B. Anatomi Nasofaring
Nasofaring merupakan suatu rongga dengan dinding kaku diatas,belakang
dan lateral yang termasuk bagian dari faring. Ke anterior berhubungan dengan
rongga hidung melalui koana dan tepi belakang septum nasi. Pada dinding
lateral nasofaring terdapat orifisium tuba eustakius yang merupakan bagian
dari pendengaran. Pada usia muda dinding postero-superior nasofaring
umumnya tidak rata karena adanya jaringan adenoid.
Pada atap nasofaring sering terlihat lipatan-lipatan mukosa yang dibentuk
oleh jaringan lunak sub mukosa. Nasofaring terdapat banyak saluran getah
bening. Nasofaring merupakan lubang sempit yang terdapat pada belakang
rongga hidung.
C. Epidemiologi
KNF dapat terjadi pada setiap usia, namun sangat jarang dijumpai
penderita di bawah usia 20 tahun dan usia terbanyak antara 45 – 54 tahun.
Laki-laki lebih banyak dari wanita dengan perbandingan antara 2 – 3 : 1.
Kanker nasofaring tidak umum dijumpai di Amerika Serikat dan dilaporkan
bahwa kejadian tumor ini di Amerika Syarikat adalah kurang dari 1 dalam
100.000 (Nasional Cancer Institute, 2009).
Di Indonesia,KNF menempati urutan ke-5 dari 10 besar tumor ganas yang
terdapat di seluruh tubuh dan menempati urutan ke -1 di bidang Telinga ,
Hidung dan Tenggorok (THT). Hampir 60% tumor ganas kepala dan leher
merupakan KNF (Nasir, 2009). Dari data Departemen Kesehatan, tahun 1980
menunjukan prevalensi 4,7 per 100.000 atau diperkirakan 7.000-8.000 kasus
per tahun (Punagi,2007). Dari data laporan profil KNF di Rumah Sakit
Pendidikan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar ,periode
Januari 2000 sampai Juni 2001 didapatkan 33% dari keganasan di bidang THT
adalah KNF. Di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2002 -2007
ditemukan 684 penderita KNF.
D. Etiologi
Terjadinya KNF mungkin multifaktorial, proses karsinogenesisnya
mungkin mencakup banyak tahap. Faktor yang mungkin terkait dengan
timbulnya KNF adalah:
1. Kerentanan Genetik
Walaupun karsinoma nasofaring tidak termasuk tumor genetik, tetapi
kerentanan terhadap karsinoma nasofaring pada kelompok masyarakat
tertentu relatif lebih menonjol dan memiliki agregasi familial. Analisis
korelasi menunjukkan gen HLA (human leukocyte antigen) dan gen
pengkode enzim sitokrom p4502E (CYP2E1) kemungkinan adalah gen
kerentanan terhadap karsinoma nasofaring, mereka berkaitan dengan
sebagian besar karsinoma nasofaring (Pandi, 1983 dan Nasir, 2009).
2. Infeksi Virus Eipstein-Barr
Banyak perhatian ditujukan kepada hubungan langsung antara karsinoma
nasofaring dengan ambang titer antibody virus Epstein-Barr (EBV). Serum
pasien-pasien orang Asia dan Afrika dengan karsinoma nasofaring primer
maupun sekunder telah dibuktikan mengandung antibody Ig G terhadap
antigen kapsid virus (VCA) EB dan seringkali pula terhadap antigen dini
(EA); dan antibody Ig A terhadap VCA (VCA-IgA), sering dengan titer
yang tinggi. Hubungan ini juga terdapat pada pasien di Amerika yang
mendapat karsinoma nasofaring aktif. Bentuk-bentuk anti-EBV ini
berhubungan dengan karsinoma nasofaring tidak berdifrensiasi
(undifferentiated) dan karsinoma nasofaring non-keratinisasi (non-
keratinizing) yang aktif (dengan mikroskop cahaya) tetapi biasanya tidak
berhubung dengan tumor sel skuamosa atau elemen limfoid dalam
limfoepitelioma (Nasir, 2009 dan Nasional Cancer Institute, 2009).
