Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tuberkulosis selain mempengaruhi produktivitas masyarakat, juga merupakan


penyebab utama kematian, sehingga menjadi masalah kesehatan dunia. Pada tahun
2009 WHO (World Health Organization) masih menempatkan Indonesia pada
peringkat ketiga sedunia setelah China dan India. Sedangkan menurut laporan survey
rumah tangga (SKRT) yang dilaksanakan oleh Departemen Kesehatan RI,
memaparkan bahwa penyebab kematian karena infeksi masih didominasi oleh
penyakit diare, TBC dan penyakit infeksi saluran pernapasan. Berdasarkan hasil
Riskesdas yang dilaksanakan di Provinsi NTT penyakit TBC tergolong penyakit
menular ketiga setelah Ispa dan Pneumonia. Dari data Riskesdas ditemukan yang
tergolong penyakit TB yang telah didiagnosis dan telah diobati program selama ≤ 1
tahun sebanyak 0,3 %, penyakit TB yang telah didiagnosis dan telah diobati program
selama > 1 tahun sebanyak 1,1 %, penyakit TB yang didiagnosis dan telah diobati
program OAT sebanyak 34,8 %. Sedangkan yang menunjukkan gejala TB batuk lebih
dari dua minggu sebanyak 8,8 % dan gejala TB batuk darah sebanyak 33,0 %.
Pengawas Menelan Obat (PMO) salah satu komponen Directly Observe
Treatmen Shortcourse (DOTS) adalah pengobatan panduan anti obat Tuberkulosis
(OAT) jangka pendek dengan pengawasan langsung. Untuk menjamin keteraturan
pengobatan diperlukan seorang PMO. Tugas seorang PMO adalah mengawasi pasien
TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan. Memberikan
dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur. Mengingatkan pasien untuk periksa
ulang dahak pada waktu yang ditentukan. Tugas seorang PMO bukanlah untuk
mengganti kewajiban pasien mengambil obat dari unit pelayanan.
Berdasarkan fenomena yang telah dipaparkan diatas, penulis terasa tertarik
untuk melakukan pelatihan kepada masyarakat guna meningkatkan partisipasi
masyarakat dalam Pengawas Minum Obat (PMO).

1
1.2. Tujuan.
1.2.1. Tujuan Umum.
Menumbuhkan kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat tentang
upaya pengawasan minum obat (PMO) TBC.

1.2.2. Tujuan Khusus.


a. Masyarakat kelurahan Liliba khususmya anggota keluarga penderita TB
memahami konsep TBC, pengobatan TBC, dan PMO.
b. Masyarakat kelurahan Liliba khususmya anggota keluarga penderita TB
memahami tentang bahaya atau dampak ketidakaturan mengikuti
pengobatan.
c. Masyarakat kelurahan Liliba khususmya anggota keluarga penderita TB
mau menjadi PMO.
d. Masyarakat kelurahan Liliba khususmya anggota keluarga penderita TB
mampu berperan serta berpartisipasi sebagai PMO TBC.

2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1. Konsep Tuberkulosis Paru.


Tuberkulosis Paru Merupakan penyakit menular yang di sebabkan
oleh Mycobacterium Tuberkulosis. Bakteri ini berbentuk batang bersifat aerobik,
Tahan Asam yang patogen. Basil tuberkel ini ukurannya lebih kecil daripada sel
darah merah, paru, cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan
hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh
kuman ini dapat dorman, tertidur lama selama beberapa tahun. Alsagaf (2006).
Tuberkulosis paru merupakan penyakit saluran pernapasan bagian
bawah. Basil mikobakterium tersebut termasuk ke dalam jaringan paru melalui
saluran pernapasan (droplet infection), selanjutnya menyebar , kemudian
terbentuklah primer komplek (Ranke) dinamakan Tuberkulosis Primer,yang dalam
perjalan lebih lanjut sebagian besar akan mengalami penyembuhan. (Budiarto, E,
2003).
TB dapat menyerang siapa saja, terutama usia produktif/ masih aktif bekerja
(15 – 50 tahun) dan anak-anak. TB dapat menyebabkan kematian. Apabila tidak
diobati, 50% dari pasien TB akan meninggal setelah 5 tahun.
Tuberkulosis dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:

1. TB Paru
Tuberkulosis paru adalah Tuberkulosis yang menyerang jaringan paru.
2. TB Ekstra paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya: selaput
otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar getah bening, tulang, persendian,
kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.

3
2.1.1. Cara Penularan Tuberkulosis.
Kita Mengetahui bahwa penyakit Tuberkulosis Paru di sebabkan
oleh Mycobakterium Tuberkulosis yang daya tahannya luar biasa, dan bahwa infeksi
terjadi melalui penderita tuberkulosis yang menular. Penderita Tuberkulosis yang
menular adalah penderita dengan basil Tuberkulosis di dalam dahaknya, bila
penderita mengadakan ekspirasi paksa berupa batuk, bersin, tertawa keras dan
sebagainya, akan keluar percikan-percikan dahak halus (drop plet nuclei), yang
berukuran kurang dari 5 mikron dan yang akan melayang layang di udara, droplet
nuklei ini mengandung basil Tuberkulosis. (Depkes, 2002).
Bilamana droplet nucleid hinggap di saluran pernapasan dan berhasil masuk
sampai ke dalam alveolus ataupun menempel pada mukosa bronkeolus, droplet
nuklei akan menetap dan basil basil tuberkulosis akan mendapat kesempatan untuk
berkembang biak, maka akan terjadilah infeksi Tuberkulosis. (DepKes, 2002).
Faktor lain adalah cahaya matahari dan ventilasi. Basil Tuberkulosis tidak
tahan terhadap matahari, kemungkinan penularan di bawah terik mataharai sangat
kecil. Ventilasi yang baik, mengakibatkan adanya adanya pertukaran udara dari
dalam rumah dengan udara di luar , sehingga mengurangi bahaya penularan bagi
penghuni lain yang serumah. Bahaya penularan terbesar terdapat di perumahan-
perumahan yang berpenghuni padat dengan ventilasi yang jelek serta cahaya
matahari kurang/tidak dapat masuk.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi transmisi ini, pertama adalah
jumlah basil dan virulennya. Dapatlah dimerngerti bahwa makin banyak basil di
dahak seseorang penderita makin besarlah bahaya penularannya. (Depkes, 2002).
Sebagian orang yang terinfeksi belum tentu menjadi sakit, untuk sementara
kuman tersebut dalam keadaan tertidur (dormant) dan keberadaannya diketahui
dengan tes tuberkulin. Masa inkubasi diperkirakan sekitar 6 bulan atau beberapa
tahun (Depkes RI, 2001).

