BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
yang memiliki dampak positif maupun negatif. Perkembangan teknologi ini dimulai dari
negara maju, sehingga sebagai negara berkembang seperti negara Indonesia ini perlu
bidang pendidikan baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Peningkatan kualitas ini
tenaga pendidik, dan peningkatan mutu anak didik. Dalam meningkatkan mutu pendidikan,
penguasaan materi merupakan salah satu unsur penting yang harus diperhatikan guru dan
diri siswa dan untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia, sehingga manusia mampu
kemampuan, potensi, minat, bakat, dan kebutuhan peserta didik yang beragam agar terjadi
interaksi optimal antara guru dengan siswa serta antara siswa dengan siswa (Suyitno, 2004:1).
Salah satu komponen dalam pembelajaran adalah pemanfaatan berbagai macam strategi dan
metode pembelajaran secara dinamis dan fleksibel sesuai dengan materi, siswa, dan konteks
pembelajaran (Depdiknas, 2003:1). Inti dari pembelajaran adalah siswa yang belajar.
konsep dan aplikasinya merupakan hal yang sangat penting yang harus dimiliki siswa. Jika
konsep dasar dimiliki murid secara salah, maka sukar untuk memperbaiki kembali, terutama
jika sudah diterapkan dalam menyelesaikan soal – soal matematika. Jika murid bersifat
terbuka masih ada harapan untuk memperbaikinya sebelum siswa menerapkannya dalam
menyelesaikan soal – soal matematika. Namun jika murid bersifat tertutup, maka kesalahan
itu akan dibawa terus sampai pada suatu saat mereka menyadari bahwa konsep – konsep yang
mereka miliki adalah keliru. Oleh karena itu yang terpenting adalah bagaimana siswa
memahami konsep matematika secara bulat dan utuh, sehingga jika diterapkan dalam
penyempurnaan dari Kurikulum 2004 (KBK). Dimana KTSP di berlakukan secara bertahap
mulai tahun ajaran 2006 memberikan keleluasan kepada guru dan sekolah (Lembaga Tingkat
Satuan Pedidikan) untuk mengembangkannya. Guru dan sekolah di berikan kebebasan untuk
berkreasi dengan berpatokan pada standar isi, standar kompetensi lulusan, dan panduan
penyusunan kurikulum yang ditetapkan pemerintah. Pada Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan, kegiatan belajarnya lebih mengacu peran aktif siswa. Sehingga diharapkan siswa
Dalam hal ini Peneliti mengambil model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-
Share (TPS) dalam pembelajaran matematika untuk diterapkan. Karena dalam model
masalah nyata yang ada di lingkungan serta mengajarkan mereka berdiskusi atau belajar
secara berkelompok, sedangkan guru sebagai fasilitator bagi siswa. Sehingga aktivitas belajar
siswa khususnya aktivitas mental siswa dapat teramati oleh guru. Melalui pembelajaran ini
Langkah dalam model pembelajaran tipe TPS ini adalah membagi kelompok yang
terdiri dari dua orang anggota dalam satu kelompok dengan tingkat kemampuan yang
berbeda. Model pembelajaran tipe Think-Pair-Share (TPS) ini dapat diterapkan dalam kelas
yang besar dan juga tidak perlu waktu yang lama untuk pembentukan kelompok. Dengan cara
mengelompokkan siswa secara berpasangan akan lebih mudah dan banyak waktu bagi siswa
dalam berpikir dan merespon serta berpartisipasi dalam pelajaran. Selain itu juga akan
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang terdapat pada latar belakang maka dapat diidentifikasikan
1. Apakah ketuntasan hasil belajar siswa dapat tercapai dengan diterapkannya model
3. Bagaiman respon siswa di SLTP Kelas VII dengan di terapkannya model kooperatif tipe
TPS ?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan pertanyaan rumusan penelitian di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan :
pembelajaran khususnya pada materi pokok bentuk aljabar di kelas VII SLTP
2. Mendeskripsikan apa yang menjadi argument siswa dari materi yang mereka dapatkan
D. Pembatasan masalah
Adapun hal – hal yang membatasi penelitian ini adalah sebagai berikut :
TPS.