3. Faktor Lingkungan
Ventilasi rumah yang jelek dengan asap kayu bakar yang terakumulasi di
dalam rumah juga dapat meningkatkan angka kejadian KNF.
4. Penelitian akhir-akhir ini menemukan zat-zat berikut berkaitan dengan
timbulnya karsinoma nasofaring yaitu golongan Nitrosamin,diantaranya
dimetilnitrosamin dan dietilnitrosamin, Hidrokarbon aromatic dan unsur
Renik, diantaranya nikel sulfat (Roezin, Anida, 2007 dan Nasir, 2009).
F. Penggolongan Ca Nasofaring :
1. T1 : Kanker terbatas di rongga nasofaring.
2. T2 : Kanker menginfiltrasi kavum nasal, orofaring atau di celah
parafaring di anterior dari garis SO ( garis penghubung prosesus stiloideus
dan margo posterior garis tengah foramen magnum os oksipital).
3. T3 : Kanker di celah parafaring di posterior garis SO atau mengenai
basis kranial, fosa pterigopalatinum atau terdapat rudapaksa tunggal syaraf
kranial kelompok anterior atau posterior.
4. T4 : Saraf kranial kelompok anterior dan posterior terkena serentak,
atau kanker mengenai sinus paranasal, sinus spongiosus, orbita, fosa infra-
temporal.
5. N0 : Belum teraba pembesaran kelenjar limfe .
6. N1 : Kelenjar limfe koli superior berdiameter <4 cm.
7. N2 : Kelenjar koli inferior membesar atau berdiameter 4-7 cm .
8. N3 : Kelenjar limfe supraklavikular membesar atau berdiameter >7
cm.
9. M0 : Tak ada metastasis jauh.
10. M1 : Ada metastasis jauh.
G. Pemeriksaan diagnostik
1. Anamnesis
Terdiri dari gejala hidung ,gejala telinga , gejala mata dan saraf serta gejala
mestatasis.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan status generalis dan status lokalis
Pemeriksaan nasofaring : rinoskopi posterior dan nasofaringoskopi
fiber/rigid
3. Pemeriksaan laboraturium
Hematologik
SGOT dan SGPT
Serologi Ig A VCA,Ig A EA
4. Pemeriksaan radiologi
Ct-scan
MRI
Pencitraan seluruh tubuh
Chest x-ray
5. Pemeriksaan patologi anatomi
Biopsi nasofaring
6. Pemeriksaan neuro-oftalmologi
H. Penatalaksanaan medis
1. Radioterapi :
merupakan penatalaksanaan pertama untuk KNF.
Radiasi diberikan kepada seluruh stadium (I,II,III,IV lokal) tanpa
metastasis jauh dengan sasaran radiasi tumor primer dan KGB leher dan
supraklavikula.
Macam pemberian radioterapi : radiasi eksterna , radiasi interna dan
radiasi intravena
2. Kemoterapi
Diberikan pada stadium lanjut atau pada keadaan kambuh
Macam kemoterapi : kemoterapi neodejuvan,kemoterapi adjuvan,kemotrapi
konkomitan
3. Imunoterapi
Dengan diketahuinya kemungkinan penyebab dari karsinoma nasofaring
adalah virus epistein bar, maka pada penderita KNF dapat diberikan
imunoterapi
4. Operasi / pembedahan
Tindakan operasi berupa diseksi leher radikal dan nasofaringektomi.
Diseksi leher dilakukan jika masih ada sisa kelenjar pasca radiasi atau
adanya kekambuhan kelenjar dengan syarat bahwa tumor primer sudah
dinyatakan bersih yang dibuktikan dengan pemeriksaan radiologi dan
serologi.
