Anda di halaman 1dari 57

PEDOMAN KREDENSIAL TENAGA KEFARMASIAN (APOTEKER)

DI RUMAH SAKIT 2018


KATA SAMBUTAN (Ketua IAI)
Himpunan seminat adalah organ otonom dalam organisasi Ikatan Apoteker
Indonesia (IAI) yang berfungsi mengorganisir pelaksanaan pengabdian profesi
berdasarkan jenis praktik kefarmasian (seminat). Himpunan seminat ini bertanggung
jawab kepada kepengurusan IAI sesuai tingkatannya. Pengurus Pusat Ikatan
Apoteker Indonesia (PP IAI) mengatur pembentukan Himpunan Seminat ini dalam
peraturan organisasi Nomor: PO.008 /PP.IAI/1418/IX/2017.Himpunan Seminat
Farmasi Rumah Sakit (HISFARSI) mengorganisir pelaksanaan pengabdian profesi
Apoteker di rumah sakit.
IAI sebagai organisasi profesi bertanggung-jawab dalam menjamin kompetensi
seorang apoteker yang diberi ijin melakukan proktek profesi, melalui Ujian
Kompetensi Apoteker Indonesia (UKAI). Segera setelah mendapatkan Sertifikat
Kompetensi, maka seorang apoteker dinyatakan kompeten melaksanakan
pelayanan kefarmasian seperti yang tertuang di dalam Standar Kompetensi
Apoteker Indonesia.
Ketika seorang Apoteker bekerja di suatu rumah sakit, maka rumah sakit akan
melakukan proses kredensial (credentialing) terhadap Apoteker tersebut. Proses
kredensial dapat dilakukan di dalam rumah sakit melalui Sub Komite Kredensial.
Namun demikian masih banyak rumah sakit yang belum bisa melaksanakan proses
kredensial secara mandiri karena berbagai alasan. Oleh karena itu saya
menyambut baik diterbitkannya Buku Pedoman Kredensialing Apoteker di rumah
sakit oleh HISFARSI PP IAI. Dengan diterbitkannya Pedoman ini diharapkan rumah
sakit-rumah sakit yang belum dapat melaksanakan proses kredensial Apoteker
secara mandiri, dapat menggunakan ketentuan yang diatur dalam pedoman ini untuk
melaksanakan proses kredensial terhadap para Apotekernya.
Apresiasi yang setinggi-tingginya saya sampaikan atas langkah-langkah yang
diambil HISFARSI didalam memfasilitasi kelancaran proses-proses yang dibutuhkan
oleh anggota, termasuk dengan diterbitkannya pedoman yang sangat penting ini.

Surabaya
Ketua IAI

Mohon masukannya (
KATA PENGANTAR (KETUA HISFARSI)

Rasa syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat dan karuniaNya, tim penyusun dapat rofessional Pemberian Asuhan ( PPA)
untuk.menentukan apakah yang bersangkutan layak diberi Penugasan klinis dan
kewenangan klinis untuk menjalankan asuhan /tindakan.medis tertentu dalam
lingkungan rumah sakit tersebut untuk periode tertentu.
Tujuan dari kredensial.adalah untuk perlindungan pasien,Pencegahan insiden
danuntukmakreditasi. Rumah sakit memastikan bahwa profesional pemberi
asuhan (PPA) lainnya dan staf klinis lainnya tersebut kompeten untuk
memberikan asuhan yang aman dan kepada pasien maka perlu dilakukan
kredensial.
Untuk.pelaksanaan kredensial Apoteker yang belum mempunyai Komite, bisa
dilakukan oleh Mitra bestari yaitu sekelompok Staf dari profesi terkait dengan
reputation dan kompetensi yang baik untuk.menelaah segala.hal yang berkaitan
dengan profesi. Mitra bestari dapat berapa dari : Dalam.Rumah Sakit, Rumah Sakit
lain,Organisasi profesi seminat dan Institusi Pendidikan.
Kepada tim penyusun dan semua pihak yang telah berkontribusi dalam
penyusunan pedoman ini, kami menyampaikan terimakasih dan penghargaan yang
setinggi tingginya. Saran – saran serta kritik membangun sangat kami harapkan
untuk penyempurnaan dan perbaikan di masa mendatang. Semoga pedoman ini
dapat menjadi acuan bagi apoteker dalam melaksanakan praktik profesi.

Surabaya
Ketua Hisfarsi

Mohon masukan/tambahan bila ada


KEPUTUSAN SK HISFARSI

Keputusan

Tentang
Kredensial Apoteker

Menimbang

Mengingat

Memutuskan
Menerapkan.
Pertama : Membentuk TIM penyusun Pedoman Kredensial Apoteker dengan.insur
keanggotaan sebagai berikut :
Pelindung
Pengarahan
Ketua
Sekretaris
Anggota
DAFTAR ISI

Kata Sambutan (Ketua IAI)


Kata Pengantar (ketua Hisfarsi)
Keputusan SK Hisfarsi
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang
B. Tujuan pedoman
C. Ruang lingkup
D. Ketentuan umum
E. Landasan hukum

BAB II KREDENSIAL DI RUMAH SAKIT


A. Pengertian Kredensial tenaga kefarmasian di Rumah Sakit
B. Prinsip Kredensial
C. Manfaat
D. Proses Kredensial
E. Rincian Kewenangan kerja klinis
F. Instrumen dan Rincian penilaian
G. Masa Berlaku surat penugasan kerja klinis
H. Pencabutan surat penugasan kerja klinis
I. Dokumentasi

BAB III MITRA BESTARI


A. Kriteria mitra bestari
B. Tugas mitra bestari dalam pelaksaan kredensial
C. Rekomendasi mitra Bestari

BAB IV ETIKA DAN DISIPLIN APOTEKER


A. Pengertian etika disipilin profesi apoteker
B. Konsep penjagaan etika dan disiplin apoteker
C. Pemantauan etika dan disiplin apoteker
D. Tahapan pelaksanaan pemantauan etika dan disiplin
E. Pelaporan pemantauan etika dan disiplin
F. Bentuk dan isi laporan pemantauan

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Rumah sakit merupakan fasilitas pelayanan kesehatan terpenting yang
perlu didukung dalam penyelenggaraan upaya kesehatan. Penyelenggaraan
pelayanan kesehatan di rumah sakit mempunyai karakteristik dan organisasi yang
sangat kompleks. Berbagai profesional pemberi asuhan (PPA) dengan perangkat
ilmunya masing-masing berinteraksi satu sama lain.
Untuk menjaga mutu pelayanan di rumah sakit, maka diperlukan
standarisasi kemampuan sebagai PPA sesuai penjelasan Undang-Undang No. 44
tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Didalam undang-undang tersebut dinyatakan
bahwa rumah sakit wajib memberikan pelayanan kesehatan yang didasarkan
kepada nilai kemanusian, etika dan profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan
hak dan anti diskriminasi, pemerataan, perlindungan dan keselamatan pasien,
serta mempunyai fungsi sosial.
Pelayanan kesehatan yang bermutu dan aman dapat dicapai jika semua
tenaga kesehatan yang memberikan asuhan bekerja sesuai dengan kompetensi
dan standar pelayanan yang sesuai. Rumah sakit mempunyai proses yang efektif
untuk mengumpulkan, memverifikasi, dan mengevaluasi kredensial PPA. Rumah
sakit perlu memastikan mempunyai PPA yang kompeten sesuai dengan misi,
sumber daya, dan kebutuhan pasien. Profesional pemberi asuhan bertanggung
jawab memberikan asuhan pasien secara langsung maupun asuhan yang
memberikan kontribusi terhadap outcome pasien secara keseluruhan.
Rumah sakit harus memastikan bahwa PPA yang kompeten untuk
memberikan asuhan harus spesifik terhadap jenis asuhan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Rumah sakit memastikan bahwa setiap PPA
yang kompeten memberikan asuhan, baik mandiri, kolaborasi, delegasi, serta
mandat kepada pasien secara aman dan efektif.
Tenaga kefarmasian di rumah sakit sebagai PPA harus mendapatkan surat
penugasan klinis (clinical appointment) untuk menjamin profesionalisme dalam
memberikan pelayanan kefarmasian. Dalam rangka memperoleh surat
penugasan klinis, tenaga kefarmasian harus melalui proses kredensial terhadap
rincian kewenangan klinis yang dimohonkan kepada pimpinan rumah sakit.
Untuk membantu proses pelaksanaan kredensial tenaga kefarmasian di
rumah sakit dibuatlah pedoman kredensial tenaga kefarmasian di rumah sakit.
Diharapkan dengan adanya pedoman ini proses kredensial di rumah sakit dapat
berjalan dengan baik dan benar.
B. Tujuan
Tujuan pedoman kredensialing:
Pedoman kredensialing ini bertujuan sebagai acuan untuk melaksanakan proses
kredensial tenaga kefarmasian di rumah sakit dengan baik dan benar.

Tujuan proses kredensial:


Proses kredensial bertujuan memastikan tenaga kefarmasian sebagai PPA di
rumah sakit memiliki kompetensi dalam menjalankan tugasnya baik secara
mandiri maupun berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain dalam upaya
mencapai clinical outcome pasien secara keseluruhan, dengan menerbitkan surat
penugasan klinis (clinical appointment) dalam melaksanakan pelayanan
kefarmasian di rumah sakit.

C. Ruang lingkup
Tenaga kefarmasian yang memberikan asuhan kefarmasian secara langsung
maupun asuhan yang memberikan kontribusi terhadap outcome pasien secara
keseluruhan.

