Anda di halaman 1dari 25

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KLIEN DENGAN DIABETES MELITUS

A. KONSEP DASAR
I. Definisi
Diabetes Melitus ( DM ) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan
herediter, dengan tanda – tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai
dengan atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat
dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak
pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan
metabolisme lemak dan protein. ( Askandar, 2000).
Gangren adalah proses atau keadaan yang ditandai dengan adanya
jaringan mati atau nekrosis, namun secara mikrobiologis adalah proses
nekrosis yang disebabkan oleh infeksi. (Askandar, 2001). Gangren Kaki
Diabetik adalah luka pada kaki yang merah kehitam-hitaman dan berbau
busuk akibat sumbatan yang terjadi di pembuluh darah sedang atau besar di
tungkai. (Askandar, 2001).

II. Klasifikasi
Klasifikasi dari National Diabetes Data Group dalam Silvia A. Price
(1995):
1. DM Tipe I / DMT I (Diabetes Mellitus Tergantung Insulin)
a. Awitan terjadi pada semua usia, tetapi biasanya usia muda (<30
tahun)
b. Biasanya bertubuh kurus saat didiagnosis dan penurunan berat
badan baru saja terjadi.
c. Penyebabnya mencakup faktor genetik maupun lingkungan.
2. DM Tipe II /DMT II (Diabetes Mellitus Tidak Tergantung Insulin)
a. Awitan terjadi di segala usia, biasanya diatas 30 tahun.
b. Biasanya bertubuh gemuk saat didiagnosis.
c. Penyebabnya mencakup faktor kegemukan, keturunan, dan
lingkungan.
3. DM yang berkaitan dengan keadaan / sindroma lain
a. Disertai dengan keadaan yang dapat menyebabkan penyakit
pankreatitis seperti obat-obatan (glukokortikoid dan preparat yang
mengandung estrogen).

37
b. Bergantung pada kemampuan pankreas untuk menghasilkan
insulin karena mungkin memerlukan terapi dengan obat oral /
insulin.
4. Diabetes Gestasional
a. Faktor resiko mencakup kegemukan, usia >30 tahun, riwayat
diabetes pada keluarga, pernah melahirkan bayi yang besar (>
4kg)

III. Etiologi
1. Diabetes Mellitus Tipe 1 (Type 1 diabetes 10% in the US)
a. Faktor Genetik
Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki
tipe (Human Leukocyte Antigens) HLA. Herediter: identical twins
25% - 50%, sibling 6%, offspring 5% of inheriting the disease.
b. Faktor Imunologi
Adanya respons autoimun yang merupakan respons abnormal dimana
antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi
terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai
jaringan asing. Yaitu autoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans
dan insulin endogen.
c. Faktor Lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang
menimbulkan destruksi sel beta. Islet Cell Antibodies ( ICAs
)muncul, meningkat dari bulan ke tahun lalu merusak sel beta.
Mengakibatkan perusakan pada 80%-90% sel beta. Contoh: coxsacie
virus (yang merupakan etiologi juga pada pancreatitis herediter)
2. Diabetes Mellitus 2 (Type 2 diabetes 90% - 95% in the US)
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui.
Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi
insulin.
Faktor-faktor resiko :
a. Usia
Resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th,
hal ini karena sensitivity terhadap hormone insulin menurun karena
proses penuaan dan kemunduran organ.

38
b. Obesity ( 85% of all people with type 2 DM ).
Pada pasien obesitas terjadi kenaikan kadar asam lemak bebas
didalam plasma sehingga meningkatkan sekresi VLDL oleh hati
yang melibatkan keluaran triasil gliserol dan kolesterol tambahan di
dalam sirkulasi darah. Sehingga menghambat terjadinya glikolisis
dan meningkatkan kejadian glukoneogenesis, sehingga sensitivity
terhadap insulin menurun.
c. Riwayat keluarga.
Involving both heredity (in first or second generation) and
environmental factors. Identical twins ( 58% - 78% than in general
people )
d. Habitual physical inactivity.
Gaya hidup yang kurang baik dapat meningkatkan kolesterol
serum. Sirkulasi Islet Cell Antibodies (ICA) terjadi pada diabetes
tipe 2. Merusak hati dan otot sehingga menurunkan sekresi insulin
dan merusak sekresi insulin.
3. Diabetes Mellitus karena penyakit lain
a. Penyakit di pankreas akut dan kronis contoh: pancreatitis
b. Obat dan bahan kimia
a) Hubungan definitive: Sulfonamide, estrogen (kontasepsi oral),
pentamidine, azotiopirin 6-merkaptopurin, diuretic, tiazida,
furosemide, tetrasiklin, asam voalpoat, dideoksinosin (ddi)
b) Hubungan Mungkin (jika pemakaian jangka panjang):
Asetaminofen, klortalidon, asam etakrinat, prokainamid,
eritromisin, L-asparaginase, metronidazole, obat anti inflamasi
non steroid, penghambat angiotensin converting enzyme
(ACVE) ( 1% – 2% of all diagnosed cases of diabetes)
c. Penyakit autoimun yang merusak sel beta
4. Diabetes Mellitus Gestasional
a. Wanita dengan riwayat diabetes
b. obesity ( 2% - 5% of all pregnant women )
c. Riwayat melahirkan anak lebih dari 4 kg
d. Umur penderita makin tua
e. Riwayat kehamilan : Sering meninggal dalam rahim, Sering
mengalami lahir mati, Sering mengalami keguguran
f. Awitan setelah kehamilan, biasanya terjadi pada trimester ke-2 atau
ke-3.

