Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Tidur merupakan sebuah proses yang dibutuhkan otak untuk berfungsi baik.
Keadaan sangat kurang tidur yang terus-menerus menyebabkan gangguan fisik
dan kognitif yang berat, dan pada akhirnya dapat menyebabkan kematian. (1)
Gangguan tidur sangat sering terjadi, dan mempengaruhi kualitas dan
kuantitas tidur, sehingga menyebabkan morbiditas meningkat. Pasien yang
menderita gangguan tidur dapat dikategorikan menjadi tidak bisa tidur
(insomnia), tidak tidur, mengantuk sepanjang hari (hipersomnia) dan yang
aktivitas motorik meningkat saat tidur (parasomnia). (2)
Hipersomnia merupakan rasa kantuk yang berlebihan yang dapat
disebabkan oleh berbagai gangguan tidur , narkolepsi ( dengan/ tanpa katapleksi)
dan hipersomnolen idiopatik, namun dapat juga disebabkan oleh tidur yang
terputus-putus oleh karena apneu saat tidur, gerakan-gerakan tubuh periodik saat
tidur dan kebiasaan tidur yang tidak sehat dan tidur yang terbatas, seperti yang
diobservasi pada kebiasaan-kebiasaan yang menyebabkan hipersomnia.
Hipersomnia dapat mempengaruhi performa seseorang pada siang hari dalam hal
profesionalisme dan kehidupan pribadi, sehingga dapat menyebabkan
penganguran atau perceraian. (3) Prevalensi rasa kantuk berat yang
menyebabkan gangguan performa dari populasi umum adalah 5 %. (4)
Insomnia didefinisikan sebagai kesulitan untuk memulai tidur atau
mempertahan tidur. Survei populasi menunjukkan prevalensi insomnia dalam 1
tahun pada orang dewasa adalah 30-45%. (1) Beberapa konsekuensi insomnia
yaitu gangguan fungsi kognitif dan fisik dan berhubungan dengan gangguan
fungsi performa pada siang hari dari segi emosi, fisik, dan sosial. (5) Selain itu
insomnia meningkatkan resiko depresi dan hipertensi. (6)

1
1.2. Tujuan
Untuk mengetahui lebih dalam mengenai farmakoterapi gangguan
tidur insomnia dan hipersomnia.
1.3. Manfaat
Manfaat pembuatan referat ini adalah proses belajar penulis untuk
lebih mengenal penggunaan farmakoterapi dalam terapi gangguan tidur
insomnia dan hipersomnia.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Fisiologi tidur


2.1.1. Waktu biologis
Suprachiasmatic nucleus (SCN) mempunyai peranan penting dalam menjaga
waktu biologis seseorang berjalan sesuai waktu. SCN merupakan sebuah struktur
kecil di otak yang menggunakan input dari retina untuk sinkronisasi ritmenya
dengan siklus terang dan gelap setiap hari. SCN mengirim informasi ke
hipotalamus dan kelenjar pineal untuk regulasi suhu, rasa lapar dan pelepasan
hormon melatonin. Selain itu, SCN juga berhubungan dengan formasi reticular
untuk mengatur ritme tidur-bangun setiap hari. (7) (Gambar 1)

Gambar 1. Nukleus Suprakiasma (SCN), berperan penting dalam mengatur


waktu biologis setiap individu berjalan sesuai waktu. SCN terletak di
hipotalamus. SCN menerima informasi tentang terang dari retina. Kemudian
output dari SCN didistribusikan ke bagian lain hipotalamus dan formasi
reticular. (7)

3
Waktu biologis dapat desinkronasi jika penerbangan melewati beberapa zona
waktu (jetlag disebabkan oleh 2 atau lebih ritme yang tidak sinkron). Biasanya
seseorang tidur saat suhu tubuh mulai turun dan bangun ketika kelenjar adreal
mensekresikan sejumlah besar hormon kostisol. Selain itu, waktu biologis dapat
desinkronasi saat seorang pekerja mengganti waktu bekerja. (7)
2.1.2. Teori mengenai kebutuhan tidur
Beberapa teori telah diutarakan mengenai kebutuhan tidur. Pertama dari
sudut pandang evolusi, tidur dibutuhkan hewan untuk melindungi diri pada
malam hari. Kedua, tidur merupakan cara untuk menghemat energi. Ketiga, tidur
memperbaiki, mengisi dan membangun kembali lagi tubuh dan otak, yang sudah
menjadi lelah setelah aktivitas pada siang hari. Untuk mendukung teori ketiga,
pada saat tidur sel menunjukkan peningkatan produksi protein dan mengurangi
pemecahan protein. (7)
2.1.3. Stadium tidur
Stadium tidur dapat diidentifikasikan dengan menggunakan
elektroensefalografi (EEG) yang merekam aktivitas elektrik otak. Berdasarkan
EEG ada 2 stadium tidur yaitu, tidur non-rapid eye movement (NREM) dan rapid
eye movement (REM). Siklus ini berulang sepanjang malam. (Gambar 2)

Gambar 2. Contoh hipnogram normal seorang dewasa. Aksis vertikal


menunjukkan stadium tidur dan aksis horizontal menunjukkan lama tidur.
Pada gambar ini menunjukkan durasi tidur sekitar 8 jam dan 5 siklus tidur.
(4)

4
Lama 1 siklus tidur sekitar 90 menit (NREM 80 menit dan REM 10 menit).
Total tidur seseorang antara 5 – 9 jam. (4)
2.1.4. Tujuan tidur (4)
1) Mengembalikan kekuaan fisik dan psikis
2) Perbaikan: penyembuhan luka, fungsi sistem imun, koreksi gangguan
metabolik dan regulasi suhu.
3) Konservasi energi
4) Preservasi: membuat hewan tetap diam dan tersembunyi dari resiko diburu
predator.
5) Pelepasan emosi
6) konsolidasi memori

2.2. Etiologi (4)


Insomnia
1) Penyebab primer: Insomnia primer (idiopatik), insomnia paradox, insomnia
psikifisiologi, sindroma sleep apnea, sindroma restless leg, dan sindroma
gerakan ekstremitas periodik
2) Penyebab sekunder: lingkungan(stress dan kebiasaan tidur tidak sehat);
hormone (berhubungan dengan menstruasi dan menopause); gangguan
kesehatan (nyeri, penyakit respirasi); gangguan psikiatri (gangguan
depresi, gangguan cepas dan lainnya); gangguan circadian rhythm (jet leg);
penggunaan zat (alcohol, kafein, nikotin, stimulant, insomnia karena
penggunaan berlebihan hypnosis, obat-obat yang diresepkan).
Hipersomnia
1) Hipersomnia karena kondisi psikiatri: gangguan mood unipolar atau
bipolar; gangguan somatoform; gangguan personalitas
2) Hipersomnia karena zat tertentu: obat yang teresepkan (hypnosis,
antidepresan, antipsikosis, antihistamin, antiparkinson); toksin (arsenic,
bismuth, carbondioksida, vitamin A, copper); alcohol; opium
3) Hipersomnia karena gangguan pernapasan: obstructive sleep apnea