D. Ketentuan umum
1. Kredensial adalah bukti tertulis dari sertifikasi, pendidikan, pelatihan,
pengalaman atau kualifikasi lainnya (Joint Comission Accreditation, 2017) Commented [N1]: Ada 2 definisi yang berbeda, yang akan
digunakan? Satu lagi diBAB 2 pengertian kredensial
2. Proses Kredensial (Credentialing) adalah proses evaluasi suatu rumah sakit
terhadap seorang Profesional Pemberi Asuhan (PPA) untuk menentukan
apakah yang bersangkutan layak diberi penugasan klinis dan kewengangan
klinis untuk menjalankan asuhan/tindakan medis tertentu dalam lingkungan
rumah sakit tersebut untuk periode tertentu (Herkutanto, 2009)
3. Surat Penugasan Klinis adalah surat yang diterbitkan oleh pimpinan rumah
sakit kepada profesional pemberi asuhan kefarmasian berdasarkan rincian
kewenangan klinis yang ditetapkan.
4. Permohonan kredensial adalah permohonan yang diajukan oleh pimpinan
rumah sakit kepada tim kredensial di RS atau mitra bestari untuk melakukan
proses kredensial terhadap profesional pemberi asuhan kefarmasian yang
meminta Surat Penugasan Klinis.
5. Verifikasi merupakan proses pemeriksaan tentang kebenaran terhadap
informasi yang diberikan pemohon seperti ijasah, surat tanda registrasi (STR),
surat ijin praktek (SIP), tingkat kompentensi, sertifikat pelatihan yang
berkaitan dengan kompentensinya dalam permohonan kredensial.
6. Keputusan adalah proses pemilihan salah satu alternatif dari beberapa
macam alternatif yang sesuai dengan kewenangan dan diberikan kepada
pemohon (Tingkat 1: mampu mengetahui dan menjelaskan, Tingkat 2:
mampu memahami cara/prosedur, Tingkat 3: mampu melakukan dibawah
supervisi. Tingkat 4 : mampu melakukan secara mandiri). Usul: Apakah
pilihan tingkat/level kredensialnya mengacu pada referensi dari Prof.
Herkutanto saja? (1: Kompeten 2: Mampu melakukan di bawah supervisi 3:
Tidak diberikan, di luar kompetensinya 4: Tidak diberikan, fasilitas tidak
tersedia)
7. Rekomendasi adalah surat yang diterbitkan oleh tim kredensial RS atau mitra
bestari sesuai dengan keputusan yang diambil.
8. Wewenang adalah suatu izin atau suatu jaminan dari fasilitas kesehatan
dalam memberikan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada profesional
pemberi asuhan kefarmasian terhadap kewenangan klinis.
9. Rincian Kewenangan Klinis adalah jenis tindakan dalam lingkungan
kewenangan klinis profesional pemberi asuhan kefarmasian.
10. Tim Kredensial Rumah Sakit adalah (mohon masukannya dan referensinya) Commented [N2]: Mohon untuk ditambahkan definisinya
11. Mitra Bestari adalah sekelompok staf dari profesi terkait dengan reputasi dan
kompetensi yang baik untuk menelaah segala hal yang berkaitan dengan
profesi.
12. Staf Profesional Pemberi Asuhan kefarmasian adalah tenaga kefarmasian
yang melakukan pelayanan kefarmasian kepada pasien secara mandiri dan
berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya.
13. Asesi adalah orang yang diuji kompetessi kemampuannya dalam bidang yang
diinginkannya.
14. Asesor adalah orang yang berwenang/bertugas untuk melakukan kegiatan
asesmen dan juga berhak untuk memberikan rekomendasi atas kompetensi
asesi (kompeten, atau tidak kompeten).

E. Landasan hukum
1. Undang- Undang Republik Indonesia No. 44 tahun 2009 tentang Rumah sakit.
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian.
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 31 tahun 2016 tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja
Tenaga Kesehatan.
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 34 tahun 2017 tentang
Akreditasi rumah Sakit.
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 72 tahun 2016 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit.
6. Surat Keputusan Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia No.
058/SK/PP.IAI/IV/2011 tentang Standar Kompetensi Apoteker Indonesia.
BAB II
KREDENSIAL DI RUMAH SAKIT

A. Pengertian Kredensial Tenaga Kefarmasian di Rumah Sakit


Kredensial adalah proses formal yang digunakan untuk menverifikasi
suatu keahlian/kompetensi, pengalaman dan profesionalisme seseorang
dalam memberikan pelayanan yang spesifik, mengedepankan keselamatan
pasien dan bermutu tinggi dalam keahliannya (Australia council in safety and
quality ini healthcare, 2004). Commented [N3]: Pengertiannya berbeda dengan yang di
ketentuan umum, apakah perlu disamakan? Yang akan digunakan?
Proses Kredensial (Credensialing) adalah proses evaluasi suatu rumah
sakit terhadap seorang Profesional Pemberi Asuhan (PPA) untuk menentukan
apakah yang bersangkutan layak diberi penugasan klinis dan kewengangan
klinis untuk menjalankan asuhan/tindakan medis tertentu dalam lingkungan
rumah sakit tersebut untuk periode tertentu (Pedoman Kredential Dan
Kewenangan Klinis (Clinical Privilege) di Rumah Sakit 2009).
Rincian Kewenangan Klinis adalah jenis tindakan dalam lingkungan
kewenangan klinis profesional pemberi asuhan kefarmasian.
Staf Profesional Pemberi Asuhan kefarmasian adalah tenaga
kefarmasian yang melakukan pelayanan kefarmasian kepada pasien secara
mandiri dan berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya.

B. Prinsip Kredensial
Landasan dasar pentingngya kredensial dilakukan bagi tenaga kefarmasian
adalah:
1. Keselamatan pasien merupakan dasar dalam proses kredensial dan ruang
lingkup pelayanan kefarmasian.
2. Akuntabilitas suatu profesionalisme tenaga kefarmasian.
3. Kredensial dalam ruang lingkup kefarmasian akan dijadikan dalam dasar
dalam keseharian pelayanan kefarmasian secara konsisten dan suatu
kekhususan ruang lingkup para profesional di fasilitas kesehatan dalam
menjalankan tugas pelayanan kefarmasian.
4. Suatu ruang lingkup kekhususan tertentu di fasilitas kesehatan harus
terlatih dalam bidang kefarmasian dan tidak dianjurkan diluar kekhususan.

C. Manfaat
Meskipun seorang tenaga kefarmasian telah mendapatkan pelatihan formal
dan kekhususan suatu profesinya dalam bidang kefarmasian di bidang
pendidikannya. Namun fasilitas pelayan kefarmasian tetap wajib melakukan
verifikasi kembali terhadap komptensi orang tersebut terkait layanan
kefarmasian yang akan mereka lakukan di fasilitas pelayanan kesehatan.
Adapun alasan penting dilakukannya kredensial adalah:
1. Sebagai verifikasi terhadap pendidikan formal dalam melaksanakan
pelayanan kefarmasian.
2. Mengukur batas aman tingkat kemamuan profesional terhadap pelayanan
kefarmasian yang mereka kerjakan seusai dengan keselamatan pasien.
3. Meningkatkan kemapuan suatu keahlian/kompetensi kefarmasian dengan
motivasi belajar yang tinggi.
4. Sebagai bahan gap komptensi terhadap pendidikan dan pelatihan
berkelanjutan tenaga kefarmasian.
5. Mempersiapkan profesionalisme tenaga kefarmasian untuk memasuki
masyarakat ekonomi ASEAN yang dapat bersaing.

D. Proses Kredensial
Proses kredensial pada akhirnya akan menentukan kelayakan
terhadap kompetensi tenaga kefarmasian dalam memberikan pelayanan
kefarmasian dan dibuktikan dengan suatu keputusan yang diterbitkan oleh
pejabat tertinggi dalam fasilitas pelayanan kesehatan (Rumah Sakit) yaitu
sebagai berikut :
1. Asesi membuat permohonan untuk dikeluarkan Surat Penugasan
Kewenangan Klinis kepada Pimpinan Rumah Sakit.
2. Pimpinan Rumah Sakit membuat permohonan kepada tim kredensial
rumah sakit atau Mitra Bestari untuk dilakukan kredesialing atas nama
asesi. Permohonan dilengkapi dengan data asesi dan rincian
kewenangan klinis yang diminta.
3. Asesor melakukan penilaian kewenangan klinis.
4. Asesor menilai dan memutuskan tingkat kemampuan klinis.
5. Asesor mengeluarkan rekomendasi rincian kewenangan klinis.
6. Mitra Bestari mengirim rekomendasi rincian kewenangan klinis ke
Pimpinan Rumah sakit yang meminta.
7. Pimpinan rumah sakit menerbitkan Surat Penugasan Kerja Klinis.
Bagan Alur proses kredensial

Assesi Membuat Surat


Permohonan ke
Pimpinan Rumah Sakit

Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3

Pimpinan Rumah Sakit


membuat permohonan ke
Tim Kredensial Rumah
Sakit atau Mitra Bestari

Lampiran 4

Assesor melakukan
proses Kredensial

Lampiran 5 Lampiran 6 Lampiran 7

Assesor
merekomendasikan hasil
penilaian RKK kepada
Pimpinan Rumah Sakit

Lampiran 8

Lampiran 9
Pimpinan Rumah Sakit
menerbitkan Surat
Penugasan Klinis
(Clinical Appointment)
E. Rincian Kewenangan klinis (RKK)
Rincian kewenangan klinis diberikan kepada tenaga apoteker dalam
menjalankan prosedur/tindakan dalam rangka menjamin kualitas pelayanan
dan keselamatan pasien agar apoteker bersikap, bertindak, dan berperilaku
secara bertanggung jawab dan mentaati semua disiplin dan etika profesi
apoteker serta moral yang baik kepada pasien, sejawat dan masyarakat.
Rincian kewenangan klinis Apoteker yaitu:
1. Upaya Penggunaan Obat Rasional (Pemantauan Terapi Obat (PTO),
Penelusuran Riwayat Pengobatan, Rekonsiliasi obat).
2. Konsultasi dan Konseling Sediaan Farmasi
3. Farmakovigilans (MESO).
4. Evaluasi Penggunaan Obat.
5. Pelayanan Farmasi Klinis Berbasis Biofarmasi-Farmakokinetik
(Pemantaun kadar obat dalam darah).
6. Penyiapan Sediaan Farmasi (Dispensing sediaan steril).
7. Penyerahan Sediaan Farmasi Dan Alat Kesehatan (Pengkajian dan
pelayanan resep).
8. Pelayanana Informasi Sediaan Farmasi Dan Alat Kesehatan.
9. Seleksi Bahan Baku, Sediaan Farmasi, Alat kesehatan (Pemilihan Sediaan
Farmasi).
10. Perencanaan Sediaan Farmasi.
11. Pengadaan Bahan baku, Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan.
12. Penyimpanan dan Pendistribusian Bahan Baku, Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan.
13. Pemusnahan dan Penarikan Bahan Baku, Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan.

F. Instrumen dan Rincian penilaian


Setiap asseor yang akan menilai asesi harus mempersiapkan instrumen
yang akan dinilai, meliputi penilaian kognitif, skill atau keterampilan, dan
afektif (attitude). Instrumen yang digunakan dalam mengukur tingkat
kemampuan dari aspek :
1. Knowledge (pengetahuan dan pemahaman) degan test tertulis, studi
kasus, wawancara.
2. Sklill (gerakan & praktek ) degan observasi, simulasi dan cek dokumen.
3. Attitude (menerima, menyetujui) degan pemeranan dalam role play dan
wawancara kepada pihak lain.
Setiap kewenangan klinis yang diminta, akan dilakukan penilian
terhadap tingkat kemampuan yang harus dicapai dengan kriteria:
1. Pengetahuan / Knowledge (K)
a. Nilai : < 65 kemampuan pada tingkat mengetahui
b. Nilai : ≥ 65 kemampuan pada tingkat memahami
2. Ketrampilan / Skills (S)
a. Nilai : < 65 melakukan ketrampilan perlu pendampingan
b. Nilai : ≥ 65 melakukan ketrampilan secara mandiri
3. Perilaku / Attitude (A)
Nilai harus ≥ 65 dalam segala aspek

Dan setiap kewenangan klinis yang dinilai dilengkapi dengan:


1. Regulasi (R)
Dokumen pengaturan yang disusun oleh rumah sakit yang dapat berupa
kebijakan, prosedur (SPO), pedoman, panduan, peraturan direktur,
program rumah sakit dan/atau keputusan direktur rumah sakit.
2. Dokumen (D)
Bukti proses kegiatan atau pelayanan yang dapat berbentuk berkas
rekam medis, laporan dan atau notulen rapat dan atau hasil audit dan
atau ijazah dan bukti dokumen pelaksanaan kegiatan lainnya.

