Lumpur Pemboran
Lumpur Pemboran
1. Pendahuluan
Pada mulanya orang hanya menggunakan air saja untuk mengangkat serpih
pemboran (cutting). Lalu dengan berkembangnya pemboran, lumpur mulai
digunakan. Untuk memperbaiki sifat-sifat lumpur, zat-zat kimia ditambahkan
dan akhirnya digunakan pula udara dan gas untuk pemboran walaupun
lumpur tetap bertahan. Dalam bab ini tak akan dibahas fluida pemboran
yang berupa udara dan gas.
a. Fasa cair
Ini dapat berupa minyak atau air. Air dapat pula dibagi dua, tawar dan
asin. 75% lumpur pemboran menggunakan air. Sedang pada air dapat
pula dibagi air asin tak jenuh dan jenuh. Istilah oil-base digunakan bila
minyaknya lebih dari 95% . Invert emulsions mempunyai komposisi
minyak 50 - 70% (sebagai fasa kontinyu) dan air 30 - 50% (sebagai fasa
diskontinyu).
b. Reactive solids
Padatan ini bereaksi dengan sekelilingnya untuk membentuk koloidal.
Dalam hal ini clay air tawar seperti bentonite mengisap (absorb) air tawar
dan membentuk lumpur. lstilah "yield" digunakan untuk menyatakan
Lumpur Pemboran 1
jumlah barrel lumpur yang dapat dihasilkan dari satu ton clay agar
viscositas lumpurnya 15 cp. Untuk bentonite, yieldnya kira-kira 100
bbl/ton. Dalam hal ini bentonite mengabsorp air tawar pada permukaan
partikel-partikelnya, hingga kenaikan volumenya sampai 10 kali atau
lebih, yang disebut "swelling'. atau "hidrasi". Untuk salt water clay
(attapulgite), swelling akan terjadi baik di air tawar atau di air asin dan
karenanya digunakan untuk pemboran dengan "salt water muds". Baik
bentonite ataupun attapulgite akan memberi kenaikan viscositas pada
lumpur. Untuk oil base mud, viscositas dinaikkan dengan penaikan kadar
air dan penggunaan asphalt.
c. Inert solids
Ini dapat barite (BaSO4) yang digunakan untuk menaikan density lumpur
ataupun galena atau bijih besi. Inert solids dapat pula berasal dari
formasi-formasi yang dibor dan terbawa lumpur seperti chert, pasir atau
clay-clay non swelling, dan padatan-padatan seperti ini bukan disengaja
untuk menaikkan density lumpur dan perlu dibuang secepat mungkin
(bisa menyebabkan abrasi dan kerusakan pompa dll).
d. Fasa kimia
Zat kimia merupakan bagian dari sistim yang digunakan untuk mengontrol
sifat-sifat lumpur, misalnya dalam dispersion (menyebarkan partikel-
partikel clay) atau flocculation (pengumpulan partikel-partikel clay).
Efeknya terutama tertuju pada peng"koloid"an clay yang bersangkutan.
Banyak sekali zat kimia yang digunakan untuk menurunkan viscositas,
mengurangi water loss, mengontrol fasa koloid (disebut surface active
agent).
Lumpur Pemboran 2
Lignosulfonates (bermacam-macam kayu pulp) Lignites
Surfactant (surface active agents)
Lumpur Pemboran 3
3. Memberi dinding pada lubang bor dengan mud cake.
Lumpur akan membuat mud cake atau lapisan zat padat tipis
dipermukaan formasi yang permeable (lulus air). Pembentukan mud cake
ini akan menyebabkan tertahannya aliran fluida masuk ke formasi untuk
selanjutnya. (Adanya aliran yang masuk yaitu cairan plus padatan
menyebabkan padatan tertinggal / tersaring). Cairan yang masuk
keformasi disebut filtrate.
Mud cake dikehendaki yang tipis karena dengan demikian lubang bor
tidak terialu dipersempit dan cairan tak banyak yang hilang. Sifat wall
building ini dapat diperbaiki dengan penambahan :
a. Sifat ko!oid drilling mud dengan bentonite.
b. Memberi zat kimia untuk memperbaiki distribusi zat padat dalam
lumpur, misalnya starch, CMC dan cypan, yang mana mengurangi
filter loss dan memperkuat mud cake.
dimana
Pm = tekanan statik lumpur
dm = density lumpur, ppg
D = kedalaman, ft.