Nasofaringektomi merupakan suatu operasi paliatif yang dilakukan pada
kasus yang kambuh atau adanya residu pada nasofaring yang tidak berhasil
diterapi dengan cara lain.
I. Komplikasi
1. Hipotiroidsme
2. Hilangnya jangkauan gerak
3. Hipoplasia struktur otak dan tulang
4. Kehilangn pendengaran sensorineural (nasir, 2009).
J. Pencegahan
1. Pemberian vaksin
2. Mengurangi konsumsi ikan asin
3. Makan makanan yang bernutrisi
4. Mengurangi serta mengontrol stress
5. Berolahraga secara teratur
6. Health education mengenai lingkungan yang sehat
7. Membiasakan hidup secara sehat. (Tirtamijaya, 2009)
Pathway Carcinoma Nasofaring
Bersihan
Jalan Napas
Tidak Efektif Resiko infeksi
Nyeri
Ketidakseimbangan Nutrisi
Kurang Dari Kebutuhan Tubuh
Kelemahan
/Intoleransi
aktivitas
2) Konsep Askep Karsinoma Nasofaring
A. Pengkajian
a) Identitas pasien
1. Nama ; Terdapat nama lengkap dari pasien penderita penyakit tumor
nasofaring.
2. Jenis Kelamin : Penyakit tumor nasofaring ini lebih banyak di derita
oleh laki-laki daripada perempuan.
3. Usia : Tumor nasofaring dapat terjadi pada semua usia dan usia
terbanyak antara 45-54 tahun.
4. Alamat : Lingkungan tempat tinggal dengan udara yang penuh asap
dengan ventilasi rumah yang kurang baik akan meningkatkan resiko
terjadinya tumor nasofaring serta lingkungan yang sering terpajan oleh
gas kimia, asap industry, asap kayu, dan beberapa ekstrak tumbuh-
tumbuhan.
5. Agama : Agama tidak mempengaruhi seseorang terkena penyakit
tumor nasofaring.
6. Suku Bangsa : Karsinoma nasofaring jarang sekali ditemukan di benua
Eropa, Amerika, ataupun Oseania.Namun relatif sering ditemukan di
berbagai Asia Tenggara dan China.
7. Pekerjaan : Seseorang yang bekerja di pabrik industry akan beresiko
terkena tumor nasofaring, karena akan sering terpajan gas kimia, asap
industry, dan asap kayu.
b) Status Kesehatan
1. Keluhan Utama ; Biasanya di dapatkan adanya keluhan suara agak
serak, kemampuan menelan terjadi penurunan dan terasa sakit waktu
menelan atau nyeri dan rasa terbakar dalam tenggorok.Pasien
mengeluh rasa penuh di telinga, rasa berdengung kadang-kadang
disertai dengan gangguan pendengaran.Terjadi pendarahan dihidung
yang terjadi berulang-ulang, berjumlah sedikit dan bercampur dengan
ingus, sehingga berwarna kemerahan.
2. Riwayat Kesehatan Sekarang ; Penderita tumor nasofaring ini
menunjukkan tanda dan gejala telinga kiri terasa buntu hingga
peradangan dan nyeri, timbul benjolan di daerah samping leher di
bawah daun telinga, gangguan pendengaran, perdarahan hidung, dan
bisa juga menimbulkan komplikasi apabila terjadi dalam tahap yang
lebih lanjut
3. Riwayat Kesehatan Dahulu ; Kaji tentang penyakit yang pernah
dialami klien sebelumnya yang ada hubungannya dengan penyait
keturunan dan kebiasaan atau gaya hidup.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga ; Kaji apakah ada anggota keluarga yang
menderita penyakit tumor nasofaring maka akan meningkatkan resiko
seseorang untuk terjangkit tumor nasofaring pula.