3. Observasi (O)
Bukti kegiatan yang didapatkan berdasarkan hasil penglihatan/observasi
yang dilakukan oleh assesor.
4. Simulasi (S)
Peragaan kegiatan yang dilakukan oleh staf rumah sakit yang diminta
oleh assesor
5. Wawancara
Kegiatan tanya jawab yang dilakukan oleh assesor yang ditujukan
kepada assesi

G. Masa Berlaku surat penugasan kerja klinis


Surat penugasan klinis berlaku paling lama tiga tahun sejak di
terbitkannya surat kewenangan klinis. Setelah itu harus dilakukan proses
rekredensialing. Jika PPA melakukan pelayanan kefarmasian dengan
kewenangan klinis yang berbeda maka dilakukan proses kredensialing baru.

H. Pencabutan surat penugasan kerja klinis


Surat kewenangan klinis dicabut jika PPA melanggar kode etika atau
perundang- undangan profesi tenaga kefarmasian.

I. Dokumentasi
1. Lampiran 1. Surat Permohonan Penugasan Klinis dari Assesi ke Rumah
Sakit.
2. Lampiran 2. Rincian Data dan Bukti Pendukung Assesi.
3. Lampiran 3. Permohonan Rincian Kewenangan Klinis Apoteker.
4. Lampiran 4. Surat Permohonan Kredensialing Apoteker dari Rumah Sakit
ke Mitra Bestari.
5. Lampiran 5. Kredensialing.
6. Lampiran 6. Assessment untuk Assesor.
Lampiran 6.1 Pedoman Assessment untuk Assesor.
Lampiran 6.2 Instrumen Pertanyaan Tulis.
Lampiran 6.3 Instrumen Cek List Observasi.
Lampiran 6.4 Instrumen Cek List Observasi Sikap.
7. Lampiran 7. Rekapan Data Assesi.
8. Lampiran 8. Rekomendasi Kewenangan Klinis dari Mitra Bestari ke
Rumah Sakit.
9. Lampiran 9. Surat Penugasan Klinis dan Rincian Kewenangan Klinis dari
Rumah Sakit ke Apoteker
Lampiran 9.1 Surat Keputusan Pimpinan Rumah Sakit
Lampiran 9.2 Rincian Kewenangan Klinis Apoteker di Rumah Sakit.
BAB III
MITRA BESTARI

Untuk menjalankan suatu mekanisme kredensial dan re-kredensial, rumah sakit


harus membuat suatu tim, bagian, atau sub yang menangani khusus kredensial dan
re-kredensial tenaga kefarmasian yang dibentuk oleh direktur. Dan yang
mempermudah proses bisnis panitia tersebut diperlukan mitra, yang disini lebih
terkenal sebagai mitra bestari atau peer review. Peer review adalah evaluasi
terhadap kinerja individual seorang profesional dalam memberikan pelayanan
kesehatan dan mengidentifikasi peluang pengembangan dalam pelayanan
kesehatan (Providence, Sacred Heart Medical Center, 2014).

A. Kriteria mitra bestari


Secara teoritis tidak ada yang memberikan syarat khusus menjadi seorang
mitra bestari, namun dalam penerapan proses kredensial memiliki kriteria yang
dapat dijadikan bahan acuan untuk seorang mitra bestari adalah sebagai berikut:
1. Berorientasi pada pasien (Patient care)
Mitra bestari berorientasi selalu pada perawatan pasien yang penuh kasih
sayang, tepat dan efektif untuk layanan kesehatan, pencegahan penyakit,
pengobatan penyakit, dan pada hingga akhir kehidupan penuh dengan
kehangatan. Sehingga secara psikologis seorang pasien akan lebih cepat
proses penyembuhan pasien begitu diberikan perhatian khusus dan tentunya
akan memiliki peran yang baik untuk pengajaran terhadap peserta didik
sebagai clinical instructor.
2. Memilki ilmu kesehatan sesuai dengan profesi/Medical Knowledge
Secara keilmuan seorang mitra bestari memiliki keilmuan yang lebih mengerti
tentang peran keprofesian di bidang pelayanan kesehatan. Dengan demikian
tenaga kesehatan yang menunjukkan keilmuan lebih unggul dan penerapan
ilmu tersebut.
3. Komunikasi yang baik/Interpersonal and communication skills
Mitra bestari setidaknya memiliki kemampuan komunikasi dan interaksi yang
baik dan menunjukkan kerekatan serta akrab dalam berkomunikasi pasien,
keluarga pasien maupun lintas profesi.
4. Profesionalisme
Profesionalisme bermakna pada hubungan profesi dan kepandaian khusus
untukmenjalannkannya tugas dan perannya. Seorang profesional lebih
banyak memiliki rasa tanggung jawab terhadap keahlian dan dapat
dipertanggungjawabkan terhadap tindakannya.
5. System-Based Practice
System-based practice adalah cara yang paling efisien dan paling efektif
untuk menyelesaikan suatu tugas/pekerjaan. Penerapan ini didasarkan pada
pengetahuan untuk meningkatkan dan mengoptimalkan kompetensi tenaga
kesehatan.
Kriteria bukan menggambarkan keharusan/standar syarat mutlak tetapi
suatu kriteria yang mempermudah pemilihan sifat seorang mitra bestari. Dan pada
dasar yang terpenting bagi seorang mitra bestari adalah sebagai berikut:
1. Mempunyai spesifikasi/kualifikasi yang sama
Seorang mitra lebih ditekankan pada suatu kualifikasi keilmuan yang
sebidang atau seprofesi. Hal ini diperlukan untuk dapat mengkaji lebih dalam
terhadap kompetensi suatu profesi dalam melakukan pelayanan kesehatan
terhadap keselamatan pasien.
2. Mempunyai keahlian yang sesuai
Seorang mitra sebaiknya diperankan oleh seorang yang memiliki keahlian
saat itu. Semisal seorang farmasi klinik lebih baik memperankan menjadi
seorang mitra bestari untuk bidang farmasi dibandingkan seorang farmasi
yang sudah tidak membidangi farmasi kliniknya.
Adapun kriteria mitra bestari diharapkan menjadi rekan yang bijak dan
bestari, namun bukan suatu syarat mutlak menjadi mitra keahlian, tetapi
persyaratan minimal yang harus dimiliki oleh mitra yang menjadi bestari bagi yang
lain (role model) tenaga kesehatan. Sebagai syarat tambahan adalah mitra bestari
diharapkan dalam satu area kerja, dan memiliki pengalaman yang lebih lama
(senior). Para mitra bestari yang bertugas tersebut dapat pula terdiri dari berbagai
bidang keahlian sesuai dengan kewenangan yang diminta pemohon.

B. Tugas mitra bestari dalam pelaksaan kredensial


Tugas mitra bestari dalam pelaksanaan kredensial tenaga kesehatan adalah
sebagai berikut:
1. Melakukan pengkajian terhadap keilmuan, desain/cara dan prosedur yang
dimiliki oleh pemohon.
2. Melakukan supervisi tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan secara spesifik.
3. Melakukan pengawasan dan dokumentasi bukti seperti orientasi,
pendampingan kompetensi dan pendampingan etika disiplin profesi.
4. Memantau dan mengevaluasi kebutuhan tenaga kesehatan agar terpenuhi
sesuai kebutuhan.
5. Memiliki akses kewenangan terhadap pelatihan yang dibutuhkan tenaga
kesehatan untuk memenuhi kebutuhan pelatihan (training need asssesment).

C. Rekomendasi mitra Bestari


Rekomendasi pemberian kewenangan dilakukan oleh mitra bestari
berdasarkan penilaian/evaluasi pengkajian portofolio pemohon. Rekomendasi
dapat berupa:
1. Kewenangan diberhentikan.
2. Kewenangan ditambah/dikurangi.
3. Kewenangan diberikan dengan supervisi.
4. Kewenangan diberikan sepenuhnya.
Rekomendasi dapat didesain sesuai dengan cara yang akan digunakan,
bisa saja dengan kata-kata yang lebih bijak. Diharapkan dalam rekomendasi ini
memberikan solusi berkelanjutan untuk tenaga kesehatan yang bersangkutan dan
pelayanan kesehatan yang diberikan. Misalnya disarankan untuk melakukan
pendidikan dan pelatihan berkelanjutan yang berkaitan dengan kebutuhan
pelayan kesehatan dan untuk meningkatkan kompetensi.
BAB 4. ETIKA DAN DISIPLIN APOTEKER

Rumah Sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan merupakan


bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung
penyelenggaraan upaya kesehatan. Penyelenggaran pelayanan kesehatan di
Rumah Sakit mempunyai karakteristik dan organisasi yang sangat kompleks.
Berbagai jenis tenaga kesehatan dengan perangkat keilmuannya masing-masing
berinteraksi satu sama lain. Ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran yang
berkembang sangat pesat yang harus diikuti oleh tenaga kesehatan dalam rangka
pemberian pelayanan yang bermutu, membuat semakin kompleksnya permasalahan
dalam Rumah Sakit.
Sumber daya di bidang kesehatan adalah segala bentuk dana, tenaga,
perbekalan kesehatan, sediaan farmasi dan alat kesehatan serta fasilitas pelayanan
kesehatan dan teknologi yang dimanfaatkan untuk menyelenggarakan upaya
kesehatan yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau
masyarakat.
Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di
bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk
melakukan upaya kesehatan.
Tenaga kesehatan tertentu adalah tenaga perawat, bidan, perawat gigi,
apoteker, asisten apoteker, fisioterapis, refraksionis optisien, terapis wicara,
radiografer, dan okupasi terapis yang melaksanankan tugas nya dengan standar
profesi masing masing. Standar profesi adalah batasan kemampuan (capacity)
meliputi pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), dan sikap profesional
(professional attitude) yang minimal harus dikuasai oleh seorang individu untuk
dapat melakukan kegiatan profesionalnya pada masyarakat secara mandiri yang
dibuat oleh organisasi profesi.
Persyaratan sumber daya manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1)
UU no 44 tentang Rumah Sakit harus memiliki tenaga tetap yang meliputi tenaga
medis dan penunjang medis, tenaga keperawatan, tenaga kefarmasian, tenaga
manajemen Rumah Sakit, dan tenaga nonkesehatan. Jumlah dan jenis sumber daya
manusia sebagaimana harus sesuai dengan jenis dan klasifikasi Rumah Sakit.
Tenaga kesehatan tertentu yang bekerja di Rumah Sakit wajib memiliki izin
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Setiap tenaga kesehatan
yang bekerja di Rumah Sakit harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar
pelayanan Rumah Sakit, standar prosedur operasional yang berlaku, etika profesi,
menghormati hak pasien dan mengutamakan keselamatan pasien.
Tenaga kefarmasian di Rumah Sakit cenderung melakukan tugas rutin dalam
memberikan pelayanan kesehatan. Hal ini digambarkan dengan berbagai kondisi
antara lain : tidak jelasnya uraian tugas dan cenderung melakukan tugas rutin ,
selalu mengalami konflik dan frustasi karena berbagai masalah etik dan disiplin tidak
diselesaikan dengan baik, jarang dilaklukan pembainaan etika profesi .
Setiap tenaga kefarmasian harus memiliki disiplin profesi yang tinggi dalam
memberikan asuhan kefarmasiannya dan menerapkan etika profesi dalam
prakteknya. Profesionalisme tenaga kefarmasian dapat ditingkatkan dengan
melakukan pembinaan dan penegakan disiplin profesi serta penguatan nilai nilai etik
dalam kehidupan profesi.
Nilai etika sangat diperlukan bagi tenaga Kefarmasian sebagai landasan dalam
memberikan pelayanan yang menusiawi dan berorientasi pada pasien. Pelanggaran
terhadap standar pelayanan , disiplin profesi tenaga kefarmasian hampir selalu
dimulai dari pelanggaran nilai moral etik yang akhirnya akan merugikan pasien dan
masyarakat.
Beberapa faktor yang mempengaruhi pelanggaran atau timbulnya masalah
etik antara lain tingginya beban kerja tenaga kefarmasian, ketidak jelasan
kewenangan kefarmasian menghadapi pasien dengann kompetensi yang rendah
serta pelayanan yang sudah mulai berorientasi pada bisnis.
Berdasarkan hal tersebut, peegakan disiplin profesi dan pembinaan etika
profesi perlu dilakukan secara terencana , terarah dan dengan semangat yang tinggi
sehingga pelayanan tenaga kefarmasian yang diberikan benar benar menjamin
keselamatan pasien.