Lumpur Pemboran 4
Perlu diketahui, bahwa tekanan pada formasi yang diakibatkan oleh fluida
pada saat mengalir (rumus diatas untuk keadaan statik) adalah tekanan
yang dihitung dengan rumus diatas ditambah dengan pressure loss
(kehilangan tekanan) pada annulus diatas formasi yang bersangkutan.
Lumpur Pemboran 5
itu dilakukan pula sample log, yaitu analisa daripada cutting yang naik ke
permukaan, untuk menentukan jenis formasi yang dibor.
3. Sifat-sifat Lumpur
Komposisi dan sifat-sifat lumpur sangat berpengaruh pada pemboran.
Perencanaan casing, drilling rate dan completion dipengaruhi oleh lumpur
yang digunakan saat itu. Misalnya pada daerah batuan lunak pengontrolan
sifat-sifat lumpur sangat diperlukan tetapi di daerah batuan keras sifat-sifat
ini tidak terlalu kritis sehingga air biasapun kadang-kadang dapat digunakan.
Dengan ini dapat dikatakan bahwa sifat-sifat geologi suatu daerah
menentukan pula jenis lumpur yang harus digunakan.
Densitas Lumpur
Lumpur sangat besar peranannya dalam menentukan berhasil
tidaknya suatu operasi pemboran, sehingga perlu diperhatikan sifat-
sifat dari lumpur tersebut, seperti densitas, viskositas, gel strength,
atau filtration loss.
Densitas lumpur bor merupakan salah satu sifat lumpur yang sangat
penting, karena peranannya berhubungan langsung dengan fungsi
lumpur bor sebagai penahan tekanan formasi. Adanya densitas lumpur
bor yang terlalu besar akan menyebabkan lumpur hilang ke formasi
Lumpur Pemboran 6
(lost circulation), sedang apabila terlalu kecil akan menyebabkan
"kick". Maka densitas lumpur harus disesuaikan dengan keadaan
formasi yang akan dibor.
Gambar 1
Mud Balance
Lumpur Pemboran 7
Keterangan :
Vs = volume solid, bbl
Vml = volume lumpur lama, bbl
Vm = volume lumpur baru, bbl
ds = berat jenis solid, ppg
dml = berat jenis lumpur lama, ppg
dmb = berat jenis lumpur baru, ppg
Vs
d mb d ml xVml
(3)
d s d mb
karena zat pemberat (solid) beratnya adalah :
Ws = Vs x ds
Ws
d mb d ml x d xV
(4)
d s d mb s ml
% Volume solid :
Vs d d ml x100
x100 mb (5)
Vmb d s d ml
% Berat solid:
d s xVs d d d ml
x100 s mb x100 (6)
d mb xVmb d mb d s d ml
Maka bila yang digunakan sebagai solid adalah barite dengan SG 4.3,
untuk menaikkan densitas dari lumpur lama seberat dml ke lumpur
baru sebesar dmb setiap bbl lumpur lama memerlukan berat solid, W s
sebanyak :
Lumpur Pemboran 8
Ws 684 x
d mb d ml
(7)
35.8 d mb
Keterangan :
Ws = berat solid/zat pemberat, kg barite bbl lumpur. Sedangkan jika
yang digunakan sebagai zat pemberat adalah bentonit dengan SG 2.5,
maka untuk tiap barrel lumpur diperlukan.
Ws 398 x
d mb d ml
(8)
20.8 d mb
Sand Content
Tercampurnya serpihan-serpihan formasi (cutting) ke dalam lumpur
pemboran akan dapat membawa pengaruh pada operasi pemboran.
Serpihan-serpihan pemboran yang biasanya berupa pasir akan dapat
mempengaruhi karakteristik lumpur yang disirkulasikan, dalam hal ini
akan menambah densitas lumpur yang telah mengalami sirkulasi.
Bertambahnya densitas lumpur yang tersirkulasi ke permukaan akan
menambah beban pompa sirkulasi lumpur. Oleh karena itu setelah
lumpur disirkulasikan harus mengalami Proses pembersihan terutama
menghilangkan partikel-partikel yang masuk ke dalam lumpur selama
sirkulasi. Alat-alat ini, yang biasanya disebut "Conditioning
Equipment", adalah :
Shale Saker : Fungsinya membersihkan lumpur dari serpihan-
serpihan atau cutting yang berukuran besar.
Degasser : Untuk membersihkan lumpur dari gas yang masuk.
