapkan cara-cara hidup sehat, dalam

rangka menjaga, memelihara dan meningkatkan kesehatan. (Proverawati, 2015)


24

Dengan melakukan PHBS, maka diharapkan:

1. Setiap anggota keluarga meningkatkan kesehatannya dan tidak mudah sakit.

2. Meningkatkan produktivitas kerja anggota keluarga

3. Biaya yang tadinya dialokasikan untuk kesehatan dapat dialihkan untuk biaya

investasi seperti biaya pendidikan dan usaha lain yang dapat meningkatkan

kesejahteraan anggota keluarga.

4. Salah satu indikator menilai keberhasilan pemerintah daerah kabupaten/ kota

di bidang kesehatan.

5. Meningkatnya citra pemerintah daerah dalam bidang kesehatan dapat menjadi

percontohan rumah tangga sehat bagi daerah lain. (Proverawati, 2015)

PHBS rumah tangga adalah upaya untuk memberdayakan anggota rumah

tangga agar tahu, mau dan mampu melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat

serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan di masyarakat. PHBS di rumah

tangga dilakukan untuk mencapai rumah tangga sehat. Rumah tangga sehat adalah

rumah tangga yang melakukan 10 PHBS di rumah tangga yaitu :

1. Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan

Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan adalah persalinan yang

ditolong oleh tenaga kesehatan (bidan, dokter, dan tenaga para medis lainnya).

Mengapa setiap persalinan harus ditolong oleh tenaga kesehatan: (Proverawati, 2015)

a) Tenaga kesehatan merupakan orang yang sudah ahli dalam membantu

persalinan, sehingga keselamatan ibu dan bayi lebih terjamin.

b) Apabila terdapat kelainan dapat diketahui dan segera ditolong atau dirujuk

ke puskesmas atau rumah sakit.


25

c) Persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan menggunakan peralatan

yang aman, bersih, dan steril sehingga mencegah terjadinya infeksi dan

bahaya kesehatan lainnya. (Yayan, 2014)

2. Memberi bayi ASI eksklusif

Bayi diberi ASI eksklusif adalah bayi usia 0-6 bulan hanya diberi ASI

saja tanpa memberikan tambahan makanan atau minuman lain. ASI (Air Susu

Ibu). ASI adalah makanan alamiah berupa cairan dengan kandungan gizi yang

cukup dan sesuai untuk kebutuhan bayi, sehingga bayi tumbuh dan

berkembang dengan baik. Air Susu Ibu pertama berupa cairan bening

berwarna kekuningan (kolostrum), sangat baik untuk bayi karena mengandung

zat kekebalan terhadap penyakit. (Yayan, 2014)

Apa saja keunggulan ASI :

a) Mengandung zat gizi sesuai kebutuhan bayi untuk pertumbuhan dan

perkembangan fisik serta kecerdasan.

b) Mengandung zat kekebalan.

c) Melindungi bayi dari alergi.

d) Aman dan terjamin kebersihannya, karena langsung disusukan kepada bayi

dalam keadaan segar.

e) Tidak akan pernah basi, mempunyai suhu yang tepat dan dapat diberikan

kapan saja dan di mana saja.

f) Membantu memperbaiki refleks menghisap, menelan dan pernapasan bayi.

(Proverawati, 2015)

3. Menimbang bayi dan balita setiap bulan


26

Sama seperti indikator pertama, apakah ibu mempunyai balita atau adik

yang masih berusia 0-5 tahun? Kalau tidak, boleh mengabaikan ini. Kalau ada,

sudahkah bayi atau balitanya ditimbang setiap bulan dan tercatat di KMS atau

buku KIA. Penimbangan bayi dan balita dimaksudkan untuk memantau

pertumbuhannya setiap bulan. Menimbang secara rutin di posyandu akan

terlihat perkembangan berat badannya apakah naik atau tidak. Manfaatnya, ibu

dapat mengetahui apakah balita tumbuh sehat, tahu dan bisa mencegah

gangguan pertumbuhan balita, untuk mengetahui balita sakit (demam, batuk,

pilek, diare), jika berat badan dua bulan berturut-turut tidak naik atau bahkan

balita yang berat badannya di bawah garis merah (BGM) dan dicurigai gizi

buruk, sehingga dapat dirujuk ke puskesmas. Datang secara rutin ke posyandu

juga berfungsi untuk mengetahui kelengkapan imunisasi serta untuk

mendapatkan penyuluhan gizi. ( Yayan, 2014)

