Anda di halaman 1dari 16

Tugas Perekonomian Indonesia :

A. Kemiskinan dan Distribusi Pendapatan


B. Definisi dan masalah kemiskinan di Indonesia
C. Penyebab kemiskinan
D. Hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan
E. Struktur produksi, distribusi pendapatan, dan kemiskinan
F. Faktor yang mempengaruhi saluran distribusi
Contoh : sebab-sebab mengapa pertimbangan distribusi pendapatan di Indonesia
sekian para
G. Ukuran kemiskinan
A. PENGERTIAN KEMISKINAN DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN

Pengertian Kemiskinan
Secara etimologis, “kemiskinan” berasal dari kata “miskin” yang artinya tidak berharta
benda dan serba kekurangan. Departemen Sosial dan Badan Pusat Statistik mendefinisikan
kemiskinan dari perspektif kebutuhan dasar. Kemiskinan didefinisikan sebagai
ketidakmampuan individu dalam memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup layak (BPS
dan Depsos, 2002). Lebih jauh disebutkan kemiskinan merupakan sebuah kondisi yang berada
di bawah garis nilai standar kebutuhan minimum, baik untuk makanan dan non makanan yang
disebut garis kemiskinan (povertyline) atau batas kemiskinan (poverty treshold).
Pengertian kemiskinan adalah suatu kondisi dimana seseorang tidak mampu untuk
memenuhi kebutuhan dasarnya seperti pangan, sandang, tempat tinggal, pendidikan, dan
kesehatan yang layak.

Definisi Distribusi Pendapatan

Distribusi pendapatan merupakan kriteria yang mengindikasikan mengenai penyebaran


atau pembagian pendapatan atau kekayaan antar penduduk satu dengan penduduk lainnya
dalam wilayah tertentu.
Distribusi pendapata merupakan salah satu isu yang sentral dalam pembahasan tentang
peran negara dalam perekonomian. Distribusi pendapatan juga merupakan suatu ukuran yang
digunakan untuk melihat berapa pembagian dari pendapatan nasional yang diterima
masyarakat.

B. DEFINISI DAN MASALAH KEMISKINAN DI INDONESIA

Definisi Kemiskinan

Definisi Kemiskinan dalam arti luas adalah keterbatasan yang dimiliki oleh seseorang,
keluarga, komunitas, bahkannegara yang menyatakan ketidaknyamanan dalam kehidupan,
terancamnya penegakan hak dan keadilan, terancamnya posisi tawar (bargaining) dalam
pergaulan dunia, hilangnya generasi, serta suramnya masa depan bangsa. Kemiskinan adalah
keadaan dimana terjadi kekurangan hal-hal yang biasa untuk dipunyai seperti makanan,
pakaian, tempat berlindung dan air minum, halini berhubungan erat dengan kualitas hidup.
Kemiskinan kadang juga berarti tidak adanya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan yang
mampu mengatasi masalah kemiskinan dan mendapatkan kehormatan yang layak sebagai
warga Negara.
Kemiskinan didefinisikan sebagai standar hidup yang rendah, yaitu adanya suatu tingkat
kekurangan materi dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam
masyarakat yang bersangkutan. Secara ekonomis, kemiskinan juga dapat diartikan sebagai
kekurangan sumberdaya yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesejehtaraan sekelompok
orang. Kemiskinan memberi gambaran situasi serbakekurangan seperti terbatasnya modal yang
dimiliki, rendahnya pengetahuan dan keterampilan, rendahnya produktivitas, rendahnya
pendapatan, lemahnya nilai tukar hasil produksi orang miskin dan terbatasnya kesempatan
berperan serta dalam pembangunan.

Masalah Kemiskinan di Indonesia


Permasalahan yang harus dihadapi dan diselesaikan oleh pemerintah indonesia saat ini
adalah kemiskinan, disamping masalah-masalah yang lainnya. Dewasa ini pemerintah belum
mampu menghadapi atau menyelesaikan permasalahan kemiskinan.
Menurut Remi dan Tjiptoherijanto (2002:1) upaya menurunkan tingkat kemiskinan di
Indonesia telah dimulai awal tahun 1970-an diantaranya melalui program Bimbingan
Masyarakat (Bimas) dan Bantuan Desa (Bandes). Tetapi upaya tersebut mengalami tahapan
jenuh pada pertengahan tahun 1980-an, yang juga berarti upaya penurunan kemiskinan di tahun
1970-an tidak maksimal, sehingga jumlah orang miskin pada awal 1990-an kembali naik.
Disamping itu kecenderungan ketidakmerataan pendapatan nasional melebar yang mencakup
antar sektor, antar kelompok, dan ketidakmerataan antar wilayah. Berdasarkan data Bank
Dunia jumlah penduduk miskin Indonesia pada tahun 2002 bukanlah 10 sampai 20% tetapi
telah mencapai 60% dari jumlah penduduk Indonesia yang berjumlah 215 juta jiwa
(www.ismailrasulong.wordpress.com).

