PENDAHULUAN
1
1.2. Tujuan
Untuk mengetahui lebih dalam mengenai farmakoterapi gangguan
tidur insomnia dan hipersomnia.
1.3. Manfaat
Manfaat pembuatan referat ini adalah proses belajar penulis untuk
lebih mengenal penggunaan farmakoterapi dalam terapi gangguan tidur
insomnia dan hipersomnia.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Waktu biologis dapat desinkronasi jika penerbangan melewati beberapa zona
waktu (jetlag disebabkan oleh 2 atau lebih ritme yang tidak sinkron). Biasanya
seseorang tidur saat suhu tubuh mulai turun dan bangun ketika kelenjar adreal
mensekresikan sejumlah besar hormon kostisol. Selain itu, waktu biologis dapat
desinkronasi saat seorang pekerja mengganti waktu bekerja. (7)
2.1.2. Teori mengenai kebutuhan tidur
Beberapa teori telah diutarakan mengenai kebutuhan tidur. Pertama dari
sudut pandang evolusi, tidur dibutuhkan hewan untuk melindungi diri pada
malam hari. Kedua, tidur merupakan cara untuk menghemat energi. Ketiga, tidur
memperbaiki, mengisi dan membangun kembali lagi tubuh dan otak, yang sudah
menjadi lelah setelah aktivitas pada siang hari. Untuk mendukung teori ketiga,
pada saat tidur sel menunjukkan peningkatan produksi protein dan mengurangi
pemecahan protein. (7)
2.1.3. Stadium tidur
Stadium tidur dapat diidentifikasikan dengan menggunakan
elektroensefalografi (EEG) yang merekam aktivitas elektrik otak. Berdasarkan
EEG ada 2 stadium tidur yaitu, tidur non-rapid eye movement (NREM) dan rapid
eye movement (REM). Siklus ini berulang sepanjang malam. (Gambar 2)
4
Lama 1 siklus tidur sekitar 90 menit (NREM 80 menit dan REM 10 menit).
Total tidur seseorang antara 5 – 9 jam. (4)
2.1.4. Tujuan tidur (4)
1) Mengembalikan kekuaan fisik dan psikis
2) Perbaikan: penyembuhan luka, fungsi sistem imun, koreksi gangguan
metabolik dan regulasi suhu.
3) Konservasi energi
4) Preservasi: membuat hewan tetap diam dan tersembunyi dari resiko diburu
predator.
5) Pelepasan emosi
6) konsolidasi memori
5
4) Hipersomnia berasal dari sentral: narcolepsy dengan / tanpa katapleksi;
hipersomnia idiopatik; hipersomnia rekuren ( Sindroma Klein-Levin)
5) Hipersomnia berhubungan dengan kondisi medis umum: penyakit
neurologis (tumor otak, tekanan intracranial meningkat); penyakit endokrin
(hipotiroid); penyakit infeksi (Epstein barr, hepatitis, trypanosomiasis);
hipersomnia pasca trauma.
6) Sindroma perilaku induksi tidur yang tidak cukup
6
tidur dengan cerminan tekanan tidur REM yang mengikuti irama sirkadian, yang
pada dasarnya sejalan dengan dengan suhu tubuh dan parameter tubuh sejenis,
seperti “kesiapan untuk beraktivitas dan berusaha”. Kemampuan untuk tidur
adalah fungsi dari tekanan neto ini.
Ketika mengalami perubahan zona waktu (jetleg) atau ketika melakukan
pergantian kerja, irama sirkadian awalnya terus bergetar pada fase aslinya. Jika
siang menjadi pendek, tidak mungkin tidur pada waktu setempat karena tekanan
tidur neto yang rendah. Ketika siang menjadi lebih panjang, tekanan tidur akan
meningkat karena periode bangun akan menjadi lebih panjang dan untuk tidur
pada waktu setempat menjadi tidak masalah, akan tetapi irama sirkadian yang
berikutnya akan menyebabkan bangun menjadi lebih awal.
Proses tidur juga terganggu oleh insomnia fase tidur lambat, yang disebabkan
oleh irama sirkadian yang tidak fleksibel yang tidak dapat diperpendek. Ketika
tidur terlalu awal, tekanan tidur neto menjadi terlalu rendah.