4. Menggunakan air bersih

Rumah tangga dikatakan sehat jika di rumah tangga menggunakan air

bersih untuk kebutuhan sehari-hari yang berasal dari air kemasan, air ledeng,

air pompa, sumur terlindung dan penampungan air hujan dan memenuhi syarat

air bersih yaitu tidak berasa, tidak berbau dan tidak berwarna. Manfaat

menggunakan air bersih diantaranya agar kita terhindar dari gangguan

penyakit seperti diare, kolera, disentri, typhus, kecacingan, penyakit mata,

penyakit kulit atau keracunan. Dengan menggunakan air bersih setiap anggota

keluarga terpelihara kebersihan dirinya. (Proverawati, 2015)

5. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun


27

Indikator ini sebenarnya gampang, tapi apakah ibu selalu melakukannya

sampai saat ini. Mulailah dari sekarang, kapan saja harus mencuci tangan

sebelum makan dan makan, sesudah buang air besar, sebelum memegang bayi,

setelah menceboki anak dan sebelum menyiapkan makanan tentunya

menggunakan air bersih mengalir dan sabun. Manfaat mencuci tangan adalah

agar tangan menjadi bersih dan dapat membunuh kuman yang ada di tangan,

mencegah penularan penyakit seperti diare, kolera, disentri, kecacingan,

penyakit kulit, infeksi saluran pernafasan akut (ISPA), bahkan flu burung dan

lainnya. (Proverawati, 2015)

6. Menggunakan jamban sehat

Sudah setengah jalan dilewati untuk menjadi rumah tangga yang sehat,

Tiba saatnya di indikator yang keenam. Punya jamban kan di rumah? Jamban

yang digunakan minimal jamban leher angsa, atau jamban duduk yang banyak

di jual di toko bangunan, tentunya dengan tangki septik atau lubang

penampungan kotoran sebagai pembuangan akhir dan terpelihara

kebersihannya. Untuk daerah yang sulit air (kalau ada) dapat menggunakan

jamban cemplung atau jamban plengsengan. Tujuannya dimaksudkan agar

tidak mengundang datangnya lalat atau serangga lain yang dapat menjadi

penular penyakit. (Proverawati, 2015)

7. Memberantas jentik di rumah

Cukup sekali seminggu, asal rutin dilakukan secara rutin. Tidak sulit

menerapkan indikator yang satu ini, manfaatkan waktu libur anda dengan

membersihkan rumah, tidak perlu waktu lama bukan Lakukan pemberantasan

jentik nyamuk di dalam dan atau di luar rumah seminggu sekali dengan 3M
28

plus abatisasi/ikanisasi. Pemberantasan sarang nyamuk (PSN) merupakan

kegiatan pemberantasan telur, jentik, kepompong nyamuk penular penyakit

seperti demam berdarah dengue, chikungunya, malaria, filariasis (kaki gajah)

di tempat-tempat perkembangbiakannya. PSN dapat dilakukan dengan cara

3M plus yaitu menguras bak air, menutup tempat penampungan air dan

mengubur benda yang berpotensi menjadi sarang nyamuk plus menghindari

gigitan nyamuk. ( Yayan, 2014)

8. Makan buah dan sayur setiap hari

Sederhana, murah dan banyak manfaatnya. Biasakan anda dan anggota

keluarga anda mengkonsumsi minimal 2 porsi sayur dan 3 porsi buah atau

sebaliknya setiap hari, tidak harus mahal, yang penting memiliki kecukupan

gizi. Semua jenis sayuran bagus untuk dimakan, terutama sayuran yang

berwarna (hijau tua, kuning, oranye) seperti bayam, kangkung, daun katuk,

kacang panjang, selada hijau atau daun singkong. Begitu pula dengan buah,

semua bagus untuk dimakan, terutama yang berwarna (merah, kuning) seperti

mangga, papaya, jeruk, jambu biji atau apel lebih banyak mengandung vitamin

dan mineral serta seratnya. (Proverawati, 2015)

9. Melakukan aktivitas fisik setiap hari

Minimal 30 menit setiap hari. Anda lakukan pergerakan anggota tubuh

yang menyebabkan pengeluaran tenaga yang sangat penting bagi

pemeliharaan kesehatan fisik, mental dan mempertahankan kualitas hidup agar

tetap sehat dan bugar sepanjang hari. Jenis aktifitas fisik yang dapat dilakukan
29

bisa berupa kegiatan sehari-hari, yaitu berjalan kaki, berkebun, bekerja di

taman, mencuci pakaian, mencuci mobil, mengepel lantai, naik turun tangga

dan membawa belanjaan. Aktifitas fisik lainnya bisa berupa olah raga yaitu

push up, lari ringan, bermain bola, berenang, senam, bermain tenis, yoga,

fitness, angkat beban/berat. Intinya olahraga itu tidak harus mahal, bahkan

banyak yang gratis. (Proverawati, 2015)