A. Pengertian dan Etika Disiplin Profesi Apoteker

Standar Profesi adalah batasan kemampuan minimal berupa


pengetahuan, keterampilan, dan perilaku profesional yang harus dikuasai dan
dimiliki oleh seorang individu untuk dapat melakukan kegiatan profesionalnya
pada masyarakat secara mandiri yang dibuat oleh organisasi profesi bidang
kefarmasian.
Yang dimaksud dengan ”nilai etika dan profesionalitas” adalah bahwa
penyelenggaraan farmasi rumah sakit dilakukan oleh tenaga kefarmasian
yang memiliki etika profesi dan sikap profesional, serta mematuhi etika rumah
sakit.
Etik berasal dari dari kata “ethics” yang berarti prinsip moral atau
aturan berperilaku, aturan tersebut dihimpuin dalam suatu pedoman yang
disebut Kode Etik. Pengertian etika secara umum menurut Bertens K (2000)
dalam Sumijatun 2011:
1. Nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi
seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya
2. Kumpulan asas atau nilai moral, yang dimaksud disin adalah “Kode
Etik”
3. Ilmu yang membahas tentang moralitas
Etika profesi adalah sistem dari prinsip prinsip moral atau aturan-
aturan perilaku yang diterapkan pada suatu profesi. Etika profesi berarti
perilaku yang diharapkan bagi setiap anggota profesi untuk bertindak dengan
kapasitas profesionalnya (Tabner, 1981). Etika dalam tenaga kesehatan
mempunyai peranan penting dalam menentukan perilaku yang beretika dan
dalam pengambilan keputusan etis, apakah suatu tindakan dilarang,
diperlukan atau diizinkan dalam keadaan yang diperlukan untuk membuat
keputusan etis (Potter & Perry, 2005). Prinsip-prinsip Moral/Etis dalam
mengambil keputusan, tenaga kesehatan hendaknya senantiasa
mendasarkan dan mempertimbangkan pada prinsip-prinsip moral yang
sifatnya universal.
Prinsip yang paling dasar adalah : “Hormat terhadap pribadi Manusia”.
Prinsip-prinsip yang lain yaitu :
1. Menghargai otonomi. Tenaga kefarmasian wajib menyadari dan
menghargai keunikan individu, yaitu menghargai hak orang tersebut
untuk menjadi dirinya sendiri, hak untuk memutuskan tujuan bagi
dirinya sendiri, Misalnya :
a. Meminta persetujuan setiap tindakan yang akan dilakukan pada
pasien
b. Menghargai hak-hak pasien dalam mengambil keputusan
c. Menerima keluhan-keluhan subyektif pasien
d. Meminta informed consent bila akan dilakukan suatu
pemeriksaan dan tindakan-tindakan untuk terapi.

2. Tidak merugikan. Kewajiban untuk tidak berbuat yang merugikan /


membahayakan. Membahayakan ini bisa dengan sengaja, resiko
dan tidak dimaksudkan. Membahayakan dengan sengaja adalah
tidak dapat diterima dan dibenarkan secara etis. Tidak bermaksud
membahayakan, resiko juga harus dipertimbangkan tingkatannya,
dimana kebaikannya dan manfaatnya akan lebih besar daripada
bahaya atau kerugiannya.

3. Berbuat baik. Tenaga kefarmasian wajib berbuat kebaikan yang


menguntungkan pasien, dan disini tenaga kefarmasian sekaligus
juga mempertimbangkan kerugian atau yang membahayakan
pasien. Misalnya : Farmasis mengajurkan pasien dengan penyakit
jantung untuk mengikuti program latihan fisik secara intensif
dengan maksud meningkatkan kesehatannya secara umum, tetapi
itu tidak perlu dilakukan, karena dengan latihan intensif tersebut
ada resiko bagi pasien terkena serangan jantung.

4. Adil. Tenaga kefarmasian wajib berlaku adil dalam membuat


keputusan dan bertindak untuk pasiennya, misalnya : tanpa
membeda bedakan pasien berasal dari suku mana, status
sosialnya , agamanya dan jenis kelamin.

5. Kesetiaan. Tenaga kefarmasian berkewajiban memegang/menepati


perjanjian/persetujuan yang telah dibuat dan bertanggung jawab
atas kesanggupannya sehingga dapat dipercaya. Misalnya :
Farmasis sudah berjanji sebelum pasien pulang dari perawaatan
akan diberikan konseling obat untuk penatalaksanaan obat-
obatannya selama dirumah dan farmasis menepati janjinya

6. Kejujuran. Tenaga kesehatan wajib mengatakan hal yang


sebenarnya, dengan bijaksana demi kebaikan pasiennya.

7. Menjaga kerahasiaan. Hal ini dijelaskan dalam Undang-Undang


No.36 tahun 2014 tentang tenaga kesehatan pasal 58 ayat 1 huruf
c bahwa tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik wajib
menjaga kerahasiaan kesehatan penerima pelayanan kesehatan.
B. Konsep Penjagaan Etika dan Disiplin Apoteker

Istilah disiplin dikembangkan dari latin yaitu “disciplina” (disciplus) yang


berarti instruction, teaching. Dijelaskan juga dalam cassell’s new latin dictionary
disebutkan juga body of knowladge that which is touch, learning science. Dalam arti
yang luas juga disebutkan sebagi training, education dicipline of boys, of slaves,
military training, discipline, ordered wau of life (Guwandi 2005).

Adapun disiplin profesi pada dasarnya adalah etika yang khusus berlaku bagi
orang atau kelompok orang tertentu yang melakukan praktik profesi tententu pula,
namun dengan bentuk dan kekuatan sanksi yang lebih tegas dibanding sanksi etika
pada umumnya, meskipun tetap lebih “lunak” dibandingkan sanksi hukum. Sanksi
yang diancamkan oleh suatu disiplin profesi relatif lebih keras dibandingkan sanksi
etika pada umumnya, karena sanksi disiplin berkaitan dengan dapat atau tidaknya
pemegang profesi tertentu untuk terus memegang atau menjalankan profesinya.
Dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2014 pasal 38 huruf d menyatakan
bahwa dalam menjalankan tugasnya, konsil masing-masing tenaga kesehatan
mempunyai wewenang untuk menetapkan dan memberikan sanksi disiplin profesi
tenaga kesehatan. Jika kita merujuk pada UU No 29 tahun 2004 dapat diketahui
bahwa arti disiplin profesi adalah “aturan-aturan dan/atau ketentuan penerapan
keilmuan dalam pelaksaan pelayanan”. Dimasukkannya etika profesi dan disiplin
profesi ke dalam suatu Undang-undang menurut Mahkamah harus dipahami bahwa
pembentuk Undang-Undang memberi penekanan pentingnya etika profesi dan
disiplin profesi untuk dilaksanakan sebagai pedoman bagi perilaku tenaga kesehatan.
Hal yang harus digaris bawahi adalah meskipun etika profesi dan disiplin
profesi dimaksud diatur/dimuat di dalam sebuah Undang-Undang, tidak dapat
langsung diartikan bahwa etika dan disiplin profesi dimaksud memiliki konsekuensi
hukum yang sama dengan norma hukum yang berada di dalam Undang-Undang
yang sama. Jika etika profesi dan disiplin profesi yang diatur dalam suatu Undang-
Undang diberi kekuatan berlaku (dan mengikat) yang sama dengan norma hukum di
dalam Undang-Undang, maka konsekuensinya adalah pelanggaran terhadap etika
profesi dan disiplin profesi akan dikenai sanksi hukum, terutama sanksi pidana dan
sanksi perdata, padahal pelanggaran atas etika profesi dan disiplin profesi hanya
dapat dikenai sanksi secara etika pula dan/atau secara administratif. Dengan kata
lain meskipun etika profesi, disiplin profesi, dan norma hukum dimaksud ketiganya
dimuat dalam Undang-Undang yang sama, namun secara normatif tidak dapat
saling meniadakan atau saling menggantikan.

C. Pemantauan Etika Dan Disiplin Apoteker

Sesuai undang-undang nomor 44 tahun 2009 pasal 56 butir 5 huruf g tentang


rumah sakit bahwa dewan pengawas mengawasi kepatuhan penerapan etika
Rumah Sakit, etika profesi, dan peraturan perundang-undangan.
Penerapan etika dan disiplin tenaga kefarmasian bisa kita lakukan dengan
cara pemantauan. Pengertian pemantauan etika dan disiplin tenaga kefarmasian
adalah kegiatan pemantauan yang dilaksanakan untuk mengetahui tingkat
kepatuhan tenaga kefarmasian terhadap kode etik profesi dan kepatuhan terkait
penerapan pedoman perilaku pegawai (code of conduct).

Adapun tujuan pemantauan etika dan displin untuk :


1. Memastikan bahwa seluruh tenaga kefarmasian telah menerapkan
prinsip etika dan disiplin profesi.
2. Memastikan bahwa ketidaksesuaian / masalah dapat dikendalikan.
3. Menciptakan pelayanan kefarmasian yang baik dan benar, bermutu,
professional dan dapat dipertanggungjawabkan secara etik.