Depresi mungkin mengurangi pembentukan peptida penginduksi tidur
melalui kekurangan hormon serotonin. Hal ini menyebabkan penurunan tekanan
tidur neto dan kesulitan untuk tertidur. Tekanan tidur dapat ditingkatkan dengan
mengurangi tidur pada hari berikutnya sehingga tidur normal dapat dicapai.
Peningkatan tingkat kegembiraan membuat proses tidur menjadi lebih sulit
dan mengurangi lama tidur.
7
2) Hilang memori
3) Fungsi sistem imun menurun
4) Supresi pertumbuhan
5) Resiko diabetes, penyakit jantung dan obesitas.
8
d) Ciri kepribadian premorbid
e) Situasi sosial saat ini: pekerjaan, keuangan
4) Pemeriksaan fisik fokus pada sistem pernapasan, neurologis dan endokrin.
Evaluasi psikis. (4)
2.5.2. Investigasi lebih lanjut
Mayoritas pasien dengan gangguan tidur tidak membutuhkan investigasi
lebih lanjut. Jika diagnosis belum pasti dan susah untuk mendapatkan riwayat
yang akurat, beberapa metode dilakukan untuk menilai tidur. (4)
1) Diari tidur: mencatat aktivitas sehari-hari selama 2 minggu tentang tidur,
waktu makan, konsumsi kafein dan gejala yang berhubungan dengan tidur.
2) Merekam video: berguna untuk mengungkapkan parasomnia
3) Actigraphy: monitor gerakan tubuh ( alat seperti jam tangan) untuk
mengukus siklus tidur.
4) Polysomnography: monitor beberapa parameter fisiologis sewaktu tidur.
Termasuk EEG, elektrocardiography (ECG), electrookulography (EOG),
pulse oximetry, monitor pH esofagus dan respirasi.
5) The multiple sleep latency test (MSLT): untuk menilai rasa kantuk pada
siang hari. (4)
2.6.Penatalaksanaan
Insomnia
Sasaran penatalaksanaan insomnia meliputi memperbaiki tidur dan
mengurangi stress atau disfungsi yang disebabkan oleh insomnia. Insomnia dapat
ditangani dengan terapi psikologi, farmakoterapi atau kombinasi keduanya.
Psikoterapi meliputi terapi perilaku kognitif (CBT-I); terapi perilaku
multikomponen atau terapi perilaku singkat; dan intervensi lainnya seperti
kontrol stimulus, strategi relaksasi, dan pembatasan tidur (sleep restriction).
Farmakoterapi insomnia meliputi penggunaan benzodiazepine (triazolam,
estazolam, temazepam, flurazepam, dan quazepam); non-benzodiazepine
hipnotis (zaleplon, zolpidem, dan eszopiclone); antagonis reseptor orexin yaitu
suvorexant; agonis reseptor melatonin yaitu Ramelteon; antidepresan doxepin;
9
obat-obat off-label seperti antidepresan, antihistamin dan anti psikotik; dan
melatonin. (9)
2.6.1. Benzodiazepin (10)
Benzodiazepine berefek hipnosis, sedasi, relaksasi otot, ansiolitik, dan anti
konvulsi dengan potensi yang berbeda-beda.
1) Kimia: rumus benzodiazepin terdiri dari cincin benzen (cincin A) yang
melekat pada cincin aromatik diazepin (cincin B). Benzodiazepin yang
penting secara farmakologis selalu mengandung gugus 5-aril (cincin C)
dan cincin 1,4-benzodiazepin.
(a) Farmakodinamik: efek utama pada sistem saraf pusat (SSP) yaitu sedasi,
hipnosis, pengurangan terhadap ransangan emosi/ ansietas, relaksasi
otot dan antikonvulsi. Efek pada jaringan perifer: vasodilatasi koroner
setelah pemberian benzodiazepin secara IV, dan blokade neuromuskular
yang hanya terjadi pada pemberian dosis tinggi.
Benzodiazepin berikatan langsung pada sisi spesifik (subunit )
reseptor GABAA (reseptor kanal ion Cl kompleks), sedangkan GABA
berikatan pada subunit α dan β. Pengikatan ini akan menyebabkan
pembukaan kanal Cl, memungkinkan masuknya ion Cl kedalam sel,
menyebabkan peningkatan potensial elektrik sepanjang membran sel
dan menyebabkan sel sukar tereksitasi. Benzodiazepin membutuhkan
GABA untuk mengekspresikan efeknya. Namun antagonis
benzodiazepin tidak berpengaruh pada fungsi reseptor GABAA.