Desander : Untuk membersihkan lumpur dari partikel-partikel padatan
yang berukuran kecil yang bisa lolos dari shale shaker.
Desilter : Fungsinya sama dengan desander, tetapi desilter dapat
membersihkan lumpur dari partikel-partikel yang berukuran lebih kecil.
Lumpur Pemboran 9
Penggambaran sand content dari lumpur pemboran adalah merupakan
proses volume dari partikel-partikel yang diameternya lebih besar dari
74 mikron. Hal ini dilakukan melalui pengukuran dengan saringan
tertentu. Jadi rumus untuk menentukan kandungan pasir (sand
content) pada lumpur pemboran adalah :
Vs
n x100 (9)
Vm
dimana :
n = kandungan pasir
Vs = volume pasir dalam lumpur
Vm = volume lumpur
Lumpur Pemboran 11
Gambar 3
Lumpur Pemboran 12
Plot Shear Stress Vs Shear Rate
Gambar 4
Marsh Funnel
Yield point adalah bagian dari resistensi untuk mengalir oleh gaya tarik-
menarik antar partikel. Gaya tarik-menarik ini disebabkan oleh muatan-
muatan pada permukaan partikel yang didispersi dalam fasa fluida.
Lumpur Pemboran 13
Gel strength dan yield point keduanya merupakan ukuran dari gaya tarik
menarik dalam suatu sistem lumpur. Bedanya, gel strength merupakan
ukuran gaya tarik-menarik yang statik sedangkan yield point merupakan
ukuran gaya tarik-menarik yang dinamik.
dimana :
= shear stress, dyne/cm 2
= shear rate, detik-1
C = dial reading, derajat
RPM = revolution per minute dari rotor
Penentuan viskositas nyata (a) untuk setiap harga shear rate dihitung
berdasarkan hubungan :
μa x100 (12)
a
300 xC
(13)
RPM
Untuk menentukan plastic viscosity (p) dan yield point (Yp) dalam field
unit digunakan persamaan Bingham Plastic (lihat Gambar 6) berikut
600 300
p (14)
600 300
Lumpur Pemboran 14
Gambar 5
Skema Marsh Funnel Dan Fann VG Meter
Lumpur Pemboran 15
Gambar 6
Plot Model Bingham Plastic
Lumpur Pemboran 16
Dengan memasukkan persaman (10) dan (11) ke dalam persamaan
(14) didapat :
p C 600 C 300 (15)
Yp = C600 - p (16)
dimana:
= plastic viscosity, cp
Yp = yield point Bingham, lb/100 ft2
C600 = dial reading pada 600 RPM, derajat
C300 = dial reading pada 300 RPM, derajat
Harga gel strength dalam 100 lb/ft2 diperoleh secara langsung dari
pengukuran dangan alat Fann VG. Simpangan skala penunjuk akibat
digerakkannya rotor pada kecepatan 3 RPM, langsung m enunjukkan
harga gel strength 10 detik atau 10 menit dalam 100 lb/ft2
Apabila filtration loss dan pembentukan mud cake tidak dikontrol maka
akan menimbulkan berbagai masalah, baik selama operasi pemboran
maupun dalam evaluasi formasi dan tahap produksi. Mud cake yang
Lumpur Pemboran 17
tipis akan merupakan bantalan yang baik antara pipa pemboran dan
permukaan lubang bor. Mud cake yang tebal akan menjepit pipa
pemboran sehingga sulit diangkat dan diputar, sedangkan filtratnya
akan menyusup ke formasi dan dapat menimbulkan damage pada
formasi.
Lumpur Pemboran 18
Gambar 7
Rangkaian Peralatan Pengukuran Filtration Loss LPLT
dimana :
A = Filtration area
k = Permeabilitas cake
Cc = Volume fraksi solid dalam mud cake
Cm = Volume fraksi solid dalam lumpur
P = Tekanan Filtrasi
Lumpur Pemboran 19
t = waktu filtrasi = Viskositas filtrat
Pembentukan mud cake dan filtration loss adalah dua kejadian dalam
pemboran yang berhubungan erat, baik waktu maupun kejadiannya
maupun sebab dan akibatnya Oleh sebab itu maka pengukurannya
dilakukan secara bersamaan.
dimana :
Q1 = Fluid loss pada waktu t1
Q2 = Fluid loss pada waktu t2
Salah satu sifat lumpur yang akan dipelajari dalam percobaan ini
adalah filtration/water loss pada tekanan dan temperatur tinggi.
