Anda di halaman 1dari 20

UTILITARIANISME

TUGAS INDIVIDU MATA KULIAH FILSAFAT ILMU

DOSEN Prof. JUFRI, M.Pd.

OLEH:

MUH. HAEQAL (1854041005)

E-mail haeqal26@gmail.com
PRODI PENDIDIKAN BAHASA JERMAN
JURUSAN BAHASA ASING
FAKULTAS BAHASA DAN SASTRA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

2018
ABSTRAK : Karya tulis ini untuk mengkaji utilitarianisme dalam metode filsafat yang
secara logis/ilmiah.. Hal ini bertujuan untuk meperoleh pemahaman secara logis mengenai
utilitarianisme tersebut Pengkajian utilitarianisme dalam ilmu filsafat dilakukan dalam tiga
macam pembahasan yaitu secara ontologis, secara epistimologis, dan secara aksiologis.
utilitarianisme secara ontologis di dalamnya dibahas mengenai hakekat dari ontologi. Untuk
mengkaji hakekat dari utilitarianisme, maka diambil pengertian/defenisi dari para ahli.
utilitariaisme secara epistimologi adalah cara untuk menentukan kebenaran dari
utilitarianisme tersebut, atau dengan kata lain, segala sesuatu yang dapat dijadikan sebagai
cara untuk mencari kebenaran atau membuktikan kelogisan dari utilitarianisme tersebut. Dan
utilitarianisme secara aksiologi adalah tentang pemanfaatan atau perwujudan atau contoh
nyata dari utilitarianisme tersebut, berkaitan dengan indikator-indikator pembuktiannya
dalam epistimologi. Pada akhirnya, diketahui bahwa utilitarianisme merupakan hal yang tidak
bisa disimpulkan dan didefenisikan secara umum, karena masing-masing orang memiliki
defenisi dan cara teresndiri dalam memperoleh dan ciri tersendiri dalam menyatakannya,
berdasarkan pandangannya masing-masing mengenai utilitarianisme tersebut. Jadi,
utilitarianisme dan kajiannya dalam karya tulis ini, dapat berupa pandangan secara umum,
yang di adopsi dari gejala-gejala kemanusiaann yang terlihat secara umum.

Kata kunci : utiltarianisme, utilitas, positif, negatif, kesejahteraan, pikiran


PENDAHULUAN

Utilitarianisme dimaksudkan prinsip yang menjadikan kegunaan sebagai tolok ukur


pokok untuk menilai dan mengambil keputusan apakah suatu tindakan itu secara moral dapat
dibenarkan atau tidak.Tindakan yang secara moral benar adalah tindakan yang berguna.
Suatu tindakan dinilai berguna kalau akibat tindakan tersebut, secara keseluruhan, dengan
memperhitungkan semua phak yang terlibat dan tanpa membeza-bezakan, membawa akibat
baik berupa kegembiraan atau kebahagiaaan yang semakin besar bagi semakin banyak
orang.Menurut Bentham agar tiap-tiap individu memiliki sikap simpati kepada individu
lainnya sehingga akan tercipta kebahagiaan individu dan kebahagiaan masyarakat akan
terwujud. Bentham menyebutkan“The aim of law is the greatest happines for the greatest
number” Beberapa pemikiran penting Bentham juga dapat ditunjukkan, seperti:

1. Hedonisme kuantitatif yakni paham yang dianut orang-orang yang mencari kesenangan
semata-mata secara kuantitatif. Kesenangan bersifat jasmaniah dan berdasarkan
penginderaan.
2. Summun bonum yang bersifat materialistik berarti bahwa kesenangan-kesenangan
bersifat fisik dan tidak mengakui kesenangan spritual dan menganggapnya sebagai
kesenangan palsu.
3. Kalkulus hedonistik (hedonistik calculus) bahwa kesenangan dapat diukur atau dinilai
dengan tujuan untuk mempermudah pilihan yang tepat antara kesenangan-kesenangan
yang saling bersaing. Seseorang dapat memilih kesenangan dengan jalan
menggunakan kalkulus hedonistik sebagai dasar keputusannya. Adapun kriteria
kalkulus yakni: intensitas dan tingkat kekuatan kesenangan, lamanya berjalan
kesenangan itu, kepastian dan ketidakpastian yang merupakan jaminan
kesenangan, keakraban dan jauh dekatnya kesenangan dengan waktu,kemungkinan
kesenangan akan mengakibatkan adanya kesenangan tambahan berikutnya kemurnian
tentang tidak adanya unsur-unsur yang menyakitkan, dan kemungkinan berbagi
kesenangan dengan orang lain. Untuk itu ada sanksi yang harus dan akan diterapkan
untuk menjamin agar orang tidak melampaui batas dalam mencapai kesenangan yaitu:
sanksi fisik, sanksi politik, sanksi moral atau sanksi umum, dan sanksi agama atau
sanksi kerohanian.
Teori Bentham tentu saja memiliki kelemahan. Pertama, rasionalitas yang abstrak dan
doktriner, yang mencegah melihat orang sebagai keseluruhan yang kompleks, sebagai
campuran materialisme dan idealisme, bangsawan dan golongan rendah, egoisme yang
menyebabkan Bentham melebih-lebihkan kekuasaan-kekuasaan pembuat undang-undang dan
meremehkan perlunya menginduvidualisasikan kebijaksanaan dan keluwesan dalam
penerapan hukum. Begitu besar kepercayaannya yang naif akan sifat umum dan prinsip-
prinsip kodifikasi ilmiah, sehingga ia bekerja dengan antusiasisme yang sama dan tidak
menghiraukan perbedaan-perbedaan nasional dan historis. Kedua, adalah akibat kegagalan
Bentham untuk mengembangkan dengan jelas konsepsinya sendiri mengenai keseimbangan
antara kepentingan individu dan kepentingan mayarakat. Bentham percaya bahwa
kepentingan-kepentingan yang tak terbatas dari individu-individu yang sangat luar biasa
banyaknya secara otomatis berakibat bagi kepentingan-kepentingan masyarakat tetapi
Bentham tidak menjelaskan mengapa demikian.
Namun demikian apa yang disampaikan oleh Bentham mempunyai arti penting dalam
sejarah filsafat hukum. memberi tekanan pada kebutuhan dan mengembangkan cara
pembentukan hukum yang disadari, dengan kodifikasi melalui pengadilan atau evolusi
melalui kebiasaan.Adapun kaitan utilitarianisme dengan multimedia di Indonesia Keterkaitan
itu terletak pada keyakinan bahwa hukum mesti dibuat secara utilitaristik. Tujuan hukum
bukan hanya untuk kepastian hukum dan keadilan, akan tetapi juga ditujukan untuk
memberikan manfaat bagi masyarakat. Tujuan hukum itu dapat dilihat seberapa besar
dampaknya bagi kesejahteraan manusia (human welfare). Tujuan hukum seperti ini memberi
landasan etis bagi aliran berpikir Utilitarianisme.Hukum itu pada prinsipnya ditujukan untuk
menciptakan ketertiban masyarakat, di samping untuk memberikan manfaat yang sebesar-
besarnya kepada jumlah orang yang terbanyak. Dalam mencapai tujuan hukum yang telah
dirumuskan tersebut peranan hukum multimedia yang dihasilkan seberapa bisa memberikan
ruang bagi setiap orang untuk mengejar kebahagiaannya. Bentham menghubungkan dasar
pemikiran filsafat dengan dalil-dalil hukum praktis, meletakkan individualisme atas dasar
materilistis baru, menghubungkan hak-hak individu yang tahu diri dan menempatkannya di
bawah kebahagiaan sejumlah besar individu-individu dengan tuntutan yang sama yang hidup
dalam masyarakat, mengarahkan tujuan-tujuan hukum pada tujuan-tujuan sosial praktis,
bukannya pada dalil-dalil yang abstrak, meletakkan dasar untuk kecenderungan relitivitas
baru dalam ilmu hukum, yang di kemudian hari disebut ilmu hukum sosiologis dan
menghubungkan hukum dengan tujuan-tujuan sosial yang pasti dan keseimbangan dari
pelbagai kepentingan, memandang jaminan keamanan sebagai objek hukum yang penting,
sebagai fungsi yang dikembangkan, untuk tidak menghiraukan orang-orang lain, dengan
positivisme analitis, memberi tekanan pada kebutuhan dan mengembangkan cara
pembentukan hukum yang disadari, dengan kodifikasi melalui pengadilan atau evolusi
melalui kebiasaan.Adapun kaitan utilitarianisme dengan multimedia di Indonesia Keterkaitan
itu terletak pada keyakinan bahwa hukum mesti dibuat secara utilitaristik. Tujuan hukum
bukan hanya untuk kepastian hukum dan keadilan, akan tetapi juga ditujukan untuk
memberikan manfaat bagi masyarakat. Tujuan hukum itu dapat dilihat seberapa besar
dampaknya bagi kesejahteraan manusia (human welfare). Tujuan hukum seperti ini memberi
landasan etis bagi aliran berpikir Utilitarianisme.Hukum itu pada prinsipnya ditujukan untuk
menciptakan ketertiban masyarakat, di samping untuk memberikan manfaat yang sebesar-
besarnya kepada jumlah orang yang terbanyak. Dalam mencapai tujuan hukum yang telah
dirumuskan tersebut peranan hukum multimedia yang dihasilkan seberapa bisa memberikan
ruang bagi setiap orang untuk mengejar kebahagiaannya. Hukum multimedia yang dihasilkan
oleh para legislator ini untuk memberikan dan menghasilkan keserasian antara kepentingan
publik dan kepentingan pribadi. Dengan demikian, legislasi merupakan proses kunci untuk
mewujudkan hukum yang dapat mendatangkan manfaat bagi individu. Negara ikut mengatur
kepentingan warga negara dan menjaga kestabilan serta ketertiban hukum, yang pada
gilirannya untuk menciptakan secara terarah berbagai kondisi kesejahteraan sosial yang
dikehendaki masyarakat.Jadi, perkembangan multimedia sangat dipengaruhi oleh hukum
yang membela dan melindungi kepentingan masyarakat banyak untuk menuju kesejahteraan
masyarakat seperti yang tercantum dalam Alinea ke-4 Pembukaan Undang-undang Dasar
Negara Republik Indonesia tahun 1945. ”Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu
pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa dan ikut melekasanakan ketertiban dunia…”
PEMBAHASAN

Pada bab ini akan disajikan mengenai ontologi, epistimologi, aksiologi, tentang
utilitarianisme. Ketiga hal ini, diuraikan sebagai berikut.

Ontologi

Dari asal kata, Ontologi berasal dari Ontos dan Logos. Ontos artnya menjadi dan
Logos artinya ilmu. Secara keseluruhan, pengertian Ontologi adalah ilmu yang secara
keseluruhan berarti ilmu yang mempelajari tentan menjadi. Menjadi apa? Dalam hal ini ada
beberapa penjelasan dari beberapa ahli. Berikut pengertian Ontologi menurut ahli tersebut.
Aristoteles membagi ontologi ini menjadi 4 bagian. Pembagian tersebut adalah : berdasarkan
kategori ; berdasarkan kebenaran contohnya ada yang asli dan ada yang palsu telah ada dalam
diri atau itu datang dari luar diri memiliki potensi atau hanya sekedar ada.