Ketentuan Pemantauan Etika dan Disiplin dilaksanakan dengan ketentuan sebagai


berikut :
1. Jenis dan frekuensi pemantauan
Pemantauan terhadap kepatuhan etika dan disiplin tenaga kefarmasian
dapat dilaksanakan melalui pemantauan rutin di masing-masing unti kerja
melalui metode telusur.
Dalam pelaksaan pemantauan, komite/tim tenaga kefarmasian
menyampaikan surat dan jadwal telusur ke unit kerja. Pelaksanaan
pemantauan dengan melakukan verifikasi dokumen-dokumen terkait penilaian
kinerja atau terkait dengan pelanggaran etika dan disiplin pegawai untuk
dapat ditindak lanjuti.
2. Pelaksaan Pemantauan Etika dan Disiplin
Pemantauan etika dan disiplin wajib dilakukan untuk seluruh tenaga
kesehatan jika sudah ada surat dan jadwal telusur dari komite/tim tenaga
kesehatan.
Tim telusur yaitu sub etika dan disiplin dan penanggung jawab profesi
wajib melaksanakan tugas pemantuan dan harus memegang teguh nilai
integritas, objektif, profesionalisme, dan menjaga kerahasian data dan
informasi yang menurut sifatnya harus dirahasiakan.
Dalam pelaksaan tugasnya, pelaksana pemantauan dapat mengambil
rekaman audio/video/gambar serta meminta hak akses, Salinan
dokumen/arsip, data, informasi, dan/atau keterangan kepada kepala/pegawai
diunit kerja yang dipantau, yang selanjutnya dapat digunakan sebagai bukti
dalam penanganan tindak lanjut apabila terjadi dugaan pelanggaran etika dan
disiplin.

3. Objek Pemantauan Etika dan Disiplin


Objek pemantauan etika dan disiplin tenaga kefarmasian sebagai berikut :
a. Pegawai, meliputi pemantauan di lihat dari:
1) Kualitas, penerapan IPSG, Tingkat Kepuasan (Komplain),
Laporan Insiden
2) Kuantitas, Pengisian Logbook
3) Sikap perilaku; keberadaan, inisiatif, kehandalan, kepatuhan,
kerjasama, berperilaku dan berpenampilan.

b. Ruang kerja
Ruang kerja, meliputi pemantuan kebersihan, kerapian,
kenyamanan, dan kondisi ruang kerja yang mencerminkan disiplin
dan etika.

c. Perangkat Pemantaun
Untuk menjalankan pemantuan diperlukan perangkat yang
dapat digunakan pedoman bagi pelaksanaan pemantauan. Contoh
perangkat pemantauan etika dan disiplin tenaga kefarmasian
sebagaimana tercantum dalam lampiran 1.

D. Tahapan Pelaksanaan Pemantauan Etika dan Disiplin

Pemantauan etika dan disiplin tenaga kefarmasian dilakukan dengan metode


telusur dilaksanakan dengan tahapan sebagai berikut :
1. Persiapan
a. Menyiapkan dokumen yang diperlukan, antara lain surat, jadwal
telusur serta perangkat pemantuan
b. Menyiapkan peralatan yang dibutuhkan, seperti kamera, alat
tulis, dan lain-lain

2. Pelaksanaan
a. Mendatangi penanggung jawab unit kerja terkait telusur
b. Melakukan pemantauan sesuai dengan perangkat yang telah
dibuat
c. Meminta data, dokumen, dan/atau informasi yang telah
diperoleh

3. Pelaporan
a. Menyiapkan bahan penyusunan laporan
b. Menyusun laporan dan/atau rekomendasi pemantau
c. Menyampaikan laporan dan/atau rekomendasi kepada unit kerja

E. Pelaporan Pemantauan Etika Dan Disiplin

Setiap Rumah Sakit wajib melakukan pencatatan dan pelaporan


tentang semua kegiatan penyelenggaraan Rumah Sakit dalam bentuk Sistem
Informasi Manajemen Rumah Sakit.
Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pembinaan dan
pengawasan terhadap Rumah Sakit dengan melibatkan organisasi profesi,
asosiasi perumahsakitan, dan organisasi kemasyaratan lainnya sesuai
dengan tugas dan fungsi masingmasing.
Setiap kegiatan pemantauan etika dan disiplin tenaga kefarmasian
harus menghasilkan laporan yang didalamnya berisi simpulan hasil
pemantauan dan menyebutkan dengan jelas pihak-pihak yang bertanggung
jawab untuk melaksanakan tindak lanjut.
Pernyataan terkait tindak lanjut hanya diberikan apabila terdapat
temuan dugaan pelanggaran etik dan disiplin pada saat pelaksanaan
pemantauan. Temuan dugaan pelanggaran dalam kegiatan pemantauan
terhadap kepatuhan etika dan disiplin, harus disampaikan kepada kepala unit
kerja yang bersangkutan.

F. Bentuk dan Isi Laporan Pemantauan

Contoh bentuk serta isi laporan yang digunakan dalam pelaksaan


pemantauan etika dan disiplin tenaga kefarmasian dapat dilihat dalam
lampiran.
DAFTAR PUSTAKA
Amalia T, dkk. 2017. Pedoman Kredensial Tenaga Kesehatan Di rumah Sakit.
Jakarta: Infomedika.
Council on Credentialing in Pharmacy. “Credentialing and Privileging of Pharmacists:
A resource Paper from Council on Credentialing ing Pharmacy”. Am J Health-
Syst Pharm. 2014; 71:1891-1900.
Herkutanto. 2009. Pedoman Kredensial dan Kewenangan Klinis (Clinical Privilege) di
Rumah Sakit. Jakarta: PERSI.
Ikatan Apoteker Indonesia. 2011. Surat Keputusan No. 058/SK/PP.IAI/IV/2011
tentang Standar Kompetensi Apoteker Indonesia. Jakarta.
Ikatan Apoteker Indonesia. 2016. Standar Kompetensi Apoteker Indonesia tahun
2016. Jakarta.
Joint Comission Accreditation. Ambulatory Care Program: The Who, What, Where,
and Where’s of Credentialingand Privileging, [pdf],
(http://www.jointcommiccion.org>assets, diakses pada 16 Desember 2017).
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2016. Peraturan Menteri Kesehatan No.
31 tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja
Tenaga Kesehatan. Jakarta.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2016. Peraturan Menteri Kesehatan No.
34 tahun 2017 tentang Akreditasi rumah Sakit. Jakarta.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2016. Peraturan Menteri Kesehatan No.
72 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit.
Jakarta
Komisi Akreditasi Rumah Sakit. 2017. Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit
Edisi 1. Jakarta.
Providence. 2014. PHC-Medical Staff Peer Review and Professional Practice
Evaluation. Oregon.
Republik Indonesia. 2009. Undang-undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah sakit.
Jakarta: Sekretariat Negara.
Republik Indonesia. 2009. Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta: Sekretariat Negara.
LAMPIRAN 1
SURAT PERMOHONAN PENUGASAN KLINIS
DARI ASSESI KE RUMAH SAKIT

Nomor : … / ...../ …./ 20….


Perihal : Permohonan surat penugasan klinis dan rincian
kewenangan klinis Apoteker
Lampiran : 1 Berkas

Kepada Yth :
Pimpinan Rumah Sakit RS……
Di tempat.

Dengan hormat,
Untuk mendapatkan kepastian hukum dalam rangka menunjang pelayanan
kesehatan yang mengutamakan aspek keselamatan pasien, maka kami mengajukan
permohonan surat penugasan klinis dan rincian kewenangana klinis Apoteker.
Demikianlah permohonan ini kami sampaikan. Atas perhatiannya diucapkan terima
kasih.

Tempat, tanggal/bulan/tahun
Pemohon,

( )
LAMPIRAN 2
RINCIAN DATA DAN BUKTI PENDUKUNG ASSESI

I. RINCIAN DATA ASSESI

A. Data Pribadi

1. Nama pemohon :
2. Tempat / tanggal lahir :
3. Jenis Kelamin :
4. Pangkat / Golongan :
5. Tempat Praktek / Unit kerja :
6. Bagian :
7. Pendidikan Terakhir : Apoteker / S2 / S3
8. Alamat rumah :
9. No. Hp/WA :
Telp Rumah / Kantor HP :
E-mail :

B. Data Pendidikan
Pendidikan Tahun Lulus Nama Institusi Pendidikan
Apoteker
S1
S2
S3

C. Data Registrasi / Izin Praktek


Nama
Tgl. Terbit Tgl. Akhir
Registrasi Nomor Tempat Praktek
(tgl-bln-th) (tgl-bln-th)
Izin praktek
STRA
SIPA

II. RINCIAN BUKTI PENDUKUNG


Kelengkapan Bukti
Bukti Pendukung *)
Ada Tidak
Foto Copy Ijazah Apoteker/ S1/ S2/ S3
Foto Copy STRA
Foto Copy SIPA
Foto Copy Sertifikat Kompetensi
Foto Copy Sertifikat Pelatihan :
1.
2.
3.
4.
5.
6. dst…
Training Record
Log Book
Clinical Previlege
SPKK Sebelumnya (Re-Kredensial)

tempat, tanggal/bulan/tahun
Pemohon

ttd

(Nama lengkap dengan gelar)

Keterangan : *) berikan tanda √


LAMPIRAN 3
PERMOHONAN RINCIAN KEWENANGAN KLINIS APOTEKER

NAMA APOTEKER YANG MENGAJUKAN :


LULUSAN/ TAHUN LULUS :

Lingkari nomor dan berikan tanda √ untuk kemampuan klinis yang diminta.
Permohonan Disetujui
Kemampuan Kemampuan
Rincian Kewengan Klinis Klinis Klinis
No.
(usul perubahan dan urutan tingkat/level (diisi oleh (diisi oleh
kompetensi) jadi yg di bawah Assesi) Assesor)
4 3 2 1 4 3 2 1

1. Upaya Penggunaan Obat Rasional 1 2 3 4 1 2 3 4


(Pemantauan Terapi Obat (PTO), Penelusuran
Riwayat Pengobatan, Rekonsiliasi obat).
2. Konsultasi dan Konseling Sediaan Farmasi.

3. Farmakovigilans (MESO)

4. Evaluasi Penggunaan Obat.

5. Pelayanan Farmasi Klinis Berbasis Biofarmasi-


Farmakokinetik (Pemantaun kadar obat dalam
darah)
6. Penyiapan Sediaan Farmasi (Dispensing
sediaan steril)
7. Penyerahan Sediaan Farmasi dan Alat
Kesehatan (Pengkajian dan pelayanan resep)
8. Pelayanana Informasi Sediaan Farmasi dan
Alat Kesehatan.

9. Seleksi Bahan Baku, Sediaan Farmasi dan Alat


kesehatan (Pemilihan Sediaan Farmasi).
10. Perencanaan Sediaan Farmasi

11. Pengadaan Bahan baku, Sediaan Farmasi dan


Alat Kesehatan.

12. Penyimpanan Dan Pendistribusian Bahan


Baku, Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan.
13. Pemusnahan dan Penarikan Bahan Baku,
Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan.
Keterangan :
Tingkat kemampuan 1 : Mampu mengetahuai dan menjelaskan.
Tingkat kemampuan 2 : Mampu memahami cara/ prosedur.
Tingkat kemampuan 3 : Mampu melakukan dibawah supervisi.
Tingkat kemampuan 4 : Mampu melakukan secara mandiri.

Usul: diganti dengan level sesuai referensi dari Prof Herkutanto


Keterangan:
1. Kompeten
2. Mampu melakukan di bawah supervisi
3. Tidak diberikan, di luar kompetensinya
4. Tidak diberikan, fasilitas tidak tersedia
LAMPIRAN 4

SURAT PERMOHONAN KREDENSIALING APOTEKER


DARI RUMAH SAKIT KE MITRA BESTARI

Nomor : … / ...../ …./ 20….


Lampiran :
Perihal : Permohonan Kredensialing Apoteker

Kepada Yth :
Mitra Bestari / Hisfarsi PD – IAI…….
Di tempat.