Pengukuran fluid loss tersebut menggunakan High-Temperature dan
High-Pressure (HPHT) filter press yang mempunyai prinsip yang sama
dengan standart filter press (lihat Gambar 8). Untuk mengindikasikan
Lumpur Pemboran 20
kecepatan filtrasi pada formasi permeable yang ditutupi oleh mud cake
yang terbentuk setelah pemboran, maka digunakan filter-paper
standar, selain itu pembentukan mud cake harus dibawah kondisi
standar test. Dari penurunan persamaan Darcy, maka didapat
hubungan antara volume filtrat yang terkumpul terhadap waktu, yaitu :
1
fsc t
0.5
2
Vf 2kP
fsm
A
(19)
Vf = C t 0.5 (20)
dengan:
Vf = volume filtrat lumpur yang terkumpul, (cc)
K = Permeabilitas mud cake, (D)
P = Perbedaan tekanan yang melalui mud cake, (atm)
fsc = Fraksi volume solid pada mud cake
fsm = Fraksi volume solid pada lumpur
= Viscositas filtrat, (cp)
A = Luas filter paper, (cm2)
t = Waktu, (detik)
C = Konstanta
Lumpur Pemboran 21
Keterangan Gambar
Gambar 8
Skema Alat HP-HT Filter Press
Lumpur Pemboran 22
Sifat filtration loss lumpur, dinyatakan dalam API water loss, yaitu
volume filtrat yang dikumpulkan selama 30 menit pada kondisi standar
test. Untuk pengukuran water loss dengan menggunakan HPHT filter
press, maka :
API water loss = 2 x V30
dimana :
V30 = 2 ( V7.5 – Vsp) + Vsp
V30 = volume filtrat yang dihasilkan selama 30 menit
V7.5 = volume filtrat yang dihasilkan selama 7.5 menit
Vsp = volume spurt loss
Selain sifat water loss dari lumpur, percobaan ini juga mempelajari
pengaruh temperatur terhadap sifat rheology lumpur. Pada umumnya
kenaikan temperatur menyebabkan lumpur menjadi lebih encer, tetapi
hal ini tergantung dari tipe dan total solid didalam lumpur tersebut. Hal
ini mengakibatkan plastic viscosity lumpur akan berkurang., Jika
dibandingkan dengan fasa liquidnya, dalam hal ini adalah air, maka
penurunan PV tersebut menunjukan trend yang sama sampai harga
temperatur tertentu. Diatas harga tersebut, PV tidak mengalami
penurunanan terhadap naiknya temperature Keadaan ini diakibatkan
oleh meningkatnya efek friksi digesekan dari fasa solid jika
dibandingkan dengan kecepatan pengenceran dari fasa liquidnya.
Lumpur Pemboran 23
Dari skala pembacaan-yang dihasilkan, maka dapat dihitung sifat
rheology lumpur sebagai berikut :
a. PV = 600 - 300
b. a = 300 - PV
c. YP = 0. 5 600
d. GS = 3
dimana :
PV = Plastik Viscosity (cp)
a = Apparent Viscosity (cp)2
YP =Yield Point (Ib/100 ft
300 = Dial Reading pada 300 RPM
600 = Dial Reading pada 600 RPM
GS = Gel Strength (Ib/100 ft2)
3 = Dial Reading pada 3 RPM
Lumpur Pemboran 24
Kesadahan total dari lumpur (filtrat lumpur) pemboran dilakukan
dengan menyelidiki kandungan ion Mg+2 dan Ca +2
di dalam lumpur bor
(filtrat lumpur).
Adanya ion calsium dalam jumlah yang banyak dalam lumpur bor juga
perlu untuk dianalisis, hal ini berkaitan dengan kemungkinan terjadinya
kontaminasi lumpur oleh gypsum, yang akan merubah sifat-sifat fisik
lumpur, seperti besar water loss dan gel strength-nya. Begitu pula
dengan analisis kandungan ion besi di dalam lumpur bor, karena ion
besi yang terdapat dalam lumpur dapat mengindikasikan terjadinya
korosi pada peralatan.
Lumpur Pemboran 25
konsentrasi garam cukup tinggi atau akibat air formasi yang
berkadar garam tinggi dan masuk kedalam sistim lumpur. Akibat
adanya kontaminasi ini, akan mengakibatkan berubahnya sifat
lumpur seperti viscositas, yield point, gel strength adanya filtration
loss. Kadang-kadang penurunan pH dapat pula terjadi bersamaan
dengan kehadiran garam pada sistim lumpur.