Penggunaan flumazenil (antagonis benzodiazepin) untuk melawan efek
benzodiazepin dosis tinggi.
Efek benzodiazepin pada pernapasan pada orang normal tidak
berefek namun pada orang dengan penyakit paru obstruksi kronis
(PPOK), alveoli depresi dan menyebabkan asidosis respiratoar. Perlu
perhatian penggunaan pada penderita kelaianan fungsi hati dan anak-
anak. Kontraindikasi penggunaan pada pasien yang secara regular tidur
mendengkur (menyebabkan penyumbatan jalan nafas).
10
(b) Farmakokinetik: semua benzodiazepin diabsorbsi secara sempurna
kecuali klorazepat karena diabsorbsi sempurna setelah dekarboksilasi
dalam cairan lambung.
Berdasarkan lama kerja golongan benzodiazepin terbagi menjadi:
(1) senyawa yang bekerja sangat cepat; (2) senyawa yang bekerja cepat
t½ < 6 jam ( triazolam, zolpidem, dan zolpiklon); (3) senyawa yang
bekerja sedang t½ antara 6-24 jam (estazolam dan temazepam); (4)
senyawa yang bekerja lebih lama t½ > 24 jam (flurazepam, diazepam
dan quazepam).
Benzodiazepin dan metabolitnya terikat pada protein plasma.
Kekuatan ikatannya berhubungan erat dengan sifat lipofiliknya. Kadar
obat dalam cairan serebrospinal kira-kira sama dengan kadar obat bebas
dalam plasma.
Profil kadar plasma sebagian besar benzodiazepin secara tetap
mengikuti model kinetik 2 kompatemen, namun bagi benzodiazepin
yang sangat larut lemak, profil kinetiknya lebih sesuai dengan model
kinetik 3 kompatemen. Volume distribusi benzodiazepin sangat besar
dan banyak diantaranya meningkat pada usia lanjut. Benzodiazepin
dapat melewati plasenta dan disekresi ke dalam ASI.
Benzodiazepin dimetabolisme di hati dalam 3 tahap: (1) desalkilasi;
(2) hidroksilasi; (3) konjugasi. Penghambat enzim yang metabolisme
benzodiazepine yaitu eritromisin, klaritromisin, ritonavir, itrakonazol,
nefazodon, ketokonazol dan sari buah grapefruit. Biotransformasi
metabolit aktif benzodiazepin lebih lambat sehingga lama kerja
benzodiazepin tidak sesuai dengan waktu paruh eliminasi obat asalnya.
(c) Efek samping:
Benzodiazepin dosis hipnotik: kepala ringan, malas/ tak
bermotivasi, lamban, inkoordinasi motorik, ataksik, gangguan fungsi
mental dan psikomotorik, gangguan koordinasi berpikir, bingung,
disartria, dan amnesia anterograd
11
Efek samping lain yang relatif lebih umum: lemas, sakit kepala,
pandangan kabur, vertigo, mual, muntah, diare, nyeri epigastrik, nyeri
sendi, nyeri dada dan inkontinensia.
Efek samping psikologik yang parakdoks dapat berupa banyak
bicara, cemas, mudah tersinggung, takikardia dan lemas. Selain itu,
gejala paranoid, depresi dan keinginan bunuh diri. Namun efek samping
tersebut jarang terjadi. Ketergantungan ringan terjad pada orang yang
menggunakan benzodiazepin dosis terapi secara teratur untuk waktu
lama.
Gejala putus obat dapat berupa makin hebatnya gejala yang semula
mau diobati. Disforia, mudah tersinggung, berkeringat, mimpi buruk,
tremor, anoreksi dan pusing kepala dapat terjadi. Penghentian obat
sebaiknya dilakukan secara bertahap.
Secara umum benzodiazepin relatif aman, bahkan dosis tinggi
jarang menyebabkan kematian kecuali jika digunakan bersama-sama
depresan SSP yang lain (alkohol).
(d) Indikasi: pengobatan insomnia, ansietas, kaku otot, medikasi praanestesi
dan anestesi.
12
Untuk ansietas, alprazolam IR mulai dengan dosis 0,75-1,5 mg/ 3 dosis/hari.