4
2.2.2. Tanda dan Gejala Tuberkulosis.
Gejala utama Tuberkulosis adalah batuk terus menerus dan berdahak selama 2
minggu atau lebih. Gejala Tuberkulosis lainnya:

 Batuk bercampur darah


 Sesak nafas dan nyeri dada
 Nafsu makan berkurang
 Berat badan turun
 Rasa kurang enak badan (lemas)
 Demam/meriang berkepanjangan
 Berkeringat di malam hari walaupun tidak melakukan kegiatan

2.2.3. Riwayat Terjadinya Tuberkulosis.


1) Tuberkulosis Paru Primer.
Penyakit TB paru primer adalah keradangan oleh basil TB, pada tubuh
yang belum mempunyai reaksi spesifik terhadap basil TB tersebut (Amin,
2005). Menurut Depkes (2000) infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar
pertama kali oleh kuman TB yang terhirup sehingga dapat melewati system
pertahanan paru dan terus berjalan sampai ke seluruh bagian paru dan menetap
disana. Infeksi dimulai saat kuman TB berhasil berkembang biak dengan membelah
diri di Paru, yang menyebabkan peradangan didalam paru dan hal ini disebut
kompleks primer. Waktu terjadinya infeksi sampai kompleks primer adalah
sekitar 4 - 6 minggu. Adanya infeksi dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi
tuberculin negatif menjadi positif.
2) Tuberkulosis Pasca Primer.
Biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah primer,
misalnya karena daya tahan tubuh menurun, infeksi HIV/AIDS, status gizi
buruk. Ciri khasnya adalah kerusakan paru yang luas. (Depkes, 2002). Sebagian
besar basil Mycobakterium tubercolosis masuk kedalam jaringan paru melalui

5
airborne infection dan selanjutnya mengalami proses yang terkenal sebagai focus
primer. Pada stadium permulaan, setelah pembentukan focus primer, akan terjadi
beberapa kemungkinan penyebaran: bronkogen,limpogen, dan hematogen. Keadaan
ini hanya berlangsung beberapa saat. Penyebaran akan berhenti bila jumlah kuman
yang masuk sedikit dan telah terbentuk daya tahan tubuh yang spesifik terhadap
basil TB. Tetapi bila jumlah basil TB yang masuk kedalam saluran pernapasan
cukup banyak, maka akan terjadi TB milier atau TB meningitis. Kelanjutan
proses tersebut, dapat terjadi penyebaran infeksi primer sehingga terbentuklah
suatu primer komplek. Infeksi primer ini dinamakan TB primer. Dalam perjalanan
penyakit lebih lanjut sebagaian besar penderita TB primer (90%) akan sembuh
sendiri dan 10% akan mengalami penyebaran endogen (Alsagaf & Mukty, 2005).
Infeksi TB primer biasanya self limited, dan diikuti periode infeksi laten
yang bervariasi lamanya infeksi TB primer umumnya berlangsung subklinis,
sehingga seringkali tidak terdeteksi sacara klinis. Infeksi TB tanpa sakit dalam
pustaka sering disebut sebagai
laten tubercolosis infection (LTBI). Sekali lagi perlu ditegaskan bahwa uji
tuberculin positif hanya menunjukkan infeksi TB. Ada tidaknya penyakit TB aktif
ditentukan dari ada tidaknya gejala klinis ditunjang dengan gambaran radiologi
(Setyanto, 2005).
Penderita dengan infeksi TB tanpa sakit TB (LTBI) tidak menyebarkan
kuman TB, karena tidak terinfeksius. Penderita baru infeksius bila infeksiusnya
telah berkembang menjadi TB paru. Seseorang yang mengalami kontak dengan
penderita TB paru dewasa, sekitar 5-10% akan mengalami infeksi TB primer. Dari
semua penderita dengan infeksi TB primer sekitar 10% diantaranya akan
berkembang menjadi penyakit TB primer. Resiko tertinggi berkembangnya infeksi
TB menjadi penyakit TB, biasanya terjadi dalam 2 tahun pertama setelah infeksi
(Setyanto, 2005). Infeksi paru post primary (reinfection) adalah keradangan
jaringan paru akibat penularan ulang basil Tuberkulosis kedalam tubuh yang telah
mempunyai kekebalan spesifik (Alsagaf dan Mukty, 2005). Tuberkulosis

6
post primary biasanya terjadi setelah bebepa bulan atau tahunsesudah infeksi
HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari tuberkulosis pasca primer adalah
kerusakan paru yang luas (Depkes RI, 2011).
3) Faktor Resiko Tuberkulosis
Proses terjadinya infeksi disebabkan adanya interaksi antara agen
atau faktor penyebab penyakit agen penyebab penyakit TB adalah kuman M.
Tuberkulosis , manusia sebagai penjamu atau host, dan faktor lingkungan yang
mendukung. Proses interaksi dapat terjadi secara individu atau kelompok.
Misalnya, proses terjadinya penyakit TB karena adanya mikobakterium
tuberkulosa yang kontak dengan manusia sebagai penjamu yang rentan, daya tahan
tubuh yang rendah dan perumahan yang tidak sehat sebagai faktor lingkungan yang
menunjang (Budiarto, 2003). Faktor penjamu adalah keadaan manusia yang
sedemikian rupa sehingga menjadi faktor resiko untuk terjadinya penyakit, antara
lain :
1. Umur.
2. Tingkat pendidikan.
3. Keadaan Sosial Ekonomi.
4. Status Gizi.
5. Faktor Lingkungan.
6. Jenis Kelamin.
Orang yang berisiko tinggi terkena Tuberkulosis yaitu:

1. Orang-orang yang kontak erat dengan pasien TB yang belum diobati.


2. Orang yang status gizinya rendah.
3. Orang dengan daya tahan tubuh rendah.
4. Bayi dan anak-anak yang kontak erat dengan pasien TB BTA positif.
5. Orang dengan HIV dan AIDS.

7
2.2. Pengobatan.
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah
kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah
terjadinya resistensi kuman terhadap Obat Anti Tuberkulosis.

Pengobatan yang adekuat Obat Anti Tuberkulosis (OAT) adalah


komponen terpenting dalam pengobatan TB. Pengobatan TB merupakan salah satu
upaya paling efisien untuk mencegah penyebaran lebih lanjut kuman TB.
Pengobatan yang adekuat harus memenuhi prinsip:

 Pengobatan diberikan dalam bentuk paduan OAT yang tepat mengandung


minimal 4 macam obat untuk mencegah terjadinya resistensi.
 Diberikan dalam dosis yang tepat.
 Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh PMO (Pengawas Menelan
Obat) sampai selesai pengobatan.
 Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup, terbagi dalam dua (2)
tahap yaitu tahap awal serta tahap lanjutan, sebagai pengobatan yang adekuat
untuk mencegah kekambuhan.
Tujuan dilakukannya pengobatan TB, yaitu:
a. Menyembuhkan pasien dan memperbaiki produktivitas serta kualitas hidup.
b. Mencegah terjadinya kematian oleh karena TB atau dampak buruk selanjutnya.
c. Mencegah terjadinya kekambuhan TB.
d. Menurunkan risiko penularan TB.
e. Mencegah terjadinya dan penularan TB resistan obat.

2.2.1. Jenis OAT.

Obat Anti Tuberkulosis yang digunakan program pengendalian TB saat ini


adalah OAT lini pertama dan OAT lini kedua disediakan di fasyankes yang telah
ditunjuk guna memberikan pelayanan pengobatan bagi pasien TB resistan obat.

8
Terlampir di bawah ini pengelompokkan OAT dan jenis OAT lini pertama dan
OAT lini kedua.
Tabel 01. Pengelompokkan OAT
Golongan dan Jenis Obat
Golongan 1 Obat Lini  Isoniazid (H)  Pyrazinamide (Z)
pertama  Ethambutol (E)  Rifampicin (R)
 Streptomycin (S)
Golongan 2/ Obat suntik/  Kanamycin (Km)  Amikacin (Am)
Suntikan lini kedua  Capreomycin
(Cm)
Golongan 3/ Golongan  Ofloxacin (Ofx)  Moxifloxacin
Floroquinolone  Levofloxacin (Mfx)
(Lfx)
Golongan 4/ Obat  Ethionamide (Eto)  Para amino
bakteriostatoik lini kedua  Prothionamide salisilat (PAS)
(Pto)  Terizidone (Trd)
 Cycloserine (Cs)
Golongan 5/ Obat yang  Clofazimine (Cfz)  Thioacetazone
belum terbukti efikasinya  Linezolid (Lzd) (Thz)
dan tidak  Amoxilin  Clarithromycin
direkomendasikan oleh Clavulanate (Clr)
WHO (Amx-Clv)  Imipenem (Ipm).