C. PENYEBAB KEMISKINAN

Penyebab kemiskinan dapat terjadi karena kondisi alamiah dan ekonomi, kondisi struktural
dan sosial, serta kondisi kultural (budaya).
a) Kemiskinan alamiah dan ekonomi timbul akibat keterbatasan sumber daya alam, manusia,
dan sumberdaya lain sehingga peluang produksi relatif kecil dan tidak dapat berperan
dalam pembangunan.
b) Kemiskinan struktural dan sosial disebabkan hasil pembangunan yang belum merata,
tatanan kelembagaan dan kebijakan dalam pembangunan. Sedangkan
c) Kemiskinan kultural (budaya) disebabkan sikap atau kebiasaan hidup yang merasa
kecukupan sehingga menjebak seseorang dalam kemiskinan (Nugroho dan Dahuri, 2004).

Selain itu ada juga penyebab kemiskinan yang lain, antara lain :
a) Penyebab individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari perilaku,
pilihan, atau kemampuan dari si miskin.
Contoh dari perilaku dan pilihan adalah penggunaan keuangan tidak mengukur pemasukan.
b) Penyebab keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga.
Penyebab keluarga juga dapat berupa jumlah anggota keluarga yang tidak sebanding
dengan pemasukan keuangan keluarga.
c) Penyebab sub-budaya (subcultural), yang menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan
sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar.
Contoh individu atau keluarga yang mudah tergoda dengan keadaan tetangga.
d) Penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain, termasuk
perang, pemerintah, dan ekonomi.
Contoh dari aksi orang lain lainnya adalah gaji atau honor yang dikendalikan oleh orang
atau pihak lain. Contoh lainnya adalah perbudakan.
e) Penyebab struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil dari
struktur sosial.

D. HUBUNGAN ANTARA PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KEMISKINAN

Pada akhir tahun 70-an orang mengenal istilah stagflation (stagnation and inflation),
dimana inflasi terjadi berbarengan dengan stagnasi. Dewasa ini Indonesia menghadapi dua
kondisi yang terjadi secara simultan yang sifatnya antagonistis, yakni pertumbuhan ekonomi
berlangsung serentak dan kemiskinan. Dari satu segi, kondisi makro ekonomi berada dalam
keadaan yang cukup meyakinkan. Tingkat inflasi relatif cukup terkendali pada tingkat satu
digit, import-eksport berjalan cukup baik, tingkat bunga lumayan rendah dan cadangan devisa
cukup tinggi untuk dapat menjamin import dalam waktu sedang, investasi cukup tinggi (angka-
angkanya boleh dilihat sendiri dalam Laporan BPS, Laporan Bank Indonesia dan Nota
Keuangan).
Tetapi dari segi mikro, pengangguran dan kemiskinan makin meningkat. Urbanisasi
meningkat terutama dari kelompok miskin dan pengemis. Tidak hanya di Jakarta, tetapi juga
disemua kota-kota besar seluruh Indonesia. Semua ini menandakan adanya kemiskinan dan
sempitnya kesempatan kerja di pedesaan. Dibandingkan dengan banyak negara lain,
pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak rendah. Bahkan ketika krisis keuangan global yang
menimpa hampir semua negara, sebagai akibat dari krisis kredit perumahan di Amerika, yang
bermula pada tahun 2006 sampai tahun 2009, ekonomi Indonesia tidak mengalami goncangan.

Kemampuan untuk meredam akibat dari keuangan ini dapat terjadi berkat kebijakan
makro ekonomi yang hati-hati dan tepat, di samping kondisi keterbukaan yang memangnya
tidak sebesar negara-negara tetangga seperti Singapore dan Malaysia. Kemampuan Indonesia
bertahan terhadap krisis keuangan tersebut menimbulkan keyakinan rakyat pada kemampuan
pemerintah SBY Periode I, sehingga dapat memenangkan Pemilihan Umum untuk Priode II.
Sayangnya keberhasilan dalam bidang ekonomi pada tataran makro ini tidak mampu menekan
tingkat kemiskinan yang sejak lama sudah berlangsung.