2. Kontaminasi Gypsum
Gypsum dapat masuk kedalam lumpur saat pemboran menembus
formasi gypsum lapisan gypsum yang terdapat pada formasi shale
atau limestone. Akibat adanya gypsum dalam jumlah yang cukup
banyak dalam lumpur pemboran, maka akan merubah sifat-sifat
fisik lumpur tersebut seperti viscositas plastik, yield point, gel
strength dan fluid loss.
3. Kontaminasi Semen
Kontaminasi semen dapat terjadi akibat operasi penyemenan
yang kurang sempurna atau setelah pengeboran lapisan semen
dalam casing, float collar dan casing shoe. Kontaminasi semen
akan merubah viscositas, yield point, gel strength, fluid loss dan
pH lumpur.
Lumpur Pemboran 26
bergesekan pada saat pemboran berlangsung. Gesekan-gesekan
yang mungkin terjadi pada saat operasi pemboran adapun seperti
berikut :
Metal to metal : antara drill string dan casing (cased hole).
Metal to mineral : antara drillstring dengan borehole wall,
borehole solid atau dengan filter cake (open hole).
Mineral to mineral : terjadi ketika membor batuan dengan
borehole wall.
Lumpur Pemboran 27
dengan prosedur yang dibuat kemudian, pengujian dapat dilakukan
untuk mengetahui sifat pelumasan lumpur secara relatif.
Gambar 9
Extreme Pressure Lubricity Tester
Lumpur Pemboran 28
Dengan pengujian ini, dapat diketahui sifat pelumasan lumpur, relatif
terhadap lumpur lainnya dan kecenderungan perubahan sifat
pelumasan lumpur yang terjadi akibat perubahan harga beban dan
jumlah zat additive. Pada setiap jenis lumpur dilakukan pengukuran
pada berbagai harga beban torsi dan kemudian direpresentasikan
dalam bentuk grafik antara gaya friksi dengan beban torsi. Gambaran
yang dapat dilihat secara tidak langsung adalah bahwa terjadinya gaya
friksi yang lebih besar diakibatkan oleh sifat pelumasan lumpur yang
rendah.
4. Hidrasi Bentonite
Lumpur Pemboran 29
Gambar 10
Hidrasi Bentonite
Partikel clay ini bisa terdiri dari satu macam lapisan atau sampai tak
terhingga, yang saling tumpuk menyerupai sebuah deck kartu-kartu
yang diikat bersama-sama dalam suatu gaya residual. Ketika
tersuspensi dalam air; clay akan memperlihatkan bermacam-macam
derajat swelling-nya. Molekul bentonite terdiri dari tiga layer yaitu :
sebuah layer alumina dan layer silika yang berada diatas dan dibawah
layer alumina.
Bila suspensi clay dan air dari hasil pengadukan yang sempuma, maka
akan terdapat tiga model ikatan lempeng yaitu :
Tepi terhadap tepi
Muka terhadap tepi
Muka terhadap muka
Mata rantai dari partikel-partikel ini akan terbentuk secara serentak atau
hanya terdapat satu jenis mata rantai yang akan menguasai proses
tersebut.
Lumpur Pemboran 30
Gambar 11
Ikatan Lempeng
Lumpur Pemboran 31
4.1. Dispersi
Lempengan-lempengan yang tersuspensi di dalam larutan dalam
keadaan tersebar merata dan tidak terdapat ikatan antara permukaan
maupun tepi dari lempengan-lempengan
4.2. Flokulasi
Bila lempengan-lempengan clay bergabung satu dengan yang lainnya
dimana didalam sistem akan terdapat ikatan muka dengan tepi lempeng,
tepi dengan tepi lempeng yang tidak tersebar secara merata didalam
fasa cairnya. Flokulasi akan, Menghasilkan clay yang menggumpal
sehingga akan menghasilkan gel yang berlebihan.
4.3. Aggregasi
Aggregasi terjadi bila muka antar muka atau tepi dengan tepi lempeng
clay saling berikatan satu sama lainnya dan tersebar didalam fasa
cairnya.
4.4. Deflokulasi
Deflokulasi terjadi bila dalam larutan yang terflokulasi terjadi pemutusan
ikatan antara tepi dengan muka, yaitu dengan penambahan thinner ke
dalam sistem, sehingga sistem kembali ke dalam fasa terdispersi.