Tabel 02. Pengelompokkan OAT lini pertama


Jenis OAT Sifat Dosis yang direkomendasikan
(mg/kg)
Harian 3x seminggu
Isoniasid (H) Bakterisid 5 10

9
(4-6) (8-12)
Rifampisin (R) Bakterisid 10 10
(8-12) (8-12)
Pirazinamid (Z) Bakterisid 25 35
(20-30) (30-40)
Streptomisin (S) Bakterisid 15
(12-18)
Etambutol (E) Bakterisid 15 30
(15-20) (20-35)

Tabel 03. Pengelompokkan OAT lini kedua


Grup Golongan Jenis Obat
A Florokuinolon  Levofloksasin (Lfx)
 Moksifloksasin (Mfx)
 Gatifloksasin (Gfx)
B OAT suntik lini  Kanamisin (Km)
kedua  Amikasin (Am)
 Kapreomisin (Cm)
 Streptomisin (S)
C OAT oral lini  Etionamis (Eto)/Protionamid (Pto)
kedua  Sikloserin (Cs)/Terizidon (Trd)
 Clofazimin (Cfz)
 Linezolid (Lzd)
D D1 OAT lini  Pirazinamid
pertama (Pto)
 Etambutol (E)
 Isoniazid (H)

10
dosis tinggi
D2 OAT baru  Bedaquiline
(Bdq)
 Delamanid
(Dlm)
 Pretonamid (PA-
824)
D3 OAT tambahan  Asam
paraamainosalisi
lat (PAS)
 Imipenem-
silastatin (lpm)
 Meropenem
(Mpm)
 Amoksilin
clavulanat
(Amx-Clv)
 Thioasetazon
(T)

2.2.2. Dosis OAT.

Pengobatan TB dengan paduan OAT Lini Pertama yang digunakan di


Indonesia dapat diberikan dengan dosis harian maupun dosis intermiten (diberikan 3
kali perminggu) dengan mengacu pada dosis terapi yang telah direkomendasikan.

11
Tabel 04. Dosis rekomendasi OAT lini pertama untuk dewasa
Obat Dosis rekomendasi
Harian 3 kali per minggu
Dosis Maksimum Dosis Maksimum
(mg/kgBB) (mg) (mg/kgBB) (mg)
Isoniazid (H) 5 (4-6) 300 10 (8-12) 900
Rifampisin (R) 10 (8-12) 600 10 (8-12) 600
Pirazinamid (Z) 25 (20-30) 35 (30-40)
Etambutol (E) 15 (15-20) 30 (25-35)
Streptomisin (S) 15 (12-18) 15 (12-18)

2.2.3. Tahapan dan Lama Pengobatan.

a. Pengobatan TB harus selalu meliputi pengobatan tahap awal dan tahap lanjutan
dengan maksud:
1. Tahap Awal
Pengobatan diberikan setiap hari. Paduan pengobatan pada tahap ini adalah
dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan jumlah kuman yang ada dalam
tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil kuman yang
mungkin sudah resistan sejak sebelum pasien mendapatkan pengobatan. Bila
pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien
menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien
TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.
2. Tahap Lanjutan
Pengobatan tahap lanjutan bertujuan membunuh sisa sisa kuman yang masih
ada dalam tubuh, khususnya kuman persister sehingga pasien dapat sembuh
dan mencegah terjadinya kekambuhan. Pada tahap lanjutan pasien mendapat
jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama.

12
b. Lama pengobatan pasien TB tergantung kriteria pasien TB dan dijelaskan di
bagian tatalaksana pengobatan TB.
2.2.4. Tata Laksana Pengobatan.
1. Pengobatan TB Dewasa

1. Kategori 1
Paduan OAT Kategori 1 yang digunakan di Indonesia adalah
2(HRZE)/4(HR)3 atau 2(HRZE)/4(HR). Paduan OAT ini diberikan untuk
pasien baru:
 Pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis
 Pasien TB paru terkonfirmasi klinis
 Pasien TB ekstra paru
Paduan OAT kategori 1 diberikan selama 6 bulan, dibagi menjadi 2
tahapan yaitu 2 bulan tahap awal dan 4 bulan tahap lanjutan. Paduan OAT
Kategori 1 yang disediakan oleh program adalah dalam bentuk kombinasi
dosis tetap (KDT) dan obat lepas (kombipak). Untuk saat ini paduan yang
disediakan adalah paduan dengan dosis intermiten. Sedangkan untuk dosis
harian yaitu 2(HRZE)/4(HR) sedang dalam proses pengadaan program TB
Nasional. Pemberian OAT dosis harian, dosis obat mengacu kepada Tabel 04.
Dosis rekomendasi OAT Lini pertama untuk dewasa.
Tabel 05. Dosis panduan OAT KDT Kategori 1: 2 (HRZE)/4(HR)3
Berat Badan Tahap awal tiap hari Tahap lanjutan 3 kali
selama 56 hari RHZE seminggu selama 16
minggu RH
30-37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT
38-54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT
55-70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT
≥71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT

13
Tabel 06. Dosis panduan OAT Kombipak Kategori 1: 2 HRZE/4H3R3
Tahap Lama Dosis per hari/kali Jumlah
pengobatan pengobatan Tablet Kaplet Tablet Tablet hari/kali
Isoniasid Rifampisin Pirazinamid Etambutol menelan
@ 300 @ 450 @500 mgr @ 250 obat
mgr mgr mgr
Awal 2 bulan 1 1 3 3 56
Lanjutan 4 bulan 2 1 - 48

2. Kategori 2
Paduan OAT Kategori 2 yang digunakan di Indonesia adalah
2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3 atau 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)E. Paduan OAT
ini diberikan untuk pasien dengan riwayat pengobatan TB sebelumnya (pasien
pengobatan ulang) yaitu :
 Pasien kambuh
 Pasien gagal pada pengobatan Kategori I.
 Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (loss to follow-up).
Paduan OAT kategori 2 diberikan selama 8 bulan, dibagi menjadi 2
tahapan yaitu 3 bulan tahap awal dan 5 bulan tahap lanjutan. Paduan OAT
Kategori 2 yang disediakan oleh program adalah dalam bentuk kombinasi dosis
tetap (KDT) dan obat lepas (kombipak). Untuk saat ini paduan yang disediakan
adalah paduan dengan dosis intermiten. Sedangkan untuk dosis harian yaitu
2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)E sedang dalam proses pengadaan program TB
Nasional. Pemberian OAT dosis harian, dosis obat mengacu kepada Tabel: 04.
Dosis rekomendasi OAT Lini pertama untuk dewasa.
Tabel 07. Dosis paduan OAT KDT Kategori 2 : 2(HRZE)S / (HRZE)
/5(HR)3E3

14
Berat badan Tahap awal tiap hari RHZE + S Tahap lanjutan 3
kali seminggu RH
+E
Selama 56 hari Selama 28 hari Selama 20 minggu
30-37 kg 2 tab 4KDT + 500 2 tab 4KDT 2 tab 2KDT+ 2 tab
mg Streptomisin Etambutol
inj.
38-54 kg 3 tab 4KDT + 750 3 tab 4KDT 3 tab 2KDT+ 3 tab
mg Streptomisin Etambutol
inj.
55-70 kg 4 tab 4KDT + 1000 4 tab 4KDT 4 tab 2KDT+ 4 tab
mg Streptomisin Etambutol
inj.
≥ 71 kg 5 tab 4KDT + 1000 5 tab 4KDT 5 tab 2KDT+ 5 tab
mg Streptomisin Etambutol
inj.