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam dunia pendidikan. Manfaat yang
1. Sebagai masukan kepada guru matematika tentang cara meningkatkan pembelajaran yang
2. Sebagai bahan pertimbangan dan acuan bagi sekolah dalam meningkatkan mutu
KAJIAN PUSTAKA
tingkah laku yang relatif tetap dan terjadi sebagai hasil latihan atau pengalaman. Selanjutnya
ada yang mendefinisikan: “Belajar adalah berubah”. Dalam hal ini yang dimaksud belajar
berarti usaha mengubah tingkah laku. Jadi belajar akan membawa suatu perubahan pada
individu-individu yang belajar. Perubahan tidak hanya berkaitan dengan penambahan ilmu
pengetahuan, tetapi juga berbentuk kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian, harga diri,
minat, watak, penyesuaian diri. Jelasnya menyangkut segala aspek organisme dan tingkah
laku pribadi seseorang. Dengan demikian, dapatlah di katakan bahwa belajar itu sebagai
rangkaian kegiatan jiwa raga, Psiko-fisik untuk menuju ke perkembangan pribadi manusia
seutuhnya, yang berarti menyangkut unsur cipta, rasa dan karsa, ranah kogitif, afektif, dan
psikomotorik (Sardiman, 2007: 21) Sementara itu menurut Usman (2007: 5) belajar diartikan
sebagai proses perubahan tingkah laku individu berkat adanya interaksi antara individu dan
individu dengan lingkungannya. Dalam pengertian ini terdapat kata “perubahan” yang berarti
bahwa seseorang setelah mengalami proses belajar, akan mengalami perubahan tingkah laku,
baik aspek pengetahuan, keterampilannya, maupun aspek sikapnya. Misalnya dari tidak bisa
menjadi bisa, dari tidak mengerti menjadi mengerti, dari ragu-ragu menjadi yakin, dari tidak
Kata “Teach” atau mengajar berasal dari bahasa Inggris yaitu taecan. Kata ini berasal
dari bahasa Jerman kuno. Taikjan, yang berasal dari kata dasar teik, yang berarti
memperlihatkan. Dengan demikian To teach (mengajar) di lihat dari asal usul katanya berarti
perlihatkan sesuatu kepada seseorang melalui tanda atau symbol, penggunaan tanda atau
kejadian (Sanjaya, 2006: 94). Selanjutnya ada yang mendefinisikan,” Mengajar adalah suatu
proses, yakni proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar siswa
sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong siswa melakukan proses belajar” (Sudjana,
2005: 29). Mengajar merupakan suatu perbuatan yang memerlukan tanggung jawab moral
yang cukup berat. Mengajar juga merupakan suatu perbuatan atau pekerjaan yang bersifat
“unik” tetapi “sederhana”. Dikatakan unik karena hal itu berkenaan dengan manusia yang
belajar, yakni siswa, dan yang mengajar, yakni guru, dan berkaitan erat dengan manusia di
mengajar dilaksanakan dalam keadaan praktis dalam kehidupan sehari-hari, mudah dihayati
oleh siapa saja (Usman, 2007:6). Jadi mengajar adalah suatu proses penyampaian informasi
atau pengetahuan kepada siswa dan diharapkan siswa aktif dan akan dapat memahami serta
terdapat dalam belajar mengajar yang satu sama lainnya saling berhubungan dalam ikatan
untuk mencapai tujuan (Usman, 2007: 5). Dari definisi-definisi belajar dan mengajar tersebut
maka dapat disimpulkan bahwa proses belajar mengajar adalah suatu proses yang dilakukan
oleh dua pihak yaitu guru dan siswa dalam hal ini guru sebagai pembimbing dan siswa
sebagai obyek bimbingan saling berinteraksi yang mengakibatkan perubahan sikap dan
tingkah laku pada siswa sesuai dengan apa yang diharapkan oleh guru.
B. Model Pembelajaran
Sidarti (dalam Sony, 2006: 10) menyatakan bahwa model adalah cara yang teratur dan
memiliki sintaks tertentu dalam mencapai tujuan pembelajaran yang melibatkan semua
komponen dalam pembelajaran. Dapat disimpulkan bahwa model adalah kerangka yang
Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan
sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas menurut Joyce (dalam Trianto,
2007: 5). Selanjutnya Joyce menyatakan bahwa setiap model pembelajaran mengarahkan kita
ke dalam mendesain pembelajaran untuk membantu peserta didik sedemikian rupa sehingga
tujuan tercapai.
Adapun jenis – jenis model pembelajaran dilihat dari segi keefektifannya yaitu :
o membuktikan rumus
o memberi contoh
o Setiap unit yang dipelajari memuat tujuan pembelajaran khusus yang jelas.
Salah satu model pembelajaran individual yang sangat populer adalah modul.
Modul adalah suatu paket pembelajaran yang memuat suatu unit konsep pembelajaran yang
bekerja dalam suatu tim untuk menyelesaikan masalah, menyelesaikan tugas, atau
Jadi, model pembelajaran merupakan suatu kerangka yang memiliki prosedur yang
sistematis yang digunakan oleh para perancang pembelajaran dan pengajar dalam merancang
Adapun definisi model pembelajaran menurut para ahli pendidikan antara lain:
a. Menurut Suherman (2001: 8), “ model pembelajaran dimaksudkan sebagai pola interaksi
siswa dengan guru didalam kelas yang menyangkut strategi, pendekatan, metode dan teknik
b. Menurut Kardi (2003: 11), “ model pembelajaran menggambarkan suatu sintaks yang
c. Menurut Nur (2003: 3), “ model pembelajaran yaitu model pembelajaran menunjukkan
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah suatu
pola, ragam atau rancangan yang sudah direncanakan sedemikian rupa dan digunakan untuk
menyusun kurikulum, mengatur materi pelajaran, dan memberi petunjuk kepada pengajar di
kelas
C. Pembelajaran Kooperatif
sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu
kelompok atau satu tim. Slavin (dalam Isjoni, 2007: 17) menyebutkan pembelajaran
kooperatif merupakan model pembelajaran yang telah dikenal sejak lama, dimana pada saat
itu guru mendorong para siswa untuk melakukan kerja sama dalam kegiatan-kegiatan tertentu
seperti diskusi atau pengajaran oleh teman sebaya. Dalam melakukan proses belajar
mengajar, guru tidak lagi mendominasi seperti lazimnya pada saat ini, sehingga siswa
dituntut untuk berbagi informasi dengan siswa yang lainnya dan saling belajar mengajar
sesama siswa.
pembelajaran yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar
yang berpusat pada siswa (studend oriented), terutama untuk mengatasi permasalahan yang
ditemukan oleh guru dalam mengaktifkan siswa, yang tidak dapat bekerja sama dengan orang
lain, siswa yang agresif dan tidak peduli pada orang lain.
Kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang melibatkan siswa untuk bekerja secara
Agar pembelajaran kooperatif lebih efektif, maka perlu ditanamkan pula pada diri
1. Siswa harus dapat memiliki persepsi bahwa mereka sehidup sepenanggungan bersama.
2. Siswa bertanggung jawab terhadap tiap siswa lain dalam kelompok seperti terhadap dirinya
3. Siswa dalam kelompok harus berpandangan bahwa mereka semuanya memiliki tujuan yang
sama.
4. Siswa haruslah membagi tugas dan juga tanggung jawab yang sama besarnya diantara
anggota kelompoknya.
5. Siswa akan diberikan suatu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh terhadap
6. Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka memperoleh keterampilan bekerja sama selama
belajar.
7. Siswa akan diminta mempertanggung jawabkan secara individu materi dalam kelompok
kooperatif.
ketergantungan dan menghormati pendapat orang lain dalam menyelesaikan tugas untuk
sebagai berikut:
1. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajar
mereka.
2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah.
pembelajaran kooperatif ditandai dengan adanya struktur tugas, struktur tujuan, dan struktur
penghargaan (reward).
1. Struktur Tugas
Struktur tugas mengacu pada dua hal, yaitu pada cara pembelajaran itu diorganisasikan
dan jenis kegiatan yang dilakukan oleh siswa di dalam kelas. Struktur tugas berbeda sesuai
dengan berbagai macam kegiatan yang terlibat di dalam pendekatan pengajaran tertentu:
misalnya beberapa pelajaran menghendaki siswa duduk pasif sambil menerima informasi dari
ceramah guru. Pelajaran lain menghendaki siswa mengerjakan LKS dan pelajaran lain lagi
Struktur tujuan suatu pelajaran adalah jumlah saling ketergantungan yang dibutuhkan
Pencapaian tujuan yang tidak memerlukan interaksi dengan orang lain dan tidak bergantung
Pencapaian tujuan yang terjadi bila seorang siswa dapat mencapai sudut tujuan dan hanya
jika siswa lain tidak mencapai tujuan tersebut. Dengan demikian setiap usaha-usaha yang
dilakukan oleh suatu individu untuk mencapai tujuan merupakan saingan bagi individu
lainnya.
Pencapaian tujuan yang terjadi jika siswa dapat mencapai tujuan mereka. Hanya jika siswa
lain dengan siapa mereka bekerja sama mencapai tujuan tersebut. Tujuan akan tercapai
3. Struktur Penghargaan
Terjadi apabila suatu penghargaan itu bisa dicapai oleh siswa manapun tidak bergantung pada
orang lain.
menyelesaikan tugas-tugas akademik. Model ini dapat membantu siswa dalam memahami
konsep-konsep yang sulit. Siswa yang mempunyai kemampuan lebih akan menjadi tutor pada
Efek penting yang kedua dari model pembelajaran kooperatif ialah penerimaan yang luas
terhadap orang yang berbeda menurut ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, maupun
ketidakmampuan. Pembelajaran kooperatif memberi peluang kepada siswa yang berbeda latar
belakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung satu sama lain atau tugas-tugas
bersama.
Tujuan penting dari pembelajaran kooperatif yang ketiga yaitu untuk mengajarkan kepada
siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi. Keterampilan ini amat penting untuk dimiliki
karena di dalam masyarakat setiap manusia saling bergantung satu sama lainnya dan
Tabel 2.1
Tahap-Tahap Pembelajaran Kooperatif
2000:20)
Dalam model ini terdiri dari kelompok-kelompok heterogen yang tiap kelompok terdiri dari
4-5 siswa dan setiap anggota dalam kelompok saling membantu satu sama lain belajar dengan
menggunakan materi pelajaran, kemudian secara berkala diadakan kuis individu, yang dapat
2. JIGSAW
Dalam model ini terdiri dari kelompok-kelompok heterogen yang setiap kelompok terdiri dari
5-6 siswa setiap anggota tim bertanggung jawab untuk mempelajari materi pembelajaran
Dalam kelompok ini terdiri dari kelompok heterogen yang setiap kelompok terdiri dari 5-6
siswa, dalam model ini siswa tidak hanya bekerja sama namun terlibat merencakan baik topik
4. Pendekatan Struktural
Pendekatan ini dikembangkan oleh Spencer Kagen, dkk (Ibrahim, 2000). Pendekatan ini
mempengaruhi pola interaksi siswa. Struktur yang dikembangkan oleh Kagen ini
dimaksudkan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional, seperti resitasi, dimana
guru mengajukan pertanyaan kepada seluruh kelas dan siswa memberikan jawaban setelah
mengangkat tangan dan ditunjuk. Struktur ini menghendaki siswa bekerja saling membantu
dalam kelompok kecil dan lebih dicirikan oleh penghargaan kooperatif, dari pada
penghargaan individual. Dua macam struktur yang terkenal adalah think-pair-share (TPS)
Dalam Think-Pair-Share (TPS), kelas dibagi dalam kelompok-kelompok yang terdiri dari 2
siswa. Prosedur dalam Think-Pair-Share (TPS) memberikan siswa waktu lebih banyak untuk
Sehingga Think-Pair-Share (TPS) dapat digunakan oleh guru yang menginginkan siswa
terdiri dari 3-5 siswa, yang setiap siswa diberi label. Numbered-Head-Together (NHT) dapat
digunakan guru untuk mengecek pemahaman mereka atas materi yang telah diajarkan.
Tabel 2.2.
jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa.
Strategi Think-Pair-Share (TPS) ini berkembang dari penelitian belajar kooperatif dan waktu
tunggu. Pertama kali dikembangkan oleh Frank Lymann dan koleganya di Universitas
Maryland. Arends (dalam Trianto, 2007: 61), menyatakan bahwa Think-Pair-Share (TPS)
merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas.