Dengan hormat,
Dalam rangka menunjang pelayanan kesehatan dengan mengutamakan aspek
keselamatan pasien, maka RS …………………………… mengajukan permohonan
untuk melakukan kredensialing untuk mendapatkan penugasan klinis terhadap
Apoteker RS………………… sebanyak ……orang yaitu :
1. ……………………….. bertugas di Rawat Jalan
2. ……………………….. bertugas di Rawat Inap
3. ……………………….. bertugas di IRD
4. ……………………….. bertugas di Pengelolaaan
5. ………………………. bertugas di Dispensing Sediaan Farmasi
6. ……………………….. dst
Demikianlah permohonan ini kami sampaikan. Atas perhatiannya diucapkan terima
kasih.
Tempat, tanggal/ bulan/ tahun
Pimpinan Rumah Sakit
Ttd

( )
LAMPIRAN 5

KREDENSIALING

Proses memperoleh, memverifikasi, dan menilai kualifikasi dari seorang apoteker


untuk memberikan asuhan pelayanan kefarmasian di rumah sakit.

1. Status Kredensialing Yang Di usulkan


(Berikan tanda √ pada salah satu kotak)
 Pengajuan Baru.
 Peningkatan Kewenangan Klinis.
 Pemulihan Kewenangan Klinis.
 Rekredensial.

2. Sistematika Penilaian
2.1. Aspek Penilaian
Setiap kewenangan klinis yang diminta, akan dilakukan penilian terhadap
tingkat kemampuan yang harus dicapai dari aspek:
3. Pengetahuan / Knowledge (K).
a. Nilai : < 65 kemampuan pada tingkat mengetahui.
b. Nilai : ≥ 65 kemampuan pada tingkat memahami.
4. Ketrampilan / Skill (S).
c. Nilai : < 65 melakukan ketrampilan perlu pendampingan.
d. Nilai : ≥ 65 melakukan ketrampilan secara mandiri.
5. Perilaku / Attitude (A).
Nilai harus ≥ 65 dalam segala aspek.

Dan setiap kewenangan klinis yang dinilai, dilengkapi dengan:


6. Regulasi (R):
Dokumen pengaturan yang disusun oleh rumah sakit yang dapat berupa
kebijakan, prosedur (SPO), pedoman, panduan, peraturan direktur,
program rumah sakit dan/atau keputusan direktur rumah sakit.

7. Dokumen (D):
Bukti proses kegiatan atau pelayanan yang dapat berbentuk berkas
rekam medis, laporan dan atau notulen rapat dan atau hasil audit dan
atau ijazah dan bukti dokumen pelaksanaan kegiatan lainnya.
8. Observasi (O):
Bukti kegiatan yang didapatkan berdasarkan hasil penglihatan/
observasi yang dilakukan oleh assesor.
9. Simulasi (S):
Peragaan kegiatan yang dilakukan oleh staf rumah sakit yang diminta
oleh assesor.
10. Wawancara (W):
Kegiatan tanya jawab yang dilakukan oleh assesor yang ditujukan
kepada assesi.
2.2. Instrumen Penilaian
Instrumen yang digunakan dalam mengukur tingkat kemampuan dari
aspek :
4. Knowledge (pengetahuan dan pemahaman) degan tes tertulis, studi
kasus, wawancara.
5. Skill (gerakan dan praktek ) dengan observasi, simulasi dan cek
dokumen.
6. Attitude (menerima, menyetujui) dengan pemeranan dalam role play
dan wawancara kepada pihak lain.

3. Makna dari Tingkat Kemampuan

 Tingkat kemampuan 1 = Mampu mengetahuai dan menjelaskan.


 Tingkat kemampuan 2 = Mampu memahami cara/ prosedur.
 Tingkat kemampuan 3 = Mampu melakukan dibawah supervisi.
 Tingkat kemampuan 4 = Mampu melakukan secara mandiri.

Usul: diganti dengan level sesuai referensi dari Prof Herkutanto


Keterangan:
1. Kompeten
2. Mampu melakukan di bawah supervisi
3. Tidak diberikan, di luar kompetensinya
4. Tidak diberikan, fasilitas tidak tersedia

4. Rincian Kewenangan Klinis yang Diminta


Lingkari nomor dan berikan tanda √ untuk kemampuan klinis yang diminta.
Permohonan Disetujui
Kemampuan Kemampuan
Klinis Klinis
No. Rincian Kewenangan Klinis
(diisi oleh (diisi oleh
Assesi) Assesor)
4 3 2 1 4 3 2 1
1. Upaya Penggunaan Obat Rasional
(Pemantauan Terapi Obat (PTO), Penelusuran
Riwayat Pengobatan, Rekonsiliasi obat).
2. Konsultasi dan Konseling Sediaan Farmasi.
3. Farmakovigilans (MESO)
4. Evaluasi Penggunaan Obat.
5. Pelayanan Farmasi Klinis Berbasis Biofarmasi-
Farmakokinetik (Pemantauan kadar obat dalam
darah)
6. Penyiapan Sediaan Farmasi (Dispensing
sediaan steril).
7. Penyerahan Sediaan Farmasi dan Alat
Kesehatan (Pengkajian dan pelayanan resep).

8. Pelayanana Informasi Sediaan Farmasi dan


Alat Kesehatan.

9. Seleksi Bahan Baku, Sediaan Farmasi dan Alat


Kesehatan (Pemilihan Sediaan Farmasi)
10. Perencanaan Bahan baku, Sediaan Farmasi
dan Alat Kesehatan.

11. Pengadaan Bahan baku, Sediaan Farmasi dan


Alat Kesehatan.

12. Penyimpanan dan Pendistribusian Bahan


Baku, Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan.

13. Pemusnahan dan Penarikan Bahan Baku,


Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan.

5. Rincian Kewenangan Klinis dan Pokok Bahasan

Kewenangan Klinis Pokok Bahasan

1. Upaya a. Peran dan tanggung jawab apoteker dalam


Penggunaan Obat meningkatkan keamanan,efektifitas dan dampak
Rasional. ekonomi penggunaan obat secara individual.
(Pemantauan Terapi b. Pharmaceutical care process:
Obat (PTO), • Penilaian/ assessment.
Penelusuran Riwayat • Pharmaceutical care plan.
Pengobatan, • Intervensi terhadap adanya DTPs (Drug Therapy
Rekonsiliasi Obat). Problems).
• Tindak lanjut: kegiatan monitoring & evaluasi obat.
o Konsep penyakit terpilih: anatomi-fisiologi manusia,
etiologi, prognosis pato-fisiologi, tanda serta gejala.
o Interpretasi data klinis: hasil pemeriksaan fisik, hasil
pemeriksaan laboratorium, alat diagnostik dan
instrumen.
o Farmakoterapi penyakit terpilih, identifikasi reaksi obat
yang tidak dikehendaki dari penggunaan obat tunggal
(ADR, adverse drug reaction ), maupun interaksi obat.
o Pengobatan berbasis bukti (EBM/ Evidence Based
Medicine ).

2. Konsultasi dan o Peran konsultasi dan konseling di bidang farmasi.


Konseling o Definisi dan tujuan konsultasi dan konseling farmasi.
Sediaan Farmasi o Kebutuhan, harapan & preferensi pasien.
dan Alat o Konsep compliance, adherence, health behavior.
Kesehatan. o Teknik komunikasi (verbal dan nonverbal).
o Teknik meningkatkan kepatuhan penggunaan obat
pasien
o Pendekatan sistematis konsultasi dan konseling,
contoh metode pendekatan: Calgary-Cambridge,
Pendleton dll.
o Fasilitas penunjang konsultasi dan konseling.
o Konsep penyakit terpilih: anatomi-fisiologi, etiologi,
prognosis, patofisiologi, tanda dan gejala.
o Farmakologi: mekanisme kerja obat.
o Interpretasi data klinis.
o Farmakoterapi dan terapi non farmakologi pada
penyakit terpilih.
o Dokumentasi kegiatan konsultasi dan konseling
sediaan farmasi.

3. Farmakovigilans o Definisi dan klasifikasi ESO (Efek Samping Obat).


(MESO). o Faktor presdisposisi ESO.
o Mekanisme dan penyebab ESO tipe A dan tipe B.
o Identifikasi ESO berdasarkan Skala Naranjo dan NGA.
o Karakteristik ESO dan upaya pengendaliannya.
o Dokumentasi dan pelaporan ESO & intervensi yang
dilakukan.
o Farmokologi/ Farmakodinamik.
o Farmakokinetik.
o Farmakoterapi.
o Farmakovigilans.

4. Evaluasi o Pendekatan sistematis evaluasi penggunaan obat.


Penggunaan Obat. o Metode penelitian klinis.
o Kajian penggunaan obat pada individu dan populasi
beserta alat evaluasinya.
o Farmakoekonomi.
o Pedoman terapi pada penyakit terpilih.
o EBM (Evidence Based Medicine ).
o Teknik advokasi penggunaan obat.
o berbasis bukti.

5. Pelayanan o Konsep dasar farmakokinetika.


Farmasi Klinis o Konsep dasar farmakodinamik.
Berbasis o Konsep penyesuaian dosis berdasarkan prinsip
Biofarmasi- farmakokinetika, pemantauan terapi pada obat.
Farmakokinetik o Tinjauan farmasi klinis pada populas khusus: geriatri,
(Pemantauan pediatri, gangguan ginjal, gangguan hati, ibu hamil dan
Kadar Obat Dalam menyusui.
Darah).
6. Penyiapan o Aspek kelengkapan resep berdasarkan peraturan yang
Sediaan Farmasi berlaku.
dan Alat o Patient safety.
Kesehatan. o Manajemen resiko.
o Aspek bentuk sediaan, bahan baku dan eksipien.
o Kompatibilitas, stabilitas,penyimpanan dan BUD
(Beyond Use Date).
o Perhitungan dan penyesuaian dosis dalam proses
penyiapan sediaan farmasi non steril.
o Peracikan sediaan farmasi sesuai prosedur etiket dan
label sediaan farmasi.
o Pengemasan kembali sediaan obat.
o Validasi & pelayanan resep.
o Dokumentasi farmasi.
o Etika dan peraturan-perundangan kefarmasian terkait
dengan proses penyiapan obat.

7. Penyerahan o Etika dan peraturan perundangan terkait penyerahan


Sediaan Farmasi obat.
dan Alat o Sistematika penyerahan obat.
Kesehatan. o Teknik pemakaian macam-macam bentuk sediaan
farmasi dan alkes.
o Teknik komunikasi dalam penyerahan obat.
o Sistem pelaporan terhadap dispensing error dan obat
rusak.

8. Pelayanan o Peran farmasi dalam pelayanan informasi obat dan


Informasi Sediaan alkes.
Farmasi dan Alat o Sumber informasi obat.
Kesehatan. o Critical appraisal sumber informasi obat.
o Sarana penunjang dalam pelayanan.
o informasi obat dan alkes.
o Definisi dan klasifikasi EBM.
o Pendekatan sistematis pencarian sumber informasi
obat dan alkes.