Dosis ditingkatkan setiap 3-4 hari samapai efek yang diinginkan didapat.
Umumnya dosis maksimum 4 mg/ hari.
Untuk panik, alprazolam IR dimulai dengan dosis 1,5 mg/ 3 dosis/ hari.
Dinaikkan kurang atau sama dengan 1 mg setiap 3-4 hari sampai efek yang
diinginkan. Pada kasus yang rumit dibutuhkan 10 mg/ hari. Alprazolam XR
dimulai dengan dosis 0,5-1 mg/ hari 1 dosis di pagi hari. Dosis dapat
ditingkatkan 1 mg setiap 3-4 hari sampai mencapai efek yang diinginkan.
Umumnya dosis maksimum 10 mg/ hari.
d) Farmakokinetik: dimetabolisme di hati oleh enzim CYP450 3A4;
metabolitnya inaktif; waktu paruh 12-15 jam.
e) Interaksi obat:: efek depresan meningkat dijika penggunaan alprazolam
bersama depresan SSP lainnya.
Penghambat CYP450 3A4 seperti nefazodone, fluvoxamine, fluoxetine, dan
juice grapefruit serta anti fungal azole dapat mengurangi pengeluaran
alprazolam sehingga menyebabkan efek samping sedasi meningkat. Dalam
kondisi ini dosis alprazolam perlu dikurangi.
Penginduksi CYP450 3A4 seperti karbamazepin dapat meningkatkan
pengeluaran alprazolam sehingga mengurangi efek terapeutiknya.
f) Perhatian: hati-hati penggunaan pada pasien dengan gangguan pulmonari
berat, resiko ketergantungan; hypomania dan mania terjadi pada pasien yang
depresi; pasien dengan sleep apnea; beberapa pasien depresi dapat timbul ide
bunuh diri
g) Kontraindikasi: pasieng dengan glaukoma sudut sempit, menggunakan
antifungal azole, dan alergi pada alprazolam atau benzodiazepin lain.
(2)Nitrazepam(DUMOLID)
a) Sediaan tablet 5 mg; dosis anjuran 5-10 mg/ malam.
13
b) Farmakokinetik: sifat basa; ikatan protein 90%; Volume distribusi( berat
badan 70 kg) 168 L; waktu paruh 18-34 jam; klirens 4,9 L/ jam; rute
eliminasi Hati; tidak ada metabolit aktif. (12)
c) Farmakologi: nitrazepam memperpendek waktu yang dibutuhkan untuk
tertidur dan memperpanjang durasi tidur. (13)
d) Klasifikasi farmakologi:
e) Hipnosis dan sedatif: digunakan untuk menginduksi rasa kantuk atau tidur
atau mengurangikegembiraan psikis atau ansietas.
f) Antikonvulsan, Modulator GABA, anti ansietas. (13)
g) Indikasi: gangguan tidur jangka pendek, susah tertidur, sering terbangun
pada malam hari, dan terbangun lebih awal pagi hari. (13)
(3) Klonazepam (KLONOPIN) (11)
a) Indikasi: gangguan panik dengan/ tanpa agorafobia; Lennox-Gastaut
syndrome (varian petit mal); kejang akinetik, mioklonik, absence; kejang
atonik; gangguan kejang lainnya; gangguan ansietas lainnya; mania akut
(sebagai tambahan); psikosis akut (tambahan); insomnia; katatonia
b) Efek samping: sedasi, fatigue, depresi, pusing, ataksia, gangguan bicara,
kelemahan, pelupa, kebingungan, hipereksitabilitas, gugup, kadang
halusinasi, mania, hipotensi dan mulut kering. Efek samping yang
mengancam nyawa adalah depresi pernapasan, disfungsi hepar, renal dan
diskrasia darah.
c) Dosis: dosis untuk atasi kejang sampai 20 mg/ hari tergantung dari respon
setiap pasien. Dimulai dengan dosis 1,5mg/ 3 dosis/ hari, kemudian
dinaikkan dosis 0,5 mg setiap 3 hari sampai efek yang diinginkan. Dibagi 3
dosis atau pemberian dosis terbesar pada waktu tidur malam.
Panik 0,5-2 mg / hari dapat dibagi menjadi 2 dosis dan dapat 1 dosis
sebelum tidur malam. Dimulai dengan 0,25 mg/ 2 dosis/ hari kemudian
naikkan 1 mg setiap 3 hari. Dosis maksimum 4 mg/ hari.
d) Farmakokinetik: waktu paruh terlama dibandingkan benzodiazepin lainnya
30-40 jam.