5
4) Hipersomnia berasal dari sentral: narcolepsy dengan / tanpa katapleksi;
hipersomnia idiopatik; hipersomnia rekuren ( Sindroma Klein-Levin)
5) Hipersomnia berhubungan dengan kondisi medis umum: penyakit
neurologis (tumor otak, tekanan intracranial meningkat); penyakit endokrin
(hipotiroid); penyakit infeksi (Epstein barr, hepatitis, trypanosomiasis);
hipersomnia pasca trauma.
6) Sindroma perilaku induksi tidur yang tidak cukup

2.3. Patofisiologi (8)


Tidur yang normal membutuhkan koordinasi beberapa struktur otak,
diantaranya lokus caeruleus dan subcaeruleus ( norepinefrin (NE) menjadi
transmitter), rafe nukleus ( serotonin menjadi transmiter), nukleus traktur
solatarius, dan neuron di hipotalamus. Lesi di nukleus subcaeruleus
menyebabkan insomnia pergerakan mata cepat (REM). Lesi pada rafe nukleus
atau hipotalamus anterior menyebabkan insomnia (sementara). Lesi hipotalamus
posterior menyebabkan narkolepsi. Perangsangngan nukleus traktus solitarius
(misalnya akibat distensi lambung) menyebabkan kelelahan. Tidur juga sangat
bergantung pada pada irama sirkandian. Oleh karena itu, kerusakan pada pusat
pembangkit irama yakni nukleus superkiasama (SCN), menyebabkan tidur tidak
teratur dan kesulitan terbangun. Kesulitan terbangun diperantai oleh sistem
pengaktifan retikular asendans (ARAS), yakni hubungan antara formasio
retikularis melalui nukleus intralaminar talamus ke sebagian besar area di otak.
Kerusakan nukleus intralaminar talamus menyebabkan somnolen.
Ketidaksesuaian antara aktivitas subkortikal dan tidur kortikal mungkin
merupakan penyebab tidur berjalan.
Ketika terbangun, faktor tidur fase endogen akan terakumulasi, seperti
peptida penginduksi tidur yang dipecahkan kembali selama tidur. Mungkin
serotonin merangsang pembentukan faktor tidur karena penghambatan dalam
pembentukan, pelepasan atau kerja serotonin menyebabkan insomnia.
Peptida penginduksi menimbulkan tekanan tidur (tekanan tidur nonREM atau
tidur gelombang lambat). Tekanan tidur neto adalah perbedaan antara tekanan

6
tidur dengan cerminan tekanan tidur REM yang mengikuti irama sirkadian, yang
pada dasarnya sejalan dengan dengan suhu tubuh dan parameter tubuh sejenis,
seperti “kesiapan untuk beraktivitas dan berusaha”. Kemampuan untuk tidur
adalah fungsi dari tekanan neto ini.
Ketika mengalami perubahan zona waktu (jetleg) atau ketika melakukan
pergantian kerja, irama sirkadian awalnya terus bergetar pada fase aslinya. Jika
siang menjadi pendek, tidak mungkin tidur pada waktu setempat karena tekanan
tidur neto yang rendah. Ketika siang menjadi lebih panjang, tekanan tidur akan
meningkat karena periode bangun akan menjadi lebih panjang dan untuk tidur
pada waktu setempat menjadi tidak masalah, akan tetapi irama sirkadian yang
berikutnya akan menyebabkan bangun menjadi lebih awal.
Proses tidur juga terganggu oleh insomnia fase tidur lambat, yang disebabkan
oleh irama sirkadian yang tidak fleksibel yang tidak dapat diperpendek. Ketika
tidur terlalu awal, tekanan tidur neto menjadi terlalu rendah.
Depresi mungkin mengurangi pembentukan peptida penginduksi tidur
melalui kekurangan hormon serotonin. Hal ini menyebabkan penurunan tekanan
tidur neto dan kesulitan untuk tertidur. Tekanan tidur dapat ditingkatkan dengan
mengurangi tidur pada hari berikutnya sehingga tidur normal dapat dicapai.
Peningkatan tingkat kegembiraan membuat proses tidur menjadi lebih sulit
dan mengurangi lama tidur.

2.4. Konsekuensi kekurangan waktu tidur


Jangka pendek:
1) Fatigue ( mental, emosi, fisik)
2) Iritabel atau depresi
3) Konsentrasi dan perhatian yang kurang
4) Penilaian yang terganggu
5) Menguap, nyeri-nyeri, tremor, gemetar
6) Halusinasi, disorientasi, paranoid
Jangka panjang:
1) Fungsi kognitif berkurang

7
2) Hilang memori
3) Fungsi sistem imun menurun
4) Supresi pertumbuhan
5) Resiko diabetes, penyakit jantung dan obesitas.

2.5. Menilai gangguan tidur


2.5.1. Penilaian meliputi: (4)
1) Riwayat tidur:
a) Keluhan termasuk onset, durasi, frekuensi, tingkat keparahan, dan
stresor pada saat tidur terganggu.
b) Pola gejala, waktu, dan faktor pemberat dan yang meringankan.
c) Sikap waktu tidur: bermimpi/ mimpi buruk, episode terbangun, dan
persepsi kualitas tidur.
d) Efek gejala pada mood, sikap, kerja, sosial, kehidupan, sekolah dan
partner tidur atau keluarga.
e) Gangguan tidur sebelumnya beserat terapinya.
2) Rutinitas sehari-hari
a) Waktu dan mode terbangun (natural/ alarm)
b) Aktivitas dan level kewaspadaan pada siang hari
c) Tidur siang setiap hari
d) Persiapan untuk tidur
e) Waktu mau tidur
f) Aktivitas diatas tempat tidur (nonton TV, membaca, makan)
g) Waktu saat tertidur
h) Mimpi buruk membangunkan
i) Konsumsi kafein: berapa banyak dan pada jam berapa
3) Riwayat psikiatri
a) Diagnosis kondisi psikiatri sebelumnya
b) Terapi kondisi psikiatri sebelumnya dan kesuksesan dalam terapi
c) Pengobatan saat ini (yang diresepkan, yang ilegal, over-the-counter,
alkohol, nikotin)