39
IV. Tanda dan Gejala
Keluhan umum pasien DM adalah poliuria, polidipsia, dan polifagia.
Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat
komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Keluhan
lain yang dapat muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena
katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati
perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan
lazim.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM yang sering ditemukan
adalah :
a. Sering haus
b. Rasa lapar terus menerus
c. Sering buang air kecil terutama pada malam hari
d. Berat badan berkurang drastic
e. Kesemutan
f. Cepat merasa lelah dan mengantuk
g. Infeksi yang sering kambuh
h. Penglihatan kabur
i. Gatal-gatal terutama bagian luar kelamin
Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal
yang tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur,
atau bahkan inkontinensia urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia
kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap
dehidrasi. Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium
lanjut
Tanda gejala yang timbul berdasarkan tipe Diabetes :
1. Diabetes Mellitus Tipe 1 (Type 1 diabetes 10% in the US)
Gejala diabetes mellitus tipe 1 antara lain sering haus, poliuria,
penurunan nafsu makan dan berat badan, fatigue, mual, muntah.
Keadaan ketoasidosis lebih rentan terjadi pada pasien dengan diabetes
mellitus tipe 1. Penumpukan keton dalam darah dapat berakibat
munculnya nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi dan berlanjut menjadi
ketoasidosis berat yang mengakibatkan penurunan kesadaran yang
berakhir pada koma dan bahkan kematian (Milcohovich et al, 1999).
Gejala klasik diabetes mellitus adalah lelah, sering kencing, haus dan
lapar, dan penurunan berat badan. Semua manisfestasi itu merupakan
konsekuensi dari tanda utama diabetes yaitu hiperglikemia.

40
Hiperglikemia dalam kadar tertentu mengakibatkan glukosuria karena
kapasitas absorpsi renal terlewati, sehingga mengakibatkan poliuria atau
peningkatan frekuensi urinasi. Poliuria dan glukosuria mengakibatkan
peningkatan rasa haus dan lapar dan terjadi peningkatan produksi
glukosa dari bahan non-karbohidrat, sehingga terjadi mobilisasi dan
katabolisme lemak dan protein, ditunjukkan penurunan berat badan
drastis dan kelelahan fisik. Mobilisasi lemak dan proses oksidasi parsial
hepatik menghasilkan keton body, karena melebihi kapasitas oksidasi
lemak dengan sempurna, mengakibatkan ketonemia dan ketonuria. Hal
ini menyebabkan eksresi masif kation, mengingat keton body adalah
anion. Keadaan ketonemia tanpa penanganan berlanjut menjadi
ketoasidosis dan bisa berakibat koma dan bahkan kematian.
2. Diabetes Mellitus 2 (Type 2 diabetes 90% - 95% in the US)
Sedangkan gejala diabetes mellitus tipe 2 antara lain sering haus,
poliuria, peningkatan nafsu makan, fatigue, penglihatan kabur,
penyembuhan luka lambat, impotensi pada pria.
Gejala diabetes mellitus tipe 2 berkembang lebih lambat dan
terdiagnosa lambat sehingga keadaan hiperglikemia tidak teratasi dalam
waktu yang lama dan mengakibatkan terjadinya deposisi bahan yang
mengandung glikogen, mukopolisakarida, atau glikoprotein di antara
sel, jaringan atau membran basalis kapiler. Proses ini berkaitan dengan
terjadinya angiopati dan neuropati. Pada keadaan yang paling buruk
terjadi penyakit jantung, infeksi gusi dan saluran kemih, penglihatan
kabur, mati rasa pada tungkai bawah, dan penyembuhan luka yang
lambat (Milcohovich et al, 1999).
3. Diabetes Mellitus karena penyakit lain
Karena disebabkan oleh penyakit lain biasanya timbul gula darah yang
tinggi jika diperiksa, mual muntah, komplikasi diabete mellitus seperti
neuropati. Kalau polifagi, polidipsi,poliuri jarang muncul.
4. Diabetes Mellitus Gestasional
Gejala diabetes mellitus gestasional antara lain sering haus, poliuria,
peningkatan nafsu makan dan berat badan, fatigue, mual, muntah.
Pengaruh diabetes mellitus dalam kehamilan.
a. Pengaruh kehamilan, persalinan dan nifas terhadap DM.
 Keadaan pre diabetes lebih jelas menimbulkan gejala pada
kehamilan, persalinan dan kala nifas.
 Penyakit Diabetes (gula) makin berat.
 Saat partus terjadi koma diabetikum perlu tenaga besar.

