PRODUKSI KAKAO
BANK INDONESIA
Direktorat Kredit, BPR dan UMKM
Telepon : (021) 3818043 Fax: (021) 3518951, Email : tbtlkm@bi.go.id
DAFTAR ISI
1. Pendahuluan ........................................................................ 2
a. Latar Belakang .................................................................................................. 2
b. Tujuan .................................................................................................................. 3
LAMPIRAN .............................................................................. 32
a. Latar Belakang
Dalam penulisan model kemitraan ini akan dibahas aspek kelayakan usaha,
yang meliputi aspek pemasaran, teknis budidaya, finansial, sosial dan
ekonomi serta pola kemitraan terpadu yang sesuai antara usaha besar (inti)
dan petani plasma.
b. Tujuan
a. Organisasi
1.Petani Plasma
Sesuai keperluan, petani yang dapat ikut dalam proyek ini bisa terdiri atas
(a) Petani yang akan menggunakan lahan usaha pertaniannya untuk
penanaman dan perkebunan atau usaha kecil lain, (b) Petani /usaha kecil
yang telah memiliki usaha tetapi dalam keadaan yang perlu ditingkatkan
dalam untuk itu memerlukan bantuan modal.
Untuk kelompok (a), kegiatan proyek dimulai dari penyiapan lahan dan
penanaman atau penyiapan usaha, sedangkan untuk kelompok (b), kegiatan
dimulai dari telah adanya kebun atau usaha yang berjalan, dalam batas
masih bisa ditingkatkan produktivitasnya dengan perbaikan pada aspek
usaha.
2. Koperasi
Dalam hal perusahaan inti tidak bisa melakukan pembinaan teknis, kegiatan
pembibingan harus dapat diadakan oleh Koperasi dengan memanfaatkan
bantuan tenaga pihak Dinas Perkebunan atau lainnya yang dikoordinasikan
oleh Koperasi. Apabila koperasi menggunakan tenaga Penyuluh Pertanian
Lapangan (PPL), perlu mendapatkan persetujuan Dinas Perkebunan setempat
dan koperasi memberikan bantuan biaya yang diperlukan.
4. Bank
Dalam pelaksanaanya, Bank harus dapat mengatur cara petani plasma akan
mencairkan kredit dan mempergunakannya untuk keperluan operasional
lapangan, dan bagaimana petani akan membayar angsuran pengembalian
pokok pinjaman beserta bunganya. Untuk ini, bank agar membuat perjanjian
kerjasama dengan pihak perusahaan inti, berdasarkan kesepakatan pihak
petani/kelompok tani/koperasi. Perusahaan inti akan memotong uang hasil
penjualan petani plasma/usaha kecil sejumlah yang disepakati bersama
untuk dibayarkan langsung kepada bank. Besarnya potongan disesuaikan
dengan rencana angsuran yang telah dibuat pada waktu perjanjian kredit
dibuat oleh pihak petani/Kelompok tani/koperasi. Perusahaan inti akan
memotong uang hasil penjualan petani plasma/usaha kecil sejumlah yang
disepakati bersama untuk dibayarkan langsung kepada Bank. Besarnya
potongan disesuaikan dengan rencana angsuran yang telah dibuat pada
waktu perjanjian kredit dibuat oleh pihak petani plasma dengan bank.
b. Pola Kerjasama
Dalam bentuk kerjasama seperti ini, pemberian KKPA kepada petani plasma
dilakukan dengan kedudukan koperasi sebagai Executing Agent. Masalah
pembinaan teknis budidaya tanaman/pengelolaan usaha, apabila tidak dapat
dilaksanakan oleh pihak Perusahaan Mitra, akan menjadi tanggung jawab
koperasi.
c. Penyiapan Proyek
Untuk melihat bahwa PKT ini dikembangkan dengan sebaiknya dan dalam
proses kegiatannya nanti memperoleh kelancaran dan keberhasilan, minimal
dapat dilihat dari bagaimana PKT ini disiapkan. Kalau PKT ini akan
mempergunakan KKPA untuk modal usaha plasma, perintisannya dimulai dari
:
d. Mekanisme Proyek
Mekanisme Proyek Kemitraan Terpadu dapat dilihat pada skema berikut ini :
e. Perjanjian Kerjasama
Untuk meresmikan kerja sama kemitraan ini, perlu dikukuhkan dalam suatu
surat perjanjian kerjasama yang dibuat dan ditandatangani oleh pihak-pihak
yang bekerjasama berdasarkan kesepakatan mereka. Dalam perjanjian
kerjasama itu dicantumkan kesepakatan apa yang akan menjadi kewajiban
dan hak dari masing-masing pihak yang menjalin kerja sama kemitraan itu.