Utilitarianisme secara etimologi berasal dari bahasa Latin dari kata Utilitas, yang
berarti useful, berguna, berfaedah dan menguntungkan. Jadi paham ini menilai baik atau
tidaknya, susila atau tidak susilanya sesuatu, ditinjau dari segi kegunaan atau faedah yang
didatangkannya Sedangkan secara terminology utilitarianisme merupakan suatu paham etis
yang berpendapat bahwa yang baik adalah yang berguna, berfaedah, dan menguntungkan.
Sebaliknya, yang jahat atau buruk adalah yang tidak bermanfaat, tak berfaedah, merugikan.
Karena itu, baik buruknya perilaku dan perbuatan ditetapkan dari segi berguna, berfaedah,
dan menguntungkan atau tidak

Utilitarianisme merupakan bagian dari etika filsafat mulai berkembang pada abad ke
19 sebagai kritik atas dominasi hukum alam. Sebagai teori etis secara sistematis teori
utilitarianisme di kembangkan Jeremy Bentham dan muridnya, John Stuart Mill.
Utilitarianisme disebut sebagai teori kebahagiaan terbesar (the greatest happines theory).
Karena utilitiarianisme dalam konsepsi BenthamO berprinsip the greatest happiness of the
greatest number. Kebahagiaan tersebut menjadi landasan moral utama kaum utilitarianisme,
tetapi kemudian konsep tersebut di rekonstruksi Mill menjadi bukan kebahagiaan pelaku saja,
melainkan demi kebahagiaan semua. Dengan prinsip seperti itu, seolah-olah utilitarianisme
menjadi teori etika konsekuensialisme dan welfarisme. Etika yaitu perbuatan yang di lakukan
diri sendiri sedangkan Utilitarianisme adalah sebuah teori yang diusulkan oleh David Hume
untuk menjawab moralitas yang saat itu mulai diterpa badai keraguan yang besar, tetapi pada
saat yang sama masih tetap sangat terpaku pada aturan2 ketat moralitas yang tidak
mencerminkan perubahan radikal di zaman nya, Utilitarianisme secara utuh dirumuskan oleh
Jeremy Benthamv Dikembangkan secara lebih luas oleh James Mill dan John Stuart Mill
sedangkan prinsip moral tertinggi yang disebutnya dengan ‘Asas Kegunaan atau Manfaat’.
maksud Asas Manfaat atau Kegunaan, kata Bentham, ialah asas yang menyuruh setiap orang
untuk melakukan apa yang menghasilkan kebahagiaan atau kenikmatan terbesar yang
diinginkan oleh semua orang untuk sebanyak mungkin orang atau untuk masyarakat
seluruhnya. Oleh karena itu, menurut pandangan utilitarian, tujuan akhir manusia juga
merupakan ukuran moralitas. Inti dari Utilitarianisme adalah konsep yang dimilikinya tentang
kenikmatan dan rasa sakit. Filsafat kelompok Utilitarian memahami “kebaikan” sebagai
segala sesuatu yang “meningkatkan kenikmatan dan mengurangi rasa sakit.” Ini adalah
cabang filsafat yang berorientasi pada hasil. Jika hasil dari sebuah tindakan bisa membantu
“meningkatkan kenikmatan dan mengurangi rasa sakit,” maka tindakan tersebut dianggap
sebagai kebaikan. Utilitarianisme pada intinya merupakan filsafat hedonisme. Penelusuran
kembali asal mula Utilitarianisme akan membawa kita kepada filsuf Yunani kuno yang
bernama Epicurus (atau Epikuros). Namun, sebagai sebuah aliran filsafat, Utilitarianisme
sering dihubungkan dengan filsuf dari Inggris, Jeremy Bentham.Apa sajakah persoalan-
persoalan yang terkait Utilitarianisme? Pertama, hanya berfokus terhadap hasil. Dalam
kenyataannya, sebuah tindakan tidak dapat dikatakan “baik” hanya karena hasilnya yang
baik. Alkitab mengatakan bahwa “manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN
melihat hati” Allah tidak mempedulikan hasil, Dia lebih mempedulikan niat hati kita.
Tindakan yang baik dengan niat yang tidak baik tidak akan menyenangkan hati Allah. Benar
kalau kita tidak bisa melihat niat orang lain. Kita bahkan tidak mampu untuk sepenuhnya
memahami niat kita sendiri. Namun, tidak ada alasan. Kita semua harus datang ke hadapan
Allah dan memberikan penjelasan atas setiap tindakan kita.Persoalan kedua terkait
Utilitarianisme adalah fokusnya terhadap kesenangan yang bertentangan dengan kebaikan
yang sejati. Kesenangan adalah definisi yang diberikan oleh manusia atas kebaikan, sehingga
bisa bersifat sangat subjektif. Apa yang menyenangkan bagi satu orang, bisa jadi tidak
menyenangkan bagi yang lain. Berdasarkan Alkitab, Allah adalah definisi dari segala yang
baik. Karena Allah tidak pernah berubah, definisi dari kebaikan juga tidak berubah. Definisi
ini bersifat objektif, tidak bersifat subjektif. Kebaikan tidak berubah-ubah seiring dengan
berlalunya waktu ataupun tren dari hasrat manusia. Selain itu, dengan menyamakan kebaikan
dan kesenangan, kita beresiko untuk mendefinisikan kebaikan hanya sebagai kepuasan
manusia belaka, yaitu keinginan daging. Seperti telah dibuktikan oleh orang-orang yang
menjadi budak gaya hidup hedonisme, semakin sering kita menikmati kesenangan, maka
semakin berkurang kesenangan yang didapat dari kenikmatan tersebut, dan juga akan
semakin besar kenikmatan yang diperlukan untuk mendapatkan kesenangan yang sama.
Inilah “Hukum Pertambahan Hasil yang Semakin Berkurang” (The Law of Diminishing
Returns), yang juga berlaku untuk hal-hal yang terkait “kesenangan.” Contoh dari siklus ini
misalnya ketika pecandu narkoba semakin lama perlu mendapatkan dosis yang semakin kuat
untuk mendapatkan efek “high” yang sama.Persoalan ketiga terkait Utilitarianisme mengenai
penyangkalannya terhadap rasa sakit. Tidak semua rasa sakit itu buruk. Bukan berarti kalau
rasa sakit atau mengalami kesakitan itu hal yang baik, namun rasa sakit bisa saja membawa
seseorang kepada kebaikan. Sejarah manusia penuh dengan pembelajaran dari
kesalahan. Kegagalan adalah guru yang terbaik. Tidak ada yang menganjurkan supaya kita
dengan giat mencari rasa sakit. Namun, untuk mengatakan bahwa semua rasa sakit itu jahat
dan harus dihindari adalah hal yang naif. Allah lebih tertarik dengan kekudusan kita,
dibandingkan kebahagiaan kita. Allah memperingatkan umat-Nya untuk tetap kudus karena
Dia adalah kudus. Alkitab juga menyerukan kita untuk berbahagia, ketika kita menghadapi
berbagai-bagai pencobaan. Bukan karena pencobaan itu menyenangkan, namun karena
pencobaan-pencobaan tersebut dapat menghasilkan ketekunan dan iman yang lebih
besar.Secara keseluruhan, fisafat Utilitarianisme difokuskan untuk membuat hidup ini sebisa
mungkin terbebas dari rasa sakit, bagi sebanyak mungkin orang. Secara sekilas, ini nampak
seperti tujuan yang terpuji. Kita bahkan tidak mampu untuk sepenuhnya memahami niat kita
sendiri. Namun, tidak ada alasan. Kita semua harus datang ke hadapan Allah dan memberikan
penjelasan atas setiap tindakan kita.Persoalan kedua terkait Utilitarianisme adalah fokusnya
terhadap kesenangan yang bertentangan dengan kebaikan yang sejati. Kesenangan adalah
definisi yang diberikan oleh manusia atas kebaikan, sehingga bisa bersifat sangat subjektif.
Apa yang menyenangkan bagi satu orang, bisa jadi tidak menyenangkan bagi yang
lain. Berdasarkan Alkitab, Allah adalah definisi dari segala yang baik. Karena Allah tidak
pernah berubah, definisi dari kebaikan juga tidak berubah. Definisi ini bersifat objektif, tidak
bersifat subjektif. Kebaikan tidak berubah-ubah seiring dengan berlalunya waktu ataupun tren
dari hasrat manusia. Selain itu, dengan menyamakan kebaikan dan kesenangan, kita beresiko
untuk mendefinisikan kebaikan hanya sebagai kepuasan manusia belaka, yaitu keinginan
daging. Seperti telah dibuktikan oleh orang-orang yang menjadi budak gaya hidup
hedonisme, semakin sering kita menikmati kesenangan, maka Siapa yang tidak ingin
meringankan penderitaan orang-orang di seluruh dunia? Namun, Alkitab menyatakan bahwa
ada sesuatu yang lebih besar bagi kita dibandingkan kehidupan kita di dunia ini. Jika hidup
kita hanya untuk memaksimalkan kesenangan di dunia ini, kita akan kehilangan perspektif
yang lebih besar. Yesus mengatakan bahwa orang yang hidup bagi kehidupan duniawi akan
menjadi sangat kecewa. Rasul Paulus menyatakan bahwa penderitaan yang dialami di
kehidupan ini tidak bisa dibandingkan dengan kemuliaan yang akan kita dapatkan di dalam
kekekalan. Hidup di dunia ini hanya sementara dan tidak tetap. Fokus kita seharusnya adalah
memaksimalkan kemuliaan kita di surga kelak, bukannya di kehidupan di dunia ini.