Lumpur Pemboran 32
5. Jenis-Jenis Lumpur Bor
ZABA dan DOHERTY (1970) mengklasifikasikan lumpur bor terutama
berdasarkan fasa fluidanya : air (water base), minyak (oil base) atau gas,
sebagai berikut
I. Fresh water muds (lumpur air tawar)
a. Spud
b. Natural atau Native (alamiah).,
c. Bentonite - treated
d. Phosphate - treated
e. Organic coloid - treated
f. "Red" atau alkaile -tannate treated
g. Calcium muds.
Lime.- treated
Gypsum -treated
Calcium - (selain 1 & 2 treated.)
Lumpur Pemboran 33
biasanya sedikit dan dapat dibuat dari air dan bentonite (yield I 00 bbl /
ton) atau clay air tawar yang lain, (yield 35 - 50 bbl / ton). Tambahan
bentonite atau clay perlu dilakukan untuk menaikan viscositas dan gel
strength bila m em bor pada zone-zone loss. Kadang- kadang perlu
lost circulation material. Density harus kecil saja.
B. Natural Mud
Natural mud dibentuk dari pecahan-pecahan cutting dalam fasa air.
Sifat-sifatnya bervariasi tergantung dari formasi yang dibor. Umumnya
type lumpur ini digunakan untuk pemboran yang cepat seperti
pemboran pada surface casing (permukaan). Dengan bertambahnya
kedalaman pemboran sifat-sifat lumpur yang lebih baik diperlukan dan
natural mud ini ditreated dengan zat-zat kimia dan additive-additive
koloidal. Beratnya sekitar 9.1 - 10.2 ppg, dan viscositasnya 35 - 45
detik.
Lumpur Pemboran 34
akan rusak pada kedalaman 10.000 ft atau temperatur 160 - 180 OF,
karena berubah ke Orthophosphate yang malah menyebabkan
terjadinya flokulasi). Juga Phosphate mud sukar dikontrol pada
density lumpur tinggi (yang sering berhubungan dengan pemboran
dalam). Dengan penambahan zat-zat kimia dan air, density lumpur
dapat dijadikan 9-11 ppg. Polyphosphate mud juga menggumpal bila
terkena kontaminasi NaCl, Calcium Sulfate atau kontaminasi semen
dalam jumlah banyak.
F. "Red" Mud
Red Mud mendapatkan warnanya dari warna yang dihasilkan oleh
treatment dengan caustic soda dan quebracho (merah tua). lstilah ini
akan tetap digunakan walaupun nama-nama colloid yang dipakai
sekarang ini mungkin menyebabkan warna-warna abu-abu kehitaman.
Umurnya istilah ini digunakan untuk lignin-lignin tertentu dan humic
thinner selain untuk tannin diatas. Suatu jenis lain lumpur ini adalah
alkaline tannate treatment dengan penambahan polyphosphate untuk
lumpur-lumpur dengan pH dibawah 10. Perbandingan alkaline,
organic dan polyphosphate dapat diatur sesuai dengan kebutuhan
setempat. Alkaline-tannate treated mud mempunyai range pH 8 - 13.
Lumpur Pemboran 35
dapat digunakan tanpa bahaya fermentasi. Dibawah pH ini,
preservative harus digunakan untuk mencegah fermentasi (meragi)
pada fresh water mud. Jika diperlukan density lumpur yang tinggi lebih
murah bila digunakan treatment yang menghasilkan calcium treated
mud dengan pH yang tingginya 12 atau lebih.
G. Calcium Mud
Lumpur ini mengandung larutan calcium (disengaja). Calcium bisa
ditambah dalam bentuk slaked lime (kapur mati), semen, plaster
(CaSO4) dipasaran atau CaCI2, tetapi dapat pula karena pemboran
semen, anhydrite dan gypsum.