c) Pemeriksaan Fisik
1. Sistem Penglihatan ; Pada penderita karsinoma nasofaring terdapat
posisi bola mata klien simetris, kelompak mata klien normal,
pergerakan bola mata klien normal namun konjungtiva klien anemis,
kornea normal, sclera anikterik, pupil mata klien isokor, otot mata
klien tidak ada kelainan, namun fungsi penglihatan kabur, tanda-tanda
radang tidak ada, reaksi terhadap cahaya baik (+/+). Hal ini terjadi
karena pada karsinoma nasofaring, hanya bagian tertentu yang
mengalami beberapa gejala yang tidak normal seperti konjungtiva
klien yang anemis disebabkan klien memiliki kekurangan nutrisi dan
fungsi penglihatan kabur.
2. Sistem pendengaran ; Pada penderita karsinoma nasofaring, daun
telinga kiri dan kanan pasien normal dan simetris, terdapat cairan pada
rongga telinga, ada nyeri tekan pada telinga. Hal ini terjadi akibat
adanya nyeri saat menelan makanan oleh pasien dengan tumor
nasofaring sehingga terdengar suara berdengung pada telinga.
3. Sistem pernafasan ; Pada sistem ini akan sangat mudah terganggu
karena jika dalam jalan nafas terdapat sputum maka pasien akan
kesulitan dalam bernafas yang bisa mengakibatkan pasien mengalami
sesak nafas. Gangguan lain muncul seperti ronkhi karena suara nafas
ini menandakan adanya gangguan pada saat ekspirasi.
4. Sistem kardiovaskular ; Tumor nasofaring tidak menyerang peredaran
darah pasien sehingga tidak akan mengganggu peredaran darah
tersebut.
5. Sistem saraf pusat ; Tumor nasofaring juga bisa menyerang saraf otak
karena ada lubang penghubung di rongga tengkorak yang bisa
menyebabkan beberapa gangguan pada beberapa saraf otak. Jika
terdapat gangguan pada otak tersebut maka pasien akan memiliki
prognosis yang buruk.
6. Sistem pencernaan ; Tumor tidak menyerang di saluran pencernaan
sehingga tidak ada gangguan dalam sistem percernaan pasien.
7. Sistem endoktrin ; Pada klien tidak ada pembesaran kalenjar tiroid,
nafas klien tidak berbau keton, dan tidak ada luka ganggren. Hal ini
terjadi karena tumor nasofaring tidak menyerang kalenjar tiroid pasien
sehingga tidak menganggu kerja sistem endoktrin.
8. Sistem urogenital ; Jika tumor nasofaring tidak sampai melebar ke
daerah urogenital maka tidak mengganggu sistem tersebut.
9. Sistem integument ; Turgor kulit klien elastic, temperature kulit klien
hangat, warna kulit pucat, keadaan kulit baik, tidak ada luka, kelainan
kulit tidak ada, kondisi kulit daerah pemasangan infuse baik, tekstur
kulit baik, kebersihan rambut bersih. Warna pucat yang terlihat pada
pasien menunjukkan adanya sumbatan yang ada di dalam tenggorokan
sehingga pasien terlihat pucat.
10. Sistem musculoskeletal ; Saat ini klien tidak ada kesulitan dalam
pergerakan, tidak ada sakit pada tulang, sendi dan kulit serta tidak ada
fraktur. Tidak ada kelainan pada bentuk tulang sendi dan tidak ada
kelainan struktur tulang belakang, dan keadaan otot baik. Pada tumor
ini tidak menyerang otot rangka sehingga tidak ada kelainan yang
mengganggu sistem musculoskeletal.
d) Pola aktifitas sehari-hari
1. Pola Persepsi Kesehatan manajemen Kesehatan ; Tanyakan pada klien
bagaimana pandangannya tentang penyakit yang dideritanya dan
pentingnya kesehatan bagi klien? Biasanya klien yang datang ke
rumah sakit sudah mengalami gejala pada stadium lanjut, klien
biasanya kurang mengetahui penyebab terjadinya serta
penanganannya dengan cepat.