Tabel 08. Dosis panduan OAT Kombipak Kat 2 : 2HRZES/HRZE/5H3R3E3


Tahap Lama Tab. Kap. Tab. Etambutol Strepto Jumlah
pengobatan pengo Isoniasid Rifamp Pirazina Tablet Tablet @ misin hari/kali
batan @ 300 isin @ mid @ @250 400 mgr injeksi menelan
mgr 450 500 mgr mgr obat
mgr
Awal 2 1 1 3 3 - 0,75 gr 56
(dosis bulan
harian) 1 1 1 3 3 - - 28
bulan
Lanjutan 5 2 1 - 1 2 - 60

15
(dosis 3x bulan
seminggu

Cara penulisan kode paduan obat serta penjelasannya


Penulisan paduan memiliki singkatan pada table diatas. misalnya: Kategori 1 KDT: 2
(HRZE) / 4 (HR)3.
 Garis miring menunjukkan pemisahan tahapan pengobatan.
 Angka 2 dan 4 menunjukkan lama pengobatan dalam bulan.
 Huruf dalam tanda kurung menunjukkan OAT Kombinasi Dosis Tetap
(KDT).
 Jika tanpa tanda kurung berarti OAT lepas atau kombipak.
 Angka setelah huruf atau tanda kurung menunjukkan jumlah dosis obat per
minggu.
 Jika tidak ada angka setelah huruf atau tanda kurung menunjukkan
pengobatan dilakukan setiap hari.
Contoh 1. Pengobatan dengan Paduan OAT kategori 1 KDT: 2(HRZE)/ 4 (HR)3
Tahap awal : 2(HRZE) Lama pengobatan 2 bulan, diberikan setiap hari yaitu (HRZE)
atau Isoniazid (H), rifampicin (R), pirazinamid (Z) dan etambutol (E) dalam bentuk
KDT.
Tahap lanjutan : 4(HR)3. Lama pengobatan 4 bulan. diberikan 3 kali seminggu (HR)
atau Isoniazid dan rifampisin, dalam bentuk KDT.
Contoh 2. Pengobatan dengan kategori 2 KDT: 2(HRZE)S/ (HRZE)/ 5(HR)3E3
Tahap awal : 2(HRZE)S/ (HRZE)/. Lama pengobatan 2 bulan. diberikan setiap hari
yaitu : Isoniazid (H), rifampicin (R), pyrazinamide (Z) dan etambutol (E) dalam
bentuk KDT dan Streptomisin (S) diberikan selama 2 bulan pertama berupa suntikan
setiap hari.

16
Tahap lanjutan adalah 5(HR)3E3 : Lama pengobatan 5 bulan. Pengobatan diberikan 3
kali seminggu. Isoniazid dan rifampisin, diberikan dalam bentuk KDT dan etambutol
diberikan secara lepas.
Pada paduan OAT bentuk kombipak atau bentuk lepas yang masing-masing obat
tidak dalam bentuk kombinasi, maka penulisan contoh untuk Kategori 1 menjadi :
2HRZE/ 4H3R3 dan contoh untuk kategori 2 menjadi : 2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3.
2. Pengobatan TB Anak
Prinsip pengobatan TB pada anak sama dengan TB dewasa. Beberapa hal
penting dalam tatalaksana TB Anak, obat TB diberikan dalam paduan obat tidak
boleh diberikan sebagai monoterapi, pemberian gizi yang adekuat, mencari penyakit
penyerta, jika ada ditatalaksana secara bersamaan.
Tabel 09. Paduan OAT dan lama pengobatan TB pada anak
Kategori diagnostic Fase intensif Fase lanjutan
TB Paru BTA negative 2HRZ 4R
TB Kelenjar
Efusi pleura TB
TB Paru BTA positif 2HRZE 4HR
TB Paru dengan kerusakan
luas
TB ekstraparu (selain TB
Meningitis dan TB
Tulang/sendi)
TB Tulang/sendi 2HRZE 10 HR
TB Millier
TB Meningitis

17
Tabel 10. Dosis OAT untuk anak
Nama obat Dosis harian Dosis maksimal (mg/hari)
(mm/kgBB/hari)
Isoniazid (H) 10 (7-15) 300
Rifampisin (R) 15 (10-20) 600
Pirasinamid (Z) 35 (30-40)
Etambutol (E) 20 (15-25)
Untuk mempermudah pemberian OAT dan meningkatkan keteraturan minum
obat, paduan OAT disediakan dalam bentuk paket KDT/ FDC. Satu paket dibuat untuk
satu pasien untuk satu masa pengobatan. Paket KDT untuk anak berisi obat fase
intensif, yaitu rifampisin (R) 75mg, INH (H) 50 mg, dan pirazinamid (Z) 150 mg, serta
obat fase lanjutan, yaitu R 75 mg dan H 50 mg dalam satu paket. Dosis yang
dianjurkan dapat dilihat pada tabel berikut. Pada kondisi tertentu Etambutol dapat
ditambahkan bersamaan dengan KDT yang diberikan.
Tabel 11. Dosis OAT KDT pada TB anak
Berat badan (kg) Fase intensif (2 bulan) Fase lanjutan (4 bulan) RH
RHZ
5-7 1 tablet 1 tablet
8-11 2 tablet 2 tablet
12-16 3 tablet 3 tablet
17-22 4 tablet 4 tablet
23-30 5 tablet 5 tablet
≥ 30 OAT dewasa
Hal-hal yang harus diperhatikan:

1) Bayi di bawah 5 kg pemberian OAT secara terpisah, tidak dalam bentuk KDT dan
sebaiknya dirujuk ke RS
2) Apabila ada kenaikan BB maka dosis atau jumlah tablet yang diberikan
disesuaikan dengan berat badan saat itu

18
3) Untuk anak dengan obesitas, dosis KDT berdasarkan Berat Badan ideal (sesuai
umur). Tabel Berat Badan berdasarkan umur dapat dilihat di lampiran
4) OAT KDT harus diberikan secara utuh (tidak boleh dibelah, dan tidak boleh
digerus)
5) Obat dapat diberikan dengan cara ditelan utuh, dikunyah/dikulum (chewable),
atau dimasukkan air dalam sendok (dispersable).
6) Obat diberikan pada saat perut kosong, atau paling cepat 1 jam setelah makan
7) Bila INH dikombinasi dengan Rifampisin, dosis INH tidak boleh melebihi 10
mg/kgBB/hari
8) Apabila OAT lepas diberikan dalam bentuk puyer, maka semua obat tidak boleh
digerus bersama dan dicampur dalam satu puyer.

3. Pengobatan Pasien TB dengan Keadaan Khusus

Beberapa keadaan khusus tertentu dapat dialami oleh pasien setelah dan
selama mendapatkan pengobatan TB, sehingga pasien perlu mendapatkan
penanganan yang spesifik sesuai dengan kondisinya dan pengobatan TB nya tetap
dapat diteruskan sampai selesai. Beberapa kondisi tersebut antara lain adalah :

a. Pengobatan TB pada ODHA


Penting diperhatikan dari pengobatan TB pada ODHA adalah apakah pasien
tersebut sedang dalam pengobatan ARV atau tidak. Prioritas utama bagi pasien TB
dengan HIV positif adalah segera memberikan pengobatan OAT diikuti dengan
pemberian Kotrimoksasol dan ARV. Pengobatan ARV sebaiknya dimulai segera
dalam waktu 8 minggu pertama setelah dimulainya pengobatan TB.
Bila pasien sedang dalam pengobatan ARV, sebaiknya pengobatan TB tidak dimulai
di fasilitas pelayanan kesehatan dasar (strata I), rujuk pasien tersebut ke RS rujukan
pengobatan ARV.