8
d) Ciri kepribadian premorbid
e) Situasi sosial saat ini: pekerjaan, keuangan
4) Pemeriksaan fisik fokus pada sistem pernapasan, neurologis dan endokrin.
Evaluasi psikis. (4)
2.5.2. Investigasi lebih lanjut
Mayoritas pasien dengan gangguan tidur tidak membutuhkan investigasi
lebih lanjut. Jika diagnosis belum pasti dan susah untuk mendapatkan riwayat
yang akurat, beberapa metode dilakukan untuk menilai tidur. (4)
1) Diari tidur: mencatat aktivitas sehari-hari selama 2 minggu tentang tidur,
waktu makan, konsumsi kafein dan gejala yang berhubungan dengan tidur.
2) Merekam video: berguna untuk mengungkapkan parasomnia
3) Actigraphy: monitor gerakan tubuh ( alat seperti jam tangan) untuk
mengukus siklus tidur.
4) Polysomnography: monitor beberapa parameter fisiologis sewaktu tidur.
Termasuk EEG, elektrocardiography (ECG), electrookulography (EOG),
pulse oximetry, monitor pH esofagus dan respirasi.
5) The multiple sleep latency test (MSLT): untuk menilai rasa kantuk pada
siang hari. (4)

2.6.Penatalaksanaan
Insomnia
Sasaran penatalaksanaan insomnia meliputi memperbaiki tidur dan
mengurangi stress atau disfungsi yang disebabkan oleh insomnia. Insomnia dapat
ditangani dengan terapi psikologi, farmakoterapi atau kombinasi keduanya.
Psikoterapi meliputi terapi perilaku kognitif (CBT-I); terapi perilaku
multikomponen atau terapi perilaku singkat; dan intervensi lainnya seperti
kontrol stimulus, strategi relaksasi, dan pembatasan tidur (sleep restriction).
Farmakoterapi insomnia meliputi penggunaan benzodiazepine (triazolam,
estazolam, temazepam, flurazepam, dan quazepam); non-benzodiazepine
hipnotis (zaleplon, zolpidem, dan eszopiclone); antagonis reseptor orexin yaitu
suvorexant; agonis reseptor melatonin yaitu Ramelteon; antidepresan doxepin;

9
obat-obat off-label seperti antidepresan, antihistamin dan anti psikotik; dan
melatonin. (9)
2.6.1. Benzodiazepin (10)
Benzodiazepine berefek hipnosis, sedasi, relaksasi otot, ansiolitik, dan anti
konvulsi dengan potensi yang berbeda-beda.
1) Kimia: rumus benzodiazepin terdiri dari cincin benzen (cincin A) yang
melekat pada cincin aromatik diazepin (cincin B). Benzodiazepin yang
penting secara farmakologis selalu mengandung gugus 5-aril (cincin C)
dan cincin 1,4-benzodiazepin.
(a) Farmakodinamik: efek utama pada sistem saraf pusat (SSP) yaitu sedasi,
hipnosis, pengurangan terhadap ransangan emosi/ ansietas, relaksasi
otot dan antikonvulsi. Efek pada jaringan perifer: vasodilatasi koroner
setelah pemberian benzodiazepin secara IV, dan blokade neuromuskular
yang hanya terjadi pada pemberian dosis tinggi.
Benzodiazepin berikatan langsung pada sisi spesifik (subunit )
reseptor GABAA (reseptor kanal ion Cl kompleks), sedangkan GABA
berikatan pada subunit α dan β. Pengikatan ini akan menyebabkan
pembukaan kanal Cl, memungkinkan masuknya ion Cl kedalam sel,
menyebabkan peningkatan potensial elektrik sepanjang membran sel
dan menyebabkan sel sukar tereksitasi. Benzodiazepin membutuhkan
GABA untuk mengekspresikan efeknya. Namun antagonis
benzodiazepin tidak berpengaruh pada fungsi reseptor GABAA.
Penggunaan flumazenil (antagonis benzodiazepin) untuk melawan efek
benzodiazepin dosis tinggi.
Efek benzodiazepin pada pernapasan pada orang normal tidak
berefek namun pada orang dengan penyakit paru obstruksi kronis
(PPOK), alveoli depresi dan menyebabkan asidosis respiratoar. Perlu
perhatian penggunaan pada penderita kelaianan fungsi hati dan anak-
anak. Kontraindikasi penggunaan pada pasien yang secara regular tidur
mendengkur (menyebabkan penyumbatan jalan nafas).

10
(b) Farmakokinetik: semua benzodiazepin diabsorbsi secara sempurna
kecuali klorazepat karena diabsorbsi sempurna setelah dekarboksilasi
dalam cairan lambung.
Berdasarkan lama kerja golongan benzodiazepin terbagi menjadi:
(1) senyawa yang bekerja sangat cepat; (2) senyawa yang bekerja cepat
t½ < 6 jam ( triazolam, zolpidem, dan zolpiklon); (3) senyawa yang
bekerja sedang t½ antara 6-24 jam (estazolam dan temazepam); (4)
senyawa yang bekerja lebih lama t½ > 24 jam (flurazepam, diazepam
dan quazepam).
Benzodiazepin dan metabolitnya terikat pada protein plasma.
Kekuatan ikatannya berhubungan erat dengan sifat lipofiliknya. Kadar
obat dalam cairan serebrospinal kira-kira sama dengan kadar obat bebas
dalam plasma.
Profil kadar plasma sebagian besar benzodiazepin secara tetap
mengikuti model kinetik 2 kompatemen, namun bagi benzodiazepin
yang sangat larut lemak, profil kinetiknya lebih sesuai dengan model
kinetik 3 kompatemen. Volume distribusi benzodiazepin sangat besar
dan banyak diantaranya meningkat pada usia lanjut. Benzodiazepin
dapat melewati plasenta dan disekresi ke dalam ASI.
Benzodiazepin dimetabolisme di hati dalam 3 tahap: (1) desalkilasi;
(2) hidroksilasi; (3) konjugasi. Penghambat enzim yang metabolisme
benzodiazepine yaitu eritromisin, klaritromisin, ritonavir, itrakonazol,
nefazodon, ketokonazol dan sari buah grapefruit. Biotransformasi
metabolit aktif benzodiazepin lebih lambat sehingga lama kerja
benzodiazepin tidak sesuai dengan waktu paruh eliminasi obat asalnya.
(c) Efek samping:
Benzodiazepin dosis hipnotik: kepala ringan, malas/ tak
bermotivasi, lamban, inkoordinasi motorik, ataksik, gangguan fungsi
mental dan psikomotorik, gangguan koordinasi berpikir, bingung,
disartria, dan amnesia anterograd