Selama masa yang panjang, sejak beberapa dekade yang lalu, di Indonesia berlangsung
proses pemiskinan desa secara berkelanjutan. Dalam Era Orde Baru dikenal kebijaksanaan
peningkatan ekspor non-migas. Sub-sektor industri non migas ini menjadi prioritas utama.
Berbagai fasilitas diberikan kepadanya, termasuk hak untuk membayar upah buruh rendah.
Upah buruh murah ini memang telah menjadi trade mark Indonesia dalam promosi penarikan
modal asing. Asumsi yang dipakai, bahwa dengan upah buruh yang murah, maka harga pokok
barang-barang yang diproduksi akan murah. Dengan demikian, produk eksport Indonesia
mempunyai daya saing yang tinggi. Padahal, meskipun harga pokok mempunyai korelasi
dengan daya saing, karena barang dapat dijual dengan harga murah, tetapi daya saing suatu
barang tidak sekadar ditentukan oleh harga (pokok), tetapi juga oleh kualitas barang, teknik
marketing, politik diplomasi dan lain-lain.

Agar buruh (termasuk PNS) dapat hidup, maka harga bahan makanan harus dapat
dipertahankan rendah. Inilah yang menjadi tugas pokok Bulog sejak waktu itu. Jika harga
bahan makanan dalam negeri naik, Bulog segera harus mengimpor dari luar negeri. Rendahnya
harga bahan makanan yang note bene hasil produksi petani, mengakibatkan terjadinya proses
pemiskinan petani di daerah pedesaan secara berkelanjutan. Perbedaan dua kondisi yang
berlangsung secara terus menerus tersebut selama masa yang panjang telah mengakibatkan
semakin melebarnya ketimpangan ekonomi antar penduduk di Indonesia. Hal yang perlu
diindahkan adalah, jika ketimpangan pendapatan antar penduduk sudah sangat lebar, akan
terdapat kecenderungan mengaburnya pertumbuhan ekonomi sebagai ukuran dari
pembangunan. Artinya, setiap kita melihat adanya pertumbuhan ekonomi yang ditunjukkan
oleh peningkatan pendapatan per kapita, sulit dirasakan, pada saat yang sama boleh jadi sedang
berlangsung proses pemiskinan.

Sebagai contoh dari keadaan ini dapat ditunjukkan dengan angka-angka sederhana sebagai
berikut :

Jika misalnya, suatu negara berpenduduk 100 juta orang, terdapat 5% penduduk dengan
pendapatan rata-rata US$ 300.000 per tahun, sementara 95% lainnya berpendapatan US $ 3000
per tahun (setingkat pendapatan rata-rata Indonesia sekarang). Andaikan, jika golongan
penduduk kaya yang 5% itu naik pendapatannya 10% per tahun, sementara golongan menengah
ke bawah yang 95% itu mengalami penurunan pendapatan per tahun sebesar 20%, akan terjadi
kenaikan pendapatan rata-rata sebesar 5,21%. Hal ini dapat ditunjukan dengan perhitungan
sederhana seperti berikut.

1. Total pendaptan semula adalah:


a. 5 Juta X US$ 300.000 = US$ 1.500.000
b. 95 Juta X US$ 3.000 = US$ 285.000 +
Total pendaptan = US$ 1.785.000

2. Kalau kemudian terjadi kenaikan pendapatan 10% dari golongan kaya (5%),
dan pendaptan golongan miskin turun 20%, maka akan terlihat:
a. Total pendapatan penduduk kaya yang 5% :
US$ 1.500.000 + US$ 150.000 = US$ 1.650.000
b. Total pendapatan penduduk menengah dan miskin yang 95% :
US$ 285.000 - US$ 57.000 = US$ 228.000.

3. Total pendapatan nasional baru adalah


US$ 1.650.000 + US$ 228.000 = US$ 1.878.000.
Ini berarti telah terjadi pertumbuhan ekonomi sebesar
US$ 1.878.000 – US$ 1.785.000 = US$ 93.000 atau sama dengan
(93.000 / 1.785.000) x 100% = 5,21%.
Dengan demikian dapat dipahami mengapa meskipun kita mengalami kenaikan pendapatan
per kapita setiap tahun sekitar 5 - 6%, kemiskinan dalam masyarakat makin bertambah. Inilah
barangkali yang dapat disebutkan sebagai growth with poverty atau bisa kita singkat sebagai
groverty, atau dalam bahasa Indonesia dapat disebut sebagai pertumbuhan dengan kemiskinan
atau disingkat sebagai pertumkin. Meskipun contoh tersebut memang dikemukakan secara
agak menyolok, tetapi bagaimanapun, inilah yang sedang terjadi di Indonesia dewasa ini.
Akibat dari keadaan ini tidak mengherankan, kalau di satu pihak ada yang mengklaim bahwa
proses pembangunan nasional berjalan mulus, ditandai dengan kenaikan pendapatan per kapita
tiap tahun. Di lain pihak ada yang menuduh, pembangunan ekonomi gagal karena tidak dapat
menghilangkan kemiskinan.