41
b. Pengaruh penyakit gula terrhadap kehamilan di antaranya adalah
dapat terjadi gangguan pertumbuhan janin dalam Rahim,
keguguran, persalinan premature, kematian dalam rahim, lahir
mati/bayi besar, hidramnion, pre eklamsia – eklamsia.
c. Pengaruh penyakit terhadap persalinan.
 Gangguan kontraksi otot rahim partus lama/partus kasep
 Janin besar sehingga harus dilakukan tindakan operasi.
 Gangguan pembuluh darah plasenta sehingga terjadi asfiksia
sampai dengan lahir mati.
 Perdarahan post partum karena gangguan kontraksi otot rahim.
 Post partum mudah terjadi infeksi.
 Bayi mengalami hypoglicemi post partum sehingga dapat
menimbulkan kematian.
d. Pengaruh penyakit gula terhadap kala nifas.
 Mudah terjadi in feksi post partum.
 Kesembuhan luka terlambat dan cendrung infeksi mudah
menyebar.
e. Pengaruh penyakit terhadap janin (bayi) diantaranya
 Abortus, premature, IUFD/> 36 minggu, lahir mati.
 Bayi dengan: dismatur, cacat bawaan, potensial penyakit saraf dan
jiwa, potensial mengidap penyakit gula.

42
V. Patofisiologi
PATOFISIOLOGI: DIFISEINSI INSULIN
- Sel dan pulau langerhans kurang peka - Faktor Herediter: - Faktor Herediter: - Kelebihan dos is insulin Mk:
terhadap rangsangan -->sentak insulin - Degenerasi/tertekannya sel/ Berkembangnya kekebalan pada - kurang jumlah kalori Kebutuhan belajar
sesudah makan tidak begitu kuat perbedaan kepekaan seseorang Diabetes Mellitus sel ß-> distruksi, autonom pada sel ß yang dikons umsi penatalaksanaan
- Menekan jumlah resptor insulin pada terhadap pertambahan umur IDDM - Degenerasi ringan pada sel ß - Meningkatnya aktivitas penyakit
target NON IDDM - Penyakit virus jasm ani lebih cepat

-Berkeringat
Kelainan Metabolism e Hipoglikem ia -Gemetar, sakit
kepala, Palpitasi

Kelainan Metabolism e Karbohidrat Kelainan Metabolism e Lemak Kelainan Metabolism e Protein

Output glukosa darah Lipogenes is m enurun, Lipolisis m eningkat Fasilitas Penurunan Proses
Input glukos a darah
menurun (glikogenolis is transmembran -Transkrips i
meningkat (glikogenolis is
menurun, glikolis is dalam as am amino -Translasi
dalam hepar meningkat,
otot m enurun, lipogenesis Mobilisasi asam lem ak meningkat berkurang -Replikasi
glukoneogenesis meningkat
di adiposa menurun -Proliterasi sel

Berat badan As etil Ko A meningkat Asam amino


Hiperglikem ia menurun sulit masuk Pertumbuhan jaringan
sel terhambat
Mk: Penurunan Ketogenesis meningkat Sintesis kolesterol m eningkat
Glikosilasi Glikosuria dtt, kelelahan
Sis ntes is
koles terol meningkat protein - Luka tidak terkontrol
Benda keton m eningkat
menurun - Sukar sem buh
Lensa mata Retina PK Berat badan Osmolalitas
Arterosklerosis menurun urine m eningkat Nafs u makan meningkat Hiperkolesterolemia dan
ketonimia PK: Ketoasidosis
PK Infeks i
katarak lentis Retina angiopati Volume urine Masalah Kesehatan:
Angiopati Mk: Penurunan meningkat Gangguan pola makan Arterosklerosis
dtt, kelelahan
Masalah kesehatan:
Diuresis Resiko tinggi perluasan
Pem buluh darah bes ar/ Pem buluh Ganggren infeksi dan Kelelahan
makrovas kuler/m akroangiopati darah kecil dengan arkus
kecil Osmotik diuresis Poliori Dehidrasi
(air dan glukosa
terbuangan
PK: Gagal Trombos is dengan Perubahan Am putasi m inor Rasa haus MK:
Neuropati jantung oklus i p.d kulit, atropi meningkat -Gangguan pola
elim inas i PK: Koma
-Gangguan Diabetikum
MK: Gangguan luas Ulserasi MK: Kerusakan volume cairan
-Potensial cedera jaringan perifer MK: Gangguan
-Potensial kerusakan pemenuhan
jaringan kulit kebutuhan O2

43
VI. Pemeriksaan Penunjang
a. Glukosa darah sewaktu
b. Kadar glukosa darah puasa
c. Tes toleransi glukosa
Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM
(mg/dl)
Bukan DM Belum pasti DM DM
Kadar glukosa darah sewaktu
- Plasma vena < 100 100-200 >200
- Darah kapiler <80 80-200 >200
Kadar glukosa darah puasa
- Plasma vena <110 110-120 >126
- Darah kapiler <90 90-110 >110

Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali


pemeriksaan :
1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl

VII. Komplikasi
a. Hipoglikemia.
Akut/mendadak :Hipoglikemia/kadar gula darah kurang dari
normal terjadi jika penggunaan insulin yang melebihi kebutuhan.
Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah <60
mg/dL. Bila terdapat penurunan kesadaran pada penyandang diabetes
harus selalu dipikirkan kemungkinan terjadinya hipoglikemia. paling
sering disebabkan oleh penggunaan sulfonilurea dan insulin. Hipoglikemia
akibat sulfonilurea dapat berlangsung lama, sehingga harus diawasi
sampai seluruh obat diekskresi dan waktu kerja obat telah habis.