9. Seleksi Sediaan o Managing Drug Supply.


Farmasi, Alat o SKN & Kebijakan Obat Nasional.
Kesehatan. o Epidemiologi.
o Karakterisitik, spesifikasi dan seleksi bahan baku obat.
o Farmakoepidemiologi.
o Farmakoekonomi.
o Evidence Based Medicine.
o Biofarmasi-farmakokinetika.
o Teknik pengambilan keputusan.
o Formularium obat.
o Pedoman Praktek Kedokteran.

10. Perencanaan o Managing Drug Supply.


Sediaan Farmasi o SKN & Kebijakan Obat Nasional.
dan Alat o Metode Konsumsi.
Kesehatan. o Epidemiologi.
o Karakterisitik, spesifikasi dan seleksi bahan baku obat.
o Farmakoepidemiologi.
o Farmakoekonomi.
o Evidence Based Medicin.e
o Biofarmasi-farmakokinetika.
o Teknik pengambilan keputusan.
o Formularium obat.
o Pedoman Praktek Kedokteran.

11. Pengadaan o Managing Drug Supply.


Sediaan o Perhitungan Kebutuhan Obat.
Farmasi, dan Alat o Good Procurement Practice.
kesehatan. o Jaminan Mutu.
o Supply Chain Management.
o Risk Management.
o Farmakoekonomi.
o Peraturan - perundangan.

12. Penyimpanan o Managing Drug Supply.


Dan o Jaminan Mutu.
Pendistribusian o Good Distribution and Transportation Practice.
Bahan Baku, o Supply Chain Management.
Sediaan o Stabilitas Obat.
Farmasi, Alat o Cold Chain System.
Kesehatan. o Risk Management.
o Farmakoekonomi.
o Peraturan – perundangan.

13. Pemusnahan o Managing Drug Supply.


Bahan Baku, o Jaminan Mutu.
Sediaan o Stabilitas Obat.
Farmasi, Alat o Cold Chain System.
Kesehatan. o Risk Management.
o Peraturan-perundangan.
LAMPIRAN 6

ASSESSMENT UNTUK ASSESOR

LAMPIRAN 6.1

I. PEDOMAN ASSESSMENT UNTUK ASSESOR

Aspek
Kewenangan klinis Penilian Pokok Bahasan
K S A
1. Upaya c. Peran dan tanggung jawab Apoteker
Penggunaan Obat dalam meningkatkan
Rasional keamanan,efektifitas dan dampak
(Pemantauan ekonomi penggunaan obat secara
Terapi Obat (PTO), individual.
Penelusuran d. Pharmaceutical care proses:
Riwayat • Penilaian/assessment.
Pengobatan, • Pharmaceutical care plan.
Rekonsiliasi Obat). • Intervensi terhadap adanya DTPs
(Drug Therapy Problems).
• Tindak lanjut: kegiatan monitoring
dan evaluasi obat.
o Konsep penyakit terpilih: anatomi-
fisiologi manusia, etiologi, prognosis
pato-fisiologi, tanda serta gejala-
o Interpretasi data klinis: hasil
pemeriksaan fisik, hasil pemeriksaan
laboratorium, alat diagnostik dan
instrumen.
o Farmakoterapi penyakit terpilih,
Identifikasi reaksi obat yang tidak
dikehendaki dari penggunaan obat
tunggal (ADR, adverse drug reaction ),
maupun interaksi obat.
o Pengobatan berbasis bukti (EBM).

2. Konsultasi dan o Peran konsultasi dan konseling di


Konseling Sediaan bidang farmasi.
Farmasi dan Alat o Definisi dan tujuan konsultasi dan
Kesehatan. konseling farmasi.
o Kebutuhan, harapan & preferensi
pasien.
o Konsep compliance, adherence, health
behavior.
o Teknik komunikasi (verbal dan
nonverbal).
o Teknik meningkatkan kepatuhan
penggunaan obat pasien.
o Pendekatan sistematis konsultasi dan
konseling, contoh metode pendekatan:
Calgary-Cambridge, Pendleton dll.
o Fasilitas penunjang konsultasi dan
konseling.
o Konsep penyakit terpilih: anatomi-
fisiologi, etiologi, prognosis,
patofisiologi, tanda dan gejala.
o Farmakologi: mekanisme kerja obat.
o Interpretasi data klinis.
o Farmakoterapi dan terapi non
farmakologi pada penyakit terpilih.
o Dokumentasi kegiatan konsultasi dan
konseling sediaan farmasi.

3. Farmakovigilans o Definisi dan klasifikasi ESO (Efek


(MESO) Samping Obat).
o Faktor presdisposisi ESO.
o Mekanisme dan penyebab ESO tipe A
dan tipe B.
o Identifikasi ESO berdasarkan Skala
Naranjo dan NGA.
o Karakteristik ESO dan upaya
pengendaliannya.
o Dokumentasi dan pelaporan ESO &
intervensi yang dilakukan.
o Farmokologi / Farmakodinamik.
o Farmakokinetik.
o Farmakoterapi.
o Farmakovigilans.

4. Evaluasi o Pendekatan sistematis evaluasi


Penggunaan Obat. penggunaan obat.
o Metode penelitian klinis.
o Studi penggunaan obat pada individu
dan populasi beserta alat evaluasinya.
o Farmakoekonomi.
o Pedoman terapi pada penyakit terpilih.
o EBM (Evidence Based Medicine).
o Teknik advokasi penggunaan obat.
o berbasis bukti.

5. Pelayanan Farmasi o Konsep dasar farmakokinetika.


Klinis Berbasis o Konsep dasar farmakodinamik.
Biofarmasi- o Konsep penyesuaian dosis
Farmakokinetik berdasarkan prinsip farmakokinetika,
(Pemantauan pemantauan terapi pada obat.
Kadar Obat Dalam o Tinjauan farmasi klinis pada populasi
Darah) khusus: geriatri, pediatri, gangguan
ginjal, gangguan hati, ibu hamil dan
menyusui.
6. Penyiapan Sediaan o Aspek kelengkapan resep berdasarkan
Farmasi dan Alat peraturan yang berlaku.
Kesehatan. o Patient safety.
o Manajemen resiko.
o Aspek bentuk sediaan, bahan baku dan
eksipien.
o Kompatibilitas, stabilitas,penyimpanan
dan BUD (Beyond Use Date).
o Perhitungan dan penyesuaian dosis
dalam proses penyiapan sediaan
farmasi non steril.
o Peracikan sediaan farmasi sesuai
prosedur , etiket dan label sediaan
farmasi.
o Pengemasan kembali sediaan obat.
o Validasi & pelayanan resep.
o Dokumentasi farmasi.
o Etika dan peraturan-perundangan
kefarmasian terkait dengan proses
penyiapan obat.

7. Penyerahan o Etika dan peraturan perundangan


Sediaan Farmasi terkait penyerahan obat.
dan Alat o Sistematika penyerahan obat.
Kesehatan. o Teknik pemakaian macam-macam
bentuk sediaan farmasi dan alkes.
o Teknik komunikasi dalam penyerahan
obat.
o Sistem pelaporan terhadap dispensing
error atau obat rusak.

8. Pelayanan o Peran farmasi dalam pelayanan


Informasi Sediaan informasi obat dan alkes.
Farmasi dan Alat o Sumber informasi obat.
Kesehatan. o Critical appraisal sumber informasi
obat.
o Sarana penunjang dalam pelayanan.
o informasi obat dan alkes.
o Definisi dan klasifikasi evidence based
medicine.
o Pendekatan sistematis pencarian
sumber informasi obat dan alkes.
9. Seleksi Sediaan o Managing Drug Supply.
Farmasi, Alat o SKN & Kebijakan Obat Nasional.
Kesehatan. o Epidemiologi.
o Karakterisitik, spesifikasi dan seleksi
bahan baku obat.
o Farmakoepidemiologi.
o Farmakoekonomi.
o Evidence Based Medicine.
o Biofarmasi-farmakokinetika.
o Teknik pengambilan keputusan.
o Formularium obat.
o Pedoman Praktek Kedokteran.

10. Perencanaan o Managing Drug Supply.


Sediaan Farmasi o SKN & Kebijakan Obat Nasional.
dan Alat o Metode Konsumsi.
Kesehatan. o Epidemiologi.
o Karakterisitik, spesifikasi dan seleksi
bahan baku obat.
o Farmakoepidemiologi.
o Farmakoekonomi.
o Evidence Based Medicine.
o Biofarmasi-farmakokinetika.
o Teknik pengambilan keputusan.
o Formularium obat.
o Pedoman Praktek Kedokteran.

11. Pengadaan o Managing Drug Supply.


Sediaan Farmasi, o Perhitungan Kebutuhan Obat.
dan Alat o Good Procurement Practice.
kesehatan. o Jaminan Mutu.
o Supply Chain Management.
o Risk Management.
o Farmakoekonomi.
o Peraturan – perundangan.

12. Penyimpanan o Managing Drug Supply.


Dan o Jaminan Mutu.
Pendistribusian o Good Distribution and Transportation
Bahan Baku, Practice.
Sediaan Farmasi, o Supply Chain Management.
Alat Kesehatan. o Stabilitas Obat.
o Cold Chain System.
o Risk Management.
o Farmakoekonomi.
o Peraturan – perundangan.

13. Pemusnahan o Managing Drug Supply


Bahan Baku, o Jaminan Mutu
Sediaan Farmasi, o Stabilitas Obat
Alat Kesehatan. o Cold Chain System
o Risk Management
o Peraturan – perundangan.

LAMPIRAN 6.2
INSTRUMEN PERTANYAAN TULIS

Nama Assesi : Tempat :


Nama Assesor : Tanggal :

No. Rincian Kewengan Klinis Pertanyaan Jawaban Nilai


1. Upaya Penggunaan Obat
Rasional.
(Pemantauan Terapi Obat
(PTO), Penelusuran
Riwayat Pengobatan,
Rekonsiliasi obat.

2. Konsultasi dan Konseling


Sediaan Farmasi.

3. Farmakovigilans (MESO).

4. Evaluasi Penggunaan
Obat.

5. Pelayanan Farmasi Klinis


Berbasis Biofarmasi-
Farmakokinetik
(Pemantauan kadar obat
dalam darah).
6. Penyiapan Sediaan
Farmasi (Dispensing
sediaan steril).

7. Penyerahan Sediaan
Farmasi dan Alat
Kesehatan (Pengkajian
dan pelayanan resep).

8. Pelayanana Informasi
Sediaan Farmasi dan Alat
Kesehatan.

9. Seleksi Bahan Baku,


Sediaan Farmasi dan Alat
kesehatan (Pemilihan
Sediaan Farmasi).

10. Perencanaan Sediaan


Farmasi.
11. Pengadaan Bahan baku,
Sediaan Farmasi dan Alat
Kesehatan.

12. Penyimpanan dan


Pendistribusian Bahan
Baku, Sediaan Farmasi
dan Alat Kesehatan.

13. Pemusnahan dan


Penarikan Bahan Baku,
Sediaan Farmasi dan Alat
Kesehatan.

LAMPIRAN 6.3
INSTRUMENT CEK LIST OBSERVASI

Nama Assesi : Tempat :


Nama Assesor : Tanggal :

Sumber pembanding :
Kebijakan Farmasi Rumah Sakit, Pedoman/ Panduan Pelayanan Farmasi dan SPO
(Standar Prosedur Operasional).