2. Pola Nutrisi Metabolic ; Kaji kebiasaan diit buruk ( rendah serat,
aditif, bahan pengawet), anoreksia, mual/muntah, mulut rasa kering,
intoleransi makanan,perubahan berat badan, perubahan
kelembaban/turgor kulit. Biasanya klien akan mengalami penurunan
berat badan akibat inflamasi penyakit dan proses pengobatan kanker.
3. Pola Eliminasi ; Kaji bagaimana pola defekasi konstipasi atau diare,
perubahan eliminasi urin, perubahan bising usus, distensi abdomen.
Biasanya klien tidak mengalami gangguan eliminasi.
4. Pola aktivas latihan ; Kaji bagaimana klien menjalani aktivitas sehari-
hari. Biasanya klien mengalami kelemahan atau keletihan akibat
inflamasi penyakit.
5. Pola istirahat tidur ; Kaji perubahan pola tidur klien selama sehat dan
sakit, berapa lama klien tidur dalam sehari? Biasanya klien mengalami
perubahan pada pola istirahat; adanya faktor-faktor yang
mempengaruhi tidur seperti nyeri, ansietas.
6. Pola kognitif persepsi ; Kaji tingkat kesadaran klien, apakah klien
mengalami gangguan penglihatan,pendengaran, perabaan,
penciuman,perabaan dan kaji bagaimana klien dalam berkomunikasi?
Biasanya klien mengalami gangguan pada indra penciuman.
7. Pola persepsi diri dan konsep diri ; Kaji bagaimana klien memandang
dirinya dengan penyakit yang dideritanya? Apakah klien merasa
rendah diri? Biasanya klien akan merasa sedih dan rendah diri karena
penyakit yang dideritanya.
8. Pola peran hubungan ; Kaji bagaimana peran fungsi klien dalam
keluarga sebelum dan selama dirawat di Rumah Sakit? Dan
bagaimana hubungan social klien dengan masyarakat sekitarnya?
Biasanya klien lebih sering tidak mau berinteraksi dengan orang lain.
9. Pola reproduksi dan seksualitas ; Kaji apakah ada masalah hubungan
dengan pasangan? Apakah ada perubahan kepuasan pada klien?.
Biasanya klien akan mengalami gangguan pada hubungan dengan
pasangan karena sakit yang diderita.
10. Pola koping dan toleransi stress ; Kaji apa yang biasa dilakukan klien
saat ada masalah? Apakah klien menggunakan obat-obatan untuk
menghilangkan stres?. Biasanya klien akan sering bertanya tentang
pengobatan.
11. Pola nilai dan kepercayaan ; Kaji bagaimana pengaruh agama terhadap
klien menghadapi penyakitnya? Apakah ada pantangan agama dalam
proses penyembuhan klien? Biasanya klien lebih mendekatkan diri
pada Tuhan Yang Maha Kuasa.
12. Pola kebersihan diri ; Kaji bagaimana klien tentang tindakan dalam
menjaga kebersihan diri.
B. Diagnosa keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d sekresi berlebihan
2. Nyeri akut b/d agen injuri fisik (pembedahan).
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d
ketidakmampuan pemasukan nutrisi..
4. Risiko infeksi b/d imunitas tubuh menurun
5. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan
C. Intervensi
No Diagnosa Tujuan Intervensi
1 Bersihan jalan Setelah dilakukan Airway
nafas tidak efektif askep .. jam status Management/Manajemen jalan
b.d sekresi respirasi: terjadi nafas
berlebihan kepatenan jalan Bebaskan jalan nafas.