44
Terkadang diperlukan waktu yang cukup lama untuk
pengawasannya (24-72 jam atau lebih, terutama pada pasien dengan gagal
ginjal kronik). Hipoglikemia pada usia lanjut merupakan suatu hal yang
harus dihindari, mengingat dampaknya yang fatal atau terjadinya
kemunduran mental bermakna pada pasien. Perbaikan kesadaran pada DM
usia lanjut sering lebih lamban dan memerlukan pengawasan yang lebih
lama.
Gejala hipoglikemia terdiri dari gejala adrenergik (berdebar,
banyak keringat, gemetar, rasa lapar) dan gejala neuro-glikopenik
(pusing,gelisah, kesadaran menurun sampai koma). Hipoglikemia harus
segera mendapatkan pengelolaan yang memadai. Diberikan makanan yang
mengandung karbohidrat atau minuman yang mengandung gula berkalori
atau glukosa 15-20g melalui intra vena. Perlu dilakukan pemeriksaan
ulang glukosa darah 15 menit setelah pemberian glukosa. Glukagon
diberikan pada pasien dengan hipoglikemia berat. Untuk penyandang
diabetes yang tidak sadar, sementara dapat diberikan glukosa 40%
intravena terlebih dahulu sebagai tindakan darurat,sebelum dapat
dipastikan penyebab menurunnya kesadaran.
b. Tekanan darah tinggi
Lesi-lesi pada tubulus ginjal menurunkan kemampuan ginjal dalam
mengekresi natriun dan air. Karenalesi menurunkan menurunkan GFR dan
meningkatkan reasorbsi tubulus mengakibatkan hipertensi.
c. Infeksi
Peningkatan glukosa dalam plasma darah mengakibatkan plasma
amino acid meningkat yang mengakibatkan fasilitas transmembran asam
amino brkurang, asm amino sulit masuk sel mengakibatkan sintesis
protein menurun yang menakibatkan penurunan proses (transkripi,
translasi, replikasi dan ploriferasi) mengakibatkan pertumbuhan jaringan
terhambat mengakibatkan luka tidak terkontrol dan sukar sembuh
mengakibatkan infeksi.

45
d. Nefropati diabetic
Kalau glukosa darah naik hingga mencapai kadar yang relative
tinggi, ginjal juga melakukan suatu pengaturan. Glukosa disaring oleh
glomerulus secara terus menerus, tetapi kemudian akan dikembalikan
seluruhnya ke dalam darah melalui system reabsorpsi tubulus ginjal.
Reasorbsi glukosa melawan gradient konsentrasinya terkait pengadaan
ATP di sel-sel tubulus. Kapasitas tubulus untuk mereasorbsi glukosa
terbatas pada laju sekitar 350 mg/menit. Ketika kadar glukosa darah naik,
filtrate glomerulus dapat mengandung glukosa lebih banyak daripada
jumlah yang bisa direasorbsi. Kelebihan ini akan dikeluarkan melalui urin
sehingga menimbukan glikosuria. Pada orang-orang normal glikosuria
terjadi kwtika konsentrasi glukosa di dalam darah vena melampai 9,5-10
mmol/L. Keadaan ini dinamakan ambang ginjal (threshold) untuk glukosa.
Jika glomerulus bekerja seperti ini dalam jangka waktu yang lama
mengakibatkan kerusakan nefron karena kerjanya yang terlalu tinggi
menyaring glukosa, dalam jangka waktu lama glomerulus sebagai alat
filtrasi terus mengalami penurunan.
Hal ini terjadi karena pengontrolan glukosa dan tekanan darah
yang kurang baik. Pembatasan asupan protein dalam diet (0,8 g/kg BB)
juga akan mengurangi risiko terjadinya nefropati
e. Katarak Lentis. Retinopati dan neuropati perifer
Baik fruktosa maupun sorbitol ditemukan dalam lensa mata, kedua
senyawa ini meingkat pada penderita diabetes. Lintasan sorbitol (poliol)
yang tidak ditemukan di hati bertanggungjawab atas pembentukan
fruktosa dari glukosa dan aktivitasnya akan meningkat bersamaan dengan
kenaikan kadar glukosa dijaringan tubuh yang tidak peka terhadap insulin
yaitu lensa mata, saraf perifer dan glomerulus ginjal. Glukosa mengalami
reduksi oleh NADPH menjadi sorbitol yang dikatalisis oleh enzim
aldolase reduktase yang kemudian di ikuti oleh oksidasi sobitol menjadi
fruktosaa dengan adanya NAD+ serta enzim sorbitol dehidrogenase.
Sorbitol tidak mudah berdifusi lewat membrane sel sehingga