14
e) Interaksi obat:: efek depresan meningkat dijika penggunaan alprazolam
bersama depresan SSP lainnya.
Penghambat CYP450 3A4 seperti nefazodone, fluvoxamine, fluoxetine, dan
juice grapefruit serta anti fungal azole dapat mengurangi pengeluarannya
sehingga menyebabkan efek samping sedasi meningkat. Namun tidak butuh
adjustment dosis. Penggunaan flumazenil untuk antagonis efek
benzodiazepin pada pasien kejang yang diterapi dengan klonazepam dapat
menyebabkan kejang. Penggunaan clonazepam dengan valproate dapat
menyababkan kejang absence.
f) Perhatian: hati-hati penggunaan pada pasien dengan gangguan pulmonari
berat; resiko ketergantungan pada pasien dengan riwayat ketergantungan
obat atau alkohol; dapat menginduksi grand mal; pasien dengan sleep
apnea; beberapa pasien depresi dapat timbul ide bunuh diri
g) Kontraindikasi: pasien dengan glaukoma sudut sempit, menggunakan
antifungal azole, penyakit hepar berat, dan alergi pada clonazepam atau
benzodiazepin lain.
15
30 mg. hari keemapat turunkan dosis sampai pasien stabil. Maksimum dosis
90 mg/ hari.
Epilepsi, dosis awal 7,5 mg x 3 / hari; dinaikkan 7,5 mg per minggu.
Maksimum dosis 90 mg/ hari.
d) Farmakokinetik: waktu paruh terlama dibandingkan benzodiazepin lainnya
40-50 jam.
e) Interaksi obat:: efek depresan meningkat dijika penggunaan alprazolam
bersama depresan SSP lainnya.
f) Perhatian: hati-hati penggunaan pada pasien dengan gangguan pulmonari
berat; resiko ketergantungan pada pasien dengan riwayat ketergantungan
obat atau alkohol; dapat menginduksi grand mal; pasien dengan sleep
apnea; beberapa pasien depresi dapat timbul ide bunuh diri
g) Kontraindikasi: pasien dengan glaukoma sudut sempit dan alergi pada
clonazepam atau benzodiazepin lain.
16
Epilepsi, dosis awal 7,5 mg x 3 / hari; dinaikkan 7,5 mg per minggu.
Maksimum dosis 90 mg/ hari.
d) Farmakokinetik: waktu paruh terlama dibandingkan benzodiazepin lainnya
40-50 jam.
e) Interaksi obat:: efek depresan meningkat dijika penggunaan alprazolam
bersama depresan SSP lainnya.
f) Perhatian: hati-hati penggunaan pada pasien dengan gangguan pulmonari
berat; resiko ketergantungan pada pasien dengan riwayat ketergantungan
obat atau alkohol; dapat menginduksi grand mal; pasien dengan sleep
apnea; beberapa pasien depresi dapat timbul ide bunuh diri
g) Kontraindikasi: pasien dengan glaukoma sudut sempit dan alergi pada
diazepam atau benzodiazepin lain.
17
g) Kontraindikasi: pasien dengan glaukoma sudut sempit, kehamilan dan alergi
pada estazolam atau benzodiazepin lain.
18
(15) Klordiazepoksid (LIBRIUM, dll)
Estazolam (Esilgan oleh Takeda dan Estalin oleh Novell Pharma) merupakan
benzodiazepin
1) Sediaan Esilgan tab 1 mg dan 2 mg, Estalin tab 1 mg dan 2 mg; dosis anjuran
1-2 mg/ malam. (14)
2) Farmakokinetik: dimetabolisme di hati; rute ekskresi utama di ginjal; waktu
paruh 10-24 jam; ikatan preotein 93%. (15)
3) Farmakologi: pada beberapa kasus, estazolam lebih poten dari nitrazepam.
Klasifikasi farmakologi: Antiansietas, modulator GABA (zat yang tidak
bertindak sebabai agonis maupun antagonis tapi punya efek pada reseptop
GABA), antikonvulsan. (15)
4) Indikasi: Insomnia (10)
Zolpidem (Stilnox oleh Sanovi-Aventis, Zolmia oleh Fahreinheit, dan Zolta oleh
Novell Pharma), merupakan non-benzodiazepin. Memiliki efektifitas yang sama
dengan benzodiazepin dalam mempersingkat masa jatuh tidur serta
memperpanjang lama tidur pada penderita insomnia. Setelah berhenti obat, efek
tidur masih bertahan hingga 1 minggu.