Pada saat pernjualan hasil petani akan menerima pembayaran harga produk
sesuai kesepakatan dalam perjanjian dengan terlebih dahulu dipotong
sejumlah kewajiban petani melunasi angsuran kredit bank dan pembayaran
bunganya.
a. Peluang Pasar
Tabel 1.
Realisasi Ekspor dan Impor Kakao di Indonesia
1. Ekspor
Kegiatan impor kakao dari luar negeri cenderung meningkat setiap tahunnya.
Dalam periode 1992 -1996, impor kakao ke Indonesia meningkat 179,5%,
yaitu dari US$ 3.492 ribu, pada tahun 1994, meningkat menjadi US$ 9.760
ribu pada tahun 1996.
Tabel 2.
Produksi dan Konsumsi Kakao Dunia (ribu ton)
Tabel 3.
Beberapa PMDN dan PMA Industri Kakao yang disetujui BKPM
PMDN
15. PT. Tulus Sintuwu Karya Sulteng Biji kakao 150 ton
kering
PMA
17. PT. Frey Abadi Indonesia Jabar Coklat olahan 3.600 ton
b. Produksi
Tabel 4.
Luas Areal dan Produksi Kakao di Indonesia
Tahun
Deskripsi
1992 1993 1994 1995 1996 1997**)
Indonesia
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tengah
Sulawesi Tenggara
Sumatra Utara
Kalimantan Timur
Jawa Timur
Maluku
Irian Jaya
c. Persaingan
Tabel 5.
Posisi Indonesia dalam Perdagangan Internasional Kakao
Dominican Rep. 48 58 55 55
Ecuador 92 81 85 85
Brazil 88 87 19
Dominican Rep. 43 51 49
Ecuador 44 43 64
Cameroon 96 77 90
a. Kesesuaian Lahan
b. Pembukaan
Lahan yang dipergunakan untuk penanaman kakao dapat berasal dari lahan
alang-alang dan semak belukar, lahan primer atau lahan konversi.
Pada lahan alang-alang dan semak belukar cara pembukaan lahan dilakukan
dengan pembabatan secara manual atau dengan menggunakan herbisida.
Pada lahan primer dilakukan dengan cara menebang pohon-pohon ,
sedangkan yang dari lahan konversi dilakukan dengan menebang atau
membersihkan tanaman yang terdahulu.
d. Pemupukan
Tabel 6.
Kriteria Kesesuain Lahan Untuk Kakao
Penilaian
Kriteria
S1 S2 S3 N
ELEVASI (m dpl)
1.Kakao Mulia 0-600 600-700 700-800 > 800
2.Kakao lindak 0-300 300-450 450-600 > 600
CURAH HUJAN
1. Bulan kering (< 60 0-1 1-3 3-5 >5
mm/bln ) 250-150 150-125 125-110 < 110
2. Rata-rata tahunan 250-300 300-400 >400
(cm)
KETERSEDIAN UNSUR
HARA Sedang Rendah Sangat
1.N total Sedang Rendah rendah
2. P2O5 tersedia Rendah Sangat Sangat
3.K2O tersedia rendah rendah
TOKSITAS
1. Salinitas (mmhos/cm) <1 1-3 3-6 >6
2. Kejenuhan AI (%) <5 5-20 20-60 >60
Sumber : Soetanto A. 1996. Penilaian lahan untuk budidaya kakao : Materi
Pelatihan Teknis Budidaya Kakao. Dirjenbun dan Pusat Penelitian Kopi &
Kakao. Jember.
e. Pemberantasan Hama
Hama yang sering menyerang tanaman kakao antara lain adalah belalang,
ulat jengkal (Hypsidra talaka Walker), kutu putih (Planoccos lilaci), penghisap
buah (Helopeltis sp) dan penggerek batang (Zeuzera sp). Sedangkan
penyakit yang sering diketemukan adalah penyakit jamur upas dan jamur
akar. Penyakit tersebut disebabkan oleh cendawan Oncobasidium thebromae.