Dengan asumsi bahwa semua resitasi atau diskusi membutuhkan pengaturan untuk
mengendalikan kelas secara keseluruhan, dan prosedur yang digunakan dalam Think-Pair-
Share (TPS) dapat memberikan siswa lebih banyak waktu berpikir, untuk merespon dan
saling membantu. Selain itu interaksi dalam kelompok, makin besar kelompok, makin kurang
intensif interaksi dan makin lama kerja yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Oleh karena
itu, pendekatan struktural tipe Think-Pair-Share (TPS) ini dipilih untuk diterapkan dalam
penelitian ini.
secara berpasangan untuk bekerja sama dalam mencapai tujuan bersama. Adapun langkah-
Guru mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan pelajaran, kemudian meminta siswa
menggunakan waktu beberapa menit untuk memikirkan pertanyaan atau masalah tersebut
permasalahan pada tahap pertama. Pada tahap ini diharapkan siswa berbagi jawaban bila
sudah diberi pertanyaan atau berbagi ide jika permasalahan yang ada telah teridentifikasi oleh
Secara normal biasanya guru memberi waktu tidak lebih dari 4 atau 5 menit untuk
berpasangan.
Pada tahap ini guru meminta pasangan siswa untuk berbagi hasil diskusi yang telah mereka
bicarakan kepada teman satu kelas. Ini efektif dilakukan secara bergiliran sampai seperempat
Pair-Share)
Tabel 2.3
Think-Pair-Share (TPS)
Pada dasarnya penerapan pembelajaran kooperatif tipe TPS adalah sebagai berikut:
Dalam fase ini, guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan menjelaskan tentang kegiatan
belajar yang akan dilakukan dan guru menjelaskan pada siswa bahwa mereka akan belajar
dan bekerja dalam kelompok. Kemudian guru memberikan contoh dalam kehidupan sehari-
hari yang dapat diselesaikan dengan menggunakan sub pokok bahasan yang akan dibahas
(pokok bahasan operasi hitung bentuk aljabar), dengan harapan siswa akan merasa bahwa
kegiatan pembelajaran yang akan mereka ikuti memiliki nilai, bermanfaat dan berguna bagi
kehidupan mereka.
Pada fase 2 guru menerangkan materi secara singkat kemudian guru memberikan pertanyaan
yang berhubungan dengan materi operasi hitung bentuk aljabar yang telah dijelaskan kepada
siswa, dan guru menyuruh siswa untuk memikirkan jawaban daripada pertanyaan itu secara
Fase III: Guru mengorganisasikan siswa kedalam kelompok-kelompok belajar. Setiap anggota
Saat para siswa bekerja dalam kelompok guru membimbing siswa bekerja dan belajar
Fase V: Evaluasi
Guru mengadakan evaluasi bagi siswa dengan cara menyuruh setiap pasangan untuk
Setelah sekitar seperempat pasangan telah mendapat kesempatan untuk menyajikan hasil
diskusinya, guru menerapkan fase terakhir dari pembelajaran kooperatif yaitu memberikan
penghargaan. Sehingga siswa akan merasa bangga atau puas atas hal yang telah dicapai.
1. Teori Motivasi
Dalam Ratumanan (2004: 84), “Motivasi adalah sebagai dorongan dasar yang
menggerakkan seseorang bertingkah laku. Siswa yang mempunyai motivasi tinggi dalam
belajar memiliki dorongan yang besar untuk melakukan aktifitas belajar atau memberikan
respon positif terhadap aktifitas pembelajaran yang diikuti. Sebaliknya siswa yang memiliki
Menurut teori motivasi, tiap aktivitas yang dilakukan oleh seseorang didorong oleh
sesuatu kekuatan dari dalam diri seseorang untuk mencapai tujuan tertentu. Dengan
demikian, motivasi dipandang sebagai suatu proses dalam diri individu yang menyebabkan
Adapun motivasi di bagi menjadi dua bagian kalau dilihat dari faktor kemunculannya
Contoh motivasi Intrinsik adalah seorang siswa dengan senang hati belajar matematika
karena merasa sangat berguna bagi siswa tersebut. Hal ini berarti siswa tersebut dimotivasi
oleh suatu kebutuhan yang datangnya dari dalam diri siswa tersebut. Sedangkan contoh
motivasi Ekstrinsik dapat berupa pujian, nilai, pengakuan, hadiah atau penghargaan orang
lain. Misalnya seorang siswa sekuat tenaga berusaha untuk mencapai nilai ujian yang terbaik
Pada pembelajaran kooperatif dengan pendekatan Think Pair Share (TPS), pujian dan
pemberian skor merupakan bentuk motivasi ekstrinsik yang mendorong siswa untuk
2. Teori Konstruktivis
Menurut Martin, et al (1994) dalam Ratumanan (2004: 105), “Elemen kunci dari teori
Piaget (dalam Budiningsih, 2005: 35), juga mengatakan bahwa siswa secara aktif
bertanggung jawab dalam proses perolehan informasi dan membangun pengetahuan mereka
sendiri sebagai pengembangan intelektualnya. Pengetahuan tidak statis tetapi secara terus
menerus tumbuh dan berubah pada siswa menghadapi pengalaman baru yang memaksa
I. Keefektifan Pembelajaran
Menurut Mulyasa (2004: 82) keefektifan adalah adanya kesesuaian antara orang yang
melaksanakan tugas dengan sasaran yang dituju, serta bagaimana suatu organisasi berhasil
mendapatkan dan memanfaatkan sumber daya dalam usaha mewujudkan tujuan operasioanl.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat di kemukakan bahwa keefektifan berkaitan dengan
terlaksananya semua tugas pokok, tercapainya tujuan, ketepatan waktu, dan adanya
partisipasi aktif dari anggota. Dengan demikian keefektifan merupakan suatu konsep yang
dalam penelitian ini di dasarkan pada 4 aspek, yaitu 1) ketuntasan hasil belajar siswa tercapai,
1. Kualitas pembelajaran, adalah seberapa besar informasi yang disajikan sehingga siswa
2. Kesesuaian tingkat pembelajaran, adalah sejauh mana guru memastikan tingkat kesiapan
3. Insentif, adalah seberapa besar usaha guru dalam memotivasi siswa untuk mengerjakan
4. Waktu, lamanya waktu yang diberikan kepada siswa untuk mempelajari materi yang
diberikan. Pembelajaran akan efektif jika siswa dapat menyelesaikan tugas sesuai dengan
Keempat faktor tersebut harus diterapkan dengan baik oleh guru dalam pembelajaran, agar
1) Ketuntasan Belajar
Guru merupakan salah satu peran aktif yang mempengaruhi hasil belajar siswa, sebab guru
2) Aktivitas Siswa
Dalam pembelajaran Kooperatif, siswa dituntut untuk aktif mengambil bagian agar
pengetahuan dari materi yang diajarkan menjadi informasi miliknya sendiri. Aktivitas siswa
sendiri adalah kegiatan yang dilakukan siswa selama proses pembelajaran baik bersifat fisik
maupun mental.