1) Sediaan Stilnox, Zolmia, dan Zolta masing-masing tab 10 mg; dosis anjuran
10-20 mg/ malam. (14)
2) Farmakokinetik: diabsorpsi secara cepat lewat saluran cerna; metabolisme
lintas pertama di hati bioavailabilitas 70%, nilai ini akan rendah jika
dikonsumsi bersama makanan; waktu paruh sekitar 2 jam pada orang dengan
fungsi hepar normal, dapat mencapai 2 kali atau lebih pada usia lanjut atau
penderita sirosis (10); terutama dieksresikan di urin. (16)
3) Farmakologi: Zolpidem berikatan pada reseptop GABAA.
Klasifikasi farmakologi: hipnosis dan sedatif, dan agonis reseptor GABAA. (16)
4) Indikasi: medikasi jangka pendek insomnia. (16)
5) Efek samping: halusinasi visual, dan perilaku kompleks dengan amnesia
(sleepwalking, micro-sleeps yaitu tidur dengan periode amnesia yang cukup
lama, confusional arousal yaitu bangun dati tidur dengan disorientasi). (10)
19
Ramelteon (Rozerem oleh Takeda), merupakan agonis pada reseptor melatonin
1) Sediaan Rozerem tab 8 mg; dosis anjuran 8-16 mg/ malam. (14)
2) Farmakokinetik: ada aktif metabolit; absorpsi cepat dan sekitar 84%; terutama
dieksresi di ginjal; volume distribusi 73,6 L; ikatan dengan protein 70%;
metabolisme di hati; waktu paruh 1-2,6 jam. (17)
3) Farmakologi: bekerja mimik melatonin (hormon yang diproduksi saat tidur
dan bertanggung jawab untuk regulasi ritme circadian mandasari siklus
bangun-tidur normal. Ramelteon punya afinitas yang tinggi pada reseptor
MT1 danMT2 yang terletak pada nukleus suprakiasma (SCN). (17)
Reseptor MT1 bertanggung jawab untuk mengatur rasa kantuk dan menfasilitasi
onset tidur. Reseptor MT2 bertanggung jawab untuk mediasi efek melatonin
pada ritme circadian. (17)
Penggunaan ramelteon harus sangat dengan hati-hati pada pasien yang konsumsi
ketokonazol atau flukanazol karena menghambat enzim yang memetabolisme
ramelteon; pada pasien yang menggunakan rifampin, akan mengurai efikasi
rameteon karena menginduksi metabolismenya.
4) Indikasi: insomnia yang dicirikan dengan kesulitan untuk tertidur. (17)
5) Efek samping: rasa pusing, mual dan fatigue. Potensi ketergantungan rendah.
Doxylamine:
20
1) Dosis: 25 mg
2) Waktu paruh: 10-12 jam
3) Indikasi:onset tidur dan pertahankan tidur
4) Efek samping: somnolen
5) Tambahan konsiderasi: minum 30 menit sebelum waktu tidur, kurangi dosis
pada gangguan renal, digunakan dengan hati-hati pada pasien gangguan hati
dan pengguna alkohol, kriteria kehamilan tidak terklasifikasi.
3) Trisiklik antidepresan
Doxepine (18)
1) Dosis: dosis awal 6 mg (dewasa), 3 mg (usia lanjut); total dosis tidak boleh
> 6 mg per hari
2) Waktu paruh: 15,3 jam
3) Indikasi: mempertahankan tidur
4) Efek samping: somnolen, sedasi, mual, infeksi saluran napas atas
5) Tambahan konsiderasi: minum 30 menit sebelum mau tidur, tidak boleh
dimakan dengan makanan, kurangi dosis pada gangguan hepar, hati-hati
penggunaan dengan alkohol, untuk kehamilan kategori C. Kontraindikasi
pada pasien yang menggunakan penghambat MAO dalam 2 minggu terakhir,
glaukoma sudut sempit atau retensi urin berat.