Singkatnya, yang menjadi masalah adalah melebarnya ketimpangan ekonomi antar


penduduk dalam masyarakat, yang tidak sepenuhnya dapat ditunjukkan hanya
dengan menggunakan indeks gini ratio. Untuk mengatasinya, diperlukan adanya pengamatan
yang lebih seksama di lapangan dan kebijakan yang bersifat affirmatif memihak kepada
golongan miskin, terutama kepada mereka yang ada di pedesaan.

E. STRUKTUR PRODUKSI, DISTRIBUSI PENDAPATAN, DAN


KEMISKINAN

1. Struktur Produksi
Gross Domestic Product (GDP) adalah penghitungan yang digunakan oleh suatu negara
sebagai ukuran utama bagi aktivitas perekonomian nasionalnya, tetapi pada dasarnya GDP
mengukur seluruh volume produksi dari suatu wilayah (negara) secara geografis. GDP artinya
mengukur nilai pasar dari barang dan jasa akhir yang diproduksi oleh sumber daya yang berada
dalam suatu negara selama jangka waktu tertentu, biasanya satu tahun. GDP juga
dapat digunakan untuk mempelajari perekonomian dari waktu ke waktu atau untuk
membandingkan beberapa perekonomian pada suatu saat. GDP digunakan untuk mengukur
tingkat kesehatan perekonomian sebuah negara. Namun demikian GDP seringkali dikritik
karena tidak mencantumkan transaksi ekonomi pada level bawah .Dalam forex trading GDP
merupakan salah satu indikator penting yang dapat memicu volatilitas harga terutama untuk
Core GDP. Dalam skala A sampai E dengan A adalah sangat penting dan E tidak penting sama
sekali, GDP merupakan indikator berskala B yang dapat menyebabkan perubahan volatilitas
mata uang.
GDP dirilis per kuarter, dan angka data ini menunjukkan persentase pertumbuhan dari
kuarter sebelumnya. Laporan GDP terbagi dalam 3 rilis: 1) advanced – rilis pertama; 2)
preliminary – revisi pertama; dan 3) final – revisi kedua dan terakhir. Revisi-revisi inilah yang
biasanya berdampak signifikan bagi market. Jika GDP (persentase) naik dibandingkan dengan
data pada periode sebelumnya maka nilai mata uang negara yang bersangkutan cenderung
mengalami kenaikan. Hal ini disebabkan karena GDP menggambarkan nilai seluruh transaksi
suatu negara secara umum. Jika siklus transaksi perekonomian stabil maka dapat dipastikan
perekonomian akan berjalan dengan lancar. Sentimen positif ini dapat memicu kenaikan nilai
mata uang lokal. Perhatikan juga Core GDP yaitu GDP yang telah dikoreksi dengan
memasukkan faktor inflasi didalamnya.
 Manfaat GDB :
a) Dapat mengetahui dengan segera apakah perekonomian mengalami pertumbuhan atau
tidak.
b) Menghitung perubahan harga.
 Keterbatasan GDB :
a) Perhitungan GDB dan analisis kemakmuran.
b) Perhitungan dan masalah kesejahteraan.
c) GDB perkapita dan masalah produksi.

2. Pendapatan Nasional
Pendapatan nasional adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh seluruh rumah tangga
keluarga (RTK) di suatu negara dari penyerahan faktor-faktor produksi dalam satu
periode,biasanya selama satu tahun.

1. Produk Domestik Bruto (GDP)


Produk domestik bruto (Gross Domestic Product) merupakan jumlah produk berupa barang
dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di dalam batas wilayah suatu negara
(domestik) selama satu tahun. Dalam perhitungan GDP ini, termasuk juga hasil produksi
barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan/orang asing yang beroperasi di wilayah
negara yang bersangkutan. Barang-barang yang dihasilkan termasuk barang modal yang belum
diperhitungkan penyusutannya, karenanya jumlah yang didapatkan dari GDP dianggap bersifat
bruto/kotor.
2. Produk Nasional Bruto (GNP)
Produk Nasional Bruto (Gross National Product) atau PNB meliputi nilai produk berupa
barang dan jasa yang dihasilkan oleh penduduk suatu negara (nasional) selama satu tahun;
termasuk hasil produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh warga negara yang berada di luar
negeri, tetapi tidak termasuk hasil produksi perusahaan asing yang beroperasi di wilayah negara
tersebut.