Lime Treated Mud
Lumpur ini ditreated dengan caustic soda atau organic thinner,
hydrated lime dan untuk mendapat filter loss rendah, suatu koloid
organik. Treatment ini menghasilkan lumpur dengan pH 11.8 atau
lebih, dan 60 - 100 (3 - 20 epm) ppm ion Ca dalam filtrat. Lumpur
ini menghasilkan viscositas dan gel strength rendah, memberi
suspensi yang baik bagi material-material pemberat, mudah
dikontrol pada density sampai 20 ppg, toleran terhadap
konsentrasi garam (penyebab flokulasi) yang relatif besar dan
mudah dibuat dengan filter loss rendah. Keuntungannya terutama
pada kemampuannya untuk membawa konsentrasi padatan clay
dalam jumlah besar pada viscositas lebih rendah daripada dengan
type-type lumpur lainnya. Kecuali tendensinya untuk memadat
pada temperatur tinggi, lumpur ini cocok untuk pemboran dalam
dan untuk mendapatkan density tinggi. Pilot test dapat dibuat
untuk menentukan tendensinya untuk memadat, dan dengan
penambahan zat kimia pemadatan ini dapat dihalangi untuk
sementara waktu untuk memberi kesempatan pemboran
berlangsung beserta test-test sumumya. Suatu lumpur lime
treated yang bertendensi memadat tak boleh tertinggal pada
casing-tubing annulus pada waktu well completion dilangsungkan.
Lumpur Pemboran 36
Penggunaan/penyelidikan yang extensive pada lumpur type lime
treated ini menghasilkan variasi-variasi lumpur yang ditujukan
pada lumpur yang sukar memadat. Dengan ini, timbul dua jenis
lain, yaitu "lime mud "dan" Low lime mud "yang bedanya hanya
pada jumlah excess limenya. "Lime Mud" umumnya mengandung
konsentrasi caustic soda dengan lime yang tinggi, dengan excess
lime bervariasi antara 5 - 8 lb/bbl, sedangkan "Low lime mud'
mengandung caustic soda dan lime lebih sedikit, dengan excess
lime 2 4 lb/bbl.
Jenis calcium treated mud yang lain adalah "shale control mud".
Pada lumpur ini dianjurkan agar kadar ion Ca-nya pada filtrat
dibuat minimal 400 ppm, dengan excess lime bervariasi antar 1 -2
lb/bbl. Sifat kimia lumpur dan filtrat memberikan suatu tahanan
Lumpur Pemboran 37
terjadi pengentalan lebih lanjut dalam pemboran formasi gypsum
atau garam. Gypsum treated mud dapat dikontrol filtrate lossnya
dengan organic colloid dan karena pH- nya rendah, maka
preservative harus ditambahkan untuk mencegah fermentasi.
Preservasi ini boleh dihentikan penambahannya bila garam yang
dibor cukup untuk memberikan saturated salt water mud.
Suatu modifikasi dari gypsum treated mud adalah dengan
penggunaan chrome lignosulfonate deflocculant yang memberikan
control pada characteristic flat gels pada lumpur tersebut. Lumpur
gypsum chrom lignosulfonate ini mempunyai sifat yang sama
baiknya dengan time treated mud, karena itu ia digunakan Dada
daerah-daerah yang sama seperti penggunaan lime treated mud.
Penggunaan non-ionic surfactant dalam gypsum chroms
lignosulfonate mud menghasilkan pengontrolan yang lebih baik
pada filtrate loss dan flow propertiesnya, selain toleransinya yang
besar terhadap kontaminasi garam.
Calcium salt
Selain hydrated lime dan gypsum telah digunakan tetapi tidak
meluas. Juga zat-zat kimia yang memberi suplai kation multivalent
untuk base exchange clay (pertukaran ion-ion pada clay) seperti
Ba(OH)2 telah digunakan.
Lumpur Pemboran 38
A. Unsaturated Salt Water Mud
Air laut dari laut lepas atau teluk sering digunakan untuk lumpur yang
tak jenuh kegaramannya ini. Kegaraman (salinity) lumpur ini ditandai
oleh :
1. Filtrate loss besar kecuali ditreated dengan organic colloid.
2. Medium sampai tinggi pada gel strength kecuali ditreated
dengan thinner.
3. Suspensi yang tinggi kecuali ditreated dengan attapulgite atau
organic colloid.
Lumpur ini juga dibuat dengan menambahkan air garam yang jenuh
untuk pengenceran dan pengaturan volume.
Filtrate loss yang rendah pada saturated salt organik colloid mud
menyebabkan tidak perlunya memasang casing diatas salt beds
(formasi garam). Filtrate loss-nya bisa dikontrol sampai 1 cc API
dengan organic colloids. Saturated salt water muds bisa dibuat
berdensity lebih dari 19 ppg. Dengan menambahkan organik colloid
Lumpur Pemboran 39
agar filtration lossnya kecil, lumpur ini bisa untuk membor formasi
dibawah salt beds, walaupun resistivity-nya yang rendah buruk bagi
electric logs.