Pendapat para ahli mengenai utilitarianisme :

 Menurut Shomali(2005:11)
Utilitarianisme terkadang disebut dengan Teori Kebahagiaan Terbesar yang
mengajarkan tiap manusia untuk meraih kebahagiaan (kenikmatan) terbesar untuk orang
terbanyak. Karena, kenikmatan adalah satu-satunya kebaikan intrinsik, dan penderitaan
adalah satu-satunya kejahatan intrinsik. Oleh karena itu, sesuatu yang paling utama bagi
manusia menurut Betham adalah bahwa kita harus bertindak sedemikian rupa sehingga
menghasilkan akibat-akibat baik sebanyak mungkin dan sedapat dapatnya mengelakan
akibat-akibat buruk. Karena kebahagianlah yang baik dan penderitaanlah yang
buruk.Kebahagiaan tercapai jika ia memiliki kesenangan dan bebas dari kesusahan.
Suatu perbuatan dapat dinilai baik atau buruk sejauh dapat meningkatkan atau
mengurangi kebahagiaan sebanyak mungkin orang. Prinsip kegunaan harus diterapkan
secara kuantitatif, karena kualitas kesenangan selalu sama sedangkan aspek kuantitasnya
dapat berbeda-beda.Dalam pandangan utilitarisme klasik, prinsip utilitas adalah the
greatest happiness of the greatest number (kebahagiaan yang sebesar-besarnya bagi
sebanyak mungkin orang). Hal ini dapat dipahami bahwa di mana kebahagiaan
disamakannya dengan kenikmatan dan dengan kebebasan perasaan sakit. Berkat konsep
fundamentalnya tersebut Jeremy Betham diakui sebagai pemimpin kaum Radikal
Filosofis yang sangat berpengaruh. Akan tetapi teori yang di usung Betham tersebut
mempunyai banyak kelemahan terutama tentang moralitas, sehingga para pengkritik
mencelanya sebagai pig philosophy; filsafat yang cocok untuk Babi. Salah paham
tersebut kemudian berusaha diluruskan kembali oleh pengikutnya, Jhon Stuart Mill

Para utilitarian menyusun argumennya dalam tiga langkah berikut berkaitan dengan
pembenaran euthanasia (mercy killing):

(1). Perbuatan yang benar secara moral ialah yang paling banyak memberikan jumlah
kenikmatan dan kebahagiaan pada manusia.
(2). Setidaknya dalam beberapa kesempatan, perbuatan yang paling banyak memberikan
jumlah kenikmatan dan kebahagiaan pada manusia bisa dicapai melalui euthanasia.