11
Efek samping lain yang relatif lebih umum: lemas, sakit kepala,
pandangan kabur, vertigo, mual, muntah, diare, nyeri epigastrik, nyeri
sendi, nyeri dada dan inkontinensia.
Efek samping psikologik yang parakdoks dapat berupa banyak
bicara, cemas, mudah tersinggung, takikardia dan lemas. Selain itu,
gejala paranoid, depresi dan keinginan bunuh diri. Namun efek samping
tersebut jarang terjadi. Ketergantungan ringan terjad pada orang yang
menggunakan benzodiazepin dosis terapi secara teratur untuk waktu
lama.
Gejala putus obat dapat berupa makin hebatnya gejala yang semula
mau diobati. Disforia, mudah tersinggung, berkeringat, mimpi buruk,
tremor, anoreksi dan pusing kepala dapat terjadi. Penghentian obat
sebaiknya dilakukan secara bertahap.
Secara umum benzodiazepin relatif aman, bahkan dosis tinggi
jarang menyebabkan kematian kecuali jika digunakan bersama-sama
depresan SSP yang lain (alkohol).
(d) Indikasi: pengobatan insomnia, ansietas, kaku otot, medikasi praanestesi
dan anestesi.

(1) Alprazolam (XANAX, XANAX XR) (11)


a) Indikasi: Gangguan cemas menyeluruh(IR); gangguan panik (IR, XR);
gangguan panik lainnya; ansietas dan depresi; gangguan premenstrual
disforik; irriable bowel syndrome dan gejala somatik lainnya yang
bersangkutan dengan gangguan cemas; insomnia; mania akut (tambahan);
psikosis akut (tambahan); katatonia
b) Efek samping: sedasi, fatigue, depresi, pusing, ataksia, gangguan bicara,
kelemahan, pelupa, kebingungan, hipereksitabilitas, gugup, kadang
halusinasi, mania, hipotensi dan mulut kering. Efek samping yang
mengancam nyawa adalah depresi pernapasan, disfungsi hepar, renal dan
diskrasia darah.
c) Dosis: ansietas (IR)1-4 mg/ hari; panik (IR) 5-6 mg/ hari, (XR) 3-6 mg/ hari

12
Untuk ansietas, alprazolam IR mulai dengan dosis 0,75-1,5 mg/ 3 dosis/hari.
Dosis ditingkatkan setiap 3-4 hari samapai efek yang diinginkan didapat.
Umumnya dosis maksimum 4 mg/ hari.
Untuk panik, alprazolam IR dimulai dengan dosis 1,5 mg/ 3 dosis/ hari.
Dinaikkan kurang atau sama dengan 1 mg setiap 3-4 hari sampai efek yang
diinginkan. Pada kasus yang rumit dibutuhkan 10 mg/ hari. Alprazolam XR
dimulai dengan dosis 0,5-1 mg/ hari 1 dosis di pagi hari. Dosis dapat
ditingkatkan 1 mg setiap 3-4 hari sampai mencapai efek yang diinginkan.
Umumnya dosis maksimum 10 mg/ hari.
d) Farmakokinetik: dimetabolisme di hati oleh enzim CYP450 3A4;
metabolitnya inaktif; waktu paruh 12-15 jam.
e) Interaksi obat:: efek depresan meningkat dijika penggunaan alprazolam
bersama depresan SSP lainnya.
Penghambat CYP450 3A4 seperti nefazodone, fluvoxamine, fluoxetine, dan
juice grapefruit serta anti fungal azole dapat mengurangi pengeluaran
alprazolam sehingga menyebabkan efek samping sedasi meningkat. Dalam
kondisi ini dosis alprazolam perlu dikurangi.
Penginduksi CYP450 3A4 seperti karbamazepin dapat meningkatkan
pengeluaran alprazolam sehingga mengurangi efek terapeutiknya.
f) Perhatian: hati-hati penggunaan pada pasien dengan gangguan pulmonari
berat, resiko ketergantungan; hypomania dan mania terjadi pada pasien yang
depresi; pasien dengan sleep apnea; beberapa pasien depresi dapat timbul ide
bunuh diri
g) Kontraindikasi: pasieng dengan glaukoma sudut sempit, menggunakan
antifungal azole, dan alergi pada alprazolam atau benzodiazepin lain.

(2)Nitrazepam(DUMOLID)
a) Sediaan tablet 5 mg; dosis anjuran 5-10 mg/ malam.

13
b) Farmakokinetik: sifat basa; ikatan protein 90%; Volume distribusi( berat
badan 70 kg) 168 L; waktu paruh 18-34 jam; klirens 4,9 L/ jam; rute
eliminasi Hati; tidak ada metabolit aktif. (12)
c) Farmakologi: nitrazepam memperpendek waktu yang dibutuhkan untuk
tertidur dan memperpanjang durasi tidur. (13)
d) Klasifikasi farmakologi:
e) Hipnosis dan sedatif: digunakan untuk menginduksi rasa kantuk atau tidur
atau mengurangikegembiraan psikis atau ansietas.
f) Antikonvulsan, Modulator GABA, anti ansietas. (13)
g) Indikasi: gangguan tidur jangka pendek, susah tertidur, sering terbangun
pada malam hari, dan terbangun lebih awal pagi hari. (13)
(3) Klonazepam (KLONOPIN) (11)
a) Indikasi: gangguan panik dengan/ tanpa agorafobia; Lennox-Gastaut
syndrome (varian petit mal); kejang akinetik, mioklonik, absence; kejang
atonik; gangguan kejang lainnya; gangguan ansietas lainnya; mania akut
(sebagai tambahan); psikosis akut (tambahan); insomnia; katatonia
b) Efek samping: sedasi, fatigue, depresi, pusing, ataksia, gangguan bicara,
kelemahan, pelupa, kebingungan, hipereksitabilitas, gugup, kadang
halusinasi, mania, hipotensi dan mulut kering. Efek samping yang
mengancam nyawa adalah depresi pernapasan, disfungsi hepar, renal dan
diskrasia darah.
c) Dosis: dosis untuk atasi kejang sampai 20 mg/ hari tergantung dari respon
setiap pasien. Dimulai dengan dosis 1,5mg/ 3 dosis/ hari, kemudian
dinaikkan dosis 0,5 mg setiap 3 hari sampai efek yang diinginkan. Dibagi 3
dosis atau pemberian dosis terbesar pada waktu tidur malam.
Panik 0,5-2 mg / hari dapat dibagi menjadi 2 dosis dan dapat 1 dosis
sebelum tidur malam. Dimulai dengan 0,25 mg/ 2 dosis/ hari kemudian
naikkan 1 mg setiap 3 hari. Dosis maksimum 4 mg/ hari.
d) Farmakokinetik: waktu paruh terlama dibandingkan benzodiazepin lainnya
30-40 jam.