46
mengakibatkan kerusakan osmotic. Secara bersamaan kadar mioinositol
menurun.
f. Gatal seluruh badan
Aktivitas glukoneogenesis pada pengubahan protein menjadi
karbohidrat (glukosa), pada proses ini terjadi peningkatan BUN dalam
darah yang yang menyebabkan nitrogen dan ammonia tinggi dalam darah.
Hal ini menyebabkan penumpukan urea (uremia) yang merupakan sampah
dalam tubuh, jika tidak dikeluarkan mengakibatkan gatal gatal di seluruh
badan. Biasanya pada penderita diabetes wanita terjadi pruritus Vulvae.
g. Neuropati perifer
Yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer,berupa
hilangnya sensasi distal. Berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan
amputasi. Gejala yang sering dirasakan kaki terasa terbakar dan bergetar
sendiri, dan lebih terasa sakit di malam hari.
Setelah diagnosis DM ditegakkan, pada setiap pasien perlu
dilakukan skrining untuk mendeteksi adanya polineuropati distal dengan
pemeriksaan neurologi sederhana, dengan monofilamen 10 gram.
Dilakukan sedikitnya setiap tahun. Apabila diketemukan adanya
polineuropati distal, perawatan kaki yang memadai akan menurunkan
risiko amputasi. Untuk mengurangi rasa sakit dapat diberikan duloxetine,
antidepresan trisiklik atau gabapentin. Semua penyandang diabetes yang
disertai neuropati perifer harus diberikan edukasi perawatan kaki untuk
mengurangi risiko ulkus kaki.
h. Penyakit koroner
Kolesterol adalah satu-satunya lipid yang terlibat dalam hubungan
tersebut. Meskipun demikian, parameter lainnya seperti konsentrasi
triasigliserol serum, memperlihatkan korelasi yang lebih kecil.
Aterosklerosis ditandai dengan deposisi kolesterol dan ester kolesteril dari
lipoprotein yang mengandung apo B-100 pada jaringan ikat dinding
pembuluh arteri. Penyakit dengan peningkatan VLDL, IDL, sisa
kilomikron atau LDL (pada diabetes mellitus terjadi peningkatan LDL) di

47
dalam darah secara berkepanjangan menimbulkan pembentukan
aterosklerosis. Jika ateroklerosis ini terjadi pada pembuluh darah koroner
menimbulkan jntung koroner, jika pembuluh darah otak menimbulkan
bendungan pppembuuuluh darah otak (stroke). Hal ini juga bisa timbul di
pembuluh darah tepi.
i. Ketoasidosis diabetik
Hal ini karena aktivitas glukoneogeneis dengan peningkatan
glucagon yang mengakibatkan peningkatan asam lemak bebas dalam
darah lalu diproses dalam ketogenesis yang menghasilkan keton dalam
darah, jika terjadi penumpukan menyebabkan keracunan karena asidosis
metabolic sehingga dapat menyebabkan koma diabetikum.

VIII. Penatalaksanaan
Dalam jangka pendek penatalaksanaan DM bertujuan untuk
menghilangkan keluhan atau gejala sedangkan tujuan jangka panjangnya
adalah untuk mencegah komplikasi. Tujuan tersebut dilaksanakan dengan
cara menormalkan kadar glukosa. Penatalaksanaan pada diabetes melitus
yaitu :
1. Perencanaan makan
Menurut Tjokro Prawiro (1999) Pada konsensus perkumpulan
endokrinologi indonesia (PERKENI) telah ditetapkan bahwa standar
yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi seimbang berupa :
 Karbohidrat : 60-70 %
 Protein : 10-15 %
 Lemak : 20-25 %
Pada diet DM harus memperhatikan jumlah kalori, jadwal makan,
dan jenis makan yang harus dihindari adalah gula. Menurut Tjokro
Prawiro (1999), penentuan gizi penderita dilakukan dengan menghitung
prosentase Relatif Body Weigth dan dibedakan menjadi:
a. Kurus : berat badan relatif : <90%
b. Normal : berat badan relatif : 90-110%