3. Pendapatan Nasional Neto (NNI)


Pendapatan Nasional Neto (Net National Income) adalah pendapatan yang dihitung
menurut jumlah balas jasa yang diterima oleh masyarakat sebagai pemilik faktor produksi.
Besarnya NNI dapat diperoleh dari NNP dikurang pajak tidak langsung. Yang dimaksud pajak
tidak langsung adalah pajak yang bebannya dapat dialihkan kepada pihak lain seperti pajak
penjualan, pajak hadiah, dll.

4. Pendapatan Perseorangan (PI)


Pendapatan perseorangan (Personal Income)adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh
setiap orang dalam masyarakat, termasuk pendapatan yang diperoleh tanpa melakukan
kegiatan apapun. Pendapatan perseorangan juga menghitung pembayaran transfer (transfer
payment). Transfer payment adalah penerimaan-penerimaan yang bukan merupakan balas jasa
produksi tahun ini, melainkan diambil dari sebagian pendapatan nasional tahun lalu, contoh
pembayaran dana pensiunan, tunjangan sosial bagi para pengangguran, bekas pejuang, bunga
utang pemerintah, dan sebagainya. Untuk mendapatkan jumlah pendapatan perseorangan, NNI
harus dikurangi dengan pajak laba perusahaan (pajak yang dibayar setiap badan usaha kepada
pemerintah), laba yang tidak dibagi (sejumlah laba yang tetap ditahan di dalam perusahaan
untuk beberapa tujuan tertentu misalnya keperluan perluasan perusahaan), dan iuran pensiun
(iuran yang dikumpulkan oleh setiap tenaga kerja dan setiap perusahaan dengan maksud untuk
dibayarkan kembali setelah tenaga kerja tersebut tidak lagi bekerja).

5. Pendapatan yang siap dibelanjakan (DI)


Pendapatan yang siap dibelanjakan (Disposable Income) adalah pendapatan yang siap
untuk dimanfaatkan guna membeli barang dan jasa konsumsi dan selebihnya menjadi tabungan
yang disalurkan menjadi investasi. Disposable income ini diperoleh dari personal income (PI)
dikurangi dengan pajak langsung. Pajak langsung (direct tax) adalah pajak yang bebannya tidak
dapat dialihkan kepada pihak lain, artinya harus langsung ditanggung oleh wajib pajak,
contohnya pajak pendapatan
 Faktor yang Mempengaruhi pendapatan nasional :
a) Permintaan dan penawaran agregat
b) Konsumsi dan tabungan
c) Investasi
 Pendapatan negara dapat dihitung dengan tiga pendekatan, yaitu:
a) Pendekatan pendapatan : Y = R + W + I + P
R = rent = sewa
W = wage = upah/gaji
I = interest = bunga modal
P = profit = laba
b) Pendekatan produksi : Y = Y = (PXQ)1 + (PXQ)2 +…..(PXQ)n
P = harga
Q = kuantitas
c) Pendekatan Pengeluaran : Y = C + I + G + (X-M)
C = konsumsi masyarakat
I = investasi
G = pengeluaran pemerintah
X = ekspor
M = impor