14
e) Interaksi obat:: efek depresan meningkat dijika penggunaan alprazolam
bersama depresan SSP lainnya.
Penghambat CYP450 3A4 seperti nefazodone, fluvoxamine, fluoxetine, dan
juice grapefruit serta anti fungal azole dapat mengurangi pengeluarannya
sehingga menyebabkan efek samping sedasi meningkat. Namun tidak butuh
adjustment dosis. Penggunaan flumazenil untuk antagonis efek
benzodiazepin pada pasien kejang yang diterapi dengan klonazepam dapat
menyebabkan kejang. Penggunaan clonazepam dengan valproate dapat
menyababkan kejang absence.
f) Perhatian: hati-hati penggunaan pada pasien dengan gangguan pulmonari
berat; resiko ketergantungan pada pasien dengan riwayat ketergantungan
obat atau alkohol; dapat menginduksi grand mal; pasien dengan sleep
apnea; beberapa pasien depresi dapat timbul ide bunuh diri
g) Kontraindikasi: pasien dengan glaukoma sudut sempit, menggunakan
antifungal azole, penyakit hepar berat, dan alergi pada clonazepam atau
benzodiazepin lain.

(4) Klorazepat (TRANXENE, dll) (11)


a) Indikasi: gangguan ansietas; gejala-gejala ansieta; acute alcohol
withdrawal; kejang parsial (tambahan); katatonia
b) Efek samping: sedasi, fatigue, depresi, pusing, ataksia, gangguan bicara,
kelemahan, pelupa, kebingungan, hipereksitabilitas, gugup, kadang
halusinasi, mania, hipotensi dan mulut kering. Efek samping yang
mengancam nyawa adalah depresi pernapasan, disfungsi hepar, renal dan
diskrasia darah.
c) Dosis: ansietas 15-60 mg/ hari. Dimulai 15 mg/ hari dibagi beberapa dosis.
Dosis dapat atur sesuai efek ada pasien. Jika pasien sudah stabil dapat
diberikan 1 dosis sebelum tidur. Maksimum dosis 90 mg/ hari.
Alcohol withdrawal 30-60 mg/ hari. Diawali dengan dosis 30 mg dibagi
beberapa dosis. Hari kedua 45-90 mg, hari keempat 22,5-45, hari kelima 15-

15
30 mg. hari keemapat turunkan dosis sampai pasien stabil. Maksimum dosis
90 mg/ hari.
Epilepsi, dosis awal 7,5 mg x 3 / hari; dinaikkan 7,5 mg per minggu.
Maksimum dosis 90 mg/ hari.
d) Farmakokinetik: waktu paruh terlama dibandingkan benzodiazepin lainnya
40-50 jam.
e) Interaksi obat:: efek depresan meningkat dijika penggunaan alprazolam
bersama depresan SSP lainnya.
f) Perhatian: hati-hati penggunaan pada pasien dengan gangguan pulmonari
berat; resiko ketergantungan pada pasien dengan riwayat ketergantungan
obat atau alkohol; dapat menginduksi grand mal; pasien dengan sleep
apnea; beberapa pasien depresi dapat timbul ide bunuh diri
g) Kontraindikasi: pasien dengan glaukoma sudut sempit dan alergi pada
clonazepam atau benzodiazepin lain.

(5) Diazepam (Valium) (11)


a) Indikasi: gangguan ansietas; gejala-gejala ansieta; acute alcohol
withdrawal; kejang parsial (tambahan); katatonia
b) Efek samping: sedasi, fatigue, depresi, pusing, ataksia, gangguan bicara,
kelemahan, pelupa, kebingungan, hipereksitabilitas, gugup, kadang
halusinasi, mania, hipotensi dan mulut kering. Efek samping yang
mengancam nyawa adalah depresi pernapasan, disfungsi hepar, renal dan
diskrasia darah.
c) Dosis: ansietas 15-60 mg/ hari. Dimulai 15 mg/ hari dibagi beberapa dosis.
Dosis dapat atur sesuai efek ada pasien. Jika pasien sudah stabil dapat
diberikan 1 dosis sebelum tidur. Maksimum dosis 90 mg/ hari.
Alcohol withdrawal 30-60 mg/ hari. Diawali dengan dosis 30 mg dibagi
beberapa dosis. Hari kedua 45-90 mg, hari keempat 22,5-45, hari kelima 15-
30 mg. hari keemapat turunkan dosis sampai pasien stabil. Maksimum dosis
90 mg/ hari.

16
Epilepsi, dosis awal 7,5 mg x 3 / hari; dinaikkan 7,5 mg per minggu.
Maksimum dosis 90 mg/ hari.
d) Farmakokinetik: waktu paruh terlama dibandingkan benzodiazepin lainnya
40-50 jam.
e) Interaksi obat:: efek depresan meningkat dijika penggunaan alprazolam
bersama depresan SSP lainnya.
f) Perhatian: hati-hati penggunaan pada pasien dengan gangguan pulmonari
berat; resiko ketergantungan pada pasien dengan riwayat ketergantungan
obat atau alkohol; dapat menginduksi grand mal; pasien dengan sleep
apnea; beberapa pasien depresi dapat timbul ide bunuh diri
g) Kontraindikasi: pasien dengan glaukoma sudut sempit dan alergi pada
diazepam atau benzodiazepin lain.

(6) Estazolam (PROZOM) (11)


a) Indikasi: insomnia- sulit tertidur, terbangun bebrapa kali, dan bangun lebih
awal; katatonia
b) Efek samping: sedasi, fatigue, depresi, pusing, ataksia, gangguan bicara,
kelemahan, pelupa, kebingungan, hipereksitabilitas, gugup, kadang
halusinasi, mania, hipotensi dan mulut kering. Efek samping yang
mengancam nyawa adalah depresi pernapasan, disfungsi hepar, renal dan
diskrasia darah.
c) Dosis: insomnia 1-2 mg/ hari saat mau tidur. Mulai dengan dosis 1 mg/ hari
lalu naikkan 2 mg/ hari jika tidak efektif
d) Farmakokinetik: waktu paruh terlama dibandingkan benzodiazepin lainnya
40-50 jam.
e) Interaksi obat:: efek depresan meningkat dijika penggunaannya bersama
depresan SSP lainnya, pada perokok klirens estqzolwm meningkat.
f) Perhatian: hati-hati penggunaan pada pasien dengan gangguan pulmonari
berat;digunakan saat mau tidur; pasien dengan sleep apnea; beberapa pasien
depresi dapat timbul ide bunuh diri

17
g) Kontraindikasi: pasien dengan glaukoma sudut sempit, kehamilan dan alergi
pada estazolam atau benzodiazepin lain.