Selain itu juga sering dijumpai penyakit busuk buah yang disebabkan oleh
Phytoptora sp.
a. Pemetikan buah
Buah yang sudah masak dipetik dengan menggunakan pisau atau gunting
tanaman. Jumlah biji dalam buah berkisar antara 20 - 60 biji. Di Sulawesi
Selatan, untuk mendapatkan 1 kg biji kakao kering (kadar air 8 - 7%)
diperlukan sekitar 25 - 35 buah kakao. Produksi tanaman ditentukan oleh
tingkat kesuaian lahan. Pada Tabel 7. dapat dilihat produksi tanaman
berdasarkan tingkat kesuaian lahan.
Tingkat kematangan buah dapat dilihat dari perubahan warna buah, yaitu
jika alur buah sudah berwarna kuning, maka tingkat kematangannya adalah
C, sedangkan jika alur dan punggung buah berubah kuning, tingkatannya B.
Jika seluruh permukaan buah sudah berwarna kuning atau kuning tua, maka
tingkat kematangannya adalah A dan A+. Pada umumnya petani sudah
memanen buah kakao jika tingkat kematangannya sekurang-kurangnya
sudah B. Pemetikan buah pada umumnya dilakukan di pagi hari. Buah-buah
tersebut kemudian dikumpulkan di suatu tempat menunggu untuk
dipecahkan. Kegiatan tersebut dikenal dengan pemeraman buah.
b. Pemecahan buah
Asumsi
Tahun Ke S1 S2 S3 yang
Digunakan
c. Fermentasi
Fermentasi biji kakao dimaksudkan untuk mematikan lembaga biji agar tidak
dapat tumbuh dan menumbuhkan aroma yang khas coklat. Fermentasi
dilakukan di dalam suatu wadah/kotak kayu yang mana tebal tumpukkan biji
tidak boleh lebih dari 42 cm. Fermentasi yang sempurna dilakukan dalam
waktu 5 hari, dimana pada hari kedua harus dilakukan
e. Pengeringan
Tujuan pengeringan adalah untuk menurnkan kadar air biji dari 60% sampai
pada kondisi dimana kandungan air dalam biji tidak dapat menurunkan
kualitas biji dan biji tidak dapat ditumbuhi cendawan. Pengeringan yang
terbaik adalah dengan sinar matahari. Untuk mengeringkan biji sampai pada
kadar airnya mencapai 7 - 8% diperlukan waktu 2 - 3 hari, tergantung dari
kondisi cuaca. Jika cuaca tidak memungkinkan, pengeringan dapat dilakukan
dengan alat pengering buatan.
Tabel 8.
Syarat Umum Kualitas Biji Kakao
SP-SMP-345-1985
Kadar air (%) 7,50
ISO 2291 - 1980
Kualitas biji kakao ditentukan berdasarkan standar uji yang berlaku, yaitu
menurut SP-45-1976 yang direvisi bulan Februari 1990 atas usulan dari
Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo). Dalam penentuan kualitas tersebut,
yang dimaksud dengan biji kakao adalah biji tanaman kakao (Theobroma
cacao LINN) yang telah difermentasikan, dibersihkan dan dikeringkan.
Kualitas biji kakao ditentukan berdasarkan syarat umum yang dapat dilihat
pada Tabel 8. dan syarat khusus yang dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9.
Syarat Khusus Kualitas Biji Kakao
Kadar biji
Jumlah
Kadar biji tak Berserangga,
biji Kadar biji
Terfementasi Pipih dan
Jenis Mutu Per 100 Berkapang%
% (b/b), Berkecambah
gram, (b/b), maks
maks % (b/b),
maks
maks
Kakao Kakao . . . .