3) Pengelolaan Pembelajaran
Dalam proses belajar mengajar, guru mempunyai tugas untuk mendorong, membimbing dan
kelompok.
Kegiatan Pembelajaran
I. Persiapan
II. Pelaksanaan
a) Pendahuluan
Memotivasi siswa
b) Kegiatan Inti
Tahap Think (berpikir) : Mengajukan LKS kepada siswa dan meminta siswa memikirkan
berpasangan.
Tahap Share (berbagi) : Membimbing siswa dalam menyajikan hasil diskusi kelompok.
c). Penutup
Siswa antusias
Guru antusias
Hasil belajar dan proses belajar tidak hanya dinilai oleh tes, baik bentuk tes uraian
maupun objektif. Alat-alat bukan tes yang sering digunakan antara lain angket dan
tenaga dan biaya. Sedangkan kelemahannya adalah jawaban sering tidak objektif, lebih-lebih
mpetensi : memahami bentuk aljabar, persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel
Menyelesaikan operasi hitung (penjumlahan dan pengurangan) suku sejenis dan tak
sejenis.
K. Penelitian Terdahulu
(TPS) diantaranya :
1. ”Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TPS pada materi pokok statistika siswa
Pada skripsi tersebut, dikatakan efektif karena keempat komponen ketuntasan belajar,
aktivitas siswa, pengalaman pembelajaran dan respon siswa dikatakan tuntas atau baik
2. ”Penerapan model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan Think pair share materi
pokok lingkaran di kelas VIII SMP Negeri 5 Surabaya” oleh Endang Sutrasmi
Pada skripsi tersebut, dikatakan efektif karena keempat komponen ketuntasan belajar,
aktivitas siswa, pengalaman pembelajaran dan respon siswa dikatakan tuntas atau baik
3. ”Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TPS pada materi fungsi di kelas VIII
Pada skripsi tersebut, dikatakan efektif karena keempat komponen ketuntasan belajar,
aktivitas siswa, pengalaman pembelajaran dan respon siswa dikatakan tuntas atau baik
BAB III
METODE PENELITIAN
1) Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif kuantitatif dan kualitatif yang
bertujuan untuk menggambarkan data yang berupa angka-angka hasil perhitungan rata-rata
maupun presentase dari hasil yang diperoleh dari pengamatan aktivitas siswa, kemampuan
guru dalam menerapkan pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS) dalam
pembelajaran matematika, hasil belajar dan respon siswa dengan kata-kata atau kalimat untuk
memperoleh kesimpulan.
2) Prosedur Penelitian
a. Materi yang akan diteliti yaitu materi operasi hitung bentuk aljabar
c. Yang bertindak sebagai guru dalam kegiatan pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-
Share (TPS) adalah teman sejawat dari program studi pendidikan matematika, sedangkan
peneliti bertindak sebagai pengamat. Peneliti juga dibantu oleh dua pengamat yaitu satu
pengamat untuk mengamati pengelolahan pembelajaran dan satu pengamat lagi untuk
siswa, angket respon siswa dan soal tes hasil belajar siswa.
4. Menyusun sendiri perangkat pembelajaran yang terdiri dari Rencana Pembelajaran (RP)
pembelajaran.
2. Pemberian tes dan lembar angket siswa
1. Menganalisis data yang diperoleh pada tahap pelaksanaan dengan menganalisa data tes
evaluasi, pengelolahan pembelajaran, aktivitas siswa selama pembelajaran dan respon siswa
dalam pembelajaran
Tahap 4 : Pelaporan
1. Mengumpulkan hasil data yang diperoleh pada tahap analisis, yang terdiri dari data hasil
tes akhir, pengelolaan pembelajaran, aktivitas siswa selama pembelajaran dan respon siswa
dalam pembelajaran.
2. Menyusunan laporan yang berisi hasil data tersebut, kemudian dilaporkan dalam bentuk
B. Subyek Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SLTP Gema ‘45 Surabaya dengan subyek penelitiannya
adalah siswa kelas VII SLTP Gema ‘45 Surabaya tahun ajaran 20010/2011.
C. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian dengan desain “One Shoot Case
Study” yaitu penelitian yang dilakukan dengan memberikan perlakuan tertentu kepada
pengelolahan pembelajaran, aktivitas siswa dalam perlakuan, serta respon siswa dan hasil
X ====> O
Keterangan :
terhadap pembelajaran kooperatif dengan pendekatan kontekstual serta aktivitas siswa selama
perlakuan dan pemberian tes hasil belajar serta angket respon siswa sesudah perlakuan.
D. Perangkat Pembelajaran
yang akan dilaksanakan dikelas yang telah di tentukan dalam penelitian ini. RP ini terdiri dari
materi pembelajaran, dan kegiatan belajar mengajar yang akan dilaksanakan di kelas. Dalam
penelitian ini menggunakan 3 Rencana Pembelajaran (RP) selama penelitian.RP ini disusun
oleh peneliti dan dikonsultasikan terlebih dahulu kepada dosen pembimbing dan guru bidang
Lembar kegiatan siswa ini digunakan dalam kegiatan pembelajaran untuk membantu
siswa mencapai indikator pembelajaran. LKS diberikan setelah guru menerangkan materi
yang akan dipelajari dan peneliti membuat 3 LKS selama penelitian. LKS ini disusun oleh
peneliti sesuai dengan materi yang akan diteliti dan dikonsultasikan terlebih dahulu kepada
E. Instrumen Penelitian
1. Lembar Pengamatan
Lembar pengamatan ini digunakan untuk mengetahui kemampuan guru dalam mengelola
Aspek - aspek pada istrumen ini meliputi aspek persiapan, pelaksanaan, pengelolaan waktu,
Lembar pengamatan ini digunakan untuk mengetahui aktivitas siswa selama pembelajaran
pembelajaran matematika
4. Mengerjakan LKS untuk menemukan pemecahan masalah yang terkait dalam materi
(Inkuiri).
5. Bertanya atau berdiskusi antar siswa dalam kelompok secara berpasangan (masyarakat
beloajar, bertanya).
8. Menanggapi pertanyaan atau pendapat atau jawaban hasil diskusi kelompok lain.
2. Angket
kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS) dalam pembelajaran matematika. Bentuk angket yang
digunakan dalam penelitian ini adalah angket terbuka dimana siswa menjawab pertanyaan
Tes hasil belajar ini digunakan untuk mengukur tingkat penguasaan siswa terhadap
materi pembelajaran dan untuk memperoleh ketuntasan belajar siswa. Tes ini diberikan
(TPS) dalam pembelajaran matematika. Soal tes disusun dalam bentuk subjektif dengan
tujuan untuk menghindari adanya spekulasi dalam menjawab soal, mengurangi adanya
kerjasama antar siswa dan melatih siswa menyelesaikan permasalahan dengan menggunakan
1. Metode Pengamatan
Data ingin diperoleh dalam penelitian ini adalah data aktivitas siswa dan data pengelolaan
melakukan pengamatan terhadap guru dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe
2. Metode Angket
Pengumpulan data dengan metode angket dilakukan dengan cara menyiapkan lembar angket
respon siswa untuk dibagikan kepada siswa. Lembar angket dibagikan dan diisi oleh siswa
setelah kegiatan pembelajaran dan tes akhir dalam rencana materi yang akan diajarkan.
3. Metode Tes
Pengumpulan data dengan metode tes digunakan untuk memperoleh data berupa skor tes
1) Bila jawaban benar dan setiap langkah sesuai dengan alternative jawaban maka akan
diberikan skor siswa dengan skor setiap langkah pada alternatif jawaban.
2) Bila langkah penyelesaian tidak sama dengan alternatif jawaban tetapi jawaban benar
3) Bila soal dikerjakan dengan cara yang benar tetapi tidak sempurna atau salah seperti
kesalahan dalam menghitung, maka skor dikurangi sesuai dengan skor pada langkah yang
salah.
Untuk menganalisa data hasil belajar digunakan pernyataan sebagai berikut : secara individu
seorang siswa dikatakan telah berhasil menyerap pelajaran apabila skor yang diperoleh paling
sedikit 75. Apabila tingkat keberhasilan siswa kurang dari 75 maka dikatakan siswa tersebut
Berdasarkan peryataan berikut, maka peneliti dapat menyatakan rumus sebagai berikut :
P=
Keterangan :
Suatu kelas dinyatakan telah mencapai tingkat keberhasilan dalam belajar jika P ≥ 75%
Seorang siswa dinyatakan berhasil dalam belajar jika skor yang diperoleh
≥ 65%
Seorang siswa dinyatakan belum berhasil dalam belajar jika skor yang diperoleh ≤ 65%.
kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran. Skala penelitian kemampuan guru dalam
mengelola pembelajaran ini dibuat peneliti dengan rentangan dari 1 sampai dengan 4 dengan
setiap aspek dari banyak pertemuan yang dilaksanakan. Kemudian nilai rata-rata tersebut
Keterangan :
a. Menghitung rata-rata frekuensi setiap kategori pada setiap pertemuan dari laporan
pengamat
b. Mencari presentase setiap kategori dengan cara membagi besarnya frekuensi dengan
h. Menanggapi pertanyaan atau pendapat atau jawaban hasil diskusi kelompok lain
a. Aktivitas aktif
guru, mengerjakan LKS, berdiskusi / bertanya antara siswa dengan guru, berdiskusi /
bertanya antar siswa, menyajikan hasil diskusi kelompok dan menanggapi pertanyaan /
pendapat teman
b. Aktivitas pasif
Indikator aktivitas siswa pasif adalah berperilaku yang tidak relevan dengan KBM
dalam kategori setuju atau tidak setuju, senang atau tidak senang, jelas atau tidak jelas,
menarik atau tidak menarik, dan baru atau tidak baru dan disertai dengan alasannya. Data
respon siswa dianalisis dengan presentase respon siswa yaitu jawaban dihitung presentasenya
dengan cara :
Keterangan :
n = Banyaknya respondens
Persentase respon siswa terhadap pembelajaran kooperatif tipe TPS pada setiap aspek
yang berada pada kategori senang, baru, jelas, menarik dan setuju lebih dari 65%, sehingga
dapat dikatakan bahwa respon siswa terhadap pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada BAB IV ini, akan dijelaskan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
pelaksanaan penelitian dan hasil-hasil penelitian serta pembahasan terhadap hasil penelitian
tersebut.