19
b. Pengobatan TB pada Diabetes Melitus
TB merupakan salah satu faktor risiko tersering pada seseorang dengan
Diabetes Mellitus. Anjuran pengobatan TB pada pasien dengan Diabetes Melitus:
a. Paduan OAT yang diberikan pada prinsipnya sama dengan paduan OAT bagi
pasien TB tanpa DM dengan syarat kadar gula darah terkontrol
b. Apabila kadar gula darah tidak terkontrol, maka lama pengobatan dapat
dilanjutkan sampai 9 bulan
c. Hati-hati efek samping dengan penggunaan Etambutol karena pasien DM sering
mengalami komplikasi kelainan pada mata
d. Perlu diperhatikan penggunaan Rifampisin karena akan mengurangi efektifitasobat
oral anti diabetes (sulfonil urea) sehingga dosisnya perlu ditingkatkan
e. Perlu pengawasan sesudah pengobatan selesai untuk mendeteksi dini bilaterjadi
kekambuhan
f. Pilihan utama untuk pengobatan DM pada pasien TB adalah insulin. Oleh karena
OAT pada umumnya hepatotoksik yang akan mempengaruhi metabolisme obat
Hipoglikemik Oral (OHO). OAT juga dapat menghambat penyerapan OHO
disaluran pencernaan, sehingga diperlukan dosis OHO yang lebih tinggi.
g. Untuk kendali gula darah, pasien TB dengan DM di FKTP, sebaiknya dirujuk ke
FKRTL untuk menginisasi obat anti diabetik.
h. Pada pasien TB RO, Diabetes mellitus dapat memperkuat efek samping OAT
terutama gangguan ginjal dan neuropati perifer. Obat Anti Diabetika (OAD) tidak
merupakan kontraindikasi selama masa pengobatan TB tetapi biasanya
memerlukan dosis OAD yang lebih tinggi sehingga perlu penanganan khusus.
Apabila pasien minum etionamid maka kadar insulin darah lebih sulit dikontrol,
untuk itu perlu konsultasi dengan ahli penyakit dalam. Kadar Kalium darah dan
serum kreatinin harus dipantau setiap minggu selama bulan pertama dan
selanjutnya minimal sekali dalam 1 bulan selama tahap awal.

20
c. Pengobatan TB pada ibu hamil, pengguna kontrasepsi dan ibu menyusui
1) Kehamilan
Pada prinsipnya pengobatan TB pada kehamilan tidak berbeda dengan
pengobatan TB pada umumnya. Menurut WHO, hampir semua OAT aman untuk
kehamilan, kecuali golongan Aminoglikosida seperti streptomisin atau kanamisin
karena dapat menimbulkan ototoksik pada bayi (permanent ototoxic) dan dapat
menembus barier placenta. Keadaan ini dapat mengakibatkan terjadinya
gangguan pendengaran dan keseimbangan yang menetap pada bayi yang akan
dilahirkan. Perlu dijelaskan kepada ibu hamil bahwa keberhasilan pengobatannya
sangat penting artinya supaya proses kelahiran dapat berjalan lancar dan bayi
yang akan dilahirkan terhindar dari kemungkinan tertular TB. Pemberian
Piridoksin 50mg/hari dianjurkan pada ibu hamil yang mendapatkan pengobatan
TB, sedangkan pemberian vitamin K 10mg/hari juga dianjurkan apabila
Rifampisin digunakan padatrimester 3 kehamilan menjelang partus.
2) Ibu menyusui dan bayinya
Pada prinsipnya pengobatan TB pada ibu menyusui tidak berbeda dengan
pengobatan pada umumnya. Semua jenis OAT Lini 1 aman untuk ibu menyusui.
Seorang ibu menyusui yang menderita TB harus mendapat paduan OAT secara
adekuat. Pemberian OAT yang tepat merupakan cara terbaik untuk mencegah
penularan kuman TB kepada bayinya. Ibu dan bayi tidak perlu dipisahkan dan
bayi tersebut dapat terus diberikan ASI. Pengobatan pencegahan dengan INH
diberikan kepada bayi tersebut sesuai dengan berat badannya.
3) Pasien TB pengguna kontrasepsi
Rifampisin berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal (pil KB, suntikan KB,
susuk KB) sehingga dapat menurunkan efektifitas kontrasepsi tersebut. Seorang
pasien TB sebaiknya mengggunakan kontrasepsi non-hormonal

21
d. Pengobatan TB pada perempuan usia subur
1) Jika pasien menggunakan kontrasepsi, Rifampisin berinteraksi dengan
kontrasepsi hormonal (pil KB, suntikan KB, susuk KB) sehingga dapat
menurunkan efektifitas kontrasepsi tersebut. Seorang pasien TB sebaiknya
mengggunakan kontrasepsi non-hormonal
2) Semua pasien TB RO usia subur yang akan mendapat pengobatan dengan OAT
RO, harus melakukan tes kehamilan terlebih dahulu.
3) Bila ternyata pasien tersebut tidak hamil, pasien dianjurkan memakai
kontrasepsi fisik selama masa pengobatan untuk mencegah kehamilan.
e. Pengobatan pasien TB dengan gangguan fungsi ginjal
 Pasien dengan penyakit ginjal sangat berisiko untuk terkena TB khususnya pada
pasien dengan penyakit ginjal kronis.
 Pemberian OAT TB pada pasien dengan gangguan ginjal harus dilakukan
dengan hati–hati, sebaiknya pirazinamid dan etambutol tidak diberikan karena
diekskresi melalui ginjal.
 Perlu diberikan tambahan Piridoksin (vit. B6) untuk mencegah terjadinya
neuropati perifer.
 Kerjasama dengan dokter yang ahli dalam penatalaksanaan pasien dengan
gangguan fungsi ginjal sangat diperlukan. Penilaian tingkat kegagalan fungsi
ginjal berdasarkan pada pemeriksaan kreatinin.
f. Pasien TB yang perlu mendapatkan tambahan kortikosteroid
Kortikosteroid hanya digunakan pada keadaan khusus yang membahayakan
jiwa pasien seperti:
a. Meningitis TB dengan gangguan kesadaran dan dampak neurologis
b. TB milier dengan atau tanpa meningitis
c. Efusi pleura dengan gangguan pernafasan berat atau efusi pericardial

22
d. Laringitis dengan obstruksi saluran nafas bagian atas, TB saluran
kencing(untuk mencegah penyempitan ureter), pembesaran kelenjar getah
bening dengan penekanan pada bronkus atau pembuluh darah.
e. Hipersensitivitas berat terhadap OAT.
f. IRIS (Immune Response Inflammatory Syndrome).
Dosis dan lamanya pemberian kortikosteroid tergantung dari berat dan ringannya
keluhan serta respon klinis.
g. Pengobatan Pasien TB dengan kelainan hati (Hepatitis akut)
a) Pasien TB dengan Hepatitis akut
Pemberian OAT pada pasien TB dengan hepatitis akut dan atau klinis
ikterik,ditunda sampai hepatitis akutnya mengalami penyembuhan. Sebaiknya
dirujuk ke fasyankes rujukan untuk penatalaksanaan spesialistik.
b) Pasien dengan kondisi berikut dapat diberikan paduan pengobatan OAT yang
biasa digunakan apabila tidak ada kondisi kronis :
a. Pembawa virus hepatitis
b. Riwayat penyakit hepatitis akut
c. Saat ini masih sebagai pecandu alkohol
Reaksi hepatotoksis terhadap OAT umumnya terjadi pada pasien dengan
kondisi tersebut diatas sehingga harus diwaspadai.
c) Hepatitis Kronis
Pada pasien dengan kecurigaan mempunyai penyakit hati kronis, pemeriksaan
fungsi hati harus dilakukan sebelum memulai pengobatan. Apabila hasil
pemeriksaan fungsi hati >3 x normal sebelum memulai pengobatan, paduan
OAT berikut ini dapat dipertimbangkan:
1. 2 obat yang hepatotoksik, 2 HRSE / 6 HR, 9 HRE
2. 1 obat yang hepatotoksik , 2 HES / 10 HE
3. Tanpa obat yang hepatotoksik 18-24 SE ditambah salah satu golongan
fluorokuinolon (ciprofloxasin tidak direkomendasikan karena potensinya
sangat lemah).