nafas dengan Posisikan klien untuk
Kriteria hasil : memaksimalkan ventilasi
1. Tidak ada panas Identifikasi apakah klien
2. Cemas tidak ada membutuhkan insertion airway
3. Obstruksi tidak ada Jika perlu, lakukan terapi fisik
4. Respirasi dalam (dada)
batas normal 16- Auskultasi suara nafas, catat daerah
20x/mnt yang terjadi penurunan atau tidak
5. Pengeluaran sputum adanya ventilasi
dari jalan nafas Berikan bronkhodilator, jika perlu
6. paru bersih Atur pemberian O2, jika perlu
Atur intake cairan agar seimbang
Atur posisi untuk mengurangi
dyspnea
Monitor status pernafasan dan
oksigenasi
Administrasi analgetik :
Cek program pemberian
analogetik; jenis, dosis, dan
frekuensi.
Cek riwayat alergi..
Tentukan analgetik pilihan, rute
pemberian dan dosis optimal.
Monitor TTV sebelum dan
sesudah pemberian analgetik.
Berikan analgetik tepat waktu
terutama saat nyeri muncul.
Evaluasi efektifitas analgetik,
tanda dan gejala efek samping.
3 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi
nutrisi kurang dari askep …. jam klien kaji pola makan klien
kebutuhan tubuh menunjukan status Kaji adanya alergi makanan.
b/d intake nutisi in nutrisi adekuat Kaji makanan yang disukai oleh
adekuat, faktor dibuktikan dengan klien.
biologis BB stabil tidak Kolaborasi dg ahli gizi untuk
terjadi mal nutrisi, penyediaan nutrisi terpilih sesuai
tingkat energi dengan kebutuhan klien.
adekuat, masukan Anjurkan klien untuk
nutrisi adekuat meningkatkan asupan nutrisinya.
Yakinkan diet yang dikonsumsi
mengandung cukup serat untuk
mencegah konstipasi.
Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi dan pentingnya
bagi tubuh klien.
Monitor Nutrisi
Monitor BB setiap hari jika
memungkinkan.
Monitor respon klien terhadap
situasi yang mengharuskan klien
makan.
Monitor lingkungan selama
makan.
Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak bersamaan dengan
waktu klien makan.
Monitor adanya mual muntah.
Monitor adanya gangguan dalam
proses mastikasi/input makanan
misalnya perdarahan, bengkak dsb.
Monitor intake nutrisi dan kalori.
4 Risiko infeksi b/d Setelah dilakukan Konrol infeksi :
imunitas tubuh askep …… jam tidak Bersihkan lingkungan setelah
primer menurun, terdapat faktor dipakai pasien lain.
prosedur invasive risiko infeksi pada Batasi pengunjung bila perlu.
klien dibuktikan Intruksikan kepada keluarga
dengan status imune untuk mencuci tangan saat kontak
klien adekuat: bebas dan sesudahnya.
dari gejala infeksi, Gunakan sabun anti miroba
angka lekosit normal untuk mencuci tangan.
(4-11.000),
Lakukan cuci tangan sebelum
dan sesudah tindakan keperawatan.
dengan indicator : Beri bantuan sampai klien
Pasien dapat mempunyai kemapuan untuk
melakukan aktivitas merawat diri
sehari-hari (makan, Bantu klien dalam memenuhi
berpakaian, kebutuhannya.
kebersihan, toileting, Anjurkan klien untuk melakukan
ambulasi)
Kebersihan diri aktivitas sehari-hari sesuai
pasien terpenuhi kemampuannya
Pertahankan aktivitas perawatan
diri secara rutin
Evaluasi kemampuan klien
dalam memenuhi kebutuhan
sehari-hari.
Berikan reinforcement atas usaha
yang dilakukan dalam melakukan
perawatan diri sehari hari.
DAFTAR PUSTAKA
Efiaty Arsyad Soepardi & Nurbaiti Iskandar. Buku Ajar Ilmu Kesehatan : Telinga
Hidung Tenggorok Kepala Leher. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2001
R. Sjamsuhidajat &Wim de jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi. Jakarta :
EGC ; 1997