A. Prosedur Pelaksanaan
1. Penelitian melakukan survei ke sekolah tempat penelitian yaitu SMP Gema 45 Surabaya
pada tanggal 29 Mei 2010 sekaligus minta izin untuk melakukan penelitian tersebut. Pada
tanggal 29 Mei 2010 pihak sekolah secara resmi menerima pengadaan penelitian dan
kemudian Kepala Sekolah pada tanggal 29 Mei 2010 mempertemukan Peneliti dengan Guru
bidang studi matematika SMP Gema 45 Surabaya, dan untuk selanjutnya kegiatan penelitian
48
Peneliti membuat kesepakatan dengan Guru bidang studi matematika mengenai materi yang
akan diteliti yaitu Operasi Hitung Bentuk Aljabar, dan waktu yang digunakan dalam
penelitian yaitu 3 – 5 kali tatap muka dalam pelajaran untuk menyampaikan materi dan satu
pertemuan untuk tes dan angket respon siswa, dan yang menjadi guru dalam penelitian adalah
peneliti dan yang menjadi pengamat dalam penelitian adalah teman sejawat dari program
3. Peneliti menyusun instrumen penelitian yang terdiri dari lembar pengamatan pengelolaan
angket respon siswa, soal tes hasil belajar serta perangkat pembelajaran yang terdiri dari
mempersiapkan segala sesuatu yang terkait dengan pelaksanaan penelitian, antara lain :
o Menentukkan kelas menjadi subyek penelitian. Subyek penelitian dipilih secara acak dari
seluruh kelas VII yang ada di SMP Gema 45 Surabaya, karena berdasarkan informasi dari
guru, pembagian kelas tidak berdasarkan tingkat kemampuan siswa. Siswa berkemampuan
tinggi, sedang dan rendah tersebar di 8 kelas yang ada. Kelas yang menjadi subyek penelitian
o Mengetahui jadwal pelajaran matematika kelas VII – A yang digunakan untuk penelitian
5. Peneliti mengadakan pertemuan dengan guru matematika SMP Gema 45 Surabaya untuk
meminta izin bahwa peneliti akan bertindak sebagai guru dan guru matematika SMP Gema
45 Surabaya bertindak sebagai pengamat dan membahas instrumen penelitian dan perangkat
guru dalam mengelola pembelajaran dan aktivitas siswa, Pengamatan terhadap kemampuan
guru dalam mengelola pembelajaran dan aktivitas siswa dilakukan teman sejawat dari
Data yang akan dianalisis oleh peneliti yang dilakukan oleh para pengamat yaitu teman
menganalisis data dari siswa yang berupa respon siswa terhadap pembelajaran kooperatif tipe
Think-Pair-Share (TPS) dan soal tes hasil belajar siswa. Data yang diperoleh dalam
penelitian dianalisis sesuai dengan metode analisis yang digunakan oleh peneliti
Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan terhadap kemampuan guru dalam
Think-Pair-Share (TPS)
PENGELOLAAN WAKTU 3 3 3 3 3
PENGAMATAN SUASANA 3,72
KELAS
1. berpusat pada siswa 3,5 4 3,5 3,67
2. antusias siswa 4 3,5 3,5 3,67
3. antusias guru 4 4 3,5 3,83
RATA – RATA 3,34
Berdasarkan tabel 4.2 di atas dapat diketahui bahwa pada tahap pendahuluan, dari tiga
kalipertemuan diperoleh rata-rata 3,25. Nilai rata-rata ini menunjukkan bahwa kemampuan
guru dalam mengkomunikasi tujuan pembelajaran dengan baik dan dapat memotivasi siswa
dengan mengkaitkan mata pelajaran dengan dunia nyata dan pengetahuan awal siswa. Pada
tahap kegiatan inti diperoleh rata-rata 3,40, dan nilai ata-rata ini termasuk kategori baik
sehingga bisa dikatakan bahwa kegiatan inti tersebut terlaksana dengan baik, sedangkan
untuk tahap penutup juga terlaksana dengan baik dengan nilai rata-rata 3,33. Hal ini berarti
Pada tabel 4.2 terlihat bahwa aspek pengelolaan waktu memperoleh nilai rata-rata
3,00. Hal ini menunjukkan bahwa guru mampu mengelola waktu pembelajaran dengan baik.