3. Distribusi Pendapatan Nasional dan Kemiskinan


Di negara Indonesia ini secara grafis dan klimatogis merupakan negara yang mempunyai
potensi ekonomi yang sangat tinggi. Dengan garis pantai yang terluas di dunia, iklim yang
memungkinkan untuk pendayagunaan lahan sepanjaang tahun, hutan dan kandungan bumi
Indonesia yang sangat kaya, merupakan bahan yang utama untuk membuat negara kita menjadi
kaya. Suatu perencanaan yang bagus yang mampu memanfaatkan semua bahan baku tersebut
secara optimal, akan mampu mengantarkan negara Indonesia menjadi negara yang makmur
akan hasil pertaniannya dan hasil rempah-rempahnya. Ini terlihat dari hasil Pelita III sampai
dengan Pelita V yang dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata 7% – 8% membuat Indonesia
menjadi salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan penduduk yang
tinggi. Dan Indonesia menjadi salah satu negara yang mendapat julukan “Macan Asia”.
Namun ternyata semua pertumbuhan ekonomi dan pendapatan tersebut ternyata tidak
memberikan dampak yang cukup berarti pada usaha pengentasan kemiskinan. Indonesia adalah
sebuah negara yang penuh paradoks. Negara ini subur dan kekayaan alamnya melimpah,
namun sebagian cukup besar rakyat tergolong miskin. Pada puncak krisis ekonomi tahun 1998-
1999 penduduk miskin Indonesia mencapai sekitar 24% dari jumlah penduduk atau hampir 40
juta orang. Tahun 2002 angka tersebut sudah turun menjadi 18% dan pada menjadi 14% pada
tahun 2004. Situasi terbaik terjadi antara tahun 1987-1996 ketika angka rata-rata kemiskinan
berada dibawah 20%, dan yang paling baik adalah pada tahun 1996 ketika angka kemiskinan
hanya mencapai 11,3%.
Di Indonesia pada awal orde baru para pembuat kebijakkan perencanaan pembangunan di
Jakarta masih sangat percaya bahwa proses pembangunan ekonomi yang pada awalnya
terpusatkan hanya di Jawa, khususnya Jakarta dan sekitarnya, dan hanya disektor-sektor
tertentu saja pada akhirnya akan menghasilkan “Trickle Down Effect”. Didasarkan pada
pemikiran tersebut, pada awal orde baru hingga akhir tahun 1970-an, strategi pembangunan
ekonomi yang dianut oleh pemerintahan orde baru lebih berorientasi kepada pertumbuhan
ekonomi yang tinggi tanpa memperhatikan pemerataan pembangunan ekonomi.
Krisis yang terjadi secara mendadak dan diluar perkiraan pada akhir dekade 1990-an
merupakan pukulan yang sangat berat bagi pembangunan Indonesia. Bagi kebanyakan orang,
dampak dari krisis yang terparah dan langsung dirasakan, diakibatkan oleh inflasi. Antara tahun
1997 dan 1998 inflasi meningkat sebesar 6% menjadi 68%, sementara upah rill turun menjadi
hanya sekitar sepertiga dari nilai sebelumnya. Akibatnya, kemiskinan meningkat tajam. Antara
tahun 1996 dan 1999 proporsi orang yang hidup dibawah garis kemiskinan bertambah dari 18%
menjadi 24% dari jumlah penduduk. Pada sat yang sama, kondisi kemiskinan menjadi semakin
parah, karena pendapatan kaum miskin secara keseluruhan menurun jauh dibawah garis
kemiskinan.

4. Kemiskinan
Salah satu masalah yang cukup mendesak untuk diatasi oleh suatu Negara adalah masalah
kemiskinan. Untuk itulah ekonomi Indonesia memiliki Trilogi Pembangunan yang didalamnya
ada poin pemerataan. Meskipun sampai dengan saat ini rakyat yang masih hidup dalam
kemiskinan masih cukup besar (+/- dari 100orang Indonesia, 11-12 orang diantaranya masih
miskin), namun upaya untuk mengentaskan mereka terus diupayakan. Beberapa diantaranya
adalah dengan program IDT (Inpres Desa Tertinggal) dan kemitraan pengusaha besar dan
pengusaha kecil yang dicanangkan oleh pemerintah.
1. Penyebab Kemiskinan
a) Karena ciri dan keadaan masyarakat dalam suatu daerah sangat beragam (berbeda)
ditambah dengan kemajuan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi yang masih rendah.
b) Kebijakan dalam negeri seringkali dipengaruhi oleh kebijakan luar negeri atau
internasional antara lain dari segi pendanaan.

2. Ukuran Kemiskinan
a) Kemiskinan Absolut Konsep kemiskinan pada umumnya selalu dikaitkan dengan
pendapatan dan kebutuhan, kebutuhan tersebut hanya terbatas pada kebutuhan pokok
ataukebutuhan dasar (basic need). Kemiskinan dapat digolongkan dua bagian yaitu :
• Kemiskinan untuk memenuhi bebutuhan dasar.
• Kemiskinan untuk memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi.
b) Kemiskinan Relatif Menurut Kincaid (1975) semakin besar ketimpang antara tingkat
hidup orang kaya dan miskin maka semakin besar jumlah penduduk yang selalu miskin.

3. Strategi Dalam Mengurangi kemiskinan


a) Pembangunan Sektor Pertanian
Sektor pertanian memiliki peranan penting di dalam pembangunan karena sektortersebut
memberikan kontribusi yang sangat besar bagi pendapatan masayrakat dipedesaan
berarti akan mengurangi jumlah masyarakat miskin. Terutama sekali teknologi disektor
pertanian dan infrastruktur.
b) Pembangunan Sumber Daya manusia
Sumberdaya manusia merupakan investasi insani yang memerlukan biaya yang cukup
besar, diperlukan untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan
masyrakat secara umum, maka dari itu peningkatan lembaga pendidikan, kesehatan dan
gizi merupakan langka yang baik untuk diterapkan oleh pemerintah.
c) Peranan Lembaga Swadaya Masyarakat
Mengingat LSM memiliki fleksibilitas yang baik dilingkungan masyarakat sehingga
mampu memahami komunitas masyarakat dalam menerapkan rancangan dan program
pengentasan kemiskinan

4. Faktor-faktor Penyebab kemiskinan


Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kemiskinan baik secara langsung maupun
tidak langsung.
a) Tingkat keiskinan cukup banyak.
b) Mulai dari tingkat dan laju pertumbuhan output (produktivitas tenaga kerja).
c) Tingkat inflasi.
d) Tingkat infestasi.
e) Alokasi serta kualitas sumber daya alam.
f) Tingkat dan jenis pendidikan.
g) Etos kerja dan motivasi pekerja.

F. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SALURAN DISTRIBUSI

Dalam memilih saluran distribusi, terdapat pertimbangan – pertimbangan yang harus


dilakukan. Produsen harus mempertimbangkan adanya berbagai faktor yang berpengaruh
dalam pemilihan saluran distribusi tersebut, Pemilihan saluran distribusi yang efektif, dapat
mendorong peningkatan penjualan yang diharapkan. Dengan demikian, keberlangsungan hidup
perusahaan dapat lebih terjamin. Faktor-faktor yang mempengaruhi saluran distribusi tersebut,
antara lain menyangkut beberapa hal, yakni : pertimbangan pasar, pertimbangan barang dan
pertimbangan perusahaan. Berikut keterangannya :

1. Pertimbangan Pasar (Market Consideration)


Saluran distribusi mendapat pengaruh cukup besar dari pola pembelian konsumen.
Karenanya, keadaan pasar menjadi faktor penentu dalam memilih saluran tersebut. Beberapa
faktor pasar yang harus diperhatikan sebagai pertimbangan pasar, yakni :
a) Konsumen atau pasar industri
Apabila pasarnya berupa pasar industri, maka kecil kemungkinan pengecer digunakan dalam
saluran ini, atau bahkan tidak pernah digunakan. Sedangkan bila pasarnya berupa konsumen
dan pasar industri, maka perusahaan akan menggunakan lebih dari satu saluran.

b) Jumlah pembeli potensial


Apabila jumlah konsumennya relatif kecil dalam pasar, maka perusahaan dapat mengadakan
penjualan secara langsung kepada konsumen atau pemakainya.

c) Konsentrasi pasar secara geografis


Secara geografis, pasar dapat dibagi dalam beberapa konsentrasi, seperti: industri tekstil,
industri kertas, dan sebagainya. Untuk daerah konsentrasi yang memiliki tingkat
kepadatan tinggi, maka perusahaan dapat menggunakan distributor industri tersendiri.
d) Jumlah pesanan
Volume penjualan dari sebuah perusahaan akan sangat berpengaruh terhadap saluran yang
digunakannya. Apabila volume yang dibeli pemakai industri tidak begitu besar, atau relatif
kecil, maka perusahaan bisa memilih menggunakan distributor industri.

e) Kebiasaan dalam pembelian


Kebiasaan membeli dari konsumen akhir dan pemakai industri sangat berpengaruh terhadap
kebijaksanaan dalam penyaluran. Kebiasaan membeli yang dimaksud, antara lain:
 Kemauan untuk membelanjakan uangnya
 ketertarikan pada pembelian dengan kredit
 Lebih senang melakukan pembelian yang tidak berkali-kali
 ketertarikan pada pelayanan penjual

2. Pertimbangan Barang
Terdapat beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dari segi barang. Pettimbangan
barang sebagai faktor yang mempengaruhi saluran distribusi, antara lain:

a) Nilai unit
Apabila nilai unit barang yang dijual relatif rendah, maka produsen akan cenderung memilih
menggunakan saluran distribusi yang panjang. Sebaliknya, jika nilai unit barang relatif tinggi,
maka saluran distribusi yang dipilih cenderung pendek atau langsung.

b) Besar dan berat barang


Manajemen harus mempertimbangkan ongkos angkut dalam hubungannya dengan nilai barang
secara keseluruhan. Dalam hal ini, besar dan berat barang sangat menentukan. Apabila ongkos
angkut terlalu besar dibanding nilai barang, sehingga terdapat beban yang berat bagi
perusahaan, maka sebagian beban tersebut dapat dialihkan kepada perantara. Jadi, perantaralah
yang menanggung sebagian dari ongkos angkut.

c) Mudah rusaknya barang


Apabila barang yang dijual mudah rusak, maka perusahaan tidak perlu menggunakan perantara.
Sedangkan bila perusahaan tetap ingin menggunakan perantara, perusahaan harus memilih
perantara yang mempunyai fasilitas penyimpanan yang cukup baik sesuai produknya tersebut
sehingga produknya bisa tetap aman.
d) Sifat teknis
Beberapa jenis barang industri, seperti instalasi umumnya disalurkan secara langsung kepada
pemakai industri. Dalam hal ini, produsen harus memiliki penjual yang dapat menerangkan
berbagai masalah teknis mengenai penggunaan dan pemeliharaan barang tersebut. Saluran
distribusi yang dipilih juga harus dapat memberikan pelayanan, baik sebelum, maupun sesudah
penjualan. Pekerjaan semacam ini jarang sekali, bahkan tidak pernah dilakukan oleh pedagang
besar atau grosir.