48
c. Gemuk : berat badan relatif : >110 %
d. Obesitas : berat badan relatif : >120 %
 Obesitas ringan 120 – 130 %
 Obesitas sedang 130 – 140 %
 Obesitas berat 140 – 200 %
 Obesitas morbid > 200 %
Apabila sudah diketahui relatif body weigthnya maka jumlah
kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita DM adalah sebagai
berikut :
a. Kurus : BB x 40-60 kalori / hari
b. Normal ; BB x 30 kalori / hari
c. Gemuk : BB x 20 kalori / hari
d. Obesitas : BB x 10-15 kalori / hari
2. Latihan jasmani
Dianjurkan latihan jasmani secar teratur 3 -4 x tiap minggu selama
½ jam. Latihan dapat dijadikan pilihan adalah jalan kaki, joging, lari,
renang, bersepeda dan mendayung. Tujuan latihan fisik bagi penderita
DM :
a. Insulin dapat lebih efektif
b. Menambah reseptor insulin
c. Menekankenaikan berat badan
d. Menurunkan kolesterol trigliseriid dalam darah
e. Meningkatkan aliran darah
3. Terapi Obat (jika diperlukan)
a. Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
 Golongan sulfonilurea seringkali dapat menurunkan kadar gula
darah secara adekuat pada penderita diabetes tipe II, tetapi tidak
efektif pada diabetes tipe I. Contohnya adalah glipizid, gliburid,
tolbutamid dan klorpropamid. Obat ini menurunkan kadar gula
darah dengan cara merangsang pelepasan insulin oleh pankreas
dan meningkatkan efektivitasnya.

49
 Obat lainnya, yaitu metformin, tidak mempengaruhi pelepasan
insulin tetapi meningkatkan respon tubuh terhadap insulinnya
sendiri. Akarbos bekerja dengan cara menunda penyerapan
glukosa di dalam usus.
 Obat hipoglikemik per-oral biasanya diberikan pada penderita
diabetes tipe II jika diet dan oleh raga gagal menurunkan kadar
gula darah dengan cukup.Obat ini kadang bisa diberikan hanya
satu kali (pagi hari), meskipun beberapa penderita memerlukan
2-3 kali pemberian.
 Jika obat hipoglikemik per-oral tidak dapat mengontrol kadar
gula darah dengan baik, mungkin perlu diberikan suntikan
insulin.
b. Terapi Sulih Insulin
Pada diabetes tipe 1, pankreas tidak dapat menghasilkan insulin
sehingga harus diberikan insulin pengganti. Pemberian insulin hanya
dapat dilakukan melalui suntikan, insulin dihancurkan di dalam
lambung sehingga tidak dapat diberikan per-oral (ditelan).
Bentuk insulin yang baru (semprot hidung) sedang dalam
penelitian. Pada saat ini, bentuk insulin yang baru ini belum dapat
bekerja dengan baik karena laju penyerapannya yang berbeda
menimbulkan masalah dalam penentuan dosisnya.
Insulin disuntikkan dibawah kulit ke dalam lapisan lemak,
biasanya di lengan, paha atau dinding perut. Digunakan jarum yang
sangat kecil agar tidak terasa terlalu nyeri.
Insulin terdapat dalam 3 bentuk dasar, masing-masing memiliki
kecepatan dan lama kerja yang berbeda:
1) Insulin kerja cepat.
Contohnya adalah insulin reguler, yang bekerja paling
cepat dan paling sebentar. Insulin ini seringkali mulai
menurunkan kadar gula dalam waktu 20 menit, mencapai
puncaknya dalam waktu 2-4 jam dan bekerja selama 6-8 jam.

50
Insulin kerja cepat seringkali digunakan oleh penderita yang
menjalani beberapa kali suntikan setiap harinya dan disutikkan
15-20 menit sebelum makan.
2) Insulin kerja sedang.
Contohnya adalah insulin suspensi seng atau suspensi
insulin isofan. Mulai bekerja dalam waktu 1-3 jam, mencapai
puncak maksimun dalam waktu 6-10 jam dan bekerja selama
18-26 jam. Insulin ini bisa disuntikkan pada pagi hari untuk
memenuhi kebutuhan selama sehari dan dapat disuntikkan pada
malam hari untuk memenuhi kebutuhan sepanjang malam.
3) Insulin kerja lambat.
Contohnya adalah insulin suspensi seng yang telah
dikembangkan. Efeknya baru timbul setelah 6 jam dan bekerja
selama 28-36 jam.
Sediaan insulin stabil dalam suhu ruangan selama berbulan-
bulan sehingga bisa dibawa kemana-mana.
Pemilihan insulin yang akan digunakan tergantung kepada:
 Keinginan penderita untuk mengontrol diabetesnya
 Keinginan penderita untuk memantau kadar gula darah
dan menyesuaikan dosisnya
 Aktivitas harian penderita
 Kecekatan penderita dalam mempelajari dan
memahami penyakitnya
 Kestabilan kadar gula darah sepanjang hari dan dari
hari ke hari
Sediaan yang paling mudah digunakan adalah suntikan sehari
sekali dari insulin kerja sedang. Tetapi sediaan ini memberikan
kontrol gula darah yang paling minimal.
Kontrol yang lebih ketat bisa diperoleh dengan menggabungkan 2
jenis insulin, yaitu insulin kerja cepat dan insulin kerja sedang.
Suntikan kedua diberikan pada saat makan malam atau ketika