23
2.2.5. Efek Samping OAT

1. Efek Samping Ringan

Gejala Efek Samping: Yang harus Dilakukan


Warna kemerahan pada air seni (urin) Jelaskan kepada pasien untuk tidak
perlu khawatir karena warna merah
berasal dari salah satu obat yang
ditelan.
Mual, sakit perut Jelaskan kepada pasien agar obat
ditelan malam hari sebelum tidur
Nyeri sendi Segera rujuk ke Petugas Kesehatan
Kesemutan sampai dengan rasa Segera rujuk ke Petugas Kesehatan
terbakar dikaki
2. Efek Samping Berat
 Gatal dan kemerahan pada kulit
 Gangguan pendengaran
 Gangguan pengelihatan
 Gangguan keseimbangan/limbung
 Kuning pada mata dan atau kulit tanpa penyebab lain
 Gelisah dan muntah-muntah
 Bintik-bintik kemerahan pada kulit dan renjatan/ syok
 Kelainan fungsi hati atau pun ginjal
 Perdarahan lambung
 Gangguan elektorlit berat

24
2.2.6. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya (tipe pasien)

1. Kasus baru (Pasien baru)


Pasien baru adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT
atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
Pemeriksaan BTA bisa positif atau negatif.
2. Kasus yang sebelumnya diobati
 Pasien kambuh (Relaps)
Pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,
didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
 Pasien setelah putus berobat (Default )
Pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan
BTA positif.
 Pasien gagal (Failure)
Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
3. Kasus Pindahan (Pasien pindahan) (Transfer In)
Kasus pindahan adalah pasien yang dipindahkan keregister lain untuk
melanjutkan pengobatannya.
4. Kasus lain (Pasien lain)
Kasus lain adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas,
seperti:
 Tidak diketahui riwayat pengobatan sebelumnya,
 Pernah diobati tetapi tidak diketahui hasil pengobatannya,
 Kembali diobati dengan BTA negative.

25
2.3. Pengawas Menelan Obat (PMO).
PMO adalah seorang yang secara sukarela membantu pasien TB dalam masa
pengobatan hingga sembuh.

a. Persyaratan PMO.
1. Sehat jasmani dan rohani serta bisa baca tulis
2. Bersedia membantu pasien dengan sukarela
3. Tinggal dekat dengan pasien
4. Dikenal, dipercaya dan segani oleh pasien
5. Disetujui oleh pasien dan petugas kesehatan
6. Bersedia di latih dan atau mendapat penyuluhan bersama dengan pasien.
a. Siapa yang bisa jadi PMO.
1. Anggota keluarga atau kerabat yang tinggal serumah
2. Tetangga
3. Teman atau atasan (rekan kerja, supervisor, sipir, dll)
4. Tokoh agama, tokoh masyarakat atau tokoh adat
5. Kader kesehatan (Posyandu, juru pemantau, jentik, KB, dll)
6. Anggota organisasi kemasyarakatan (PKK, LSM, dll)
7. Anggota organisasi keagamaan (majelis taklim, gereja, dll)
8. Petugas kesehatan (bidan di desa, perawat, pekarya, sanitarian, juru imunisasi,
dokter, dll)
b. Tugas seorang PMO (Pengawas Minum Obat).
1. Memastikan pasien menelan obat sesuai aturan sejak awal pengobatan sampai
sembuh.
 Membuat kesepakatan antara PMO dan pasien mengenai lokasi dan waktu
menelan obat.
 PMO dan pasien harusmenepati kesepakatan yang sudah di buat
 Pasien menelan obat dengan disaksikan oleh PMO

26
2. Mendampingi dan memberikan dukungan moral kepada pasien agar dapat
menjalani pengobatan secara lengkap dan teratur.
 Meyakinkan kepada pasien bahwa TB bisa disembuhkan dengan menelan
obat secara lengkap dan teratur
 Mendorong pasien untuk tetap menelan obatnya saat mulai bosan.
 Mendengarkan setiap keluhan pasien, menghiburnya dan menumbuhkan
rasa percaya diri.
 Menjelaskan manfaat bila pasien menyelesaikan pengobatan agar pasien
tidak putus berobat.
3. Meningkatkan pasien TB untuk mengambil obat dan periksa ulang dahak
sesuai jadwal.
 Mengingatkan pasien waktu untuk mengambil obat berdasarkan jadwal
pada kartu identitas pasien (TB 02)
 Memastikan bahwa pasien sudah mengambil obat
 Mengingatkan pasien untuk waktu periksa dahak berdasarkan jadwal pada
kartu identitas pasien (TB 02)
 Memastikan bahwa pasien sudah melakukan periksa dahak ulang.
4. Menemukan dan mengenali gejala-gejala efek samping OAT dan merujuk ke
sarana pelayanan kesehatan
 Menanyakan apakah pasien mengalami keluhan setelah menelan OAT
 Melakukan tindakan sesusi dengan keluhan yang dialami pasien
 Menenangkan pasien bahwa keluhan yang dialami bisa di tangani.
5. Mengisi kartu kontrol pengobatan pasien sesuai petunjuk
6. Memberikan penyuluhan tentang TB kepada keluarga pasien atau orang yang
tinggal serumah
 TB disebabkan oleh kuman, tidak disebabkan oleh guna-guna atau kutukan
dan bukan penyakit keturunan.
 TB dapat disembuhkan dengan berobat lengkap dan teratur

27
 Cara penularan TB, gejala-gejala TB dan cara pencegahannya
 Cara pemberian obat(tahap awal dan lanjutan)
 Pentingnya pengawasan agar pasien berobat secara lengkap dan teratur
 Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera meminta
pertolongan kesarana pelayanan kesehatan
c. Peran PMO.
1. Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur samapai selesai
pengobatan.
2. Memberikan dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur.
3. Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah
ditentukan.
4. Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang
mempunyai gejala- gejala mencurigakan TB untuk segera memeriksakan
diri ke Unit Pelayanan Kesehatan Tugas seorang PMO bukanlah untuk
mengganti kewajiban pasien mengambil obat dari unit pelayanan kesehatan.
d. Cara mendampingi pasien menelan obat.
1. Bila pasien merasa sulit menelan obat sekaligus, biarkan pasien beristrahat
sejenak (maksimal 2 jam) sebelum menelan obat yang lain.
2. Obat anti TB untuk hari tersebut harus ditelan pada saat yang bersamaan agar
obat bisa bekerja dengan baik.
3. Jika pasien kesulitan menelan obat dengan air minum obat bisa dimakan
bersama pisang atau bubur atau makanan lainnya.
4. Bila pasien TB tidak menelan obat didepan PMO minta pasien untuk
menunjukkan bungkus obat yang sudah ditelan.
5. Dianjurkan menelan obat sekaligus (2 jam harus habis) sebelum makan atau
malam sebelum tidur karena penyerapan obat lebih baik disaat perut kosong.