(7) Flurazepam (DALMANE)


a) Indikasi: insomnia- sulit tertidur, terbangun bebrapa kali, dan bangun
lebih awal; insomnia berulang dan kebiasaan tidur yang salah;kondisi
medis akut dan kronik yang membutuhkan tidur; katatonia
b) Efek samping: sedasi, fatigue, depresi, pusing, ataksia, gangguan bicara,
kelemahan, pelupa, kebingungan, hipereksitabilitas, gugup, kadang
halusinasi, mania, hipotensi dan mulut kering. Efek samping yang
mengancam nyawa adalah depresi pernapasan, disfungsi hepar, renal dan
diskrasia darah.
c) Dosis: insomnia 1-2 mg/ hari saat mau tidur. Mulai dengan dosis 1 mg/
hari lalu naikkan 2 mg/ hari jika tidak efektif
d) Farmakokinetik: waktu paruh terlama dibandingkan benzodiazepin
lainnya 40-50 jam.
e) Interaksi obat: efek depresan meningkat dijika penggunaannya bersama
depresan SSP lainnya, pada perokok klirens estqzolwm meningkat.
f) Perhatian: hati-hati penggunaan pada pasien dengan gangguan pulmonari
berat;digunakan saat mau tidur; pasien dengan sleep apnea; beberapa
pasien depresi dapat timbul ide bunuh diri
g) Kontraindikasi: pasien dengan glaukoma sudut sempit, kehamilan dan
alergi pada estazolam atau benzodiazepin lain.

(8) Halazepam (PAXIPAM)


(9) Lorazepam (ATIVAN)
(10) Midazolam (VERSED)
(11) Oksazepam (SERAX)
(12) Quazepam (DOARAL)
(13) Temazepam (Restoril)
(14) Triazolam (HALCION)

18
(15) Klordiazepoksid (LIBRIUM, dll)
Estazolam (Esilgan oleh Takeda dan Estalin oleh Novell Pharma) merupakan
benzodiazepin
1) Sediaan Esilgan tab 1 mg dan 2 mg, Estalin tab 1 mg dan 2 mg; dosis anjuran
1-2 mg/ malam. (14)
2) Farmakokinetik: dimetabolisme di hati; rute ekskresi utama di ginjal; waktu
paruh 10-24 jam; ikatan preotein 93%. (15)
3) Farmakologi: pada beberapa kasus, estazolam lebih poten dari nitrazepam.
Klasifikasi farmakologi: Antiansietas, modulator GABA (zat yang tidak
bertindak sebabai agonis maupun antagonis tapi punya efek pada reseptop
GABA), antikonvulsan. (15)
4) Indikasi: Insomnia (10)
Zolpidem (Stilnox oleh Sanovi-Aventis, Zolmia oleh Fahreinheit, dan Zolta oleh
Novell Pharma), merupakan non-benzodiazepin. Memiliki efektifitas yang sama
dengan benzodiazepin dalam mempersingkat masa jatuh tidur serta
memperpanjang lama tidur pada penderita insomnia. Setelah berhenti obat, efek
tidur masih bertahan hingga 1 minggu.
1) Sediaan Stilnox, Zolmia, dan Zolta masing-masing tab 10 mg; dosis anjuran
10-20 mg/ malam. (14)
2) Farmakokinetik: diabsorpsi secara cepat lewat saluran cerna; metabolisme
lintas pertama di hati bioavailabilitas 70%, nilai ini akan rendah jika
dikonsumsi bersama makanan; waktu paruh sekitar 2 jam pada orang dengan
fungsi hepar normal, dapat mencapai 2 kali atau lebih pada usia lanjut atau
penderita sirosis (10); terutama dieksresikan di urin. (16)
3) Farmakologi: Zolpidem berikatan pada reseptop GABAA.
Klasifikasi farmakologi: hipnosis dan sedatif, dan agonis reseptor GABAA. (16)
4) Indikasi: medikasi jangka pendek insomnia. (16)
5) Efek samping: halusinasi visual, dan perilaku kompleks dengan amnesia
(sleepwalking, micro-sleeps yaitu tidur dengan periode amnesia yang cukup
lama, confusional arousal yaitu bangun dati tidur dengan disorientasi). (10)

19
Ramelteon (Rozerem oleh Takeda), merupakan agonis pada reseptor melatonin
1) Sediaan Rozerem tab 8 mg; dosis anjuran 8-16 mg/ malam. (14)
2) Farmakokinetik: ada aktif metabolit; absorpsi cepat dan sekitar 84%; terutama
dieksresi di ginjal; volume distribusi 73,6 L; ikatan dengan protein 70%;
metabolisme di hati; waktu paruh 1-2,6 jam. (17)
3) Farmakologi: bekerja mimik melatonin (hormon yang diproduksi saat tidur
dan bertanggung jawab untuk regulasi ritme circadian mandasari siklus
bangun-tidur normal. Ramelteon punya afinitas yang tinggi pada reseptor
MT1 danMT2 yang terletak pada nukleus suprakiasma (SCN). (17)
Reseptor MT1 bertanggung jawab untuk mengatur rasa kantuk dan menfasilitasi
onset tidur. Reseptor MT2 bertanggung jawab untuk mediasi efek melatonin
pada ritme circadian. (17)
Penggunaan ramelteon harus sangat dengan hati-hati pada pasien yang konsumsi
ketokonazol atau flukanazol karena menghambat enzim yang memetabolisme
ramelteon; pada pasien yang menggunakan rifampin, akan mengurai efikasi
rameteon karena menginduksi metabolismenya.
4) Indikasi: insomnia yang dicirikan dengan kesulitan untuk tertidur. (17)
5) Efek samping: rasa pusing, mual dan fatigue. Potensi ketergantungan rendah.

2) Antihistamin (obat over-the-counter) (18)


Difenhidramin
(a) Dosis: 50 mg
(b) Waktu paruh: 8-17 jam
(c) Indikasi: onset tidur dan mempertahankan tidur
(d) Efek samping: somnolen, mulut kering, dizziness, dyskinesia
(e) Tambahan konsiderasi: pasien usia lanjut rentan terjadi efek samping,
diminum 30 menit sebelum waktu tidur, kurangi dosis pada pasien dengan
gangguan fungsi renal, tidak perlu atur dosis untuk gangguan hepar, hati-hati
penggunaan dengan alkohol, dan kategori B untuk kehamilan

Doxylamine:

20
1) Dosis: 25 mg
2) Waktu paruh: 10-12 jam
3) Indikasi:onset tidur dan pertahankan tidur
4) Efek samping: somnolen
5) Tambahan konsiderasi: minum 30 menit sebelum waktu tidur, kurangi dosis
pada gangguan renal, digunakan dengan hati-hati pada pasien gangguan hati
dan pengguna alkohol, kriteria kehamilan tidak terklasifikasi.