51
hendak tidur malam. Kontrol yang paling ketat diperoleh dengan
menyuntikkan insulin kerja cepat dan insulin kerja sedang pada pagi
dan malam hari disertai suntikan insulin kerja cepat tambahan pada
siang hari.
Beberapa penderita usia lanjut memerlukan sejumlah insulin yang
sama setiap harinya; penderita lainnya perlu menyesuaikan dosis
insulinnya tergantung kepada makanan, olah raga dan pola kadar
gula darahnya. Kebutuhan akan insulin bervariasi sesuai dengan
perubahan dalam makanan dan olah raga.
Beberapa penderita mengalami resistensi terhadap insulin. Insulin
tidak sepenuhnya sama dengan insulin yang dihasilkan oleh tubuh,
karena itu tubuh bisa membentuk antibodi terhadap insulin
pengganti. Antibodi ini mempengaruhi aktivitas insulin sehingga
penderita dengan resistansi terhadap insulin harus meningkatkan
dosisnya.
4. Penyuluhan kesehatan
Penyuluhan kesehatan meliputi pengertian, penyebab, tanda gejala,
jenis atau macamnya, komplikasi, penatalaksanaan pada penderita DM
dan pemantauan kadar gula darah
Pemantauan kadar gula darah penting karena membantu
menentukan penanganan medis yang tepat sehingga mengurangi resiko
komplikasi yang berat, dan dapat meningkatkan kualitas hidup penderita
diabetes.
Pemeriksaan kadar gula darah dapat dilakukan dengan berbagai
cara baik di laboratorium, klinik bahkan dapat dilakukan pemantauan
kadar gula mandiri yang dapat dilakukan pasien dirumah dengan
menggunakan alat yang bernama Glukometer

52
B. ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORITIS
I. Pengkajian Keperawatan
a. Pengumpulan data
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam
menentukan status kesehatan dan pola pertahanan penderita ,
mengidentifikasikan, kekuatan dan kebutuhan penderita yang dapt
diperoleh melalui anamnese, pemeriksaan fisik, pemerikasaan laboratorium
serta pemeriksaan penunjang lainnya.
1. Anamnese
a. Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register,
tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang
menurun, adanya luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau,
adanya nyeri pada luka.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka
serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang
ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas.
Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis,
tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa
digunakan oleh penderita.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota
keluarga yang juga menderita DM atau penyakit keturunan yang
dapat menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi,
jantung.

53
f. Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang
dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan
keluarga terhadap penyakit penderita.
2. Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan,
berat badan dan tanda – tanda vital.
b. Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada
leher, telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan
pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental,
gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah
penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
c. Sistem integument
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas
luka, kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan
gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan
kuku.
d. Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM
mudah terjadi infeksi.
e. Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
f. Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi,
dehidrase, perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen,
obesitas.

54
g. Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit
saat berkemih.
h. Sistem musculoskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan,
cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
i. Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi,
mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi.
3. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
a. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa
>120 mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.
b. Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan
dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat
melalui perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ),
merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).
c. Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang
sesuai dengan jenis kuman.

II. Diagnosa keperawatan


1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotic (dari
hiperglikemia), kehilangan gastric berlebihan (diare, muntah), masukan
dibatasi (mual, kacau mental).
2. Resiko tinggi terhadap infeksi (sepsis) berhubungan dengan kadar glukosa
tinggi, Penurunan fungsi leukosit, perubahan pada sirkulasi, infeksi
pernafasan yang ada sebelumnya, atau ISK.

55
3. Resiko Resiko kadar glukosa darah tidak stabil Berhubungan dengan
Monitoring kadar glukosa inadekuat

56
III. Rencana dan Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan NOC NIC
1 Defisit volume cairan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Monitoring:
berhubungan dengan: ...x24 jam, kelebihan volume cairan dapat 1. Observasi status mental
- Kehilangan cairan tubuh berkurang atau teratasi. 2. Monitor imput serta output urine dan catat
dalam jumlah banyak Kriteria hasil: adanya perubahan jumlah, warna dan konsentrasi
- Kegagalan fungsi No Kriteria Score urine
regulasi 1 Temperature : 5 3. Monitor turgor kulit, membrane mukosa dan
(36,5 – 37,5 °c) perasaan haus klien.
2 Perubahan status mental (-) 5 4. Monitor adanya tanda dehidrasi
3 Nadi dalam batas normal : 5 5. Ukur tanda-tanda vital dan CVP
60-100 mmHg 6. Ukur CRT, kondisi dan suhu kulit
4 RR: 12-20 x/mnt 5 7. Timbang berat badan sesuai indikasi
5 Tekanan darah : 5 8. Kaji status mental
(100-140/60-90mmhg) Mandiri:

6 Turgor kulit 5 1. Memasang dan mempertahankan akses vena

7 Produksi urine 0,5-1 5 perifer (infus)

ml/Kg BB/jam 2. Berikan perawatan kulit pada bagian penonjolan

8 Konsistensi urine normal 5 tulang.

(kuning jernih, tidak ada Pendidikan kesehatan:

endapan) 1. Anjurkan klien untuk meningkatkan intake cairan.