(3). Oleh karena itu, setidaknya dalam beberapa kesempatan, euthanasia dapat dibenarkan
secara moral.

Sekalipun mungkin argumen di atas tampak bertentangan dengan agama, Bentham


mengesankan bahwa agama akan mendukung, bukan menolak, sudut-pandang utilitarian
bilamana para pemeluknya benar-benar memegang pandangan mereka tentang Tuhan
yang penuh kasih sayang.

 Salam(1997: 76)
Utilitarianisme secara etimologi berasal dari bahasa Latin dari kata Utilitas, yang
bearti useful, berguna, berfaedah dan menguntungkan. Jadi paham ini menilai baik atau
tidaknya, susila atau tidak susilanya sesuatu, ditinjau dari segi kegunaan atau faedah
yang didatangkannya

 Mangunhardjo (2000: 228)


secara terminology utilitarianisme merupakan suatu paham etis yang berpendapat
bahwa yang baik adalah yang berguna, berfaedah, dan menguntungkan. Sebaliknya, yang
jahat atau buruk adalah yang tidak bermanfaat, tak berfaedah, merugikan. Karena itu,
baik buruknya perilaku dan perbuatan ditetapkan dari segi berguna, berfaedah, dan
menguntungkan atau tidak

 Jhon Stuart Mill (2013)

Utilitarianisme adalah aliran yang menerima kegunaan atau prinsip kebahagiaan


terbesar sebagai landasan moral, berpendapat bahwa tindakan benar sebanding dengan
apakah tindakan itu meningkatkan kebahagiaan, dan salah selama tindakan itu
menghasilkan lawan kebahagiaan. Sedangkan kebahagiaan adalah kesenangan dan
hilangnya derita; yang dimaksud dengan ketakbahagiaan adalah derita dan hilangnya
kesenangan. yang mengetengahkan bahwa keadilan bersumber pada naluri manusia
untuk menolak dan membalas kerusakan yang diderita, baik oleh diri sendiri maupun
oleh siapa saja yang mendapatkan simpati dari kita. Perasaan keadilan akan
memberontak terhadap kerusakan, penderitaan, tidak hanya atas dasar kepentingan
individual, tetapi lebih luas dari itu sampai kepada orang lain yang kita samakan dengan
diri kita sendiri. Hakikat keadilan dengan demikian mencakup semua persyaratan moral
yang sangat hakiki bagi kesejahteraan umat manusia. Antara keadilan dan kemanfaatan
terdapat pertentangan, oleh karenanya perlu dicari sintesis terhadap keduanya. Mata
rantai yang menghubungkan antara keadilan dan kemanfaatan adalah “perasaan
keadilan”. Pertentangan antara kepentingan individu dan kepentingan masyarakat secara
teoretis dapat dihilangkan dengan menggunakan akal sehat sebagai manusia.
Penyesuaian kepentingan individu terhadap kepentingan masyarakat dalam kenyataannya
lebih merupakan kewajiban daripada hak individu, itulah yang menjadi ciri khusus dari
teori hukum John Stuart Mill.

 Rakhmat(2004: 54)
Utilitarianisme merupakan pandangan hidup bukan teori tentang wacana moral.
Moralitas dengan demikian adalah seni bagi kebahagiaan individu dan sosial. Dan
kebahagiaan atau kesejahteraan pemuasan secara harmonis atas hasrat-hasrat individu.

 Will Kymlicka (1990: 12-13)

Will Kymlicka membagi utilitarianisme dalam empat varian sesuai dengan sejarah
perkembangannya. Pada tahap pertama, utilitarianisme diartikan sebagai hedonisme
kesejahteraan (walfare hedonism). Ini adalah bentuk utilitarianisme paling awal yang
memandang bahwa pemenuhan kebahagiaan manusia terletak pada terpenuhinya hasrat
kesenangan manusia yang bersifat ragawi. Akan tetapi, model utilitarianisme ini sangat
tidak tepat sasaran, sebab boleh jadi apa yang terasa nikmat belum tentu baik bagi
individu. Oleh karena itu, muncul jenis utilitarianisme kedua, utilitas bagi keadaan
mental yang tidak beriorientasi hedonis (non-hedonistic mental-state utility). Pada
perkembangan ini, aspek hedonistik dihilangkan dan diganti dengan kesenangan yang
menjamin kebahagiaan. Utilitarianisme dipahami sebagai terpenuhinya semua
pengalaman individu yang bernilai, penderitaan, tidak hanya atas dasar kepentingan
individual, tetapi lebih luas dari itu sampai kepada orang lain yang kita samakan dengan
diri kita sendiri. Hakikat keadilan dengan demikian mencakup semua persyaratan moral
yang sangat hakiki bagi kesejahteraan umat manusia. Antara keadilan dan kemanfaatan
terdapat pertentangan, oleh karenanya perlu dicari sintesis terhadap keduanya. Mata
rantai yang menghubungkan antara keadilan dan kemanfaatan adalah “perasaan
keadilan”. Pertentangan antara kepentingan individu dan kepentingan masyarakat secara
teoretis dapat dihilangkan dengan menggunakan akal sehat sebagai manusia.
Penyesuaian kepentingan individu terhadap kepentingan masyarakat dalam kenyataannya
lebih merupakan kewajiban daripada hak individu, itulah yang menjadi ciri khusus dari
teori hukum John Stuart Mill.