Tradozone
1) Dosis: 25-50 mg saat mau tidur (18)
2) Farmakologi: tidak memiliki sifat penghambat MAO. Trazodon
menghambat ambilan serotonin di saraf, ambilan NE dan dopamin tidak
dipengaruhi. Efektivitas antidepresi kira-kira sama dengan amitriptlin dan
imipramin, karena efeksedasinya trazodon berguna untuk pasien depresi
disertasi ansietas. (19)
3) Efek samping: kantuk, mula, muntah, mulut kering, konstipasi, retensi urin,
hipertensi ortostatik namun hilang dalam 4-6 jam. Agitasi pada 1%, dan
priapisme kira-kira 1:6000. (19)
21
4) Interaksi obat: mengantagonis efek klonidin dan metaldopa, dan menaikkan
plasma fenitoin dan digoksin. (19)
5) Farmakokinetik: ikatan dengan protein 90%. (19)
Mirtazapine
1) Dosis: 30 mg untuk terapi insomnia (18)
2) Indikasi: saat ini hanya disetujui untuk terapi Major Depressive disorder
(18)
22
(b) Dosis awal dapat dinaikkan samapai mencapai dosis efektif dan
dipertahankan sampai 1-2 minggu, kemudian tapering off untuk
mencegah timbulnya rebound dan toleransi obat.
(c) Pada usia lanjut dosis harus lebihkecil dan peningkatan dosis lebih
perlahan-lahan unruk menghindari over sedasi dan intoksikasi.
Penggunaan antidepresan sedatif dosis kecil 2-3 kali per minggu untuk
mengatasi insomnia pada usia lanjut.
Hipersomnia
23
2) Farmakologi: efficacy lebih rendah dibandingkan methamphentamine dan
methylphenidate. Sangat kecil potensi ketergantungan.
3) Efek samping: alergi
4) Antidepresan seperti antidepresan trisiklik atau venlafaxine untuk
cataplexy. (4)
Venlafaxine merupakan penghambat selektif pengambilan NE (20)
1) Dosis: 37,5 – 150 mg per hari
2) Farmakologi: sedikit stimulant, waktu paruh pendek.
3) Efek samping: konstipasi, gangguan gastrointestinal
24
Karbamazepin (tegretol oleh Novartis)
1) Dosis anjuran 300-600 mg/ hari; sediaan tab 200 mg. (14)
2) Farmakokinetik: waktu paruh 1-2 jam; metabolit aktif dengan waktu paruh
yang sama dengan obat aslinya.
3) Efek samping: vertigo, ataksia, diplopia dan penglihatan kabur. Lainya mual
muntah, alergi, diskrasia darah yang berat, sinroma steven Johnson relatif
sering terjadi pada awal pengobatan dan retensi air. (21)
4) Indikasi: kejang parsial kompleks dan tonik-klonik, dan gangguan mania
bipolar (21)
2.7.Prognosis
1) Insomnia: diketahui bahwa insomnia yang tidak mendapatkan penanganan
biasanya dapat menetap seumur hidup. Insomnia yang disebabkan oleh
suatu penyebab makin lama makin memburuk. Jika penyebab sekunder
25
tersebut diatasi biasanya pola tidur membaik, namun tidak selalu. Prognosis
episode insomnia sekunder yang diobati dengan cukup sangat baik. (4)
2) Hipersomnia: narcolepsy merupakan kondisi kronik yang dapat menetap
seumur hidup. (4)
26
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Berdasarkan tinjauan pustaka diatas, penulis mengambil kesimpulan:
27
DAFTAR PUSTAKA
28
https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/5732.
17. Information NCfB. PubChem Compound database; CID = 208902.
[Online]. [cited 2017 Desember 26. Available from:
https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/208902.
18. Lie JD, Tu KN, Shen DD, Wong BM. Pharmacological Treatment of
Insomnia. P&T. 2015; 40(11): p. 759-766.
19. Arosal W, Sulistia G. Psikotropik. In Farmakologi dan terapi. Jakarta:
Badan penerbit FK UI; 2016. p. 178.
20. Mignot EJM. A practical guide to the therapy of Narcolepsy and
Hypersomnia Syndrome. 2012; 9: p. 739-752.
21. terapeutik Dfd. antiepilepsi dan antikonvulsi. In Farmakologi dan terapi Ed
6th. Jakarta: Badan penerbit FKUI; 2016.
29
DAFTAR ISI