9 CRT < 2s 5 2. Anjurkan klien untuk meningkatkan intake nutrisi

57
No Diagnosa Keperawatan NOC NIC
10 Mukosa membrane dan 5 3. untuk meningkatkan kadar albumin darah
kulit kering (-) Kolaborasi:
11 Hematokrit 35%-50% 5 1. Berikan terapi cairan sesuai instruksi dokter
12 Penurunan berat badan 5 2. Berikan transfuse darah sesuai hasil kolaborasi
secara signifikan (-) dengan medis
13 Rasa haus berlebihan (-) 5 3. Berikan terapi farmakologi untuk meningkatkan
14 Kelemahan (-) 5 jumlah urine output
Kolaborasi pemeriksaan kadar elektrolit, BUN,
creatinin dan kadar albumin.
2 Resiko Infeksi Setelah dilakukan tindakan keperawatan Kontrol infeksi
berhubungan dengan selama ...x24 jam risiko terkontrol dan klien 1. Bersihkan ruangan sebelum digunakan tindakan
faktor resiko prosedur bebas dari tanda dan gejala infeksi : pada pasien
invasive kriteria hasil : 2. Ganti peralatan untuk tindakan pada pasien
No Kriteria Score 3. Batasi jumlah pengunjung
1 Tidak terdapat rubor 5 4. Ajarkan pada pasien untuk melakuakn cuci
2 Tidak terdapat kalor 5 tangan dengan benar
3 Tidak terdapat dolor 5 5. Instruksikan pada pengunjung untuk melakukan
4 Tidak terdapat tumor 5 cuci tangan sebelum ke pasien
5 Tidak terdapat fungsiolesa 5 6. Gunakan sabun antimikroba untuk cuci tangan

Keterangan : 7. Bersihkan tangan sebelum dan setelah

1. Ekstrim melakukan tindakan pada pasien

58
No Diagnosa Keperawatan NOC NIC
1. Berat 8. Gunakan universal precaution
2. Sedang 9. Gunakan sarung tangan sesuai standar universal
3. Ringan precaution
4. Tidak 10. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai
dengan kondisi pasien. Ajarkan pada pasien dan
keluarga untuk mengenali tanda dan gejala infeksi
serta melaporkan pada tenaga kesehatan ketika
terdapat tanda dan gejala infeksi.
3 Resiko kadar glukosa darah Setelah dilakukan tindakan keperawatan ....x24 Monitoring:
tidak stabil jam, kadar glukosa darah stabil. 1. Monitor kadar gula darah
Berhubungan dengan: 2. Monitor tanda dan gejala hiperglikemia: poliuria,
- Kurangnya pengetahuan No Kriteria Score polidipsi, poliphagi
tentang penatalaksanaan 1 Kadar glukosa darah 5 3. Monitor adanya keton pada urin
diabetes sesaat: <200 mg/dl 4. Monitor tanda dan gejala hipoglikemia: tremor,
- Monitoring kadar glukosa 2 Kadar glukosa darah 5 keringat dingin, iritabilitas, takikardi, palpitasi,
inadekuat mual, pusing, sukar konsentrasi, kelemahan)
puasa: < 126 mg/dl
- Kurangnya penatalaksanaan 5. dentikfikasi faktor penyebab hiperglikemia atau
3 Kadar glukosa darah 2 5
diabetes hipoglikemia
jam post pandrial: < 200 Mandiri:
mg/dl 1. Batasi aktivitas saat gula darah > 250 mg/dl,
4 Poliuria (-) 5 khususnya jika ada urin keton
5 Polidipsi (-) 5 2. Lindungi pasien dari cedera karena
6 Poliphagi (-) 5 hiperglikemia/hipoglikemia
7 Ketonuria (-) 5 Pendidikan kesehatan:
8 Tremor (-) 5 1. Anjurkan klien untuk meningkatkan intake cairan
2. Ajarkan klien untuk cek kadar gula darah secara
9 Keringat dingin (-) 5
teratur
10 Iritabilitas (-) 5 Kolaborasi:
11 Takikardi (-) 5 1. Pemberian insulin sesuai indikasi dokter
12 Palpitasi (-) 5 2. Pemberian terapi cairan IV sesuai program

59
No Diagnosa Keperawatan NOC NIC
13 Mual (-) 5 3. Pemeriksaan kadar gula darah
14 Pusing (-) 5 4. Pemeriksaan urin keton
15 Sukar konsentrasi (-) 5 5. Pemberian diet sesuai program ahli gizi

Keterangan :
1. Ekstrim
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak

60
Daftar Pustaka

Carpenito, L.J. 1999. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Ed. 2 Jakarta : EGC

Joanne Mccloskey Docherman, Gloria M. Bulechek. Nursing Interventions Classification (NIC)


fourth edition. United States of America, Library of Congress Cataloging. 2000.

Marion Johnson, Merodean Maas. Nursing Outcomes classification (NOC) 2nd ed. United States
of America, A Harcourt Health Scences Company. 2000.

NANDA Internasional NURSING DIAGNOSES Definition & Classification 2012-2014. .


United States of America, Blackwell Publishing. 2012.

Price, S.A. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed. 6. Jakarta ; Penerbit
Buku Kedokteran EGC

Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8
Vol 2. Jakarta: EGC.

61

Anda mungkin juga menyukai