10. Tidak merokok di dalam rumah

Rokok ibarat pabrik bahan kimia. Dalam satu batang rokok yang diisap

akan dikeluarkan sekitar 4.000 bahan kimia berbahaya, di antaranya yang

paling berbahaya adalah nikotin, tar, dan carbon monoksida (CO).

a. Nikotin menyebabkan ketagihan dan merusak jantung dan aliran darah.

b. Tar menyebabkan kerusakan sel paru-paru dan kanker.

c. CO menyebabkan berkurangnya kemampuan darah membawa oksigen,

sehingga sel-sel tubuh akan mati. (Proverawati, 2015)

2.1.2. Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut : ada hubungan Perilaku

Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Rumah Tangga dengan kejadian diare pada

balita (usia 2-5 tahun) di Desa Sampe Raya Kecamatan Bahorok Kabupaten

Langkat tahun 2018.

2.3. Tinjauan Peneliti Terdahulu

Penelitian yang berkaitan dengan kualitas air minum dengan kejadian diare

pada balita telah dilakukan telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Adapun

beberapa peneliti yang melakukan penelitian tersebut adalah sebagai berikut:


30

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kusumawati tahun 2014 bahwa dari

hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,007 (p < 0,05) maka dapat disimpulkan ada

hubungan antara kebiasaan cuci tangan dengan kejadian diare pada balita usia 1-3

tahun. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa proporsi kejadian diare pada

balita lebih banyak terjadi pada balita yang di dalam keluarganya tidak melakukan

cuci tangan. Pemahaman mereka tentang cara cuci tangan dengan sabun secara

baik dan benar masih kurang karena kebiasaan mereka melakukan cuci tangan

hanya mencuci dengan air biasa dan tidak mengalir. (Kusumawati, 2014)

Menurut Novirianti pada tahun 2012 yang melaksanakan penelitian ini

menggunakan metode survei analitik, dengan menggunakan desain penelitian

cross sectional tentang hubungan tingkat perilaku hidup bersih, dengan

lingkungan, dan pola makan dengan kejadian diare pada di Puskesmas Lubuk

Buaya Padang, Kecamatan Kubung Kabupaten Padang. Data variabel dependen

dan independen dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan. Pada penelitian ini

populasinya adalah ibu yang mempunyai anak balita dengan diagnosa diare yang

berjumlah 482 orang dalam satu tahun. Sampel yang diambil dalam penelitian

ini menggunakan rumus accidental sampling Bahwa lebih separuh (59,4%)

balita yang terserang diare berjenis kelamin laki-laki yang datang berobat ke

Puskesmas Lubuk Buaya Padang tahun 2012 (62,5%). Terdapat hubungan yang

signifikan perilaku hidup bersih dan sehat dengan kejadian diare pada balita di

Puskesmas Lubuk Buaya Padang. (Novirianti, 2012)

Penelitian Trisnawati di Dusun Sembungan Bangunjiwo Kasihan Bantul

tahun 2015 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara PHBS
31

pada Ibu Dengan Kejadian Diare Balita Umur 2 – 5 Tahun di Dusun Sembungan

Bangunjiwo Kasihan Bantul, hal ini dibuktikan x2 hitung = 11.298 > x2 tabel =3.481,

nilai probabilitas = 0.001 < = 0.05), dan untuk tingkat hubungan dua variabel menurut

besarnya koefisien korelasi dalam penelitian ini adalah sedang ( CI 95% = 0.429).

(Trisnawati, 2015)
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian survei analitik dengan pendekatan

potong lintang (cross sectional) yang bertujuan untuk menganalisis hubungan

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Rumah Tangga dengan kejadian diare

pada balita (usia 2-5 tahun).

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Sampe Raya Kecamatan Bahorok

Kabupaten Langkat.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Agustus 2018 sampai dengan bulan

September 2018.

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

Populasi ini adalah seluruh ibu yang mempunyai balita (usia 2-5 tahun)

dan bertempat tinggal di Desa Sampe Raya Kecamatan Bahorok Kabupaten

Langkat sebanyak 155 orang.