3) Trisiklik antidepresan
Doxepine (18)
1) Dosis: dosis awal 6 mg (dewasa), 3 mg (usia lanjut); total dosis tidak boleh
> 6 mg per hari
2) Waktu paruh: 15,3 jam
3) Indikasi: mempertahankan tidur
4) Efek samping: somnolen, sedasi, mual, infeksi saluran napas atas
5) Tambahan konsiderasi: minum 30 menit sebelum mau tidur, tidak boleh
dimakan dengan makanan, kurangi dosis pada gangguan hepar, hati-hati
penggunaan dengan alkohol, untuk kehamilan kategori C. Kontraindikasi
pada pasien yang menggunakan penghambat MAO dalam 2 minggu terakhir,
glaukoma sudut sempit atau retensi urin berat.

Tradozone
1) Dosis: 25-50 mg saat mau tidur (18)
2) Farmakologi: tidak memiliki sifat penghambat MAO. Trazodon
menghambat ambilan serotonin di saraf, ambilan NE dan dopamin tidak
dipengaruhi. Efektivitas antidepresi kira-kira sama dengan amitriptlin dan
imipramin, karena efeksedasinya trazodon berguna untuk pasien depresi
disertasi ansietas. (19)
3) Efek samping: kantuk, mula, muntah, mulut kering, konstipasi, retensi urin,
hipertensi ortostatik namun hilang dalam 4-6 jam. Agitasi pada 1%, dan
priapisme kira-kira 1:6000. (19)

21
4) Interaksi obat: mengantagonis efek klonidin dan metaldopa, dan menaikkan
plasma fenitoin dan digoksin. (19)
5) Farmakokinetik: ikatan dengan protein 90%. (19)

Mirtazapine
1) Dosis: 30 mg untuk terapi insomnia (18)
2) Indikasi: saat ini hanya disetujui untuk terapi Major Depressive disorder
(18)

Antidepresan trisiklik lainnya: amitriptlin, imipramin, nortriptlin.

4) Anti psikotik atipik (18)


Seperti qetiapine, olanzapine, dan risperidon. Efek samping yang serius berupa
sindrom metabolik dan efek ekstrapiramidal.

2.1.2. Cara penggunaan


1) Pemilihan obat (14)
(a) Initial insomnia: sulit tertidur. Obat yang dibutuhkan bersifat sleep-
inducing, yaitu golongan benzodiazepin short acting
(b) Delayed insomnia: proses tidur cepat berakhir dan sulit untuk masuk
kembali ke proses tidur selanjutnya. Obat yang dibutuhkan bersifat
memperpanjang fase laten yaitu golongan heterosiklik
antidepresan.
(c) Broken insomnia: siklus tidur yang normal tidak utuh dan terpecah-
pecah sehingga terbangun beberapa kali. Obat yang dibutuhkan
adalah yang mempertahankan tidur, yaitu golongan fenobarbital
atau golongan benzodiazepin (long acting)

2) Pengaturan dosis (14)


(a) Pemberian dosis tunggal 15-30 menit sebelum tidur

22
(b) Dosis awal dapat dinaikkan samapai mencapai dosis efektif dan
dipertahankan sampai 1-2 minggu, kemudian tapering off untuk
mencegah timbulnya rebound dan toleransi obat.
(c) Pada usia lanjut dosis harus lebihkecil dan peningkatan dosis lebih
perlahan-lahan unruk menghindari over sedasi dan intoksikasi.
Penggunaan antidepresan sedatif dosis kecil 2-3 kali per minggu untuk
mengatasi insomnia pada usia lanjut.

3) Lama pemberian (14)


(a) Pemakainan sebaiknya sekitar 1-2 minggu saja, tidak lebih agar resiko
ketergantungan kecil.
(b) Sulit berhenti obat karena rasa nyaman gangguan tidur teratasi dengan
pemberian obat. (14)

Hipersomnia

2.1.3. Narcolepsy (4)


1) Psikoedukasi
2) Jadwalkan tidur siang durasi 20 menit
3) Stimulant seperti methylphenidate, methamphetamine, dan modafinil.
Methylphenidate (20)
1) Dosis: 20-40 mg perhari
2) Farmakologi: penghambat pengambilan monoamine (dopamine,
serotonin, dan NE. Potensi ketergantungan.
Methamphetamine (20)
1) Farmakologi: sama dengan amfetamin meningkatkan pelepasan
monoamine dan menghambat penyimpanan monoamine.
Methamphentamine lebih lipofilik dibandingkan amphentamin sehingga
penetrasi SSP meningkat. Potensi tinggi ketergantungan.
Modafinil (20)
1) Dosis: 100-200 mg per hari

23
2) Farmakologi: efficacy lebih rendah dibandingkan methamphentamine dan
methylphenidate. Sangat kecil potensi ketergantungan.
3) Efek samping: alergi
4) Antidepresan seperti antidepresan trisiklik atau venlafaxine untuk
cataplexy. (4)
Venlafaxine merupakan penghambat selektif pengambilan NE (20)
1) Dosis: 37,5 – 150 mg per hari
2) Farmakologi: sedikit stimulant, waktu paruh pendek.
3) Efek samping: konstipasi, gangguan gastrointestinal

2.1.4. Sindroma Klein-Levin (hipersomnia berulang)


Terapi sindroma Klein-Levin sama dengan narcolepsy yaitu stimulant dan
modifikasi perilaku. Kadang-kadang disertai mood stabilizer (Karbamazepin,
lithium, valproate). (4) Pemberian mood stabilizer dapat menyebabkan agitasi
paradox. Stimulant yang disarankan lebih manjur yaitu lithium. (20)
Lithium carbonate (Frimania oleh Mersifarma)
1) Dosis anjuran 250-500 mg/ hari; sediaan tab 200-400mg. (14)
2) Farmakokinetik: absorpsi lengkap dalam 6-8 jam; kadar plasma dicapai dalam
30 menit – 2 jam; volume distribusi 0,5 L/ kgBB; ekskresi terutama lewat
urin;waktu paruh 20 jam
3) Farmakodinamik: (1) litium dapat mengganti Na dalam membantu suatu
potensial aksi sel neuron; (2) efek pada neurotransmitter, diperkirakan litium
menurunkan pengeluaran norepinefrin dan dopamine, menghambat super
sensitivitas dopamine, meningkatkan produksi asetilkolin; (3) efek pada
second messager, litium menghambat konversi IP2 menjadi IP1 dan konversi
IP1 menjadi inositol.
4) Indikasi: gangguan bipolar fase manik, litium digunakan dengan kombinasi
olanzepin; pada fase depresif, litium dikombinasikan dengan antidepresi.
5) Efek samping: tremor, koreatetosis, hiperaktivitas motoric, ataksia, disartria
dan afasia, menurunkan fungsi tiroid, nefrogenik diabetes insipidus. Untuk
menghindari toksisitas litium pasien harus jaga hidrasinya. (12)