 Jeremy Bentham (2013)


Teori utilitarianisme yang digagas oleh Jeremy Bentham adalah bentuk reaksi
terhadap konsepsi hukum alam pada abad ke delapan belas dan sembilan belas. Bentham
mengecam konsepsi hukum alam, karena menganggap bahwa hukum alam tidak kabur
dan tidak tetap. Bentham mengetengahkan gerakan periodikal dari yang abstrak, idealis,
dan apriori sampai kepada yang konkret, materialis, dan mendasar.

Menurut Bentham, tujuan hukum adalah memberikan kemanfaatan dan kebahagiaan


terbesar kepada sebanyak-banyaknya warga masyarakat. Jadi, konsepnya meletakkan
kemanfaatan sebagai tujuan utama hukum. Ukurannya adalah kebahagian yang sebesar-
besarnya bagi sebanyak-banyaknya orang. Penilaian baik-buruk, adil atau tidaknya
hukum ini sangat tergantung apakah hukum mampu memberikan kebahagian kepada
manusia atau tidak. Kemanfaatan diartikan sama sebagai kebahagiaan.

Dengan demikian dari banyaknya pendapat diatas,kiita dapat dinyataka bahwa


Utilitarianisme terkadang disebut dengan Teori Kebahagiaan Terbesar yang mengajarkan tiap
manusia untuk meraih kebahagiaan (kenikmatan) terbesar untuk orang terbanyak, pandangan
hidup bukan teori tentang wacana moral. Moralitas dengan demikian adalah seni bagi
kebahagiaan individu dan sosial. Dan kebahagiaan atau kesejahteraan pemuasan secara
harmonis atas hasrat-hasrat individu. Jadi paham ini menilai baik atau tidaknya, susila atau
tidak susilanya sesuatu, ditinjau dari segi kegunaan atau faedah yang didatangkannya.

Utilitarianisme merupakan suatu paham etis yang berpendapat bahwa yang baik adalah
yang berguna, berfaedah, dan menguntungkan.Sebaliknya, yang jahat atau buruk adalah yang
tak bermanfaat, tak berfaedah, dan merugikan. Karena itu, baik buruknya perilaku dan
perbuatan ditetapkan dari segi berguna, berfaedah, dan menguntungkan atau tidak. Dari
prinsip ini, tersusunlah teori tujuan perbuatan.
Epistemologi

epistemologi adalah suatu ilmu yang secara khusus mempelajari dan mempersoalkan
secara dalam mengenai apa itu pengetahuan, dari mana pengetahuan itu diperoleh serta
bagaimana cara memperolehnya.

Teori utilitarianisme adalah pandangan yang menyatakan bahwa tindakan dan


kebijakan perlu dievaluasi berdasarkan manfaat dan biaya yang dibebankan pada masyarakat.
Dalam situasi apa pun, tindakan atau kebijakan yang “benar” adalah yang memberikan
manfaat paling besar atau biaya paling kecil (bila semua alternatif hanya membebankan biaya
bersih). Sebuah prinsip moral yang mengklaim bahwa sesuatu dianggap benar apabila mampu
menekan biaya sosial (social cost) dan memberikan manfaat sosial (social benefit).

Jeremy Bentham (1748-1832) sering dianggap pendiri utilitarianisme tradisional.


Bentham metode yang objektif dalam membuat keputusan yang mampu memberikan norma
yang dapat diterima publik dalam menetapkan kebijakan dan peraturan sosial. Jadi metode
yang objektif adalah dengan melihat pada berbagai kebijakan yang dapat ditetapkan dan
membandingkan manfaat serta konsekuensi-konsekuensinya. Tindakan yang tepat dari sudut
pandang etis adalah dengan memilih kebijakan yang mampu memberikan utilitas yang besar.
yang mengetengahkan bahwa keadilan bersumber pada naluri manusia untuk menolak dan
membalas kerusakan yang diderita, baik oleh diri sendiri maupun oleh siapa saja yang
mendapatkan simpati dari kita. Perasaan keadilan akan memberontak terhadap kerusakan,
penderitaan, tidak hanya atas dasar kepentingan individual, tetapi lebih luas dari itu sampai
kepada orang lain yang kita samakan dengan diri kita sendiri. Hakikat keadilan dengan
demikian mencakup semua persyaratan moral yang sangat hakiki bagi kesejahteraan umat
manusia. Antara keadilan dan kemanfaatan terdapat pertentangan, oleh karenanya perlu dicari
sintesis terhadap keduanya. Mata rantai yang menghubungkan antara keadilan dan
kemanfaatan adalah “perasaan keadilan”. Pertentangan antara kepentingan individu dan
kepentingan masyarakat secara teoretis dapat dihilangkan dengan menggunakan akal sehat
sebagai manusia. Penyesuaian kepentingan individu terhadap kepentingan masyarakat dalam
kenyataannya lebih merupakan kewajiban daripada hak individu,

Contoh penggunaan teori ini adalah ketika sebagian besar masyarakat yang hidup di
sekitar perbukitan karst bermata pencaharian sebagai penambang. Mereka menggali
perbukitan karst demi memenuhi kebutuhan, yaitu membeli makanan sehari-hari, membayar
biaya pendidikan anak-anak mereka, dan lain sebagainya. Tindakan para penambang ini bisa
dikatakan demi mencapai suatu titik yang dinamakan kebahagiaan. Jika mereka tidak
menambang, maka kebutuhan mereka sulit untuk dipenuhi. Hal ini dikarenakan pekerjaan
alternatif lain selain menambang tidak memberikan manfaat yang cukup besar. Ketika
kebutuhan mereka sulit untuk dipenuhi, mereka akan sampai di titik yang dinamakan
penderitaan dan tidak ada individu yang menyukai penderitaan. Oleh karena itu, masyarakat
di sekitar perbukitan karst memilih untuk menambang.