28
e. Hal yang harus dilakukan saat pasien lupa minum obat.
1. PMO harus cepat bertindak jika pasien lupa atau tidak menelan obatnya
(meskipun hanya terlambat 1 hari).
2. Ingatkan pasien untuk menelan obat seperti biasa dan tidak boleh
menggabungkan dosis obat.
3. Tanyakan masalah yang menjadi penyebab pasien tidak menelan obatnya.
4. Laporkan dan mintalah saran kepada petugas PUSKESMAS atas
keterlambatan tersebut.
f. Hal yang harus dilakukan jika pasien akan pergi beberapa lama atau pindah.
1. Ingatkan pasien untuk selalu memberitahu PMO, jika ada rencana bepergian
dalam waktu lama atau pindah.
2. Hubungi puskesmas dan minta saran mereka atas rencana kepergian pasien.
g. Hal yang harus dilakukan apabila PMO akan pergii beberapa lama.
1. Bicarakan dengan pasien untuk mencari PMO pengganti yang bisa
mendampinginya selama PMO pergi.
2. Beritahu kader kesehatan yang ada diwilayah tersebut.
h. Informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk disampaikan kepada pasien
dan keluarganya :
1. TB disebabkan kuman, bukan penyakit turunan atau kutukan.
2. TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur.
3. Cara penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara
pencegahannya.
4. Cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif dan lanjutan).
5. Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat teratur.
6. Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera
meminta.

29
2.4 Bimbingan Spiritual:Motivasi PMO

Peran dan motivasi PMO dan keluarga sangat penting untuk keberhasilan
pengobatan penderita TB Paru. Peran Pengawas Makan Obat (PMO) adalah penting
untuk melakukan pengawasan terhadap pasien dalam hal menelan obat,
mengingatkan pasien untuk pemeriksaan ulang dahak sesuai dengan jadwal yang
ditentukan, memberikan dorongan terhadap pasien untuk berobat secara teratur
hingga selesai, menasehati pasien agar tetap mau menelan obat secara teratur hingga
selesai.

Dari penelitian sebuah penelitian di wilayah Pontianak Kalimantan barat,


terlihat bahwa kelompok keluarga penderita Tuberkulosa yang sembuh mengatakan
PMO mengingatkan untuk teratur minum obat, memantau perkembangan kesehatan
tubuhnya dengan cara memperhatikan si penderita, apabila penderita tidak teratur
minum obat dengan cara ditegur, diantarkan pergi berobat, dan sangat penting
mendengarkan keluhan si penderita. Sedangkan pada kelompok PMO yang kambuh
semuanya menjawab sama namun ada yang tidak terlalu termotivasi karena
penderitanya tidak mendengarkan anjuran dan saran dari PMO nya.

Kehadiran seorang PMO sangat mempengaruhi keberhasilan sebuah


pengobatan, terkhususnya TB. Namun, apakah yang didapatkan seseorang yang
menjadi PMO?, PMO bisa saja membuat seseorang mengalami hal-hal seperti banyak
pekerjaan, banyak tanggung jawab, konflik dengan pasien (pasien tidak kooperatif),
Keterbatasan waktu dan yang lainnya. Yang perlu di pahami hal terbaik dari menjadi
seorang PMO adalah secara langsung menolong sesama yang sangat membutuhkan.
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan
jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu
kepada ALLAH, sesungguhnya ALLAH amat berat siksa-Nya (QS. Al Maa’idah
(5):2). Dan janganlah kamu lupa berbuat baik dan memberi bantuan, sebab korban-
korban yang demikianlah yang berkenan kepada Allah (Ibrani 13:16).

30
BAB III
RANCANGAN KEGIATAN

3.1. Komponen Pelatihan.


1. Panita pelaksana dan sasaran.
a. Susunan kepanitiaan.
1). Pelindung : Ketua Jurusasan Keperawatan
Dr. Florentianus Tat, SKp., M.Kes.
2). Pembimbing : Israfil.,S.Kep.,Ns.,M.Kes
3). Ketua : Putu Agus S. Prasetya
4). Sekretaris : Nina Joice Takoy
6). Bendahara : Palmania Y.S Tukan
7). Seksi Humas : Mariana R. Kase
Maria F. Tangke
8). Seksi Perlengkapan : Marianus B. Wotan
Nadia C. Manoe
9). Seksi acara : Maria M. Son
Oyang B. Reo
Maria G. Constantia
11). Seksi Dokumentasi : Maria Fanata
Maria Kewa Deran
12). Seksi Konsumsi : Magdalena Yuliska Tulung
Maria N. Lilo
Natalia Ina Pulo
b. Sasaran
Masyarakat Kel. Liliba khususnya anggota keluarga penderita TB,
Kec.Oebobo, Kota Kupang.

31
2. Metode pelaksanaan.
a. Tempat : Kantor Lurah Liliba, Kec.Oebobo,
Kota Kupang.
b. Hari/tanggal : Senin, 22 Oktober 2018.
c. Waktu : 08.00 Wita.
d. Narasumber : Mahasiswa/Mahasiswi PPN TK. III
Jurusan Keperawatan Poltekkes
Kemenkes Kupang.
e. Tekhnik/metode pelaksanaan : Penyuluhan dan pelatihan.
f. Seting tempat : Duduk berhadapan antara pelaksana
dan masyarakat.
g. Susunan Acara :

No Jam Acara Penanggung


jawab
Senin, 22 oktober 2018

1 07.30-08.00 Persiapan Sie


perlengkapan
2 08.00-09.00 Pembukaan Sie acara
1. Sambutan oleh Lurah kel. Liliba
2. Sambutan oleh ketua panitia
3 09.00-09.30 Snack Sie konsumsi

4 09.30-11.00 Pemberian materi konsep TB Sie acara

5 11.00-12.30 Pemberian materi Pengobatan TB Sie acara

6 12.30-13.30 ISOMA Sie


perlangkapan
Dan konsumsi

32
7 13.30-15.00 Konsep PMO Sie acara

8 15.00-16.30 Bimbingan spiritual:motivasi PMO Sie acara

Selasa, 23 oktober 2018

1 08.00-10.00 Simulasi PMO bersama pasien Sie acara

2 10.00-11.00 Evaluasi simulasi PMO bersama Sie acara


pasien
3 11.00-12.00 Penutupan Panitia

3. Material dan alat bantu :


1 Kursi.
2 Meja.
3 Power point.
4 Laptop.
5 LCD.
6 Terminal kabel.
7 Pengeras suara.
4. Anggaran :
Seluruh rangkaian kegiatan direncanakan akan dianggarkan :

No Kebutuhan Anggaran

1 Konsumsi
sanck 50 0rang @2.000 Rp. 100.000
makan siang 50 orang @15.000 Rp. 750.000
aqua 2 dos Rp. 40.000
2 Perlengkapan Rp. 200.000

3 Dokumentasi Rp. 300.000

33
4 Transportasi humas Rp. 500.000

5 Administrasi Rp. 200.000

7 Biaya tak terduga Rp. 500.000

Total Rp. 2.615.000

34
BAB IV
LAPORAN KEGIATAN
4.1 Judul Kegiatan

PELATIHAN PENGAWAS MENELAN OBAT (PMO)

4.2 Sumber Dana

Anggaran yang digunakan dalam kegiatan ini bersumber dari:


1. Dana sponsor :Rp.2.000.000
2. Dana pokok (DINKES) :Rp.750.000

4.3 Pelaksana

Maria Fanata :MC


Maria F. Tangke :Fasilitator
Maria G. Constantia :Fasilitator
Maria Kewa Deran :Narasumber 1
Maria Meylani Son :Narasumber 2
Maria Nirmala Lilo :Fasilitator
Mariana R. Kase :Fasilitator
Marianus Belawa Wotan :Lurah
Nadia Citra Manoe :Narasumber 4
Natalia Ina Pulo :Moderator 2
Nina Joice Takoy :Pemandu Simulasi
Oyang Bendelina Reo :Narasumber 3
Palmania Y.S Tukan :Moderator 1
Putu Agus S. Prasetya :Ketua Panitia