24
Karbamazepin (tegretol oleh Novartis)
1) Dosis anjuran 300-600 mg/ hari; sediaan tab 200 mg. (14)
2) Farmakokinetik: waktu paruh 1-2 jam; metabolit aktif dengan waktu paruh
yang sama dengan obat aslinya.
3) Efek samping: vertigo, ataksia, diplopia dan penglihatan kabur. Lainya mual
muntah, alergi, diskrasia darah yang berat, sinroma steven Johnson relatif
sering terjadi pada awal pengobatan dan retensi air. (21)
4) Indikasi: kejang parsial kompleks dan tonik-klonik, dan gangguan mania
bipolar (21)

Valproic acid (Depakene oleh abbott)


1) Dosis anjuran 2 x 250 mg per hari; sediaan sirup 250mg/ 5 ml.
2) Farmakokinetik: waktu paruh 8-10 jam, 70% dari dosis terekskresi di urin
dalam 24 jam. (14)
3) Efek samping: mual muntah, kantuk, ataksia dan tremor (21)
2.1.5. Hipersomnia idiopatik (hipersomnia primer) (4)
Peanganannya sama dengan narkolepsi namun tanpa waktu tidur siang terjadwal.
2.1.6. Sleep apnea. (4)
1) Turunkan berat badan
2) Hindari penggunaan alcohol dan sedative
3) Continuous positive airway pressure pada malam hari merupakan terapi
paling efektif.
4) Pembedahan untuk rekonstruksi hidung dan jalan napas atas jika
penyebabknya adalah abnormal anatomi.

2.7.Prognosis
1) Insomnia: diketahui bahwa insomnia yang tidak mendapatkan penanganan
biasanya dapat menetap seumur hidup. Insomnia yang disebabkan oleh
suatu penyebab makin lama makin memburuk. Jika penyebab sekunder

25
tersebut diatasi biasanya pola tidur membaik, namun tidak selalu. Prognosis
episode insomnia sekunder yang diobati dengan cukup sangat baik. (4)
2) Hipersomnia: narcolepsy merupakan kondisi kronik yang dapat menetap
seumur hidup. (4)

26
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Berdasarkan tinjauan pustaka diatas, penulis mengambil kesimpulan:

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Sadock BJ, Sadock VA, Pedro R. Synopsis of Psychiatry. 11th ed.


Philadelphia: Wolters Kluwer; 2015.
2. Ramar K, J OE. Management of common sleep disorders. Am Fam
Physician. 2013;: p. 231-238.
3. C R, J M, J S. Clinical update sleep: year in review 2015-2016. J Thorac
Dis. 2016;: p. 207-212.
4. Geddes J, Price J, Mcknight R. Sleep. In Psychiatry. New york: Oxford
University Press; 2012. p. 357-374.
5. Thomas R. Insomnia: definition, prevalence, etiology and consequences.
Journal of Clinical sleep medicine. 2007;: p. S7-S10.
6. Cunnington D, Junge MF, Fernando AT. Insomnia: Prevalence,
Consequences, and Effective treatment. JME. 2013;: p. S36-S40.
7. King LA. State of consiousness. In The science of psychology. New York:
McGraw-Hill; 2014. p. 148-150.
8. Silbernagl S, Lang F. Color Atlas of Pathophysiology Stuttgart: Georg
Thieme Verlag; 2000.
9. Qaseem A, Kansagara D, Forciea MA, Cooke M, Denberg T. Management
of Chronic Insomnia Disorder in adults: A clinical practice guideline from
the American college of physicians. Annals of Internal Medicine. 2016;
165(2).
10. Wiria MSS. Hipnotik-sedatif dan alkohol. In Farmakologi dan terapi.
Jakarta: Badan penerbit FK UI; 2016. p. 140-146, 148-149.
11. Stahl SM. Essential Pharmacology New york: Cambridge University Press;
2014.
12. Utama H, Instiaty. Antiepilepsi dan antikonvulsi. In Farmakologi dan terapi.
Jakarta: Badan penerbit FK UI; 2016. p. 197.
13. Information NCfB. PubChem Compound database; CID = 4506. [Online].
[cited 2017 Desember 26. Available from:
https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/4506.
14. Maslim R. Penggunaan klinis obat psikotropik. In Obat anti insomnia.
Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atma Jaya; 2014. p. 46,
49-50.
15. Information NCfB. PubChem Compound database; CID = 3261. [Online].
[cited 2017 Desember 26. Available from:
https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/3261.
16. Information NCfB. PubChem Compound database; CID = 5732. [Online].
[cited 2017 Desember 26. Available from:

28
https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/5732.
17. Information NCfB. PubChem Compound database; CID = 208902.
[Online]. [cited 2017 Desember 26. Available from:
https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/208902.
18. Lie JD, Tu KN, Shen DD, Wong BM. Pharmacological Treatment of
Insomnia. P&T. 2015; 40(11): p. 759-766.
19. Arosal W, Sulistia G. Psikotropik. In Farmakologi dan terapi. Jakarta:
Badan penerbit FK UI; 2016. p. 178.
20. Mignot EJM. A practical guide to the therapy of Narcolepsy and
Hypersomnia Syndrome. 2012; 9: p. 739-752.
21. terapeutik Dfd. antiepilepsi dan antikonvulsi. In Farmakologi dan terapi Ed
6th. Jakarta: Badan penerbit FKUI; 2016.

29
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .......................................................................................................i


BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar belakang ...............................................................................................1
1.2.Tujuan dan manfaat .......................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Fisiologis tidur .............................................................................................3
2.2. Patofisiologi .................................................................................................6
2.3. Konsekuensi kurang waktu tidur ..................................................................8
2.4. Penilaian gangguan tidur ..............................................................................8
2.5. Etiologi .........................................................................................................10
2.6. Diagnosis ......................................................................................................11
2.7. Penatalaksanaan ...........................................................................................12
2.8. Prognonsis ....................................................................................................24
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan ..................................................................................................25

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................26

Anda mungkin juga menyukai