Secara singkat, prinsip utilitarian menyatakan bahwa:

“Suatu tindakan dianggap benar dari sudut pandang etis jika dan hanya jika jumlah total
utilitas yang dihasilkan dari tindakan tersebut lebih besar dari jumlah total utilitas oleh
tindakan yang dapat dilakukan.”

Prinsip ini mengandung tiga kriteria yaitu:

1) Kita harus menentukan tindakan-tindakan atau kebijakan alternatif apa saja yang dapat
kita lakukan dalam situasi tersebut. Dalam hal ini, kriteria yang dapat dijadikan dasar
objektif untuk menilai suatu perilaku atau tindakan adalah manfaat atau utlitas
(utility), yaitu apakah tindakan atau perilaku benar jika menghasilkan manfaat,
sedangkan perilaku atau tindakan salah mendatangkan kerugian.

2) Untuk setiap tindakan alternatif, kita perlu menentukan manfaat dan biaya langsung
dan tidak langsung yang akan diperoleh dari tindakan tersebut bagi semua orang
yang dipengaruhi oleh tindakan itu di masa yang akan datang. Kriteria kedua adalah
manfaat yang terbanyak. Untuk penilaian kebijakan atau tindakan itu sendiri, maka
suatu kebiakan atau tindakan benar atau baik secara moral bila kebijakan atau
tindakan tersebut memberikan lebih banyak manfaat dibandingkan dengan kerugian
yang ditimbulkannya.

3) Alternatif yang memberikan jumlah utilitas paling besar wajib dipilih sebagai
tindakan yang secara etis tepat. Kriteria ini mengandung pengertian tentang untuk
siapa manfaat terbanayak tersebut. Suatu tindakan atau kebijakan baik atau benar
secara moral jika memberikan manfaat terbesar bagi sebanyak mungkin orang.

Dengan demikian, kriteria objektif dalam etika utilitarianisme adalah “manfaat


terbesar bagi sebanyak mungkin orang” atau “kebaikan terbesar bagi sebagian besar
masyarakat” (“the greatest good for the greatest number”). Dengan kata lain, suatu kebijakan
atau tindakan yang baik dari segi etis adalah kebijakan atau tindakan yang membawa manfaat
terbesar bagi sebanyak mungkin orang, atau sebaliknya membawa akibat merugikan yang
sekecil mungkin bagi sesedikit mungkin orang. Utilitarianisme merupakan suatu doktrin
moral, yang berpendapat bahwa kita seharusnya bertindak untuk menghasilkan sebanyak
mungkin manfaat (kebahagiaan atau kenikmatan) bagi tiap-tiap orang yang terpengaruh oleh
tindakan kita.
aksiologi

Kata Aksiologi berasal dari bahasa yunani axios yang memiliki arti nilai,
dan logosyang mempunyai arti ilmu atau teori. Jadi, Aksiologi adalah teori tentang nilai.
Nilai yang dimaksud adalah suatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai
pertimbangan tentang apa yang dinilai.

Untuk lebih mengenal apa yang dimaksud dengan aksiologi, pemakalah akan menguraikan
beberapa definisi tentang aksiologi, di antaranya:

1. Aksiologi yang terdapat di dalan bukunya Jujun S. suriasumantri filsafat ilmu sebuah
pengantar popular bahwa aksiologi diartikan sebagai teori nilai yang berkaitan dengan
kegunaan dari pengetahuan yang di peroleh.

2. Menurut Bramel, aksiologi terbagi dalam tiga bagian. Pertama, moral conduct, yaitu
tindakan moral, bidang ini melahirkan disiplin khusus, yakni etika. Kedua, esthetic
expression, yaitu ekspresi keindahan. Bidang ini melahirkan keindahan. Ketiga, sosio-
political life, yaitu kehidupan social politik, yang akan melahirkan filsafst sosio-politik.

Manfaat atau nilai nilai dari utilitarianisme ini adalah bertujuan untuk setiap
perbuatan sekurang-kurangnya menghindari atau mengurangi kerugian yang diakibatkan oleh
perbuatan yang dilakukan, baik bagi diri sendiri ataupun orang lain.Adapun maksimalnya
adalah dengan memperbesar kegunaan, manfaat, dan keuntungan yang dihasilkan oleh
perbuatan yang akan dilakukan.Perbuatan harus diusahakan agar mendatangkan kebahagiaan
daripada penderitaan, manfaat daripada kesia-siaan, keuntungan daripada kerugian, bagi
sebagian besar orang.Dengan demikian, perbuatan manusia baik secara etis dan membawa
dampak sebaik-baiknya bagi diri sendiri dan orang lain.

Rasionlitasnya. Prinsip moral yang diajukan oleh etika ultilitarinisme tidak didasarakan pada
aturan – aturan kaku yang mungkin tidak kita pahami.Universalitas. Mengutamakan manfaat
atau akibat baik dari suatu tindakan bagi banyak orang yang melakukan tindakan itu.Dasar
pemikirannya adalah bahwa kepentingan orang sama bobotnya. Artinya yang baik bagi saya,
yang baik juga bagi orang lain.

Will Kymlicka, menegaskan bahwa etika ultilitarinisme mempunyai 2 daya tarik yaitu :
etika ultilitarinisme sejalan dengan instuisi moral semua manusia bahwa kesejahterahan
manusi adalah yang paling pokok bagi etika dan moralitasetika ultilitarinisme sejalan dengan
instuisi kita bahwa semua kaidah moral dan tujuan tindakan manusia harus dipertimbangkan,
dinilai dn diuji berdsarkan akibatnya bagi kesejahterahan manusia. Menurut kaum
utilitarianisme, manfaat dari utilitarianisme ini adalah bertujuan untuk setiap perbuatan
sekurang-kurangnya menghindari atau mengurangi kerugian yang diakibatkan oleh perbuatan
yang dilakukan, baik bagi diri sendiri ataupun orang lain.Adapun maksimalnya adalah
dengan memperbesar kegunaan, manfaat, dan keuntungan yang dihasilkan oleh perbuatan
yang akan dilakukan.Perbuatan harus diusahakan agar mendatangkan kebahagiaan daripada
penderitaan, manfaat daripada kesia-siaan, keuntungan daripada kerugian, bagi sebagian
besar orang.Dengan demikian, perbuatan manusia baik secara etis dan membawa dampak
sebaik-baiknya bagi diri sendiri dan orang lain.