35
4.4 Ringkasan

Pelatihan Pengawas Menelan Obat (PMO) di selenggarakan di kel. Liliba,


Kec. Oebobo. Kota Kupang, NTT. Kegiatan ini diselengggarapan pada senin, 23
oktober 2018 – Selasa, 24 oktober 2018 di aula kel. Liliba. Kegiatan Pelatihan
Pengawas Obat (PMO) ini merupakan salah satu rancangan kegiatan yang di tujukan
bagi masyarakat Kelurahan Liliba khususnya masyrakat yang memilki anggota
keluarga penderita TB untuk dapat berperan sebagai Pengawas Menelan Obat (PMO)
sebagai salah satu komponen Directly Observe Treatmen Shortcourse (DOTS). Untuk
menjamin keteraturan pengobatan diperlukan seorang PMO. Tugas seorang PMO
adalah mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai
pengobatan. Memberikan dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur.
Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang ditentukan. Tugas
seorang PMO bukanlah untuk mengganti kewajiban pasien mengambil obat dari unit
pelayanan. Selama pelatihan, peserta berkesempatan untuk mempelajari tentang
konsep TB, pengobatan TB, peran PMO, dan bimbingan spiritual tentang motivasi
PMO. Selain itu, peserta juga diberi kesempatan untuk melakukan simulasi dimana
peserta mensimulasikan peran PMO dengan memberikan penyuluhan tentang konsep
TB, pengobatan TB, peran PMO, dan bimbingan spiritual bagi PMO dan keluarga
pasien. Diantara peserta dan panitia penyelenggara program pelatihan terjadi
hubungan yang saling menguntungkan yang memberikan peningkatan pengetahuan
dan kesadaran dari masyarakat serta memberikan jalinan hubungan yang baik dan
terpercaya bagi panitia penyelenggara pelatihan PMO.

36
4.5 Waktu dan Lokasi

Kegiatan pelatihan ini dilaksanakan di Aula Kantor Kelurahan Liliba pada


tanggal 23 Oktober hingga 24 Oktober 2018. Kegiatan pelatihan ini meliputi
pemberian materi dan diskusi (Tanya jawab) dengan narasumber dan simulasi
pelatihan dengan berperan sebagai seorang PMO.

4.6 Jadwal Pelaksanaan

No Jam Acara Pelaksana

Senin, 22 oktober 2018

1 07.30-08.00 Persiapan Sie


perlengkapan
2 08.00-09.00 Pembukaan MC
1. Sambutan oleh ketua panitia Maria Fanata
2. Sambutan oleh Lurah kel. Liliba
3 09.00-09.30 Snack MC
Maria Fanata

Sie konsumsi
4 09.30-11.00 Pemberian materi konsep TB Narasumber 1
Maria M. Kewa
Deran
5 11.00-12.30 Pemberian materi Pengobatan TB Narasumber 2
Maria M. Son
6 12.30-13.30 ISOMA MC
Maria Fanata

Sie

37
perlangkapan
Dan konsumsi
7 13.30-15.00 Konsep PMO Narasumber 3
Oyang B. Reo
8 15.00-16.30 Bimbingan spiritual:motivasi PMO Narasumber 4
Nadya C. Manoe
Selasa, 23 oktober 2018

1 08.00-10.00 Pembukaan MC
Maria Fanata
Simulasi PMO bersama pasien Pemandu
Simulasi
Nina J. takoy
Fasilitator:
 Mariana R.
Kase
 Maria G.
Constantia
 Maria N. Lilo
 Maria F.
Tangke
2 10.00-11.00 Evaluasi simulasi PMO bersama Pemandu
pasien Simulasi
Nina J. Takoy
3 11.00-12.00 Penutupan MC
1. Sambutan oleh ketua panitia Maria Fanata
2. Sambutan oleh Lurah kel. Liliba

38
4.7 Hasil dan Pembahasan

Kegiatan pelatihan dan simulasi kader pengawas menelan obat (PMO)


dilaksanakan di Balai Desa RT/RW 001/005, Kel. Liliba, Kec.Oebobo, Kota Kupang.
Kegiatan dilaksanakan dua hari, pada hari Senin dan Selasa, tanggal 22 dan 23
Oktober 2018, pukul 08.00 s/d 14.00 wita yang dihadiri oleh 33 orang. Kegiatan
pelatihan dan simulasi berjalan dengan lancar, dengan diawali kata sambutan dari
Kepala Lurah Liliba dan kata sambutan dari Ketua Panitia pelatihan dan simulasi
kader PMO.

Para peserta pelatihan dan simulasi sangat antusias menyimak dan


mendengarkan materi yang diberikan oleh pemateri mulai dari konsep TBC dan
Pengobatan TBC. Setlah pemberian materi dilanjutkan dengan istriahat pada pukul
12.00 wita. Pada pukul 12.30 wita Giat dilanjutkan dengan pembekalan materi peran
PMO dalam pemberian OAT, serta Bimbingan Spiritual. Setelah pembekalan materi
dilanjutkan dengan sesi tanya jawab yang diberikan kepada para peserta pelatihan dan
simulasi. Berbagai pertanyaan yang diberikan oleh peserta kepada pemateri seputaran
dengan penularan TBC.

Pada hari selasa tanggal 23 Oktober 2018, pada pukul 08.00 wita, kegiatan
dilanjutkan dengan simulasi yang dibagi menjadi empat kelompok dimana dalam satu
kelompok terdiri dari 8 orang dengan didampingi oleh instruktur PMO yang
disediakan oleh panitia simulasi. Para instruktur memberikan pembekalan mengenai
kriteria sebagai PMO diantaranya persyaratan menjadi PMO, tugas seorang PMO,
dan peranan PMO. Selanjutnya, giat dilanjutkan dengan istirahat pada pukul 12.00
wita dan dilanjutkan kembali pada pukul 12.30 wita dengan simulasi
meredemonstrasi kembali hasil dari pembekalan materi dan simulasi yang dilakukan
oleh peserta secara mandiri. Giat simulasi berakhir pada pukul 14.00 wita dengan
diakhiri kata sambutan oleh Kepala Lurah Liliba dan Ketua Panitia pelatihan dan
simulasi PMO.

39
BAB V
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Program ini merupakan salah satu kegiatan yang dapat memberdayakan
masyarakat dalam menyikapi penularan penyakit TB di masyarakat. Program ini juga
menyiapkan masyarakat agar memiliki kesadaran terhadap dampak penularan TB
sehingga berusaha untuk mencegah melalui PMO. Kesadaran dan partisipasi
masyarakat akan member efek positif dalam kemajuan, kesehatan di NTT khususnya
dalam pencegahan penyakit menular TBC. Melalui program ini, diharapkan mampu
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di NTT.
Demikian proposal ini kami susun, dengan harapan dapat menjadi
pertimbangan serta memperoleh tanggapan dari berbagai pihak yang turut peduli dan
mendukung terselenggaranya kegiatan tersebut. Adapun hal-hal yang belum
tercantum dalam proposal ini terutama yang berhubungan dengan penambahan atau
perubahan yang bersifat mendesak akan diatur kemudian sesuai dengan kebutuhan.

4.2 Saran
Untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat maka hendaknya
masyarakat serta pemerintah terkait ikut mendukung adanya pelatihan ini dan kepada
masyarakat sangat diharapkan partisipasinya secara langsung, serta untuk perawat
perlu meningkatkan kualitas, wawasan dan keterampilan.

40
LAMPIRAN 1:DOKUMENTASI KEGIATAN

41
42

Anda mungkin juga menyukai