3.3.2. Sampel

Sampel merupakan bagian dari populasi yang ingin diteliti; dipandang

sebagai suatu pendugaan terhadap populasi, namun bukan populasi itu

32
33

sendiri. Sampel dianggap sebagai perwakilan dari populasi yang hasilnya

mewakili keseluruhan gejala yang diamati.(Muhammad, 2015)


Sampel penelitian ini

diperoleh dengan menggunakan rumus Slovin sebagai berikut:

N
n=
1  N (d ) 2

Keterangan :

n = jumlah sampel

N = jumlah populasi

d = derajat ketetapan yang diinginkan sebesar (sebesar 0,1)

155
n=
1  155(0,1) 2

155
n=
1  155(0,01)

155
n=
1  1,55

155
n=
2,55

n = 60,7 digenapkan menjadi 61 orang.

Berdasarkan perhitungan di atas diperoleh jumlah sampel penelitian

sebanyak 61 orang. Penarikan sampel dengan cara acak sederhana (simple random

sampling) yaitu dengan memilih 61 orang dari 155 populasi yang ada karena

populasi bersifat homogen.


34

3.4. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian berjudul Hubungan Perilaku Hidup Bersih

dan Sehat (PHBS) Rumah Tangga dengan kejadian diare pada balita (usia 2-5

tahun) di Desa Sampe Raya Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat tahun 2018

adalah sebagai berikut:

Variabel Independen Variabel Dependen

Perilaku Hidup Bersih


Kejadian Diare Pada
dan Sehat (PHBS)
Balita (Usia 2-5 tahun)
Rumah Tangga

Gambar 3.1. Kerangka Konsep

3.5. Definisi Operasional dan Aspek Pengukuran

3.5.1. Definisi Operasional

1) Kejadian diare pada balita adalah pengeluaran feses atau buang air besar

(BAB) yang tidak normal dan cair lebih dari 3 kali dalam sehari yang terjadi

pada balita (usia 2-5 tahun).

2) Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Rumah Tangga adalah kebiasaan

hidup sehari-hari ibu dalam melaksanakan PHBS rumah tangga berkaitan

dengan pencegahan diare pada balita yaitu menggunakan air bersih untuk

keperluan sehari-hari dan air minum, mencuci tangan sebelum dan sesudah

makan, mencuci tangan menggunakan air mengalir, mencuci tangan

menggunakan sabun, menggunakan jamban sehat.


35

3.6. Aspek Pengukuran

Aspek pengukuran variabel penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1 Aspek Pengukuran Variabel Penelitian

Jenis
Nama Jlh Cara dan Alat Skala
No. Variabel Ukur Pengukuran
Value Skala
Soal Ukur
A. Dependen
1. Kejadian 1 Menanyakan 1 Diare Nominal
Diare gejala diare 0 Tidak Diare
yang dialami
balita dalam 1
bulan terakhir
B. Independen
1. Perilaku 15 Kuesioner 1 Tidak Baik (0-7) Nominal
Hidup Bersih dengan pilihan 0 Baik (8-15)
Dan Sehat jawaban ‘ya’
(PHBS) dan ‘tidak’

3.6. Metode Pengumpulan Data

3.6.1. Jenis Data

Jenis dan sumber data dalam penelitian kuantitatif ini meliputi data primer,

data sekunder, dan data tertier.

1) Data primer

Data primer adalah sumber data yang diperoleh secara langsung dari

sumber asli atau pihak pertama. Data primer secara khusus dikumpulkan

oleh peneliti untuk menjawab pertanyaan riset atau penelitian. Data primer

dalam penelitian ini yaitu kuesioner.

2) Data sekunder

Data Sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari

berbagai sumber yang telah ada (peneliti sebagai tangan kedua). Data
36

sekunder diperoleh dari kepala Desa Sampe Raya berkaitan dengan jumlah

balita dan data-data lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini.

3) Data tertier

Data tersier adalah suatu kumpulan dan kompilasi sumber primer dan

sumber sekunder. Data tersier dalam penelitian ini diperoleh dari berbagai

referensi yang sangat valid, seperti: jurnal, text book, sumber elektronik.

3.6.2. Teknik Pengumpulan Data

Cara pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Data primer

Data primer diperoleh dari pengisian kuesioner yang dijawab langsung oleh

responden.

2) Data sekunder

Data sekunder diperoleh melalui studi dokumentasi berupa data dari Kepala

Desa Sampe Raya.

3) Data tertier

Data tersier diperoleh melalui studi kepustakaan seperti: jurnal, text book,

sumber elektronik.

3.6.3. Uji Validitas dan Reliabilitas

Sebelum kuesioner dibagikan pada responden yang sesungguhnya, maka

kuesioner diuji kesahihannya dan kehandalannya dengan melakukan uji validitas

dan reliabilitas. Kuesioner yang telah disusun tersebut dilakukan ujicoba pada 30

orang yang memiliki karakter yang sama dengan responden yaitu di Desa Bagan

Batu Kecamatan Bahorok.