e) Barang standard dan pesanan


Apabila barang yang dijual berupa barang standard, maka penyalur harus memelihara barang
tersebut sejumlah persediaannya. Sebaliknya, apabila barang yang dijual berdasarkan pesanan,
maka penyalur tidak perlu memelihara persediaan tersebut.

f) Luasnya product line


Apabila perusahaan hanya membuat satu macam barang, maka penggunaan pedagang besar
sebagai penyalur akan lebih baik. Tapi, apabila macam barang yang diproduksi banyak, maka
perusahaan dapat menjual langsung kepada pengecer.

3. Pertimbangan Perusahaan
Dari segi pertimbangan perusahaan sebagai n faktor yang mempengaruhi saluran
distribusi, terdapat beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan, meliputi :

a) Sumber pembelanjaan
Penggunaan saluran distribusi langsung atau pendek, umumnya memerlukan jumlah dana yang
lebih besar. Karenanya, saluran distribusi pendek kebanyakan hanya dilakukan oleh
perusahaan yang kuat di bidang keuangan. Sementara perusahaan yang tidak kuat dalam
kondisi keuanga, akan cenderung menggunakan saluran distribusi yang lebih panjang.

b) Pengalaman dan kemampuan manajemen


Biasanya, perusahaan yang menjual barang baru, atau ingin memasuki pasaran baru, akan lebih
menyukai dengan menggunakan perantara. Ini karena pada umumnya, perantara sudah
memiliki pengalaman sehingga manajemen dapat mengambil pelajaran dari mereka.

c) Pengawasan saluran
Faktor pengawasan saluran terkadang menjadi pusat perhatian produsen dalam kebijaksanaan
saluran distribusinya. Pengawasan saluran ini akan lebih mudah dilakukan apabila saluran
distribusinya pendek. Jadi, bagi yang ingin mengawasi penyaluran barang, mereka akan
cenderung memilih saluran yang pendek walaupun ongkosnya tinggi.

d) Pelayanan yang diberikan oleh penjual


Apabila produsen ingin memberikan pelayanan yang lebih baik, seperti membangun ruang
peragaan dan mencari pembeli untuk perantara, maka akan ada banyak perantara yang bersedia
menjadi penyalurnya.

G. UKURAN KEMISKINAN

Kemiskinan bisa dikelompokan dalam dua kategori , yaitu Kemiskinan absolut dan
Kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut mengacu pada satu set standard yang konsisten , tidak
terpengaruh oleh waktu dan tempat / negara. Sebuah contoh dari pengukuran absolut adalah
persentase dari populasi yang makan dibawah jumlah yg cukup menopang kebutuhan tubuh
manusia (kira kira 2000-2500 kalori per hari untuk laki laki dewasa).

Bank Dunia mendefinisikan Kemiskinan absolut sebagai hidup dengan pendapatan


dibawah USD $1/hari dan Kemiskinan menengah untuk pendapatan dibawah $2 per hari,
dengan batasan ini maka diperkiraan pada 2001 1,1 miliar orang didunia mengkonsumsi kurang
dari $1/hari dan 2,7 miliar orang didunia mengkonsumsi kurang dari $2/hari. "Proporsi
penduduk negara berkembang yang hidup dalam kemiskinan ekstrem telah turun dari 28% pada
1990 menjadi 21% pada 2001.Melihat pada periode 1981-2001, persentase dari penduduk
dunia yang hidup dibawah garis kemiskinan $1 dolar/hari telah berkurang separuh. Tetapi ,
nilai dari $1 juga mengalami penurunan dalam kurun waktu tersebut. Meskipun kemiskinan
yang paling parah terdapat di dunia bekembang, ada bukti tentang kehadiran kemiskinan di
setiap region. Di negara-negara maju, kondisi ini menghadirkan kaum tuna wisma yang
berkelana ke sana kemari dan daerah pinggiran kota dan ghetto yang miskin. Kemiskinan dapat
dilihat sebagai kondisi kolektif masyarakat miskin, atau kelompok orang orang miskin, dan
dalam pengertian ini keseluruhan negara kadang-kadang dianggap miskin. Untuk menghindari
stigma ini, negara-negara ini biasanya disebut sebagai negara berkembang

Anda mungkin juga menyukai