Mulia Lindak
(Fine (Bulk
Cocoa) Cocoa)
I-AA-F* I-AA 85 3 3 3
a. Asumsi
Analisa ini diharapkan akan dapat menjawab apakah para petani plasma
akan mendapatkan nilai tambah dari proyek ini dan mampu mengembalikan
kredit yang diberikan oleh bank dalam jangka waktu yang wajar.
Perhitungan ini didasarkan pada kelayakan usaha setiap petani yang akan
mengembangkan (ekstensifikasi) kebun kakao seluas 2 ha. Dengan demikian
Perusahaan mitra (inti) dipandang sebagai terlibat kegiatan sejak awal, mulai
dari kegiatan pembukaan lahan sampai tanaman menghasilkan. Data-data
mengenai harga dan biaya yang dipergunakan untuk analisis ini, didasarkan
pada keadaan yang pada umumnya terjadi di lapangan sekitar bulan Juli
1998 yang dicantumkan dalam tabel lampiran 10, tabel lampiran 11, tabel
lampiran 12, tabel lampiran 13, dan tabel lampiran 14. Adanya pergeseran
dari harga-harga tersebut, tentunya akan diikuti dengan pergeseran hasil
analisis ini. Setiap proyek yang sedang dipersiapkan hendaknya melihat
kembali satuan harga-harga yang berlaku, dan meneliti hasil analisisnya
yang lebih sesuai dengan keadaan harga-harga yang bersangkutan.
Sementara kelayakan yang ditampilkan dalam perhitungan ini dapat
hendaknya dipergunakan sebagai acuan didalam mempertimbangkan
proyek-proyek perkembangan kakao petani.
Dalam analisis ini skim kredit yang digunakan adalah KKPA dengan bunga
16% per tahun dan pembayaran angsuran dilakukan pada waktu tanaman
petani sudah menghasilkan, yaitu pada tahun ketiga. Selama tanaman belum
menghasilkan petani diberikan grace periode dan bunga pinjamannya adalah
14% per tahun. Parameter teknis untuk perhitungan ini dapat dilihat pada
tabel lampiran 15.
b. Biaya Investasi
Biaya investasi kebun digunakan untuk investasi tanaman dan non tanaman.
Dengan menggunakan keadaan harga-harga dan biaya yang pada umunya
terjadi dilapangan pada sekitar bulan Juni 1998, perincian biaya investasi
untuk 2 ha kebun kakao dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10.
Kebutuhan Biaya Investasi Kebun Kakao
- Prasarana
c. Proyeksi Laba/Rugi
d. Neraca
Hasil tabel neraca akhir tahun (Tabel lampiran 01) menunjukkan bahwa
kekayaan petani meningkat dari Rp. pada awal tahun meningkat menjadi Rp.
632.017.906 pada akhir tahun ke-22 jika perolehan hasil ditanamkan
kembali ke dalam proyek. Pada tahun tersebut, nilai sisa aktiva tetap adalah
Rp. 701.345 dan tidak memiliki hutang ke bank. Dengan posisi kas tersebut,
petani sudah mampu untuk mandiri untuk melanjutkan usahanya.
Dengan mengatur seluruh dana pembiayaan dari Bank dan adanya grace
period selama 2 tahun, maka selama masa proyek tidak terjadi defisit. Petani
dapat mengembalikan pokok serta bunga pinjaman dalam waktu yang telah
ditentukan, yaitu selama 5 tahun mulai dari tanaman menghasilkan pada
tahun ke-3 sesudah tanam, dan mendapatkan keuntungan yang wajar.
Proyeksi arus kas dapat dilihat pada tabel lampiran 03.
Tabel 11.
Hasil Analisa Finansial Proyek
3. IRR 48,76%
Secara ekologis dampak dari proyek perkebunan ini akan bisa berpengaruh
terhadap keseimbangan ekosistem hutan dan berkaitannya dengan
ekosistem atau subekosistem lainnya. Perubahan ini mungkin dapat terus
berlanjut pada komponen-komponen lingkungan lainnya, antara lain satwa
liar, hama dan penyakit tanaman, air, udara, transpotasi yang akhirnya
berdampak pula pada komponen sosial, ekonomi, budaya serta komponen
kesehatan lingkungan.