Contoh penggunaan teori ini adalah ketika sebagian besar masyarakat yang hidup di
sekitar perbukitan karst bermata pencaharian sebagai penambang. Mereka menggali
perbukitan karst demi memenuhi kebutuhan, yaitu membeli makanan sehari-hari, membayar
biaya pendidikan anak-anak mereka, dan lain sebagainya. Tindakan para penambang ini bisa
dikatakan demi mencapai suatu titik yang dinamakan kebahagiaan. Jika mereka tidak
menambang, maka kebutuhan mereka sulit untuk dipenuhi. Hal ini dikarenakan pekerjaan
alternatif lain selain menambang tidak memberikan manfaat yang cukup besar. Ketika
kebutuhan mereka sulit untuk dipenuhi, mereka akan sampai di titik yang dinamakan
penderitaan dan tidak ada individu yang menyukai penderitaan. Oleh karena itu, masyarakat
di sekitar perbukitan karst memilih untuk menambang. Tindakan yang tepat dari sudut
pandang etis adalah dengan memilih kebijakan yang mampu memberikan utilitas yang besar.
yang mengetengahkan bahwa keadilan bersumber pada naluri manusia untuk menolak dan
membalas kerusakan yang diderita, baik oleh diri sendiri maupun oleh siapa saja yang
mendapatkan simpati dari kita. Perasaan keadilan akan memberontak terhadap kerusakan,
penderitaan, tidak hanya atas dasar kepentingan individual, tetapi lebih luas dari itu sampai
kepada orang lain yang kita samakan dengan diri kita sendiri. Hakikat keadilan dengan
demikian mencakup semua persyaratan moral yang sangat hakiki bagi kesejahteraan umat
manusia. Antara keadilan dan kemanfaatan terdapat pertentangan, oleh karenanya perlu dicari
sintesis terhadap keduanya. Mata rantai yang menghubungkan antara keadilan dan
kemanfaatan adalah “perasaan keadilan”. Pertentangan antara kepentingan individu dan
kepentingan masyarakat secara teoretis dapat dihilangkan dengan menggunakan akal sehat
sebagai manusia. Penyesuaian kepentingan individu terhadap kepentingan masyarakat dalam
kenyataannya lebih merupakan kewajiban daripada hak individu, Hal ini dikarenakan
pekerjaan alternatif lain selain menambang tidak memberikan manfaat yang cukup besar.
Ketika kebutuhan mereka sulit untuk dipenuhi, mereka akan sampai di titik yang dinamakan
penderitaan dan tidak ada individu yang menyukai penderitaan. Oleh karena itu, masyarakat
di sekitar perbukitan karst memilih untuk menambang. Tindakan yang tepat dari sudut
pandang etis adalah dengan memilih kebijakan yang mampu memberikan utilitas yang besar
PENUTUP

Menurut kaum utilitarianisme, tujuan perbuatan sekurang-kurangnya menghindari


atau mengurangi kerugian yang diakibatkan oleh perbuatan yang dilakukan, baik bagi diri
sendiri ataupun orang lain.Adapun maksimalnya adalah dengan memperbesar kegunaan,
manfaat, dan keuntungan yang dihasilkan oleh perbuatan yang akan dilakukan. Perbuatan
harus diusahakan agar mendatangkan kebahagiaan daripada penderitaan, manfaat daripada
kesia-siaan, keuntungan daripada kerugian, bagi sebagian besar orang.Dengan demikian,
perbuatan manusia baik secara etis dan membawa dampak sebaik-baiknya bagi diri sendiri
dan orang lain.

Seseorang hendaknya bertindak sedemikian rupa, sehingga memajukan kebahagiaan


(kesenangan) terbesar dari sejumlah besar orang.Tindakan secara moral dapat dibenarkan jika
ia menghasilkan lebih banyak kebaikan daripada kejahatan, dibandingkan tindakan yang
mungkin diambil dalam situasi dan kondisi yang sama.Secara umum, harkat atau nilai moral
tindakan dinilai menurut kebaikan dan keburukan akibatnya.Ajaran bahwa prinsip kegunaan
terbesar hendaknya menjadi kriteria dalam perkara etis.Kriteria itu harus diterapkan pada
konsekuensi-konsekuensi yang timbul dari keputusan-keputusan etis.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim,2009,https://id.m.wikipedia.org/wiki/Utilitarianisme, 28 september 2018.


Anonim,2011,http://www.definisimenurutparaahli.com/pengertian-epistemologi/, 3 oktober
2018.
Anonim,2010,https://mckenzie2010.wordpress.com/2010/01/27/tugas-kuliahpembahasan-
mengenai-teori-utilitarian-dengan-teori-hak/, 1 oktober 2018.
Theodorusfredrik03,2011,https://theodorusfredrik03.wordpress.com/2011/03/08/filsafat-
utilitarianisme/, 2 oktober 2018.
Lanlanrisdiana,2013,http://lanlanrisdiana.blogspot.com/2013/01/makalah-aliran-
utilitarianisme-dan.html?m=1,4 oktober 2018..
Fajarnuy053,2013,http://fajarnuy053.blogspot.com/2013/10/etika-
utilitarianisme.html?m=1,3 oktober 2018
Anonim,2016,http://business-law.binus.ac.id/2016/06/30/utilitarianisme-dan-tujuan-
perkembangan-hukum-multimedia-di-indonesia/, 28 oktober 2018.

Anda mungkin juga menyukai