Saturated salt muds ini dapat pula dibuat dari fresh water atau brine
mud. Jika dibuat dari fresh water mud maka paling tidak separuh dari
lumpur semula harus dibuang. Ini diperlukan untuk pengenceran
dengan air tawar dan penambahan lebih kurang 125 lb garam/bbl
lumpur. Jika dikehendaki pengontrolan filtration loss, suatu organic
colloid dan preservative dapat ditambahkan.
Jika lumpurnya dibuat dari saturated brine (air garam yang jenuh)
sekitar 20lb/bbl attapulgite ditambahkan bersama dengan organic
colloid dan mungkin preservative. Lumpur ini density-nya 10.3 ppg
dan akan naik sampai sekitar 11 ppg selama pem boran berlangsung.
Pemeliharaannya termasuk penambahan air asin untuk mengurangi
viscositas, attapulgite untuk menambah viscositas dan organik colloids
untuk mengontrol filtrasi. Jika saturated salt water muds digunakan
untuk membor shale maka control viskositas, gel dan filtrasi dapat
diperoleh dengan penambahan alkaline-tannate solution, atau sedikit
lime.
Emulsified salt water muds telah umum digunakan di. Kansas dan
Dakota. Ini mempunyai sifat-sifat baik dari conventional emulsion
muds. Lumpur ini menunjukkan tendensi foaming (berbusa) yang bisa
dicegah dengan penambahan surfactant.
Lumpur Pemboran 40
C. Sodium-Silicate Muds
Fasa cair Na-silicate mud mengandung sekitar 65% volume larutan
Na-silicate dan 35% larutan garam jenuh. Lumpur ini dikembangkan
untuk digunakan bagi pemboran heaving shale, tetapi telah terdesak
penggunaannya oleh lime treated gypsum lignosulfonate, shale
control, dan surfactant muds (lumpur yang diberi DAS dan DME) yang
lebih baik, murah dan mudah dikontrol sifat-sifatnya.
Lumpur Pemboran 41
Suatu keuntungan lainnya adalah. bahwa karena bau serta
fluorescensinya lain dengan crude oil (mungkin yang berasal dari
formasi), maka ini berguna untuk pengamatan cutting oleh geolog
dalam menentukan adanya minyak di pemboran tersebut.. Adanya
karet-karet yang rusak dapat juga dicegah dengan penggunaan karet
sintetis.
Lumpur Pemboran 42
Maintenance lumpur ini sama seperti pada salt mud biasa kecuali
perlunya menambah emulsifier, minyak dan surface active defoamer
(anti foam).
Oil base mud ini harus ditempatkan pada suatu tangki besi untuk
menghindarkan kontaminasi air. Rig harus dipersiapkan agar tidak
kotor dan bahaya api berkurang.
Oil base emulsion dan lumpur oil base mempunyai minyak sebagai
fasa kontinu dan air sebagai fasa tersebar. Umumnya oil base
emulsion mud mempunyai faedah yang sama seperti oil base-mud,
yaitu filtratnya minyak dan karena itu tidak menghidratkan shale/clay
yang sensitif. Perbedaan utamanya dengan oil base mud adalah
bahwa air ditambahkan sebagai tambahan yang berguna (bukan
kontaminasi). Air yang teremulsi dapat antara 15 – 50% volume,
tergantung density dan temperatur yang diinginkan (dihadapi dalam
Lumpur Pemboran 43
pemboran). Karena air merupakan bagian dari lumpur ini, maka
lumpur ini mempunyai sifat-sifat lain dari oil base mud yaitu ia dapat
mengurangi bahaya api, toleran pada air, dan pengontrolan flow
propertisnya dapat seperti pada water base mud.
Keuntungan cara ini adalah penetration rate lebih besar, tetapi adanya
formasi air dapat menyebabkan bit balling (bit dilapisi cutting/padatan-
padatan) yang mana merugikan. Juga tekanan formasi yang besar
tidak membenarkan digunakannya cara ini. Penggunaan natural gas
membutuhkan pengawasan yang ketat pada bahaya api. Lumpur ini
juga baik untuk completion pada zone-zone dengan tekanan rendah.
Suatu cara pertengahan antara lumpur cair dengan gas adalah aerated
mud drilling dimana sejumlah besar udara (lebih dari 95%) ditekan
pada sirkulasi lumpur untuk memperendah tekanan hidrostatik (untuk
lost circulation zone), mempercepat pemboran dan mengurangi biaya
pemboran.
Lumpur Pemboran 44