Untuk pengamatan suasana kelas, diperoleh nilai rata-rata 3,72 dngan kategori baik. Hal ini
pembelajaran yang berpusat pada siswa dimana siswa aktif dalam mengikuti kegiatan
pembelajaran dan siswa juga antusias dalam mengikuti pembelajaran, hal ini dapat dilihat
dari aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran. Selain itu didukung juga oleh antusias
Dari tiga kali pertemuan yang telah dilaksanakan, selama kegiatan pembelajaran guru
1. Ketika guru mengajukan pertanyaan atau masalah konstektual yang berkaitan dengan
materi melalui LKS, dari ketiga pertemuan muncul tahap-tahap pembelajaran Think-Pair-
Share (TPS) yaitu Thinking dengan nilai rata-rata yaitu 3,33 yang termasuk dalam kategori
baik
2. Ketika guru mengatur siswa dalam kelompok-kelompok belajar secara berpasangan, dari
Pairing dengan nilai rata-rata yaitu 3,67 yang termasuk dalam kategori baik
3. Ketika guru mengevaluasi hasil kerja kelompok melalui presentasi hasil diskusi
yaitu Sharing dengan nilai rata-rata yaitu 3,33 yang termasuk dalam kategori baik
Secara keseluruhan, berdasarkan tabel 4.2 diatas dapat diketahui rata-rata hasil
tipe Think-Pair-Share (TPS) selama tiga kali pertemuan adalah sebesar 3,34, dan berdasarkan
Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan dalam tiga kali pertemuan terhadap
aktivitas siswa selama pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS), diperoleh data
sebagai berikut :
Tabel 4.3
Hasil Pengamatam Aktivitas Siswa Selama Pambelajaran
Kooperatif Tipe Think-Pair-Share (TPS)
No Kategori pengamatan siswa Persentase aktivitas siswa (%)
Pertemuan ke Rata-
1 2 3 rata
Pada tabel 4.3 di atas dapat dilihat bahwa waktu yang paling banyak selama kegiatan
penjelasan guru atau teman paling dominan bukan berarti guru mendominasi pembelajaran,
pembelajaran, memotivasi siswa dengan mengaitkan materi pelajaran dengan dunia nyata dan
pengetahuan awal siswa, menyampaikan informasi tentang materi pelajaran dan LKS,
kepada siswa pada waktu salah satu kelompok mempresentasikan hasil diskusinya, maka
kelompok yang lain otomatis mendengarkan secara seksama dan begitu juga pada waktu
siswa bersama-sama guru merangkum materi otomatis siswa lain mendengarkan secara
seksama. Dengan demikian, aktivitas siswa yang paling dominan muncul adalah
mengerjakan LKS untuk menemuka pemecahan masalah yang terkait dengan materi,
bertanya / berdiskusi antar siswa dalam kelompok secara berpasangan, menulis yang relevan
dengan KBM, merangkum materi yang telah dipelajari, bertanya / berdiskusi antara siswa
dengan guru, menanggapi pertanyaan / pendapat / jawaban hasil diskusi kelompok lain dan
menyajikan hasil diskusi kelompok. Sedangkan 2,43% dari waktu yang tersedia adalah
Dari tes yang telah diberikan kepada siswa setelah penerapan pembelajaran kooperatif
tipe TPS pada materi pokok operasi hitung bentuk aljabar selesai, diperoleh data hasil belajar
sebagai berikut :
Tabel 4.4
Berdasarkan tabel 4.4 di atas, subyek penelitian adalah 41 siswa dan dapat dilihat
bahwa dari 41 siswa kelas VII-A SMP Gema 45 Surabaya yang mendapat skor 65 adalah
sebanyak 33 siswa atau sebesar 80,48 % dari banyaknya siswa, sedangkan banyak siswa yang
memperoleh skor < 65 adalah 8 siswa atau sebesar 19,5 % dari banyaknya siswa. Hal ini
berarti 80,48 % siswa telah berhasil dalam belajar. Berdasarkan kurikulum KTSP dikatakan
bahwa kelas VII-A SMP Gema 45 Surabaya pada materi pokok operasi hitung bentuk aljabar
telah mencapai tingkat klasikal, maka pembelajaran kooperatif tipe TPS dapat dinyatakan
tuntas.
Dari hasil pengambilan data respon siswa terhadap pembelajaran kooperatif tipe TPS
Tabel 4.5
Respon Siswa Terhadap Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share (TPS)
No Uraian Persentase Respon Kategori
Siswa
I Bagaimana perasaan kalian Senang Tidak Positif
selama mengikuti kegiatan senang
pembelajaran ini? 97 3
II Bagaimana perasaan kalian Senang Tidak Positif
terhadap materi pelajaran? senang
89 11
III Bagaimana pendapat kalian Baru Tidak Positif
mengenai model pembelajaran baru
ini? 70 30
IV Bagaimana perasaan kalian Senang Tidak Positif
terhadap suasana belajar di senang
kelas? 76 24
V Bagaimana perasaan kalian Jelas Tidak Positif
terhadap pertanyaan yang ada jelas
pada Lembar Kerja Siswa 86 14
(LKS)?
VI Bagaimana perasaan kalian menarik Tidak Positif
terhadap Lembar Kerja Siswa menarik
(LKS)? 81 19
Berdasarkan tabel 4.5 di atas dapat diketahui bahwa 97% siswa menyatakan senang
selama mengikuti pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS) dan juga dengan
kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS) dengan presentase 70% dan juga Baru terhadap
Pada tabel 4.5 tersebut juga dapat diketahui bahwa 86% siswa menyatakan jelas
terhadap pertanyaan yang da pada Lembar Kerja Siswa (LKS). Selain itu 81% siswa
menyatakan tertarik dengan Lembar Kerja Siswa (LKS) dan juga setuju jika Kegiatan Belajar
Berdasarkan tabel 4.5, persentase respon siswa terhadap pembelajaran kooperatif tipe
Think-Pair-Share (TPS) pada setiap aspek yang berada pada kategori senang, baru, jelas,
menarik dan setuju lebih dari 65%, sehingga dapat dikatakan bahwa respon siswa terhadap