Selama mendemostrasikan keterampilannya, apakah Assesi melakukan :

Keterampilan Cek list Unjuk


No Kewengan Klinis Nilai
yang Diinginkan Kegiatan Kegiatan
1. Upaya Penggunaan
Obat Rasional
(Pemantauan Terapi
Obat (PTO),
Penelusuran
Riwayat
Pengobatan,
Rekonsiliasi obat).
2. Konsultasi dan
Konseling Sediaan
Farmasi.

3. Farmakovigilans
(MESO).

4. Evaluasi
Penggunaan Obat.

5. Pelayanan Farmasi
Klinis Berbasis
Biofarmasi-
Farmakokinetik
(Pemantaun kadar
obat dalam darah).
6. Penyiapan Sediaan
Farmasi (Dispensing
sediaan steril).

7. Penyerahan
Sediaan Farmasi
dan Alat Kesehatan
(Pengkajian dan
pelayanan resep).

8. Pelayanana
Informasi Sediaan
Farmasi dan Alat
Kesehatan.

9. Seleksi Bahan
Baku, Sediaan
Farmasi dan Alat
kesehatan
(Pemilihan Sediaan
Farmasi).

10. Perencanaan
Sediaan Farmasi.
11. Pengadaan Bahan
baku, Sediaan
Farmasi dan Alat
Kesehatan.

12. Penyimpanan dan


Pendistribusian
Bahan Baku,
Sediaan Farmasi
dan Alat Kesehatan.

13. Pemusnahan dan


Penarikan Bahan
Baku, Sediaan
Farmasi dan Alat
Kesehatan.
LAMPIRAN 6.4
INSTRUMEN CEK LIST OBSERVASI SIKAP

Nama Assesi : Tempat :


Nama Assesor : Tanggal :

Sumber pembanding :
Kebijakan Farmasi Rumah Sakit, Pedoman/ Panduan Pelayanan Farmasi dan SPO
(Standar Prosedur Operasional).

No Kewengan Klinis Sikap Indikator Ketercapaian Nilai


1. Upaya Penggunaan
Obat Rasional
(Pemantauan Terapi
Obat (PTO),
Penelusuran Riwayat
Pengobatan,
Rekonsiliasi obat).
2. Konsultasi dan
Konseling Sediaan
Farmasi.

3. Farmakovigilans
(MESO).

4. Evaluasi Penggunaan
Obat.

5. Pelayanan Farmasi
Klinis Berbasis
Biofarmasi-
Farmakokinetik
(Pemantaun kadar
obat dalam darah).

6. Penyiapan Sediaan
Farmasi (Dispensing
sediaan steril).

7. Penyerahan Sediaan
Farmasi dan Alat
Kesehatan
(Pengkajian dan
pelayanan resep).

8. Pelayanana Informasi
Sediaan Farmasi dan
Alat Kesehatan.

9. Seleksi Bahan Baku,


Sediaan Farmasi dan
Alat kesehatan
(Pemilihan Sediaan
Farmasi).

10. Perencanaan Sediaan


Farmasi.
11. Pengadaan Bahan
baku, Sediaan Farmasi
dan Alat Kesehatan.

12. Penyimpanan dan


Pendistribusian Bahan
Baku, Sediaan
Farmasi dan Alat
Kesehatan.

13. Pemusnahan dan


Penarikan Bahan
Baku, Sediaan
Farmasi dan Alat
Kesehatan.

LAMPIRAN 7
REKAPAN DATA ASSESI

NAMA ASSESI :
NIP/ NIK :
TEMPAT PRAKTEK / UNIT KERJA :
Kelengkapan
No Format/Instrumen Keterangan
Ya Tidak

1. Data Profil Individu

Permohonan Kredensialing Pernyataan :


a. Identitas ... …
2 b. Status regristasi … …
c. Status kredensialing … …
d. Persyaratan kredensialing … …

Rincian Kewenangan Apoteker Rekomendasi :


3. A. Assesment Mandiri Nakes … …
B. Rekomendasi Assesor … …

Tempat, tanggal/bulan/tahun

Ketua Tim Kredensial


Pengurus Daerah Hisfarsi ……..

( )
LAMPIRAN 8
REKOMENDASI KEWENANGAN KLINIS
DARI MITRA BESTARI KE RUMAH SAKIT

RINCIAN KEWENANGAN KLINIS (CLINICAL PRIVILEGE)

Rincian kewenangan klinis diberikan kepada tenaga Apoteker dalam menjalankan


prosedur/ tindakan dalam rangka menjamin kualitas pelayanan dan keselamatan
pasien agar Apoteker bersikap, bertindak, dan berperilaku secara bertanggung
jawab dan mentaati semua disiplin dan etika profesi Apoteker serta moral yang
baik kepada pasien, sejawat dan masyarakat.

Rincian kewenangan klinis ini diberikan kepada :


Nama Apoteker :
Kualifikasi : Sebagai berikut

Assesi
No. Rincian Kewengan Klinis Kemampuan Klinis
4 3 2 1
1. Upaya Penggunaan Obat Rasional.
(Pemantauan Terapi Obat (PTO), Penelusuran
Riwayat Pengobatan, Rekonsiliasi obat).
2. Konsultasi dan Konseling Sediaan Farmasi.
3. Farmakovigilans (MESO).
4. Evaluasi Penggunaan Obat.
5. Pelayanan Farmasi Klinis Berbasis Biofarmasi-
Farmakokinetik (Pemantaun kadar obat dalam
darah).
6. Penyiapan Sediaan Farmasi (Dispensing sediaan
steril).
7. Penyerahan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
(Pengkajian dan pelayanan resep).
8. Pelayanana Informasi Sediaan Farmasi dan Alat
Kesehatan.

9. Seleksi Bahan Baku, Sediaan Farmasi dan Alat


kesehatan (Pemilihan Sediaan Farmasi).
10. Perencanaan Sediaan Farmasi
11. Pengadaan Bahan baku, Sediaan Farmasi dan Alat
Kesehatan.
12. Penyimpanan Dan Pendistribusian Bahan Baku,
Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan.
13. Pemusnahan dan Penarikan Bahan Baku, Sediaan
Farmasi dan Alat Kesehatan.

DAFTAR ASSESOR

No. Nama dan Gelar Spesialisasi Tanda Tangan


1.

2.

3.

4.

Demikianlah rincian kewenangan klinis ini direkomendasikan dengan berorientasi


pada pedoman kompetensi apoteker IKATAN APOTEKER INDONESIA dan
mempertimbangkan situasi serta kondisi Rumah Sakit ………………………………...
Kewenangan klinis Apoteker ini secara berkala akan dievaluasi dan disempurnakan
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang
kefarmasian.
Disetujui : Tanggal………………………….

Ditetapkan di : ………………………………….

Mengetahui,
Ketua Hisfarsi – PD IAI …………

ttd

( )
LAMPIRAN 9
SURAT PENUGASAN KLINIS DAN RINCIAN KEWENANGAN KLINIS
DARI RUMAH SAKIT UNTUK APOTEKER

LAMPIRAN 9.1

SURAT KEPUTUSAN PIMPINAN RUMAH SAKIT


Nomor : ………. / /SK/ /2017
TENTANG
SURAT PENUGASAN KLINIS DAN RINCIAN KEWENANGAN KLINIS
APOTEKER DI RUMAH SAKIT …………………………..

MENIMBANG :

ii. Sesuai rekomendasi dari mitra bestari / Hisfarsi – PD IAI Jatim


agar diterbitkan Surat Keputusan penugasan klinis dan rincian
kewenangan klinis Apoteker ……………….. sebagai professional
pemberi asuhan kefarmasian rumah sakit.
iii. Bahwa sehubungan dengan hal tersebut diatas perlu ditetapkan
melalui Surat Keputusan Pimpinan Rumah Sakit Rumah Sakit.

MENGINGAT :

b. Undang Undang Republik Indonesia Nimor 44 tahun 2009


tentang Rumah Sakit.
c. Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit tahun 2017.

MEMUTUSKAN
MENETAPKAN :

Pertama : Memberikan Penugasan Klinis kepada .............……….. sesuai


dengan Rincian Kewenangan Klinis tersebut.
Kedua : Memberikan Rincian Kewenangan Klinis
kepada ……..……………….…
sebagai professional pemberi asuhan
kefarmasian .................................…di
rumah sakit dengan Rincian Kewenangan Klinis terlampir dan menjadi
kesatuan dalam Surat Keputusan ini.
Ketiga : Keputusan ini berlaku selama 3 (tiga) tahun sejak tanggal
ditetapkannya, dan
apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam Surat Keputusan
ini, maka
akan diadakan perbaikan dan perubahan seperlunya.

Ditetapkan di : .....................
Pada tanggal : ......................

Rumah
Sakit ............................
Pimpinan Rumah Sakit

Ttd

( )
LAMPIRAN 9.2
RINCIAN KEWENANGAN KLINIS APOTEKER DI RUMAH SAKIT

Lampiran Pimpinan Rumah Sakit Rumah Sakit No ………………………….…


Rincian kewenangan klinis Apoteker …………………………………….……….

Disetujui
No. Rincian Kewengan Klinis Kemampuan
Klinis*)

1. Upaya Penggunaan Obat Rasional.


(Pemantauan Terapi Obat (PTO), Penelusuran Riwayat
Pengobatan, Rekonsiliasi obat).
2. Konsultasi dan Konseling Sediaan Farmasi.

3. Farmakovigilans (MESO).

4. Evaluasi Penggunaan Obat.

5. Pelayanan Farmasi Klinis Berbasis Biofarmasi-


Farmakokinetik (Pemantaun kadar obat dalam darah).

6. Penyiapan Sediaan Farmasi (Dispensing sediaan steril).

7. Penyerahan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan


(Pengkajian dan pelayanan resep).

8. Pelayanana Informasi Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan.

9. Seleksi Bahan Baku, Sediaan Farmasi dan Alat kesehatan


(Pemilihan Sediaan Farmasi).

10. Perencanaan Sediaan Farmasi


11. Pengadaan Bahan baku, Sediaan Farmasi dan Alat
Kesehatan.

12. Penyimpanan Dan Pendistribusian Bahan Baku, Sediaan


Farmasi dan Alat Kesehatan.

13. Pemusnahan dan Penarikan Bahan Baku, Sediaan Farmasi


dan Alat Kesehatan.

Keterangan *):
Tingkat kemampuan 1 : Mampu mengetahuai dan menjelaskan.
Tingkat kemampuan 2 : Mampu memahami cara/prosedur .
Tingkat kemampuan 3 : Mampu melakukan dibawah supervisi.
Tingkat kemampuan 4 : Mampu melakukan secara mandiri.
Usul: diganti dengan level sesuai referensi dari Prof Herkutanto
Keterangan:
1. Kompeten
2. Mampu melakukan di bawah supervisi
3. Tidak diberikan, di luar kompetensinya
4. Tidak diberikan, fasilitas tidak tersedia

Tempat, tanggal/bulan/tahun
Pimpinan Rumah Sakit

Ttd

( )

Anda mungkin juga menyukai