37

1) Uji Validitas

Uji validitas bertujuan untuk mengetahui sejauh mana suatu ukuran

atau nilai yang menunjukkan tingkat kehandalan atau kesahihan suatu alat

ukur. Uji validitas dengan cara mengukur korelasi antara variabel atau item

dengan skor total variabel menggunakan rumus korelasi Pearson product

moment (r), dengan ketentuan jika nilai r-hitung > r-tabel, maka dinyatakan

valid dan sebaliknya. Untuk responden 30 orang nilai r-tabel adalah 0,361.

Selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 3.2 Hasil Uji Validitas Kuesioner Variabel Penelitian

No. Variabel r-hitung r-tabel Ket.


1. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat-1 0,590 0,361 Valid
2. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat-2 0,753 0,361 Valid
3. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat-3 0,408 0,361 Valid
4. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat-4 0,641 0,361 Valid
5. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat-5 0,800 0,361 Valid
6. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat-6 0,912 0,361 Valid
7. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat-7 0,491 0,361 Valid
8. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat-8 0,827 0,361 Valid
9. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat-9 0,598 0,361 Valid
10. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat-10 0,391 0,361 Valid
11. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat-11 0,404 0,361 Valid
12. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat-12 0,799 0,361 Valid
13. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat-13 0,622 0,361 Valid
14. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat-14 0,626 0,361 Valid
15. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat-15 0,917 0,361 Valid

2) Reliabilitas

Reliabilitas berasal dari kata reliability. Reliabilitas adalah alat untuk

mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari peubah atau konstruk.

Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap

pernyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Reliabilitas suatu test

merujuk pada derajat stabilitas, konsistensi, daya prediksi, dan akurasi.


38

Pengukuran yang memiliki reliabilitas yang tinggi adalah pengukuran yang dapat

menghasilkan data yang reliabel.

Reliabilitas data merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu

alat pengukur dapat menunjukkan kehandalan dan dipercaya dengan metode

Cronbach’s Alpha, yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dengan ketentuan nilai

Cronbach Alpha>0,600, maka dinyatakan reliabel. Selengkapnya dapat dilihat

pada tabel berikut ini.

Tabel 3.3 Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner Penelitian

Nilai Batas Cronbach’s


No. Variabel Ket.
Reliabilitas Alpha
1. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat 0,835 0,600 Reliabel

3.7. Metode Pengolahan Data

Proses pengolahan data pada penelitian ini mencakup beberapa tahapan

kegiatan. Data-data yang terkumpul diolah dengan langkah-langkah:25

1) Collecting

Mengumpulkan data yang berasal dari kuesioner yang telah dijawab oleh

responden.

2) Checking

Dilakukan dengan memeriksa kelengkapan jawaban responden pada lembar

kuesioner dengan tujuan agar data yang diperoleh dapat diolah secara

benar.
39

3) Coding

Pada langkah ini penulis melakukan pemberian kode pada variabel yang

diteliti, misalnya nama dirubah menjadi nomor 1,2,3,..........dan seterusnya.

4) Entering

Data entry, yakni jawaban dari masing-masing responden yang masih dalam

bentuk “kode” (angka atau huruf) dimasukkan ke dalam program komputer

yang digunakan peneliti yaitu SPSS.

5) Data Processing

Semua data yang telah diinput ke dalam aplikasi komputer akan diolah sesuai

dengan kebutuhan dari penelitian.

3.8. Analisis Data

Analisis data kuantitatif dilakukan dengan menggunakan program statistik

(statistic / data analysis) dengan tahapan sebagai berikut :

1) Analisis univariat

Analisis dan penyajian data penelitian disajikan dalam bentuk deskriptif yang

dimasukkan ke tabel distribusi frekuensi.

2) Analisis bivariat

Untuk membuktikan adanya hubungan yang signifikan antara variabel bebas

dengan variabel terikat digunakan analisis Chi-square, pada batas kemaknaan

perhitungan statistik p value (0,05). Apabila hasil perhitungan menunjukkan

nilai p < p value (0,05) maka dikatakan (Ho) ditolak, artinya kedua variabel

secara statistik mempunyai hubungan yang signifikan. Kemudian untuk

menjelaskan adanya asosiasi (hubungan) antara variabel terikat dengan

variabel bebas digunakan analisis tabulasi silang.

Anda mungkin juga menyukai